Tawassul dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika telah tiada
Sumber:
Mafahim Yajibu an Tushahhhah (Pemahaman-Pemahaman yang Harus Diluruskan), Abuya Prof. DR. Assayyid Muhammad bin Alwi Almaliki Alhasan, dzurriyat Rasulullah dari fam Al-Hasani berasal dari putra Sayyidina Hasan ra yang bernama Hasan Al-Mutsana.
Link: http://www.pejuangislam.com/main.php?prm=karya&var=detail&id=44
Tawassul dengan kuburan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam atas petunjuk Sayyidah ‘Aisyah
Al Imam Al Hafidh Al Darimi dalam kitabnya Al Sunan bab Maa Akramahullah Ta’ala Nabiyyahu Shallallahu ‘alaihi wasallam ba’da Mautihi berkata : Abu Nu’man bercerita kepada kami, Sa’id ibni Zaid bercerita kepada kami, ‘Amr ibnu Malik Al Nukri bercerita kepada kami, Abu Al Jauzaa’ Aus ibnu Abdillah bercerita kepada kami, “Penduduk Madinah mengalami paceklik hebat. Kemudian mereka mengadu kepada ‘Aisyah. “Lihatlah kuburan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan buatlah lubang dari tempat itu menghadap ke atas hingga tidak ada penghalang antara kuburan dan langit,” perintah ‘Aisyah. Abu Al Jauzaa’ berkata, “Lalu mereka melaksanakan perintah ‘Aisyah. Kemudian hujan turun kepada kami hingga rumput tumbuh dan unta gemuk ( unta menjadi gemuk karena pengaruh lemak, lalu disebut tahun gemuk ).” Sunan Al Daarimi vol. I hlm 43.
Pembuatan lubang di lokasi kuburan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak melihat dari aspek sebuah kuburan tapi dari aspek bahwa kuburan itu memuat jasad makhluk paling mulia dan kekasih Tuhan semesta alam. Jadi, kuburan itu menjadi mulia sebab kedekatan agung ini dan karenanya berhak mendapat keistimewaan yang mulia.
Takhrij al hadits:
Abu Nu’man adalah Muhammad ibn Al Fadhl yang dijuluki Al ‘Aarim, guru Imam Bukhari. Dalam Al Taqrib, Al Haafidh mengomentarinya sebagai orang yang dipercaya yang berubah (kacau fikiran) di usia tua.
Pendapat saya kondisi di atas tidak mempengaruhi periwayatannya. Sebab Imam Bukhari dalam Shahihnya meriwayatkan lebih dari 100 hadits darinya. Setelah fikirannya kacau, riwayat darinya tidak bisa diterima. Pandangan ini dikemukakan oleh Al Daruquthni. Tidak ada yang memberimu informasi melebihi orang yang berpengalaman.
Al Dzahabi membantah komentar Ibnu Hibban yang menyatakan, “Bahwasanya banyak hadits munkar ada padanya.” “Ibnu Hibban gagal menyebutkan satu hadits munkarnya. Lalu di manakah dugaannya ?” ( Mizaanul I’tidal vol. IV hlm. 8).
Adapun Sa’id ibn Zaid, ia adalah figur yang sangat jujur yang terkadang salah mengutip kalimat hadits. Demikian pula profil ‘Amr ibn Malik Al Nukri. Sebagaimana penilaian Ibnu Hajar mengenai keduanya dalam Al Taqrib.
Ulama menetapkan bahwa ungkapan Shaduuq Yahimu adalah termasuk ungkapan-ungkapan untuk memberikan kepercayaan bukan ungkapan untuk menilai lemah. (Tadribu Al Raawi).
Adapun Abul Jauzaa’, maka ia adalah Aus ibn Abdillah Al Rib’i. Ia termasuk figur yang dapat dipercaya dari para perawi Shahih al Bukhari dan Shahih Muslim.
Berarti sanad hadits di atas adalah tidak mengandung masalah, malah dalam pandangan saya dapat dikategorikan baik.
Para ulama mau menerima dan menjadikan penguat banyak sanad semisalnya dan dengan para perawi yang kualitasnya lebih rendah dari sanad hadits ini.
Sayyidah ‘Aisyah dan sikap beliau terhadap kuburan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
Adapun pendapat sebagian ulama yang menyatakan bahwa atsar di atas berstatus mauquf pada ‘Aisyah yang notabene shahabat perempuan dan praktek shahabat itu bukan hujjah, maka jawabannya adalah bahwa atsar tersebut meskipun opini ‘Aisyah namun beliau RA dikenal sebagai perempuan yang memiliki kapasitas keilmuan yang luas dan tindakannya dilakukan di kota Madinah di tengah para ulama shahabat.
Dari kisah yang terkandung dalam atsar ini cukup bagi kita untuk menjadikannya sebagai dalil bahwa ‘Aisyah Ummul mu’minin mengetahui bahwa sesudah wafat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa menyayangi dan mensyafa`ati ummatnya, dan bahwa orang yang berziarah ke kuburannya dan memohon syafa`atnya akan diberi syafa`at oleh beliau, sebagaimana praktek yang telah dilakukan Ummul mu’minin ‘Aisyah.
Tindakan ‘Aisyah membuat lubang pada tempat makam Rasulullah tidak dikategorikan kemusyrikan atau perantara kemusyrikan sebagaimana tuduhan yang disuarakan orang-orang yang suka mengkafirkan dan menuduh sesat. Karena ‘Aisyah dan orang yang menyaksikannya bukan termasuk mereka yang buta terhadap kemusyrikan dan hal-hal yang mengantar kepada kemusyrikan. Kisah di atas membantah pandangan kalangan Wahabi dan menegaskan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, di dalam kuburnya, sangat memperhatikan ummatnya sampai sesudah wafat.
Adalah fakta bahwa Ummul mu’minin ‘Aisyah berkata, “Saya masuk ke dalam rumahku di mana Rasulullah dikubur di dalamnya dan saya melepas baju saya. Saya berkata mereka berdua adalah suami dan ayahku. Ketika Umar dikubur bersama mereka, saya tidak masuk ke rumah kecuali dengan busana tertutup rapat karena malu kepada ‘Umar. (HR Ahmad). Al Hafidh Al Haitsami menyatakan, “Para perawi atsar di atas itu sesuai dengan kriteria perawi hadits shahih ( Majma’ul Zawaaid vol 8 hlm. 26 ). Al Hakim meriwayatkanya dalam Al Mustadrok dan mengatakan atsar ini shahih sesuai kriteria yang ditetapkan Bukhari dan Muslim. Adz Dzahabi sama sekali tidak mengkritiknya. ( Majma’ul Zawaid vol. 4 hal.7).
‘Aisyah tidak melepaskan baju dengan tanpa tujuan, justru ia mengetahui bahwa Nabi dan kedua sahabatnya mengetahui siapakah yang orang yang berada didekat kuburan mereka.
Nabi bersabda kepada Mu’adz saat diutus ke Yaman : فلعلك تمر بقبري ومسجدي “Barang kali engkau akan melewati kuburan dan masjidku ini.” (HR Ahmad dan Thabarani). Para perawi dari keduanya adalah orang-orang yang bisa dipercaya kecuali Yazid yang tidak pernah mendengar dari Mu’adz. ( Majma’uz Zaawaid vol. 10 hal. 55 ).
