Firqah MUJASSIMAH rajin beribadah NAMUN mereka menyembah tuhan BERJISIM dan terjerumus murtad dari agamanya karena mereka KELIRU memahami firman Allah seperti surat Yunus ayat 18 dan Az Zumar ayat 3
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah MENUBUATKAN dalam sabdanya bahwa kelak akan bermunculan orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk NAJED dari bani Tamim yakni mereka yang rajin beribadah NAMUN mereka terjerumus MURTAD dari AGAMANYA karena TUDUHAN musyrik akan KEMBALI kepada SI PENUDUH akibat mereka KELIRU berhujjah dengan Al Qur’an dan Hadits.
Jadi sebaiknya JANGANLAH mengikuti Salafnya adalah mengikuti Dzul Khuwaishirah KARENA walaupun termasuk salaf / sahabat (bertemu dengan Rasulullah) NAMUN tidak mendengarkan dan mengikuti Rasulullah melainkan mengikuti pemahaman atau akal pikirannya sendiri sehingga menjadikannya SOMBONG dan DURHAKA kepada Rasulullah yakni MERASA LEBIH PANDAI dari Rasulullah sehingga berani MENYALAHKAN dan mencela atau menghardik Rasulullah ketika pembagian harta rampasan perang.
Dzul Khuwaishirah TOKOH penduduk NAJED.
Dari Abu Sa’id berkata; Orang-orang Quraisy marah dengan adanya pembagian itu. kata mereka, “Kenapa pemimpin-pemimpin NAJED yang diberi pembagian oleh Rasulullah, dan kita tidak dibaginya?” maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun menjawab, “Sesungguhnya aku lakukan yang demikian itu, untuk membujuk hati mereka.” (HR Muslim 1762 atau Syarh Shahih Muslim 1064)
Dzul Khuwaishirah dari bani Tamim.
Dari Abu Sa’id Al Khudriy radliallahu ‘anhu berkata; Ketika kami sedang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedang membagi-bagikan pembagian(harta), datang Dzul Khuwaishirah, seorang laki-laki dari BANI TAMIM, lalu berkata; Wahai Rasulullah, tolong engkau berlaku adil. Maka beliau berkata: Celaka kamu!. Siapa yang bisa berbuat adil kalau aku saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh kamu telah mengalami keburukan dan kerugian jika aku tidak berbuat adil.
Kemudian Rasulullah menubuatkan dalam sabdanya bahwa KELAK akan bermunculan orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim dengan salah satu CIRI KHASNYA adalah
يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ
Mereka membaca Al-Qur’an namun tidak sampai melewati tenggorokan mereka. (HR Bukhari 3341 atau Fathul Bari 3610)
Haditsnya dapat dibaca pada https://hadits.in/bukhari/3341
“Tidak sampai melewati tenggorokan mereka” yakni tidak sampai ke hatinya MAKNANYA tidak mempengaruhi hati mereka sehingga mereka berakhlak buruk seperti gemar menyalahkan, menganggap sesat dan TAKFIRI yakni mengkafirkan atau MENUDUH musyrik.
Rasulullah menjelaskan bahwa orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah Penduduk NAJED dari bani Tamim adalah orang-orang yang sangat luar biasa ibadahnya. Baik shalatnya, puasanya, juga bacaan Al Qur’annya NAMUN mereka KELIRU ketika BERHUJJAH dengan Al Qur’an maka “Al Qur’an menjadi bencana” bagi mereka karena TUDUHAN musyrik akan kembali kepada SI PENUDUH sehingga mereka terjerumus MURTAD yakni keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِي يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَيْسَ قِرَاءَتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ بِشَيْءٍ
“Akan muncul suatu kaum dari umatku yang pandai membaca Al-Qur’an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka.
وَلَا صَلَاتُكُمْ إِلَى صَلَاتِهِمْ بِشَيْءٍ
Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka.
وَلَا صِيَامُكُمْ إِلَى صِيَامِهِمْ بِشَيْءٍ
Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian.
يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسِبُونَ أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ
Mereka membaca Al-Qur’an dan mereka menyangka bahwa Al-Qur’an itu adalah (HUJJAH) bagi mereka, namun ternyata Al-Qur’an itu adalah (BENCANA) atas mereka.
لَا تُجَاوِزُ صَلَاتُهُمْ تَرَاقِيَهُمْ
Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan.
يَمْرُقُونَ مِنْ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ
Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya. (HR Muslim 1773 atau Syarh Shahih Muslim 1066)
Haditsnya dapat dibaca pada http://hadits.in/muslim/1773
Dari Hudzaifah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
إنَّ أخوفَ ما أخاف عليكم رجل قرأ القرآن، حتى إذا رُئيت بهجته عليه وكان ردءاً للإسلام، انسلخ منه ونبذه وراء ظهره، وسعى على جاره بالسيف ورماه بالشرك، قلت: يا نبيَّ الله! أيُّهما أولى بالشرك: الرامي أو المرمي؟ قال: بل الرامي
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah seseorang yang telah membaca al-Qur’an, sehingga ketika telah tampak kebagusannya terhadap al-Qur’an dan dia menjadi pembela Islam, dia terlepas dari al-Qur’an, membuangnya di belakang punggungnya, dan menyerang tetangganya dengan pedang dan menuduhnya musyrik”. Aku (Hudzaifah) bertanya, “Wahai nabi Allah, siapakah yang lebih pantas disebut musyrik, penuduh atau yang dituduh?”. Beliau menjawab, “Penuduhnya”. (HR. Al-Bukhari dalam At-Tarikh, Abu Ya’la, Ibnu Hibban dan Al-Bazzar)
Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda: “Siapa pun orang yang berkata kepada saudaranya, ‘Wahai kafir’ (menuduh musyrik) maka sungguh salah seorang dari keduanya telah kembali dengan kekufuran tersebut, apabila sebagaimana yang dia ucapkan. Namun apabila tidak maka ucapan tersebut akan kembali kepada orang yang mengucapkannya (si penuduh).” (HR Muslim 92 atau Syarh Shahih Muslim 60)
Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim adalah CONTOH orang-orang yang MERASA sebagai Al Ghuroba (orang-orang yang asing) NAMUN sesungguhnya mereka MENGASINGKAN DIRI yakni MENYEMPAL KELUAR dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham) PADA zaman Salafus Sholeh sehingga mereka disebut FIRQAH atau KAUM KHAWARIJ.
