Albani, Muhaddis Tanpa Sanad Andalan Wahabi
Sumber: http://www.forsansalaf.com/2009/albani-muhaddits-tanpa-sanad-andalan-wahabi/
Di kalangan salafi (wahabi), lelaki satu ini dianggap muhaddis paling ulung di zamannya. Itu klaim mereka. Bahkan sebagian mereka tak canggung menyetarakannya dengan para imam hadis terdahulu. Fantastis. Mereka gencar mempromosikannya lewat berbagai media. Dan usaha mereka bisa dikata berhasil. Kalangan muslim banyak yang tertipu dengan hadis-hadis edaran mereka yang di akhirnya terdapat kutipan, “disahihkan oleh Albani, ”. Para salafi itu seolah memaksakan kesan bahwa dengan kalimat itu Al-Albani sudah setaraf dengan Imam Turmuzi, Imam Ibnu Majah dan lainnya.
Sebetulnya, kapasitas ilmu tukang reparasi jam ini sangat meragukan (kalau tak mau dibilang “ngawur”). Bahkan ketika ia diminta oleh seseorang untuk menyebutkan 10 hadis beserta sanadnya, ia dengan entengnya menjawab, “Aku bukan ahli hadis sanad, tapi ahli hadis kitab.” Si peminta pun tersenyum kecut, “Kalau begitu siapa saja juga bisa,” tukasnya.
Namun demikian dengan over pede-nya Albani merasa layak untuk mengkritisi dan mendhoifkan hadis-hadis dalam Bukhari Muslim yang kesahihannya telah disepakati dan diakui para ulama’ dari generasi ke generasi sejak ratusan tahun lalu. Aneh bukan?.
Siapakah Nashirudin al- Albani?
Dia lahir di kota Ashkodera, negara Albania tahun 1914 M dan meninggal dunia pada tanggal 21 Jumadal Akhirah 1420 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999 di Yordania. Pada masa hidupnya, sehari-hari dia berprofesi sebagai tukang reparasi jam. Dia memiliki hobi membaca kitab-kitab khususnya kitab-kitab hadits tetapi tidak pernah berguru kepada guru hadits yang ahli dan tidak pernah mempunyai sanad yang diakui dalam Ilmu Hadits.
Dia sendiri mengakui bahwa sebenarnya dia tidak hafal sepuluh hadits dengan sanad muttashil (bersambung) sampai ke Rasulullah, meskipun begitu dia berani mentashih dan mentadh’iftan hadits sesuai dengan kesimpulannya sendiri dan bertentangan dengan kaidah para ulama hadits yang menegaskan bahwa sesungguhnya mentashih dan mentadh’ifkan hadits adalah tugas para hafidz (ulama ahli hadits yg menghapal sekurang-kurangnya seratus ribu hadits).
Namun demikian kalangan salafi menganggap semua hadits bila telah dishohihkan atau dilemahkan Albani mereka pastikan lebih mendekati kebenaran.
Penyelewengan Albani
Berikut diantara penyimpangan-penyimpangan Albani yang dicatat para ulama’
1) Menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya sebagaimana dia sebutkan dalam kitabnya berjudul Almukhtasar al Uluww hal. 7, 156, 285.
2) Mengkafirkan orang-orang yang bertawassul dan beristighatsah dengan para nabi dan orang-orang soleh seperti dalam kitabnya “at-Tawassul” .
3) Menyerukan untuk menghancurkan Kubah hijau di atas makam Nabi SAW (Qubbah al Khadlra’) dan menyuruh memindahkan makam Nabi SAW ke luar masjid sebagaimana ditulis dalam kitabnya “Tahdzir as-Sajid” hal. 68-69,
4) Mengharamkan penggunaan tasbih dalam berdzikir sebagaimana dia tulis dalam kitabnya “Salsalatul Ahadits Al-Dlo’ifah” hadits no: 83.
5) Mengharamkan ucapan salam kepada Rasulullah ketika shalat dg kalimat “Melarang Assalamu ‘alayka ayyuhan-Nabiyy”. Dia berkata: Katakan “Assalamu alan Nabiyy” alasannya karena Nabi telah meninggal, sebagaimana ia sebutkan dalam kitabnya yang berjudul “Sifat shalat an-Nabi”.
6) Memaksa umat Islam di Palestina untuk menyerahkan Palestina kepada orang Yahudi sebagaimana dalam kitabnya “Fatawa al Albani”.
7) Dalam kitab yang sama dia juga mengharamkan Umat Islam mengunjungi sesamanya dan berziarah kepada orang yang telah meninggal di makamnya.
8 ) Mengharamkan bagi seorang perempuan untuk memakai kalung emas sebagaimana dia tulis dalam kitabnya “Adaab az-Zafaaf “,
9) Mengharamkan umat Islam melaksanakan solat tarawih dua puluh raka’at di bulan Ramadan sebagaimana ia katakan dalam kitabnya “Qiyam Ramadhan” hal.22.
10) Mengharamkan umat Islam melakukan shalat sunnah qabliyah jum’at sebagaimana disebutkan dalam kitabnya yang berjudul “al Ajwibah an-Nafiah”.
Ini adalah sebagian kecil dari sekian banyak kesesatannya, dan Alhamdulillah para Ulama dan para ahli hadits tidak tinggal diam. Mereka telah menjelaskan dan menjawab tuntas penyimpangan-penyimpangan Albani. Diantara mereka adalah:
1.Muhaddits besar India, Habibur Rahman al-’Adhzmi yang menulis “Albani Syudzudzuhu wa Akhtha-uhu” (Albani, penyimpangan dan kesalahannya) dalam 4 jilid;
2.Dahhan Abu Salman yang menulis “al-Wahmu wath-Thakhlith ‘indal-Albani fil Bai’ bit Taqshit” (Keraguan dan kekeliruan Albani dalam jual beli secara angsuran);
3.Muhaddits besar Maghribi, Syaikh Abdullah bin Muhammad bin as-Siddiq al-Ghumari yang menulis “Irgham al-Mubtadi` ‘al ghabi bi jawazit tawassul bin Nabi fil radd ‘ala al-Albani al-Wabi”; “al-Qawl al-Muqni` fil radd ‘ala al-Albani al-Mubtadi`”; “Itqaan as-Sun`a fi Tahqiq ma’na al-bid`a”;
4.Muhaddits Maghribi, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin as-Siddiq al-Ghumari yang menulis “Bayan Nakth an-Nakith al-Mu’tadi”;
5.Ulama Yaman, ‘Ali bin Muhammad bin Yahya al-’Alawi yang menulis “Hidayatul-Mutakhabbitin Naqd Muhammad Nasir al-Din”;
6.Muhaddits besar Syria, Syaikh ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah yang menulis “Radd ‘ala Abatil wal iftira’at Nasir al-Albani wa shahibihi sabiqan Zuhayr al-Syawish wa mu’azirihima” (Penolakan terhadap kebatilan dan pemalsuan Nasir al-Albani dan sahabatnya Zuhayr al-Syawish serta pendukung keduanya);
7.Muhaddits Syria, Syaikh Muhammad ‘Awwama yang menulis “Adab al-Ikhtilaf” dan “Atsar al-hadits asy-syarif fi ikhtilaf al-a-immat al-fuqaha”;
8.Muhaddits Mesir, Syaikh Mahmud Sa`id Mamduh yang menulis “Tanbih al-Muslim ila Ta`addi al-Albani ‘ala Shahih Muslim” (Peringatan kepada Muslimin terkait serangan al-Albani ke atas Shahih Muslim) dan “at-Ta’rif bil awham man farraqa as-Sunan ila shohih wad-dho`if” (Penjelasan terhadap kekeliruan orang yang memisahkan kitab-kitab sunan kepada shohih dan dho`if);
9.Muhaddits Arab Saudi, Syaikh Ismail bin Muhammad al-Ansari yang menulis “Ta`aqqubaat ‘ala silsilat al-ahadits adh-dha`ifa wal maudhu`a lil-Albani” (Kritikan atas buku al-Albani “Silsilat al-ahadits adh-dha`ifa wal maudhu`a”); “Tashih Sholat at-Tarawih ‘Isyriina rak`ataan war radd ‘ala al-Albani fi tadh`ifih” (Kesahihan tarawih 20 rakaat dan penolakan terhadap al-Albani yang mendhaifkannya); “Naqd ta’liqat al-Albani ‘ala Syarh at-Tahawi” (Sanggahan terhadap al-Albani atas ta’liqatnya pada Syarah at-Tahawi”;
10.Ulama Syria, Syaikh Badruddin Hasan Diaab yang menulis “Anwar al-Masabih ‘ala dhzulumatil Albani fi shalatit Tarawih”.