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam meninggal dunia dan Mu’adz mendatangi kuburannya sambil menangis. Tindakan Mu’adz ini diketahuai oleh ‘Umar ibnu Khattab. Lalu keduanya terlibat dalam pembicaraan sebagaimana diriwayatkan oleh Zaid ibnu Aslam dari ayahnya yang berkata : ‘Umar pergi ke masjid dan melihat Mu’adz sedang menangis di dekat kuburan Nabi. “ Apa yang membuatmu menangis? tanya ‘Umar. ” Saya mendengar hadits Rasulullah yaitu : اليسير من الرياء شرك “Sedikit dari riya adalah syirik.” Hakim berkata, Hadits ini shahih dan tidak diketahui tidak memiliki ‘illah. Adz Dzahabi sepakat dengan Hakim bahwa hadits ini shahih dan tidak memiliki ‘illah. (Tersebut dalam Al Mustadrok vol.1 hal. 4 ). Al Mundziri berkata dalam kitab At Targhib At Tarhib : Hadits di atas diriwayat kan oleh Ibnu Majah, Baihaqi dan Hakim. Hakim berkata : Hadits ini shahih dan tidak memiliki ‘illah, dan Al Mundziri sepakat dengan pandangan Al Hakim. ( vol. 1 hal. 32 ).
Tawassul dengan kuburan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pada era Khalifah ‘Umar ra
Al Hafidh Abu Bakar Al Baihaqi mengatakan, “ Memberi kabar kepadaku Abu Nashr ibn Qatadah dan Abu Bakr Al Farisi, keduanya berkata, “Bercerita kepadaku Abu ‘Umar ibn Mathar, bercerita kepadaku Ibrahim ibn ‘Ali Al Dzuhali, bercerita kepadaku Yahya ibn Yahya, bercerita kepadaku Abu Mu’awiyah dari A’masy dari Abi Shalih dari Malik, ia berkata, “Pada masa khalifah ‘Umar ibn Al Khaththab penduduk mengalami paceklik, lalu seorang lelaki datang ke kuburan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, Mohonkanlah hujan kepada Allah karena ummatmu banyak yang meninggal dunia.”
Rasulullah pun datang kepadanya dalam mimpi,dan berkata : ائت عمر فاقرئه مني السلام وأخبرهم أنهم مسقون , وقال له : عليك بالكيس الكيس“Datangilah Umar, sampaikanlah salam untuknya dariku dan khabarkan penduduk bahwa mereka akan diberi hujan, dan katakan pada ‘Umar : “Kamu harus tetap dengan orang yang pintar, orang yang pintar !”.
Lelaki itu pun mendatangi Umar menceritakan apa yang dialaminya. “Ya Tuhanku, saya tidak bermalas-malasan kecuali terhadap sesuatu yang saya tidak mampu mengerjakannya.” Kata ‘Umar. (Demikian perkataan Al Hafidh Ibnu Katsir dalam Al Bidayah vol. I hlm. 91 pada Hawaaditsi ‘Aammi Tsamaaniyata ‘Asyaraa). Saif dalam Al Futuuh meriwayatkan bahwa lelaki yang bermimpi bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Bilal ibn Al Harits Al Muzani, salah seorang sahabat. Isnad hadits ini dalam pandangan Ibnu Hajar Shahih. (Shahih Al Bukhari Kitaabul Istisqaa’ / Fathul Baari vol. II hlm. 415).
Tidak seorang imam pun dari para perawi hadits di atas dan para imam berikutnya yang telah disebutkan dengan beberapa karya mereka, bahwa tawassul dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah tindakan kufur dan sesat dan tidak ada seorang pun yang menilai matan (teks) hadits mengandung cacat. Ibnu Hajar al ‘Asqalani telah mengemukakan hadits ini dan menilainya sebagai hadits shahih dan beliau adalah sosok yang kapasitas keilmuan, kelebihan dan bobotnya di antara para pakar hadits tidak perlu dijelaskan lagi.
Tawassul kaum muslimin dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perang Yamamah
Al Hafidh Ibnu Katsir menuturkan bahwa slogan kaum muslimin dalam perang Yamamah adalah ucapan “Yaa Muhammadaah”. Ibnu Katsir juga menulis sebagai berikut : Khalid ibn Al Walid melakukan serangan hingga melampaui pasukan Musailamah dan bergerak menuju Musailamah. Ia berusaha mencari celah untuk sampai kepada Musailamah kemudian membunuhnya lalu kembali dan berdiri di antara dua barisan. Ia menyeru mengajak duel. “Saya anak Al Walid Al ‘Aud, saya anak ‘Amir dan Zaid.” Lalu Khalid mengumandangkan slogan kaum muslimin dimana slogannya adalah “Yaa Muhammadaah”. (Al Bidayah wa Al Nihayah vol. VI hlm. 324 ).
Tawassul dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pada saat sakit dan mengalami musibah
Dari Al Haitsam ibn Khanas, ia berkata, “Saya berada bersama Abdullah Ibn Umar. Lalu kaki Abdullah mengalami kram.
“Sebutlah orang yang paling kamu cintai !”, saran seorang lelaki kepadanya.
“Yaa Muhammad,” ucap Abdullah. Maka seolah-olah ia terlepas dari ikatan.
Dari Mujahid, ia berkata, “Seorang lelaki yang berada dekat Ibnu Abbas mengalami kram pada kakinya. “Sebutkan nama orang yang paling kamu cintai,” kata Ibnu Abbas kepadanya. Lalu lelaki itu menyebut nama Muhammad dan akhirnya hilanglah rasa sakit akibat kram pada kakinya. (Disebutkan oleh Ibnu Taimiyyah dalam Al Kalim Al Thayyib pada Al Faslh Al Saabi’ wa Al Arba’in hlm. 165 ). Tawassul menggunakan ungkapan Ya Muhammad adalah tawassul dalam bentuk panggilan.
Tawassul dengan firgur selain Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
Dari ‘Utbah ibn Ghazwan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau berkata : إذا أضل أحدكم شيئا أو أراد عونا وهو بأرض ليس بها أنيس فليقل : ياعباد الله أعينوني فإن الله عبادا لا نراهم.
“Jika salah satu dari kalian kehilangan sesuatu atau mengharapkan pertolongan pada saat ia berada di tempat tak berpenghuni, maka bacalah : Wahai para hamba Allah, berilah aku pertolongan. Karena Allah memiliki para hamba yang kalian tidak mampu melihatnya.”
Bacaan ini telah dibuktikan mujarab. Hadits ini diriwayatkan oleh Al Thabarani. Para perawinya dikategorikan dapat dipercaya hanya saja ada sebagian dianggap lemah. Namun Yazid ibn ‘Ali tidak pernah berjumpa dengan ‘Utbah.
Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : إن لله ملائكة في الأرض سوى الحفظة يكتبون ما يسقط من ورق الشجر , فإذا أصاب أحدكم عرجة بأرض فلاة فلبناد : “أعينوني ياعباد الله !
“Sesungguhnya Allah mempunyai para malaikat yang bertugas mencatat daun yang jatuh dari pohon. Jika salah seorang dari kalian mengalami kepincangan di padang pasir maka berserulah : “Bantulah aku, wahai para hamba Allah.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al Thabarani dan para perawinya dapat dipercaya.
Dari Abdullah ibn Mas’ud, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : إذا انفلتت دابة أحدكم بأرض فلاة فليناد : \”ياعباد الله , احبسوا ! ياعباد الله , احبسوا !\” فإن لله حاضرا في الأرض سيحبسه.
“Jika binatang tunggangan kamu lepas di padang sahara, maka berteriaklah : Wahai para hamba Allah tangkaplah, wahai para hamba Allah tangkaplah !, karena ada malaikat Allah di bumi yang akan menangkapnya.” HR Abu Ya’la dan Al Thabarani yang memberikan tambahan : وسيحبسه عليكم “Malaikat itu akan menangkapnya untuk kalian.”
Dalam hadits ini ada Ma’ruf ibn Hassan yang statusnya lemah. Majma’ul Zawaaid wa Manba’ul Fawaaid karya Al Hafidh ibn ‘Ali ibn Abi Bakr Al Haitsami Vol. X hlm. 132. Ini juga termasuk tawassul dengan cara memanggil.
