Tidak kurang ke NU-an orang yang memilih 01 atau 02
Prof Dr Achmad Zahro guru besar UIN Sunan Ampel Surabaya menegaskan
”tidak kurang ke NU-an orang yang memilih 01 atau 02. Tapi yang melanggar AD/ART itu, jelas berkurang ke NU-annya karena telah mengkhianati khittah.”
“Kami menghormati hak politik KH Ma’ruf Amin tapi hasil halaqoh menyatakan Beliau wajib ditakzir (hukum)”
Prof Zahro mengingatkan bahwa “Yang paling mencolok adalah pelanggaran qonun asasi (anggaran dasar NU Bab XVI Pasal 51 ayat (4)”
“Siapapun yang mendapat amanat menjadi rais aam, rais syuriah dan ketua umum NU tidak diperkenankan untuk mencalonkan atau dicalonkan dalam pemilihan jabatan politik apapun. Bahkan kalau punya jabatan tertentu wajib mengundurkan diri,” ungkap teman akrab Ketum PBNU KH Said Agil Siraj saat belajar di Ummul Qura Makkah ini.
Sekarang? “Baiat rais aam PBNU (KH Ma’ruf Amin) telah runtuh. Bahkan dalam suatu forum saya katakan, sahabat saya ini telah berkhianat terhadap NU. Peryataan saya itu juga mendapat dukungan dzuriyah (keturunan) para pendiri NU yang ke-NU-annya TIDAK ADA BATASANNYA” katanya sebagaimana yang diberitakan pada http://duta.co/kondisi-nu-sekarang-mirip-tahun-1963-1965-prof-aminuddin-terjebak-politik-komunis/
Sejak dahulu kala PBNU telah berjanji akan menindak tegas pelanggar AD/ART dan mengingatkan bahwa NU bukan partai politik. Siapapun tidak diperbolehkan memanfaatkan ormas Islam terbesar ini untuk kepentingan politik praktis perseorangan atau kelompok tertentu sebagaimana contoh berita pada http://www.nu.or.id/post/read/40674/pbnu-akan-tindak-tegas-pelanggar-adart
Begitupula KH Nur Maymoun, Pengasuh PP Miftahul Ulum, Sumenep, Madura sepakat penegakan khitthah NU namun jangan sampai membuat gaduh sebagaimana berita terkait pada http://duta.co/kiai-maruf-harus-ditakzir-karena-langgar-ad-art-nu-ini-bentuk-takzirnya/
Dalam anggaran dasar Bab XIX Pasal 73 Ayat (1) tercantum bahwa “Muktamar Luar Biasa dapat diselenggarakan apabila Rais ’Aam dan atau Ketua Umum Pengurus Besar melakukan pelanggaran berat terhadap ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagaimana yang dapat diperiksa pada http://www.nu.or.id/archive/read/7/anggaran-dasar-dan-anggaran-rumah-tangga-nahdlatul-ulama-ke-33.pdf
Namun KH Tholchah Hasan sesepuh NU, yang terlibat langsung proses lahirnya keputusan Khitthah 26 NU melalui Muktamar 27 di Situbondo, Jawa Timur menyarankan bahwa perjuangan penegakkan khittah bukan dengan MLB sebagaimana contoh berita pada http://duta.co/ngaji-khitthah-bersama-kh-tholchah-hasan-nu-itu-melayani-umat-bukan-menguasai-umat/
***** awal kutipan ******
“Saya menduga, bapak-bapak, kiai-kiai yang kumpul di sini, juga gelisah, sama dengan kami kami tahun 1970an. Kami juga menduga kiai kehilangan arah, gimana mengingatkan NU agar khitthah. Maka kita harus berjuang bagaimana NU ini sebagai PELAYAN UMAT bukan PENGUASA UMAT. Selamat berjuang untuk NU,” tegasnya sambil wanti-wanti agar perjuangan itu dilakukan dengan baik, bukan dengan MLB dan lain-lain.
