Kesalahpahaman muslim tentang Tasawuf
Sebagian ulama tanpa disadari membingungkan ummat mereka dengan pernyataan bahwa Tasawuf adalah dari Nasrani, Budha atau dari ajaran atau agama lainnya.
Pernyataan sebenarnya adalah Tasawuf ada di Nasrani, Budha, di ajaran lainnya, begitu pula dalam Islam
Lho, koq ulama kaumku bisa salah paham?
Tentu saja bukankah kita yakin bahwa ulama tentu tidak maksum (terjaga dari segala kesalahan).
Oleh karenanya kita sebaiknya mengikuti atau taat kepada ulama yang sudah disepakati oleh jumhur ulama.
Kalau jumhur (banyak) ulama menyelisihi pendapat ulama yang kita ikuti maka kita harus lebih berhati-hati mengikuti ulama itu dengan selalu merujuk kepada Al-Qur’an dan Hadits.
Apakah konten Tasawuf dalam Islam ?
yakni, tentang akhlak dan budi pekerti, bertobat, bertalian dengan hati (tazkiyatun nafs) , cara-cara ikhlas, khusyu, tawadhu, muraqabah, mujahadah, sabar, qanaah, tawakal, zuhud, ma’rifatullah dan lain-lain
Apakah nama program studinya pada sekolah tinggi / universitas Islam ? Nama program studinya Akhlak / Tasawuf
Selengkapnya baca tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/06/07/pendidikan-akhlak/
Jadi Tasawuf adalah hanya sekedar nama atau istilah saja yang telah disepakati oleh banyak orang.
Lalu apakah konten Tasawuf serupa disemua ajaran ?
Ya, tentu nama atau istilah sepakat dipergunakan untuk sesuatu yang sama atau hampir sama.
Jadi konten Tasawuf hampir sama disemua ajaran, tentang akhlak, jiwa, mengenal yang disembah. Yang berbeda adalah tuhan yang disembah.
Dalam Islam , Tiada Tuhan selain Allah
Coba kita perhatikan , di zaman modern ini , banyak kita dapati sekolah-sekolah nasrani menghasilkan murid-murid yang berhasil dalam belajarnya karena akhlak mereka yang baik seperti disiplin, tertib, gigih, tekun dan akhlak-akhlak baik lainnya
Ini sunnatullah, mereka mendapat apa yang mereka usahakan
Apapun di alam dunia berlaku hubungan sebab-akibat.
firman Allah, yang artinya,
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka Kami penuhi balasan pekerjaan-pekerjaannya di dunia dan mereka tidak akan dirugikan sedikitpun. Tetapi di akhirat tidak ada bagi mereka bagian selain neraka. Dan sia-sialah apa-apa yang mereka perbuat di dunia dan batallah apa-apa yang mereka amalkan”. (QS. Hud : 15-16)
Mereka mendapatkan hasil dari segala upaya pekerjaan di dunia, namun karena mereka menyembah selainNya maka mereka diakhirat mendapatkan neraka. Naudzubillah min zalik.
Lalu mengapa kita yang telah bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah, tidak berupaya berakhlakul karimah ?
Mungkinkah kesalahpahaman tentang Tasawuf ini merupakan upaya untuk menjauhkan dari Allah ?
Mungkinkah menjauhkan muslim dari Tasawuf merupakan upaya agar muslim tidak dapat berkomunikasi dengan Allah, bertemu dengan Allah, berinteraksi dengan Allah ?
Sadarilah bahwa orang-orang yang mempunyai rasa permusuhan pada mukmin sangat berkeingingan untuk “memisahkan” muslim dengan tasawuf/akhlakul karimah dengan cara membuat cerita-cerita mistik berlebihan, memberikan paradigma, stigma, definisi negatif pada tasawuf dalam Islam.
Sungguh seorang muslim yang mengenal tasawuf dalam Islam atau akhlakul karimah maka mereka akan mempunyai kesadaran pada realitas peran dan fungsi di dunia. Kesadaran inilah yang sangat ditakuti oleh orang-orang yang mempunyai rasa permusuhan pada mukmin. Kesadaran akan peran dan fungsi manusia di dunia sebagai hamba Allah. Kesadaran bahwa tiada daya upaya selain pertolongan/izin Allah.
Marilah kita mendalami dan menjalankan pokok-pokok ajaran dalam Islam secara menyeluruh (kaffah), sebaiknya tidak menolak/meningkari satu pokokpun. Pokok-pokok ajaran dalam Islam yakni, , Islam (rukun Islam, fiqih), Iman (rukun Iman, Ushuluddin), Ihsan (akhlak, Tasawuf).
Kita mendalami dan menjalankan keseluruhan pokok-pokok ajaran dalam Islam agar menjadi muslim yang sholeh, muslim terbaik, muslim yang ihsan atau muhsinin yakni muslim yang dapat seolah-olah melihat Allah.
Seolah-olah melihat Allah yang timbul dari akhlakul karimah = keadaan sadar (kesadaran) atau perbuatan/perilaku secara sadar dan Mengingat Allah.
Setiap perilaku kita / akhlak kita harus dengan mengingat Allah, seluruh waktu kita penuh berinteraksi dengan Alllah
Berinteraksi dengan Allah dengan cara berinteraksi dengan firman-firmanNya yakni Al-Qur’an. Seluruh perbuatan / akhlak kita harus selalu sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadits.
Rasulullah mengatakan “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad).
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu uswah hasanah (suri tauladan yang baik) bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (Rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S Al-Ahzab : 21).
Ada beberapa kemungkinan terjadinya kesalahpahaman dalam mengenal Tasawuf.
Kesalahpahaman timbul bisa dikarenakan belum dapat memahami apa yang disampaikan oleh ulama Tasawuf. Ulama Tasawuf kadang mengunakan bahasa atau perumpamaan yang tidak mudah dipahami oleh orang awam.
“Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS An Nuur [24]:35 )
Kesalahpahaman bisa pula timbul dikarenakan yang menyampaikan tasawuf adalah dukhala ilmi artinya ahli ilmu (ulama) namun bukan ahli dalam bidang tasawuf. Sehingga ulama tersebut sesungguhnya menyampaikan sesuatu yang tidak dipahaminya.
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS Luqman [31]:6 )
Sehingga orang yang menerima tentang tasawuf karena dia tidak paham atau karena dia mendapatkan dari dukhala ilmi , ikut-ikutan menyampaikan kepada orang lain tentu tanpa pengetahuan yang sebenarnya, sehingga mereka mengolok-olok tasawuf. Ketidak hati-hatian ini akan memperoleh azab yang menghinakan. Wallahu a’lam
Marilah kita dalami dan jalankan Tasawuf dalam Islam.
Wassalam
Zon di Jonggol
dengan berakhlakul karimah, setiap jiwa adalah rahmatan lil alamin…
tulisan yang tidak jelas kemana arahnya. Setahu saya tasawuf itu agama baru yang dibuat oleh para imamnya. Biasanya sangat getolnya ke kuburan.
Berarti antum masih salahpaham
Tasawuf dalam bentuk thoreqot terdapat ajaran yg benar tentang akhlak, keikhlasan tapi banyak juga penyimpangan penyimpangannya. Kalau mau belajar akhlaq yg belajar kepada ahlusunnah kpd para salaf. Akhlaq adalah penghias agama dan merupakan bagian yg penting dari bangunan islam yg sempurna. Menyeru pada ajaran tasawuf adalah talbis saja. Dakwahkan saja islam secara kaffah, tauhid, ibadah, akhlaq, muamalah, siyasah dll.
Antum katakan “banyak juga penyimpangan penyimpangannya”. Berdasarkan apa antum mengatakan itu ?
Apakah prasangka antum saja ?
Berdasarkan apa antum menilainya sebagai penyimpangan, sedangkan tasawuf dalam Islam adalah akhlakul karimah yakni keadaan sadar (kesadaran) atau perilaku/perbuatan mengingat Allah. Klo bukan tentang akhlakul karimah maka kita harus tegas bahwa itu bukan tasawuf dalam Islam. Yakinlah muslim yang mendalami tasawuf dalam Islam akan mengaplikasikan tentang Ihsan yakni seperti yang disampaikan oleh malaikat jibril, seolah-olah melihatNya atau minimal yakin bahwa Allah melihat kita. Muslim yang mendalami tasawuf, muslim yang mengaplikasikan tentang Ihsan, muslim yang berakhlakul karimah, muslim yang sholeh (ibaadillaahish shoolihiin) dengan Ihsan mereka termotivasi menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya.
Bagi Saya dunia tasawuf adalah suatu tempat dimana kita bisa merasakan kedekatan kepada Allah SWT , dari siapapun yg memandang tsawauf itu Bid’ah atau Sesat karena sesorang tdk mempelajari dan mengenalnya secara lebih dalam .
setuju, untuk mengetahui tentang insan kamil dalam tasawuf dapat membuka link berikut: http://idr.iain-antasari.ac.id/1208/
Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullahu meriwayatkan dengan sanadnya sampai Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu: “Jika seorang belajar tasawuf di pagi hari, sebelum datang waktu dhuhur engkau akan dapati dia menjadi orang dungu.”
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu juga mengatakan, “Aku tidak pernah melihat seorang shufi yang berakal. Seorang yang telah bersama kaum shufiyah selama 40 hari, tidak mungkin kembali akalnya.”
Beliau juga berkata, “Azas (dasar shufiyah) adalah malas.” (Lihat Mukhalafatush Shufiyah lil Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu hal. 13-15)
Sudah banyak yang mengulasnya, silahkan googling. Itu cuma salah memahami saja dan ada pula yang “mengubah” redaksi/matan tulisannya.
kalau kita berislam dengan hati maka kita akan menerima tasawuf untuk memperbaiki kualitas hati kita. tetapi kalau kita berislam dengan nafsu, berislam dengan logika pendek, berislam dengan akal pendek, maka kita akan menolak tasawuf.
artikel yang bagus bang Zon ….ijin copas…
Silahkan mas
TASAWUF APAKAH TERMASUK SESAT/BID’AH SEPERTI PERKATAAN SEGELINTIR ORANG YANG AWAM, DAN PELAKUNYA KAFIR
Tulisan ini saya sebarkan sengaja untuk memberikan pemahaman dan penjelasan balik atas tulisan yang saya kirimkan keteman-teman berjudul Ilmu Laduni yang berisi Nasihat Imam malik dan imam syafei sbb:
– Nasihat imam syafei :
Dar al-Jil Diwan (Beirut 1974) p.34
Artinya :
فقيها و صوفيا فكن ليس واحدا * فإني و حـــق الله إيـــاك أنــــصح
فذالك قاس لم يـــذق قـلــبه تقى * وهذا جهول كيف ذوالجهل يصلح
Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya.
Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mahu menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelezatan takwa. Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mahu mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik?
– Nashihat IMAM MALIK RA:
و من تصوف و لم يتفقه فقد تزندق
من تفقه و لم يتصوف فقد تفسق
و من جمع بينهما فقد تخقق
“dia yang sedang Tasawwuf tanpa mempelajari fikih rusak keimanannya , sementara dia yang belajar fikih tanpa mengamalkan Tasawwuf rusaklah dia . hanya dia siapa memadukan keduannya terjamin benar .
Semula saya tidak terlalu terpengaruh dengan kiriman komentar dari beberapa teman-teman tentang ini bahkan ada yang mengirimkan saya alamat blog pendukung yang membahas tentang ini, tapi pada saat habis istirahat hari Jum’at sampai menjelang pulang kantor ada komentar dan kiriman tulisan ke Saya dan kebeberapa teman saya dan teman saya itu mengirimkan kembali kesaya, yang sangat mengejutkan dan mengagetkan tentang Tasawuf ini yang intinya bahwa orang yg bertasawuf adalah sesat dan bahkan Kafir menurut ulasan yang saya terima dengan menggunakan pemikiran seorang sejarawan dan budayawan barat (non Muslim) yang bernama Renold Areye Nicolson yang menyatakan bahwa tasawuf adalah mencontoh kebiasaan Bangsa Yunani, romawi kuno dan agama hindu dan budha namun pada akhir kesimpulan penelitiannya ia bimbang dan menyatakan bahwa tasawuf memang dari adab dan kebiasaan nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang pada masa tabiin disebut istilah ”Tasawuf”, mereka juga menggunakan pemikirannya Aliran sufi filsafat untuk mendukung pemikiran mereka, tokoh Sufi abad ke-3/4 dan 5 H seperti Al-Hallaj dkk. yang paling kontroversial didalam sejarah tasawuf (sebenarnya faham ini telah dibantah dengan munculnya Sufi aliran suni yaitu Imam Al Gazali yang berhasil menyatukan antara tasawuf dan syariat dengan berlandaskan Al Qur’an dan Sunah Rasullullah atas dasar ini makanya islam dapat diterima oleh masyarakat indonesia dengan damai, tanpa penjajahan/pertempuran seperti agama lain (kristen/yahudi) masuk ke Indonesia ,dan kita semua lahir dalam keadaan Islam yang didakwahkan para wali-wali Allah SWT), serta ada satu tokoh penyair yang saya pernah baca tentangnya bahwa orang itu pernah di dakwa sebagai nabi palsu oleh seorang khalifah pada masanya dan sempat mau dihukum mati karena segala perbuatannya tetapi ia akhirnya selamat dari maut karena ia mengingkari semua penyataan-pernyataan tersebut.
Dalam tulisan ini sebenarnya hanya ingin meluruskan apa yang dimaksudkan para imam tersebut tentang tasawuf tidak seperti yang dipikirkan dan ada didalam otak orang yang menyatakan bahwa tasawuf itu sesat/bid’ah atau menjurus kekafiran.
Karena imam malik dan imam syafei bukanlah orang yang mengajarkan kesesatan, mereka adalah para hamba Allah yang selalu taat atas perintah Allah SWT dan Rasulnya Nabi Muhammad SAW. Mereka adalah hamba Allah yang Zuhud, tawaduk, Wara dan berusaha menghidupkan sunah-sunah Rasullullah kepada murid-muridnya hingga sampai kepada saya dan anda-anda sekalian.
Jadi siapa kah yang sesat????
Yaitu orang yang mengatakan tasawuf adalah ajaran sesat tetapi kalau
Ia membuang hajat kecilnya masih melakukannya dgn berdiri…gak jongkok seperti yang disunahkan oleh Rasulnya. Semoga Allah SWT memberinya petunjuk.
1. Allah SWT berfirman dalam surat Almaidah, 35 :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.”
2. Barangsiapa yang menta`ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta`ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta`atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. QS:4/80.
3. Allah SWT berfirman dalam surat Al Hujurat :
4. ( يَـأيُّهَاالّذِيْن آمنـُوْا ِاٍنْ جـآءَكمْ فَاسقٌ بـِنَباٍ فتبيّنـُوْا أنْ تُصِبـوْا قوْمًـا بِجَهَالـةٍ فتُصْبِحُـوْا علَى مَا فعَلْتـُمْ نـدميـن )
5. Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jika datang seorang yang fasik kepadamu membawa berita, maka tangguhkanlah (hingga kamu mengetahui kebenarannya) agar tidak menyebabkan kaum berada dalam kebodohan (kehancuran) sehingga kamu menyesal terhadap apa yang kamu lakukan” QS. Al-Hujurat : 09
Rasulullah bersabda:
1. “Kesombongan adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh orang lain.” (Shahih, HR. Muslim no. 91 dari hadits Abdullah bin Mas’ud z)
2. “Sesungguhnya Islam berawal dengan keasingan dan akan kembali kepada keasingan sebagaimana awalnya maka maka bergembiralah bagi orang-orang yang asing.” Rasulullah ditanya: “Siapa mereka wahai Rasulullah?” Jawab beliau: “Yaitu yang melakukan perbaikan ketika manusia rusak.” (Shahih HR Abu Amr Ad Dani dari sahabat Ibnu Mas’ud, lihat Silsilah Ash Shahihah no. 1273)
TASAWUF:
Tasawuf sulit didefinisikan tetapi Istilah/ kata ”tasawuf” timbul pada masa tabiin namun benih-benihnya sudah ada sejak jaman Nabi Muhammad SAW dan Para Sahabat. Tentang Tasawuf AL-HASAN AL-BASRI (Madinah,21H – Basrah,110 H) seorang ulama besar dalam beberapa bidang Ilmu, seperti: Hadis, Fikih dan Tafsir, juga seorang pendidik dan sufi, berkata:
”Barangsiapa yang memakai tasawuf karena tawaduk (kepatuhan) kepada Allah akan ditambah Allah cahaya dalam diri dan Hatinya, dan barang siapa yang memakai tasawuf karena kesombongan kepadanya akan dicampakkan kedalam neraka”
Ia menyampaikan pesan-pesan pendidikannya melalui 2 Cara:
1. Ia mengajak murid-muridnya menghidupkan kembali kondisi masa salaf, seperti yang terjadi pada masa para sahabat nabi Muhammad SAW, terutama masa umar bin Khattab, yang selalu berpegang teguh kepada kitabullah dan sunah Rasulullah SAW;
2. Ia menyerukan kepada murid-muridnya untuk bersikap Zuhud dalam menghadapi kemewahan dunia, zuhud dalam pengertiannya adalah tidak tamak terhadap kemewahan dunia dan tidak pula lari dari persoalan dunia, tetapi selalu merasa cukup dengan apa yang ada.