Terdapat keterangan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam setelah dua rakaat fajar membaca : اللهم رب جبريل واسرفيل وميكائيل ومحمد النبي صلى الله عليه وسلم أعوذ بك من النار
“Ya Allah, Tuhan Jibril, Israfil, Mikail, dan Muhammad, saya berlindung kepada-Mu dari api neraka.” Al Nawawi dalam Al Adzkar mengatakan, “Hadits di atas diriwayatkan oleh Ibnu Al Sunni . Setelah melakukan takhrij Al Hafidh mengatakan, “Hadits ini adalah hadits hasan.” Syarhul Adzkaar karya Ibnu ‘Ilaan vol. II hlm 139.
Penyebutan secara khusus Jibril, Israfil, Mikail dan Muhammad mengandung arti tawassul dengan mereka. Seolah-olah Nabi berkata, “Ya Allah, aku bertawassul kepada-Mu dengan Jibril dan seterusnya….”
Ibnu ‘Ilan telah mengisyaratkan hal ini dalam Syarh Al Adzkaar. “Tawassul kepada Allah dengan sifat ketuhanan-Nya, terhadap ruh-ruh yang agung,” katanya. Ibnu ‘Ilan dalam Syarh Al Adzkaar vol II hlm. 29 menegaskan disyari’atkannya tawassul. Ia menyatakan seraya menta’liq hadits Allaahumma Innii As’aluka bi Haqqissaailin,“ Hadits ini mengandung tawassul dengan kemuliaan orang-orang baik secara umum dari para pemohon / suka berdoa. Disamakan dengan mereka adalah para Nabi dan rasul dalam kadar yang lebih.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
https://mutiarazuhud.wordpress.com
Sanggahan ini untuk Habib Munzir dan sekalian untuk antum juga:
Riwayat dari Ibnu Abbas ini dijadikan dalil oleh Habib Munzir akan bolehnya beristighootsah kepada mayat, bahkan dianjurkan dan diajari oleh Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhumaa. Sisi pendalilan adalah karena orang tersebut tatkala menghadapi kesulitan lantas ia menyebut nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah meninggal dunia.
Sanggahan terhadap pendalilan ini dari beberapa sisi :
PERTAMA : Riwayat ini adalah riwayat yang lemah.
Ibnu Sunniy meriwayatkan dalam kitabnya ‘amal al-Yaum wa al-Lailah dengan sanadnya :
“…Ada seseorang yang keram kakinya di sisi Ibnu Abbaas, maka Ibnu Abbaas berkata, “Sebutlah orang yang paling engkau cintai”, maka orang tersebut berakata, “Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam”, maka hilanglah keramnya tersebut” (‘Amal al-Yaum wa al-Lailah karya Ibnu Sunniy 88-89 no 169)
Dari jalan Ibnu Sunniy juga diriwayatkan oleh Imam An-Nawawi dalam kitabnya al-Adzkaar hal 261.
Dalam sanad riwayat ini ada seorang perawi yang bernama Ghiyaats bin Ibraahiim. Dan perawi ini dinilai lemah oleh para ahli hadits, bahkan tertuduh sebagai pendusta. Berikut saya sebutkan perkataan para Ahli Hadits.
Adz-Dzahabi As-Syaafi’i berkata :
“Ghiyaats bin Ibraahiim An-Nakho’iy meriwayatkan dari Al-A’masy dan yang lainnya.
Imam Ahmad berkata, “Orang-orang meninggalkan haditsnya Ghiyaats”.
‘Abbaas meriwayatkan dari Imam Yahya, ia berkata : “Ghiyaats tidak tsiqoh/terpercaya”.
Al-Juzjaaniy berkata, “Aku mendengar lebih dari satu orang berkata, “Ghiyaats memalsu hadits”. Imam Al-Bukhari berkata, “Mereka (para ahli hadits) meninggalkannya” (Miizaan Al-I’tidaal fi naqd ar-Rijaal 3/337)
Ibnu Hajar Al-‘Asqolaani As-Syaafi’i berkata :
“Dan Al-Aajurriy berkata : “Aku bertanya kepada Abu Dawud (*tentang Ghiyaats) maka ia berkata : “Kadzdzaab (Pendusta)”, dan ia suatu kali pernah berkata, “Tidak tsiqoh/dipercaya dan tidak amanah”. Ibnu Ma’iin berkata, “(*Ghiyaats) pendusta yang buruk. As-Saajiy berkata, “Mereka meninggalkannya”, Sholeh Jazrah berkata : “Ia memalsukan hadits” (Lisaan Al-Miizaan 6/311)
Dari perkataan para Imam ahli hadits di atas yang disampaikan oleh Adz-Dzahabi dan Ibnu Hajr rahimahumullah maka bisa kita simpulkan bahwasanya riwayat dari Ibnu Abbas ini adalah riwayat yang dusta, karena dalam sanadnya ada perawi yang pendusta yaitu Ghiyaats bin Ibroohiim An-Nakho’iy Al-Kuufiy.
KEDUA : Habib Munzir mengatakan bahwa atsar ini diriwayatkan oleh Imam Al-Haakim dan At-Thobrooniy dengan sanad yang hasan. Maka bisakah Habib Munzir menyebutkan dalam buku-buku apa saja mereka berdua meriwayatkan atsar ini? Agar kita bisa mendapat faedah lebih banyak dan bisa mengecek sanad riwayat ini. Kemudian Ulama Ahli hadits siapakah yang telah menghukumi bahwasanya sanad riwayat ini adalah hasan? Ataukah Habib Munzir sendiri (yang konon merupakan pakar hadits dan ahli sanad) yang telah menyatakan riwayat ini hasan??!!. Karena riwayat yang terdapat dalam kitab Ibnu Sunniy riwayatnya maudhuu’ (palsu), dan Habib menyatakan bahwasanya riwayat atsar ini sanadnya hasan, saya menunggu jawaban Habib Munzir…, jika Habib Munzir bisa mendatangkan sanad periwayatannya maka kita berusaha menilai keabsahan sanad tersebut Alhamdulillah, akan tetapi jika tidak ada maka berarti riwayat ini adalah riwayat yang palsu..!!!.
KETIGA : Jika kita mengatakan bahwa riwayat ini shahih maka inipun tidak bisa dijadikan dalil untuk membolehkan meminta kepada mayat. Hal ini nampak dari beberapa sisi :
Pertama : Ibnu Abbaas berkata kepada orang tersebut “Sebutlah orang yang paling engkau cintai !”. Ibnu Abbaas tidak berkata, “Berisitghotsahlah engkau kepada orang yang engkau cintai !!”. Dan jawaban orang tersebut adalah, “Muhammad”, sesuai dengan anjuran Ibnu Abbaas. Ia tidak berkata, “Yaa Muhammad tolonglah aku..!!”, atau berkata, “Yaa Muhammad sembuhkanlah aku !!”, akan tetapi ia hanya sekedar menyebut nama orang yang paling dia cintai yaitu “Muhammad”.
Kedua : Tentunya berbeda antara istighootsah dengan hanya sekedar menyebut nama. Kalau istighootsah adalah seruan (memanggil) yang disertai dengan tolabul ghouts (permohonan pertolongan). Dan dalam atsar Ibnu Abbaas ini sangat jelas, lelaki tersebut sama sekali tidak sedang meminta pertolongan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan lelaki tersebut tidak menyeru Nabi dan berkata, “Wahai atau Yaa Muhammad”, akan tetapi ia hanya menyebut nama “Muhammad” tanpa disertai dengan seruan “wahai” atau “yaa”. Kalaupun lelaki tersebut mengatakan “Wahai Muhammad” maka inipun bukan istighootsah karena tidak disertai dengan permohonan pertolongan.