Saran kami. Hendaknya seluruh umat Islam tidak gegabah menyikapi hadis pada buku-buku yang banyak beredar saat ini, terutama jika di buku itu terdapat pendapat yang merujuk kepada Albani dan kroni-kroninya.
HADITS DHA’IF & SYAIKH NASHIRUDDIN AL-ALBANI
Bagi kaum Salafi & Wahabi, Syaikh Nashiruddin al-Albani adalah ulama besar dan ahli hadis yang utama. Karya-karyanya dalam bidang hadis sangat banyak dan sering dijadikan rujukan utama oleh kaum Salafi & Wahabi dalam menghukumi riwayat hadis. Yang sedemikian karena al-Albani sangat gemar meneliti dan mengomentari hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab-kitab para ulama. Pada puncaknya, al-Albani menyusun kitab-kitab khusus mengenai hadis-hadis shahih, dha’if (lemah), dan maudhu’ (palsu), baik yang berkenaan dengan hadis-hadis yang ada di dalam kitab-kitab para ulama, maupun yang ia susun sendiri dengan tajuk silsilah.
Kaum Salafi & Wahabi menganggap sepertinya al-Albani adalah ahli hadis yang sangat menguasai bidangnya, sehingga bagi sebagian mereka seperti ada kepuasan hati ketika sudah mengetahui pendapat al-Albani tentang hadis yang mereka bahas, dan seolah mereka sudah mencapai hasil penilaian final saat menyebutkan “hadis ini dishahihkan al-Albani” atau “al-Albani mendha’ifkan hadis ini”.
Selengkapnya silahkan baca pada http://www.daarulmukhtar.org/index.php?option=com_content&task=view&id=26&Itemid=27
Berikut bagian lain dari tulisan tersebut yang cukup penting di simak
Tahukah anda, bahwa sesungguhnya kepiawaian Syaikh Nashiruddin al-Albani dalam menilai hadis diragukan oleh para ulama hadis, bahkan cenderung tidak diakui, menimbang bahwa beliau tidak memiliki jalur keilmuan yang jelas dalam bidang tersebut. Lebih jelasnya, penulis akan menyebutkan sekelumit gambaran tentang pribadi Syaikh al-Albani ini sebagaimana ditulis oleh Tim Bahtsul Masa’il PCNU Jember di dalam buku Membongkar Kebohongan Buku “Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat & Dzikir Syirik” (H. Mahrus Ali), halaman 245-247 sebagai berikut:
Dewasa ini tidak sedikit di antara pelajar Ahlussunnah Waljama’ah yang tertipu dengan karya-karya al-Albani dalam bidang ilmu hadits, karena belum mengetahui siapa sebenarnya al-Albani itu. Pada mulanya, al-Albani adalah seorang tukang jam. Ia memiliki kegemaran membaca buku. Dari kegemarannya ini, ia curahkan untuk mendalami ilmu hadits secara otodidak, tanpa mempelajari hadits dan ilmu agama yang lain kepada para ulama, sebagaimana yang menjadi tradisi ulama salaf dan ahli hadits. Oleh karena itu al-Albani tidak memiliki sanad hadits yang mu’tabar (diakui-red). Kemudian ia mengaku sebagai pengikut salaf, padahal memiliki akidah yang berbeda dengan mereka, yaitu aqidah Wahhabi dan tajsim (menafsirkan ayat-ayat tentang fisik Allah apa adanya-red).
Oleh karena akidah al-Albani yang berbeda denga akidah ulama ahli hadits dan kaum Muslimin, maka hadits-hadits yang menjadi hasil kajiannya sering bertentangan dengan pandangan ulama ahli hadits. Tidak jarang al-Albani menilai dha’if dan maudhu’ terhadap hadits-hadits yang disepakati keshahihannya oleh para hafizh, hanya dikarenakan hadits tersebut berkaitan dengan dalil tawassul. Salah satu contoh misalnya, dalam kitabnya al-Tawassul Anwa’uhu wa Ahkamuhu (cet. 3, hal. 128), al-Albani mendha’ifkan hadits Aisyah Ra. yang diwayatkan oleh ad-Darimi dalam al-Sunan-nya, dengan alasan dalam sanad hadits tersebut terdapat perawi yang bernama Sa’id bin Zaid, saudara Hammad bin Salamah. Padahal dalam kitabnya yang lain, al-Albani sendir telah menilai Sa’id bin Zaid ini sebagai perawi yang hasan (baik) dan jayyid (bagus) haditsnya yaitu dalam kitabnya Irwa’ al-Ghalil (5/338).
Di antara Ulama Islam yang mengkritik al-Albani adalah
al-Imam al-Jalil Muhammad Yasin al-Fadani penulis kitab al-Durr al-Mandhud Syarh Sunan Abi Dawud dan Fath al-‘Allam Syarh Bulugh al-Maram;
al-Hafizh Abdullah al-Ghummari dari Maroko;
al-Hafizh Abdul Aziz al-Ghummari dari Maroko;
al-Hafizh Abdullah al-Harari al-Abdari dari Lebanon pengarang Syarh Alfiyah al-Suyuthi fi Mushthalah al-Hadits;
al-Muhaddits Mahmud Sa’id Mamduh dari Uni Emirat Arab pengarang kitab Raf’u al-Manarah li-Takhrij Ahadits al-Tawassul wa al-Ziyarah;
al-Muhaddits Habiburrahman al-A’zhami dari India;
Syaikh Muhammad bin Ismail al-Anshari seorang peniliti Komisi Tetap Fatwa Wahhabi dari Saudi Arabia;
Syaikh Muhammad bin Ahmad al-Khazraji menteri agama dan wakaf Uni Emirat Arab;
Syaikh Badruddin Hasan Dayyab dari Damaskus;
Syaikh Muhammad Arif al-Juwaijati;
Syaikh Hasan bin Ali al-Saqqaf dari Yordania;
al-Imam al-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki dari Mekkah;
Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin dari Najd (ulama Wahabi-red) yang menyatakan bahwa al-Albani tidak memiliki pengetahuan agama sama sekali; dan lain-lain. Masing-masing ulama tersebut telah mengarang bantahan terhadap al-Albani (sebagian dari buku-buku al-Albani dan bantahannya ada pada perpustakaan kami [Tim PCNU Jember-red]).Tulisan Syaikh Hasan bin Ali al-Saqqaf yang berjudul Tanaqudhat al-Albani al-Wadhihat merupakan kitab yang menarik dan mendalam dalam mengungkapkan kesalahan fatal al-Albani tersebut. Beliau mencatat seribu lima ratus (1500) kesalahan yang dilakukan al-Albani lengkap dengan data dan faktanya. Bahkan menurut penelitian ilmiah beliau, ada tujuh ribu (7000) kesalahan fatal dalam buku-buku yang ditulis al-Albani. Dengan demikian, apabila mayoritas ulama sudah menegaskan penolakan tersebut, berarti Nashiruddin al-Albani itu memang tidak layak untuk diikuti dan dijadikan panutan.