(Pembahasan lebih tentang al Hasan al-Basri akan saya uraikan dipembahasan setelah para sahabat)
Menurut Harun Nasution, teori-teori yang mengatakan ajaran tasawuf dipengaruhi unsur asing sulit dibuktikan kebenarannya. Karena dalam ajaran islam sendiri terdapat ayat-ayat dalam al Qur’an dan Hadis-hadis yang menggambarkan dekatnya manusia dengan Tuhan (ALLAH SWT) diantaranya surah al-Baqarah ayat 186 yang artinya: “Dan apabila hamba-hambaku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa sanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang-orang yang berdoa kepada-Ku.”
di ayat lain Allah SWT berfirman yang artinya: ”Dan kepunyaan Allah lah timur dan Barat, maka kemanapun kamu menghadap di situ Wajah Allah. Sesungguhnya Allah maha luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.”(QS.2:115).
Disebutkan pula dalam surat Qaf ayat 16 yang artinya:”Dan sesungguhnya Kami telah ciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikan oleh hatinya dan Kami lebih dekat kepadanya dari urat lehernya.”
Dalam Hadis Qudsi (hadis yang maksudnya berasal dari Allah SWT, lafalnya berasal dari Nabi Muhammad SAW) disebutkan bahwa Allah SWT berfirman: ”Barang siapa memusuhi seseorang wali-Ku, maka Aku mengumumkan permusuhan-Ku terhadapnya. Tidak ada suatu yang mendekatkan hamba-Ku kepada-Ku yang lebih Kusukai daripada pengamalan segala yang Ku fardukan atasnya. Kemudian hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan melaksanakan amal-amal sunah, maka aku senantiasa mencintainya. Bila Aku telah cinta kepada-Nya, jadilah Aku pendengarannya yang dengannya ia mendengar, Aku penglihatannya yang dengannya ia melihat, Aku tangannya yang dengannya ia memukul, dan Aku kakinya yang dengannya ia berjalan. Bila ia memohon kepada-Ku, Aku perkenankan permohonannya, jika ia meminta perlindungan, ia Kulindungi.” (HR. Bukhari)
CIKAL BAKAL TASAWUF
Benih-benih tasawuf sudah ada sejak dalam kehidupan nabi Muhammad SAW. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku dan peristiwa dalam hidup, ibadah dan perilaku nabi Muhammad SAW.
Peristiwa dan Perilaku Hidup Nabi. Sebelum diangkat menjadi Rasul, berhari-hari beliau berkhalawat (mengasingkan diri) di Gua Hira, terutama pada bulan Ramadhan disana nabi banyak berzikir dan bertafakur dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Pengasingan diri Nabi SAW digua Hira ini merupakan acuan utama para sufi dalam melakukan khalawat.
Kemudian puncak kedekatan Nabi SAW dengan Allah SWT tercapai ketika melakukan isra mikraj. Di dalam isra mikraj itu nabi SAW telah sampai ke Sidratulmuntaha (tempat terakhir yang dicapai nabi ketika mikraj di langit ke tujuh), bahkan telah sampai kehadiran Ilahi dan sempat berdialog dgn Allah. Dialog ini terjadi berulang kali, dimulai ketika nabi SAW menerima perintah dari Allah SWT tentang kewajiban shalat lima puluh kali dalam sehari semalam. Atas usul nabi Musa AS, Nabi Muhammad SAW memohon agar jumlahnya diringankan dengan alasan umatnya nanti tidak akan mampu melaksanakannya. Kemudian Nabi Muhammad SAW terus berdialog dengan Allah SWT. Keadaan demikian merupakan benih yang menumbuhkan sufisme dikemudian hari.
Perikehidupan (sirah) nabi Muhammad SAW juga merupakan benih-benih tasawuf yaitu pribadi nabi SAW yang sederhana, zuhud, dan tidak pernah terpesona dengan kemewahan dunia. Dalam salah satu Doanya ia memohon: ”Wahai Allah, Hidupkanlah aku dalam kemiskinan dan matikanlah aku selaku orang miskin” (HR.at-Tirmizi, Ibnu Majah dan al-Hakim).
“Pada suatu waktu Nabi SAW datang kerumah istrinya, Aisyah binti Abu Bakar as-Siddiq. Ternyata dirumahnya tidak ada makanan. Keadaan ini diterimanya dengan sabar, lalu ia menahan lapar dengan berpuasa” (HR.Abu Dawud, at-Tirmizi dan an-Nasa-i) .
Ibadah Nabi Muhammad SAW. Ibadah nabi SAW juga sebagai cikal bakal tasawuf. Nabi SAW adalah orang yang paling tekun beribadah. Dalam satu riwayat dari Aisyah RA disebutkan bahwa pada suatu malam nabi SAW mengerjakan shalat malam, didalam salat lututnya bergetar karena panjang dan banyak rakaat salatnya. Tatkala rukuk dan sujud terdengar suara tangisnya namun beliau tetap melaksanakan salat sampai azan Bilal bin Rabah terdengar diwaktu subuh. Melihat nabi SAW demikian tekun melakukan salat, Aisyah bertanya: ”Wahai Junjungan, bukankah dosamu yang terdahulu dan yang akan datang diampuni Allah, mengapa engkau masih terlalu banyak melakukan salat?” nabi SAW menjawab:” Aku ingin menjadi hamba yang banyak bersyukur” (HR.Bukhari dan Muslim).
Selain banyak salat nabi SAW banyak berzikir. Beliau berkata: “Sesungguhnya saya meminta ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya setiap hari tujuh puluh kali” (HR.at-Tabrani).
Dalam hadis lain dikatakan bahwa Nabi SAW meminta ampun setiap hari sebanyak seratus kali (HR.Muslim). Selain itu nabi SAW banyak pula melakukan iktikaf dalam mesjid terutama dalam bulan Ramadan.
Akhlak Nabi Muhammad SAW. Akhlak nabi SAW merupakan acuan akhlak yang tidak ada bandingannya. Akhlak nabi SAW bukan hanya dipuji oleh manusia, tetapi juga oleh Allah SWT. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah SWT yang artinya: “Dan sesungguhnya kami (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”.(QS.Al Qalam:4) ketika Aisyah ditanya tentang Akhlak Nabi SAW, Beliau menjawab: Akhlaknya adalah Al-Qur’an”(HR.Ahmad dan Muslim). Tingkah laku nabi tercermin dalam kandungan Al-Qur’an sepenuhnya.
Dalam diri nabi SAW terkumpul sifat-sifat utama, yaitu rendah hati, lemah lembut, jujur, tidak suka mencari-cari cacat orang lain, sabar, tidak angkuh, santun dan tidak mabuk pujian. Nabi SAW selalu berusaha melupakan hal-hal yang tidak berkenan di hatinya dan tidak pernah berputus asa dalam berusaha.
Oleh karena itu, Nabi SAW merupakan tipe ideal bagi seluruh kaum muslimin, termasuk pula para sufi. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yang artinya:”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah.”.
Kehidupan Empat Sahabat Nabi Muhammad SAW.
Sumber lain yang menjadi sumber acuan oleh para sufi adalah kehidupan para sahabat yang berkaitan dengan keteguhan iman, ketakwaan, kezuhudan dan budi pekerti luhur. Oleh karena setiap orang yang meneliti kehidupan rohani dalam islam tidak dapat mengabaikan kehidupan kerohanian para sahabat yang menumbuhkan kehidupan sufi diabad-abad sesudahnya.
Kehidupan para sahabat dijadikan acuan oleh para sufi karena para sahabat sebagai murid langsung Rasulullah SAW dalam segala perbuatan dan ucapan mereka senantiasa mengikuti kehidupan Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu perilaku kehidupan mereka dapat dikatakan sama dengan perilaku kehidupan Nabi SAW, kecuali hal-hal tertentu yang khusus bagi Nabi SAW. Setidaknya kehidupan para sahabat adalah kehidupan yang paling mirip dengan kehidupan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW karena mereka menyaksikan langsung apa yang diperbuat dan dituturkan oleh Nabi SAW. Oleh karena itu Al-Qur’an memuji mereka: ” Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk islam) diantara orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah sediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai didalamnya, mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”. (QS.At Taubah:100).
Abu Nasr as-Sarraj at-Tusi menulis didalam bukunya, Kitab al-Luma`, tentang ucapan Abi Utbah al-Hilwani (salah seorang tabiin) tentang kehidupan para sahabat:” Maukah saya beritahukan kepadamu tentang kehidupan para sahabat Rasulullah SAW? Pertama, bertemu kepada Allah lebih mereka sukai dari pada kehidupan duniawi. Kedua, mereka tidak takut terhadap musuh, baik musuh itu sedikit maupun banyak. Ketiga, mereka tidak jatuh miskin dalam hal yang duniawi, dan mereka demikian percaya pada rezeki Allah SWT.”
Adapun kehidupan keempat sahabat Nabi SAW yang dijadikan panutan para sufi secara rinci adalah sbb:
1. Abu Bakar as-Siddiq. Pada mulanya ia adalah salah seorang Kuraisy yang kaya. Setelah masuk islam, ia menjadi orang yang sangat sederhana. Ketika menghadapi perang Tabuk, Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat, Siapa yang bersedia memberikan harta bendanya dijalan Allah SWT. Abu Bakar lah yang pertama menjawab:”Saya ya Rasulullah.” Akhirnya Abu Bakar memberikan seluruh harta bendanya untuk jalan Allah SWT. Melihat demikian, Nabi SAW bertanya kepada: ”Apalagi yang tinggal untukmu wahai Abu Bakar?” ia menjawab:”Cukup bagiku Allah dan Rasul-Nya.”
Diriwayatkan bahwa selama enam hari dalam seminggu Abu Bakar selalu dalam keadaan lapar. Pada suatu hari Rasulullah SAW pergi kemesjid. Disana Nabi SAW bertemu Abu Bakar dan Umar bin Khattab, kemudian ia bertanya:”Kenapa anda berdua sudah ada di mesjid?” Kedua sahabat itu menjawab:”Karena menghibur lapar.”
Diceritakan pula bahwa Abu Bakar hanya memiliki sehelai pakaian. Ia berkata:”Jika seorang hamba begitu dipesonakan oleh hiasan dunia, Allah membencinya sampai ia meninggalkan perhiasan itu.” Oleh karena itu Abu Bakar memilih takwa sebagai ”pakaiannya.” Ia menghiasi dirinya dengan sifat-sifat rendah hati, santun, sabar, dan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan ibadah dan zikir.
2. Umar bin Khattab yang terkenal dengan keheningan jiwa dan kebersihan kalbunya, sehingga Rasulullah SAW berkata:” Allah telah menjadikan kebenaran pada lidah dan hati Umar.” Ia terkenal dengan kezuhudan dan kesederhanaannya. Diriwayatkan, pada suatu ketika setelah ia menjabat sebagai khalifah, ia berpidato dengan memakai baju bertambal dua belas sobekan.
Diceritakan, Abdullah bin Umar, putra Umar bin Khatab, ketika masih kecil bermain dengan anak-anak yang lain. Anak-anak itu semua mengejek Abdullah karena pakaian yang dipakainya penuh dengan tambalan. Hal ini disampaikannya kepada ayahnya yang ketika itu menjabat sebagai khalifah. Umar merasa sedih karena pada saat itu tidak mempunyai uang untuk membeli pakaian anaknya. Oleh karena itu ia membuat surat kepada pegawai Baitulmal (Pembendaharaan Negara) diminta dipinjami uang dan pada bulan depan akan dibayar dengan jalan memotong gajinya.
Pegawai Baitulmal menjawab surat itu dengan mengajukan suatu pertanyaan, apakah Umar yakin umurnya akan sampai bulan depan. Maka dengan perasaan terharu dengan diiringi derai air mata , Umar menulis lagi sepucuk surat kepada pegawai Baitul Mal bahwa ia tidak lagi meminjam uang karena tidak yakin umurnya sampai bulan yang akan datang.
Disebutkan dalam buku-buku tasawuf dan biografinya, Umar menghabiskan malamnya beribadah. Hal demikian dilakukan untuk mengibangi waktu siangnya yang banyak disita untuk urusan kepentingan umat. Ia merasa bahwa pada waktu malamlah ia mempunyai kesempatan yang luas untuk menghadapkan hati dan wajahnya kepada Allah SWT.
3. Usman bin Affan yang menjadi teladan para sufi dalam banyak hal. Usman adalah seorang yang zuhud, tawaduk (merendahkan diri dihadapan Allah SWT), banyak mengingat Allah SWT, banyak membaca ayat-ayat Allah SWT, dan memiliki akhlak yang terpuji. Diriwayatkan ketika menghadapi Perang Tabuk, sementara kaum muslimin sedang menghadapi paceklik, Usman memberikan bantuan yang besar berupa kendaraan dan perbekalan tentara.
Diriwayatkan pula, Usman telah membeli sebuah telaga milik seorang Yahudi untuk kaum muslimin. Hal ini dilakukan karena air telaga tersebut tidak boleh diambil oleh kaum muslimin.
Dimasa pemerintahan Abu Bakar terjadi kemarau panjang. Banyak rakyat yang mengadu kepada khalifah dengan menerangkan kesulitan hidup mereka. Seandainya rakyat tidak segera dibantu, kelaparan akan banyak merenggut nyawa. Pada saat paceklik ini Usman menyumbangkan bahan makanan sebanyak seribu ekor unta.
Tentang ibadahnya, diriwayatkan bahwa usman terbunuh ketika sedang membaca Al-Qur’an. Tebasan pedang para pemberontak mengenainya ketika sedang membaca surah Al-Baqarah ayat 137 yang artinya:…”Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” ketika itu ia tidak sedikitpun beranjak dari tempatnya, bahkan tidak mengijinkan orang mendekatinya. Ketika ia rebah berlumur darah, mushaf (kumpulan lembaran) Al-Qur’an itu masih tetap berada ditangannya.
4. Ali bin Abi Talib yang tidak kurang pula keteladanannya dalam dunia kerohanian. Ia mendapat tempat khusus di kalangan para sufi. Bagi mereka Ali merupakan guru kerohanian yang utama. Ali mendapat warisan khusus tentang ini dari Nabi SAW. Abu Ali ar-Ruzbari , seorang tokoh sufi, mengatakan bahwa Ali dianugerahi Ilmu Laduni. Ilmu itu, sebelumnya, secara khusus diberikan Allah SWT kepada Nabi Khaidir AS, seperti firmannya yang artinya:…”dan telah Kami ajarkan padanya ilmu dari sisi Kami.” (QS.Al Kahfi:65).
Kezuhudan dan kerendahan hati Ali terlihat pada kehidupannya yang sederhana. Ia tidak malu memakai pakaian yang bertambal, bahkan ia sendiri yang menambal pakiannya yang robek.
Suatu waktu ia tengah menjinjing daging di Pasar, lalu orang menyapanya:”Apakah tuan tidak malu memapa daging itu ya Amirulmukminin (Khalifah)?” Kemudian dijawabnya:”Yang saya bawa ini adalah barang halal, kenapa saya harus malu?”.
Abu Nasr As-Sarraj at-Tusi berkomentar tentang Ali. Katanya:”Di antara para sahabat Rasulullah SAW Amirulmukminin Ali bin Abi Talib memiliki keistimewahan tersendiri dengan pengertian-pengertiannya yang agung, isyarat-isyaratnya yang halus, kata-katanya yang unik, uraian dan ungkapannya tentang tauhid, makrifat, iman, ilmu, hal-hal yang luhur, dan sebagainya yang menjadi pegangan serta teladan para sufi.
Kehidupan Para Ahl as-Suffah. Selain keempat khalifah di atas, sebagai rujukan para sufi dikenal pula para Ahl as-Suffah. Mereka ini tinggal di Mesjid Nabawi di Madinah dalam keadaan serba miskin, teguh dalam memegang akidah, dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Diantara Ahl as-Suffah itu ialah Abu Hurairah, Abu Zar al-Giffari, Salman al-Farisi, Mu’az bin Jabal, Imran bin Husin, Abu Ubaidah bin Jarrah, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Abbas dan Huzaifah bin Yaman. Abu Nu’aim al-Isfahani, penulis tasawuf (w. 430/1038) menggambarkan sifat Ahl as-Suffah di dalam bukunya Hilyat al-Aulia`(Permata para wali) yang artinya: Mereka adalah kelompok yang terjaga dari kecendrungan duniawi, terpelihara dari kelalaian terhadap kewajiban dan menjadi panutan kaum miskin yang menjauhi keduniaan. Mereka tidak memiliki keluarga dan harta benda. Bahkan pekerjaan dagang ataupun peristiwa yang berlangsung disekitar mereka tidak lah melalaikan mereka dari mengingat Allah SWT. Mereka tidak disedihkan oleh kemiskinan material dan mereka tidak digembirakan kecuali oleh suatu yang mereka tuju.
Diantara Ahl as-Suffah itu ada yang mempunyai keistimewahan sendiri. Hal ini memang diwariskan oleh Rasulullah SAW kepada mereka seperti Huzaifah bin Yaman yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW tentang ciri-ciri orang Munafik. Jika ia berbicara tentang orang munafik, para sahabat yang lain senantiasa ingin mendengarkannya dan ingin mendapatkan ilmu yang belum diperolehnya dari Nabi SAW. Umar bin Khattab pernah tercengang mendengar uraian Huzaifah tentang ciri-ciri orang munafik.