KHAWARIJ adalah bentuk jamak, dan mufradnya adalah dari kata KHARIJ yang berasal dari kata KHARAJA yang artinya KELUAR.
Sebutan KHAWARIJ berlaku tidak sebatas pemberontak NAMUN berlaku bagi siapa saja yang menganggap sesat, menuduh musyrik dan bahkan menghalalkan darah dan membunuh umat Islam karena mereka KELIRU BERHUJJAH atau KELIRU MEMAHAMI Al Qur’an dan Hadits SEHINGGA mereka MENGASINGKAN DIRI atau MENYEMPAL KELUAR dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham).
Mereka MENGASINGKAN DIRI atau MENYEMPAL KELUAR karena mereka menganggap atau menuduh mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham) telah rusak padahal mereka sendirilah yang rusak
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab; Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Suhail bin Abu Shalih dari Bapaknya dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata; Aku membaca Hadits Malik dari Suhail bin Abu Shalih dari Bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Apabila ada seseorang yang berkata; ‘Celakalah (rusaklah) manusia’, maka sebenarnya ia sendiri yang lebih celaka (rusak) dari mereka. (HR Muslim 4755 atau Syarh Shahih Muslim 2623)
Jadi masuk akallah (logislah) kalau orang-orang pada ZAMAN NOW (masa sekarang) yang mendalami ilmu agama secara otodidak (shahafi) sehingga TERJERUMUS KESOMBONGAN MENOLAK KEBENARAN dan menyalahkan, menganggap sesat atau bahkan mengkafirkan, menghalalkan darah dan membunuh umat Islam karena “nenek moyang mereka” yakni Dzul Khuwaishirah penduduk NAJED dari bani Tamim MENYALAHKAN Rasulullah.
CONTOH orang yang terjerumus MURTAD dari AGAMANYA karena TUDUHAN musyrik akan KEMBALI kepada SI PENUDUH adalah ustadz firqah Wahabi, Badru Salam yang nengikuti ajaran atau pemahaman ulama NAJED dari bani Tamim, Muhammad bin Abdul Wahhab (W. 1206H) yang berpendapat bahwa umat Islam berdoa kepada Allah diawali bertawassul dengan Rasulullah maupun para kekasih Allah (Wali Allah) yang telah wafat adalah SYIRIK AKBAR sebagaimana yang dapat disaksikan dalam video pada https://bit.ly/3oT1PjM
Begitupula ulama mereka, DR Shalih Al Fauzan dalam kitab penjelasan atau syarah Qawa’idul ‘Arba (Empat kaidah Tauhid) karya ulama NAJED dari bani Tamim, Muhammad bin Abdul Wahhab pada hal 36, mereka menuduh musyrik dan BAHKAN MENGHALALKAN darah umat Islam yang berdoa kepada Allah Ta’ala diawali bertawassul dengan Rasulullah maupun para Wali Allah (kekasih Allah) yang telah wafat.
***** awal kutipan *****
Kami katakan: “Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- tidak membedakan mereka, bahkan menganggap mereka seluruhnya musyrik, sehingga halal darah serta harta mereka.
***** akhir kutipan *****
Pada hal 44 tampak jelas ulama NAJED dari bani Tamim, Muhammad bin Abdul Wahhab KELIRU ketika BERHUJJAH dengan Al Qur’an yakni contohnya surat Az Zumar [39] ayat 3 dan surat Yunus [10] ayat 18 sehingga berpendapat atau berfatwa bahwa tawassul dengan makhluk kepada Allah adalah wasilah yang dilarang dan syirik, dan menurut Beliau itulah yang dilakukan oleh orang-orang musyrik dahulu sebagaimana yang dapat dibaca pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/wp-content/uploads/2012/03/pemahaman-tauhid-maw.pdf
***** awal kutipan *****
Adapun tawassul dengan makhluk kepada Allah, maka hal ini adalah wasilah yang dilarang dan syirik, dan itulah yang dilakukan oleh orang-orang musyrik dahulu
***** akhir kutipan *****
Jadi ulama NAJED dari bani Tamim, Muhammad bin Abdul Wahhab menganggap atau MENUDUH kebanyakan umat Islam telah musyrik karena KELIRU memahami Al Qur’an surat Yunus ayat 18 dan Az Zumar ayat 3 sehingga terjerumus MURTAD dari AGAMANYA karena tuduhan musyrik KEMBALI kepada SI PENUDUH.
Dari cara mereka BERHUJJAH sesuai dengan CIRI KHAS dari orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk NAJED dari bani Tamim atau kaum KHAWARIJ yakni, mereka MENYERANG dan MENGKAFIRKAN yakni MEMBATALKAN KEISLAMAN dan MENGHALALKAN DARAH umat Islam dengan MENYALAHGUNAKAN ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir.
