RIWAYAT SHOLAWAT BADAR
Sholawat Badar adalah rangkaian sholawat berisikan tawassul dengan nama Allah, dengan Junjungan Nabi s.a.w. serta para mujahidin teristimewanya para pejuang Badar.
Sholawat ini adalah hasil karya Kiyai Ali Manshur, yang merupakan cucu Kiyai Haji Muhammad Shiddiq, Jember. Oleh itu, Kiyai ‘Ali Manshur adalah anak saudara/keponakanKiyai Haji Ahmad Qusyairi, ulama besar dan pengarang kitab “”Tanwir al-Hija” yang telah disyarahkan oleh ulama terkemuka Haramain, Habib ‘Alawi bin ‘Abbas bin ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani, dengan judul “Inarat ad-Duja”.
Diceritakan bahwa asal mula karya ini ditulis oleh Kiyai ‘Ali Manshur sekitar tahun 1960an, pada waktu umat Islam Indonesia menghadapi fitnah Partai Komunis Indonesia (PKI).
Ketika itu, Kiyai ‘Ali adalah Kepala Kantor Departemen Agama Banyuwangi dan juga seorang Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama di situ.
Keadaan politik yang mencekam saat itu dan kebejatan PKI yang merajalela membunuh massa, bahkan banyak kiyai yang menjadi mangsa mereka, maka terlintaslah di hati Kiyai ‘Ali, yang memang mahir membuat syair ‘Arab sejak nyantri di Pesantren Lirboyo Kediri, untuk menulis satu karangan sebagai sarana bermunajat memohon bantuan Allah SWT untuk meredam fitnah politik saat itu bagi kaum muslimin khususnya Indonesia.
Dalam keadaan tersebut, Kiyai ‘Ali tertidur dan dalam tidurnya beliau bermimpi didatangi manusia-manusia berjubah putih – hijau, dan pada malam yang sama juga, isteri beliau bermimpikan Kanjeng Nabi s.a.w. Setelah siang, Kiyai ‘Ali langsung pergi berjumpa dengan Habib Hadi al-Haddar Banyuwangi dan menceritakan kisah mimpinya tersebut. Habib Hadi menyatakan bahwa manusia-manusia berjubah tersebut adalah para ahli Badar. Mendengar penjelasan Habib yang mulia tersebut, Kiyai ‘Ali semakin bertekad untuk mengarang sebuah syair yang ada kaitan dengan para pejuang Badar tersebut. Lalu malamnya, Kiyai ‘Ali menjalankan penanya untuk menulis karya yang kemudiannya dikenali sebagai “Sholawat al-Badriyyah” atau “Sholawat Badar”.maka terjadilah hal yang mengherankan keesokan harinya, orang-orang kampung mendatangi rumah beliau dengan membawa beras dan bahan makanan lain. Mereka menceritakan bahwa pada waktu pagi shubuh mereka telah didatangi orang berjubah putih menyuruh mereka pergi ke rumah Kiyai ‘Ali untuk membantunya kerana akan ada suatu acara diadakan di rumahnya. Itulah sebabnya mereka datang dengan membawa barang tersebut menurut kemampuan masing-masing. yang lebih mengherankan lagi adalah pada malam harinya, ada beberapa orang asing yang membuat persiapan acara tersebut namun kebanyakan orang-orang yang tidak dikenali siapa mereka.
Menjelang keesokan pagi harinya, serombongan habaib yang diketuai oleh Habib ‘Ali bin ‘Abdur Rahman al-Habsyi Kwitang tiba-tiba datang ke rumah Kiyai ‘Ali tanpa memberi tahu terlebih dahulu akan kedatangannya. Tidak tergambar kegembiraan Kiyai ‘Ali menerima para tamu istimewanya tersebut. Setelah memulai pembicaraan tentang kabar dan keadaan Muslimin, tiba-tiba Habib ‘Ali Kwitang bertanya mengenai syair yang ditulis oleh Kiyai ‘Ali tersebut. Tentu saja Kiyai ‘Ali terkejut karena hasil karyanya itu hanya diketahui dirinya sendiri dan belum disebarkan kepada seorangpun. Tapi beliau mengetahui, ini adalah salah satu kekeramatan Habib ‘Ali yang terkenal sebagai waliyullah itu. Lalu tanpa banyak bicara, Kiyai ‘Ali Manshur mengambil kertas karangan syair tersebut lalu membacanya di hadapan para hadirin dengan suaranya yang lantang dan merdu. Para hadirin dan habaib mendengarnya dengan khusyuk sambil menitiskan air mata karena terharu. Setelah selesai dibacakan Sholawat Badar oleh Kiyai ‘Ali, Habib ‘Ali menyerukan agar Sholawat Badar dijadikan sarana bermunajat dalam menghadapi fitnah PKI. Maka sejak saat itu masyhurlah karya Kiyai ‘Ali tersebut.
Selanjutnya, Habib ‘Ali Kwitang telah mengundan para ulama dan habaib ke Kwitang untuk satu pertemuan, salah seorang yang diundang diantaranya ialah Kiyai ‘Ali Manshur bersama pamannya Kiyai Ahmad Qusyairi. Dalam pertemuan tersebut, Kiyai ‘Ali sekali lagi diminta untuk mengumandangkan Sholawat al-Badriyyah gubahannya itu. Maka bertambah masyhur dan tersebar luaslah Sholawat Badar ini dalam masyarakat serta menjadi bacaan populer dalam majlis-majlis ta’lim dan pertemuan. Maka tak heran bila sampai sekarang Shalawat Badar selalu Populer. di Majelis Taklim Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi sendiri di Kwitang tidak pernah tinggal pembacaan Shalawat Badar tersebut setiap minggunya.
Semoga Allah memberikan sebaik-baik ganjaran dan balasan buat pengarang Sholawat Badar serta para habaib yang berperan serta mempopulerkan Shalawat tersebut kepada kita kaum muslimin. Al-Fatihah…..
Sholawat badar merupakan , pernghormatan, pujian, pengakuan dan rasa syukur bagi para Syuhada perang Badar. Hal seperti ini dilakukan pula di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan iringan rebana sebagaimana terlukiskan dalam hadits berikut
[47.76]/4750 Telah menceritakan kepada kami Musaddad Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Al Mufadldlal Telah menceritakan kepada kami Khalid bin Dzakwan ia berkata; Ar Rubayyi’ binti Mu’awwidz bin ‘Afran berkata; suatu ketika, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan masuk saat aku membangun mahligai rumah tangga (menikah). Lalu beliau duduk di atas kasurku, sebagaimana posisi dudukmu dariku. Kemudian para budak-budak wanita pun memukul rebana dan mengenang keistimewaan-keistimewaan prajurit yang gugur pada saat perang Badar. Lalu salah seorang dari mereka pun berkata, “Dan di tengah-tengah kita ada seorang Nabi, yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari.” Maka beliau bersabda: “Tinggalkanlah ungkapan ini, dan katakanlah apa yang ingin kamu katakan.“
Sumber: http://www.indoquran.com/index.php?surano=47&ayatno=76&action=display&option=com_bukhari
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam hanya mengkoreksi perkataan “Dan di tengah-tengah kita ada seorang Nabi, yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari” karena Beliau tahu sebatas yang diwahyukan namun beliau tidak melarang ungkapan cinta (sholawat) sebagaimana kita ingin mengungkapkannya dengan pernyataan “katakanlah apa yang ingin kamu katakan“
Bermanfaat untuk amal sholeh (amal kebaikan) saja sekaligus memeriahkan sebuah keramaian / pertemuan.
Bisa sebagai pengganti sedekah ketika tidak punya harta yang bisa disedakahkan
Dari Abu Dzar r.a. berkata, bahwasanya sahabat-sahabat Rasulullah saw. berkata kepada beliau: “Wahai Rasulullah saw., orang-orang kaya telah pergi membawa banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka dapat bersedekah dengan kelebihan hartanya.” Rasulullah saw. bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan untukmu sesuatu yang dapat disedekahkan? Yaitu, setiap kali tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, menyuruh pada kebaikan adalah sedekah, melarang kemungkaran adalah sedekah, dan hubungan intim kalian (dengan isteri) adalah sedekah.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya dan dia mendapatkan pahala?” Rasulullah saw. menjawab, “Bagaimana pendapat kalian jika ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, apakah ia berdosa? Demikian juga jika melampiaskannya pada yang halal, maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)
Wasallam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
Ijin copas di FB ane ust..
Alhamdulillah, silahkan di copas mas Totok Jogja
Sebaik baik sholawat adalah sholawat yg di ajarkan Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam..begitu percaya orang pada buku,beramal hanya mengambil dari buku “ANTOLOGI Sejarah Istilah Amaliah Uswah NU”….tanpa sanad !!
Mas Abdul, sholawat badar adalah amal kebaikan bukan amal ketaatan. Jadi “tanpa sanad” tidaklah masalah. Hal yang kita perhatikan dalam sebuah amal kebaikan apakah bertentangan atau tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak pernah menyampaikan kewajiban bahwa sholawat harus sebagaimana yang dicontohkannya seperti sholawat Ibrahimiyah.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak pernah menyampaikan larangan membuat matan/redaksi/lafaz sholawat sendiri.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak pernah menyampaikan bahwa kita akan berdosa dan akan ditempatkan di neraka jika bersholawat dengan selain yang dicontohkannya.
Imam Syafi’i pun mempunyai matan/redaksi sholawat yang dibuatnya sendiri seperti.
“Ya Allah, limpakanlah shalawat atas Nabi kami, Muhammad, selama orang-orang yang ingat menyebut-Mu dan orang-orang yang lalai melupakan untuk menyebut-Mu ”
atau
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas cahaya di antara segala cahaya, rahsia di antara segala rahasia, penawar duka, dan pembuka pintu kemudahan, yakni Sayyidina Muhammad, manusia pilihan, juga kepada keluarganya yang suci dan sahabatnya yang baik, sebanyak jumlah kenikmatan Allah dan karunia-Nya.”
Tulisan tentang matan/redaksi atau lafadz sholawat lainnya pada
http://www.abatasa.com/pustaka/detail/tauhid/175/lafadz-lafadz-shalawat-dan-penjelasannya-1
http://www.abatasa.com/pustaka/detail/tauhid/180/lafadz-lafadz-shalawat-dan-penjelasannya-2
http://www.abatasa.com/pustaka/detail/tauhid/183/lafadz-lafadz-shalawat-dan-penjelasannya-3
http://www.abatasa.com/pustaka/detail/tauhid/188/lafadz-lafadz-shalawat-dan-penjelasannya-4
Masalahnya adalah syair diatas (shalawat badar) mengandung tawasul dengan mengatasnamakan Nabi Muhammad Saw. Dimana ini dihqramkan dalam islak karna mengandung unsur syirik. Sebab pada dasarnya tawasul hanya boleh mengatasnamakan nama Allah Swt.
