Ditengarai ada 3 cara penjajah China Komunis memadamkan semangat generasi berikut muslim Uighur untuk kemerdekaan yakni,
1. “MELUPAKAN” nama Turkistan Timur dan diganti dengan Xinjian yang artinya perbatasan atau daerah baru.
2. “MEMBANJIRI” Xinjian dengan suku Han.
Suku Han adalah suku terbesar di dunia yakni sekitar 19% dari populasi penduduk dunia dan mayoritas (sekitar 90%) bangsa China berasal dari suku ini.
Persentase suku Han di Xinjiang meningkat secara drastis dari 6% (1949) hingga lebih dari 40% (2001)
3. MENSEKULERKAN umat Islam di Xinjiang dan bahkan diperluas keseluruh wilayah China.
Contohnya China Komunis memperluas agenda mensekulerkan umat Islam ke kota Linxia yang berada di Provinsi Ganzu, China
Kota ini berjarak sekitar 150 Km sebelah selatan Lanzhou ibu kota Provinsi Ganzu China.
Penduduk Linxia mayoritas sekitar 75% adalah muslim dan kebanyakan dari suku Hui.
Ada banyak masjid baik yang berasitektur Arab juga terdapat banyak masjid berasitektur Cina bertebaran di Linxia, karena itu Linxia sering disebut sebagai kota Mekah kecil (Little Mecca) di Cina.
Sayangnya, komunitas Muslim di daerah ini mengalami sejumlah tekanan.
Para pelajar di atas 16 tahun dibatasi untuk belajar Islam di masjid-masjid.
Bahkan, sertifikasi imam semakin dikurangi sebagaimana yang diberitakan pada http://ummatpos.com/22213/hadapi-tekanan-berat-muslim-hui-khawatir-islam-hilang-dari-kehidupan-mereka/
***** awal kutipan *****
Selain itu, otoritas lokal juga mewajibkan setiap masjid mengibarkan bendera nasional dan tidak lagi dibolehkan mengumandangkan azan dari pengeras suara.
Selama ini, China memberlakukan aturan sangat ketat kepada Muslim Uighur di Xinjiang.
Rupanya, pengetatan aturan ini mulai diperluas di Linxia, padahal letaknya di timur jauh dari Xinjiang.
“Anginnya kini bergeser dalam beberapa tahun terakhir. Terus terang saya takut mereka akan menerapkan model Xinjiang di sini,” ucap salah satu imam yang tidak ingin disebut namanya.
Dia menambahkan otoritas China ingin membuat generasi muda Muslim di sana menjadi sekuler. “Hari-hari ini anak-anak tidak dibolehkan percaya pada agama, hanya pada komunisme dan partai,” ucap dia.
Musim dingin adalah waktu yang tepat bagi lebih dari 1.000 anak muda Muslim di Linxia belajar Islam di masjid. Kini, mereka tidak lagi bisa melakukannya.
Para orangtua juga diharuskan melarang anak-anaknya belajar Alquran. Ini agar anak-anak fokus pada materi pendidikan sekuler.
“Kami takut, sangat takut. Jika terus seperti ini, maka satu atau dua generasi lagi tradisi kami akan lenyap,” ucap Ma Lan, 45 tahun sembari menangis
***** akhir kutipan *****
Gerakan China Komunis mensekulerkan umat Islam di China juga diperluas ke negara lain
Contohnya terungkap oleh Wikileaks tentang agenda Partai Komunis China bersama Partai Demokrat AS untuk mensekulerkan muslim di Indonesia.
Wikileaks mengungkapkan bahwa menurut Dirjen Urusan Asia Kemlu China Hu Zhengyue,
“China memantau betapa ada peningkatan gesekan antar etnis dan agama di Indonesia. Pemerintah China pun ingin mendorong sekularisasi muslim di Indonesia” .
“Beijing ingin mempromosikan Islam sekuler di Indonesia,” kata Hu kepada John sebagaimana yang terungkap pada http://news.detik.com/berita/1525176/wikileaks-china-berencana-sekulerkan-muslim-ri
Koneksi Partai China Komunis dengan Partai Demokrat AS melalui James Riady (putra dari Mochtar Riady)
James Riady yang merupakan sahabat Clinton, dibantu oleh Ted Sioeng, dan dengan dukungan penuh oleh Intelijen Militer Tiongkok (CMI) membentuk sebuah jaringan bernama “China Connection”, jaringan yang menghubungkan para pengusaha keturunan Tionghoa.