Dari Bakir bin Abdullah bin Al Asyaj, bahwa dia bertanya kepada Nafi, tentang bagaimana Abdullah bin Umar (Ibnu Umar) radhiyallahu ‘anhu dalam mensifati kelompok khawarij mengatakan,
وكان ابن عمر يراهم شرار خلق الله وقل إنهم انطلقو إلى آيات نزلت فى الكفار فجعلوها على
المؤمنين
“Mereka menggunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir lantas mereka terapkan untuk menyerang orang-orang beriman” (Fathul Bari, 12/286)
Jadi mereka menyerang dan mengkafirkan umat Islam dengan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir seperti firman Allah Ta’ala yang artinya,
“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya” (QS Az Zumar [39]:3)
“Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfa’atan, dan mereka (kaum musyrik) berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah” (QS Yunus [10]:18)
Berikut kutipan Imam Fakhrurrazi (W. 606 H) ketika menjelaskan MEREKA (kaum musyrik) BERKATA: “Mereka itu adalah pemberi SYAFAAT kepada kami di sisi Allah” (QS Yunus [10]:18)
***** awal kutipan *****
أَنَّهُمْ وَضَعُوا هَذِهِ الْأَصْنَامَ وَالْأَوْثَانَ عَلَى صُوَرِ أَنْبِيَائِهِمْ, وَأَكَابِرِهِمْ، وَزَعَمُوا أَنَّهُمْ مَتَى اشْتَغَلُوا بِعِبَادَةِ هَذِهِ التَّمَاثِيلِ، فَإِنَّ أُولَئِكَ الْأَكَابِرَ تَكُونُ شُفَعَاءَ لَهُمْ عِنْدَ اللَّه تَعَالَى
Mereka MEMBUAT BERHALA tersebut dalam BENTUK para Nabi atau orang-orang besar (orang-orang sholeh) mereka, mereka mengira ketika mereka melakukan IBADAH dengan BERHALA – BERHALA tersebut, maka (berhala-berhala) orang-orang sholeh tersebut akan MEMBERI SYAFAAT bagi mereka di hadapan Allah,
***** akhir kutipan *****
Dari penjelasan Imam Fakhrurrazi yakni
أَنَّهُمْ وَضَعُوا هَذِهِ الْأَصْنَامَ وَالْأَوْثَانَ عَلَى صُوَرِ أَنْبِيَائِهِمْ
Mereka MEMBUAT BERHALA tersebut dalam BENTUK para Nabi.
MENEGASKAN atau MENUNJUKKAN BUKAN mayoritas atau kebanyakan umat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam NAMUN umat PARA Nabi terdahulu (bentuk jamak) yang MEMBUAT BERHALA dalam BENTUK para Nabi.
Begitupula Imam Suyuthi (W. 911H) dalam kitab tafsir Jalalain menjelaskan bahwa ORANG-ORANG yang BERKATA dalam firman Allah Ta’ala surat Az Yunus [10] ayat 18 adalah
***** awal kutipan *****
ولا ينفعهم
dan tidak pula kemanfaatan
إن عبدوه وهو الأصنام
jika mereka menyembahnya, yang DIMAKSUD adalah BERHALA-BERHALA yang MEREKA SEMBAH itu
***** akhir kutipan *****
Sedangkan firman Allah Ta’ala yang artinya “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya” (QS Az Zumar [39]:3), Imam Suyuthi dalam kitab tafsir Jalalain menjelaskan bahwa,
***** awal kutipan *****
والذين اتخذوا من دونه
Dan orang-orang yang mengambil selain-Nya
الأصنام
yang mengambil BERHALA-BERHALA
أولياء
sebagai PELINDUNG
***** akhir kutipan *****
Jadi dari penjelasan Imam Fakhrurrazi dan Imam Suyuthi dapat diketahui bahwa yang dimaksud mayoritas atau orang kebanyakan syirik dan kufur BUKAN umat Islam
NAMUN orang-orang yang BERKATA dalam surat Az Zumar [39] ayat 3 adalah kaum musyrik yang bertawassul dengan MENYEMBAH BERHALA yang diyakini (dianggap) oleh mereka akan MENDEKATKAN mereka kepada Allah Ta’ala.
Begitupula orang-orang yang BERKATA dalam surat Yunus [10] ayat 18 adalah kaum musyrik yang bertawassul dengan MENYEMBAH BERHALA yang diyakini (dianggap) oleh mereka akan memperoleh SYAFAAT di sisi Allah Ta’ala.
KESIMPULANNYA, kaum musyrik dari kaum atau umat para Nabi terdahulu BERTAWASSUL dengan SESUATU YANG DIBENCI oleh Allah Ta’ala yakni BERTAWASUL dengan MENYEMBAH BERHALA
Sedangkan umat Islam BERTAWASSUL dengan SESUATU YANG DICINTAI oleh Allah Ta’ala yakni BERTAWASUL dengan AMAL KEBAIKAN dalam bentuk atau wujud rasa cinta kepada Rasulullah dan para wali Allah (kekasih Allah) walaupun mereka telah wafat dan rasa cinta tidak dibatasi oleh kewafatan seseorang.
Prof. DR. Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani dalam kitabnya yang berjudul Mafahim Yajibu An Tushahhah (Pemahaman-pemahaman yang harus diluruskan) menjelaskan bahwa pada hakikatnya berdoa kepada Allah diawali bertawassul dengan Rasulullah maupun para kekasih Allah (Wali Allah) yang telah wafat ADALAH termasuk BERTAWASUL dengan AMAL KEBAIKAN yakni rasa cinta kepada Rasulullah maupun para kekasih Allah (Wali Allah) yang diwujudkan dengan ucapan salam atau dengan syair ungkapan kecintaan kepada yang dicintainya.
Berikut kutipan penjelasannya,
***** awal kutipan *****
Ketahuilah bahwa orang yang bertawassul dengan siapa pun itu karena ia mencintai orang yang dijadikan tawassul tersebut karena ia meyakini keshalihan, kewalian dan keutamaannya, sebagai bentuk prasangka baik terhadapnya atau karena ia meyakini bahwa orang yang dijadikan tawassul itu mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang berjihad di jalan Allah atau karena ia meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai orang yang dijadikan tawassul.