Adapun Abu Zar al-Giffarri adalah seorang Ahl as-Suffah termasyur yang bersifat sosial. Ia tampil sebagai prototipe (tokoh pertama) fakir sejati. Abu Zar tidak pernah memiliki apa-apa, tetapi ia sepenuhnya milik Allah SWT dan akan menikmati hartanya yang abadi. Apabila ia diberikan sesuatu berupa materi, maka materi tersebut dibagi-bagi kepada para fakir miskin.
Kehidupan Para Tabiin. Setelah periode sahabat berlalu muncul periode Tabiin (sekitar abad ke-1 H dan ke-2 H). Pada masa itu kondisi sosial-politik sudah mulai berubah dari masa sebelumnya. Konflik-konflik politik yang dimulai dari masa Usman bin Affan berkepanjangan sampai kemasa-masa sesudahnya. Konflik tersebut ternyata mempunyai dampak terhadap kehidupan beragama, yakni munculnya kelompok-kelompok Bani Umayyah, Syiah, Khawarij dan Murjiah.
Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, kehidupan politik berubah total. Dengan sistem pemerintahan monarki, khalifah-khalifah Bani Umayyah secara bebas berbuat kezaliman-kezaliman, terutama terhadap kelompok syiah, yakni kelompok politik yang paling gencar menentangnya. Puncak kekejaman mereka terlihat jelas pada saat terbunuhnya Husein bin Ali bin Abi Talib di Karbala. Kasus pembunuhan ini ternyata mempunyai pengaruh yang besar dalam masyarakat islam pada masa itu. Kekejaman Bani Umayyah yang tak henti-hentinya itu membuat kelompok penduduk kufah merasa menyesal karena telah menghianati Husein dan memberikan dukungan kepada pihak yang melawan Husein. Mereka menyebut kelompoknya Tawabun (Kaum Tawabin).
Disamping gejolak politik yang berkepanjangan, perubahan kondisi sosialpun terjadi. Hal ini mempunyai pengaruh besar dalam pertumbuhan kehidupan beragama masyarakat islam. Pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat, secara umum kaum muslimin hidup dalam keadaan sederhana. Ketika Bani Umayyah memegang tampuk kekuasaan, hidup mewah mulai meracuni masyarakat, terutama terjadi dikalangan istana. Mu`awiyah bin Abu Sufyan sebagai Khalifah nampak semakin jauh dari tradisi kehidupan Nabi SAW serta para sahabat-sahabat utama dan semakin dekat dengan traidisi kehidupan raja-raja Romawi. Kemudian anaknya, Yazid (memerintah 61 H/680 M- 64 H/683 M), dikenal sebagai khalifah yang tidak memperdulikan ajaran-ajaran agama. Dalam sejarah, Yazid dikenal sebagai pemabuk. Dalam situasi yang demikian kaum muslimin yang saleh merasa berkewajiban menyeruhkan kepada masyarakat untuk hidup zuhud, sederhana, saleh dan tidak tenggelam dalam buaian hawa nafsu. Diantara para penyeru tersebut adalah Abu Zar al-Giffari. Dia melancarkan kritik tajam kepada Bani Umayyah yang sedang tenggelam dalam kemewahan dan menyeruhkan agar ditetapkan keadilan sosial dalam Islam.
Dari perubahan-perubahan kondisi sosial tersebut sebagian masyarakat mulai melihat kembali pada kesederhanaan kehidupan Nabi SAW dan para sahabatnya. Sejak itu kehidupan Zuhud menyebar luas dikalangan masyarakat. Para pelaku Zuhud disebut Zahid atau karena ketekunan beribadah maka disebut `abid.
Tokoh Tabiin kelas pertama yang muncul di Madinah ialah Sa’id bin Musayyab (15-94H). Ia banyak mendapat pendidikan dari Mertuanya, Abu Hurairah. Pada dirinya terkumpul kealiman dalam bidang hadist dan fikih disamping juga dalam bidang ibadah, kezuhudan dan akhlak mulia.
Selanjutnya muncul salim bin Abdullah bin Umar bin Khattab, seorang tabiin yang hidup zuhud. Diriwayatkan (berdasarkan ucapan tabiin) suatu kali Sulaiman bin Abdul Malik masuk ke Mesjidilharam. Didalam mesjid dilihatnya Salim dan ditegurnya:”Mintalah kepadaku segala kebutuhanmu”. Jawab Salim:” Demi Allah, dalam Baitullah ini aku tidak meminta kepada siapapun kecuali kepada Allah.”
Dikota Basrah muncul AL-HASAN AL-BASRI (Madinah,21H/642M – Basrah,110 H/728M) seorang ulama besar dalam beberapa bidang Ilmu, seperti: Hadis, Fikih dan Tafsir, juga seorang pendidik dan sufi. Nama lengkapnya Abu Sa’id al-Hasan bin Abi Hasan Yasar al-Basri. Ayahnya bernama Yasar al-Basri Maula Zaid bin Sabit al Ansari, sedangkan ibunya bernama Khairah Maulat Ummu Salamah. Keluarga al-Hasan al-Basri adalah keluarga yang berilmu dan menaruh perhatian terhadap ilmu terutama Al Qur’an dan Hadis. Ibunya sendiri sangat dekat dengan Ummu Salamah, salah seorang istri Rasulullah , tergolong orang berilmu. Ibunya adalah penghapal dan periwayat hadis, yang menerima dan meriwayatkan banyak hadis dari Ummu Salamah.
Pendidikan awal Al Hasan al-Basri diperoleh dari keluarganya sendiri terutama dari Ibunya. Ibunya memberikan pengaruh yang besar tehadap perkembangan dan pertumbuhan al Hasan al-Basri dan saudaranya Sa’id bin Abi Hasan Yasar al-Basri. Ia banyak mendengar riwayat hadis dari ibunya, para sahabat dan para tabiin dan pada usianya 14 Tahun ia sudah menghapal al Qur’an. Ia banyak belajar dan berada dalam asuhan ilmu dari Ali bin Abi Talib, terutama ilmu tentang kerohanian dan dari Huzaifah bin Yaman. Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani menyebutkan bahwa al Hasan al Basri, selain sempat bertemu Ali bin Abi Talib, ia juga sempat bertemu Talhah bin Ubaidillah, dan Aisyah binti Abu Bakar. Ia menerima hadis riwayat beberapa sahabat dan para perawi hadis lainnya seperti: Ubay bin Ka’b (w.19H), Sa’id bin Ubadah, Umar bin Khattab, Ammar bin Yasir, Abu Hurairah, Usman bin Affan, Abdullah bin Umar, Hamid at-Tawil, Yazid bin Abi Maryam, dan Mu’awiyah bin Abu Sufyan.
Menurut Ahmad Ismail al-Basit, seorang ulama Yordania, membagi masa kehidupan al Hasan atas tiga periode yaitu: (1) periode Tahun 21-42 H; (2) periode tahun 43-53H; dan (3) periode 53-110H.
Periode pertama merupakan periode kehidupannya di Madinah, ia banyak menimba ilmu bukan hanya dari ibunya tetapi dari sebagian sahabat.
Pada periode kedua, ia melibatkan diri dalam peperangan dan penaklukan wilayah-wilayah baru. Pada saat yang bersamaan ia banyak bertemu dengan para sahabat-sahabat Nabi SAW dan menimba ilmu dari mereka. Pada periode ini juga ia menjadi sekretaris Rabi` bin Ziyad al-Harisi (w.53), seorang amir Sijistan Khurasan (Persia).
Periode ke tiga ia habiskan waktunya di Basra untuk menyampaikan dan mengajarkan ilmunya.
Ia membuka madrasah al Hasan al-Basri, Ia menyampaikan pesan-pesan pendidikannya melalui 2 Cara:
1. Ia mengajak murid-muridnya menghidupkan kembali kondisi masa salaf, seperti yang terjadi pada masa para sahabat nabi Muhammad SAW, terutama masa umar bin Khattab, yang selalu berpegang teguh kepada kitabullah dan sunah Rasulullah SAW;
2. Ia menyerukan kepada murid-muridnya untuk bersikap Zuhud dalam menghadapi kemewahan dunia, zuhud dalam pengertiannya adalah tidak tamak terhadap kemewahan dunia dan tidak pula lari dari persoalan dunia, tetapi selalu merasa cukup dengan apa yang ada
Tentang tasawuf al Hasan al-Basri berkata:
”Barangsiapa yang memakai tasawuf karena tawaduk (kepatuhan) kepada Allah akan ditambah Allah cahaya dalam diri dan Hatinya, dan barang siapa yang memakai tasawuf karena kesombongan kepadanya akan dicampakkan kedalam neraka”.
Al Hasan al-Basri masyhur dengan kezuhudannya yang berlandaskan Khauf (Takut kepada kemurkaan Allah SWT) dan diiringi dengan rajā (senantiasa mengharapkan Rahmat Allah SWT). Saking takutnya kepada Allah SWT ia selalu membayangkan bahwa neraka itu seakan-akan diciptakan oleh Allah SWT semata-mata hanya untuk dirinya. Oleh sebab itu al Hasan al-Basri mengatakan: ”Jauhilah dunia ini karena ia sebenarnya serupa dengan ular, licin pada perasaan tangan, tetapi racunnya mematikan.”
Kedalaman pengetahuan al-Hasan al-Basri mengenai tasawuf cendrung untuk mengartikan beberapa istilah dalam agama islam menurut pendekatan tasawuf.
Islam, misalnya, diartikan penyerahan hati dan jiwa hanya kepada Allah SWT dan keselamatan seseorang muslim dari gangguan muslim lain.
Orang beriman, menurutnya adalah orang yang mengetahui bahwa apa yang dikatakan oleh Allah SWT, itu pula yang harus dia katakan.
Orang mukmin ialah orang yang paling baik amalannya dan paling takut kepada Allah SWT dan sekalipun ia menafkahkan hartanya setinggi gunung ia seakan-akan tidak dapat melihatnya (tidak menceritakannya).
Para sufi menurut pengertiannya adalah orang yang hatinya selalu bertaqwa kepada Allah SWT dan memiliki ciri al: berbicara benar, menepati janji, mengadakan silaturahmi, menyayangi yang lemah, tidak memuji diri dan mengerjakan yang baik-baik. Fakih, menurutnya orang yang zahid terhadap dunia dan senang terhadap akhirat, melihat dan memahami agamanya, senantiasa beribadah kepada tuhannya, bersikap warak, menjaga kehormatan kaum muslimin dan harta benda mereka dan menjadi penasihat dan pembimbing bagi masyarakatnya.
Al Hasan al-Basri dan para ulama lain seperti Sulaiman bin Umar. Merupakan ulama besar yang dimintai kerjasamanya oleh Umar bin Abdul Azis (Madinah, 63 H/682M – 101H/720M) Khalifah dinasti Umayyah, yang pertama, yang meminta nasihat dan Fatwa mereka tentang berbagai kebijaksanaan, mengajarkan rakyat mengenai hukum syariat, setia mengikuti perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya.
Dan pada masa Umar bin Abdul Azis umat islam mengalami kesejahteraan dan masalah Khilafiah antara Syiah dan Suni dapat diluruskan..
Sebenarnya banyak tokoh-tokoh lain yang baik untuk diteladani seperti Malik Bin Dinar (w.171 H) murid dari al Hasan al-Basri, Tokoh Tabiin di kufah antara lain Sufyan as-Sauri (97-161H) yang terkenal kealimannya dalam bidang hadis dan fikih, tokoh kufah lainya seperti: Rabi bin Khaisam, Sa’id bin Jubair, Tawus bin Kaisan al-Yamani, Sufyan bin Uyainah, Jabir bin Hayyan dan Abu Hasyim. Umumnya mereka mempunyai ketekunan yang istimewah dalam beribadah. Dalam hal ini satu riwayat dari imam al-Gazali dikatakan bahwa diantara mereka ada yang sanggup melakukan qiyām al-lail (Shalat malam) sepanjang malam.
Berikut nasihat, pendapat dan fatwa para imam dan ulama tentang sufi dan tasawuf:
Imam Abu Hanifa (81-150 H./700-767 CE)
Imam Abu Hanifa (r) (85 H.-150 H) berkata, “Jika tidak karena dua tahun, saya telah celaka. Karena dua tahun saya bersama Sayyidina
Ja’far as-Sadiq dan mendapatkan ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui jalan yang benar”. Ad-Durr al-Mukhtar, vol 1. p. 43 bahwa Ibn ‘Abideen said, “Abi Ali Dakkak, seorang sufi, dari Abul
Qassim an-Nasarabadi, dari ash-Shibli, dari Sariyy as-Saqati dari Ma’ruf al-Karkhi, dari Dawad at-Ta’i, yang mendapatkan ilmu lahir dan batin dari Imam Abu Hanifa (r), yang mendukung jalan Sufi.” Imam berkata sebelum meninggal: lawla sanatan lahalaka Nu’man, “Jika tidak karena dua tahun, Nu’man (saya) telah celaka.” Itulah dua tahun bersama Ja’far as-Sadiq.
Imam Malik (94-179 H./716-795 CE)
Imam Malik (r): “man tassawaffa wa lam yatafaqah faqad tazandaqa wa man tafaqaha wa lam yatsawwaf faqad fasadat, wa man tafaqaha wa tassawafa faqad tahaqqaq. (Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasauf tanpa fikh maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fikh tanpa tasauf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasauf dan fikh dia meraih kebenaran).” (dalam buku ‘Ali al-Adawi dari keterangan Imam Abil-Hassan, ulama fikh, vol. 2, p. 195
Imam Shafi’i (150-205 H./767-820 CE)
Imam Shafi’i : ”Saya bersama orang sufi dan aku menerima 3 ilmu:
1. Mereka mengajariku bagaimana berbicara.
2. Mereka mengajariku bagaimana memperlakukan orang dengan kasih dan hati lembut.
3. Mereka membimbingku ke dalam jalan tasawuf
[Kashf al-Khafa and Muzid al-Albas, Imam ‘Ajluni, vol. 1, p. 341.]
Dalam Diwan (puisi) Imam Syafii, nomor 108 :
“Jadilah ahli fiqih dan sufi Jangan menjadi salah satunya Demi Allah Aku menasehatimu”.
Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H./780-855 CE)
Imam Ahmad (r) : “Ya walladee ‘alayka bi-jallassati ha’ula’i as-Sufiyya. Fa innahum zaadu ‘alayna bikathuratil ‘ilmi wal murqaba wal khashiyyata waz-zuhda wa ‘uluwal himmat (Anakku jika kamu harus duduk bersama orang-orang sufi, karena mereka adalah mata air ilmu dan mereka tetap mengingat Allah dalam hati mereka. Mereka orang-orang zuhud dan mereka memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi,” –Tanwir al-Qulub, p. 405, Shaikh Amin al-Kurdi)
Imam Ahmad (r) tentang Sufi:”Aku tidak melihat orang yang lebih baik dari mereka” ( Ghiza al-Albab, vol. 1, p. 120)
Imam al-Qushayri (d. 465 H./1072 CE)
Imam al-Qushayri tentang Tasawuf: “Allah membuat golongan ini yang terbaik dari wali-wali-Nya dan Dia mengangkat mereka di atas seluruh hamba-hamba-Nya sesudah para Rasul dan Nabi, dan Dia memberi hati mereka rahasia Kehadiran Ilahi-Nya dan Dia memilih mereka diantara umat-Nya yang menerima cahaya-Nya. Mereka adalah sarana kemanusiaan, Mereka menyucikan diri dari segala hubungan dengan dunia dan Dia mengangkat mereka ke kedudukan tertinggi dalam penampakan (kasyf). Dan Dia membuka kepada mereka Kenyataan akan Keesaan-Nya. Dia membuat mereka untuk melihat kehendak-Nya mengendalikan diri mereka. Dia membuat mereka bersinar dalam wujud-Nya dan menampakkan mereka sebagai cahaya dan cahaya-Nya .” [ar-Risalat al-Qushayriyya, p. 2]
Imam Ghazali (450-505 H./1058-1111 CE)
Imam Ghazali, hujjatul-Islam, tentang tasawuf : “Saya tahu dengan benar bahwa para Sufi adalah para pencari jalan Allah, dan bahwa mereka melakukan yang terbaik, dan jalan mereka adalah jalan terbaik, dan akhlak mereka paling suci. Mereka membersihkan hati mereka dari selain Allah dan mereka menjadikan mereka sebagai jalan bagi sungai untuk mengalirnya kehadiran Ilahi [al-Munqidh min ad-dalal, p. 131].
Imam Nawawi (620-676 H./1223-1278 CE)
Dalam suratnya al-Maqasid : “Ciri jalan sufi ada 5 : menjaga kehadiran Allah dalam hati pada waktu ramai dan sendiri mengikuti Sunah Rasul dengan perbuatan dan kata menghindari ketergantungan kepada orang lain bersyukur pada pemberian Allah meski sedikit selalu merujuk masalah kepada Allah swt [Maqasid at-Tawhid, p. 20]
Imam Fakhr ad-Din ar-Razi (544-606 H./1149-1209 CE)
Imam Fakhr ad-Din ar-Razi : “Jalan para sufi adalah mencari ilmu untuk memutuskan diri mereka dari kehidupan dunia dan menjaga diri mereka agar selalu sibuk dalam pikiran dan hati mereka dengan mengingat Allah, pada seluruh tindakan dan perilaku” .” [Ictiqadat Furaq al-Musliman, p. 72, 73]
Ibn Khaldun (733-808 H./1332-1406 CE)
Ibn Khaldun : “Jalan sufi adalah jalan salaf, ulama-ulama di antara Sahabat, Tabi’een, and Tabi’ at-Tabi’een. Asalnya adalah beribadah kepada Allah dan meninggalkan perhiasan dan kesenangan dunia” [Muqaddimat ibn Khaldan, p. 328]
Tajuddin as-Subki
Mu’eed an-Na’eem, p. 190, dalam tasauf: “Semoga Allah memuji mereka dan memberi salam kepada mereka dan menjadikan kita bersama mereka di dalam sorga. Banyak hal yang telah dikatakan tentang mereka dan terlalu banyak orang-orang bodoh yang mengatakan hal-hal yang tidak berhubungan dengan mereka. Dan yang benar adalah bahwa mereka meninggalkan dunia dan menyibukkan diri dengan ibadah” Dia berkata: “Mereka adalah manusia-manusia yang dekat dengan Allah yang doa dan shalatnya diterima Allah, dan melalui mereka Allah membantu manusia.