Di dalam jaringan tersebut juga terdapat pengusaha-pengusaha lainnya seperti Yah Lin Trie, Johnny Chung, dan Maria Hsia sebagaimana yang dikabarkan pada http://id.wikipedia.org/wiki/Kontroversi_dana_kampanye_Amerika_Serikat_1996
***** awal kutipan *****
James Riady juga merupakan salah satu tokoh yang paling bertanggung jawab terhadap kejatuhan presiden Soeharto pada tahun 1998.
Sebagaimana ketika beliau membangun “China Connection” dengan dukungan CMI bersama Ted Sioeng, serta pengusaha-pengusaha Tionghoa lainnya seperti Yah Lin Trie, Johnny Chung, dan Maria Hsia, yang berhasil memenangkan Clinton hingga dua masa bakti berturut-turut.
James, yang pada saat itu juga merupakan presiden direktur Bank Central Asia (BCA), juga menggandeng tokoh-tokoh CSIS seperti Jacob Soetoyo, Sofyan Wanandi, dan Jusuf Wanandi, serta para tokoh kiri anti-Islam untuk melengserkan presiden Soeharto pada tahun 1998.
Motif menjatuhkan presiden Soeharto tersebut dilatarbelakangi oleh dipecatnya L.B. Moerdani sebagai Menteri Pertahanan, Keamanan dan Panglima Angkatan Bersenjata, kemudian menggantinya dengan para perwira dari kalangan muslim taat.
Mereka melakukan berbagai macam cara seperti merekayasa peristiwa 27 Juli 1996, seolah-olah penunjukan Suryadi sebagai ketua dewan tahfiz Partai Demokrasi Indonesia (PDI) merupakan intervensi pemerintah, belakangan pula diketahui hubungan antara Sofyan Wanandi dengan Partai Rakyat Demokratik (PRD).
Selain itu, mereka juga memobilisasi massa pada awal 1998 dari berbagai universitas seperti Universitas Atmajaya dan Universitas Trisakti untuk mendesak pengunduran diri Presiden Soeharto.
Clinton pernah melakukan kunjungan kenegaraannya ke Indonesia pada tahun 1994, untuk meminta presiden Soeharto agar mengembalikan jabatan Moerdani di ABRI. Clinton bahkan mengancam akan melakukan blokade ekonomi jika jabatan Moerdani tidak dikembalikan seperti semula kepada ABRI sebagaimana yang disampaikan oleh Sri Bintang Pamungkas dalam video pada http://www.youtube.com/watch?v=gnn40Or-Kac dengan judul “Indonesia Dicaplok China?”
Dan ternyata terbukti, rekayasa kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga mencapai Rp 10.000 memang dirancang untuk menggulingkan Soeharto.
Keberhasilan James Riady dalam merekayasa kemelut perekonomian dan perpolitikan nasional Indonesia ternyata tidak sebanding dengan kemampuannya dalam mendongkrak citra Clinton sebagai presiden AS dua kali berturut-turut.
Setelah pergantian rezim baru di AS dengan hadirnya George W. Bush dari Partai Republik, dibongkarlah modus operandi yang menyangkut bantuan pengusaha Tionghoa kepada Clinton, yang di dalamnya terdapat nama James Riady.
Dalam hasil penyelidikan berjudul “James Riady Pleads Guilty Will Pay Largest Fine In Campaign Finance History For Violating Federal Election Law”, James Riady berkomplot dengan karyawan lamanya, John Huang, untuk mendanai kampanye Partai Demokrat AS yang dianggap “ilegal” sejak 1988 hingga 1994.