Mba Dhea Ramadhan tidak ada satupun dalil dari Al Qur’an dan Hadits yang melarang umat Islam berdoa kepada Allah diawali bertawassul dengan Rasulullah maupun para kekasih Allah (Wali Allah) yang telah wafat
Umat Islam berdoa kepada Allah diawali bertawassul dengan Rasulullah maupun para kekasih Allah (Wali Allah) yang telah wafat pada hakikatnya bertawassul dengan amal kebaikan yakni rasa cinta kepada Rasulullah maupun para kekasih Allah (Wali Allah)
Prof. DR. Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani menjelaskan bahwa orang yang bertawassul dengan siapa pun itu karena ia mencintai orang yang dijadikan tawassul tersebut dan meyakini keshalihan, kewalian dan keutamaannya serta meyakini Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai orang yang dijadikan tawassul
Berikut kutipan penjelasannya
****** awal kutipan *******
Tawassul dengan dzat pada dasarnya adalah tawassulnya seseorang dengan amal perbuatannya, yang telah disepakati merupakan hal yang diperbolehkan.
Seandainya orang yang menolak tawassul yang keras kepala melihat persoalan dengan mata hati niscaya persoalan menjadi jelas, keruwetan terurai dan fitnah yang menjerumuskan mereka yang kemudian memvonis kaum muslimin telah musyrik dan sesat, pun hilang.
Akan saya jelaskan bagaimana orang yang tawassul dengan orang lain pada dasarnya adalah bertawassul dengan amal perbuatannya sendiri yang dinisbatkan kepadanya dan yang termasuk hasil usahanya.
Saya katakan : Ketahuilah bahwa orang yang bertawassul dengan siapa pun itu karena ia mencintai orang yang dijadikan tawassul tersebut. Karena ia meyakini keshalihan, kewalian dan keutamaannya, sebagai bentuk prasangka baik terhadapnya. Atau karena ia meyakini bahwa orang yang dijadikan tawassul itu mencintai Allah SWT, yang berjihad di jalan Allah. Atau karena ia meyakini bahwa Allah SWT mencintai orang yang dijadikan tawassul, sebagaimana firman Allah : يحبّونهم ويحبّونه atau sifat-sifat di atas seluruhnya berada pada orang yang dijadikan obyek tawassul.
Jika anda mencermati persoalan ini maka anda akan menemukan bahwa rasa cinta dan keyakinan tersebut termasuk amal perbuatan orang yang bertawassul. Karena hal itu adalah keyakinan yang diyakini oleh hatinya, yang dinisbatkan kepada dirinya, dipertanggungjawabkan olehnya dan akan mendapat pahala karenanya.
Orang yang bertawassul itu seolah-olah berkata, “Ya Tuhanku, saya mencintai fulan dan saya meyakini bahwa ia mencintai-Mu. Ia orang yang ikhlas kepadaMu dan berjihad di jalanMu. Saya meyakini Engkau mencintainya dan Engkau ridlo terhadapnya. Maka saya bertawassul kepadaMu dengan rasa cintaku kepadanya dan dengan keyakinanku padanya, agar Engkau melakukan seperti ini dan itu.
Namun mayoritas kaum muslimin tidak pernah menyatakan ungkapan ini dan merasa cukup dengan kemaha-tahuan Dzat yang tidak samar baginya hal yang samar, baik di bumi maupun langit. Dzat yang mengetahui mata yang berkhianat dan isi hati yang tersimpan.
Orang yang berkata : “Ya Allah, saya bertawassul kepada-Mu dengan Nabi-Mu, itu sama dengan orang yang mengatakan : Ya Allah, saya bertawassul kepada-Mu dengan rasa cintaku kepada Nabi-Mu. Karena orang yang pertama tidak akan berkata demikian kecuali karena rasa cinta dan kepercayaannya kepada Nabi. Seandainya rasa cinta dan kepercayaan kepada Nabi ini tidak ada maka ia tidak akan bertawassul dengan Nabi. Demikian pula yang terjadi pada selain Nabi dari para wali.
****** akhir kutipan ******
Begitupula setiap hari umat Islam bertawassul dengan Rasulullah yang telah wafat dengan mengucapkan salam yakni “ASSALAAMU ‘ALAIKA AYYUHAN-NABIYYU WA RAHMATULLAHI WA BARAKAATUH,”
Sejak dahulu kala, para Sahabat bertawasul dengan penduduk langit yakni para malaikat dan kaum muslim yang meraih manzilah (maqom/derajat) disisiNya yakni orang-orang sholeh yang sudah wafat maupun yang masih hidup
Pada awalnya para Sahabat bertawasul dengan ucapan salam seperti
ASSALAAMU ‘ALAA JIBRIIL, ASSSALAAMU ‘ALAA MIKAA`IIL, ASSALAAMU ‘ALAA FULAAN WA FULAAN
(Semoga keselamatan terlimpah kepada Jibril, Mika’il, kepada fulan dan fulan)
Namun kemudian Rasulullah menyederhanakan ucapan tawasulnya dengan ucapan
“ASSALAAMU ‘ALAINAA WA ‘ALA ‘IBAADILLAAHISH SHAALIHIIN”
(Keselamatan juga semoga ada pada hamba-hamba Allah yang shalih)
Kemudian Rasulullah menjelaskan
“Sesungguhnya jika ia mengucapkannya, maka hal itu sudah mencakup seluruh hamba-hamba yang shalih baik di langit maupun di bumi“
Oleh karenanya berdoa setelah sholat. lebih mustajab karena sholat berisikan pujian kepada Allah, bertawasul dengan bershalawat kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam dan tawasul dengan hamba-hamba yang sholeh baik di langit maupun di bumi, yang hidup maupun yang telah wafat.
Telah menceritakan kepada kami Umar bin Hafsh telah menceritakan kepada kami Ayahku telah menceritakan kepada kami Al A’masy dia berkata; telah menceritakan kepadaku Syaqiq dari Abdullah dia berkata; Ketika kami membaca shalawat di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka kami mengucapkan: ASSALAAMU ‘ALALLAHI QABLA ‘IBAADIHI, ASSALAAMU ‘ALAA JIBRIIL, ASSSALAAMU ‘ALAA MIKAA`IIL, ASSALAAMU ‘ALAA FULAAN WA FULAAN (Semoga keselamatan terlimpahkan kepada Allah, semoga keselamatan terlimpah kepada Jibril, Mika’il, kepada fulan dan fulan). Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selesai melaksanakan shalat, beliau menghadapkan wajahnya kepada kami dan bersabda: Sesungguhnya Allah adalah As salam, apabila salah seorang dari kalian duduk dalam shalat (tahiyyat), hendaknya mengucapkan; AT-TAHIYYATUT LILLAHI WASH-SHALAWAATU WATH-THAYYIBAATU, ASSALAAMU ‘ALAIKA AYYUHAN-NABIYYU WA RAHMATULLAHI WA BARAKAATUH, ASSALAAMU ‘ALAINAA WA ‘ALA ‘IBAADILLAAHISH SHAALIHIIN, (penghormatan, rahmat dan kebaikan hanya milik Allah. Semoga keselamatan, rahmat, dan keberkahan tetap ada pada engkau wahai Nabi. Keselamatan juga semoga ada pada hamba-hamba Allah yang shalih). Sesungguhnya jika ia mengucapkannya, maka hal itu sudah mencakup seluruh hamba-hamba yang shalih baik di langit maupun di bumi, lalu melanjutkan; ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASUULUH (Aku bersaksi bahwa tiada Dzat yang berhak disembah selain Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya). Setelah itu ia boleh memilih do’a yang ia kehendaki. (HR Bukhari 5762)
Begitupula dalam susunan doa setelah sholat, sebelum doa inti kita panjatkan kepada Allah Ta’ala, kita bertawasul dengan amal kebaikan yakni memohonkan ampunan kepada kaum muslim yang telah wafat.
“Astaghfirullahalazim li wali waa lidaiya wali jami il muslimina wal muslimat wal mukminina wal mukminat al ahya immin hum wal amwat”
“Ampunilah aku ya Allah yang Maha Besar, kedua ibu bapaku, semua muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat yang masih hidup dan yang telah mati.”
Sebaliknya penduduk langit, jika mereka menginginkan dapat mendoakan kepada Allah Ta’ala bagi penduduk dunia yang menjalin tali silaturahmi dengan mereka
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Hidupku lebih baik buat kalian dan matiku lebih baik buat kalian. Kalian bercakap-cakap dan mendengarkan percakapan. Amal perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika aku menemukan kebaikan maka aku memuji Allah. Namun jika menemukan keburukan aku memohonkan ampunan kepada Allah buat kalian.” (Hadits ini diriwayatkan oelh Al Hafidh Isma’il al Qaadli pada Juz’u al Shalaati ‘ala al Nabiyi Shallalahu alaihi wasallam. Al Haitsami menyebutkannya dalam Majma’u al Zawaaid dan mengkategorikannya sebagai hadits shahih)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya perbuatan kalian diperlihatkan kepada karib-kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka mendapatkan kabar gembira, namun jika selain daripada itu, maka mereka berkata: “Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.” (HR. Ahmad dalam musnadnya).
Jadi jika seseorang melakukan ziarah kubur dalam rangka silaturahmi dan berbicara hajatnya dengan ahli kubur bukan berarti ahli kubur yang mengabulkan atau mewujudkan hajat pemohon melainkan ahli kubur dengan maqamnya (manzilah, kedudukan, derajat) disisi Allah mendoakan hajat pemohon kepada Allah Azza wa Jalla.
Begitupula kita dianjurkan berdoa kepada Allah diawali bertawassul dengan sholawat bukan berarti Rasulullah membutuhkan sholawat dari umatnya namun kita mendapatkan balasan salam dari Rasulullah dengan maqamnya (manzilah, kedudukan, derajat) di sisi Allah.
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seseorang mengucapkan salam kepadaku kecuali Allah mengembalikan ruhku kepadaku sehingga aku membalas salam.(HR. An-Nasa’i Al-Hakim 2/421)
Sedangkan apa yang mereka anggap atau tuduh umat Islam menyembah kuburan dan mencelanya dengan istilah kuburiyun adalah terhadap umat Islam yang di sisi kuburan berdoa kepada Allah Ta’ala dengan menjaga adab dalam berdoa yakni mengawalinya bertawassul dengan amal kebaikan seperti mengucapkan salam kepada ahli kubur atau sedekah (hadiah) bacaan seperti surat Al Fatihah atau surat lainnya sebelum doa inti dipanjatkan kepada Allah Ta’ala untuk ahli kubur atau kepentingan sendiri.