Ketiga : Kalau hanya sekedar menyebut nama atau menyeru nama seseorang tanpa permohonan pertolongan sudah dikatakan istighootsah, maka jika seseorang sedang stress lantas menyebut nama istrinya (yang sangat ia cintai) agar pikirannya tenang, maka apakah orang ini dikatakan telah beristighootsah dengan istrinya?, dengan beristighootsah dengan wanita yang jauh lebih lemah darinya??
Keempat : Dalam kisah ini, Ibnu Abbaas menyarankan untuk menyebut seorang yang paling dicintai oleh lelaki tersebut. Ibnu Abbas tidak mempersyaratkan bahwasanya orang yang paling dicintai tersebut harus merupakan ruh orang yang sudah wafat atau orang yang sedang hadir di situ. Bahkan Ibnu Abbaas sama sekali tidak mempersyaratkan bahwa orang yang dicintai tersebut harus merupakan ruh orang yang sholeh yang dipersangkakan memiliki manzilah di sisi Allah
Lantas jika tenyata lelaki tersebut ternyata menyebutkan nama istrinya atau anaknya yang sangat dia cintai, maka bukankah ia telah melaksanakan anjuran Ibnu Abbaas??, lantas…
– Apakah ini adalah istighootsah menurut Habib Munzir???:
– Apakah dikatakan ia beristighootsah dengan anaknya atau istrinya yang jauh lebih lemah darinya??
– Lantas apakah Habib Munzir membolehkan untuk beristighootsah dengan orang yang tidak hadir di situ dan tidak bisa mendengarkan permintaan tolong lelaki tersebut??. Tentunya Habib Munzir sepakat jika seseorang sedang sakit terbaring di rumah sakit lantas ia mengingat orang yang paling dicintainya (seperti istrinya atau anaknya atau ibunya), lalu ia menyebut namanya, dan ternyata orang yang dicintainya tersebut masih hidup dan posisinya jauh dari rumah sakit, maka ini tentunya bukanlah isitighootsah
KEEMPAT : Apa sih sisi pendalilan dari kisah Ibnu Abbaas ini sehingga bisa dijadikan dalil akan bolehnya berisitighootsah kepada mayat?
Tentunya berdasarkan pemahaman orang-orang yang membolehkan meminta tolong dan beristighootsah kepada mayat maka sisi pendalilannya sebagai berikut : “Lelaki tersebut sedang menghadapi kesulitan yaitu kakinya keram, dan Ibnu Abbas menganjurkannya untuk meminta tolong (beristighootsah) kepada orang yang dicintainya. Ternyata lelaki tersebut beristighootsah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah meninggal dunia. Dan hal ini tidak diingkari oleh Ibnu Abbaas, bahkan merupakan bentuk pengamalan dari anjuran Ibnu Abbaas”.
Demikianlah kira-kira sisi pendalilannya. Karena jika sisi pendalilannya tidak seperti ini maka atsar (kisah) ini sama sekali tidak bisa dijadikan dalil untuk beristighootsah kepada mayat orang sholeh.
Lantas sekarang saya jadi bertanya, Apakah menurut Habib Munzir seseorang boleh beristighootsah kepada Nabi Muhammad meskipun tidak dihadapan kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?? Bukankah ini merupakan kesyirikan yang nyata??, Karena tidaklah seorang hamba yang ada di Indonesia yang terkena musibah dan kesulitan lantas beristighootsah kepada Nabi shallallahu ‘alaih wa sallam kecuali ia memiliki keyakinan-keyakinan berikut :
– Meyakini bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar permintaan tolongnya meskipun jasad Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkubur di Madinah sementara sang hamba berada di Indonesia
– Meyakini bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan hanya sekedar mendengar, bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui kondisinya yang sedang menghadapi kesulitan. Dan inilah yang diyakini oleh seorang habib yang lebih senior dan mendunia daripada Habib Munzir, yaitu Habib Alawi Al-Maliki Al-Hasanni, ia berkata dalam kitabnya “Mafaahiim yajibu an Tushohhah” tentang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
فَإِنَّهُ حَيِّيُ الدَّارَيْنِ دَائِمُ الْعِنَايَةِ بِأُمَّتِهِ، مُتَصَرِّفٌ بِإِذْنِ اللهِ فِي شُؤُوْنِهَا خَبِيْرٌ بِأَحْوَالِهَا
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hidup di dunia dan akhirat, senantiasa memperhatikan umatnya, mengatur urusan umatnya dengan izin Allah dan mengetahui keadaan umatnya”
– Meyakini bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam mampu untuk menghilangkan kesulitan yang sedang dihadapinya dengan izin Allah.
Lantas bagaimana jika ruuh yang dimintai tolong tersebut adalah selain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka apakah Habib Munzir juga membolehkan untuk beristighootsah kepada ruh tersebut …meskipun tidak di hadapan kuburannya?? Dengan berkeyakinan bahwasanya ruh-ruh orang sholeh bisa menghilangkan kesulitan dengan izin Allah?? Sebagaimana juga yang diyakini oleh Alawi Al-Maliki pendukung kesyirikan…??. Alawi Al-Maaliki Al-Hasani berkata :
والحاصل أنه لا يكفر المستغيث إلا إذا اعتقد الخلق والإيجاد لغير الله تعالى ، والتفرقة بين الأحياء والأموات لا معنى لها فإنه من اعتقد الإيجاد لغير الله كفر …
وأنت تعلم أن غاية ما يعتقد الناس في الأموات هو أنهم متسببون ومكتسبون كالأحياء لا أنهم خالقون موجدون كالإله
“Intinya sesungguhnya orang yang beristighootsah (*kepada mayat) tidaklah kafir kecuali jika ia meyakini ada selain Allah yang menciptakan. Dan pembedaan antara orang-orang yang hidup dengan mayat-mayat tidak ada artinya, karena barangsiapa yang meyakini ada yang menciptakan selain Allah maka kafir….dan engkau mengetahui bahwasanya puncak dari apa yang diyakini manusia tentang mayat-mayat bahwasanya mayat-mayat tersebut hanyalah sebagai sebab dan usaha saja sebagaimana orang-orang hidup, dan bukanlah mayat-mayat tersebut adalah para pencipta sebagaimana Tuhan”
Habib Alawi Al-Maaliki Al-Hasani berpendapat sama seperti Habib Munzir bahwa mayat-mayat merupakan sebab untuk mendatangkan pertolongan, dan tidak ada perbedaan antara orang hidup dan orang mati. Bahkan Habib Alawi Al-Maaliki Al-Hasani berpendapat seseorang boleh beristighootsah kepada mayat sholeh dan tidak akan dikatakan perbuatannya syirik selama ia meyakini bahwa mayat tersebut hanya sebab atau telah diberi izin oleh Allah. Lihat kembali artikel (http://www.firanda.com/index.php/artikel/bantahan/128-bantahan-terhadap-abu-salafy-seri-7-perkataan-abu-salafy-berdoa-kepada-selain-allah-tidak-mengapa-selama-tidak-syirik-dalam-tauhid-rububiyah)
KELIMA : Kalaupun atsar ini shahih lantas apakah bisa menjadi dalil bagi kelompok orang yang bermadzhab Aysa’ari untuk membangun suatu aqidah??!!!. Bukankah orang-orang Asya’ari mempersyaratkan bahwasanya yang bisa dijadikan dalil untuk permasalahan aqidah haruslah dalil yang mutawaatir dan bukan dalil yang ahad??!! (yang persayaratan ini adalah warisan yang diambil oleh orang-orang Asyaairoh dari kaum mu’tazilah, dan insyaa Allah akan ada pembahasannya secara khusus !!)
Ini semua jika riwayat tersebut shahih, ternyata seperti yang sudah dijelaskan bahwa riwayat tersebut adalah PALSU.
Kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, 19-11-1432 H / 17 Oktober 2011 M
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
Silahkan kalau mas Yudi mengikuti pemahaman ulama dari kalangan “orang-orang yang membaca hadits” seperti ustadz Firanda.
Namun sebaiknya ikutilah ulama yang sholeh dari kalangan “orang-orang yang membawa hadits”. Penjelasan tentang ini ada dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/06/21/orang-membawa-hadits/
Sedangkan para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam , ketersambungan mereka kepada lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melalui dua jalur yakni melalui lisannya orang tua-orang tua mereka terdahulu hingga sampai kepada lisannya kakek mereka Sayyidina Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang dikenal dengan nasab (silsilah keturunan) dan melalui para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-orang yang membawa hadits” yang dikenal dengan sanad ilmu atau sanad guru.
Dalam perkara agama tidak ada hal yang baru. Justru harus berlaku jumud atau istiqomah sebagaimana apa yang disampaikan oleh lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Oleh karenanya untuk menjaga kemurnian ilmu agama lebih baik dengan cara bertalaqqi (mengaji) dengan ulama-ulama yang sholeh sebelumnya yang mengikuti Imam Mazhab yang empat.
Salah satu ciri dalam metode pengajaran talaqqi adalah sanad. Pada asalnya, istilah sanad atau isnad hanya digunakan dalam bidang ilmu hadits (Mustolah Hadits) yang merujuk kepada hubungan antara perawi dengan perawi sebelumnya pada setiap tingkatan yang berakhir kepada Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- pada matan haditsnya.
Namun, jika kita merujuk kepada lafadz Sanad itu sendiri dari segi bahasa, maka penggunaannya sangat luas. Dalam Lisan Al-Arab misalnya disebutkan: “Isnad dari sudut bahasa terambil dari fi’il “asnada” (yaitu menyandarkan) seperti dalam perkataan mereka: Saya sandarkan perkataan ini kepada si fulan. Artinya, menyandarkan sandaran, yang mana ia diangkatkan kepada yang berkata. Maka menyandarkan perkataan berarti mengangkatkan perkataan (mengembalikan perkataan kepada orang yang berkata dengan perkataan tersebut)“.
Jadi, metode isnad tidak terbatas pada bidang ilmu hadits. Karena tradisi pewarisan atau transfer keilmuwan Islam dengan metode sanad telah berkembang ke berbagai bidang keilmuwan. Dan yang paling kentara adalah sanad talaqqi dalam aqidah dan mazhab fikih yang sampai saat ini dilestarikan oleh ulama dan universitas Al-Azhar Asy-Syarif. Hal inilah yang mengapa Al-Azhar menjadi sumber ilmu keislaman selama berabad-abad. Karena manhaj yang di gunakan adalah manhaj shahih talaqqi yang memiliki sanad yang jelas dan sangat sistematis. Sehingga sarjana yang menetas dari Al-azhar adalah tidak hanya ahli akademis semata tapi juga alim.
Sanad ini sangat penting, dan merupakan salah satu kebanggaan Islam dan umat. Karena sanad inilah Al-Qur’an dan sunah Nabawiyah terjaga dari distorsi kaum kafir dan munafik. Karena sanad inilah warisan Nabi tak dapat diputar balikkan.
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya (dengan akal pikirannya sendiri).” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat) pendidikannya (sanad ilmu)”
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203
Tanda atau ciri seorang ulama tidak terputus sanad ilmu atau sanad gurunya adalah pemahaman atau pendapat ulama tersebut tidak menyelisihi pendapat gurunya dan guru-gurunya terdahulu serta berakhlak baik
Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaikan bahwa “maksud dari pengijazahan sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatkan tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadanya, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadanya dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaan al-Qur’an itu benar-benar sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan“
Selain sanad, ciri dalam manhaj pengajaran talaqqi adalah ijazah. Ijazah ada yang secara tertulis dan ada yang hanya dengan lisan. Memberikan ijazah sangat penting. Menimbang agar tak terjadinya penipuan dan dusta dalam penyandaran seseorang. Apalagi untuk zaman sekarang yang penuh kedustaan, ijazah secara tertulis menjadi suatu keharusan
Tradisi ijazah ini pernah dipraktekkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika memberikan ijazah (baca: secara lisan) kepada beberapa Sahabat ra. dalam keahlian tertentu. Seperti keahlian sahabat di bidang Al-Qur’an.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya‘. Dan beliau juga bersabda: “Ambillah bacaan Al Qur’an dari empat orang. Yaitu dari ‘Abdullah bin Mas’ud, kemudian Salim, maula Abu Hudzaifah, lalu Ubay bin Ka’ab dan Mu’adz bin Jabal.” (Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menyampaikan bahwa ahlul Yaman (hadramaut) adalah orang-orang yang mudah menerima kebenaran, mudah terbuka mata hatinya (ain bashiroh) dann banyak dikaruniakan hikmah (pemahaman yang dalam terhadap Al Qur’an dan Hadits) sebagaimana Ulil Albab
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَاكُمْ أَهْلُ الْيَمَنِ أَضْعَفُ قُلُوبًا وَأَرَقُّ أَفْئِدَةً الْفِقْهُ يَمَانٍ وَالْحِكْمَةُ يَمَانِيَةٌ
Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman Telah mengabarkan kepada kami Syu’aib Telah menceritakan kepada kami Abu Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Telah datang penduduk Yaman, mereka adalah orang-orang yang berperasaan dan hatinya paling lembut, kefaqihan dari Yaman, hikmah ada pada orang Yaman.” (HR Bukhari 4039)
و حَدَّثَنِي عَمْرٌو النَّاقِدُ وَحَسَنٌ الْحُلْوَانِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ وَهُوَ ابْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ صَالِحٍ عَنْ الْأَعْرَجِ قَالَ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَاكُمْ أَهْلُ الْيَمَنِ هُمْ أَضْعَفُ قُلُوبًا وَأَرَقُّ أَفْئِدَةً الْفِقْهُ يَمَانٍ وَالْحِكْمَةُ يَمَانِيَةٌ
Dan telah menceritakan kepada kami Amru an-Naqid dan Hasan al-Hulwani keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Ya’qub -yaitu Ibnu Ibrahim bin Sa’d- telah menceritakan kepada kami bapakku dari Shalih dari al-A’raj dia berkata, Abu Hurairah berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Telah datang penduduk Yaman, mereka adalah kaum yang paling lembut hatinya. Fiqh ada pada orang Yaman. Hikmah juga ada pada orang Yaman. (HR Muslim 74)
Sejak abad 7 H di Hadramaut (Yaman), dengan keluasan ilmu, akhlak yang lembut, dan keberanian, Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain ra beliau berhasil mengajak para pengikut Khawarij untuk menganut madzhab Syafi’i dalam fiqih , Ahlus Sunnah wal jama’ah dalam akidah (i’tiqod) mengikuti Imam Asy’ari (bermazhab Imam Syafi’i) dan Imam Maturidi (bermazhab Imam Hanafi) serta tentang akhlak atau tentang ihsan mengikuti ulama-ulama tasawuf yang mutakbaroh dan bermazhab dengan Imam Mazhab yang empat.