Orang yang bertawassul itu seolah-olah berkata, “Ya Tuhanku, saya mencintai fulan dan saya meyakini bahwa ia mencintai-Mu. Ia orang yang ikhlas kepadaMu dan berjihad di jalanMu. Saya meyakini Engkau mencintainya dan Engkau ridlo terhadapnya. Maka saya bertawassul kepadaMu dengan rasa cintaku kepadanya dan dengan keyakinanku padanya, agar Engkau melakukan seperti ini dan itu.
Namun mayoritas kaum muslimin tidak pernah menyatakan ungkapan ini dan merasa cukup dengan kemaha-tahuan Dzat yang tidak samar baginya hal yang samar, baik di bumi maupun langit. Dzat yang mengetahui mata yang berkhianat dan isi hati yang tersimpan.
Orang yang berkata : “Ya Allah, saya bertawassul kepada-Mu dengan Nabi-Mu, itu sama dengan orang yang mengatakan : Ya Allah, saya bertawassul kepada-Mu dengan rasa cintaku kepada Nabi-Mu. Karena orang yang pertama tidak akan berkata demikian kecuali karena rasa cinta dan kepercayaannya kepada Nabi. Seandainya rasa cinta dan kepercayaan kepada Nabi ini tidak ada maka ia tidak akan bertawassul dengan Nabi. Demikian pula yang terjadi pada selain Nabi dari para wali.
***** akhir kutipan *****
Contoh berdoa kepada Allah meminta kesembuhan, bertawassul dengan menyebut nama orang yang kita cintai dan diyakini dicintai oleh Allah pula
Hadits mauquf dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنه أَنَّهُ خَدِرَتْ رِجْلُهُ فَقِيْلَ لَهُ: اُذْكُرْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَيْكَ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، فَكَأَنَّمَا نُشِطَ مِنْ عِقَالٍ
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar Radhiyallaahu ‘anhu, bahwa suatu ketika kaki beliau terkena mati rasa, maka salah seorang yang hadir mengatakan kepada beliau: “Sebutkanlah orang yang paling Anda cintai!”Lalu Ibnu Umar berkata: “Ya Muhammad”. Maka seketika itu kaki beliau sembuh
Hal serupa disampaikan oleh Prof. DR. Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani dalam kitabnya yang berjudul Mafahim Yajibu An Tushahhah (Pemahaman-pemahaman yang harus diluruskan) ketika mencontohkan tawasul dalam bentuk nida’ (panggilan)
***** awal kutipan *****
عن الهيثم بن خنس قال : كنا عند عبد الله بن عمر رضي الله عنهما فخدرت رجله فقال له رجل : أذكر أحب الناس إليك ، فقال : يا محمد ، فكأنما نشط من عقال
Dari Al Haitsam ibn Khanas, ia berkata, “Saya berada bersama Abdullah Ibn Umar. Lalu kaki Abdullah mengalami kram. “Sebutlah orang yang paling kamu cintai !,” saran seorang lelaki kepadanya. “Yaa Muhammad,” ucap Abdullah. Maka seolah-olah ia terlepas dari ikatan.
وعن مجاهد قال : خدرت رِجْل رَجُل عند ابن عباس رضي الله عنهما ،فقال له ابن عباس : أذكر أحب الناس إليك ، فقال : محمد ، فذهب خدره.
Dari Mujahid, ia berkata, “Seorang lelaki yang berada dekat Ibnu Abbas mengalami kram pada kakinya. “Sebutkan nama orang yang paling kamu cintai,” kata Ibnu Abbas kepadanya.Lalu lelaki itu menyebut nama Muhammad dan akhirnya hilanglah rasa sakit akibat kram pada kakinya.
***** akhir kutipan *****
Jadi menyebut nama seseorang yang dicintai oleh Allah Ta’ala atau kekasih Allah (wali Allah) ketika berdoa kepada Allah Ta’ala termasuk tawasul dengan amal kebaikan.
Hadits riwayat Imam Dailami :
ذكر الأنبياء من العبادة وذكر الصالحين كفارة، وذكر الموت صدقة، وذكر القبر يقربكم إلى الجنة.
“Menyebut-nyebut para Nabi itu termasuk ibadah, menyebut-nyebut para shalihin itu bisa menghapus dosa, mengingat kematian itu pahalanya seperti bersedekah dan mengingat alam kubur itu bisa mendekatkan kamu dari surga”. (HR. Dailami)
Contoh lainnya mereka melarang bertawasul dengan Rasulullah maupun para wali Allah yang telah wafat BERDALIKAN perkataan mereka yang menghina Rasulullah
Mereka mengatakan, “Tongkat ini lebih berguna daripada Rasulullah karena tongkat bermanfaat bisa dipakai untuk memukul ular, sedangkan Rasulullah telah wafat dan tidak ada sedikitpun kemanfaatan yang tersisa darinya”
Kita berdoa kepada Allah berwasilah dengan bersholawat (doa keselamatan) kepada Rasulullah bukan berarti Rasulullah membutuhkan sholawat (doa keselamatan) dari umatnya.