Dalil dari hadits tentang bertawasul dengan amal kebaikan adalah seperti dalam kisah tiga orang yang terperangkap dalam gua. Mereka bertawasul dengan amal kebaikan yang mereka lakukan berupa berbuat baik kepada kedua orangtua, meninggalkan perbuatan zina, dan menunaikan hak orang lain, maka Allah mengabulkan doa mereka sehingga mereka dapat keluar dari goa karena sebab tawasul dalam doa yang mereka lakukan. Ini menunjukkan diperbolehkannya sesorang bertawasul dengan amal kebaikan
Jadi mereka yang merasa atau mengaku-ngaku mengikuti Rasulullah namun kenyataannya mereka pada hakikatnya menentang sabda Rasulullah bahwa amal kebaikan atau sedekah tidak selalu dalam bentuk harta
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad bin Asma` Adl Dluba’i Telah menceritakan kepada kami Mahdi bin Maimun Telah menceritakan kepada kami Washil maula Abu Uyainah, dari Yahya bin Uqail dari Yahya bin Ya’mar dari Abul Aswad Ad Dili dari Abu Dzar bahwa beberapa orang dari sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada beliau, Wahai Rosulullah, orang-orang kaya dapat memperoleh pahala yang lebih banyak. Mereka shalat seperti kami shalat, puasa seperti kami puasa dan bersedekah dengan sisa harta mereka. Maka beliau pun bersabda: Bukankah Allah telah menjadikan berbagai macam cara kepada kalian untuk bersedekah? Setiap kalimat tasbih adalah sedekah, setiap kalimat takbir adalah sedekah, setiap kalimat tahmid adalah sedekah, setiap kalimat tahlil adalah sedekah, amar ma’ruf nahi munkar adalah sedekah.(HR Muslim 1674)
Silahkan baca tulisan terkait pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2018/01/14/bencana-bagi-mereka/
injin copas ustad zon
Alhamdulillah, silahkan mas Azzam
Maaf shalawat badr itu telah di buat sejak jaman tabi’in, bukan kiyai tersebut
Yup memang ada sholawat Badr versi jaman Salafush Sholeh sebagaimana yang telah dicantumkan di atas
Telah menceritakan kepada kami Musaddad Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Al Mufadldlal Telah menceritakan kepada kami Khalid bin Dzakwan ia berkata; Ar Rubayyi’ binti Mu’awwidz bin ‘Afran berkata; suatu ketika, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan masuk saat aku membangun mahligai rumah tangga (menikah). Lalu beliau duduk di atas kasurku, sebagaimana posisi dudukmu dariku. Kemudian para budak-budak wanita pun memukul rebana dan mengenang keistimewaan-keistimewaan prajurit yang gugur pada saat perang Badar. Lalu salah seorang dari mereka pun berkata, “Dan di tengah-tengah kita ada seorang Nabi, yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari.” Maka beliau bersabda: “Tinggalkanlah ungkapan ini, dan katakanlah apa yang ingin kamu katakan.“
Ass. ww, Ustad.
Semoga Allah SWT memberkahi kita semua.
Mau tanya Uztad: Dalam pengajian untuk hajatan ttt, sering disertai dengan nyanyian spt Thala al Badru alaina, Setahu saya lagu tsb katanya dulu untuk menyambut kedatangan Nabi di Madinah. Dan semua jamaah kemudian berdiri dari duduknya (ini artinya apa), tapi kemudian yang punya hajat keliling menyalami tamu (akekah, pengantin, mau haji/umroh, dsb; apa hukumnya , dan apakah boleh?)
Terimakasih atas penjelasannya.
Wass ww
Kenapa lebih menyukai sholawat badar, kenapa tdk menyukai sholawat ibrohimiyyah yg sesuai hadits …??
” barang siapa yg tidak menyukai sunnahku maka bukan ummatku (hadits)”
Rosulullah SAW telah mengajarkan bagaimana bersholawat kepada beliau, apakah ada perintah disuruh membuat bacaan sholawat sendiri sendiri…???
Sholawat itu salah satu bentuk Perintah Allah bukan…??? dan Tatacara/bentuk Ucapannya sudah diajarkan Rosulullah SAW bukan…??? Nah apakah kita merasa belum cukup dengan yg diajarkan Rosulullah SAW…?? sedangkan yg berhak Membuat Tatacara/Ucapan dalam Ibadah Itu hanya Allah yg disampaikan melalui lisan Rosul-Nya. Dan kita hanya diperintahkan untuk taat.
Apalagi membaca barjanji didalam mesjid sambil dinyanyikan, ini sudah masuk perkara ibadah yg Diperlukan dalil untuk Pelaksanaannya.
membaca riwayat /sejarah Rosulullah SAW adalah penting ,seperti sirah nabawiyah (sesuai al qur’an dan as-sunnah), sedangkan barjanjian itu terkadang ada keyakinan bahwa kita harus berdiri pada saat membaca bacaan tertentu u menghormati kedatangan Rosul. Bagaimana ini…??
Mimpi ketemu rosulullah SAW betul ada hadits tentang kebenarannya. Itu juga jika orang pernah melihat Rosulullah SAW semasa hidupnya. Bagaimana mungkin kita percaya bahwa yg datang itu adalah rosulullah SAW / ahli badar sementara kita tdk tahu raut wajah mereka. Dan kemungkinan benar dan salah pun itu ada. Menurut tasawuf/NU itu mungkin benar, namun menurut ulama yg berbeda faham dg NU—> maka jelas itu adalah syaithon (mereka menilai berdasarkan ilmu yg dimilikinya).
Hadits Rosul ” barang siapa yg melakukan amalan yg tidak kami perintahkan maka tertolak”.
Rosul mengajarkan kita bagaimana bersholawat. dan Tidak pernah memerintahkan untuk membuat bacaan sendiri termasuk membuat sholawat badar.
Adapun kalau memuji beliau bukan dalam artian sholawat—> asalkan tidak bertentangan dg akidah/Tauhid—> mungkin ini boleh2 aja.
Mas Hery, sebaiknya jangan seperti itu cara berpikirnya. Saudara-saudara muslim kita yang mengamalkan sholawat badar bukan berarti mereka termasuk orang-orang yang tidak menyukai sunnah Nabi.
Pada hakikatnya Rasulullah tidak pernah mewajibkan bersholawat hanya dengan sholawat Ibarhimiyah dan selain sholawat Ibrahimiyah akan berdosa. Begitupula Rasulullah tidak pernah melarang bersholawat menggunakan matan/redaksi buatan kita sendiri sebagaimana kita mengungkapkan cinta kepada Rasulullah.
Tulisan tentang matan/redaksi atau lafadz sholawat lainnya pada
http://www.abatasa.com/pustaka/detail/tauhid/175/lafadz-lafadz-shalawat-dan-penjelasannya-1
http://www.abatasa.com/pustaka/detail/tauhid/180/lafadz-lafadz-shalawat-dan-penjelasannya-2
http://www.abatasa.com/pustaka/detail/tauhid/183/lafadz-lafadz-shalawat-dan-penjelasannya-3
http://www.abatasa.com/pustaka/detail/tauhid/188/lafadz-lafadz-shalawat-dan-penjelasannya-4
Mas Hery sekali lagi kami sampaikan, sebaiknya jangan menyampaikan kewajiban atau larangan yang tidak pernah disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam karena kewajiban, larangan dan pengharaman adalah termasuk urusan agama atau perkara syariat. Urusan agama atau perkara syariat hanya bersumber dari Allah Azza wa Jalla
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani)
Perkara kewajiban, larangan dan pengharaman adalah hak Allah ta’ala menetapkannya dan Allah ta’ala tidak lupa.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjakan berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)
Urusan agama atau perkara syariat yakni perkara kewajiban, larangan dan pengharaman telah sempurna atau telah disampaikan seluruhnya oleh Rasulullah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidak tertinggal sedikitpun yang mendekatkan kamu dari surga dan menjauhkanmu dari neraka melainkan telah dijelaskan bagimu ” (HR Ath Thabraani dalam Al Mu’jamul Kabiir no. 1647)
“mendekatkan dari surga” = perkara kewajiban (ditinggalkan berdosa)
“menjauhkan dari neraka” = perkara larangan dan perkara pengharaman (dikerjakan berdosa)
Kalau ada kewajiban atau larangan yang tidak pernah disampaikan oleh Rasulullah maka ini termasuk bid’ah dholalah
Mereka yang mengada-ada perkara kewajiban maupun larangan adalah mereka yang menjadikan ulama mereka sebagai tuhan selain Allah.
Allah Azza wa Jalla berfirman, “Mereka menjadikan para rahib dan pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah“. (QS at-Taubah [9]:31 )
Ketika Nabi ditanya terkait dengan ayat ini, “apakah mereka menyembah para rahib dan pendeta sehingga dikatakan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah?”
Nabi menjawab, “tidak”, “Mereka tidak menyembah para rahib dan pendeta itu, tetapi jika para rahib dan pendeta itu menghalalkan sesuatu bagi mereka, mereka menganggapnya halal, dan jika para rahib dan pendeta itu mengharamkan bagi mereka sesuatu, mereka mengharamkannya“
Pada riwayat yang lain disebutkan, Rasulullah bersabda ”mereka (para rahib dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya,
“Katakanlah! Siapakah yang berani mengharamkan perhiasan Allah yang telah diberikan kepada hamba-hambaNya dan beberapa rezeki yang baik itu? Katakanlah! Tuhanku hanya mengharamkan hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadanya dan apa yang tersembunyi dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui.” (QS al-A’raf: 32-33)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung” [QS. An-Nahl : 116].
Dalam hadits Qudsi , Rasulullah bersabda: “Aku ciptakan hamba-hambaKu ini dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian membelokkan mereka dari agamanya, dan mengharamkan atas mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta mempengaruhi supaya mereka mau menyekutukan Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan padanya.” (Riwayat Muslim).
Telah menceritakan kepada kami Abu Ja’far Muhammad bin Shabah dan Abdullah bin ‘Aun Al Hilali semuanya dari Ibrahim bin Sa’d. Ibnu Shabah berkata; telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa’d bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf telah menceritakan kepada kami ayahku dari Al Qasim bin Muhammad dari ‘Aisyah dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa mengada-ngada sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kami, padahal kami tidak perintahkan, maka hal itu tertolak.” (HR Muslim 3242)
mas hery …..Urusan kami atau urusan agama adalah segala perkara yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla dan disampaikan dan dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam perkara kewajiban, larangan (batas) dan pengharaman.
jangan salah faham mas …………
Betul Mas Mamo…, semua perkara agama telah dijelaskan oleh Allah SWT dan Rosul-Nya: hal tersebut bisa :
1. Kewajiban
2. Larangan
3. Pengharaman
Mengenai ibadah itu bukan hanya kewajiban Mas…, ada juga yg hukumnya sunnat. Contohnya sholat sunnah rwatib atau yg lainyya. Bukankah sholat sunnah ini WAJIB tata caranya (gerakan dan bacaan, jumlah roka’at) sesuai apa yg diajarkan Rosulullah SAW…???
Jadi dalam masalah ibadah sya tidak hanya menilai dari sudut kewajiban saja namun ibadah ini ada yg sunnat juga. Namun tatacara (ucapan, gerakan, waktu , syarat2 lainnya) tetap harus sesuai dan berpedoman kepada Sunnah (petunjuk/ jalan yg ditempuh oleh Rosulullah SAW)
Termasuk juga saya memandang sholawat(terutama bacaan sholawat di dalam tahiyyat )–> saya akan tetap berpedoman kepada hadits rosulullah SAW.
karena perkara ini (ibadah) : kita sudah sepakat bukan…. itu adalah kewenangan Allah untuk memerintahkan dan membuat tatacaranya….??
Hadits tersebut menurut hemat saya adalah batasan/larangan dalam membuat amalan/ibadah maupun tatacara dlm ibadah yg baru.
itu perkara syariat mas perkara di luar syariat yng termasuk amalan kebaikan/ amal shaleh tidak terbatas mas boleh ,…selama tidak menyelisih Al Qur’an n hadits Nabi ………..maulidan, tahlilan , baca yassin malam jum’at ………sampai ditemukan dalil yang melarangnya ………….
@ ustad heri.. tolong mas dikasih matan sholawat2 yang diajarkan Nabi dg sanad yg sohih. dlm tulisan arab ya? untuk membantu ikhwan2 lain mengamalkan sholawat ajaran nabi?
jazakallah
syari’at—> bukankah semua amalan ibadah itu telah diatur dalam syari’at yg sempurna ini.