Di Hadramaut kini, akidah dan madzhab Imam Al Muhajir yang adalah Sunni Syafi’i, terus berkembang sampai sekarang, dan Hadramaut menjadi kiblat kaum sunni yang “ideal” karena kemutawatiran sanad serta kemurnian agama dan aqidahnya. Dari Hadramaut (Yaman), anak cucu Imam Al Muhajir menjadi pelopor dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan India, kepulauan Melayu dan Indonesia. Mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang mengenalkan kalimat syahadah , mereka berjuang dan berdakwah dengan kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan, tanpa pasukan , tetapi mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan. Juga ada yang ke daerah Afrika seperti Ethopia, sampai kepulauan Madagaskar. Dalam berdakwah, mereka tidak pernah bergeser dari asas keyakinannya yang berdasar Al Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas
Prof.Dr.H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) dalam majalah tengah bulanan “Panji Masyarakat” No.169/ tahun ke XV11 15 februari 1975 (4 Shafar 1395 H) halaman 37-38 menjelaskan bahwa pengajaran agama Islam di negeri kita diajarkan langsung oleh para ulama keturunan cucu Rasulullah seperti Syarif Hidayatullah atau yang dikenal dengan Sunan Gunung Jati. Berikut kutipan penjelasan Buya Hamka
***** awal kutipan ****
“Rasulallah shallallahu alaihi wasallam mempunyai empat anak-anak lelaki yang semuanya wafat waktu kecil dan mempunyai empat anak wanita. Dari empat anak wanita ini hanya satu saja yaitu (Siti) Fathimah yang memberikan beliau shallallahu alaihi wasallam dua cucu lelaki dari perkawinannya dengan Ali bin Abi Thalib. Dua anak ini bernama Al-Hasan dan Al-Husain dan keturunan dari dua anak ini disebut orang Sayyid jamaknya ialah Sadat. Sebab Nabi sendiri mengatakan, ‘kedua anakku ini menjadi Sayyid (Tuan) dari pemuda-pemuda di Syurga’. Dan sebagian negeri lainnya memanggil keturunan Al-Hasan dan Al-Husain Syarif yang berarti orang mulia dan jamaknya adalah Asyraf.
Sejak zaman kebesaran Aceh telah banyak keturunan Al-Hasan dan Al-Husain itu datang ketanah air kita ini. Sejak dari semenanjung Tanah Melayu, kepulauan Indonesia dan Pilipina. Harus diakui banyak jasa mereka dalam penyebaran Islam diseluruh Nusantara ini. Diantaranya Penyebar Islam dan pembangunan kerajaan Banten dan Cirebon adalah Syarif Hidayatullah yang diperanakkan di Aceh. Syarif kebungsuan tercatat sebagai penyebar Islam ke Mindanao dan Sulu. Yang pernah jadi raja di Aceh adalah bangsa Sayid dari keluarga Jamalullail, di Pontianak pernah diperintah bangsa Sayyid Al-Qadri. Di Siak oleh keluaga Sayyid bin Syahab, Perlis (Malaysia) dirajai oleh bangsa Sayyid Jamalullail. Yang dipertuan Agung 111 Malaysia Sayyid Putera adalah Raja Perlis. Gubernur Serawak yang ketiga, Tun Tuanku Haji Bujang dari keluarga Alaydrus.
Kedudukan mereka dinegeri ini yang turun temurun menyebabkan mereka telah menjadi anak negeri dimana mereka berdiam. Kebanyakan mereka jadi Ulama. Mereka datang dari hadramaut dari keturunan Isa Al-Muhajir dan Fagih Al-Muqaddam. Yang banyak kita kenal dinegeri kita yaitu keluarga Alatas, Assegaf, Alkaff, Bafaqih, Balfaqih, Alaydrus, bin Syekh Abubakar, Alhabsyi, Alhaddad, Al Jufri, Albar, Almusawa, bin Smith, bin Syahab, bin Yahya …..dan seterusnya.
Yang terbanyak dari mereka adalah keturunan dari Al-Husain dari Hadramaut (Yaman selatan), ada juga yang keturunan Al-Hasan yang datang dari Hejaz, keturunan syarif-syarif Makkah Abi Numay, tetapi tidak sebanyak dari Hadramaut. Selain dipanggil Tuan Sayid mereka juga dipanggil Habib. Mereka ini telah tersebar didunia. Di negeri-negeri besar seperti Mesir, Baqdad, Syam dan lain-lain mereka adakan NAQIB, yaitu yang bertugas mencatat dan mendaftarkan keturunan-keturunan Sadat tersebut. Disaat sekarang umum- nya mencapai 36-37-38 silsilah sampai kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidati Fathimah Az-Zahra ra.
****** akhir kutipan ******
Jadi antum beranggapan bahwa Ustadz firanda tidak sholeh??,,dari mana antum tahu tentang hal itu? Dia adalah Mahasiswa Universitas Islamiyah Madinah skrg lagi menempuh S3 aqidah,,berarti dia juga ilmunya bersanad..bukan berarti taqlid,,dan bantahn serta sanggahan dengan ilmiah dengan pemahaman para salafus sholeh,,kemudian saya baca kutipan antum seperti ini:
“Tanda atau ciri seorang ulama tidak terputus sanad ilmu atau sanad gurunya adalah pemahaman atau pendapat ulama tersebut tidak menyelisihi pendapat gurunya dan guru-gurunya terdahulu serta berakhlak baik”
Saya mau tanya berarti kalau sperti ini namanya Taqlid terhadap Ulama tertentu dong? meskipun ulama tersebut menyelisihi sunnah Rasulallah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,,bukannya yg kita ikuti adalah Sunnah Rasulallah yang Shohih serta Ijma’ para Ulama ?? Saya juga telah baca artikel antum tentang Tasawuf,,apakah benar Rasulallah bertasawuf? dari penjelasan antum saya baca tidak ada sedkitpun perkataan para salafus sholeh apalagi hadist yang Shohih,itu hanya pemikiran dan pendapat antum saja tidak secara Ilmiah menjelasknnya., afwan point yg kedua keluar dari bahasan artikel diatas.
Wassalamu’alaikum
Mas Yudi, di mana tulisan kami yang menyatakan ust Firanda tidak sholeh ?
Ust Firanda malang saja dia belajar ke tempat yang dipaksakan oleh penguasa kerajaan dinasti Saudi untuk mengikuti pemahaman ulama Muhammad bin Abdul Wahhab
Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab adalah ulama dari kalangan “orang-orang yang membaca hadits” yakni para ulama yang merasa berada di jalan Al Qur’an dan As Sunnah sesuai pemahaman para Salafush Sholeh namun tidak bertemu atau tidak bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh. Mereka mengikuti pemahaman Salafush Sholeh bersandarkan dengan muthola’ah, menelaah kitab berdasarkan akal pikiran mereka sendiri. Dikenal pula sebagai ulama dibalik ruang perpustakaan.
Lebih baik dan selamat mengikuti para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-orang yang membawa hadits” yakni para ulama yang mendapatkan penjelasan tentang Al Qur’an dan As Sunnah secara talaqqi atau dari lisan ke lisan para guru yang tersambung kepada lisannya Sayyidina Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam
Sedangkan para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam , ketersambungan mereka kepada lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melalui dua jalur yakni melalui lisannya orang tua-orang tua mereka terdahulu hingga sampai kepada lisannya kakek mereka Sayyidina Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang dikenal dengan nasab (silsilah keturunan) dan melalui para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-orang yang membawa hadits” yang dikenal dengan sanad ilmu atau sanad guru.
Dalam perkara agama tidak ada hal yang baru. Justru harus berlaku jumud atau istiqomah sebagaimana apa yang disampaikan oleh lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Oleh karenanya untuk menjaga kemurnian ilmu agama lebih baik dengan cara bertalaqqi (mengaji) dengan ulama-ulama yang sholeh sebelumnya yang mengikuti Imam Mazhab yang empat.
Salah satu ciri dalam metode pengajaran talaqqi adalah sanad. Pada asalnya, istilah sanad atau isnad hanya digunakan dalam bidang ilmu hadits (Mustolah Hadits) yang merujuk kepada hubungan antara perawi dengan perawi sebelumnya pada setiap tingkatan yang berakhir kepada Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- pada matan haditsnya.