Dengan umat Islam bersholawat kepada Rasulullah maka umat Islam menyambung tali silaturahmi dan MENDAPATKAN MANFAAT dari Rasulullah yang telah wafat yakni balasan salam atau doa keselamatan dari Rasulullah dengan kedekatan maqom (manzilah, kedudukan, derajat) Beliau di sisi Allah.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seseorang mengucapkan salam kepadaku kecuali Allah mengembalikan ruhku kepadaku sehingga aku membalas salam.(HR. An-Nasa’i Al-Hakim 2/421)
Firqah Wahabi adalah orang-orang yang mengaku-ngaku mengikuti ulama Salaf namun pada kenyataannya mereka mengikuti ajaran atau pemahaman ulama Khalaf yakni ulama Najed dari bani Tamim, Muhammad bin Abdul Wahhab (W. 1206H) yang meneruskan KEBID’AHAN ulama Khalaf Ibnu Taimiyah (W. 728H) sebelum bertaubat
Sebuah analisa menduga adanya upaya pihak yang ingin menyesatkan umat Islam dan sekaligus untuk meruntuhkan Ukhuwah Islamiyah dari dalam adalah dengan MEMBANGKITKAN kembali ajaran atau pemahaman ulama Khalaf, Ibnu Taimiyyah (W 728H) sebelum bertaubat setelah Beliau wafat lebih dari 350 tahun dan MENYODORKAN kitab-kitabnya kepada ulama Najed dari bani Tamim, Muhammad bin Abdul Wahhab (W 1206 H) sehingga diberi julukan “duplikat (salinan) Ibnu Taimiyyah”
Ulama Najed dari bani Tamim, Muhammad bin Abdul Wahhab memahami atau yang diistilahkan “kembali” kepada Al Qur’an dan Hadits secara SHAHAFI (otodidak) menurut akal pikirannya sendiri sebagaimana contoh informasi dari kalangan mereka sendiri yang mengakui bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab sebagai imam mereka pada http://rizqicahya.wordpress.com/2010/09/01/imam-muhammad-bin-abdul-wahhab-bag-ke-1/
***** awal kutipan *****
Untuk itu, beliau mesti mendalami benar-benar tentang aqidah ini melalui kitab-kitab hasil karya ulama-ulama besar di abad-abad yang silam.
Di antara karya-karya ulama terdahulu yang paling terkesan dalam jiwanya adalah karya-karya Syeikh al-Islam Ibnu Taimiyah.
Demikianlah meresapnya pengaruh dan gaya Ibnu Taimiyah dalam jiwanya, sehingga Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab bagaikan duplikat (salinan) Ibnu Taimiyah.
Lengkaplah sudah ilmu yang diperlukan oleh seorang yang pintar yang kemudian dikembangkan sendiri melalui metode otodidak (belajar sendiri) sebagaimana lazimnya para ulama besar Islam mengembangkan ilmu-ilmunya. Di mana bimbingan guru hanyalah sebagai modal dasar yang selanjutnya untuk dapat dikembangkan dan digali sendiri oleh yang bersangkutan
***** akhir kutipan *****
Begitupula ulama rujukan bagi firqah Wahabi, Ibnu Taimyah (W. 728) dikenal sebagai seorang SHAHAFI (otodidak) seperti contoh informasi dari kalangan mereka sendiri pada http://zakiaassyifa.wordpress.com/2011/05/10/biografi-tokoh-islam/
***** awal kutipan *****
Ibn Taimiyyah juga seorang otodidak yang serius. Bahkan keluasan wawasan dan ketajaman analisisnya lebih terbentuk oleh berbagai literatur yang dia baca dan dia teliti sendiri.
***** akhir kutipan *****
Contoh BUKTI lain ulama Khalaf rujukan bagi firqah Wahabi yakni TOKOH MUJASSIMAH Ibnu Taimiyah (W 728H) adalah seorang SHAHAFI (otodidak), Beliau dalam kitabnya Majmu Fatawa Juz 3 hal 229 mengaku dalam akidah tidak mengikuti dan membela mazhab Hambali dan selainnya karena Beliau hanya mengikuti Salafus Sholeh
***** awal kutipan *****
أَنِّي فِي عُمْرِي إلَى سَاعَتِي هَذِهِ لَمْ أَدْعُ أَحَدًا قَطُّ فِي أُصُولِ الدِّينِ إلَى مَذْهَبٍ حَنْبَلِيٍّ وَغَيْرِ حَنْبَلِيٍّ،
Sesungguhnya aku (Ibnu Taimiyah) sepanjang umurku hingga sekarang, aku tidak pernah mengajak seorangpun dalam masalah USHULUDDIN (AQIDAH) untuk mengikuti MAZHAB HAMBALI dan MAZHAB SELAINNYA,
وَلَا انْتَصَرْت لِذَلِكَ، وَلَا أَذْكُرُهُ فِي كَلَامِي، وَلَا أَذْكُرُ إلَّا مَا اتَّفَقَ عَلَيْهِ سَلَفُ الْأُمَّةِ سَلَفُ الْأُمَّةِ وَأَئِمَّتُهَا.
aku tidak pernah mengikuti dan membela kepada mazhab-mazhab tersebut dan tidak pernah menyebutkan (pendapat-pendapat mazhab tersebut) dalam perkataanku, dan aku juga tidak pernah menyebutkan (dalam masalah aqidah) kecuali perkara-perkara yang telah disepakati oleh Salaful Ummah dan para imamnya.
***** akhir kutipan *****
PADA KENYATAANNYA orang-orang yang merasa atau mengaku-ngaku mengikuti manhaj Salaf dan menisbatkan sebagai SALAFI dan mereka mengaku pula dari kalangan MODERN sehingga dijuluki SALAFI KONTEMPORER (Salaf yang Khalaf) ADALAH,
mereka yang TERKECOH atau TERTIPU oleh ulama rujukan bagi firqah Wahabi, Ibnu Taimiyah (W. 728H) yang MELABELI pemahamannya SELALU dengan MAKNA DZAHIR dan MENOLAK MAKNA MAJAZ maupun TAFWIDH sebagai MANHAJ SALAF sehingga mereka terjerumus mengikuti firqah MUJASSIMAH.
Berikut kutipan fatwa atau pendapat Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Majmu Fatawa 4/149
***** awal kutipan *****
Barangsiapa mengingkari penisbatan kepada salaf dan mencelanya, maka perkataannya terbantah dan tertolak ‘karena tidak ada aib untuk orang-orang yang menampakkan mazhab salaf dan bernisbat kepadanya bahkan hal itu wajib diterima menurut kesepakatan ulama, karena MAZHAB SALAF itu PASTI BENAR
***** akhir kutipan *****
Ibnu Taimiyah sebelum bertaubat terjerumus durhaka (‘aashin) kepada Allah karena mengingkari MAKNA MAJAZ dalam Al Qur’an.