Kenyataan tersebut di atas juga diakui oleh Syaikh Yusuf Qardhawi di dalam tanggapan beliau terhadap al-Albani yang mengomentari hadis-hadis di dalam kitab beliau berjudul al-Halal wal-Haram fil-Islam, sebagai berikut:
Oleh sebab itu, penetapan Syaikh al-Albani tentang dha’if-nya suatu hadits bukan merupakan hujjah yang qath’I (pasti-red) dan sebagai kata pemutus. Bahkan dapat saya katakan bahwa Syaikh al-Albani hafizhahullah kadang-kadang melemahkan suatu hadits dalam satu kitab dan mengesahkannya (menshahihkannya-red) dalam kitab lain. (Lihat Halal dan Haram , DR. Yusuf Qardhawi, Robbani Press, Jakarta, 2000, hal. 417).
Syaikh Yusuf Qardhawi juga banyak menghadirkan bukti-bukti kecerobohan al-Albani dalam menilai hadis yang sekaligus menunjukkan sikapnya yang “plin-plan”, sehingga hasil penelitiannya terhadap hadis sangat diragukan dan tidak dapat dijadikan pedoman. Belum lagi bila menilik fatwa-fatwa al-Albani yang kontroversial, maka semakin tampaklah cacat yang dimilikinya itu.
Di antara fatwa-fatwa al-Albani yang kontroversial itu sebagaimana disebut di dalam buku Membongkar Kebohongan Buku “Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat & Dzikir Syirik” (H. Mahrus Ali), halaman 241-245 adalah :
1. Mengharamkan memakai cincin, gelang, dan kalung emas bagi kaum wanita
2. Mengharamkan berwudhu dengan air yang lebih dari satu mud (sekitar setengah liter) dan mengharamkan mandi dengan air yang lebih dari lima mud (sekitar tiga liter).
3. Mengharamkan shalat malam melebihi 11 raka’at.
4. Mengharamkan memakai tasbih (penghitung) untuk berdzikir.
5. Melarang shalat tarawih melebihi 11 raka’at.Ada pula fatwa-fatwanya yang nyeleneh, seperti: Menganggap adzan kedua di hari Jum’at sebagai bid’ah yang tidak boleh dilakukan (lihat al-Ajwibah al-Nafi’ah), menganggap bid’ah berkunjung kepada keluarga dan sanak famili pada saat hari raya, mengharuskan warga Muslim Palestina agar keluar dari negeri mereka dan menganggap yang masih bertahan di Palestina adalah kafir (lihat Fatawa al-Albani, dikumpulkan oleh ‘Ukasyah Abdul Mannan, hal. 18), mengajak kaum Muslimin untuk membongka al-Qubbah al-Khadhra’ (kubah hijau yang menaungi makan Rasulullah Saw.) dan mengajak mengeluarkan makan Rasulullah Saw. dan Sayidina Abu Bakar dan Sayidina Umar ke lokasi luar Masjid Nabawi (lihat Tahdzir al-Sajid min Ittikhadz al-Qubur Masajid, hal. 68), dan bahkan al-Albani berani menyatakan secara bahwa sikap Imam Bukhari dalam menta’wil sebuah ayat di dalam kitab Shahih Bukhari adalah sikap yang tidak pantas dilakukan seorang Muslim yang beriman (artinya secara tidak langsung ia telah menuduh al-Bukhari kafir dengan sebab ta’wilnya tersebut) (lihat Fatawa al-Albani, hal. 523).
Jadi, setelah mengetahui kenyataan yang sedemikian buruknya tentang kredibilitas al-Albani dalam kegemarannya mengomentari hadis-hadis Rasulullah Saw. yang terdapat di berbagai kitab para ulama, maka orang-orang berakal sehat tidak akan lagi memandang “pantas” untuk menjadikan karya-karya al-Albani sebagai rujukan ilmiah, apalagi dalam rangka memvonis suatu amalan sebagai bid’ah hanya karena dalilnya didha’ifkan oleh al-Albani. Kejanggalan al-Albani itu bahkan juga dirasakan oleh ulama Wahabi seperti al-‘Utsaimin dan yang lainnya, sehingga para pengikut Salafi & Wahabi (terutama yang ada di Indonesia) tidak sepantasnya mengunggulkan karya-karya al-Albani, apalagi menerbitkan dan menyebarluaskannya.
Berikut penjelasan ustadz Ahmad Sarwat Lc mengulas buku karya Dr. Said Ramadhan Al-Buthy yang berjudul Al-Laa Mazhabiyah, Akhtharu Bid’atin Tuhaddidu As-Syariah Al-Islamiyah. Kalau kita terjemahkan secara bebas, kira-kira makna judul itu adalah : Paham Anti Mazhab, Bid’ah Paling Gawat Yang Menghancurkan Syariat Islam.
Kutipan penjelasan ustadz Ahmad Sarwat Lc
Menurut Al-Albani, semua orang haram hukumnya merujuk kepada ilmu fiqih dan pendapat para ulama. Setiap orang wajib langsung merujuk kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Dan untuk memahaminya, tidak dibutuhkan ilmu dan metodologi apa pun. Keberadaan mazhab-mazhab itu dianggap oleh Al-Albani sebagai bid’ah yang harus dihancurkan, karena semata-mata buatan manusia.
Selengkapnya silahkan baca tulisan pada
https://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/18/paham-anti-mazhab/
Pendapat Habib Munzir tentang Syaikh Al Albani
Saudaraku yg kumuliakan,
beliau itu bukan Muhaddits, karena Muhaddits adalah orang yg mengumpulkan hadits dan menerima hadits dari para peiwayat hadits, albani tidak hidup di masa itu, ia hanya menukil nukin dari sisa buku buku hadits yg ada masa kini, kita bisa lihat Imam Ahmad bin Hanbal yg hafal 1.000.000 hadits (1 juta hadits), berikut sanad dan hukum matannya, hingga digelari Huffadhudduniya (salah seorang yg paling banyak hafalan haditsnya di dunia), (rujuk Tadzkiratul Huffadh dan siyar a’lamunnubala) dan beliau tak sempat menulis semua hadits itu, beliua hanya sempat menulis sekitar 20.000 hadits saja, maka 980.000 hadits lainnya sirna ditelan zaman,Imam Bukhari hafal 600.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya dimasa mudanya, namun beliau hanya sempat menulis sekitar 7.000 hadits saja pada shahih Bukhari dan beberapa kitab hadits kecil lainnya, dan 593.000 hadits lainnya sirna ditelan zaman, demikian para Muhaddits2 besar lainnya, seperti Imam Nasai, Imam Tirmidziy, Imam Abu Dawud, Imam Muslim, Imam Ibn Majah, Imam Syafii, Imam Malik dan ratusan Muhaddits lainnya,
Muhaddits adalah orang yg berjumpa langsung dg perawi hadits, bukan jumpa dg buku buku, albani hanya jumpa dg sisa sisa buku hadits yg ada masa kini.