Betul amalan sholeh memang banyak dan kita tidak dipatok pada waktu, maupun tatacara tertentu seperti sedekah (kita boleh kapan saja, berapa saja jumlahnya), namun hal ini menurut hemat saya tidak bisa disamakan dengan tahlilan, maulid, baca yasiinan+barjanjian—-> karena ini sudah masuk ke ibadah khusus( yg memerlukan dalilnya kalau mau melaksanakannya)-> karena ini menyerupai syari’at)—> coba cek di karya Imam As-Syathibi atau ulama2 lainnya yg tdk sepakat dg hal ini.
Tahlilan itu ->dulunya dari hindu dan budha, dan sunan kalijaga memasukinya dg bacaan islam, sunan bonang sudah melarangnya. namun kata sunan kalijaga ” tidak apa2, mudah2an nanti generasi yg akan datang bisa merubahnya”. Ini dilakukan dalam rangka menyebarkan agama islam sedikit demi sedikit. Namun kenyataan sekarang…, umat islam sudah banyak dan tetap melakukannya. sementara Muhammadiyah, dll–> tdk sepakat dg ini.
Mas As-Saidani–> maaf Mas, jangan panggil saya ustad—, saya hanya hamba Allah yg lemah–> yg berusaha mencari kebenaran.
Mengenai sholawat, sya kira saya percaya Mas As-Syaidani maupun Ikhwan yg lainnya bisa mencari dan menelusuri sendiri di kitab2/karya2 ulama.
@ustad hery
>>syari’at—> bukankah semua amalan ibadah itu telah diatur dalam syari’at yg sempurna ini.
== sepakat, yang penting tidak bertentangan dg syari’at. Contoh : dalam bacaan sholawat yg diajarkan nabi, tidak ada satupun nash yang menyebut kata “wa shohbii” atw sejenisnya. Tapi lihat muqoddimah smw kitab ulama golongan apapun. Dalam sholawatnya pasti menyebut kata “wa shohbihi”. Mestinya kata “wa shohbihi” dlm sholawat adalah bid’ah!!==
>> karena ini sudah masuk ke ibadah khusus( yg memerlukan dalilnya kalau mau melaksanakannya)-> karena ini menyerupai syari’at)—>
=== smw ibadah trmasuk shodaqoh memerlukan dalil mas.. jadi difinisinya gak jelas??
Oh,ya.. sudah tahukah antum dalil2 tiap syarat,rukun dan sunnah juga yg batalkan wudlu + sholat scara detail ?? ingat, smw ibadah perlu dalil?===
>>coba cek di karya Imam As-Syathibi atau ulama2 lainnya yg tdk sepakat dg hal ini.
=== ngeceknya di mana mas?? Kitab apa, halaman brp? Sebutkan saja, biar kami gak mumet nyarinya??==
>>Tahlilan itu ->dulunya dari hindu dan budha, dan sunan kalijaga memasukinya dg bacaan islam, sunan bonang sudah melarangnya. namun kata sunan kalijaga ” tidak apa2, mudah2an nanti generasi yg akan datang bisa merubahnya”.
=== ini asumsi ataw hasil penerawangan antum atw ada sumber data yg valid?? Dari buku2 karangan sunan kalijogo/ walisongo??==
>>>Mengenai sholawat, sya kira saya percaya Mas As-Syaidani maupun Ikhwan yg lainnya bisa mencari dan menelusuri sendiri di kitab2/karya2 ulama.
== sholawat yang ana temukan dari ajaran nabi SAW, tak satupun yg menyebut kata “wa shohbihi”. Jadi hamper smw muslimin (kcwli sebagian Syi’ah) dalam solawatnya selalu disertai bid’ah krn menyebut kata “wa shohbihi”. Bukankah penambahan kata “wa shohbihi” ini juga prlu dalil nash al qur’an hadist? Tolong klw antum nemukan dalilnya, ane di kasih tahu??==
Sebelum saya menjawab lebih lanjut. Ustad As-Syaidani mengatakan sepakat bahwa : syari’at—> bukankah semua amalan ibadah itu telah diatur dalam syari’at yg sempurna ini.
== sepakat, yang penting tidak bertentangan dg syari’at.
Seperti apakah yg tidak bertentangan dg Syari’at itu menurut antum, apa makna syariat itu..??
bagaimana menurut antum ttg hadits Ini:
“Barang Siapa yg melakukan amalan yg tidak kami perintahkan, maka tertolak”(Al Hadits), bagaimana menurut antum…?? seperti apa contohnya…???
Meskipun saya sampaikan semua yg antum minta, itu tidak akan membuat antum percaya dan sefaham dg saya bukan…??? ya…karena beda prinsip tentang bid’ah itu sendiri. Oleh karena kalau kita berbeda memahami definisi ttg bid’ah-> maka tidak akan pernah bersatu.
masalah bid’ah udah selesai di masa imam madzhab ……….kok ada yang lebih paham tentang bid’ah ya di banding para Imam Madzhab yang 4 ….???
Coba sebutkan definisi bid’ah menurut ke 4 Imam Madzhab tersebut…, ana pengen tahu dari ustad mamo…
Bukankah Imam malik berkata mengenai Istiwa’. Bahwa barang siapa menanyakan tatacaranya adalah bid’ah….???, beliaupun tidak bilang bid’ah dholalah bukan….???
diatas udah ada mas Hery komennya mas H Zon apa perlu copas ???
kenapa antum memakai pendapat Imam Malik ??? kan Imam Malik bukan maksum ????
@Heri
>>bagaimana menurut antum ttg hadits Ini:
“Barang Siapa yg melakukan amalan yg tidak kami perintahkan, maka tertolak”(Al Hadits), bagaimana menurut antum…??
== afwan, ane blum pernah dengar hadist yg redaksinya sperti yg ustad kemukakan. Tapi ane pernah dengar hadist yg artinya, “barng siapa membuat hal baru dalam urusan kita (agama) dg sesuatu yang bukan darinya (agama), maka tertolak”. Ulama memberi penjelasan..”hal baru yg tidak didukung oleh al ashlu al aam (dalil yg umum)==
>>>seperti apa contohnya…???
1.Sholat tarawih dg berjamaah yg di adakan pd masa khalifah Umar RA, sehingga beliau berkata,”sebaik2nya bid’ah adalah hal ini”.
2. pembukuan al qur’an –Hadist pd masa Ustman RA
3. pelarangan nikah mut’ah oleh Umar RA. (ingat, faktanya nikah mut’ah masih berlaku pd masa Rasulullah, Abu Bakar dan separo masa kekhalifahan Umar RA).
4. baca sholawat dg tambahan redaksi “wa shohbihi”
Ustad Asyaidani :
Haditsnya : “Man A’mila ‘amalan alaisa alaihi amrunaa fahuwa roddun” kalau tdk salah riwayat Imam Muslim.
Para sahabat itu sudah dijamin oleh rosulullah SAW untuk diikuti, pada hadits iftiroqul ummah (perpecahan ummat), dan yg selamat adalah 1 golongan yaitu: al jamaah, aljamaah itu siapa…??? sabda rosul : Yaitu : yg mengikuti jalan hidupku dan para sahabatku ” (HR At- Tirmidzi no 2641). Sehingga yg dilakukan para khulafaur rosiddin itu sudah dijamin oleh Rosulullah SAW. Jadi jangan khawatir ini sudah ada jaminan oleh Rosulullah SAW, bahkan dalam Al Qur’an pun ada jaminan tentang itu. Namun jangan disamakan dengan manusia dijaman sekarang yg membuat amalan yg baru itu.
Al Hafizh Ibnu Rajab Al Hanbali ” menyebutkan : Yg dimaksud dengan bid’ah adalah yg tidak memiliki dasar hukum dalam syariat yg mengindikasikan keabsahannya. Adapun yg memiliki dasar dlm syariat yg menunjukkan keberadaannya, maka secara syari’at tidaklah dikatakan sbg bid’ah, meskipun secara bahasa dikatakan bid’ah. Maka setiap orang yg membuat-buat sesuatu lalu menisbatkannya kepada ajaran agama, namun tidak memiliki landasan dari ajaran agama yg bisa dijadikan sandaran, berarti itu adalah kesesatan. Ajaran Islam tdk ada hubungannya dg bid’ah semacam itu. Tak ada bedanya antara perkara yg berkaitan dg keyakinan, amalan ataupun ucapan, lahir maupun batin.
Ke 4 contoh diatas adalah bid’ah secara bahasa bukan secara syari’at.
1. sholat tarawih (Rosul pernah melakukannya, namun berhenti karena hawatir dianggap menjadi wajib)–. jadi ini jelas ada landasan syariatnya.
2. Pembukuan Al Qur’an -> ini juga ada landasan syariatnya—>Bukankah di zaman Rosulullah SAW para sahabat ada juga yg menulis dipelepah kurma/ kulit/lain2..???
3.Untuk yg ket 3 dan ke 4 sya belum memperdalam, namun sya yakin kalau itu datang dari sahabat rosul, maka itu sudah mendapat jaminan tidak akan sesat untuk diikuti dari rosulullah SAW.
Ustad Mamo :
Justru saya bertanya pada antum, katanya ikut Imam Madzhab…?? buktinya Imam Malik berkata seperti itu. dan saya pun sepakat, (karena ini sesuai dg hadits : wakullu bid’atun dlolalah).
Mas Zon:
Saya tidak pernah melarang maupun mewajibkan berdasarkan akal fikiran saya.
Sya bersandar pada hadits Rosulullah SAW (hadits ttg :larangan trhdp perkara/amalan /ibadah yg tidak kami perintahkan/bukan bagian dari agama ini). Salah kaprah kalau sya melarang atau memerintahkan sesuai akal fikiran. Itu dosa besar Mas…, dan dosa besar juga memerintahkan amalan yg tidak diperintahkan oleh Rosulullah SAW bukan….????
Mengenai Kewajiban, dan larangan. Saya sepakat yg jika ada membuat sesuatu yg baru dlm hal ini maka bid’ah.
Namun bid’ah ini tdk hanya dlm kewajiban Mas…, dalam perkara sunnah pun kita tetap harus berpedoman kepada contoh dari rosul (Ittiba’). Sholat sunnah : hukumnya betul sunnah-> tetapi tatacara dan bacaannya bukannya wajib sesuai Rosulullah SAW…??? begitu juga dzikir dan lain2nya. Bukankah Rosulullah SAW dalam sabdanya yg terkenal ” barang siapa yg tidak menyukai sunnahku maka bukan ummatku”….???