Atas kasus ini, James Riady didenda sebesar 8,6 juta dolar AS atau sekitar Rp 60.200.000.000 (kurs rupiah terhadap dolar AS pada saat itu adalah Rp 7.000)
Sumber: http://www.washingtonpost.com/wp-srv/aponline/20010111/aponline200940_000.htm
James juga dicegah masuk ke AS selama 2 tahun sebagaimana yang ditulis he Washington Post, 5 Januari 2010
Sumber: http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2010/01/04/AR2010010403106.html
***** akhir kutipan *****
James Riady pengusaha yang membantu pembangunan kantor pusat PBNU di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat sebagaimana yang diberitakan pada http://www.beritasatu.com/nasional/400101/james-riady-pengusaha-ikut-membantu-nu
James Riady pula melalui Lippo Group membentuk usaha patungan bersama PBNU untuk mendirikan rumah sakit umum di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah sebagaimana yang diberitakan pada http://ekonomi.bisnis.com/read/20180320/12/752002/nu-lippo-bikin-usaha-patungan-dirikan-rumah-sakit
Jadi berdasarkan kenyataan yang terungkap oleh Wikileaks, tampaknya agenda mensekulerkan umat Islam di Indonesia ditengarai (diduga) terkait dengan mereka yang mengaku sebagai ABRI “Merah Putih” yakni para perwira yang mengaku sebagai nasionalis namun pada kenyataannya adalah mereka yang condong kepada paham Sekularisme.
Mereka menggelari “lawan” atau saingan mereka sebagai ABRI “Hijau” yakni perwira yang dekat dengan Islam dan pesantren sebagaimana contoh kajian pada http://tirto.id/abri-merah-putih-vs-abri-hijau-sentimen-agama-di-tubuh-tentara-c1cl
***** awal kutipan *****
Menurut Salim Said, “[…] mereka yang disingkirkan Soeharto [pada era 1990-an] menyebut diri mereka ABRI Merah Putih dan menggelari lawannya, yakni mereka yang dipakai Soeharto, sebagai ABRI Hijau” (hlm. 154).
Menurut Kivlan, apa yang disebut ABRI Merah-Putih adalah “tentara yang dianggap nasionalis dan tidak membawa bendera agama.”
Sementara yang disebut ABRI Hijau adalah “tentara yang berasal dari subkultur Islam dan dekat dengan tokoh-tokoh Islam seperti ulama, kyai dan pemimpin ormas Islam” (hlm. 77).
Pendapat Kivlan diperkuat Fadli Zon dalam Politik Huru-Hara Mei 1998 (2004). Menurutnya, “Istilah ABRI Hijau ini dipakai untuk MENYUDUTKAN mereka yang dekat dengan kalangan Islam, BERARTI TIDAK MERAH PUTIH” (hlm. 21).
Di zaman Benny Moerdani begitu berkuasa, kelompok yang disebut ABRI Hijau ini dianggap terzalimi.
Mereka yang dianggap terzalimi itu di antaranya Mayor Jenderal Feisal Tanjung (yang lebih dari tiga tahun jadi Komandan Seskoad di Bandung) dan Mayor Jenderal Raden Hartono (yang jadi Panglima Brawijaya di Jawa Timur).
***** akhir kutipan *****
Mantan Pangab Benny Moerdani adalah salah satu contoh tokoh SEKULER dari kalangan TNI.
Jika ingin mendalami bagaimana PERPOLITIKAN dan KEBIJAKAN di NKRI SANGAT TERKAIT dengan PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA DUA KUBU di TNI silahkan baca buku berjudul “Dari Gestapu ke Reformasi – Serangkaian Kesaksian” karya Salim Said peneliti peran politik TNI yang mengumpulkan hasil wawacaranya dengan para petinggi TNI ketika berprofesi wartawan.
Contohnya dapat dibeli seharga Rp 55ribu pada http://www.tokopedia.com/terasbuku/salim-said-dari-gestapu-ke-reformasi
Pada hal 312, Salim Said menuliskan bahwa “Komando Jihad” yang DICIPTAKAN dan DIHANCURKAN adalah salah satu cara Ali Murtopo “meneror” kekuatan politik Islam, terutama menjelang Pemilihan Umum 1971.
Pada masa awal kekuasaan setelah membereskan PKI, target Soeharto berikutnya adalah “membereskan” kekuatan Islam politik.