Albani bukan pula Hujjatul Islam, yaitu gelar bagi yg telah hafal 300.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya, bagaimana ia mau hafal 300.000 hadits, sedangkan masa kini jika semua buku hadits yg tercetak itu dikumpulkan maka hanya mencapai kurang dari 100.000 hadits.
AL Imam Nawawi itu adalah Hujjatul islam, demikian pula Imam Ghazali, dan banyak Imam Imam Lainnya.Albani bukan pula Alhafidh, ia tak hafal 100.000 hadits dengan sanad dan hukum matannya, karena ia banyak menusuk fatwa para Muhadditsin, menunjukkkan ketidak fahamannya akan hadits hadits tsb,
Abani bukan pula Almusnid, yaitu pakar hadits yg menyimpan banyak sanad hadits yg sampai ada sanadnya masa kini, yaitu dari dirinya, dari gurunya, dari gurunya, demikian hingga para Muhadditsin dan Rasul saw, orang yg banyak menyimpan sanad seperti ini digelari Al Musnid, sedangkan Albani tak punya satupun sanad hadits yg muttashil.
berkata para Muhadditsin, “Tiada ilmu tanpa sanad” maksudnya semua ilmu hadits, fiqih, tauhid, alqur;an, mestilah ada jalur gurunya kepada Rasulullah saw, atau kepada sahabat, atau kepada Tabiin, atau kepada para Imam Imam, maka jika ada seorang mengaku pakar hadits dan berfatwa namun ia tak punya sanad guru, maka fatwanya mardud (tertolak), dan ucapannya dhoif, dan tak bisa dijadikan dalil untuk diikuti, karena sanadnya Maqtu’.
apa pendapat anda dengan seorang manusia muncul di abad ini lalu menukil nukil sisa sisa hadits yg tidak mencapai 10% dari hadits yg ada dimasa itu, lalu berfatwa ini dhoif, itu dhoif.
saya sebenarnya tak suka bicara mengenai ini, namun saya memilih mengungkapnya ketimbang hancurnya ummat karena tipuan seorang tong kosong.
Sumber: http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=22475&catid=9
Kami akhiri tulisan ini sebagaimana yang diungkapkan oleh ustadz Ahmad Sarwat Lc
Kalau saya menampilkan kritik atas pendapat Al-Albani, jangan dianggap saya membenci beliau. Sebaliknya, justru karena saya menyukai beliau. Tapi kadang adik-adik kelas saya yang baru saja belajar agama, sering kali salah tanggap. Dikiranya kalau seseorang sudah mengkritik Al-Albani, seolah dianggap memusuhinya.
Nah, semoga tulisan ini tidak dianggap sebagai ‘serangan’ kepada mereka.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
BUBARKAN WAHHABY
bagaimana cara efektif menyadarkan saudara2 kita yang tersesat di jalur wahabi @ admin tanpa menyinggung dan permusuhan ???
Bagi kami, sebaiknya kita tidak menilai atau memfatwakan saudara muslim kita yang telah bersyahadat sebagai mereka yang tersesat. Janganlah meniru mereka yang dengan mudah mensesatkan saudara muslim lainnya secara perorangan dan hanya satu pemahaman. Bahkan akibatnya diantara Salafi/Wahabi sendiri mereka saling mensesatkan, saling memperingatkan, saling berlepas diri.
Penilaian atau fatwa dilakukan oleh mereka yang berkompeten, seperti di negeri kita dilakukan oleh MUI.
Hal menjadi permasalahan kita terhadap mereka adalah sikap ghuluw atau fanatik mereka, bahwa pemahaman mereka sajalah yang benar.
Salah satu cara menyadarkan mereka akan pemahaman mereka sajalah yang benar.
Tanyakanlah kepada mereka, jika ada seorang hamba Allah yang telah menjalankan rukun Islam dan beriman pada seluruh yang diuraikan dalam rukun Iman sebagaimana yang diajarkan oleh gurunya yang bermadzhab (misalkan) Imam Syafii dan dia hanya memiliki dan memahami Al-Qur’an dengan Terjemahan (tidak memiliki kitab tafsir) serta mengetahui/sampai beberapa hadits padanya, apakah mereka bisa memastikan bahwa hamba Allah tersebut tidak pada kebenaran atau tidak pada jalan yang lurus atau tersesat ? Bisakah mereka memastikan bahwa hamba Allah tersebut akan masuk neraka ?
Buatlah mereka tersadar bahwa untuk sampai kepada Allah (kebenaran) itu tidak bergantung kepada berijtihad langsung atau menisbatkan kepada pemahaman Salafush Sholeh, atau mengikuti hasil ijtihad Imam madzhab. Seorang hamba Allah bisa saja sampai kepada Allah (kebenaran) hanya sekedar mengikuti apa yang disampaikan oleh guru ngaji yang taat kepada Allah ta’ala dan RasulNya tanpa sama sekali guru ngaji itu memperkenalkan apa arti madzhab atau manhaj.
Sikap ghuluw atau fanatik itulah yang coba kita sadarkan kemudian barulah masuk ke ranah i’tiqad yang menjadi titik permasalahan selanjutnya.
Begitu juga untuk kaum syiah atau kaum-kaum lain , buatlah mereka tersadar bahwa untuk sampai kepada Allah (kebenaran) itu tidak bergantung kepada pengetahuan pemahaman kaum mereka. Seperti terhadap kaum syiah, tidak ada relevansinya untuk sampai kepada Allah ta’ala (kebenaran) dengan harus mengimani imam yang 12. Apakah seorang muslim yang berpegang kepada Al-Qur’an dan Hadits tanpa mengenal imam yang 12 akan masuk neraka ?