Ibnu Taimiyah dalam kitabnya yang berjudul Al Iman hal. 94 mengatakan,
***** awal kutipan *****
فهذا بتقدير أن يكون في اللغة مجاز ،
“maka ini adalah dengan prakiraan adanya bentuk majaz dalam bahasa.
فلا مجاز في القرآن ،
Sementara dalam al-Qur’an TIDAK ADA bentuk majaz
.
بل وتقسيم اللغة إلى حقيقة ومجاز تقسیم مبتدع محدث لم ينطق به السلف
Bahkan pembagian bahasa kepada hakikat (makna dzahir) dan majaz adalah pembagian bid’ah, perkara baharu yang tidak pernah diungkapkan oleh para ulama Salaf.
***** akhir kutipan *****
Padahal dalam percakapan antar manusia saja dikenal MAKNA DZAHIR atau MAKNA TERSURAT dan MAKNA MAJAZ (kiasan/metoris) atau MAKNA TERSIRAT.
Ibnu Taimiyyah melarang takwil dengan makna majaz TIDAK TERBATAS pada sifat Allah namun Beliau mengingkari makna majaz dalam Al Qur’an SECARA MUTLAK seperti contohnya yang dikabarkan pada https://hanifnurfauzi.wordpress.com/2009/04/11/belajar-ushul-fiqh-makna-haqiqi-dan-majazi/
Bahkan Ibnu Qoyyim al Jauziyah (W. 751 H) murid dari Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa MAJAZ adalah THAGHUT yang KETIGA (Ath thaghut Ats Tsalits), karena menurut Beliau dengan adanya MAJAZ, akan membuka pintu bagi ahlu tahrif untuk menafsirkan ayat dan hadist dengan makna yang menyimpang (As Showa’iqul Mursalah 2/632)
Analisa menduga adanya upaya pihak yang ingin menyesatkan umat Islam karena para ulama terdahulu justru telah melarang untuk membaca kitab-kitab Ibnu Taimiyyah dan para pengikutnya.
Contohnya Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami berkata,
وإياك أن تصغي إلى ما في كتب ابن تيمية وتلميذه ابن قيم الجوزية وغيرهما ممن اتخذ إلهه هواه وأضله الله على علم ، وختم على سمعه وقلبه وجعل على بصره غشاوة فمن يهديه من بعد الله
”Janganlah sekali-kali kamu dekati buku-buku karangan Ibnu Taimiyah dan muridnya, Ibnul Qayyim al Jawziyah dan orang selain mereka berdua yang telah menjadikan hawa nafsu mereka sebagai tuhan sesembahan dan disesatkan oleh Allah atas ilmu, yang Allah telah menutup telinga, hati dan penglihatannya. Siapa yang bisa memberikan petunjuk orang seperti itu selain Allah? : (Al Fatawa Al Haditsiyah 1/480)
Begitupula pendiri ormas Nahdlatul Ulama (NU), KH. Hasyim Asyari telah mengingatkan kita untuk menghindari, menolak dan menangkal ajaran atau pemahaman Wahabi yang meneruskan KEBID’AHAN Ibni Taimiyah sebagaimana yang termuat dalam Risalatu Ahlissunnah wal Jama’ah dan dapat diunduh (download) pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/wp-content/uploads/2015/08/risalah-aswaja.pdf
***** awal kutipan *****
ومنهم فرقة يتبعون رأي محمد عبده ورشيد رضا،
Diantara mereka terdapat juga firqah yang mengikuti pemikiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.
ويأخذون من بدعة محمد بن عبد الوهاب النجدي، وأحمد بن تيمية وتلميذيه ابن القيم وعبد الهادي
Mereka melaksanakan KEBID’AHAN Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi, Ahmad bin Taimiyah serta kedua muridnya, Ibnul Qoyyim dan Abdul Hadi.
قال العلامة الشيخ محمد بخيت الحنفي المطيعي في رسالته المسماة تطهير الفؤاد من دنس الإعتقاد: وهذا الفريق قد ابتلي المسلمون بكثير منهم سلفا وخلفا، فكانوا وصمة وثلمة في المسلمين وعضوا فاسدا
Al-‘Allamah Syaikh Muhammad Bakhit al-Hanafi al-Muth’i menyatakan dalam kitabnya Thathhir al-Fuad min Danas al-I’tiqad (Pembersihan Hati dari Kotoran Keyakinan) bahwa: “Kelompok ini sungguh menjadi cobaan berat bagi umat Muslim, baik salaf maupun khalaf. Mereka adalah duri dalam daging (musuh dalam selimut) yang hanya merusak keutuhan Islam.”
يجب قطعه حتى لا يعدى الباقي، فهو كالمجذوم يجب الفرار منهم، فإنهم فريق يلعبون بدينهم يذمون العلماء سلفا وخلفا
Maka wajib menanggalkan / menjauhi (penyebaran) ajaran mereka agar yang lain tidak tertular. Mereka laksana penyandang lepra yang mesti dijauhi. Mereka adalah kelompok yang mempermainkan agama mereka. Hanya bisa menghina para ulama, baik salaf maupun khalaf
***** akhir kutipan *****
Lalu Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari mengingatkan bahwa firqah Wahabi yang meneruskan KEBID’AHAN Ibnu Taimiyah yang SUDAH DITAUBATINYA adalah,
يقولون على الله الكذب وهم يعلمون
Mereka MENYEBARLUASKAN KEBOHONGAN mengenai Allah, padahal mereka menyadari kebohongan tersebut.
Ibnu Taimiyyah beruntung masih diberikan kesempatan oleh Allah Ta’ala untuk bertaubat persis sebelum Beliau wafat di penjara ~ semoga Allah menerima taubatnya.