Jalaluddin as-Suyuti
Dalam Ta’yad al-haqiqat al-’Aliyya, p. 57: “tasawuf dalam diri mereka adalah ilmu yang paling baik dan terpuji. Dia menjelaskan bagaimana mengikuti Sunah Nabi dan meninggalkan bid’ah”
Ibn Taimiya (661-728 H./1263-1328 CE) (syeikhnya orang-orang Salafi/Wahabi)
Majmu Fatawa Ibn Taymiyya, Dar ar-Rahmat, Cairo, Vol, 11, page 497, Kitab Tasawwuf: “Kamu harus tahu bahwa syaikh-syaikh terbimbing harus diambil sebagai petunjuk dan contoh dalam agama, karena mereka mengikuti jejak Para Nabi dan Rasul. Tariqat para syaikh itu adalah untuk menyeru manusia ke Kehadiran Allah dan ketaatan kepada Nabi.”
Juga dalam hal 499: “Para syaikh dimana kita perlu mengambil sebagai pembimbing adalah teladan kita dan kita harus mengikuti mereka. Karena ketika kita dalam Haji, kita memerlukan petunjuk (dalal) untuk mencapai Ka’ bah, para syaikh ini adalah petunjuk kita (dalal) menuju Allah dan Nabi kita. Di antara para syaikh yang dia sebut adalah: Ibrahim ibn Adham, Macruf al-Karkhi, Hasan al-Basri, Rabia al-Adawiyya, Junaid ibn Muhammad, Shaikh Abdul Qadir Jailani, Shaikh Ahmad ar-Rafa’i, and Shaikh Bayazid al- Bistami.
Ibn Taymiyya mengutip Bayazid al-Bistami pada 510, Volume 10: “…Syaikh besar, Bayazid al-Bistami, dan kisah yang terkenal ketika dia menyaksikan Tuhan dalam kasyf dan dia berkata kepada Dia:” Ya Allah, bagaimana jalan menuju Engkau?”. Dan Allah menjawab: “Tinggalkan dirimu dan datanglah kepada-Ku”. Ibn Taymiah melanjutakan kutipan Bayazid al-Bistami, ” Saya keluar dari diriku seperti seekor ular keluar dari kulitnya”. Implisit dari kutipan ini adalah sebuah indikasi tentang perlunya zuhd (pengingkaran-diri atau pengingkaran terhadap kehidupan dunia), seperti jalan yang diikuti Bayazid al-Bistami.
Kita melihat dari kutipan di atas bahwa Ibn Taymiah menerima banyak Syaikh dengan mengutipnya dan meminta orang untuk mengikuti bimbingannya untuk menunjukkan cara menaati Allah dan Rasul Saw.
Apa kata Ibn Taymiah tentang istilah tasawuf
Berikut adalah pendapat Ibn Taimiah tentang definisi Tasauf dari strained, Whether you are gold or gold-plated copper.” Sanai. Following is what Ibn Taymiyya said about the definition of Tasawwuf, from Volume 11, At-Tasawwuf, of Majmu’a Fatawa Ibn Taymiyya al-Kubra, Dar ar-Rahmah, Cairo:
“Alhamdulillah, penggunaan kata tasauf telah didiskusikan secara mendalam. Ini adalah istilah yang diberikan kepada hal yang berhubungan dengan cabang ilmu (tazkiyat an-nafs and Ihsan).”
“Tasauf adalah ilmu tentang kenyataan dan keadaan dari pengalaman. Sufi adalah orang yang menyucikan dirinya dari segala sesuatu yang menjauhkan dari mengingat Allah dan orang yang mengisi dirinya dengan ilmu hati dan ilmu pikiran di mana harga emas dan batu adalah sama saja baginya.
Tasauf menjaga makna-makna yang tinggi dan meninggalkan mencari ketenaran dan egoisme untuk meraih keadaan yang penuh dengan Kebenaran.
Manusia terbaik sesudah Nabi adalah Shidiqin, sebagaimana disebutkan Allah: “Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu: Nabi, para shiddiqqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. 4:69)” Dia melanjutkan mengenai Sufi,”mereka berusaha untuk menaati Allah.. Sehingga dari mereka kamu akan mendapati mereka merupakan yang terdepan (sabiqunas-sabiqun) karena usaha mereka. Dan sebagian dari merupakan golongan kanan (ashabus-syimal).”
Imam Ibn Qayyim (d. 751 H./1350 CE)
Imam Ibn Qayyim menyatakan bahwa, “Kita menyaksikan kebesaran orang-orang tasawuf dalam pandangan salaf bagaimana yang telah disebut oleh Sufyan ath-Tsawri (d. 161 H./777 CE). Salah satu imam terbesar abad kedua dan salah satu mujtahid terkemuka, dia berkata: “Jika tidak karena Abu Hisham as-Sufi (d. 115 H./733 CE) saya tidak pernah mengenal bentuk munafik yang kecil (riya’) dalam diri (Manazil as-Sa’ireen) Lanjut Ibn Qayyim:”Diantara orang terbaik adalah Sufi yang mempelajari fiqh” ‘
Abdullah ibn Muhammad ibn ‘Abdul Wahhab (1115-1201 H./1703-1787 CE) (syeikhnya orang-orang Salafi/Wahabi)
Dari Mu ammad Man ar Nu’mani’s book (p. 85), Ad- ia’at al-Mukaththafa Didd ash-Shaikh Mu ammad ibn c’Abdul Wahhab: “Shaikh ‘Abdullah, anak shaikh Muhammad ibn ‘Abdul Wahhab, mengatakan mengenai Tasawwuf: ‘Anakku dan saya tidak pernah menolak atau mengkritik ilmu tasauf, tetapi sebaliknya kami mendukungnya karena ia menyucikan baik lahir maupun batin dari dosa tersembunyi yang berhubungan dengan hati dan bentuk batin. Meskipun seseorang mungkin secara lahir benar, secara batin mungkin salah; dan untuk memperbaikinya tasauf diperlukan.” Dalam volume 5 dari Muhammad ibn ‘Abdul Wahhab entitled ar-Rasa’il ash-Shakhsiyya, hal 11, serta hal. 12, 61, and 64 dia menyatakan: “Saya tidak pernah menuduh kafir Ibn ‘Arabi atau Ibn al-Farid karena interpretasi sufinya”
Ibn ‘Abidin
Ulama besar, Ibn ‘Abidin dalam Rasa’il Ibn Abidin (p. 172-173) menyatakan: ” Para pencari jalan ini tidak mendengar kecuali Kehadiran Ilahi dan mereka tidak mencintai selain Dia. Jika mereka mengingat Dia mereka menangis. Jika mereka memikirkan Dia mereka bahagia. Jika mereka menemukan Dia mereka sadar. Jika mereka melihat Dia mereka akan tenang. Jika mereka berjalan dalan Kehadiran Ilahi, mereka menjadi lembut. Mereka mabuk dengan Rahmat-Nya. Semoga Allah merahmati mereka”. [Majallat al-Muslim, 6th ed., 1378 H, p. 24].
Shaikh Rashid Rida
Dia berkata,”tasawuf adalah salah satu pilar dari pilar-pilar agama. Tujuannya adalah untuk membersihkan diri dan mempertanggungjawabkan perilaku sehari-hari dan untuk menaikan manusia menuju maqam spiritual yang tinggi” [Majallat al-Manar, 1st year, p. 726].
Maulana Abul Hasan ‘Ali an-Nadwi
Maulana Abul Hasan ‘Ali an-Nadwi anggota the Islamic-Arabic Society of India and Muslim countries. Dalam, Muslims in India, , p. 140-146, “Para sufi ini memberi inisiasi (baiat) pada manusia ke dalam keesaan Allah dan keikhlasan dalam mengikuti Sunah Nabi dan dalam menyesali kesalahan dan dalam menghindari setiap ma’siat kepada Allah SWT. Petunjuk mereka merangsang orang-orang untuk berpindah ke jalan kecintaan penuh kepada Allah” “Di Calcutta, India, lebih dari 1000 orang mengambil inisiasi (baiat) ke dalam Tasauf” “Kita bersyukur atas pengaruh orang-orang sufi, ribuan dan ratusan ribu orang di India menemukan Tuham merka dan meraih kondisi kesempurnaan melalui Islam”
Abul ‘Ala Mawdudi
Dalam Mabadi’ al-Islam (p. 17), “Tasauf adalah kenyataan yang tandanya adalah cinta kepada Allah dan Rasul saw, di mana sesorang meniadakan diri mereka karena tujuan mereka (Cinta), dan seseorang meniadakan dari segala sesuatu selain cinta Allah dan Rasul” “Tasauf mencari ketulusan hati, menyucikan niat dan kebenaran untuk taat dalam seluruh perbuatannya.” Ringkasnya, tasauf, dahulu maupun sekarang, adalah sarana efektif untuk menyebarkan kebenaran Islam, memperluas ilmu dan pemahaman spiritual, dan meningkatkan kebahagian dan kedamaian. Dengan itu manusia dapat menemukan diri sendir dan, dengan demikian, menemukan Tuhannya. Dengan itu manusia dapat meningkatkan, merubah dan menaikan diri sendiri dan mendapatkan keselamatan dari kebodohan dunia dan dari godaan keindahan materi. Dan Allah yang lebih mengetahui niat hamba-hamba-Nya.
Bukti-bukti yang nyata bahwa para wali Allah dan para muzahid selalu berada dalam naungan dan perlindungan Allah SWT bahkan sampai ketika ia meninggalpun Allah SWT tetap melindunginya sampai akhir Zaman sampai ketika tiap-tiap diri dibangkitkan kembali dan menghadap tuhannya.
Makam Syekh Abdurrauf Singkil (Singkil, Aceh 1024 H/1615 M – Kuala Aceh, Aceh 1105 H/1693 M) adalah seorang ulama besar Aceh yang terkenal dan merupakan syaikh untuk Tarekat Syattariyah (salah satu aliran ilmu tasawuf). Ia memiliki pengaruh yang besar dalam penyebaran agama Islam di Sumatera dan Nusantara pada umumnya. Sebutan gelarnya yang juga terkenal ialah Teungku Syiah Kuala (bahasa Aceh, artinya Syekh Ulama di Kuala).
Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas, syaikh untuk Tarekat Syattariyah Ahmad al-Qusyasyi adalah salah satu gurunya. Nama Abdurrauf muncul dalam silsilah tarekat dan ia menjadi orang pertama yang memperkenalkan Syattariyah di Indonesia. Namanya juga dihubungkan dengan terjemahan dan tafsir Al-Qur’an bahasa Melayu atas karya Al-Baidhawi berjudul Anwar at-Tanzil Wa Asrar at-Ta’wil, yang pertama kali diterbitkan di Istanbul tahun 1884.
Makam Syiah Kuala atau Syech Abdurrauf bin Ali Al Fansuri As-Singkili pada saat bencana tsunami yang dasyat di Aceh 26 Desember 2004 pagi. makam ini hanya berjarak sekitar 50 meter dari pinggir laut. Lokasinya tidak jauh dari muara Sungai Aceh (Kreung Aceh) yang jaraknya 3 km dari pusat kota Banda Aceh.
Setelah tsunami, pemda setempat membangun kembali jalan baru dan seluruh infrastruktur yang hancur menuju ke perumahan penduduk yang melewati lokasi ini.
Maaf tujuan saya, memunculkan ini sekali lagi bukan untuk mengkramatkan makam karena itu syirik tetapi untuk menunjukkan bahwa dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dengan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal dan mau berpikir..
PERINGATAN RASUL Larangan berpecah belah sesama umat muslim
Imam Muslim meriwayatkan dari Tsauban, bahwa Rasululloh ShallAllohu’alaihi wa Sallam bersabda :
“إن الله زوى لي الأرض، فرأيت مشارقها ومغاربها، وإن أمتي سيبلغ ملكها ما زوي لي منها، وأعطيت كنـزين : الأحمر والأبيض، وإني سألت ربي لأمتي أن لا يهلكها بسنة بعامة، وأن لا يسلط عليهم عدوا من سوى أنفسهم فيستبيح بيضتهم، وإن ربي قال : يا محمد إني إذا قضيت قضاء فإنه لا يرد، وإني أعطيتك لأمتك أن لا أهلكهم بسنة بعامة، وأن لا أسلط عليهم عدوا من سوى أنفسهم فيستبيح بيضتهم، ولو اجتمع عليهم من بأقطارها، حتى يكون بعضهم يهلك بعضا، ويسبي بعضهم بعضا”.
“Sungguh Alloh telah membentangkan bumi kepadaku, sehingga aku dapat melihat belahan timur dan barat, dan sungguh kekuasaan umatku akan sampai pada belahan bumi yang telah dibentangkan kepadaku itu, dan aku diberi dua simpanan yang berharga, merah dan putih (imperium Persia dan Romawi), dan aku minta kepada Rabbku untuk umatku agar jangan dibinasakan dengan sebab kelaparan (paceklik) yang berkepanjangan, dan jangan dikuasakan kepada musuh selain dari kaum mereka sendiri, sehingga musuh itu nantinya akan merampas seluruh negeri mereka.
Lalu Rabb berfirman : “Hai Muhammad, jika aku telah
menetapkan suatu perkara, maka ketetapan itu tak akan bisa berubah, dan sesungguhnya Aku telah memberikan kepadamu untuk umatmu untuk tidak dibinasakan dengan sebab paceklik yang berkepanjangan, dan tidak akan dikuasai oleh musuh selain dari kaum mereka sendiri, maka musuh itu tidak akan bisa merampas seluruh negeri mereka, meskipun manusia yang ada di jagat raya ini berkumpul menghadapi mereka, sampai umatmu itu sendiri sebagian menghancurkan sebagian yang lain, dan sebagian meraka menawan sebagian yang lain.”
Penjelasan:
Bukti bukti akan kenabian Muhammad ShallAllohu’alaihi wa Sallam yang terkandung dalam hadits ini adalah :
• Pemberitahuan beliau bahwa Alloh telah membentangkan kepadanya belahan bumi sebelah barat dan timur, dan menjelaskan makna dari hal itu, kemudian terjadi seperti yang beliau beritakan, berlainan halnya dengan belahan selatan dan utara.
• Pemberitahuan beliau bahwa beliau diberi dua simpanan yang berharga.
• Pemberitahuan beliau bahwa do’anya untuk umatnya dikabulkan dalam dua hal, sedangkan hal yang ketiga tidak dikabulkan.
• Pemberitahuan beliau bahwa akan terjadi pertumpahan darah diantara umatnya, dan kalau sudah terjadi tidak akan berakhir sampai hari kiamat.
• Pemberitahuan beliau bahwa sebagian umat ini akan menghancurkan sebagian yang lain, dan sebagian mereka menawan sebagian yang lain.
Ijin copas ya…:-)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
memang benar uraian diatas sebagai pencerahan hati kita tapi hanya sedikit orang-orang yang mengetahuinya dan kebukan mata hatinya. terima kasih
apakah bapak sudah menjalankan itu semua ?…………
trima kasih ,semoga bisa ter baca selalu,poin poin yg dirangkum semoga menjadi penyem mangat,,,,,TRIMA KASIH
Sesungguhnya aku berlindung kepada Allah dari ulama yang suka mengolok-olok, oleh karena itu, sy berusaha untuk menjadi seorang muslim yang baik dan masuk Islam secara kaffah. Jika ada orang yg mengatakan tasawuf adalah agama baru itu benar. Orang2 tasawuf yang lurus ia memegang konsep Islam secara utuh, yaitu beribadah dengan kepercayaan yang penuh, haqqul yakin kepada Allah dan berusaha berakhlak baik, baik kepada Allah dan sesama makhluk. Jd orang-orang Wahabi mengatakan tasawuf itu bid’ah, orang2nya kafir dan darahnya halal. Apakah Rasulullah saw mengajarkan demikian. Saya orang awaw.
jika antum bingung dengan banyaknya aliran baru gakk usah pusing pusing,,,, cukup dgn Istighfar dan sholawat insya allah kita selamat dan dapat syafa’at Rosulullah SAW….
terima kasih
Allohu yubaarik…lanjutkan perjuangan syiar saudara…Alloh bersamamu…
Assalamualaikum Ustad, teruskan perjuangan Aswaja, semoga Allah tetap ridho atas jerih payah ustad.
menurut para arif bilah rukun agama itu ada tiga,iman aslam dan ihsan. yang ketiga ini banyak yang lupa atau sama sekali tidak tahu.janganlah kita menghakimi seseorang itu dengan predikat murtad atau sesat,barangkali pengetahuan kitanya yang belum sampai pada tataran ilmu tersebut.sebab yang berhak menghakimi hanyalah alhaq semata.yang perlu kita renungkan adalah dari mana asal kita,sedang apa kita,dan mau kemana tujuan kita.