Bagi saya, Ini sesuai yang difirmankan oleh Allah ta’ala bahwa jika kaum muslim menjadi berbeda atau berselisih, maka kembalilah hanya kepada dua landasan yakni Al-Qur’an dan Hadits, lupakan pemahaman perorangan maupun pemahaman suatu kaum.
ente tukang fitnah…ente pernah keemu dgn syeikh al bani g…atau sedikti saja mendengar kajiannya?????kl g pernah knp ente brani menghujat beliau,,,dan yg kedua coba ente bc kalimat ente ini
Buatlah mereka tersadar bahwa untuk sampai kepada Allah (kebenaran) itu tidak bergantung kepada berijtihad langsung atau menisbatkan kepada pemahaman Salafush Sholeh, atau mengikuti hasil ijtihad Imam madzhab. Seorang hamba Allah bisa saja sampai kepada Allah (kebenaran) hanya sekedar mengikuti apa yang disampaikan oleh guru ngaji yang taat kepada Allah ta’ala dan RasulNya tanpa sama sekali guru ngaji itu memperkenalkan apa arti madzhab atau manhaj.
ente tau siapa salaf terdahulu mereka itu yg pertama sendiri adalah nabi kita muhammad kemudian sahabat yg ditunjuki kemudian tabiin kemudian tabiut tabiin, jika kita hanya berguru pada guru ngaji tanpa tau apa itu madzhab dan apa itu manhaj bagaimana seseorang itu dapat ilmu sedangkan yang mengetahui dan memehami islam itu adalah para pendahulu islam para salafussalih itulah manhaj atau cara atau metode kita dalam memahami islam secara sunnah al jamah bagaimana mungkin orang itu bisa meraih kebenaran jika ia saja tidak mengetahui jalan mana yang harus ditujunya, DASAR TASAWUF…ane kapok ikut tasawuf kl ente m tau ane ikut tasawuf itu sudah dari kecil sampe umur 23 tahun alhamdullillah Alloh memberi hidayah pada ane sehingga bisa lepas dari tipuan syaiton, ene mengajak manusia ikut tasawuf padahal tidak ada satu keterangan pun yang menjelaskan rasul itu bertasawuf bahkan orang yang mengajrkn tasawuf itu lahir setelah jaman tabiin wafat dan munculy tasawuf itu sejaman dengan imam syafe’i dimana sang imam sendiri gigih memeranginya karena mengapa karena tasawuf itu sendiri sangat bersebrangan dengan ajaran nabi yang sesungguhnya makanya BACA dulu kitab2ny para ulama dan apa pesanya dalam bermazhab jgn mentahdir, menghujat dan memfitnah belaka.
Mas kami hanya menyampaikan saja.
Berikut pendapat ulama tentang ulama Al Albani
“Al-Albani tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam menetapkan nilai suatu hadis, baik shahih ataupun dhaif. la telah mengubah hadis-hadis dengan sesuatu yang tidak boleh menurut ulama hadis…” (Al-Muhaddits Prof. Dr. Abdullah al-Ghimari, Guru Besar llmu Hadis di universitas-univesitas Maroko).
“Sayangnya, ada segelintir manusia akhir zaman, yang mana dia bukan seorang hafizh, bukan pula seorang hujjah apalagi seorang hakim, tetapi anehnya mereka berani bersuara lantang mengkritik dan menuduh sesat amal serta keputusan ulama-ulama hadits terdahulu“.
Sumber: http://tengkuzulkarnain.net/index.php/artikel/index/45/Hadist-Dhoif
“Di kalangan salafi (wahabi), lelaki satu ini dianggap muhaddis paling ulung di zamannya. Itu klaim mereka. Bahkan sebagian mereka tak canggung menyetarakannya dengan para imam hadis terdahulu. Fantastis. Mereka gencar mempromosikannya lewat berbagai media. Dan usaha mereka bisa dikata berhasil. Kalangan muslim banyak yang tertipu dengan hadis-hadis edaran mereka yang di akhirnya terdapat kutipan, “disahihkan oleh Albani, ”. Para salafi itu seolah memaksakan kesan bahwa dengan kalimat itu Al-Albani sudah setaraf dengan Imam Turmuzi, Imam Ibnu Majah dan lainnya.“
Sumber: http://www.forsansalaf.com/2009/albani-muhaddits-tanpa-sanad-andalan-wahabi/
“Kaum Salafi & Wahabi menganggap sepertinya al-Albani adalah ahli hadis yang sangat menguasai bidangnya, sehingga bagi sebagian mereka seperti ada kepuasan hati ketika sudah mengetahui pendapat al-Albani tentang hadis yang mereka bahas, dan seolah mereka sudah mencapai hasil penilaian final saat menyebutkan “hadis ini dishahihkan al-Albani” atau “al-Albani mendha’ifkan hadis ini”.
Sumber: http://www.daarulmukhtar.org/index.php?option=com_content&task=view&id=26&Itemid=27
“Apa pendapat anda dengan seorang manusia muncul di abad ini lalu menukil nukil sisa sisa hadits yg tidak mencapai 10% dari hadits yg ada dimasa itu, lalu berfatwa ini dhoif, itu dhoif. saya sebenarnya tak suka bicara mengenai ini, namun saya memilih mengungkapnya ketimbang hancurnya ummat karena tipuan seorang tong kosong“.
Sumber: http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=22475&catid=9
“Seorang Al-Albani ketika membaca Quran dan Sunnah, lalu dia pun berjtihad dengan pendapatnya. Apa yang dia katakan tentang Quran dan Sunnah, pada hakikatnya adalah hasil ijtihad dan ra’yu dia sendiri. Sumbernya memang Quran dan Sunnah, tapi apa yang dia sampaikan semata-mata lahir dari kepalanya sendiri. Sayangnya, para pendukung Al-Albani diyakinkan bahwa yang keluar dari mulut Al-Albani itulah isi dan makna Quran yang sebenarnya. Lalu ditambahkan bahwa pendapat yang keluar dari mulut para ulama lain termasuk pada imam mazhab dianggap hanya meracau dan mengada-ada. Naudzu billahi min dzalik“.
Selengkapnya: https://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/18/paham-anti-mazhab/
Ulama besar Syria, pakar perkara syariat (fiqih) DR. Said Ramadhan Al-Buthy telah melakukan dialog dengan ulama Al Albani yang sama-sama tinggal di Syiria dan ditengarai sebagai salah satu ulama yang anti mazhab.
Kesimpulan dari dialog yang tidak menemukan titik temu, DR Said Ramadhan Al-Buthy menuliskan dalam tulisan berjudul Al-Laa Mazhabiyah, Akhtharu Bid’atin Tuhaddidu As-Syariah Al-Islamiyah. Kalau kita terjemahkan secara bebas, kira-kira makna judul itu adalah : Paham Anti Mazhab, Bid’ah Paling Gawat Yang Menghancurkan Syariat Islam. Sedikit resensi buku beliau dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/09/28/2011/01/18/paham-anti-mazhab/
Ustadz Ahmad Sarwat telah mengupas buku DR Said Ramadhan Al-Buthy dan menuliskan
“Menurut Al-Albani, semua orang haram hukumnya merujuk kepada ilmu fiqih dan pendapat para ulama. Setiap orang wajib langsung merujuk kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Dan untuk memahaminya, tidak dibutuhkan ilmu dan metodologi apa pun. Keberadaan mazhab-mazhab itu dianggap oleh Al-Albani sebagai bid’ah yang harus dihancurkan, karena semata-mata buatan manusia”
Sumber: http://www.warnaislam.com/syariah/hadis/2009/12/4/2760/Paham_Anti_Mazhab_Ingin_Meruntuhkan_Syariah_Islam.htm
maaf mantan tasawuf@ berani nt bersumpah kalau nt dulu mengamalkan tasawuf dgn benar ????? siapa guru nt ???
Wahai Robbku, ijinkan kami berhadapan di hadapanMU kelak lalu ENGKAU memilih mana di antara kami yg lebih ENGKAU cintai lalu ENGKAU hinakan yg menghinakan agamaMU.