Namun, jika kita merujuk kepada lafadz Sanad itu sendiri dari segi bahasa, maka penggunaannya sangat luas. Dalam Lisan Al-Arab misalnya disebutkan: “Isnad dari sudut bahasa terambil dari fi’il “asnada” (yaitu menyandarkan) seperti dalam perkataan mereka: Saya sandarkan perkataan ini kepada si fulan. Artinya, menyandarkan sandaran, yang mana ia diangkatkan kepada yang berkata. Maka menyandarkan perkataan berarti mengangkatkan perkataan (mengembalikan perkataan kepada orang yang berkata dengan perkataan tersebut)“.
Jadi, metode isnad tidak terbatas pada bidang ilmu hadits. Karena tradisi pewarisan atau transfer keilmuwan Islam dengan metode sanad telah berkembang ke berbagai bidang keilmuwan. Dan yang paling kentara adalah sanad talaqqi dalam aqidah dan mazhab fikih yang sampai saat ini dilestarikan oleh ulama dan universitas Al-Azhar Asy-Syarif. Hal inilah yang mengapa Al-Azhar menjadi sumber ilmu keislaman selama berabad-abad. Karena manhaj yang di gunakan adalah manhaj shahih talaqqi yang memiliki sanad yang jelas dan sangat sistematis. Sehingga sarjana yang menetas dari Al-azhar adalah tidak hanya ahli akademis semata tapi juga alim.
Sanad ini sangat penting, dan merupakan salah satu kebanggaan Islam dan umat. Karena sanad inilah Al-Qur’an dan sunah Nabawiyah terjaga dari distorsi kaum kafir dan munafik. Karena sanad inilah warisan Nabi tak dapat diputar balikkan.
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya (dengan akal pikirannya sendiri).” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat) pendidikannya (sanad ilmu)”
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203
Tanda atau ciri seorang ulama tidak terputus sanad ilmu atau sanad gurunya adalah pemahaman atau pendapat ulama tersebut tidak menyelisihi pendapat gurunya dan guru-gurunya terdahulu serta berakhlak baik
Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaikan bahwa “maksud dari pengijazahan sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatkan tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadanya, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadanya dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaan al-Qur’an itu benar-benar sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan“
Selain sanad, ciri dalam manhaj pengajaran talaqqi adalah ijazah. Ijazah ada yang secara tertulis dan ada yang hanya dengan lisan. Memberikan ijazah sangat penting. Menimbang agar tak terjadinya penipuan dan dusta dalam penyandaran seseorang. Apalagi untuk zaman sekarang yang penuh kedustaan, ijazah secara tertulis menjadi suatu keharusan
Tradisi ijazah ini pernah dipraktekkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika memberikan ijazah (baca: secara lisan) kepada beberapa Sahabat ra. dalam keahlian tertentu. Seperti keahlian sahabat di bidang Al-Qur’an.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya‘. Dan beliau juga bersabda: “Ambillah bacaan Al Qur’an dari empat orang. Yaitu dari ‘Abdullah bin Mas’ud, kemudian Salim, maula Abu Hudzaifah, lalu Ubay bin Ka’ab dan Mu’adz bin Jabal.” (Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menyampaikan bahwa ahlul Yaman (hadramaut) adalah orang-orang yang mudah menerima kebenaran, mudah terbuka mata hatinya (ain bashiroh) dann banyak dikaruniakan hikmah (pemahaman yang dalam terhadap Al Qur’an dan Hadits) sebagaimana Ulil Albab
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَاكُمْ أَهْلُ الْيَمَنِ أَضْعَفُ قُلُوبًا وَأَرَقُّ أَفْئِدَةً الْفِقْهُ يَمَانٍ وَالْحِكْمَةُ يَمَانِيَةٌ
Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman Telah mengabarkan kepada kami Syu’aib Telah menceritakan kepada kami Abu Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Telah datang penduduk Yaman, mereka adalah orang-orang yang berperasaan dan hatinya paling lembut, kefaqihan dari Yaman, hikmah ada pada orang Yaman.” (HR Bukhari 4039)
و حَدَّثَنِي عَمْرٌو النَّاقِدُ وَحَسَنٌ الْحُلْوَانِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ وَهُوَ ابْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ صَالِحٍ عَنْ الْأَعْرَجِ قَالَ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَاكُمْ أَهْلُ الْيَمَنِ هُمْ أَضْعَفُ قُلُوبًا وَأَرَقُّ أَفْئِدَةً الْفِقْهُ يَمَانٍ وَالْحِكْمَةُ يَمَانِيَةٌ
Dan telah menceritakan kepada kami Amru an-Naqid dan Hasan al-Hulwani keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Ya’qub -yaitu Ibnu Ibrahim bin Sa’d- telah menceritakan kepada kami bapakku dari Shalih dari al-A’raj dia berkata, Abu Hurairah berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Telah datang penduduk Yaman, mereka adalah kaum yang paling lembut hatinya. Fiqh ada pada orang Yaman. Hikmah juga ada pada orang Yaman. (HR Muslim 74)
Sejak abad 7 H di Hadramaut (Yaman), dengan keluasan ilmu, akhlak yang lembut, dan keberanian, Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain ra beliau berhasil mengajak para pengikut Khawarij untuk menganut madzhab Syafi’i dalam fiqih , Ahlus Sunnah wal jama’ah dalam akidah (i’tiqod) mengikuti Imam Asy’ari (bermazhab Imam Syafi’i) dan Imam Maturidi (bermazhab Imam Hanafi) serta tentang akhlak atau tentang ihsan mengikuti ulama-ulama tasawuf yang mutakbaroh dan bermazhab dengan Imam Mazhab yang empat.
Di Hadramaut kini, akidah dan madzhab Imam Al Muhajir yang adalah Sunni Syafi’i, terus berkembang sampai sekarang, dan Hadramaut menjadi kiblat kaum sunni yang “ideal” karena kemutawatiran sanad serta kemurnian agama dan aqidahnya. Dari Hadramaut (Yaman), anak cucu Imam Al Muhajir menjadi pelopor dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan India, kepulauan Melayu dan Indonesia. Mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang mengenalkan kalimat syahadah , mereka berjuang dan berdakwah dengan kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan, tanpa pasukan , tetapi mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan. Juga ada yang ke daerah Afrika seperti Ethopia, sampai kepulauan Madagaskar. Dalam berdakwah, mereka tidak pernah bergeser dari asas keyakinannya yang berdasar Al Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas
Prof.Dr.H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) dalam majalah tengah bulanan “Panji Masyarakat” No.169/ tahun ke XV11 15 februari 1975 (4 Shafar 1395 H) halaman 37-38 menjelaskan bahwa pengajaran agama Islam di negeri kita diajarkan langsung oleh para ulama keturunan cucu Rasulullah seperti Syarif Hidayatullah atau yang dikenal dengan Sunan Gunung Jati. Berikut kutipan penjelasan Buya Hamka
***** awal kutipan ****
“Rasulallah shallallahu alaihi wasallam mempunyai empat anak-anak lelaki yang semuanya wafat waktu kecil dan mempunyai empat anak wanita. Dari empat anak wanita ini hanya satu saja yaitu (Siti) Fathimah yang memberikan beliau shallallahu alaihi wasallam dua cucu lelaki dari perkawinannya dengan Ali bin Abi Thalib. Dua anak ini bernama Al-Hasan dan Al-Husain dan keturunan dari dua anak ini disebut orang Sayyid jamaknya ialah Sadat. Sebab Nabi sendiri mengatakan, ‘kedua anakku ini menjadi Sayyid (Tuan) dari pemuda-pemuda di Syurga’. Dan sebagian negeri lainnya memanggil keturunan Al-Hasan dan Al-Husain Syarif yang berarti orang mulia dan jamaknya adalah Asyraf.