SEGEROMBOLAN ORANG YG ANTI TASAWWUF BIASANYA HATINYA LIAR,
NAFSU LEBIH MENGUASAINYA SEPERTI LAUREN OF ARABIA ISLAMOBIA ZIONIS YG BENCI TASAWWUF KARENA LAUREN INI TAHU DOA TOKOH2 SUFI INI MUSTAJAB DOANYA DIDENGAR ALLH SWT. TIDAK HERAN IBNU WAHAB YG PERNAH BERGURU KPD LAUREN INI ANTI TASAWWUF.
GEROMBOLAN INI BIASANYA MEMAHAMI ALQURAN DAN HADIST HARFIAH NYA SAJA SEPERTI JASAD TANPA RUH. IBNU TAIMIYAH OLEH SYEH SUFI YAITU SYEH ATHTHOILLAH YG KURANG LEBIH DIJULUKI CENDIKIA LAHIRIYAH, SEDANGKAN FIQIH NYA ( FIQIH WANITA BASA BASI ).
DAN TENTUNYA OLEH TAIMIYAH ISME ,WAH INI KAN FITNAH.
TAPI ANA MAKLUM KARENA HATI DAN PIKIRANYA KERUH.GEROMBOLAN YG SUKA MEN-TBC KAN (TAHAYUL,BID’AH,KHURAFAT) SESEORANG YG BERSAKSI TIADA TUHAN SELAIN ALLAH DAN MUHAMMAD ROSULULLAH SEMAKIN SERING LIDAHNYA BERTUTUR TBC SEMAKIN PULA HATI DAN PIKIRANYA KERAS ,LIAT,BERBULU YG BISA BERAKIBAT LIDAHNYA BERACUN.
TASAWWUF ADALAH SUATU METODE SUATU JALAN MEMBERSIHKAN HATI DARI PERPALING KESELAIN ALLAH.BERDOSAKAH? HANYA HATI BUSUK LAH YG TAK TAHU JALAN INI.
SEMOGA HIDAYAH ALLAW SWT SELALU DAN SELALU.
DAN TENTUNYA ORANG YG MEMAHAMI UCAPAN AL IMAM SYAFI’I ADALAH MURID DAN CUCU MURIDNYA, BUKAN DARI KELOMPOK LIDAH YG KAKU.
BIASANYA LIDAH YG KAKU ADALAH CERMINAN HATI DAN PIKIRAN YG KAKU PULA AKIBAT BANYAKNYA DOSA TERHADAP SESAMA MUSLIM.
NAMANYA JUGA LIDAH YG KAKU COMOT SANA SINI ,MENGGUNTING LALU MENAMBAL UCAPAN ULAMA’ SUDAH KAGA RISI,MALU,APALAGI MERASA BERDOSA.
DAN KELOMPOK INI TENTUNYA BUKAN PENGIKUT IMAM SYAFI’I BUKAN?
IBARAT MEREKA INI TUKANG GUNTING(CUKUR) , MEREKA BELAJARNYA KE TUKANG GUNTING KAIN,TAPI KARANA PEDE ,AH APASALAHNYA GUNTING/CUKUR RAMBUT ORANG, APAJADINYA SO PASTI BELANG2 SEPERTI PERKATAAN MEREKA.
SEMOGA DIJAUHKAN DARI YG BUKAN AHLINYA. TUKANG SATE JUALAN GULE , OMONGNYE RAME ILMUNYE TAK ADE
Tulisan tentang Tasawuf di atas merupakan informasi yang bermanfaat dan positif dibaca oleh semua kalangan. Informasi tentang pentingnya tasawuf perlu diperbanyak ditengah serangan2 terhadap tasawuf dari kelompok Islam yang telah di pengaruhi oleh kaum orientalis yang membenci tasawuf sebagai sumber power Islam.
Informasi dari jitowijaya@gmail.com tentang tasawuf menambah referensi bagi saya
terimakasih untuk saudaraku semua, salam
Selamat menunaikan ibadah puasa ramadhan.
Ass.Wr.Wb. jangan lah kita pertentangkan mana yang hak dan yang bathil. karena sesungguhnya hanya Allah lah yang berhak menyatakan bahwa ini adalah salah dan itu adalah benar. walaupun berpacu kepada aturan agama yang jelas belum tentu disisi Allah itu lebih benar. dalam sejarah nabi Musa telah kita ketahui, ketika beliau bertemu dengan nabi Khidir. nabi musa menganggap dirinya adalah yang paling sholeh. selama dengan nabi khidir, nabi musa selalu menentang dan bertanya kenapa orang ini yang jauh dari syariat Allah di anggap lebih mulia ketimbang aku? sudah jelas bagaimana khidir membunuh bayi, memecah sampan nelayan dan merobohkan rumah orang miskin. semua itu salah dalam pandangan agama tetapi Allah memandangnya lebih baik. ini karena Musa tidak mengetahui.
sama hal nya dalam tasawuf, kita di ajarkan bagaimana mengenal diri. karena ini kunci untuk mengenal Allah. sebelum masuk kejazad Ruh berjanji dengan tuhannya Allah: Alastubirobbikum? kataknlah aku tuhanmu.
RUh: Qolubala sahidna. ya engkaulah tuhan kami.
namun kita lalai setelah diturunkan di dunia ini, oleh karena itu perlu kembali untuk mengenal diri kita dengan apa kita hidup. tasawuf memberikan ajaran yang sesuai dengan tuntunan Qur’an. Zikir hati (sirr) yang kekal, selalu ingat akn Allah dimanapun kapanpun. sebagiamana firman-Nya .(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.( Qur’an Surat ali imran 190-191). karena tujuan kita sholat bukan untuk mencari surga tapi untuk berzikir/ingat kepada Allah SWT. sebagaiman dalilnya “Akimishola talizikri” dirikanlah sholat untuk mengingat aku. apabila kita tetap mengingat/berzikir kepada Allah, maka sampailah kita kepada jiwa yang tenang.”alabizikrillah hitatmainulqulub”. ketika jiwa tenang maka kita akan mendapatkan panggilan Allah “ya aiyatuhannafsul mutmainnah. irji’iila robbi qirodiatammardiah”. bila kita tetap berzikir maka tentu takwa akan menemani karena hati kita selalu dibisikan dengan kata2 malaikat. baru kita mencapai sesungguhnya sholat mencegah perbuatan keji dan munkar.
jadi marilah kita belajar untuk mengetahui dan jangan menfatwa bid’ah. selama ajaran itu berpegang teguh pada kalimah” Lailahaillallah muhammadarosulullah”. isnya allah kita selamat dunia akherat.
maaf: .., bukan muhammadarrosulullah….setahu ana: Laailaha Illallah MuhammadURrosulullah.
Mungkin salah ketik aja Mas 🙂
Baca tema ini sangat menggelitik hati saya….
Saya adalah manusia yg haus ilmu krn merasa hatinya ada hijab…maka sebagai manusia biasa yg ingin mendapatkan ilmu yg valid saya mengembara dari blog dan blog di internet…termasuk ke blog-blog milik kaum Salafi/Wahabi. Namun di blog-blog mereka yg ada hati saya semakin terhijab….
Bagaimana bisa orang yg mengikuti ajaran Nabi Saw mengaku firqohnya yg paling mengikuti sunnah…justru yg suka ngaku2 ini yg patut dicurigai. Apalagi bila ulamanya banyak meremehkan, membid’ahkan, gemar mengatakan syirik-musyrik-kafir pada ulama2 yg lain…..jelas, ini adalah karena cerminan dari hati mereka yg kotor.
Justru saya bisa menemukan arti hidup yg sebenarnya dengan membaca tasawufnya ahlusunnah waljama’ah yg penuh kasih, yg mengajak untuk intropeksi diri, yg mengajak mengenali hijab2 hati….justru inilah yg benar, justru paa ulama Sufi yg berjalan sesuai Al-Qur’an dan sunnah itulah yg menjadi minoritas di kalangan umat Islam…bahkan minoritas dibanding dengan jumlahnya kaum Salafi/Wahabi….jangan-jangan justru ulama Sufi dan pengikutnya yg luruslah kaum gharimin itu….krn setahu saya mereka nggak pernah mengaku-ngaku diri mereka paling ngikutin sunnah Rasul Saw, gak pernah ngaku-ngaku mereka yg paling selamat….
Bandingkan dengan umat yg kerjanya ngaku-ngaku ngikutin shalafush shaleh tapi hatinya kotor…yang senang mengejek di luar firqohnya sebagai ahli hikmah atau ahli kalam…sesat…dsb…
berikut tambahan mengenai Tasawuf yg mudah-mudahan bisa membuka mata hati orang-orang yg menghujat bahkan menyatakan halal darahnya ulama Sufi…
@ mas Hery dan simpatisan Salafi/Wahabi
Berikut ini jawaban dari seorang ulama Sufi ketika ditanya ttg ilmu hikmah dan tariqah
# APA BEDANYA ILMU HIKMAH DAN THARIQAH?
Jawaban dr ulama Sufi:
Ilmu hikmah dan thariqah itu bedanya antara langit dan bumi.
Dalam wilayah thariqah, ilmu hikmah seharusnya sudah jadi masa lalu, sebab kata seorang syeikh Abdul Jalil Mustaqim, “Ilmu Hikmah bisa jadi hijab,” bagi penempuh jalan sufi.
Kalau anda berdzikir dengan tujuan supaya rizki anda banyak, berarti dzikir anda tergolong ilmu hikmah, apa pun yang anda baca.
Kenapa demikian? Karena tujuan dzikir anda tidak Lillahi Ta’ala, tetapi rizki yang banyak dan sebagainya. Ketika terbayang rizki yang banyak, anda “kehilangan Allah” kan?
Ada juga para Ulama atau Mursyid yang mengijazahkan Ilmu Hikmah kepada muridnya, tetapi tetap dalam “koridor” tasawuf. Dimaksud koridor tasawuf ini, ilmu tersebut ketika diamalkan semata karena menjalankan perintah mursyidnya, bukan hikmah dibalik itu. Dan mengamalkannya tetap Liwajhillah, Lillahi Ta’ala, hanya menuju Allah Ta’ala, agar prosesi ruhaniyah dibalik dzikir itu tidak terhalang (terhijab) oleh bayangan hikmah dibaliknya.
Lanjutan pertanyaan;
# KATANYA SEMUA WIRID ADA KHODAMNYA. APAKAH KITA TERMASUK MUSYRIK? (maksudnya apakah mengamalkan wirid-wirid tsb adalah syirik?)
Jawaban dr ulama Sufi:
Seluruh ayat Al-Qur’an dijaga oleh para malaikat, tetapi ketika ayat-ayat al-Qur’an itu digunakan untuk kepentingan hawa nafsu, maka akan didomplengi oleh khadam Jin Islam. Dan hal demikian sangat dijauhi oleh para Sufi.
Dzikir thariqah sendiri senantiasa bersanad secara bersambung dari Mursyid ke Mursyid hingga sampai ke Rasulullah Saw tanpa terputus.
Tentu, berbeda dengan wirid ilmu hikmah.
Wallahu A’lam bish-Showab
(diambil dari rubrik konsultasi Majalah Sufi)
semua dari ajaran islam intinya hanya bagaimana kita menggunakan ilmu serta mengamalkanya, memiliki ilmu dlm bidang agama tapi tak menggunakanya sama halny akan sia-sia.
tapi ada jg penyimpangannya, saya pernah ikut kajiannya, guru saya bilang kt kt sudah dekat sama ALLAH, solat itu gk wajib lg. contohnya sat kt ada masalah, trus drpd kt sholat tp gk khusuk, lbih baik kt berzikir, jd solat itu hanya olahraga.
Yang menyimpang ditinggalkan saja
Sholat adalah dzikir yang paling utama
Firman Allah ta’ala yang artinya “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar, Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan“. (QS al Ankabut : 45)
dalam mengingat Alloh ini sampai sekarang agak bingung bang H Zon ….bagaimana mengingat hal yang belum kita pernah tau/ mengenalNya ??? apa yang kita ingat waktu kita shalat bang ? apa hanya mengira ngira saja apa mengosongkan pikiran menurut dan pendapat para Ulama gimana bang H Zon ???sedangkan ayat diatas “…..Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan“. (QS al Ankabut : 45)
….sangat butuh jawaban agar dalam ibadah shalat tidak was was …..terimakasih.
mau nanya donk
apa pendapat umat islam terhadap tasawuf?
Silahkan cari silabus atau kurikulum tasawuf dalam perguruan tinggi Islam
bang Zon, coba diteliti mana-mana tasawuf yang terinfeksi firus Syiah, karena banyak tasawuf sesat berasal dari persia. trmksh
Tasawuf adalah jalan untuk mencapai muslim yang berakhlakul karimah atau muslim yang ihsan
Jika diluar itu semua maka bukanlah tasawuf dalam Islam
tasawuf????? ,,bingung ane,,.,.,.,
jika engkau ingin mengenal aku maka kenalilah dirimu sendiri,.,gi mna tuh bingung ane dapat kata2 kya gi tu?????
Klik http://tasawuf-dalamislam.blogspot.com/. TASAWUF ITU MEMBAHAGIAKAN KEHIDUPAN.
asyik…..
Alhamdulillah ktm blog ini,ternyata msih bnyk orang” yg mendalami tasawwuf.moga hidayah Allah senantiasa menyertai perjalanan hdp kt.&smg yg blm memhmi tasawwuf Allah ijinkan hidayahx….. ijinx share ya pa’ustads…
Assalamualaikum ustad, mohon bantuan pencerahanya, saya adalah orang awam dari ilmu agama,terus terang sekolah saya dari sekolah umum yang pelajaran agama islamnya sangat minim,Saya tidak pernah ngaji pada seorang kyai atau ustad kecuali dulu waktu kecil pernah belajar baca qur’an itupun tidak sampai bisa betul,begitupun dalam dunia teknologi saya termasuk golongan gaptek,jujur baru seminggu ini saya mengenal internet atau kata orang dunia maya, tapi saya sangat tertarik dengan tulisan-tulisan ustad maupun komentar yg ada di blog ini. kiranya tidak keberatan mohon tulisan yang berisi tentang kajian rela iklhlas dan ridha atau gampangnya untuk memahami makna LILLAHITA’ALA, sebelumnya saya ucapkan terima kasih. wassalamualaikum.
Walaikumsalam
Contoh tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/21/lillahi-taala/
Biar sedikit kita layak untuk mengerti tasawuf secara benar
ALLOH
Tasawuf adalah bgian dr islam dan bgian dr kehidupan orang2 yg mengharap keridoannYa
yang terpenting adalah bagaimana kita tidak saling memperolok orang lain… bagaimana kita bs jd ihsan kalu tanpa bertasawuf….jujur patokan kita adalah syari’at tp kalo kita hanya berhenti pada tataran itu.. sulit untuk bisa sampai pada tataran ihsan
bismillah-alhamdulillah- washsholatu wassalamu ‘ala rasulillah saw. amma ba’du.
sungguh, sebaik-baik perkataan adalah Kitabulloh al-Qur’an dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasululloh SAW. dan sungguh benar perkataan ALloh ta’ala bahwa “al-yauma akmaltu lakum diinakum, wa atmamtu ‘alaikum ni’matii, warodziitu lakumul Islaama diina”.
sbg muslim, kita harus merasa cukup (ridlo) dgn apa yang dibawa dan dicontohkan oleh Rasululloh SAW, dan kita tdk berusaha mencari-cari hal-hal yg Rasul SAW tdk pernah bawa dan tdk pernah contohkan!!! karna sesungguhnya Islam ini telah dijadikan oleh Alloh ta’ala sbg agama yg lengkap dan sempurna, agar dijadikan sbg panduan hidup bagi siapa saja yg menginginkan keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.
marilah kita berusaha mengilmui Islam dari sumbernya yg murni (tdk perlu mencari sumber lain) dan berusaha mengamalkannya dgn hati ikhlas sesuai dgn yg dicontohkan oleh Rasul SAW, dlm suatu riwayat shahih disebutkan pesan beliau SAW “aku tinggalkan 2 perkara, yg apabila kalian berpegang teguh pada keduanya maka kalian tdk akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabulloh (al-Qur’an) dan Sunnah Rasululloh SAW”.
Yup mas Ibnu Fadlun bahwa sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah al-Qur’an dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam namun permasalahannya kitabullah dan petunjuk Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dalam bahasa Arab sehingga kita memahaminya harus dengan ilmu seperti ilmu tata bahasa Arab atau ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’) ataupun ilmu fiqih maupun ushul fiqih dan lain lain. Kalau tidak menguasai ilmu untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah maka akan sesat dan menyesatkan.
Syeikh Al Islam Izzuddin bin Abdissalam dalam kitab beliau Qawaid Al Ahkam (2/337-339) sebagaimana diuraikan dalam tulisan pada http://syeikhnawawial-bantani.blogspot.com/2011/12/pembagian-bidah-menurut-imam-izzuddin.html menyatakan bahwa menguasai ilmu tata bahasa Arab atau ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’) adalah termasuk bid’ah hasanah dan hukumnya wajib. Bid’ah tersebut hukumnya wajib, karena memelihara syari’at juga hukumnya wajib. Tidak mudah memelihara syari’at terkecuali harus mengetahui tata bahasa Arab. Sebagaimana kaidah ushul fiqih: “Maa laa yatimmul waajibu illa bihi fahuwa wajibun”. Artinya: “Sesuatu yang tidak sempurna kecuali dengannya, maka hukumnya wajib”.
Sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhud.wordpress.com/2013/10/07/masalah-karena-salahpaham/ tentang permasalahan yang dapat timbul karena salah dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah, salah satunya adalah dapat menimbulkan perselisihan dan bahkan kebencian sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/08/19/menimbulkan-kebencian/
Contoh perselisihan dan bahkan kebencian karena masing-masing merasa pasti benar adalah apa yang mereka pertontonkan pada
http://tukpencarialhaq.com/2013/07/14/parodi-rodja-bag-10-beking-dakwah-halabiyun-firanda-adalah-pendusta-besar/
http://tukpencarialhaq.com/2013/08/06/parodi-rodja-13-menjawab-tantangan-dokter-dan-guru-besar-beladiri/
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga telah memperingatkan kita bahwa perselisihan timbul dari ulama bangsa Arab sendiri. Maksudnya perselisihan timbul dari orang-orang yang berkemampuan bahasa Arab yang berupaya mengambil hukum-hukum dari Al Qur’an dan As Sunnah dari sudut arti bahasa saja.
Saya (Khudzaifah Ibnul Yaman) bertanya ‘Ya Rasulullah, tolong beritahukanlah kami tentang ciri-ciri mereka!
Nabi menjawab; Mereka adalah seperti kulit kita ini, juga berbicara dengan bahasa kita.
Saya bertanya ‘Lantas apa yang anda perintahkan kepada kami ketika kami menemui hari-hari seperti itu?
Nabi menjawab; Hendaklah kamu selalu bersama jamaah muslimin dan imam mereka!
Aku bertanya; kalau tidak ada jamaah muslimin dan imam bagaimana?
Nabi menjawab; hendaklah kau jauhi seluruh firqah (kelompok-kelompok/ sekte) itu, sekalipun kau gigit akar-akar pohon hingga kematian merenggutmu kamu harus tetap seperti itu. (HR Bukhari)
Berkata Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari XIII/36:“Yakni dari kaum kita, berbahasa seperti kita dan beragama dengan agama kita. Ini mengisyaratkan bahwa mereka adalah bangsa Arab”.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Akan datang pada akhir zaman, orang-orang muda dan berpikiran sempit. Mereka senantiasa berkata baik. Mereka keluar dari agama Islam, sebagaimana anak panah lepas dari busurnya. Mereka mengajak manusia untuk kembali kepada Al-Quran, padahal mereka sama sekali tidak mengamalkannya. Mereka membaca Al-Quran, namun tidak melebihi kerongkongan mereka. Mereka berasal dari bangsa kita (Arab). Mereka berbicara dengan bahasa kita (bahasa Arab). Kalian akan merasa shalat kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan shalat mereka, dan puasa kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan puasa mereka.”
Perselisihan timbul pada umumnya disebabkan karena sembarangan dalam beristinbat yakni menetapkan sesuatu boleh atau tidak boleh dilakukan atau sesuatu jika ditinggalkan berdosa atau sesuatu jika dikerjakan berdosa bersandarkan mutholaah (menelaah kitab) secara otodidak (shahafi) dengan akal pikiran sendiri.
Orang-orang yang mendalami Al Qur’an dan As Sunnah bersandarkan mutholaah (menelaah kitab) secara otodidak (shahafi) dengan akal pikiran mereka sendiri, pada umumnya memahaminya dari sudut arti bahasa (lughot) dan istilah (terminologi) saja atau dikatakan mereka bermazhab dzahiriyyah yakni mereka berpendapat, berfatwa, beraqidah (beri’tiqod) selalu berpegang pada nash secara dzahir (makna dzahir) sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/07/24/arti-bahasa-saja
Hal yang perlu diketahui bahwa seseorang ketika menyatakan pendapat dengan berdalilkan Kitabullah, sabda Rasulullah atau perkataan para ulama terdahulu maka hal itu termasuk berijtihad
Ketika seseorang menyampaikan dan menjelaskan Kitabullah, sabda Rasulullah maupun perkataan para ulama terdahulu maka hal itu termasuk berijtihad.
Ketika seseorang menetapkan sesuatu boleh atau tidak boleh dilakukan atau sesuatu jika ditinggalkan berdosa atau sesuatu jika dikerjakan berdosa berdasarkan Kitabullah, sabda Rasulullah dan didukung dengan perkataan para ulama terdahulu maka hal itu termasuk beristinbat atau menggali hukum.
Fatwa adalah berijtihad dan beristinbat. Jika seseorang berfatwa tanpa ilmu maka akan sesat dan menyesatkan
Telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Abu Uwaisnberkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Hisyam bin ‘Urwah dari bapaknya dari Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan (HR Bukhari 98).
Asy Syaikh Al Imam Abu Abdullah Muhammad Ibnu Hazm~rahimahullah mengatakan
***** awal kutipan *****
“rukun atau pilar penyangga yang paling besar di dalam bab“ijtihad” adalah mengetahui naql. Termasuk di antara faedah ilmu naql ini adalah mengetahui nasikh dan mansukh. Karena untuk memahami pengertian khitab-khitab atau perintah-perintah itu amatlah mudah, yaitu hanya dengan melalui makna lahiriah (makna tersurat / makna dzahir) dari berita-berita yang ada. Demikianpula untuk menanggung bebannya tidaklah begitu sulit pelaksanananya.
Hanya saja yang menjadi kesulitan itu adalah mengetahui bagaimana caranya mengambil kesimpulan hukum-hukum dari makna yang tersirat dibalik nas-nas yang ada. Termasuk di antara penyelidikan yang menyangkut nas-nas tersebut adalah mengetahui kedua perkara tersebut, yaitu makna lahiriah (makna dzahir) dan makna yang tersirat, serta pengertian-pengertian lain yang terkandung didalamnya.
Sehubungan dengan hal yang telah disebutkan di atas, ada sebuah atsar yang bersumber dari Abu Abdur Rahman. ia telah menceritakan bahwa sahabat Ali ra, berjumpa dengan seorang qadi atau hakim, lalu Ali ra bertanya kepadanya “Apakah kamu mengetahui masalah nasikh dan masukh?” Si Qadi tadi menjawab: “Tidak”. Maka Ali ra menegaskan “Kamu adalah orang yang celaka dan mencelakakan”
***** akhir kutipan *****
Contohnya kepada orang Arab yang berprofesi sebagai pedagang yang tentunya berbahasa Arab atau paham bahasa Arab karena mengerti bahasa Arab atau dapat memahami berdasarkan arti bahasa, lalu kita serahkan kitab Al Qur’an dan kitab Hadits lengkap berikut penilaian ke-shahih-annya dari para ahli hadits.
Tentunya pedagang Arab tersebut tidak akan berani berpendapat, berfatwa atau menyampaikan seputar aqidah (i’tiqod) berdasarkan mutholaah (menelaah kitab) secara otodidak (shahafi) dengan akal pikirannya sendiri dengan kemampuan memahami berdasarkan arti bahasa saja.
Dalam memahami Al Qur’an dan Hadits untuk keperluan beristinbat atau menggali hukum atau menetapkan sesuatu boleh atau tidak boleh dilakukan atau sesuatu jika ditinggalkan berdosa atau sesuatu jika dikerjakan berdosa berdasarkan Al Qur’an dan Hadits tidak cukup bermodalkan arti bahasa (lughot) dan istilah (terminologi) saja
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakikat) nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi.”
Allah Azza wa Jalla telah berfirman bahwa solusi jika kita berselisih karena berlainan pendapat tentang sesuatu maka ikuti dan taatilah ulil amri setempat yakni para fuqaha yang faqih dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah
Firman Allah ta’ala yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS An Nisaa [4]:59)
Siapakah ulil amri yang harus ditaati oleh kaum muslim ?
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah sosok ulama dan umara sekaligus. Begitu juga para khulafaur Rasyidin seperti Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar, Sayyidina Ustman dan Sayyidina Ali radhiyallahuanhum, begitu juga beberapa khalifah dari bani Umayah dan bani Abbas.
Namun dalam perkembangan sejarah Islam selanjutnya, sangat jarang kita dapatkan seorang pemimpin negara yang benar-benar paham terhadap Islam. Dari sini, mulailah terpisah antara ulama dan umara.
Ibnu Abbas ra sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Thobari dalam tafsirnya telah menyampaikan bahwa ulil amri yang ditaati adalah para pakar fiqih atau para ulama yang menguasai hukum-hukum Allah.
Syarat-syarat atau kompentensi sehingga termasuk ulama yang menguasai fiqih (hukum-hukum dalam Islam) adalah sebagaimana yang disampaikan oleh KH. Muhammad Nuh Addawami sebagai berikut,
*****awal kutipan *****
a. Mengetahui dan menguasai bahasa arab sedalam-dalamnya, karena al-quran dan as-sunnah diturunkan Allah dan disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam bahasa Arab yang fushahah dan balaghah yang bermutu tinggi, pengertiannya luas dan dalam, mengandung hukum yang harus diterima. Yang perlu diketahui dan dikuasainya bukan hanya arti bahasa tetapi juga ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan bahasa arab itu seumpama nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’).
b. Mengetahui dan menguasai ilmu ushul fiqh, sebab kalau tidak, bagaimana mungkin menggali hukum secara baik dan benar dari al-Quran dan as-Sunnah padahal tidak menguasai sifat lafad-lafad dalam al-Quran dan as-Sunnah itu yang beraneka ragam yang masing-masing mempengaruhi hukum-hukum yang terkandung di dalamnya seperti ada lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan, ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq, ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz hakikat. ada pula nasikh dan mansukh dan lain sebagainya.
c. Mengetahui dan menguasai dalil ‘aqli penyelaras dalil naqli terutama dalam masalah-masalah yaqiniyah qath’iyah.
d. Mengetahui yang nasikh dan yang mansukh dan mengetahui asbab an-nuzul dan asbab al-wurud, mengetahui yang mutawatir dan yang ahad, baik dalam al-Quran maupun dalam as-Sunnah. Mengetahui yang sahih dan yang lainnya dan mengetahui para rawi as-Sunnah.
e. Mengetahui ilmu-ilmu yang lainnya yang berhubungan dengan tata cara menggali hukum dari al-Quran dan as-Sunnah.
Bagi yang tidak memiliki kemampuan, syarat dan sarana untuk menggali hukum-hukum dari al-Quran dan as-Sunnah dalam masalah-masalah ijtihadiyah padahal dia ingin menerima risalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam secara utuh dan kaffah, maka tidak ada jalan lain kecuali taqlid kepada mujtahid yang dapat dipertanggungjawabkan kemampuannya.
Diantara para mujtahid yang madzhabnya mudawwan adalah empat imam mujtahid, yaitu:
– Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit;
– Imam Malik bin Anas;
– Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i ; dan
– Imam Ahmad bin Hanbal.
Mengharamkan taqlid dan mewajibkan ijtihad atau ittiba’ dalam arti mengikuti pendapat orang disertai mengetahui dalil-dalilnya terhadap orang awam (yang bukan ahli istidlal) adalah fatwa sesat dan menyesatkan yang akan merusak sendi-sendi kehidupan di dunia ini.
Memajukan dalil fatwa terhadap orang awam sama saja dengan tidak memajukannya. (lihat Hasyiyah ad-Dimyathi ‘ala syarh al- Waraqat hal 23 pada baris ke-12).
Apabila si awam menerima fatwa orang yang mengemukakan dalilnya maka dia sama saja dengan si awam yang menerima fatwa orang yang tidak disertai dalil yang dikemukakan. Dalam artian mereka sama-sama muqallid, sama-sama taqlid dan memerima pendapat orang tanpa mengetahui dalilnya.
Yang disebut muttabi’ “bukan muqallid” dalam istilah ushuliyyin adalah seorang ahli istidlal (mujtahid) yang menerima pendapat orang lain karena dia selaku ahli istidlal dengan segala kemampuannya mengetahui dalil pendapat orang itu.
Adapun orang yang menerima pendapat orang lain tentang suatu fatwa dengan mendengar atau membaca dalil pendapat tersebut padahal sang penerima itu bukan atau belum termasuk ahli istidlal maka dia tidak termasuk muttabi’ yang telah terbebas dari ikatan taqlid.
Pendek kata arti ittiba’ yang sebenarnya dalam istilah ushuliyyin adalah ijtihad seorang mujtahid mengikuti ijtihad mujtahid yang lain.
***** akhir kutipan *****
Oleh karenanya setelah masa kehidupan Imam Madzhab yang empat, para mufti yakni orang yang faqih untuk membuat fatwa selalu merujuk kepada salah satu dari Imam Madzhab yang empat.
Allah ta’ala berfirman yang artinya “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar“. (QS at Taubah [9]:100)
Dari firmanNya tersebut dapat kita ketahui bahwa orang-orang yang diridhoi oleh Allah Azza wa Jalla adalah orang-orang yang mengikuti Salafush Sholeh. Sedangkan orang-orang yang mengikuti Salafush Sholeh yang paling awal dan utama adalah Imam Mazhab yang empat.
Memang ada mazhab yang lain selain dari Imam Mazhab yang empat namun pada kenyataannya ulama yang memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari Imam Mazhab yang lain sudah sukar ditemukan pada masa kini.
Tentulah kita mengikuti atau taqlid kepada Imam Mazhab yang empat dengan merujuk kepada Al Qur’an dan As Sunnah. Imam Mazhab yang empat patut untuk diikuti oleh kaum muslim karena jumhur ulama telah sepakat dari dahulu sampai sekarang sebagai para ulama yang berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak, pemimpin atau imam ijtihad dan istinbat kaum muslim.
Kelebihan lainnya, Imam Mazhab yang empat adalah masih bertemu dengan Salafush Sholeh.
Contohnya Imam Syafi”i ~rahimahullah adalah imam mazhab yang cukup luas wawasannya karena bertemu atau bertalaqqi (mengaji) langsung kepada Salafush Sholeh dari berbagai tempat, mulai dari tempat tinggal awalnya di Makkah, kemudian pindah ke Madinah, pindah ke Yaman, pindah ke Iraq, pindah ke Persia, kembali lagi ke Makkah, dari sini pindah lagi ke Madinah dan akhirnya ke Mesir. Perlu dimaklumi bahwa perpindahan beliau itu bukanlah untuk berniaga, bukan untuk turis, tetapi untuk mencari ilmu, mencari hadits-hadits, untuk pengetahuan agama. Jadi tidak heran kalau Imam Syafi’i ~rahimahullah lebih banyak mendapatkan hadits dari lisannya Salafush Sholeh, melebihi dari yang didapat oleh Imam Hanafi ~rahimahullah dan Imam Maliki ~rahimahullah
Imam Mazhab yang empat adalah para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-orang yang membawa hadits” yakni membawanya dari Salafush Sholeh yang meriwayatkan dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Jadi kalau kita ingin ittiba li Rasulullah (mengikuti Rasulullah) atau mengikuti Salafush Sholeh maka kita menemui dan bertalaqqi (mengaji) dengan para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-orang yang membawa hadits”.
Para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-orang yang membawa hadits” adalah para ulama yang sholeh yang mengikuti salah satu dari Imam Mazhab yang empat.
Para ulama yang sholeh yang mengikuti dari Imam Mazhab yang empat adalah para ulama yang sholeh yang memiliki ketersambungan sanad ilmu (sanad guru) dengan Imam Mazhab yang empat atau para ulama yang sholeh yang memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari Imam Mazhab yang empat.
Jadi bermazhab dengan Imam Mazhab yang empat adalah sebuah kebutuhan bagi kaum muslim yang tidak lagi bertemu dengan Rasulullah maupun Salafush Sholeh.
Orang-orang yang meninggalkan Imam Mazhab yang empat memang sering mengungkapan pendapat seperti “kita harus mengikuti hadits shahih. Bukan mengikuti ulama. Al-Imam Al-Syafi’i sendiri berkata, “Idza shahha al-hadits fahuwa mazhabi (apabila suatu hadits itu shahih, maka hadits itulah mazhabku)”.
Banyak kalangan yang tidak memahami dengan benar perkataan Beliau. Sehingga, jika yang bersangkutan menemukan sebuah hadits shahih yang menurut pemahaman mereka bertentangan dengan pendapat mazhab Syafi’i maka yang bersangkutan langsung menyatakan bahwa pendapat mazhab itu tidak benar, karena Imam Syafi’i sendiri mengatakan bahwa hadits shahih adalah mazhab beliau. Atau ketika seseorang menemukan sebuah hadits yang shahih, yang bersangkutan langsung mengklaim, bahwa ini adalah mazhab Syafi’i.
Imam Al-Nawawi sepakat dengan gurunya ini dan berkata, “(Ucapan Al-Syafi’i) ini hanya untuk orang yang telah mencapai derajat mujtahid madzhab. Syaratnya: ia harus yakin bahwa Al-Syafi’i belum mengetahui hadits itu atau tidak mengetahui (status) kesahihannya. Dan hal ini hanya bisa dilakukan setelah mengkaji semua buku Al-Syafi’i dan buku murid-muridnya. Ini syarat yang sangat berat, dan sedikit sekali orang yang mampu memenuhinya. Mereka mensyaratkan hal ini karena Al-Syafi’i sering kali meninggalkan sebuah hadits yang ia jumpai akibat cacat yang ada di dalamnya, atau mansukh, atau ditakhshish, atau ditakwil, atau sebab-sebab lainnya.”