أَنَّ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: أَرْسَلَ إِلَيَّ أَبُو بَكْرٍ مَقْتَلَ أَهْلِ الْيَمَامَةِ فَإِذَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ عِنْدَهُ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِنَّ عُمَرَ أَتَانِي فَقَالَ إِنَّ الْقَتْلَ قَدْ اسْتَحَرَّ يَوْمَ الْيَمَامَةِ بِقُرَّاءِ الْقُرْآنِ وَإِنِّي أَخْشَى أَنْ يَسْتَحِرَّ الْقَتْلُ بِالْقُرَّاءِ بِالْمَوَاطِنِ فَيَذْهَبَ كَثِيرٌ مِنْ الْقُرْآنِ وَإِنِّي أَرَى أَنْ تَأْمُرَ بِجَمْعِ الْقُرْآنِ قُلْتُ لِعُمَرَ كَيْفَ تَفْعَلُ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عُمَرُ هَذَا وَاللَّهِ خَيْرٌ فَلَمْ يَزَلْ عُمَرُ يُرَاجِعُنِي حَتَّى شَرَحَ اللَّهُ صَدْرِي لِذَلِكَ وَرَأَيْتُ فِي ذَلِكَ الَّذِي رَأَى عُمَرُ قَالَ زَيْدٌ قَالَ أَبُو بَكْرٍ إِنَّكَ رَجُلٌ شَابٌّ عَاقِلٌ لَا نَتَّهِمُكَ وَقَدْ كُنْتَ تَكْتُبُ الْوَحْيَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَتَبَّعْ الْقُرْآنَ فَاجْمَعْهُ فَوَاللَّهِ لَوْ كَلَّفُونِي نَقْلَ جَبَلٍ مِنْ الْجِبَالِ مَا كَانَ أَثْقَلَ عَلَيَّ مِمَّا أَمَرَنِي بِهِ مِنْ جَمْعِ الْقُرْآنِ قُلْتُ كَيْفَ تَفْعَلُونَ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ هُوَ وَاللَّهِ خَيْرٌ فَلَمْ يَزَلْ أَبُو بَكْرٍ يُرَاجِعُنِي حَتَّى شَرَحَ اللَّهُ صَدْرِي لِلَّذِي شَرَحَ لَهُ صَدْرَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَتَتَبَّعْتُ الْقُرْآنَ أَجْمَعُهُ …
“Bahwa Sungguh Zeyd bin Tsabit ra berkata : Abubakar ra mengutusku Ketika terjadi pembunuhan besar – besaran atas para sahabat (Ahlul Yamaamah), dan bersamanya Umar bin Khattab ra, berkata Abubakar : “Sungguh Umar (ra) telah datang kepadaku dan melaporkan pembunuhan atas ahlulyamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus terjadi pada para Ahlulqur’an, lalu ia menyarankan agar Aku (Abubakar Asshiddiq ra) mengumpulkan dan menulis Alqur’an, aku berkata : “Bagaimana aku berbuat suatu hal yang tidak diperbuat oleh Rasulullah..??, maka Umar berkata padaku bahwa “Demi Allah ini adalah demi kebaikan dan merupakan kebaikan, dan ia terus meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar, dan engkau (zeyd) adalah pemuda, cerdas, dan kami tak menuduhmu (kau tak pernah berbuat jahat), kau telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan kumpulkanlah Alqur’an dan tulislah Alqur’an..!” berkata Zeyd : “Demi Allah sungguh bagiku diperintah memindahkan sebuah gunung daripada gunung – gunung tidak seberat perintahmu padaku untuk mengumpulkan Alqur’an, bagaimana kalian berdua berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah saw??”, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga ia pun meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua dan aku mulai mengumpulkan Alqur’an”. (Shahih Bukhari hadits No.4402 dan 6768).
Nah saudaraku, bila kita perhatikan konteks diatas Abubakar Asshiddiq ra mengakui dengan ucapannya : “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar”. Hatinya jernih menerima hal yang baru (bid’ah hasanah) yaitu mengumpulkan Alqur’an, karena sebelumnya Alqur’an belum dikumpulkan menjadi satu buku, tapi terpisah – pisah di hafalan sahabat, ada yang tertulis di kulit onta, di tembok, dihafal dll. Ini adalah Bid’ah hasanah, justru mereka berdualah yang memulainya……inilah bid’ah pertama setelah rosululloh wafat ……….
Jelaslah bahwa Rasul saw menjelaskan pada kita untuk mengikuti sunnah beliau dan sunnah Khulafa’urrasyidin, dan sunnah beliau saw telah memperbolehkan hal yang baru selama itu baik dan tak melanggar syariah. Dan sunnah khulafa’urrasyidin adalah anda lihat sendiri bagaimana Abubakar Asshiddiq ra dan Umar bin Khattab ra menyetujui bahkan menganjurkan, bahkan memerintahkan hal yang baru, yang tidak dilakukan oleh Rasul saw yaitu pembukuan Alqur’an, lalu pula selesai penulisannya dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra, dengan persetujuan dan kehadiran Ali bin Abi Thalib kw dan seluruh sahabat Radhiyallahu’anhum.
Nah.. sempurnalah sudah keempat makhluk termulia di ummat ini, khulafa’urrasyidin melakukan bid’ah hasanah, Abubakar Asshiddiq ra di masa kekhalifahannya memerintahkan pengumpulan Alqur’an, lalu kemudian Umar bin Khattab ra pula dimasa kekhalifahannya memerintahkan tarawih berjamaah dan seraya berkata : “Inilah sebaik – baik Bid’ah!” (Shahih Bukhari hadits No.1906) lalu pula selesai penulisan Alqur’an dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra hingga Alqur’an kini dikenal dengan nama “Mushaf Utsmaniy”, dan Ali bin Abi Thalib kw menghadiri dan menyetujui hal itu dan seluruh sahabat Radhiyallahu’anhum.
Demikian pula hal yang dibuat – buat tanpa perintah Rasul saw adalah 2X adzan di Shalat Jumat, tidak pernah dilakukan di masa Rasul saw, tidak dimasa Khalifah Abubakar Asshiddiq ra, tidak pula di masa Umar bin khattab ra dan baru dilakukan di masa Utsman bn Affan ra, dan diteruskan hingga kini (Shahih Bukhari hadits No.873). Seluruh madzhab mengikutinya.
Lalu siapakah yang salah dan tertuduh? Siapakah yang lebih mengerti larangan Bid’ah? Adakah pendapat mengatakan bahwa keempat Khulafa’urrasyidin ini tak faham makna Bid’ah?
Mengenai ucapan Al Hafidh Al Imam Assyaukaniy, beliau tidak melarang hal yang baru, namun harus ada sandaran dalil secara logika atau naqli-nya, maka bila orang yang bicara hal baru itu punya sandaran logika atau sandaran naqli-nya, maka terimalah, sebagaimana ucapan beliau :
وهذا الحديث من قواعد الدين لأنه يندرج تحته من الأحكام ما لا يأتي عليه الحصر وما مصرحه وأدله على إبطال ما فعله الفقهاء من تقسيم البدع إلى أقسام وتخصيص الردببعضها بلا مخصص من عقل ولا نقل فعليك إذا سمعت من يقول هذه بدعة حسنة بالقيام في مقام المنع مسندا له بهذه الكلية وما يشابهها من نحو قوله صلى الله عليه وآله وسلم كل بدعة ضلالة طالبا لدليل تخصيص تلك البدعة التي وقع النزاع في شأنها بعد الاتفاق على أنها بدعة فإن جاءك به قبلته وإن كاع كنت قد ألقمته حجرا واسترحت من المجادلة
“Hadits – hadits ini merupakan kaidah – kaidah dasar agama karena mencakup hukum – hukum yang tak terbatas, betapa jelas dan terangnya dalil ini dalam menjatuhkan perbuatan para fuqaha dalam pembagian Bid’ah kepada berbagai bagian dan mengkhususkan penolakan pada sebagiannya (penolakan terhadap Bid’ah yang baik) dengan tanpa mengkhususkan (menunjukkan) hujjah dari dalil akal ataupun dalil tulisan (Alqur’an / hadits),
Maka bila kau dengar orang berkata : “ini adalah bid’ah hasanah”, dengan kau pada posisi ingin melarangnya, dengan bertopang pada dalil bahwa keseluruhan Bid’ah adalah sesat dan yang semacamnya sebagaimana sabda Nabi saw “semua Bid’ah adalah sesat” dan (kau) meminta alasan pengkhususan (secara aqli dan naqli) mengenai hal Bid’ah yang menjadi pertentangan dalam penentuannya (apakah itu bid’ah yang baik atau bid’ah yang sesat) setelah ada kesepakatan bahwa hal itu Bid’ah (hal baru), maka bila ia membawa dalilnya (tentang Bid’ah hasanah) yang dikenalkannya maka terimalah, bila ia tak bisa membawakan dalilnya (secara logika atau ayat dan hadits) maka sungguh kau telah menaruh batu dimulutnya dan kau selesai dari perdebatan” (Naylul Awthaar Juz 2 hal 69-70).
Jelaslah bahwa ucapan Imam Assyaukaniy menerima Bid’ah hasanah yang disertai dalil Aqli (Aqliy = logika) atau Naqli (Naqli = dalil Alqur’an atau hadits). Bila orang yang mengucapkan pada sesuatu itu Bid’ah hasanah namun ia TIDAK bisa mengemukakan alasan secara logika (bahwa itu baik dan tidak melanggar syariah), atau tak ada sandaran naqli-nya (sandaran dalil hadits atau ayat yang bisa jadi penguat) maka pernyataan tertolak. Bila ia mampu mengemukakan dalil logikanya, atau dalil Naqli-nya maka terimalah. Jelas – jelas beliau mengakui Bid’ah hasanah.
Berkata Imam Ibn Rajab :
جوامع الكلم التي خص بها النبي صلى الله عليه وسلم نوعان، أحدهما ما هو في القران قوله تعالى إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي.قال الحسن لم تترك هذه الاية خيرا إلا أمرت به ولا شرا إلا نهت عنه والثاني ما هو في كلامه صلى الله عليه وسلم وهو منتشر موجود في السنن المأثورة عنه صلى الله عليه وسلم انتهى
“Seluruh kalimat yang dikhususkan pada Nabi saw ada 2 macam, yang pertama adalah Alqur’an sebagaimana firman-Nya swt : “Sungguh Allah telah memerintahkan kalian berbuat adil dan kebaikan, dan menyambung hubungan dengan kaum kerabat, dan melarang kepada keburukan dan kemungkaran dan kejahatan” berkata Alhasan bahwa ayat ini tidak menyisakan satu kebaikan pun kecuali sudah diperintahkan melakukannya, dan tiada suatu keburukan pun kecuali sudah dilarang melakukannya. Maka yang kedua adalah hadits beliau saw yang tersebar dalam semua riwayat yang teriwayatkan dari beliau saw. (Jaamiul uluum walhikam Imam Ibn Rajab juz 2 hal 4), dan kalimat ini dijelaskan dan dicantumkan pula pada Tuhfatul ahwadziy).
Jelas sudah segala hal yang baik apakah sudah ada dimasa Rasul saw ataupun belum, sudah diperintahkan dan dibolehkan oleh Allah swt, apakah itu berupa penjilidan Alqur’an, ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu mustalahul hadits, maulid, Alqur’an digital, dlsb. Dan semua hal buruk walau belum ada dimasa Nabi saw sudah dilarang Allah swt, seperti narkotika, ganja, dlsb.
….
@hery
>>>Al Hafizh Ibnu Rajab Al Hanbali ” menyebutkan : Yg dimaksud dengan bid’ah adalah yg tidak memiliki dasar hukum dalam syariat yg mengindikasikan keabsahannya.
==sepakat,karena termasuk amalan yg didukung al ashlu al aam==
>>Adapun yg memiliki dasar dlm syariat yg menunjukkan keberadaannya, maka secara syari’at tidaklah dikatakan sbg bid’ah, meskipun secara bahasa dikatakan bid’ah. Maka setiap orang yg membuat-buat sesuatu lalu menisbatkannya kepada ajaran agama, namun tidak memiliki landasan dari ajaran agama yg bisa dijadikan sandaran, berarti itu adalah kesesatan.