Firqah MUJASSIMAH yakni mereka yang men-JISIM-kan Allah, mereka menyebarluaskan KEBOHONGAN mengenai Allah seperti mereka mengatakan bahwa Tuhan punya atau memiliki wajah tanpa kepala, pinggang, betis, dua tangan yang kedua-duanya kanan, kaki yang ditempatkan di kursi dan terkadang digunakan sebagai jarihah (anggota badan) untuk membenamkan penduduk neraka dan semua anggota badan Tuhan akan binasa kecuali wajahnya.
Contohnya dapat kita temukan dalam mushaf Al Madinah An Nabawiyah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan dicetak di Komplek Percetakkan Al Qur’an Al Karim kepunyaan Raja Fahd yang biasa menjadi oleh-oleh bagi Jama’ah haji atau umroh Indonesia, pada CATATAN KAKI (footnote) ketika menafsirkan QS Al Baqarah [2]:255.
***** awal kutipan *****
161) “Kursi dalam ayat ini oleh sebagian mufassirin mengartikan Ilmu Allah, ada juga yang mengartikan kekuasaan-Nya. Pendapat yang shahih terhadap makna “Kursi” ialah tempat letak telapak Kaki-Nya.”
***** akhir kutipan *****
Tangkapan layarnya dapat dilihat pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/02/17/tempat-telapak-kaki/
Begitupula ustadz firqah Wahabi ketika menafsirkan surat Al Baqarah ayat 255 dan memaknai Allah Maha Besar, Beliau mengatakan bahwa Tuhan berukuran SANGAT BESAR dibuktikan dengan UKURAN kakinya BESAR SEKALI sudah MENUTUPI langit dan bumi sebagaimana yang dapat disaksikan dalam video pada https://youtu.be/ysCisMiaHxs
***** awal kutipan *****
Ayat kursi berarti informasi tentang pijakan kakinya Allah di singgasanaNya.
Pijakan kakiNya saja sudah semua tertutupi langit dan bumi
…..
Allah itu Maha Besar. Jadi kenapa Allah itu tidak kelihatan karena Allah terlalu besar untuk dilihat”
***** akhir kutipan *****
Ibnu Athiyah (W. 541H) menjelaskan maksud perkataan “Al-Kursy adalah tempat kedua kaki” bahwa kursi dibandingkan ‘Arsy itu sebagaimana tempat meletakkan kaki dari pada singgasana yang diduduki oleh para raja. MAKNANYA kursi itu kecil dibandingkan dengan ‘Arsy.
Berikut kutipan penjelasan pembesar mazhab Hambali, Al Imam Al Hafizh Ibn al Jawzi (W. 597H) MAKNA perkataan Ibnu Abbas radhiallahu anhu yang ARTINYA “Al-Kursy adalah tempat kedua kaki, sedangkan Arsy tidak ada seorang pun yang dapat memperkirakan ukurannya.”
***** awal kutipan *****
Riwayat ini ditetapkan oleh Ahl al-Itsbat, mereka mengatakan bahwa ini hadits mawqûf dari sahabat Ibnu Abbas, di antara mereka ada satu orang bernama Syuja bin Mukhallad mengatakan bahwa riwayat ini marfû’ berasal dari Rasulullah.
Pernyataan Syuja bin Mukhallad yang mengatakan bahwa hadits ini marfû’ menyalahi riwayat para perawi terkemuka lainnya yang telah menetapkan bahwa hadits ini hanya mawqûf saja, dengan demikian pernyataan Ibnu Mukhallad ini adalah salah
Adapun pemahaman hadits tersebut adalah bahwa besarnya al-Kursiy dibanding dengan arsy adalah bentuk yang sangat kecil sekali. Perumpamaan besarnya kursi hanyalah seukuran dua telapak kaki seorang yang duduk di atas ranjang
Ad-Dlahhak berkata: “Kursi adalah tempat yang dijadikan pijakan dua kaki oleh para raja yang berada di bawah tempat duduk (singgasana) mereka”.
***** akhir kutipan *****
Jadi jika hadits mawquf (hanya sampai pada perkataan para Sahabat) tersebut tetap hendak diterima maka ketika Ibnu Abbas radhiallahu anhu berkata, “Al-Kursy adalah tempat kedua kaki” MAKNANYA Beliau sekedar mengabarkan bahwa besarnya kursi Allah sangat kecil dibandingkan Arsy-Nya. Tidak lebih dari itu. Oleh karenanya Beliau kemudian berkata “sedangkan Arsy tidak ada seorang pun yang dapat memperkirakan ukurannya.”
Begitupula ustadz firqah Wahabi mengatakan Tuhan punya atau memiliki telapak kaki yang digunakan sebagai JARIHAH (anggota badan) untuk membenamkan penduduk neraka sehingga membuatnya BERKERUT seperti berkerutnya daging sebagaimana video pada https://www.youtube.com/watch?v=Xr3mZmNORhQ
Contoh dalil yang mereka pergunakan untuk meyakini Tuhan mereka memiliki dua buah kaki yang terkadang dibenamkan di neraka jahannam.
Rasulullah bersabda “Setiap kali Jahannam dilempari (dengan penghuninya) ia (Jahannam) senantiasa mengatakan, “Masih adakah tambahan?” Sehingga Rabbul ‘Izzah (Allah) meletakkan telapak kaki-Nya didalamnya -dalam riwayat lain, meletakkan telapak kaki-Nya di atasnya-. Maka sebagiannya mengisutkan kepada sebagian lainnya, lalu ia (Jahannam) berkata, “Cukup… cukup…!” (Riwayat Bukhari, no: 4848 dan Muslim, no: 2848)
Pembesar mazhab Hambali, Al Imam Al Hafizh Ibn al Jawzi berkata: “Wajib bagi kita berkeyakinan bahwa Dzat Allah bukan benda yang dapat terbagi-bagi, tidak diliputi oleh tempat, tidak disifati dengan berubah, dan tidak disifati dengan berpindah-pindah. Telah diriwayatkan dari Abu Ubaid al-Harawi dan Imam al-Hasan al-Bashri, bahwa ia (al-Hasan al-Bahsri) berkata: Yang dimaksud “ قدم ” (makna dzahirnya kaki) dalam hadits di atas adalah orang-orang yang didatangkan (dimasukkan) oleh Allah dari para makhluk-Nya yang jahat di dalam neraka Jahanam”.