Amiin yaa Robbal’alamin.
Sesungguhnya kalian, Wahai Pendusta dan Penghina ‘Ulama Ahlussunnah, kalian tidak lebih baik dari seekor keledai! Buta dan tuli dg yg haq.
Laa jazaakallohu khoyr
Mas Khonsa’ Al Atsariyyah, kami bukanlah menghina ulama Al Albani. Kami hanya menyampaikan kesalahpahaman-kesalahpahaman yang telah beliau alami agar tidak menyesatkan orang lain. Silahkan periksa tulisan-tulisan kami (diluar dari yang sumbernya kami sebutkan), tidaklah kami menuliskan kata “keledai”, justru mas yang telah melakukannya terhadap manusia yang telah bersyahadat.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “mencela seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekufuran”. (HR Muslim)
Kami ulangi pendapat para ulama tentang beliau
“Al-Albani tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam menetapkan nilai suatu hadis, baik shahih ataupun dhaif. la telah mengubah hadis-hadis dengan sesuatu yang tidak boleh menurut ulama hadis…” (Al-Muhaddits Prof. Dr. Abdullah al-Ghimari, Guru Besar llmu Hadis di universitas-univesitas Maroko).
“Sayangnya, ada segelintir manusia akhir zaman, yang mana dia bukan seorang hafizh, bukan pula seorang hujjah apalagi seorang hakim, tetapi anehnya mereka berani bersuara lantang mengkritik dan menuduh sesat amal serta keputusan ulama-ulama hadits terdahulu“.
Sumber: http://tengkuzulkarnain.net/index.php/artikel/index/45/Hadist-Dhoif
“Di kalangan salafi (wahabi), lelaki satu ini dianggap muhaddis paling ulung di zamannya. Itu klaim mereka. Bahkan sebagian mereka tak canggung menyetarakannya dengan para imam hadis terdahulu. Fantastis. Mereka gencar mempromosikannya lewat berbagai media. Dan usaha mereka bisa dikata berhasil. Kalangan muslim banyak yang tertipu dengan hadis-hadis edaran mereka yang di akhirnya terdapat kutipan, “disahihkan oleh Albani, ”. Para salafi itu seolah memaksakan kesan bahwa dengan kalimat itu Al-Albani sudah setaraf dengan Imam Turmuzi, Imam Ibnu Majah dan lainnya.“
Sumber: http://www.forsansalaf.com/2009/albani-muhaddits-tanpa-sanad-andalan-wahabi/
“Kaum Salafi & Wahabi menganggap sepertinya al-Albani adalah ahli hadis yang sangat menguasai bidangnya, sehingga bagi sebagian mereka seperti ada kepuasan hati ketika sudah mengetahui pendapat al-Albani tentang hadis yang mereka bahas, dan seolah mereka sudah mencapai hasil penilaian final saat menyebutkan “hadis ini dishahihkan al-Albani” atau “al-Albani mendha’ifkan hadis ini”.
Sumber: http://www.daarulmukhtar.org/index.php?option=com_content&task=view&id=26&Itemid=27
“Apa pendapat anda dengan seorang manusia muncul di abad ini lalu menukil nukil sisa sisa hadits yg tidak mencapai 10% dari hadits yg ada dimasa itu, lalu berfatwa ini dhoif, itu dhoif. saya sebenarnya tak suka bicara mengenai ini, namun saya memilih mengungkapnya ketimbang hancurnya ummat karena tipuan seorang tong kosong“.
Sumber: http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=22475&catid=9
“Seorang Al-Albani ketika membaca Quran dan Sunnah, lalu dia pun berjtihad dengan pendapatnya. Apa yang dia katakan tentang Quran dan Sunnah, pada hakikatnya adalah hasil ijtihad dan ra’yu dia sendiri. Sumbernya memang Quran dan Sunnah, tapi apa yang dia sampaikan semata-mata lahir dari kepalanya sendiri. Sayangnya, para pendukung Al-Albani diyakinkan bahwa yang keluar dari mulut Al-Albani itulah isi dan makna Quran yang sebenarnya. Lalu ditambahkan bahwa pendapat yang keluar dari mulut para ulama lain termasuk pada imam mazhab dianggap hanya meracau dan mengada-ada. Naudzu billahi min dzalik“.
Selengkapnya: https://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/18/paham-anti-mazhab/
Disamping itu beliaupun telah mengingkari beberapa hadits, contoh sebuah hadits yang diingkarinya sebagaimana yang telah diuraikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/11/22/tidak-cukup/ dan contoh beberapa hadits lainnya dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2010/04/inilahahlussunnahwaljamaah.pdf
Orang dilarang taklid dgn 4 Imam Madzhab…ehhh malah mereka lupa bhwa mereka sendiri taqlid buta dgn Al Bani…
Bohoong besar tuh orang yg dah ngaku ikut tasawwuf trz keluar….arti tasawawwuf aja lum tentu tau tuh orang…
Maju terus para pemegang Akidah Ahlus SUnnah wal Jama’ah sesuai yg telah dijelaskan 4 imam Madzhab…
Benar mas @albanun, mereka sangat taqlid sama albani, kalau disodorkan kepada pemujanya dia bilang tidak pas lah atau apalah alasannya, tapi kalau yang disodorkan kitab yang ditahqik oleh albani pasti mereka pas dan menerima, apa ini gak taqlid buta sama albani.
Kalau orang yang sdh bertasawuf kemudian dia keluar, adalah pembohongan atas dirinya sendiri. karena dia cuma baca buku2 wahabiyun, kemudian dia bicara tentang tasawuf, se-olah2 dia sdh ahli.
ketika sy masih Sekolah sy sempet bingung juga, mana yg bener neh? akhirnya Allah menunjukkan jalan dengan berbgai cara, sy bertanya ke pada ahlinya baik ustadz maupun ulama dan tak lupa ngebrowsing sembari baca2 buku dan ktab…bahkan diskusi dengan mereka yg thn 2000 mulai gencar menyebar pahamnya, saya teliti dan bandingkan ,sy puas dengan jawaban yg sy cari selama ini, dan sy yakin Ahlussunnah waljamaah dengan berbagai macam mazhabnya( 4 mazhab tentunya)adalh paling mendekati kebenaran baik logis maupun ilmiah, bahkan tersambung kepada Rosulullah SAW,,,,akhirnya wahabi yg jd salafi saat ini bagi sya adalah sebuah penyakit yg merusak aqidah..(walaupun jargonnya kembali ke alquran dan sunnah) yg harus diluruskan…wallahu a’lam bisshowab..
itu yg mantan tasawuf, mungkin ikut tasawuf syaiton kali….ikut tasawuf pengen dapet kekayaan kali tuh, ,,tp ga kesampean., dusta bener ngemengnya,,sesama orang awam kudunya belajar dr semua ulama, banyak sekolah, belajar perbandingan mhzab, baru bandingkan dan nilai sendiri, tp sayang nya ia pake hawa nafu jd tdk obyektif tulisannya…
dah jelas ulama kawakan(yg lebih alim dr anda) yg bicara tentang Albanun si tukang jam , eh malah serasa paling keminter,,ente penyembah Albanun yak,,ck,ck,ck Astagfirulloh….