***** akhir kutipan *****
KH Suyuthi Toha dari Banyuwangi menyampaikan pesan dari KH. Maimun Zubair atau lebih akrab disapa dengan Mbah Moen sebagaimana contoh berita pada pada http://duta.co/sampaikan-pesan-mbah-moen-di-depan-halaqah-kk-26-nu-kiai-suyuthi-nu-sudah-karut-marut/
***** awal kutipan *****
Menurut Kiai Suyuthi, Mbah Moen berharap NU bersungguh-sungguh mengamalkan khitthah NU. Kalau ada indikasi melenceng harus terus diingatkan sampai berhasil.
“Jadi upaya komite khitthah ini sudah mendapat restu dari beliau. Mbah Moen minta kita juga bersungguh-sungguh memperjuangkan tegaknya khitthah NU,” jelasnya.
***** akhir kutipan *****
KH Suyuthi Toha juga menyampaikan pesan dari almaghfurlah KH Sahal Mahfudh ketika menjadi Rais Aam yang begitu kokoh menegakkan khitthah NU.
“Politik NU bukan rebutan jabatan, bukan politik praktis. Politik praktis itu ecek-ecek atau cekether. Bahasa Mbah Sahal politik NU itu tingkat tinggi, politik menjaga NKRI, politik keummatan, politik membela orang lemah. Hari ini kita saksikan NU sudah karut marut,” tegasnya
Jadi peran POLITIK TINGKAT TINGGI atau sisi “hulu” seperti
“menjaga, membela, mempertahankan Islam Aswaja dan ideologi NKRI yang berazaskan Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945”
Kurang efektif jika diperankan dari sisi “hilir” yakni melalui peran eksekutif seperti wakil presiden.
Terlebih lagi inti dari tugas wakil presiden hanyalah “membantu” Presiden sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 4 ayat 2
“Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden”
Sebagai “pembantu” Presiden bisa terjadi suatu keadaan di mana wakil presiden “terpaksa” membenarkan kebijakan Presiden sehingga melanggar larangan Rasulullah yakni larangan “mendatangi pintu penguasa”
Larangan “mendatangi pintu penguasa” dapat dipahami dalam makna majaz (makna kiasan) yang artinya larangan untuk “membenarkan” tindakan atau kebijakan penguasa yang bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda “barangsiapa mendatangi pintu penguasa maka ia akan terfitnah” ( HR Abu Dawud [2859]).
Diriwayatkan dari Abu Anwar as-Sulami r.a, ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Jauhilah pintu-pintu penguasa, karena akan menyebabkan kesulitan dan kehinaan‘,
Prof Zahro mengingatkan bahwa “Posisi rais aam bagi warga NU itu lebih tinggi dibanding jabatan Presiden”.
Jadi lebih baik KH Ma’ruf Amin tetap di ormas NU sebagai fuqaha (ahli fiqih) agar bisa BEBAS dan INDEPENDEN memberikan nasehat, arahan atau pendapat agar KEBIJAKAN penguasa (umaro) SIAPAPUN YANG TERPILIH tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits.
Contoh lain peran POLITIK TINGKAT TINGGI atau sisi “hulu” yang sebaiknya diperankan oleh ormas NU seperti mempertimbangkan dan menyarankan sistem pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat harus dikembalikan ke UUD 1945 sebelum reformasi yakni melalui permusyawaratan/perwakilan sesuai amanat Pancasila sila ke 4 karena kita dapat melihat salah satu efek negatifnya adalah dapat meruntuhkan Ukhuwah Islamiyah
Dengan melalui permusyawaratan/perwakilan” maka dapat dilakukan fit & proper test terhadap paslon dan dilakukan oleh yang berkompeten bukan dilakukan oleh rakyat awam melalui celaan dan hujatan karena belum dewasa dalam berpolitik.
Apalagi rakyat awam dapat terkena pengaruh politik pencitraan ataupun strategi politik play victim.