Salim Said menyampaikan bahwa yang mula-mula menjadi operator melaksanakan kebijakan anti-Islam Soeharto adalah Ali Murtopo namun pada masa tuanya sikap Soeharto memang terlihat berangsur berubah terhadap Islam.
Pada hal 315, Salim Said menyampaikan
***** awal kutipan *****
”Perubahan keber-agama-an yang terjadi pada Soeharto kemungkinan besar bisa juga dimengerti jika melihatnya dari segi latar belakangnya yang abangan itu.
Tapi dari titik pandang politik, yang saya duga ikut mendorong perubahaan itu adalah keberhasilan Soeharto melumpuhkan kekuatan Islam politik. Artinya kekuatan Islam politik bukan ancaman lagi bagi kekuasaan sang Presiden.
Masih dari sudut politik, perubahan itu juga kemungkinan muncul dari kecemasan terhadap berbaliknya kekuatan-kekuatan yang dulu dipelihara dan dimanfaatkan Soeharto- antara lain menggunakan Murtopo dan Moerdani – untuk memojokkan kekuatan Islam politik.
Menarik untuk diingat bahwa pada awal tahun sembilan puluhan, kekuatan-kekuatan yang pada awalnya merupakan pendukung penting Soeharto, terutama dalam menghadapi Islam, secara perlahan mulai “berbalik gagang” bersamaan dengan berubahnya sikap Soeharto terhadap Murtopo dan Benny. Gejala perubahaan politik ini semakin mencolok setelah ICMI terbentuk.
***** akhir kutipan ******
Salim Said kemudian menuliskan,
Nama Benny, Edi Sudrajat, dan Try Sutrisno disebut-sebut sebagai dekat dengan kekuasaan anti-ICMI (baca:anti-Soeharto) tersebut.
Harry Tjan menampik kedekatan Benny kepada aktivis-aktivis yang kritis terhadap Soeharto itu. “Benny tidak berani melawan Soeharto”, kata Harry.
Moerdani memang tidak berani secara frontal melawan Soeharto, juga ketika masih menduduki posisi penting. Kendati demikian, sebagai pengagum Jendral Sudirman, sebagai seorang patriot, Moerdani juga tidak bisa tinggal diam ketika Soeharto sudah dipandangnya sebagai telah membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Dengan sikap itulah saya duga, Moerdani bersedia hadir dalam sebuah diskusi terbatas Yayasan Pembangunan Pemuda Indonesia (YPPI) di rumah Fahmi Idris pada suatu malam pada paruh pertama 1991
Dalam pertemuan itu, Salim Said menuliskan bahwa
***** awal kutipan *****
Benny Moerdani mengusulkan mengenai “gerakan massa” sebagai jalan untuk menurunkan Soeharto. Firdaus menanggapi, “Kalau menggunakan massa, yang pertama dikejar adalah orang-orang Cina dan kemudian gereja.” Cara lebih aman, kata Firdaus, “Kuasai MPR. Lewat MPR, Soeharto bisa dengan lebih aman diturunkan.”
Pertemuan di rumah Fahmi itu bocor dan dilaporkan kepada Soeharto. Sebuah sumber menyebutkan laporan mencapai Presiden lewat Azwar Anas. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat pada waktu itu. Atas dasar laporan itulah, Soeharto dan para pembantunya, termasuk Tutut, putrinya, mempersiapkan daftar calon sebagai antisipasi terhadap daftar calon anggota MPR dari pimpinan Golkar yang dicurigai Soeharto dan orang sekelilingnya sebagai kemungkinan telah berada di bawah pengaruh Moerdani
Map yang berisi daftar calon yang disampaikan Ketua Umum Golkar, Wahono dan Sekjennya, Rahmat Witoelar, diterima Soeharto untuk seterusnya dimasukkan ke laci meja kerjanya di kediaman jalan Cendana. Dan dari laci itu dikeluarkan map yang berisi daftar yang telah disusun atas petunjuk Bapak Presiden. “Pakai ini saja”, kata Soeharto kepada Wahono. Daftar itulah yang kemudian menghasilkan anggota DPR dan MPR yang waktu itu dikenal sebagai “ijo royo-royo”
***** akhir kutipan ****
Jadi pada awalnya Soeharto alergi atau anti-Islam dan pada akhirnya berubah menjadi bersahabat dengan syariat Islam dan kemudian pula pada tahun 1991, Soeharto sekeluarga melaksanakan ibadah haji.