Sebaiknya kita sesama umat islam itu bersatu, bukan saling menghujat. karena kita WAJIB bersatu (Wa’tashimu bihablillaahi zami’awwalaa tafaroquu). “Tidak beriman kamu sampai mencintai saudaramu sebagaimana mencintai diri sendiri (hadits arbain nawawi). Yang pernah bersahadat, bukanlah mereka itu muslim …..? yang termasuk juga saudara kita..siapapun madzhab/manhaj/golongannya….?? Saudaraku…lebih baik kita merapatkan barisan. Perbedaan yg ada kita sikapi dg kepala dingin, dakwahlah dg ikhsan. Antara tasawwuf dan salafy perbedaannya memang bagai siang dan malam, tapi alangkah lebih indahnya apa yg difahami oleh masing2 itu disampaikan secara ikhsan, sehingga orang awam/non muslimpun melihat islam ini rahmatan lil a’lamin, sehingga mereka pun lebih termotivasi lagi untuk mengkaji agama ini. Apa yg menurut kalian benar maka sampaikanlah secara ikhsan, dan tdk boleh memaksakan, karena kwenangan hidayah itu hanya Allah SWT yg memiliki, kalau kita sudah sampaikan dg cara yg baik, objektif dan ilmiah, tugas kita hanya sebatas menyampaikan, kalau tidak mau mengikuti ya sudah tidak usah dipaksa/bahkan dihujat/disesat-sesatkan, tapi rangkulah dg cara yg ikhsan. Lihat Ikhwanul muslimin, muhammadiyyah, persis, hidayatullah, hizbut tahrir, majlis mujahiddin indonesia, jamaah tabligh, mereka bisa beriringan, tanpa saling menyesat-nyesatkan, selama masih bersyahadat maka kita adalah bersaudara dan wlajib merapatkan barisan. Kita harus bersatu, lawan itu yahudi dan antek anteknya…
Mas Hery, cobalah mas menyempatkan membaca-baca tulisan tentang mereka seperti pada
http://nasihatonline.wordpress.com/2010/09/24/fatwa-fatwa-ulama-ahlus-sunnah-tentang-kelompok-kelompok-islam-kontemporer/
http://isnad.net/media/Muhammad_Sewed_di_Gugat.pdf
http://isnad.net/?dl_name=kumal-kumal-dzul-akmal.pdf
http://isnad.net/dialog-luqman-hizbi-firanda-sururi
http://isnad.net/?dl_name=dzulqornain_yayasan.rar
http://isnad.net/media/dzul-akmal-undercover.pdf http://www.facebook.com/note.php?note_id=255000094557451
http://www.facebook.com/notes/padepokan-kanjeng-sunan/buku-sms-abu-abu-salafi-melawan-salafi-al-bani-vs-bin-bas-utsaimin/248700811863777
http://www.wattpad.com/397024-salafy-haraky-vs-salafy-yamani-vs-salafy-sururi
http://semogakamiselamat.wordpress.com/2011/11/07/point-point-kesesatan-para-penyembah-thogut-radio-rodja/
wahabi ni tukang recokin aja…… kaum2 pemalas….
pokok nya kalo ngadepin orang wahabi/salafi itu harus sabar boz jangan pake emosi… karena keras kepala… tapi kalo bisa si jangan coba2 dah nanti malah ribut, alx ana ngalamin sendiri…
وعليكم السلآم ورحمـة اللــه وبـر كاتـه
Syukron sdh mengumpulkan pendapat para ulama disini sehingga kami umat muslim mengetahui sosok yang diagungkan kalangan wahabi akan tetapi merujuk kpd pemahaman yang salah
syukron ustadz utk infonya, info yg bgus dan ilmiah di bandingkan dngn kitab2 ulama al-bani yg di ragukan ke ilmiahanya. karena seorng muhhadist zaman skrng tidak lyak untuk membagi lg kedalam shahih ataupun dhoif dr kitab sunan ulama2 terdahulu seperti kitab shahih bukhari
tetap semangat bang Haji Zon …………
@mutiara zuhud ana emng g th psti tntng pernyatn nte.. ana cm tnyk ma nte pa bdax wahabi sm negara saudi?
Kerajaan dinasti Saudi secara resmi mengikuti ajaran ulama Muhammad bin Abdul Wahhab
Berikut kutipan perkenalan dari kedutaan besar Saudi Arabia, http://www.saudiembassy.net/about/country-information/Islam/saudi_arabia_Islam_heartland.aspx
“In the 18th century, a religious scholar of the central Najd, Muhammad bin Abdul Wahhab, joined forces with Muhammad bin Saud, the ruler of the town of Diriyah, to bring the Najd and the rest of Arabia back to the original and undefiled form of Islam”.
sangat jauh bedanya tulisan diatas dengan kitab2 albani yang memberikan kritikan2 yang meluruskan disertai dengan hujah dan dalil yang sangat jelas sesuai al-qur’an & sunnah sehingga sangat mudah untuk dipahami dan kita akan tahu mana yang sunnah dan mana yang bid’ah, marilah kita buang jauh-jauh semua bid’ah dalam agama/ibadah ini, mudah-mudahan Allah meridhoi albani dan kita semua aamiin…..
Semoga ALLAH Memberikan anda hidayah
Kami umat Islam sekedar menyampaikan kenyataan bahwa upaya penyesatan umat Islam adalah dengan menghasut atau mengajak “kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah” bersandarkan mutholaah (menelaah kitab) secara otodidak (shahafi) dengan akal pikiran sendiri.
Rasulullah bersabda,“Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad).
Dalam sabda Rasulullah di atas telah ditegaskan bahwa mereka yang mendalami ilmu agama secara otodidak (shahafi) hanyalah mereka yang “merasa benar” sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/05/20/firqah-merasa-benar/
Orang yang berguru tidak kepada guru tapi kepada buku saja maka ia tidak akan menemui kesalahannya karena buku tidak bisa menegur tapi kalau guru bisa menegur jika ia salah atau jika ia tak faham ia bisa bertanya, tapi kalau buku jika ia tak faham ia hanya terikat dengan pemahaman dirinya sendiri menurut akal pikirannya sendiri.
Boleh kita menggunakan segala macam wasilah atau alat atau sarana dalam menuntut ilmu agama seperti buku, internet, audio, video dan lain lain namun kita harus mempunyai guru untuk tempat kita bertanya karena syaitan tidak berdiam diri melihat orang memahami Al Qur’an dan Hadits
“Man la syaikha lahu fasyaikhuhu syaithan” yang artinya “barang siapa yang tidak mempunyai guru maka gurunya adalah syaitan
Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203.
Jadi pengikut syaitan atau wali syaitan dapat diakibatkan karena salah memahami Al Qur’an dan As Sunnah seperti orang-orang yang mengaku muslim namun pengikut radikalisme dan terorisme.
Kekerasan yang radikal adalah kekerasan yang memperturutkan hawa nafsu sehingga menzhalimi orang lain karena salah memahami Al Qur’an dan As Sunnah.
Kekerasan yang tidak radikal adalah kekerasan yang dilakukan berdasarkan perintah ulil amri sebenarnya yakni para fuqaha
Mantan mufti agung Mesir Syeikh Ali Jum’ah telah mengajukan untuk menyatukan lembaga fatwa di seluruh dunia untuk membentuk majelis permusyawaratan ulama tingkat dunia yang terdiri dari para fuqaha.