Sejak zaman kebesaran Aceh telah banyak keturunan Al-Hasan dan Al-Husain itu datang ketanah air kita ini. Sejak dari semenanjung Tanah Melayu, kepulauan Indonesia dan Pilipina. Harus diakui banyak jasa mereka dalam penyebaran Islam diseluruh Nusantara ini. Diantaranya Penyebar Islam dan pembangunan kerajaan Banten dan Cirebon adalah Syarif Hidayatullah yang diperanakkan di Aceh. Syarif kebungsuan tercatat sebagai penyebar Islam ke Mindanao dan Sulu. Yang pernah jadi raja di Aceh adalah bangsa Sayid dari keluarga Jamalullail, di Pontianak pernah diperintah bangsa Sayyid Al-Qadri. Di Siak oleh keluaga Sayyid bin Syahab, Perlis (Malaysia) dirajai oleh bangsa Sayyid Jamalullail. Yang dipertuan Agung 111 Malaysia Sayyid Putera adalah Raja Perlis. Gubernur Serawak yang ketiga, Tun Tuanku Haji Bujang dari keluarga Alaydrus.
Kedudukan mereka dinegeri ini yang turun temurun menyebabkan mereka telah menjadi anak negeri dimana mereka berdiam. Kebanyakan mereka jadi Ulama. Mereka datang dari hadramaut dari keturunan Isa Al-Muhajir dan Fagih Al-Muqaddam. Yang banyak kita kenal dinegeri kita yaitu keluarga Alatas, Assegaf, Alkaff, Bafaqih, Balfaqih, Alaydrus, bin Syekh Abubakar, Alhabsyi, Alhaddad, Al Jufri, Albar, Almusawa, bin Smith, bin Syahab, bin Yahya …..dan seterusnya.
Yang terbanyak dari mereka adalah keturunan dari Al-Husain dari Hadramaut (Yaman selatan), ada juga yang keturunan Al-Hasan yang datang dari Hejaz, keturunan syarif-syarif Makkah Abi Numay, tetapi tidak sebanyak dari Hadramaut. Selain dipanggil Tuan Sayid mereka juga dipanggil Habib. Mereka ini telah tersebar didunia. Di negeri-negeri besar seperti Mesir, Baqdad, Syam dan lain-lain mereka adakan NAQIB, yaitu yang bertugas mencatat dan mendaftarkan keturunan-keturunan Sadat tersebut. Disaat sekarang umum- nya mencapai 36-37-38 silsilah sampai kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidati Fathimah Az-Zahra ra.
****** akhir kutipan ******
Saya Ulangi kutipan antum sperti ini:
“Ust Firanda malang saja dia belajar ke tempat yang dipaksakan oleh penguasa kerajaan dinasti Saudi untuk mengikuti pemahaman ulama Muhammad bin Abdul Wahhab”
Berarti antum merasa orang yang paling bener dalam memahami islam? dan Ustadz Firanda orng yang malang yang hanya ikut-ikutan pemahaman Muhammad bin Abdul Wahab? terus terang saya baca Artikel artikel antum nukilannya tidak seilmiah ustadz2 salafy,,kadang saya baca ada Hadist2 yang lemah derajatnya dan sedikit sekali nukilan pemahaman para Ulama Salafus Sholeh,,
Saya tahu siapa yang antum maksud yaitu Asy-Syaikh Al-Albaaniy kan? seorang ulama yang katanya belajar dibalik ruang perpustakaan saja..
Oleh karena itu, siapa yang Antum maksud “para ahli hadits” yang mempertanyakan kapasitas Al-Albaaniy ? Al-Ghummariy ? Abu Ghuddah ? Al-Habsyiy ? atau As-Saqqaaf ? Jikalau Antum menyebutkan namanya, tentu para Pembaca akan lebih mudah mengidentifikasi atau mengklarifikasi “ahli hadits” yang Antum maksud itu…..
Kalaupun ada misalnya ulama yang mengkritik tashhiih atau tadl’iif dari Al-Albaaniy, apakah itu selalu berkonsekuensi meragukan kredibilitas Al-Albaaniy ? Perbedaan penghukuman hadits adalah hal yang sangat biasa. Tidak mengapa seandainya Antum dan yang lainnya wahai ustadz yang mulia berbeda satu atau dua permasalahan, bahkan berpuluh-puluh permasalahan, dalam fiqh dan hadits dengan Al-Albaaniy.
Adapun anggapan Antum bahwa Asy-Syaikh Al-Albaaniy hanya bermodal perpustakaan tanpa ada guru dan sanad; maka bercukup-cukup dirilah untuk tidak ‘meracau’ alias nglindur orang Jawa bilang. Ketahuilah wahai ustadz yang mulia, bahwa Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah mendapatkan ijazah sanad periwayatan dari Asy-Syaikh Muhammad Raaghib Ath-Thabbakh rahimahullah. Bahkan, Asy-Syaikh Syu’aib Al-Arna’uth rahimahullah memberikan kesaksian tentang hal ini.
Sedikit info tentang Asy-Syaikh Ath-Thabakh, bisa dibaca di : http://tamanulama.blogspot.com/2009/01/syeikh-raghib-ath-thabakh-guru-syeikh.html.
Jikalau Asy-Syaikh Al-Albaaniy tidak mempunyai ijazah dari beberapa gurunya, hal itu dikarenakan beliau tidak memintanya. Selain itu, keberadaan ijazah itu sendiri menurut beliau tidak begitu diperlukan pada hari ini.
Kalau saya menampilkan kritik atas pendapat Al-Albani, jangan dianggap saya membenci beliau. Sebaliknya, justru karena saya menyukai beliau. Tapi kadang orang-orang yang baru saja belajar agama, sering kali salah tanggap. Dikiranya kalau seseorang sudah mengkritik Al-Albaaniy, seolah dianggap memusuhinya.
Hanya Allah lah yang tahu ada apa sebenarnya yang tersembunyi dalam diri Antum terhadap Al-Albaaniy.
Kalau Ustadz tidak mengenal Asy-Syaikh Al-Albaaniy, ada baiknya Anda baca kitab Hayaatul-Albaaniy karya Muhammad bin Ibraahiim Asy-Syaibaaniy. Atau kitab-kitab lainnya yang berisi biografi beliau. Setelah membaca, bolehlah Anda angkat bicara.
ya udah mas yudi kita kembali kepada pemahan kita masing msing jnngan saling menghujat lebih baik kita fikirkan kaum yahudi yang akn menghancurkan islam kenpa qita meski berdebat jalnkan keyakinan qitq masing masing. anda punya dalil kita pun punya dali klw emng anda gax suka itu terserah anda krena ini yang kmi yakini.
ini adalah taktik yahudi untuk menghancurkan islam kita hnya berdebat masalah khilafiyah sedangkan orang yang masih non islam di biarkan saj oleh qita
sekarang YAHUDI TERDENYUM MELIHT ORANG ISLAM TERCERAI BERAI. SADARKH ANDA MAS YUDI?
LEBIH BAIK KITA CARI SISI SAMANYA AJA. SELAGI SAHADAT QITA DAN TUHAN QITA SMA BERARTI KITA BERARTI KITA ADALAH IKHWAN.
SADARLAH KAUM MUSLIMIN ……..!!!!!!!!!!!!! MUSUH KITA ADALAH YAHUDI DAN NASRONI
SADARLAH KAUM MUSLIMIN ……..!!!!!!!!!!!!! MUSUH KITA ADALAH YAHUDI DAN NASRONI
KENAPA QITA MESKI BERSELISIH PADAHAL KITA TAU SEMUA YANG KITA YAKINI ADLH HNYA SAMPAI PADA DON HANYA AWLOH YANG MAHA BENER
SADARLAH KAUM MUSLIMIN……….. SDARLAH …………..SADARLAH
YAHUDI MENANTIKAN KEHANCURAN ISLAM
APKAH AKAN QITQ BIARKAN…………………