Salim Said menuliskan pada halaman 319
***** awal kutipan *****
Terhadap kepergian Soeharto ke Tanah Suci itu, Benny cemas. “Wah, kalau Bapak Serius, bakal repot kita.” katanya.
Soeharto ternyata kemudian memang tidak main-main ke Makkah. Selain menyempurnakan namanya menjadi Haji Mohammad Soeharto, sikap politiknya terhadap Islam juga terlihat semakin simpatik.
Apa pun alasan dan motifnya, Benny dan sejumlah jenderal tidak bisa mengerti, apalagi menerima perubahan sikap dan kebijakan Soeharto tersebut.
Raja intel itu bersama sejumlah golongan anti-Soeharto akhirnya melanjutkan crusading mereka terhadap kebijakan baru Bapak Presiden terhadap Islam, terutama terhadap ICMI. Akibatnya, Benny akhirnya yang menerima tuduhan sebagai anti-Islam.
Sehubungan dengan ketegangan hubungan antara Soeharto dan mantan panglima ABRI itu, menarik untuk memperhatikan satu dari sejumlah cerita dalam memoar Jusuf Wanandi mengenai Moerdani dan Soeharto.
Menurut Jusuf Wanandi, Benny menuliskan nama-nama Pangdam yang dinilainya “hijau” itu dan menyerahkannya kepada Soeharto. Soeharto mengirimkan daftar nama tersebut kepada Wiranto, Panglima Abri di bawah Presiden B.J. Habibie.
Wiranto menurut Wanandi, memerlukan waktu hanya sebulan untuk melengserkan lima Pangdam yang ada dalam daftar Moerdani tersebut.
Selain soal pelengseran para Pangdam yang dianggap “hijau” berdasarkan informasi Moerdani. Jusuf Wanandi juga mencatat kontak Wiranto lainnya dengan Benny. Menurut petinggi CSIS tersebut, beberapa saat setelah dilantik sebagao KSAD pada juni 1997, Wiranto menemui Moerdani untuk minta bantuan. Respons Benny,
“Jangan berilusi. Orang tua itu tidak senang pada saya, tidak percaya kepada saya. Jadi kau harus tetap di situ sebab kau satu-satunya orang kita di situ. Jangan berbuat salah dan jangan dekat dengan saya sebab kau akan dihabisi Soeharto jika dia tahu”
****** akhir kutipan *****
Salim Said sempat berjumpa dengan Jenderal Wiranto, di Studio Metro TV pada 22 Oktober 2012 dan menuliskan
****** awal kutipan *****
“Tidak benar semua cerita itu,” komentar Wiranto mengenai apa yang ditulis Jusuf Wanandi mengenai hubungannya dengan Benny. Kata Wiranto selanjutnya.
“Demi Allah, sayat tidak pernah berhubungan dengan Pak Benny secara pribadi. Saya jumpa hanya pada acara-acara resmi. Dan tidak ada lima Panglima Kodam yang saya ganti waktu itu. Dalam soal ABRI “Hijau” dan “Merah Putih” saya memang selalu kena fitnah.”
Pada mulanya barangkali Benny memang hanya menjalankan kebijakan Soeharto. Tapi mengingat sikap dan latar belakangnya yang secara prinsipil dari awal memang kurang bersahabat kepada Islam, maka masyarakat Islam Indonesia akhirnya cenderung melupakan bahwa Soeharto-lah sebenarya yang mula-mula menggariskan kebijakan sikap keras terhadap Islam.
Benny dan Ali Murtopo hanya menafsirkan serta melaksanakannya. Tentu menurut penafsiran dan selera masing-masing kedua tokoh intel tersebut.
****** akhir kutipan ******
Jadi dapat kita ketahui bahwa pada waktu itu ada istilah ABRI “Hijau” yang diisi perwira yang dekat dengan Islam dan pesantren dan ABRI “Merah Putih” yang diisi perwira nasionalis yang condong kepada paham Sekularisme.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Tinggalkan Balasan