==sepakat,sayangnya banyak amalan yg dilakukan kebanyakan muslimun dg klaim dalil al quran-hadist, oleh sbaigan muslim lain divonis bidah sesat bahkan kafir-musyrik dg klaim dalil pula..contoh: tawasul dan tabarruk. Yg lebih bahaya lagi,ada satu majlis fatwa ulama senior yg memfatwakan(dg klaim al quran) barang siapa meyakini bumi adl bulat, mk org tersebut KAFIR yg hrs diminta taubat dan apabila tidak mau.. harus dibunuh.==
>>Ke 4 contoh diatas adalah bid’ah secara bahasa bukan secara syari’at
==difinisi bidah scr bahasa n syariat setau ane tak ada dalam pendapat sahabat-tabiin. Imam syafii mengkateorikan bid,ah pada Hasanah n dlolalah/sayyiah==
>> Pembukuan Al Qur’an -> ini juga ada landasan syariatnya—>Bukankah di zaman Rosulullah SAW para sahabat ada juga yg menulis dipelepah kurma/ kulit/lain2..???
==spakat, tp pembukuan hadist blm ada pd masa sahabat. Yg ada justru larangan pembukuan hadist dg alasan takut tercampur dg al quran.==
>>Untuk yg ket 3 dan ke 4 sya belum memperdalam, namun sya yakin kalau itu datang dari sahabat rosul, maka itu sudah mendapat jaminan tidak akan sesat untuk diikuti dari rosulullah SAW.
==sepakat,masuk kategori bidah hasanah==
>>Ustad Mamo :
Justru saya bertanya pada antum, katanya ikut Imam Madzhab…?? buktinya Imam Malik berkata seperti itu
== Imam syafii mengkateorikan bid,ah pada Hasanah n dlolalah/sayyiah==
>>dan saya pun sepakat, (karena ini sesuai dg hadits : wakullu bid’atun dlolalah).
==kcwali bidah hasanah atw ada yg menyebutnya bidah bahasa==
@mas Mamo:
>>> Jelas sudah segala hal yang baik apakah sudah ada dimasa Rasul saw ataupun belum, sudah diperintahkan dan dibolehkan oleh Allah swt, apakah itu berupa penjilidan Alqur’an, ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu mustalahul hadits, maulid, Alqur’an digital, dlsb. Dan semua hal buruk walau belum ada dimasa Nabi saw sudah dilarang Allah swt, seperti narkotika, ganja, dlsb.
>>> ya dalam perkara ini, kita sudah dicontohkan oleh sahabat dan tidak akan sesat untuk diikuti. Namun mengenai tahlilan, maulid, lafadz niyat, barzanjian, apakah ada contoh dari sahabat yg mendapat petunjuk itu…???? jadi hal ini menurut hemat saya tdk bisa digeneralisir, Apa yg anda sebutkan semuanya masuk kedalam perkara diluar ibadah mahdhoh (ibadah khusus)—-> tapi masuk kepada mu’amalah (ghoiru mahdhoh), jadi dalam rangka memahami Isi AL Qur’an, Menjaga AL Qur’an, berdakwah, itu adalah perkara yg diharuskan untuk dilakukan. dan Ini beda hukumnya dg ibadah mahdhoh.(Kaidah ushul fiqhnya adalah hukumnya boleh sebelum ada dalil yg melarang). Umar bin khatab tahu bahwa pembukuan al Qur’an ini masuk dlm sarana/perkara dalam rangka terjaganya Al Qur’an (dan Ini bisa jadi menjadi wajib). jadi Islam dalam perkara ini sejalan dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan…bukan….???(termasuk Al Qur’an digital)
.Namun apakah (Tahlilan/barjanzian/bacaan niyat sholat/maulid)–konteksnya sama dg pembukuan AL Qur’an itu….??? beda mas …., ini termasuk kedalam ibadah mahdhah(khusus, yg perlu dalil khusus dlm melaksanakannya).kenapa khusus karena waktu/tatacara/bacaannya khusus.
@ Asy Syaidani :
menurut ulama termasuk Imam Syafi’i bukankah berbeda dg Imam Malik, Imam lainnya…???
Pembagian menurut Imam Syafii itu sebenarnya :
Bid’ah Hasanah —>> dalam hal perkara dunia(sandang, pangan, papan, sarana,ilmu pengetahuan)
Bid’ah dholalah—–>> dalam hal ibadah
Jadi penerapannya tdk berbeda: yg dianggap Imam Syafi’i bid’ah hasanah itu adalah perkara dunia yg menurut Imam lainnya/ulama lainnya itu bukanlah bid’ah. Kalau kita berlainan pendapat bukankah Allah memerintahkan untuk mengembalikan kepada Allah dan Rosul-Nya (Al Qur’an dan Hadits)
kalau kembali pada hadits (wakullu bid’atun dholalalh) -> ini maksudnya adalah dalam hal ibadah mahdhoh (khusus). adapun diluar ibdah mahdah maka bukanlah bid’ah.
tahlilan, niyat, barzanjian, tawasul dan tabarruk—-> masuk kedalam perkara ibadah khusus atau mu’amalah, atau perkara dunia menurut anda..???.
Bid’ah secara bahasa : terdapat dalam lisanul arab oleh ibnu mandzur (bab huruf dal, pasal huruf ‘ain 2/296), demikian juga fatwa ibnu taimiyyah 3/414. Bid’ah adalah hal yg baru dalam agama setelah agama itu sempurna. Atau sesuatu yg dibuat2 setelah wafatnya Nabi SAW berupa kemauan nafsu dan amal perbuatan. Bila dikatakan ,” aku membuat bid’ah” artinya melakukan satu ucapan atau perbuatan tanpa ada contoh sebelumnya.
Asal kata bid’ah : “Allahu Badiusamawati wal ardl” (AL Baqoroh : 117). Yakni Allah menciptakan keduanya tanpa contoh sebelumnya. ( Imam Asy SYatibhi – Al I’tishom 1/49)
Sedangkan secar syari’at :
Imam As-Syatibhi :bid’ah itu adalah satu cara dalam agama ini yg dibuat2, bentuknya menyerupai ajaran syariat yg ada, tujuannya dilaksanakannya adalah untuk berlebih lebihan dalam ibadah kepada Allah (Al I’ tishom 1/53)
@mas hery
>>Pembagian menurut Imam Syafii itu sebenarnya :
Bid’ah Hasanah —>> dalam hal perkara dunia(sandang, pangan, papan, sarana,ilmu pengetahuan)
Bid’ah dholalah—–>> dalam hal ibadah
==ini asumsi atw hasil penerawangan antum? Karena imam syafii memberikan penjelasn bid,ah ini dlm kontek solat tarawih yg jelas ibadah. Jd beliau tdk bahas soal sandang, pangan, papan..??? terus apakah penambahan kata wasohbihi dlm solawat berkaitan dg hal perkara dunia(sandang, pangan, papan, sarana,ilmu pengetahuan) ?? ==
>>kalau kembali pada hadits (wakullu bid’atun dholalalh) -> ini maksudnya adalah dalam hal ibadah mahdhoh (khusus). adapun diluar ibdah mahdah maka bukanlah bid’ah.
==nah,disinilah awal perbedaan pendapat.. karena perbedaan mendefinisikan ibadah mahdhoh (khusus) dan ghoiru mahdah ==
>>tahlilan, niyat, barzanjian, tawasul dan tabarruk—-> masuk kedalam perkara ibadah khusus atau mu’amalah, atau perkara dunia menurut anda..???
==sama dengan penambahan kata wa sohbihi dlm solawat tuh=
.
>>Bid’ah secara bahasa : terdapat dalam lisanul arab …. Dst ..Sedangkan secar syari’at :
Imam As-Syatibhi :bid’ah itu adalah satu cara dalam agama ini yg dibuat2, bentuknya menyerupai ajaran syariat yg ada, tujuannya dilaksanakannya adalah untuk berlebih lebihan dalam ibadah kepada Allah (Al I’ tishom 1/53)
==klw penambahan kata wa sohbihi dlm solawat gimana? bid,ah gak??
@mas hery
Baaimana pendapat antum :
1.penambahan kata -wa sohbihi – dlm solawat. Bid,ah tdk..???
2.riwayat sahih dari imam ahmad bin hambal,dalam sujud beliau membaca [ya allah,ampuni aku, orang tuaku dan Muhammad bin idris as-syafii]selama 40 th. Bid,ah tdk..???
mohon dijawab scr singkat n padat….jazakallah..
Para ulama yg telah membaginya ke dalam Bid’ah Secara bahasa dan Syari’at:
jadi yg dimaksud bid’ah hasanah menurut Imam Syafii masuk kedalam Bid’ah secara bahasa bukan secara syariat (ini maksud saya). Faham kan antum…??? ini bukan bid’ah secara syari’at. Kenapa…? Rosulullah SAW telah mengajarkan bukan…???? dan Umar Bin khatab telah melakukannya.
>>>>>Mengenai penambahan wasohbihi , justru saya tanyakan pada antum….. Apakah antum membaca itu…pakai wasohbihi…??? kalau ya…??kenapa anda membacanya sebelum tahu dalilnya…?? atau ikut2an ulama tanpa dalil, bukannya taklid buta itu diharamkan…??? Ulama yg membacanya itu (memakai wasohbihi) : ulama mana yg anda maksud…?? Siapa pencetusnya, siapa yg memulai…???
Kalau memang ada dalilnya yg marfu’(sampai ke Rosulullah SAW), mauquf (sampai ke sahabat) ataupun maqtu (tabi’in atau tabut’tabii) maka tdk ada yg perlu dipermasalahkan.
Dan saya kalau dalam sholat selalu memakai Sholawat Ibrohimiyyah tanpa wasohbihi, terus antum kalau sholawat dlm tasahud baca yg sholawat yg mana…???
Ok kalau anda sepakat dg Imam Syafi’i , apakah hukum tahlilan, sama dg solat tarawih berjamaah…??? jadi menurut anda itu bid’ah hasanah. Bid’ah yg baik begitu…??? apakah Imam Syafi’i melakukannya…??? Tidak bukan, padahal jelas2 lebih tahu apa yg dimaksud bid’ah hasanah menurut beliau.
@hery
\>>>Para ulama yg telah membaginya ke dalam Bid’ah Secara bahasa dan Syari’at:
==smua ulama dalam mendefinisikan sagala sesuatu (bukan Cuma bid,a doank), selalu Secara bahasa (lughotan) dan Syari’at(syar,an) tu??
>>>Ulama yg membacanya itu (memakai wasohbihi) : ulama mana yg anda maksud…?? Siapa pencetusnya, siapa yg memulai…???
== Lihat;
Fatwa2 majlis ifta ulama Saudi,selalu diakhiri dg:
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد واله وصحبه وسلم
as-syaidani ::
Oya antum kan sering bicara masalah sanad–>>> apakah betul sanadnya sampai ke imam madzhab mengenai tahlilan, barjanzian, maulid, melafalkan niat sholat….???? atau hanya di Indonesia saja…????
>>>Oya antum kan sering bicara masalah sanad–>>> apakah betul sanadnya sampai ke imam madzhab mengenai tahlilan, barjanzian, maulid, melafalkan niat sholat….???? atau hanya di Indonesia saja…????