Jadi ungkapan “meletakkan telapak kaki-Nya didalamnya” maknanya “orang-orang yang didatangkan (dimasukkan) oleh Allah dari para makhluk-Nya yang jahat di dalam neraka Jahanam”
Oleh karenanya para ulama terdahulu telah MENGKAFIRKAN BUKAN dalam pengertian MEMBATALKAN keislamannya namun DITETAPKAN KUFUR dalam perkara I’TIQOD atau akidah ulama rujukan bagi firqah Wahabi, yakni Ibnu Taimiyah (W. 728H) yang SEBELUM bertaubat menetapkan sifat-sifat JISIM dan anggota-anggota badan sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Ibnu Hajar Al Haitami dalam kitab berjudul Hasyiyah Al ‘Allamah Ibn Hajar Al Haitami ‘Ala Syarh Al Idhah fi Manasik Al Hajj,
***** awal kutipan *****
ووقوعه في حق رسول الله ﷺ ليس يعجب فإنه وقع فى حق الله سبحانه وتعالى عما يقول الظالمون والجاحدون علواً كبيراً فنسب إليه العظائم كقوله إن الله تعالى جهة ويداً ورجلاً وعيناً وغير ذلك من القبائح الشنيعة .
PENGHINAAN Ibnu Taimiyyah terhadap Rasulullah ini bukan sesuatu yang aneh (pengingkarannya terhadap kesunnahan ziarah ke makam Rasulullah) oleh karena terhadap Allah saja dia melakukan PENGHINAAN dengan MENETAPKAN ARAH, tangan, kaki, mata dan lain sebagainya dari keburuk-keburukan yang sangat keji.
ولقد كفره كثير من العلماء عامله الله بعدله وخذل متبعيه الذين نصروا ما افتراه على الشريعة الغراء
Ibnu Taimiyyah ini telah DIKAFIRKAN (ditetapkan kufur dalam perkara i’tiqod) oleh banyak ulama – semoga Allah membalas segala perbuatan dia dengan keadilan-Nya dan semoga Allah menghinakan para pengikutnya yaitu mereka yang (masih) membela segala yang dipalsukan oleh Ibnu Taimiyyah atas syari’at yang suci ini.
***** akhir kutipan *****
Begitupula para ulama telah melarang menjuluki ulama rujukan bagi firqah Wahabi yakni Ibnu Taimiyah (W. 728H) sebagai Syaikhul Islam BAGI yang telah mengetahui perkataan atau pendapat KUFURNYA.
Contohnya Al ‘Allamah ‘Ala ad-Din al Bukhari al Hanafi (W 841 H) mengkafirkan yakni menetapkan kufur dalam i’tiqod bagi Ibnu Taimiyah dan orang yang menyebutnya Syaikhul Islam, maksudnya orang yang menyebutnya dengan julukan Syaikhul Islam, sementara ia tahu perkataan dan pendapat-pendapat kufurnya. Hal ini dituturkan oleh Al Hafizh as-Sakhawi dalam Adl-dlau Al Lami’.
Al Hafidz, Ibnu Hajar Al-Asqalani yang dikatakan “membela” ke-Syaikhul Islam-an ulama rujukan bagi firqah Wahabi mengingatkan contoh kekeliruan Ibnu Taimiyah (W. 728H) yang mengatakan Istiwa Allah dengan dzat-Nya karena sama artinya Allah BERBATAS dengan Arsy sebagaimana yang disampaikan dalam kitab Al-Durar Al-Kaminah Fi Aʻyan Al-Mi’ah Al-Thaminah, jilid 1 halaman 155.
***** awal kutipan *****
إن اليد والقدم والساق والوجه صفات حقيقية لله،
Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sesungguhnya tangan, telapak kaki, betis dan wajah adalah SIFAT HAKIKAT bagi Allah,
وأنه مستو على العرش بذاته
dan sesungguhnya Allah BERISTIWA di atas Arsy DENGAN Dzat-Nya.
فقيل له: يلزم من ذلك التحيز والانقسام.
Maka ketika dipersoalkan, hal itu akan melazimkan (SAMA ARTINYA) Allah memiliki BATASAN dan BAGIAN,
فالذم بأنه يقول بتحيز في ذات الله
Maka yang DICELA adalah bahwa Ibnu Taimiyah mengatakan BATASAN bagi Dzat Allah.
***** akhir kutipan *****
Ibnu Taimiyah dipenjara oleh pemerintahan Sultan Muhammad bin Qolaawuun di salah satu menara Benteng Damascus di Syria dan diputuskan bahwa pemahaman Ibnu Taimiyah adalah SESAT dan MENYESATKAN berdasarkan fatwa Qodhi empat mazhab yaitu :
- Mufti Hanafi Qodhi Muhammad bin Hariri Al-Anshori rhm.
- Mufti Maliki Qodhi Muhammad bin Abi B4k4r rhm.
- Mufti Syafi’i Qodhi Muhammad bin Ibrahim rhm.
- Mufti Hanbali Qodhi Ahmad bin Umar Al-Maqdisi rhm.
Bahkan Imam Taqiyuddin As-Subki dalam kitab “Fataawaa As-Subki” juz 2 halaman 210 menegaskan :
“وحبس بإحماع العلماء وولاة الأمور”.
“Dia (Ibnu Taimiyyah) dipenjara dengan Ijma’ Ulama dan Umara.”
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Tinggalkan komentar