Piihak yang dapat mengeluarkan fatwa sebuah peperangan adalah jihad (mujahidin) atau jahat (teroris) sehingga dapat diketahui apakah mati syaihd atau mati sangit adalah “ulil amri di antara kamu”atau ulil amri setempat yakni para fuqaha setempat karena ulama di luar negara (di luar jama’ah minal muslimin) tidak terbebas dari fitnah.
Pada kenyataannya radikalisme yang diperlihatkan ISIS, Al Qaeda dan turunannya maupun mereka yang merasa sebagai mujahidin adalah akibat mereka mengembalikan kepada Allah (Al Qur’an) dan RasulNya (As Sunnah) secara otodidak (shahafi) dengan akal pikiran mereka sendiri
Firman Allah Ta’ala yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu”. (QS An Nisaa [4]:59)
Siapakah ulil amri yang harus ditaati oleh kaum muslim ?
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah sosok ulama dan umara sekaligus. Begitu juga para khulafaur Rasyidin seperti Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar, Sayyidina Ustman dan Sayyidina Ali radhiyallahuanhum, begitu juga beberapa khalifah dari bani Umayah dan bani Abbas.
Namun dalam perkembangan sejarah Islam selanjutnya, sangat jarang kita dapatkan seorang pemimpin negara yang benar-benar paham terhadap Islam. Dari sini, mulailah terpisah antara ulama dan umara.
Oleh karenanyalah penguasa negeri yang seharusnya mengakui ketidak mampuannya dalam pemahaman terhadap Al Qur’an dan As Sunnah dalam memimpin negara seharusnya dibawah nasehat dan pembinaan para ulama yang menguasai fiqih (hukum-hukum dalam Islam) sehingga warga negara mentaati ulil amri yang sudah dibina dan dibimbing oleh para ulama yang menguasai fiqih (hukum-hukum dalam Islam)
Ibnu Abbas ra sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Thobari dalam tafsirnya telah menyampaikan bahwa ulil amri yang ditaati adalah para pakar fiqih atau para ulama yang menguasai hukum-hukum Allah sehingga negara dapat membuat hukum buatan manusia yang tidak bertentangan dengan hukum Allah atau tidak bertentangan dengan Al Qur’an da As Sunnah.
Begitupula dalam tafsir Ibnu Katsir QS An Nisa [4]:59 Juz 5 hal 271-272 Penerbit Sinar Baru Algensindo , Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ulil amri adalah ahli fiqih dan ahli agama. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ata, Al-Hasan Al-Basri dan Abul Aliyah, bahwa makna ulil amri adalah para ulama.
Ketaatan umat Islam kepada ulil amri setempat yakni para fuqaha (mufti) yang dipimpin oleh mufti agung lebih didahulukan dari pada ketaatan kepada pemimpin ormas maupun penguasa negeri (umaro) dalam rangka menyunjung persatuan dan kesatuan kaum muslim sesuai semangat piagam Madinah yang memuat keharusan mentaati Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam yang ketika itu sebagai ulil amri dalam jama’atul muslimin
***** awal kutipan *****
Pasal 1
Sesungguhnya mereka satu bangsa negara (ummat), bebas dari (pengaruh dan kekuasaan) manusia.
Pasal 17
Perdamaian dari orang-orang beriman adalah satu
Tidak diperkenankan segolongan orang-orang yang beriman membuat perjanjian tanpa ikut sertanya segolongan lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Tuhan, kecuali atas dasar persamaan dan adil di antara mereka
Pasal 36 ayat 1
Tidak seorang pun diperbolehkan bertindak keluar, tanpa ijinnya Muhammad Shallallahu alaihi wasallam
***** akhir kutipan *****
Selengkapnya piagam Madinah pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2014/03/piagam-madinah.pdf
Jadi rakyat mentaati umaro (penguasa negeri) dan penguasa negeri mentaati para fuqaha.
Kita dapat mengambil pelajaran dari kerajaan Islam Brunei Darussalam berideologi Melayu Islam Beraja (MIB) dengan penerapan nilai-nilai ajaran Agama Islam dirujuk kepada golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dipelopori oleh Imam Al Asyari dan mengikut Mazhab Imam Syafei.
Sultan Brunei disamping sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan merangkap sebagai perdana menteri dan menteri pertahanan dengan dibantu oleh dewan penasihat kesultanan dan beberapa menteri, juga bertindak sebagai pemimpin tertinggi Agama Islam dimana dalam menentukan keputusan atas sesuatu masalah dibantu oleh Mufti Kerajaan.
Negara kitapun ketika awal berdirinya memiliki lembaga tinggi negara yang bernama “Dewan Pertimbangan Agung” yang berunsurkan ulama yang sholeh yang dapat memberikan pertimbangan dan usulan kepada pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan agar tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah.
Salah satu contoh ulama yang menjadi anggota “Dewan Pertimbangan Agung” adalah Syaikh Muhammad Jamil Jambek ulama pelopor pembaruan Islam dari Sumatera Barat awal abad ke-20 yang pernah berguru dengan Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang merupakan ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Namun dalam perjalanannya Dewan Pertimbangan Agung perannya dalam roda pemerintahan di negara kita “dikecilkan”. Bahkan pada zaman era Surharto, singkatan DPA mempunyai arti sebagai “Dewan Pensiun Agung” karena keanggotaanya terdiri dari pensiunan-pensiunan pejabat. Sehingga pada era Reformasi , Dewan Pertimbangan Agung dibubarkan dengan alasan sebagai lembaga yang tidak effisien.
Jadi cara mengawal syariat Islam dalam sistem pemerintahan di negara kita dengan cara mengembalikan wewenang para ahli fiqih untuk menasehati dan membimbing penguasa negeri sehingga dalam menjalankan roda pemerintahan tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah sehingga tidak ada keraguan lagi bagi kaum muslim untuk mentaati penguasa negeri.
Asy‐Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar al‐Bantani Rahimahullah Ta’ala, di dalam kitabnya, Nasha‐ihul Ibad fi bayani al‐Faadzi al‐Munabbihaat ‘alal Isti’daadi Li Yaumil Ma’adi membawakan sepotong hadits yang memperingatkan akibat meninggalkan atau tidak mentaati ulil amri sebenarnya yakni para fuqaha.
Rasulullah bersabda, “Akan datang satu zaman atas umatku dimana mereka lari (menjauhkan diri) dari (ajaran dan nasihat) ulama’ dan fuqaha’, maka Allah Taala menimpakan tiga macam musibah atas mereka, iaitu
1. Allah mengangkat (menghilangkan) keberkahan dari rizki (usaha) mereka,
2. Allah menjadikan penguasa yang zalim untuk mereka dan
3. Allah mengeluarkan mereka dari dunia ini tanpa membawa iman
Terkait Syaikh Al-Albani Rahimahullah, silahkan baca artikel lengkap dan komprehensiv dibawah :
Kebencian Ust.Abdul Somad, Lc,MA At-Tahriri Kepada Syaikh Al-Albani Sangat Tendensius. Silahkan Bantah Beberapa Artikel Dibawah Secara Tertulis dan Ilmiyah(No YouTube).
http://lamurkha.blogspot.co.id/2017/06/kebencian-ustabdul-somad-lcma-at.html?m=0