==1.alhamd..kitab2 klasik yg ane pelajari sanadnya sampai ke pengarang. Kitab al um sanadnaya sampai ke imam syafi’i. sohih bukhori-muslim sampai ke pengarang. Al adzkar.sampai ke imam nawawi.. jadi klw ada tahrif insyaallah tahu.
2.talilan,brjanjian,mauled.. bukan Cuma di Indonesia aja. di yaman,mesir,mesir,syiria,turki,Tunisia,Malaysia,pakistan dll.. hampir dismua belahan dunia muslim. Meski caranya mungkin berbeda2.Bahkan di arab Saudi jua ada meski sembunyi2 krn intimidasi aparat. mengenahi dalil2nya..puluhan kitab tu yg membahasnya? Melafalkan niyat..madhab syafi’I+maliki+hanafi mengatakan sunnah untuk memperkuat niat dlm hati?
baca tuh kitab2 madzhibul arba’ah? disitu dah dijelaskan dalil2nya=
==smua ulama dalam mendefinisikan sagala sesuatu (bukan Cuma bid,a doank), selalu Secara bahasa (lughotan) dan Syari’at(syar,an) tu??
Maksudnya apa antum bicara seperti itu…??? ya iya itu sudah jelas (semua ada lugoh dan syara nya-> namun yg dipakai dalam hukum adalah menurut syara’), bukankah antum yg tanya yg tdk tahu bid’ah secara bahasa kmudian tanya ke ana…???
>>>Ulama yg membacanya itu (memakai wasohbihi) : ulama mana yg anda maksud…?? Siapa pencetusnya, siapa yg memulai…???
== Lihat;
Fatwa2 majlis ifta ulama Saudi,selalu diakhiri dg:
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد واله وصحبه وسلم
Fatwa dimana yg antum baca….???
>>>alhamd..kitab2 klasik yg ane pelajari sanadnya sampai ke pengarang. Kitab al um sanadnaya sampai ke imam syafi’i. sohih bukhori-muslim sampai ke pengarang. Al adzkar.sampai ke imam nawawi.. jadi klw ada tahrif insyaallah tahu.
Oh Iya kalau kitab2 itu memang pengarangnya mereka. Insya Allah tahu…, ya alhamdulillah kalau sudah tahu, nanti berbagi ilmu dg sya toh mas…, namun perlu hati2 dalam menafsirkan fatwa mereka.
>>.talilan,brjanjian,mauled.. bukan Cuma di Indonesia aja. di yaman,mesir,mesir,syiria,turki,Tunisia,Malaysia,pakistan dll.. hampir dismua belahan dunia muslim.
Meski caranya mungkin berbeda2.
>>> mereka itu tahlilan atau takziah…??? perlu dicek data keshahihannya,
Bahkan di arab Saudi jua ada meski sembunyi2 krn intimidasi aparat. mengenahi dalil2nya..puluhan kitab tu yg membahasnya?
>>>>>> Saya tanya pada antum, negara yg diberkahi oleh Allah SWT ada dimana…?? bukankah arab saudi…???yg disana tempatnya kiblat muslimin dan dihadits Rosul bahwa Islam ini akan kembali ke tempatnya semula sebagaimana ular kembali kepada sarangnya. Seandainya ulama disana sesat, maka Allah tdk akan membiarkan mereka hidup disana, pasti Allah akan tipakan azab. Mereka Ulama arab saudi ingin mengembalikan Islam ini sesuai Al Qur’an dan As-Sunnah, sebagaimana dijalankan oleh Rosulullah SAW beserta para sahabatnya.
Melafalkan niyat..madhab syafi’I+maliki+hanafi mengatakan sunnah untuk memperkuat niat dlm hati?
baca tuh kitab2 madzhibul arba’ah? disitu dah dijelaskan dalil2nya=
Jika kamu berbeda pendapat ttg sesuatu, maka kembalikan kpd AL Qur’an dan As-Sunnah…?? Imam AHmad tidak termasuk kah…??? ya karena dia ahli hadits, jadi dia tdk akan berfatwa kalau bertentangan dg hadits. Adapun ulama madzhab-> mereka berijtihad seperti itu (kalau itu memang benar, namun setahu saya mereka tdk mengajarkan usolii fardlo…..dst). Beda dg kita sekarang, sudah banyak ahli hadits (mulai dari Imam Ahmad, Imam Bukhari, dll). jadi saya lebih memilih kepada para ahlul hadits. Karena mereka lah yg lebih tahu ttg penjelasan hadits.
@hery
>>ya iya itu sudah jelas (semua ada lugoh dan syara nya-> namun yg dipakai dalam hukum adalah menurut syara’),
== lho, knp taraweh anda katakan bid’ah bahasa/lugoh. Padahal berbicara ttg hukum agama. Trus klw menurut antum taraweh ada contohnya dari rasul mengapa jg masih dikatakan bid’ah mski lughotan?
>>> mereka itu tahlilan atau takziah…??? perlu dicek data keshahihannya,
==Dah di cek tu..banyak kitabnya.. intinya mendoakan mayyit, ada istilah kirim doa dll. Di sekitar masyarakat ana pun cara tahlilannya berbeda2, bacaannya jg gak mesti sama persis? Terkait khilafiyah ni insya ane dah punya refrensi cukup banyak.. ya masih cari lagi sih==
>> Saya tanya pada antum, negara yg diberkahi oleh Allah SWT ada dimana…?? bukankah arab saudi…???
== sabda rasul SAW “Ad dinu yamanun”-Agama adalah Yaman” tu
>>yg disana tempatnya kiblat muslimin
=klw dalam sholat iya, klw dalam do’a banyak ulama yang mengatakan kiblatnya langit. Klw dalam politik beda lagi.. he..he..he..=
>>dan dihadits Rosul bahwa Islam ini akan kembali ke tempatnya semula sebagaimana ular kembali kepada sarangnya.
= tepatnya Madinah, bukan najed=
>> Seandainya ulama disana sesat, maka Allah tdk akan membiarkan mereka hidup disana, pasti Allah akan tipakan azab.
==penguasa Saudi selalu berubah2 tuh. Klw besok Saudi dikuasai Iran, apa kita juga hrs ikut akidah Rofidlohnya?
>>Mereka Ulama arab saudi ingin mengembalikan Islam ini sesuai Al Qur’an dan As-Sunnah, sebagaimana dijalankan oleh Rosulullah SAW beserta para sahabatnya.
== katanya, sih begitu?
>>Melafalkan niyat..madhab syafi’I+maliki+hanafi mengatakan sunnah untuk memperkuat niat dlm hati?
baca tuh kitab2 madzhibul arba’ah? disitu dah dijelaskan dalil2nya
=al hamd.. sudah=
>>Jika kamu berbeda pendapat ttg sesuatu, maka kembalikan kpd AL Qur’an dan As-Sunnah…?? Imam AHmad tidak termasuk kah…???
==imam ahmad imamnya Hadist begitu juga imam2 yg lain=
>>kalau itu memang benar, namun setahu saya mereka tdk mengajarkan usolii fardlo…..dst).
== bentul, intinya mereka mengatakan melafalkan niyat itu sunnah. Adapun lafalnya terserah asal sesuai niat hati. Karena ucapan itu untuk memperkuat. Tidak melafalkan ya tidak apa2. Ane sendiri kebanyakan tidak melafalkan niyat.. lha yg mau melafalkan ya monggo?
>>jadi saya lebih memilih kepada para ahlul hadits. Karena mereka lah yg lebih tahu ttg penjelasan hadits.
==semua imam madhab 4 ahli hadist semua tuh..imam al bukhori sendiri dalam fiqih beguru pd al muzani murid imam syafi’i”
mantaaaab bro ……….
@mas mamo
ya.. masih belajar mas mamo? ngaji bareng?
1. == lho, knp taraweh anda katakan bid’ah bahasa/lugoh. Padahal berbicara ttg hukum agama. Trus klw menurut antum taraweh ada contohnya dari rasul mengapa jg masih dikatakan bid’ah mski lughotan?
Bukannya antum yg bilang Imam Syafi’i mengatakan : contohnya bid’ah hasanah itu …sholat tarawih BERJAMAAH?? Justru sya yg bertanya kpa anda/teman anda kenapa spakat dg Imam Syafi’i….??? gimana antum ini….
2. ==Dah di cek tu..banyak kitabnya.. intinya mendoakan mayyit, ada istilah kirim doa dll. Di sekitar masyarakat ana pun cara tahlilannya berbeda2, bacaannya jg gak mesti sama persis? Terkait khilafiyah ni insya ane dah punya refrensi cukup banyak.. ya masih cari lagi sih==
>>> Apakah Para Imam Madzhab melakukan Tahlilan…???
3. == sabda rasul SAW “Ad dinu yamanun”-Agama adalah Yaman” tu
>>yg disana tempatnya kiblat muslimin
=klw dalam sholat iya, klw dalam do’a banyak ulama yang mengatakan kiblatnya langit. Klw dalam politik beda lagi.. he..he..he..=
Hhhe…
4. tepatnya Madinah, bukan najed=
Ada dimana tuh madinah …yaman atau Saudi,,,???
5. ==penguasa Saudi selalu berubah2 tuh. Klw besok Saudi dikuasai Iran, apa kita juga hrs ikut akidah Rofidlohnya?
Hhe, anda pasti tau jawabannya.
6. == katanya, sih begitu?
Ya mudah2an semua ulama semuanya begitu toh….???hhe
7. >>Melafalkan niyat..madhab syafi’I+maliki+hanafi mengatakan sunnah untuk memperkuat niat dlm hati?
baca tuh kitab2 madzhibul arba’ah? disitu dah dijelaskan dalil2nya
=al hamd.. sudah=
Kitab dikarang siapa tuh…?? Saya Tanya di al umm, al muwatho’ apakah seperti itu…???
8. ==imam ahmad imamnya Hadist begitu juga imam2 yg lain=
Yup sepakat lah…
9. == bentul, intinya mereka mengatakan melafalkan niyat itu sunnah. Adapun lafalnya terserah asal sesuai niat hati. Karena ucapan itu untuk memperkuat. Tidak melafalkan ya tidak apa2. Ane sendiri kebanyakan tidak melafalkan niyat.. lha yg mau melafalkan ya monggo?
Rosulullah SAW melafalkan niyat tidak anda ikut madzhab atau Rosulullah SAW…???
Bukankah kita harus ta’at sama rosulullah SAW.
10. ==semua imam madhab 4 ahli hadist semua tuh..imam al bukhori sendiri dalam fiqih beguru pd al muzani murid imam syafi’i”.
Betul tapi Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad, Imam hadits Lainnya lebih diakui para ulama bukan??? Karena mereka tidak hanya mengumpulkan hadits, namun mereka menyeleksi dan memilah mana hadits shahih mana yg hasan, palsu dhaif, atau palsu.
@hery
>>contohnya bid’ah hasanah itu …sholat tarawih BERJAMAAH?? Justru sya yg bertanya kpa anda/teman anda kenapa spakat dg Imam Syafi’i?
=artinya, dari perkataan Umar RA ,”sebaik2nya bid’ah adalah ini (jamaah tarawih)”. Mengindikasikan “jamaah” secara beramai2 ini gak pernah dilakukan di masa rosul.dan baru di mulai dimasa Umar..dan ketika hal ini menyangkut ibadah.. maka gak bisa dikatakan bid’ah lughotan.. tapi bid’ah hasanah”
>>> Apakah Para Imam Madzhab melakukan Tahlilan…???