PENCITRAAN dalam arti negatif adalah KEPURA-PURAAN untuk memanipulasi persepsi publik terhadap dirinya untuk kepentingan popularitas atau elektabilitas.
Strategi politik PLAY VICTIM atau strategi politik menzalimi atau memfitnah diri sendiri adalah strategi politik menyakiti diri sendiri dan kemudian menyalahkan orang lain sebagai pelakunya.
Ketika disebut nama KH Ma’ruf Amin, Habib Hasan bin Salim Assegaf tidak mengelak. Kepada Kiai Ma’ruf harus hormat, takdzim. Tetapi, semua paham peran wakil dalam perpolitikan di negeri ini, amat kecil sebagaimana yang telah diberitakan pada pada http://duta.co/blak-blakan-ini-hujjah-habaib-dan-masyayikh-dukung-prabowo-sandi-dari-sidogiri/
***** awal kutipan *****
“Kami sangat hormat, takdzim kepada Kiai Ma’ruf. Tetapi semua tahu, posisi wakil itu seperti ban serep. Pak JK yang dikenal jauh lebih senior, punya pengalaman lebih, nyatanya juga tidak bisa berbuat banyak,” jelasnya
Negeri ini, tambah Habib Hasan, butuh pemimpin tegas, bukan petugas partai. Di samping itu, membutuhkan sosok yang pengalaman, terutama dalam menggerakkan roda ekonomi rakyat. Keberanian Prabowo memilih Cawapres Sandi, dinilai sangat tepat.
“Semua tahu, Pak Prabowo itu orangnya tegas. Dan dia tahu persis apa yang dibutuhkan bangsa sekarang ini. Pilihan Cawapres yang jatuh pada sosok Sandi, adalah tepat. Dia memiliki pengalaman pajang menata ekonomi umat,” tambahnya.
***** akhir kutipan *****
Contohnya peran Jusuf Kalla sebagai wakil presiden menjadi lebih kecil dibandingkan dengan zaman SBY yang sempat dijuluki “the Real President” kemungkinan karena peran wakil presiden dibatasi pada zaman Jokowi.
Politisi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari, jauh-jauh hari sebelum JK terpilih mendampingi Jokowi menyampaikan bahwa PDI Perjuangan menyiapkan beberapa perjanjian ‘pra nikah’ terutama soal pembagian kerja yang jelas.
Sanksi-sanksi juga diatur oleh mereka untuk “membatasi” kewenangan seorang Wakil Presiden sebagaimana contoh informasi pada http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/05/19/pdip-siapkan-sanksi-jika-jk-suka-over-kewenangan
Contoh kecil diberitakan bahwa alasan yang sangat sepele yaitu tidak ada kursi, cawapres KH Ma’ruf Amin TIDAK DILIBATKAN dalam pertemuan Joko Widodo (Jokowi) dengan ketua-ketua partai pendukung, Rabu (16/1/2019) sebagaimana contoh berita pada http://nasional.sindonews.com/read/1370791/12/erick-thohir-sebut-para-ketua-umum-parpol-beri-masukan-ke-jokowi-1547571141
Dari kejadian kecil tersebut dapat kita ketahui bagaimana Jokowi dan tim suksesnya memperlakukan ulama yakni cawapres KH Ma’ruf Amin.
Sebelumnya KH Ma’ruf Amin meminta warga NU dan PBNU harus habis-habisan memenangkan pasangan calon nomor urut 01 sebagaimana yang diberitakan pada http://www.msn.com/id-id/berita/nasional/kiai-maruf-warga-nu-harus-habis-habisan-dukung-jokowi/
****** awal kutipan *****
Calon Wakil Presiden nomor urut 01, KH Ma’ruf Amin meminta agar warga NU bekerja keras untuk memenangkan dirinya bersama Presiden Joko Widodo pada Pilpres 2019 mendatang. Karena, menurut dia, para ulama senior NU sebelumnya telah menyarankan agar dirinya mau menjadi cawapres dari Jokowi.