Al-Nawawi juga mengingatkan ucapan Ibn Khuzaimah, “Aku tidak menemukan sebuah hadits yang sahih namun tidak disebutkan Al-Syafii dalam kitab-kitabnya.” Ia berkata, “Kebesaran Ibn Khuzaimah dan keimamannya dalam hadits dan fiqh, serta penguasaanya akan ucapan-ucapan Al-Syafii, sangat terkenal.” [“Majmu’ Syarh Al-Muhadzab” 1/105]
Kajian qoul Imam Syafi’i yang lebih lengkap, silahkan membaca tulisan, contohnya pada http://generasisalaf.wordpress.com/2013/06/15/memahami-qoul-imam-syafii-hadis-sahih-adalah-mazhabku-bag-2/
Perlu kita ingat bahwa hadits yang telah terbukukan dalam kitab-kitab hadits jumlahnya jauh di bawah jumlah hadits yang dikumpulkan dan dihafal oleh Al-Hafidz (minimal 100.000 hadits) dan jauh lebih kecil dari jumlah hadits yang dikumpulkan dan dihafal oleh Al-Hujjah (minimal 300.000 hadits). Sedangkan jumlah hadits yang dikumpulkan dan dihafal oleh Imam Mazhab yang empat, jumlahnya lebih besar dari jumlah hadits yang dikumpulkan dan dihafal oleh Al-Hujjah
Asy-Syeikh Abu Amru mengatakan: ”Barang siapa menemui dari Syafi’i sebuah hadits yang bertentangan dengan mazhab beliau, jika engkau sudah mencapai derajat mujtahid mutlak, dalam bab, atau maslah itu, maka silahkan mengamalkan hal itu“
Penjelasan tentang derajat mujtahid mutlak dan tingkatan mufti dalam madzhab As Syafi’i, silahkan baca tulisan pada http://almanar.wordpress.com/2010/09/21/tingkatan-mufti-madzhab-as-syafi’i/
Berikut adalah nasehat para ulama tentang ajaran Wahabi yang mengikuti pola pemahaman Ibnu Taimiyyah
Al-Imam Al-Amir Muhammad bin Ismail Ash-Shon’ani (Penulis Kitab Subulus Salam syarah Bulughul Marom, Yaman) Beliau meralat pujiannya kepada Muhammad bin Abdul Wahhab yang sebelumnya dimuat pada Diwan Ash-Shon’ani, hal 128-129, sebagaimana dalam Majmu’atur Rosaail At-Taujihaat Al-Islamiyah Li Ishlahil Fardi wal Mujtama’, 3/239
Gubahan bait-bait Ash Shon’ani ini sangat masyhur dan tersebar kemana-mana. Maklum, Al Allamah Ash Shon’ani dikenal sebagai ulama besar yang zuhud, wara’ dan alim. Karangannya yang amat masyhur adalah Subulus Salam, syarh kitab Bulughul Marom
Setelah qasidah itu tersebar kemana-mana, para ulama menegur Ash-Shon’ani, beliau pun diam mempertimbangkan. Apakah aku telah memuji orang yang salah?
Adalah Syaikh Marbad bin Ahmad At Tamimi, yang atas kehendak Allah menyingkap tabir, datang ke Yaman, bertemu dengan Imam Al Amir Ash shon’ani, dan menjelaskan semua.
Bahkan sebelumnya, juga datang dari najd bernama Syeikh Abdurrahman An Najdi menjelaskan tentang ulama Muhammad bin Abdul Wahhab. Kedatangan dua ulama Nejd ini telah mengungkapkan kenyataan di hadapan Iman Ash Shon’ani.
Imam Al Amir Ash shon’ani pada akhirnya menasehatkan Muhammad bin Abdul Wahhab untuk tidak mentaklidi orang tidak patut untuk ditaklidi seperti Ibnu Taimiyyah dan pengikutnya Ibnu Qoyyim Al Jauziah
**** awal kutipan *****
Telah datang kepadaku, seorang alim dari Najd bernama Marbad bin Ahmad At Tamimi. Dia tiba bulan Shofar tahun 1170 H dan tinggal di negeri kami selama 8 bulan. Dia kembali ke negerinya bulan Syawal tahun 1170 bersama dengan jamaah haji. Dia mengabariku, bahwa bait-bait qasidahku telah disampaikan kepada Muhammad bin Abdul Wahab, namun dia hanya diam tak menjawab
Sebelumnyanya, pernah datang juga kepadaku, Asy Syaikh al Fadhil Abdurrahman An Najdi. Dia bercerita kepadaku tentang Muhammad bin Abdul Wahab banyak hal. Suka menumpahkan darah, perampokan, pembunuhan dan tudingan kafirnya pada umat nabi Muhammad di mana-mana. Aku diam memikirkan apa yang disampaikan Syaikh Abdurrahman, hingga datanglah Marbad at Tamimi membawa beberapa pernyataan Muhammad bin Abdul Wahab
Semua menjadi jelas bagiku, tampaknya Muhammad bin abdul Wahab ini orangnya baru mengenal syari’at baru setengah, tak melihat secara teliti. Tak mau belajar dari orang yang telah berjasa padanya (ayahnya yakni syeikh Abdul Wahab) membimbingnya dan mengajarinya ilmu yang bermanfaat.
Sebaliknya, dia malah mempelajari tulisan Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan bertaklid buta pada keduanya, padahal mereka berdua tidaklah layak ditaklidi.
Saat telah jelas bagiku tentang pribadi Muhammad bin Abdul Wahab, dan telah kulihat ucapan-ucapannya, bagaimana ketika bait-baitku telah sampai padanya, dia berusaha mengelak dari apa yang kusampaikan, kulihat tanggapannya atas perkataanku, adalah jawaban yang jauh dari keinsafan.
***** akhir kutipan ******
Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 menjelaskan dalam kitab-kitab beliau seperti ‘al-Khiththah al-Mardhiyah fi Raddi fi Syubhati man qala Bid’ah at-Talaffuzh bian-Niyah’, ‘Nur al-Syam’at fi Ahkamal-Jum’ah’ bahwa pemahaman Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qoyyim Al Jauziah menyelisihi pemahaman Imam Mazhab yang empat.
Beliau (Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitamy) berkata ” Maka berhati-hatilahkamu, jangan kamu dengarkan apa yang ditulis oleh Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah dan selain keduanya dari orang-orang yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah telah menyesatkannya dari ilmu serta menutup telinga dan hatinya dan menjdaikan penghalang atas pandangannya. Maka siapakah yang mampu memberi petunjuk atas orang yang telahAllah jauhkan?”. (Al-Fatawa Al-Haditsiyyah : 203)
Para ulama ahlus sunnah terdahulu juga telah membantah pendapat atau pemahaman Ibnu Taimiyyah yang telah banyak menyelisihi pendapat para ulama terdahulu yang mengikuti Imam Mazhab yang empat sebagaimana contohnya termuat pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2010/02/ahlussunnahbantahtaimiyah.pdf atau pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/01/07/kontrofersi-paham-taimiyah/
Sebagaimana tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/04/22/kabar-waktu-lampau/ bahwa di dalam kitab “Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah” karya Hadratusy Syeikh Hasyim Asy’ari (pendiri pondok pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur dan pendiri organisasi Nahdhatul Ulama) halaman 9-10 menasehatkan untuk tidak mengikuti pemahaman Muhammad bin Abdul Wahhab , Ibnu Taimiyah, dan kedua muridnya, Ibnul Qoyyim dan Ibnu Abdil Hadi
Begitupula wasiat ulama dari Malaysia, Syaikh Abdullah Fahimsebagaimana contohnya yang termuat pada http://hanifsalleh.blogspot.com/2009/11/wasiat-syeikh-abdullah-fahim.html
***** awal kutipan *****
Supaya jangan berpecah belah oleh bangsa Melayu sendiri.Sekarang sudah ada timbul di Malaya mazhab Khawarij yakni mazhab yang keluardari mazhab 4 mazhab Ahlis Sunnah wal Jama`ah. Maksud mereka itu hendakmengelirukan faham awam yang sebati dan hendak merobohkan pakatan bangsa Melayuyang jati. Dan menyalahkan kebanyakan bangsa Melayu.
Hukum-hukum mereka itu diambil daripada kitab Hadyur-Rasulyang mukhtasar daripada kitab Hadyul-’Ibad dikarang akan dia oleh Ibnul Qayyimal-Khariji, maka Ibnul Qayyim dan segala kitabnya ditolak oleh ulama AhlisSunnah wal Jama`ah.
***** akhir kutipan *****
Kabar yang lain dari Malaysia tentang pemahaman Wahhabi
Taklimat tentang Fahaman Wahhabiy anjuran Jabatan Mufti Negeri Sembilan disampaikan oleh Ustaz Abdullah Jalil dari USIM
http://www.youtube.com/watch?v=d3ep3LODV5E
http://www.youtube.com/watch?v=zkA1gxH87_k
http://www.youtube.com/watch?v=JKJ24FDd3B8
Taklimat Khas Fahaman Wahhabiy Dan Ancamannya Terhadap Aqidah Umat Islam anjuran Jabatan Mufti Negeri Sembilan disampaikan oleh Ustaz Zamihan al-Ghari
http://www.youtube.com/watch?v=lolOeJ8CXSc
http://www.youtube.com/watch?v=lP7dqXHT01g
http://www.youtube.com/watch?v=Zep7-4-asVo
http://www.youtube.com/watch?v=IltK_VKhwtY
http://www.youtube.com/watch?v=elalhSVpY3o
Ucapan pengangguhan oleh SS Dato’ Haji Mohd Yusof Bin Hj Ahmad, Mufti Negeri Sembilan dalam Taklimat Khas Fahaman Wahhabiy
http://www.youtube.com/watch?v=ZCh2nVfgRt4
http://www.youtube.com/watch?v=2JT28bp_Ep4
Bedah buku terbaru tulisan Ustaz Zamihan al-Ghari bertajuk “Penyelewengan Fahaman Tajsim Wahhabiy” membongkar segala permasalahan Aqidah Tajsim Wahhabiy.
http://www.youtube.com/watch?v=XpGuEfRQSv4
http://www.youtube.com/watch?v=ACGtp3Ze7eA
Begitupula sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/11/18/fatwa-terhadap-wahabi/ bahwa mufti Negeri Perak, Malaysia telah mengeluarkan fatwa terhadap ajaran Wahabi sebagaimana yang termuat pada http://mufti.perak.gov.my/perkhidmatan/e-book/372-fatwa-penegahan-menyebarkan-aliran-dan-dakyah-wahabiah.html
segala sesuatu yang kita ingin capai pasti ada jalan yang harus ditempuh. jika kita ingin mengenal allah maka kita harus mengenal diri kita terlebih dahulu, seperti yang dikatakan dalam al-qur’an. sebagai kaum intelektual kita tidak boleh mudah mengambil suatu kesimpulan tentang apa yang kita lihat. mata sering berdusta, contohnya coba kita lihat lampu pada kapal yang jauh di tengah lautan, maka lampu kapal tersebut akan terlihat seperti berkedip-kedip. tapi setelah kapal menepi apakah lampu kapal tersebut berkedip ternyata tidak. itulah salah satu bentuk kebohongan mata, yang tidak dapat melihat yang sebenarnya. seorang sufi mengatakan” yang ada adalah tiada, yang ada hanyalah yang tiada “.
orang yang mengatakan tasawuf sesat itu perlu dipertanyakan. masak orang yang memuja allah yang menanam kalimat laillahaillallah muhammadurrosulullah di dalam hatinya dan di dalam kesehariannya yang selalu senatiasa menyerukan asma allah di katakan sesat, itu perlu dipertanyakan?. kita jangan melihat dari luarnya (lahiriyah) saja, tapi juga melihat dari dalam (batiniyah).
adapun fatwa Taswuf menurut 4 madzhab
Imam Abu Hanifah (Pendiri Mazhab Hanafi) berkata : “Jika tidak karena dua tahun, Nu’man telah celaka. Karena dua tahun saya bersama Sayyidina Imam Jafar as Shadiq, maka saya mendapatkan ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui jalan yang benar” (Kitab Durr al Mantsur)
Imam Maliki (Pendiri Mazhab Maliki) berkata “Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasawuf tanpa fiqih maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fiqih tanpa tasawuf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasawuf dengan disertai fiqih dia meraih kebenaran.” (’Ali al-Adawi dalam kitab Ulama fiqih, juz. 2, hal. 195 yang meriwayatkan dari Imam Abul Hasan).
Imam Syafi’i (pendiri mazhab Syafi’i) berkata, “Saya berkumpul bersama orang-orang sufi dan menerima 3 ilmu: Mereka mengajariku bagaimana berbicara, Mereka mengajariku bagaimana memperlakukan orang lain dengan kasih sayang dan kelembutan hati, Mereka membimbingku ke dalam jalan tasawuf.”
(Riwayat dari kitab Kasyf al-Khafa dan Muzid al Albas, Imam ‘Ajluni, juz. 1, hal. 341)
Imam Ahmad bin Hanbal (Pendiri mazhab Hambali) berkata, “Anakku, kamu harus duduk bersama orang-orang sufi, karena mereka adalah mata air ilmu dan mereka selalu mengingat Allah dalam hati mereka. Mereka adalah orang-orang zuhud yang memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi. Aku tidak melihat orang yang lebih baik dari mereka” (Ghiza al Albab, juz. 1, hal. 120 ; Tanwir al Qulub, hal. 405, Syaikh Amin al Kurdi)
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh…
Ya Allah ilmu-Mu sangat luas,,berikn pada umat mu ini ilmu,,ilmu,,,ilmu,,
belajar Ilmu agama jangan terlalu mendahulukan fikiran atau logika,,,tapi dahulukan hati,,,agama tidak harus dilogikakan tapi logika harus diagamakan,,Tasawuf sudah jelas adalah jalan mendekatkan diri pada khalik dan bertasawuf harus mendahulukan sariat atau fiqih,,jika fiqihnya benar maka tasawufnya juga Insyaallah benar,,namun untuk mendapat ilmu tasawuf tidak bisa hanya belajar tetapi harus menuntut ilmu,,belajar dan menuntut ilmu itu berbeda,,belajar dapat dilakukan dibangku sekolah,,kuliah dan punya wadah atau lembaga,,sedangkan menuntut Ilmu kita mendatangi guru, ulama atau ahli ilmu,,atau belajar di pesantren..namun masa sekarang ini orang banyak dibuat alergi dengan ilmu hikmah,,masuk pesantren klo anaknya nakal,, kalau tidak masukkan ke sekolah umum,,mohon maaf pada semua,,,orang islam sekarang ini lebih banyak yg mampu melihat shohir, sedangkan yang bathin sudah sangat langka lihat sja ulasan-ulasan yang ada baik diblog atau langsung ikuti pengajian-pengajian dakwah rata-rata ceritanya adalah kulit-kulitnya saja..untuk kajian sariat atau ilmu fikihnyapun sudah sangat jarang,,begitu mengkaji satu hukum fikih ada saja yang mengatakan bosan,,padahal belum tentu tahu dengan hal tersebut,, sebagai contoh cara berwudhuk,,dan apa hikmah dibalik itu semua,,dari mana asal usulnya berwudhuk itu,,apa guna dan maknanya,,,coba kita tanya diri kita sendiri,,mudah-mudahan kita sudah pasti tahu itu,,insya Allah,,menuntut ilmu itu harus kita mulai dari dasar,,seperti naik tangga,, jangan langsung keanak tangga ketiga atau keempt dst..tapi mulailah dengan tangga pertama jika jatuh tidak sakit kali,,klo sudah kajian tasawuf banyak kita yang tidak mampu menerimanya,, makanya banyak yang menyalahkan,,,bukan bahasannya yang salah tapi kita yang membahasnya kadang masih kurang ilmu,,kita tuntutlah ilmu sebelum terlambat,,,ilmu hikmah antara seseorang dengan orang lain itu bisa saja berbeda,,,karena itulah maka ilmu Allah itu tiada batasnya,,ingat lah oleh kita bahwa klo orang sudah sampai kebulan ilmu dunianya adakah keuntungan yang mendasar bagi kita,,apakah kita tidak sampai kesana akan masuk kedalam golongan orang yang merugi,,kita jawab masing-masing saudara ku,,tapi kalo ilmu agama tidak kita pelajari apakah kita masuk pada golongan orang yg merugi…kemuliaan agama islam akan terus dibuat dangkal oleh manusia,,karena disibukkan dengan ilmu dunia,,padahal ilmu dunia akan fana sedangkan ilmu agama akan kekal dan jadi bekal menghadap sang pemilik ilmu,,orang akan menghargai atau bahkan menakuti seorang ulama atau kiyai yang fasih ilmu agamanya dibandingkan dengan banyak orang islam yg tidak punya ilmu agama..Ya Allah alangkah sedikitnya ilmu yg kumiliki ya Allah..tunjuki saya kepada Ilmu mu ya Allah,,saya pribadi mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Bpk atau ustadz,,atau tuan guru,,atau kiyai atas ilmu-ilmu yang diberikan dalam blog ini,,saya doakan Ya Allah limpahkan rahmad dan karunia Mu pada saudara ku pengelola blog ini,,jika ada kekeliruan ampuni beliau jika benar berikan pahala yang berlipat ganda padanya,,juga saya mohon Ya Allah tunjuki dan rahmati sayayang sedang belajar ilmu agama ini ya Allah,,hindarkan kami dari tipu daya setan laknatulloh ridhoi ya Allah usaha kami dalam mempelajari luasnya Ilmu Mu ya Allah ya robbi. amin,,,terakhir izinkan saya membaca dan mengkopy serta mempelajari semua tulisan pada blog ini,,saya tidak akan mengkomentari tulisan dan bahasannya saya akan pejari dan akan saya cari kebenarannya lagi, sya tidak mau bilang slah atau benar karenA ilmu saya mungkin belum sampai pada semua bahasan..terima kasih,,wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh…
dalami islam secara menyeluruh.
dari nabinya.
hadisnya.
yang dilakukan nabinya.
alquran.
dan saya pastikan tidak ada kata bid’ah.