=klw tahlilan yg di maksud adalh tahlilan persis yang ada saat ini, kayaknya gak itu,tapi yg jelas imam Ahmad, imam ibnu taimiyah bahkan syeh Ibnu Jibrin (salah satu ulama salafi saudi) mengatakan pahala fatihah dan bacaan2 zikir lain pahalanya bisa sampai kpd mayyit. Dan bacaan2 dzikir itu ya terserah orang yang membacanya.. mau tahlil, yasin, ayat kursi..dll.
>>Hhe, anda pasti tau jawabannya.
==klw andai besok iran menguasai Saudi klw mengacu ulasan antum ya jadinya rofidloh ini yang mendapat berkah karena menguasai Saudi. Bahkan amerika juga, yang katanya saat ni dah “menguasai” saudi?Toh amerika malah semakin Berjaya n menjadi2?
>>Ya mudah2an semua ulama semuanya begitu toh….???hhe
=Amin.. ya rabbal alamin.. Hafidlohumullah..=
>>Kitab dikarang siapa tuh…?? Saya Tanya di al umm, al muwatho’ apakah seperti itu…???
=lho, kan tadi antum yang nyuruh baca karangan imam nawawi?=
>>Rosulullah SAW melafalkan niyat tidak anda ikut madzhab atau Rosulullah SAW…???
Bukankah kita harus ta’at sama rosulullah SAW.
=klwpun beliau tidak melafalkan, itu juga bukan berarti beliau melarang? Para imam pun ketika menetapkan sunnahnya melafalkan niyat juga mengacu pada dalil? Bahkan pendapat ini yang saat ni didukung hamper mayoritas muslim kcwli madhab hambali”==
1) artinya, dari perkataan Umar RA ,”sebaik2nya bid’ah adalah ini (jamaah tarawih)”. Mengindikasikan “jamaah” secara beramai2 ini gak pernah dilakukan di masa rosul.dan baru di mulai dimasa Umar..dan ketika hal ini menyangkut ibadah.. maka gak bisa dikatakan bid’ah lughotan.. tapi bid’ah hasanah”
>>>Menurut hemat saya : rosulullah SAW pernah melakukan secara berjama’ah, namun hanya beberapa hari (ini ada haditsnya), dan umar melakukan selama sebulan penuh (kalau nda salah), terus umar inilah sebaik2nya bid’ah. Ok lah menurut Mas , seperti itu (bid’ah hasanah). Namun ulama memasukannya kepada bid’ah lughowi, dan bukan bid’ah secara syari’at (karena sesuai hadits bahwa setiap bid’ah itu sesat), yg dimaksud bid’ah disini adalah bid’ah menurut syari’at.
Ibnu Hajar dlm fathul bari (13/253) “ yg dimaksud dg al muhdatsah/perkara yg diada2kan ialah
Setiap perkara yg diada2kan dan tdk ada dasarnya dalam syariat, dan dalam istilah syari’at disebut bid’ah. Dengan demikian bid’ah dalam pengertian syari’at pasti tercela. Beda halnya dengan pengertian bahasa, karena setiap hal2 yg diada adakan tanpa ada contoh dari sebelumnya disebut bid’ah, baik hal itu terpuji maupun tercela.
Jadi bid’ah yg dimaksud dalam hadits adalah bid’ah menurut syari’at bukan lughowi yg sesat itu. (sholat tarawih berjama’ah ini bid’ah secara lughowi) memang baru, tapi rosul tlah mencontohkannya beberapa hari.
2) =klw tahlilan yg di maksud adalh tahlilan persis yang ada saat ini, kayaknya gak itu,tapi yg jelas imam Ahmad, imam ibnu taimiyah bahkan syeh Ibnu Jibrin (salah satu ulama salafi saudi) mengatakan pahala fatihah dan bacaan2 zikir lain pahalanya bisa sampai kpd mayyit. Dan bacaan2 dzikir itu ya terserah orang yang membacanya.. mau tahlil, yasin, ayat kursi..dll.
Saya blm mengecek ini. Namun berbeda dg yg dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
3) ==klw andai besok iran menguasai Saudi klw mengacu ulasan antum ya jadinya rofidloh ini yang mendapat berkah karena menguasai Saudi. Bahkan amerika juga, yang katanya saat ni dah “menguasai” saudi?Toh amerika malah semakin Berjaya n menjadi2?
>>>Insya Allah, Allah tdk akan mengijinkan ini terjadi.
4) =Amin.. ya rabbal alamin.. Hafidlohumullah..=
Sepakat………
5) =lho, kan tadi antum yang nyuruh baca karangan imam nawawi?=
Yup ga apa2, antum yakin dg itu, silahkan saja…, kita tanggung jawab masing2, yg penting jaga ukhuwah…,
6) =klwpun beliau tidak melafalkan, itu juga bukan berarti beliau melarang? Para imam pun ketika menetapkan sunnahnya melafalkan niyat juga mengacu pada dalil? Bahkan pendapat ini yang saat ni didukung hamper mayoritas muslim kcwli madhab hambali”==
Sya ingin mengikuti Rosulullah SAW, meskipun berbeda dg 3 Imam Madzhab (namun sya jg perlu cek ulang fatwa mereka seperti apa…). Larangan dlm ibadah ini adalah larangan umum hadits (man amila amalan alaisa alaihi amrunaa fawuha roddun), kalau ana memasukan itu ke dalam hadits ini dan antum tdk memasukannya…tdk apa lah kita berbeda juga…, yg penting jaga ukhuwah. Smga kita dapat petunjuk Allah SWT
@hery
>>Saya blm mengecek ini. Namun berbeda dg yg dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
==silahkan dicek pada fiqih2 madzhab hambali.. menurut qoul yang rojih dan diriwayatkan dari imam ahmad.. pahala fatihah bisa sampai mayyit, begitu juga bcaan dzikir yang lain. Soal perbedaan dg cara yang dilakukan di Indonesia menurut HEMAT ana gak masalah. Apapun yang dibaca,yang penting kalimah toyyibah.. Bahkan diindonesia pun caranya juga berbeda2=
= oh, ya. saran ana jangan keburu-buru menentang sesuatu yang dilakukan muslim lain dg alasan tidak ada dalilnya.. karena, bisa jadi sebenarnya amalan tersebut ada dalilnya namun antum belum menemukannya karena ilmu agama ini luas=
>>Sya ingin mengikuti Rosulullah SAW, meskipun berbeda dg 3 Imam Madzhab (namun sya jg perlu cek ulang fatwa mereka seperti apa…). Larangan dlm ibadah ini adalah larangan umum hadits (man amila amalan alaisa alaihi amrunaa fawuha roddun), kalau ana memasukan itu ke dalam hadits ini dan antum tdk memasukannya…tdk apa lah kita berbeda juga…, yg penting jaga ukhuwah. Smga kita dapat petunjuk Allah SWT>>
=monggo …sepakat=
dr atas sampe Bawah saya baca mas hery penjelasannya muterrrr ga jelas,taktik lama stock baru Hit and Run…
Padahal inti masalahnya cuma satu :
Antara HEMAT SAYA Vs HEMAT PARA ULAMA JUMHUR SERTA PARA AHLI HADIST…
>>>> silahkan dicek pada fiqih2 madzhab hambali.. menurut qoul yang rojih dan diriwayatkan dari imam ahmad.. pahala fatihah bisa sampai mayyit, begitu juga bcaan dzikir yang lain. Soal perbedaan dg cara yang dilakukan di Indonesia menurut HEMAT ana gak masalah. Apapun yang dibaca,yang penting kalimah toyyibah.. Bahkan diindonesia pun caranya juga berbeda2=
Oleh karena itu dalam hal ibadah ini saya berprinsip pada hadist : Barang siapa melaksanakan suatu amalan yg tidak ada perintah kami maka amalan itu tertolak. (HR. Muslim : 1718). Agama ini sudah sempurna, khususnya dalam rangka ibadah mahdah, karena Rosulullah SAW telah menyampaikan semuanya. Apakah Rosulullah SAW, melakukan tradisi seperti itu…yg telah menyerupai syari’at…???. Kewajiban kita dalam agama ini adala h ittiba’ kepada Rosulullah SAW dan Parasahabatnya, sebagaimana hadits tentang Iftiroqul ummah (terpecahnya ummat ini menjadi 73 golongan, dan hnaya 1 yg masuk surga, yaitu yg aku dan sahabatku berada diatasnya). masalah agama ini kita kembalikan kepada AL Qur’an dan As-Sunnah. Sya tanya antum jug apakah ikut tahlilan dan juga kirim2 fatihah…???? ok lah…nda perlu dijawab…(Insya Allah ana faham, apa yg dimaksud antum), toleransi memang betul perlu, adapun apa yg kita yakini ini bukan untuk saling memojokkan …namun untuk berbagi ilmu…dengan tetap tdk saling memaksakan…(karena Hidayah itu kewenangan Allah SWT), kewajiban kita hanya menyampaikan. Karena memang ilmu dan pemahaman umat ini berbeda2…,oleh karena itu penyampaian secara ikhsan yg diperlukan apa2 yg tlah kita yakini kebenarannya.
= oh, ya. saran ana jangan keburu-buru menentang sesuatu yang dilakukan muslim lain dg alasan tidak ada dalilnya.. karena, bisa jadi sebenarnya amalan tersebut ada dalilnya namun antum belum menemukannya karena ilmu agama ini luas=
Yup sepakat…., sya pun sangat hati2 dlm masalah ini. kita bukan dalam rangka menyalah2 kan…, namun memberikan informasi yg berimbang khususnya dalam blog ini…., biarkanlah Sang Pembaca memilih sendiri, dan mudah2an termotivasi untuk belajar terus menerus dalam agama ini, denga demikian ummat Islam ini berilmu sebelum beramal..dan terbebas dari kebodohan/sikap mengabaikan/tak peduli pada ajaran agama.
asw. kebenaran ditangan Allah yang mnentukan, tapi tolong coba yg tdk mau solawat badar, ssekali serbu saja tuh … lagu wajib nasional, … lagu2 hiburan rock, campursari yg jelas2 ma’siyat, kalau beraninya hanya krn beda ormas, tolong hentikan krn kmi orang awam merasakan betapa solawat yg dituduhkan tdk dari nabi diakui ato tdk telah mampu menciptakan generasi yang santun dan menghargai pendapat orang lain. dibahas sampai kapanpun tak akan selesai. biarlah nurani mereka. bayangkan jika umat islam tdk memiliki sa’ir2 memuji rosulnya. ya….. lagu cicak rowo dll yg mereka hapal. beristigfarlah. wass.
Setuju sama mas taid.
Sy selaku manusia awam.. juga heran kalo misalnya syair2 pujian kepada rosul yg baek dipermasalahkan.
Sementara syair2 bathil, tetap dibiarkan.
Apa gak aneh.. . ..??
Pada masa itu orang-orang PKI mengumandangkan lagu genjer-genjer, kalau kita perhatikan lagu genjer-genjer itu aroma mistisnya sangat kental, bikin merinding, tapi mistis lagu genjer-genjer itu lenyap ditelan kewibawaan shalawat badr. Masya Allah, keren nih forumnya siiip, makasih semuanya
gila tu hery
Watak wahabi ya seperti itu..keras kepala…merasa paling benar sendiri dan mau menang sendiri…
Yup baca juga tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/10/09/ada-apa-salafy/