Alhamdulillah semoga ALLAH memberikan dan menmbahkan karunianya kepada penulis ini, dengan ada tulisan ini saya dapat memahami tentang Tasawuf dan sangat berarti untuk saya. Sehingga saya dapat menjelaskan kepada orang lain , agar dapat mengurangi fitnah sesama kaum muslimTerimakasih saya yang tak terhingga
Alhamdulillah, kalau ada waktu silahkan baca pula tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/08/07/disebarluaskan-sekutu-yahudi/
saya orang yg gak berilmu,,mohon maaf sebelumnya jika saya salah. menurut pengalaman belajar saya ternyata kebanyakan.. memang diantara orang2 yg mempelajari ilmu2 itu ternyata saling menyalahkan. yang belajar tasawuf menyalahkan yg belajar syariat begitu juga sebaliknya…sebaiknya memang seseorang itu tdk meninggalkan salah satu ilmu, seperti pesan imam syfi’i dan imam malik diatas,,,tp ternyata sbagian besar hanya menganggap ilmu yang didapat sudah cukup..misal seseorang itu hanya cukup dengan syariatnya saja tanpa mengetahui hakikatnya juga sebaliknya…saya menjumpai seorang mursyid (pada satu thoriqoh) yg sudah sngat dimuliakan menjadi imam sholat dengan tajwid yg bersalahan…(pada saat itu saya baru dibaiat menjadi muridnya dan menjadi makmumnya) kmudian mursyid tersebut dengan sengaja meninggalkan sholat juma’at (yg pada waktu itu banyak muridnya yang bertamu kepadanya) apakah lebih utama memulyakan tamu dari pada sholat jumat…..?? sayab tdak menyalahkan salah satunya.. koment saya ini lebih kepada pelakunya…tp dimanakah hakikat itu tanpa syariat?? juga sebaliknya dimanakah syariat itu tanpa hakikat???? padahal smuanya harus seiring berjalan menuju pada ALLAAH…
Perlu dingat bahwa salah satu ciri atau tanda orang yang benar-benar mengamalkan tasawuf adalah tidak akan menyalahkan orang yang hanya mempelajari syariat
dengan selalu mohon pertolongan Alloh subhanahu wata’ala, mari kita senantiasa menjaga keyakinan Tauhid dlm diri kita sehingga terjaga dari segala macam kesyirikan. aqidah yg bersih dan menyelamatkan. juga dgn pertolongan Alloh ta’ala pula kita mohon senantiasa dpt menjadikan Rasul SAW sbg uswah hasanah serta qudwah sholihah dg cara menjalankan sunnah nabawiyah. bila kita tdk memiliki kafa’ah syar’i mari kita berusaha membekali diri kita dgn ilmu syar’i melalui guru/ustadz/ulama warosatul-abiya’.
apa perbedaan dan persamaan antara akhlak dengan tasawuf?
Tasawuf adalah istilah yang dipergunakan untuk segala perkara terkait dengan akhlak atau segala perkara terkait dengan ihsan
Tasawuf adalah jalan untuk mencapai muslim yang ihsan (sholeh) dan meraih manzilah (maqom / derajat) dekat dengan Allah sehingga berkumpul dengan dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Firman Allah ta’ala yang artinya,
”…Sekiranya kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya, niscaya tidak ada seorangpun dari kamu yang bersih (dari perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa saja yang dikehendaki…” (QS An-Nuur:21)
“Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.” (QS Shaad [38]:46-47)
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu” (QS Al Hujuraat [49]:13)
“Tunjukilah kami jalan yang lurus , (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka” (QS Al Fatihah [1]:6-7)
“Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang sholeh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69)
Jadi orang-orang yang selalu berada dalam kebenaran atau selalu berada di jalan yang lurus adalah orang-orang yang diberi karunia ni’mat oleh Allah atau orang-orang yang telah dibersihkan atau disucikan atau dipelihara oleh Allah ta’ala sehingga terhindar dari perbuatan keji dan mungkar dan menjadikannya muslim yang sholeh, muslim yang ihsan atau muslim yang berakhlakul karimah dan yang terbaik adalah muslim yang dapat menyaksikanNya dengan hatinya (ain bashiroh). Mereka adalah para kekasih Allah atau wali Allah
Hubungan yang tercipta antara Allah ta’ala dengan al-awliya (para wali Allah) menurut Al-Hakim al-Tirmidzi (205-320H/ 820-935M) adalah hubungan al-ri’ayah (pemeliharaan), al-mawaddah (cinta kasih), dan al-inayah (pertolongan).
Hubungan istimewa ini diperoleh karena hubungan seorang wali telah menyerahkan semua urusannya kepada Allah, sehingga ia menjadi tanggungjawab-Nya, baik di dunia maupun di akhirat.
Adanya pemeliharaan, cinta kasih, dan pertolongan Allah kepada wali sedemikian rupa merupakan manifestasi dari makna al-walayah (kewalian) yang berarti dekat dengan Allah dan merasakan kehadiranNya, hudhur ma’ahu wa bihi.
Bertitik tolak pada al-ri’ayah (pemeliharaan), al-mawaddah (cintakasih), dan al-inayah (pertolongan) Allah kepada al-awliya (para wali / kekasih); al-Tirmidzi sampai pada kesimpulannya bahwa al-awliya (para wali / kekasih) dan orang-orang beriman bersifat ‘ishmah, yakni memiliki sifat keterpeliharaan dari dosa; meskipun ‘ishmah yang dimiliki mereka berbeda.
Bagi umumnya orang-orang beriman ‘ishmah berarti terpelihara dari kekufuran dan terus menerus berbuat dosa; sedangkan bagi al-awliya (para wali) ‘ishmah berarti mahfudz (terjaga) dari kesalahan sesuai dengan derajat, jenjang, dan maqamat mereka.
Mereka mendapatkan ‘ishmah sesuai dengan peringkat kewaliannya. Al-Tirmidzi meyakini adanya tiga peringkat ‘ishmah, yakni
‘ishmah al-anbiya (‘ishmah Nabi), ‘ishmah al-awliya (‘ishmah para wali), ‘ishmah al-’ammah (‘ishmah kaum beriman pada umumnya).
Jadi jika Allah telah mencintai hambaNya maka akan terpelihara (terhindar) dari dosa atau jikapun mereka berbuat kesalahan maka akan diberi kesempatan untuk menyadari kesalahan mereka ketika masih di dunia.
Muslim yang dekat dengan Allah sehingga menjadi kekasih Allah (Wali Allah) dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada. Wajah mereka bercahaya sebagaiman yang telah disampaikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/06/16/wajah-bercahaya/
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “sesungguhnya ada di antara hamba Allah (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan bukan pula para Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat karena kedudukan (pangkat) mereka di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala“ Seorang dari sahabatnya berkata, “siapa gerangan mereka itu wahai Rasulullah? Semoga kita dapat mencintai mereka“. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab dengan sabdanya: “Mereka adalah suatu kaum yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan karena ada hubungan kekeluargaan dan bukan karena harta benda, wajah-wajah mereka memancarkan cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti manusia merasakannya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka cita”. (HR. an Nasai dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)
Hadits senada, dari ‘Umar bin Khathab ra bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya diantara hamba-hambaku itu ada manusia manusia yang bukan termasuk golongan para Nabi, bukan pula syuhada tetapi pada hari kiamat Allah ‘Azza wa Jalla menempatkan maqam mereka itu adalah maqam para Nabi dan syuhada.” Seorang laki-laki bertanya : “siapa mereka itu dan apa amalan mereka?”mudah-mudahan kami menyukainya“. Nabi bersabda: “yaitu Kaum yang saling menyayangi karena Allah ‘Azza wa Jalla walaupun mereka tidak bertalian darah, dan mereka itu saling menyayangi bukan karena hartanya, dan demi Allah sungguh wajah mereka itu bercahaya, dan sungguh tempat mereka itu dari cahaya, dan mereka itu tidak takut seperti yang ditakuti manusia, dan tidak susah seperti yang disusahkan manusia,” kemudian beliau membaca ayat : ” Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS Yunus [10]:62)
Silahkan periksa kurikulum atau silabus pada perguruan tinggi Islam maka tasawuf adalah ihsan atau akhlak. Contoh silabus pada tingkatan sekolah lanjutan dapat dilihat pada http://img.docstoccdn.com/thumb/orig/125464278.png
Ahmad Shodiq, MA-Dosen Akhlak dan Tasawuf, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sangat menyayangkan sirnanya pendidikan tasawuf (pendidikan akhlak) dalam kurikulum pendidikan di negeri kita.
Al Habib Luthfi ketika ditanya apa pandangan-pandangan beliau tentang tasawuf. Beliau menjelaskan sebagaimana yang termuat pada http://www.habiblutfiyahya.net/index.php?Itemid=18&catid=34:berita&id=133:pengamalan-tasawuf-ala-al-habib-luthfi&lang=ar&option=com_content&view=article
***** awal kutipan *****
Tasawuf adalah pembersih hati. Dan tasawuf itu ada tingkatan-tingkatannya. Yang terpenting, bagaimana kita bisa mengatur diri kita sendiri. Semisal memakai baju dengan tangan kanan dahulu, lalu melepaskannya dengan tangan kiri.
Bagaimana kita masuk masjid dengan kaki kanan dahulu. Dan bagaimana membiasakan masuk kamar mandi dengan kaki kiri dulu dan keluar dengan kaki kanan. Artinya bagaimana kita mengikuti sunah-sunah Nabi. Itu sudah merupakan bagian dari tasawuf.
Para orang tua kita dulu sebenarnya sudah mengeterapkan tasawuf. Hanya saja hal itu tak dikatakannya dengan memakai istilah tasawuf. Mereka terbiasa mengikuti tuntunan Rasulullah. Seperti ketika mereka menerima pemberian dengan tangan kanan, berpakaian dengan memakai tangan kanan dahulu. Mereka memang tak mengatakan, bahwa itu merupakan tuntunan Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Tapi mereka mengajarkan untuk langsung diterapkannya. Kini kita tahu kalau yang diajarkannya itu adalah merupakan tuntunan Nabi. Itu adalah tasawuf. Sebab tasawuf itu tak pernah terlepas dari nilai-nilai akhlaqul karimah. Sumber tasawuf itu adalah adab. Bagaimana adab kita terhadap kedua orang tua, bagaimana adab pergaulan kita dengan teman sebaya, bagaimana adab kita dengan adik-adik atau anak-anak kita. Bagaimana adab kita terhadap lingkungan kita.
Termasuk ucapan kita dalam mendidik orang-orang yang ada di bawah kita. Kepada anak-anak kita yang aqil baligh, kita harus bener-bener menjaganya agar jangan sampai mengeluarkan ucapan yang kurang tepat kepada mereka. Sebab ucapan itu yang diterima dan akan hidup di jawa anak-anak kita.
***** akhir kutipan *****
Begitupula ketika Al Habib Luthfi ditanyakan apa yang sebenarnya menarik dari Al-Habib, sehingga begitu getol menekuni dunia tasawuf, beliau menjawab
***** awal kutipan *****
Yang menarik, karena tasawuf itu mengajarkan pembersihan hati. Saya ingin mempunyai hati yang sangat bersih. Jadi tak sekedar bersih tidak sombong karena ilmunya, tidak sombong karna setatusnya, tidak sombong karena ini dan itu. Namun hati ini betul-betul mulus, selalu melihat kepada kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diberikan kepada kita. Itu karena fadhalnya Allah Subhanahu wa Ta’ala .
Sehingga kita tidak lagi mempunyai prasangka-prasangka yang buruk, apalagi berpikiran jelek dalam pola pikir dan lebih-lebih lagi di hati. Sebab tasawuf itu tazkiyatul qulub, yakni untuk membersihkan hati. Jika hati kita ini bersih, maka hal-hal yang selalu menghalangi-halangi hubungan kita kepada Allah itu akan sirna dengan sendirinya. Sehingga kita senantiasa mengingat Allah.
Ibarat besi, hati kita itu sebenarnya putih bersih. Hanya karena karatan yang bertumpuk-tumpuk lantaran tak pernah kita bersihkan, sehingga cahaya hati itu tertutup oleh tebalnya karat tadi. Na’udzubillah kalau sampai hati kita seperti itu.
***** akhir kutipan *****
Tujuan beragama adalah menjadi muslim yang ihsan atau muslim yang berakhlakul karimah
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad)
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Sungguh dalam dirimu terdapat akhlak yang mulia”. (QS Al-Qalam:4)
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab:21)
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya (bermakrifat), maka jika kamu tidak melihat-Nya (bermakrifat) maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Muslim 11)
Firman Allah ta’ala yang artinya “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS Al Faathir [35]:28)
Muslim yang takut kepada Allah karena mereka selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla atau mereka yang selalu memandang Allah dengan hatinya (ain bashiroh), setiap akan bersikap atau berbuat sehingga mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya , menghindari perbuatan maksiat, menghindari perbuatan keji dan mungkar sehingga terbentuklah muslim yang berakhlakul karimah atau muslim yang sholeh
Muslim yang memandang Allah ta’ala dengan hati (ain bashiroh) atau muslim yang bermakrifat adalah muslim yang selalu meyakini kehadiranNya, selalu sadar dan ingat kepadaNya.
Imam Qusyairi mengatakan “Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi)”
Ubadah bin as-shamit ra. berkata, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata: “Seutama-utama iman seseorang, jika ia telah mengetahui (menyaksikan) bahwa Allah selalu bersamanya, di mana pun ia berada“
Rasulullah shallallahu alaihi wasallm bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani, “Apakah Anda pernah melihat Tuhan?” Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?” “Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali. Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. “Bagaimana anda melihat-Nya?” dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”
Buya Hamka penulis buku “Tasawuf Modern” setelah mengikuti Tarekat Qodiriyah Naqsabandiyah pernah berujar di Pesantren Suryalaya Tasikmalaya bahwa dirinya bukanlah Hamka, tetapi “Hampa” sebagaimana yang dituturkan oleh Dr Sri Mulyati MA, Dosen Pascasarjana , pengajar tasawwuf UIN Syarif Hidayatullah
“Dirinya bukanlah Hamka tetapi “hampa” adalah ungkapan penyaksian Allah ta’ala dengan hati (ain bashiroh) atau bermakrifat yakni membenarkan dan menyaksikan bahwa selain Allah ta’ala adalah tiada. Selain Allah ta’ala adalah tiada apa apanya. Selain Allah ta’ala adalah bergantung padaNya.
Dalam sebuah wawancara dengan Dr. Sri Mulyati, MA (Dosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) , beliau mengatakan bahwa untuk dapat melihat Allah dengan hati sebagaimana kaum sufi, tahapan pertama yang harus dilewati adalah Takhalli, mengosongkan diri dari segala yang tidak baik, baru kemudian sampai pada apa yang disebut Tahalli, harus benar-benar mengisi kebaikan, berikutnya adalah Tajalli, benar-benar mengetahui rahasia Tuhan. Dan ini adalah bentuk manifestasi dari rahasia-rahasia yang diperlihatkan kepada hamba-Nya. Boleh jadi mereka sudah Takhalli tapi sudah ditunjukkan oleh Allah kepada yang ia kehendaki.
Tidak semua manusia dapat melihat Allah dengan hatinya.
Orang kafir itu tertutup dari cahaya hidayah oleh kegelapan sesat.
Ahli maksiat tertutup dari cahaya taqwa oleh kegelapan alpa
Ahli Ibadah tertutup dari cahaya taufiq dan pertolongan Allah Ta’ala oleh kegelapan memandang ibadahnya
Siapa yang memandang pada gerak dan perbuatannya ketika taat kepada Allah ta’ala, pada saat yang sama ia telah terhalang (terhijab) dari Sang Empunya Gerak dan Perbuatan, dan ia jadi merugi besar.
Siapa yang memandang Sang Empunya Gerak dan Tindakan, ia akan terhalang (terhijab) dari memandang gerak dan perbuatannya sendiri, sebab ketika ia melihat kelemahannya dalam mewujudkan tindakan dan menyempurnakannya, ia telah tenggelam dalam anugerahNya.
Setiap dosa merupakan bintik hitam hati, sedangkan setiap kebaikan adalah bintik cahaya pada hati Ketika bintik hitam memenuhi hati sehingga terhalang (terhijab) dari memandang Allah. Inilah yang dinamakan buta mata hati.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
shummun bukmun ‘umyun fahum laa yarji’uuna , “mereka tuli, bisu dan buta (tidak dapat menerima kebenaran), maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)” (QS Al BAqarah [2]:18)
shummun bukmun ‘umyun fahum laa ya’qiluuna , “mereka tuli (tidak dapat menerima panggilan/seruan), bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti. (QS Al Baqarah [2]:171)
“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (al Hajj 22 : 46)
“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS Al Isra 17 : 72)
Silahkan baca tulisan terkait pada