“Konsekuensinya PBNU harus habis-habisan, NU harus habis-habisan memenangkan Pak Jokowi bersama saya. Sanggup atau tidak? siap apa tidak?,” ujar Kiai Ma’ruf saat sambutan dalam acara Sambung Hati bersama para ulama dan tokoh masyarakat di Pondok Pesantren Al Masthuriyah Sukabumi, Cibolang Kaler, Cisaat, Sukabumi, Rabu (19/12).
******* akhir kutipan *******
Pernyataan KH Ma’ruf Amin meminta “PBNU harus habis-habisan memenangkan pasangan calon nomor urut 01” dinilai beberapa elite NU sebagai upaya terang-terangan KH Ma’ruf Amin menyeret NU masuk pusaran politik praktis. Hal ini jelas bertentangan dengan Khittah NU sebagai ormas keagamaan.
Saking prihatinnya dengan kondisi itu, dzurriyah muassis alias anak cucu pendiri NU beberapa waktu lalu menggelar pertemuan sebagaimana yang diberitakan pada http://www.rmol.co/read/2018/12/26/372393/Manuver-Kiai-Ma-ruf-Seret-NU-Masuk-Ranah-Politik-
Hasilnya, mereka sepakat membentuk Komite Khittah yang akan dipimpin KH Salahuddin Wahid , agar NU kembali ke rel Khittah 1926 sebagaimana yang dirumuskan oleh pendirinya sebagaimana yang diberitakan pada http://beritajatim.com/politik-pemerintahan/Pertemuan_di_Tambakberas_Ulama_NU_Dirikan_Komite_Khittah/
***** awal kutipan *****
Dalam halaqah kedua di kediaman KH Hasib Wahab Tambakberas ini, tampak hadir pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) serta KH Suyuti Toha dari Banyuwangi. Kemudian KH Nasihin Hasan dari Jakarta, KH. Maimun dari Sumenep, Kiai Muzammil dari Yogyakarta, serta Tengku Bulkaini dari Aceh. Berikutnya, ada Musthofa Abdullah dari Bogor,serta Endang Muttaqin dari Tangerang dan beberapa kiai lainnya dari sejumlah daerah di Indonesia.
***** akhir kutipan *****
KH. Salahuddin Wahid atau Gus Sholah mengingatkan bahwa ketika memakai “baju” ormas NU maka tidak boleh mendukung siapa-siapa kita harus tegak mengikuti Khittah NU. Tidak ada keharusan warga NU memilih calon yang manapun juga. Hak warga NU harus kita hormati dan itu dijamin oleh Khittah NU. Netral itu tidak memihak siapa-siapa tapi memihak kepada aturan” sebagaimana yang diberitakan pada http://tebuireng.online/arahan-gus-sholah-kepada-komite-khittah-nu-1926/
Begitupula ketika gus Sholah memohon kepada Kiai Tholhah supaya bisa hadir dalam halaqah yang kelima Komite Khittah untuk menyampaikan tentang proses lahirnya Khittah NU 1926.
Gus Sholah menyampaikan persyaratan yang diajukan oleh kiai Tholhah bahwa pesantren tempat halaqah itu diadakan, tidak condong kepada salah satu paslon dalam Pilpres 2019.
“Netral itu artinya kita tidak memihak kepada pasangan yang mana pun tapi kita memihak kepada kebenaran. Kebenaran yang kita yakini dalam hal ini mengenai khittah itu,” jelas Gus Sholah.
Komite Khittah NU tidak melarang berpolitik atau memisahkan politik dari agama namun salurkanlah kepentingan politik melalui partai politik seperti PKB atau PPP dan sebaiknya janganlah mengatasnamakan ormas NU karena NU bukan organisasi untuk berpolitik praktis.
Hasil keputusan Muktamar NU di Situbondo 1984 untuk ‘Kembali ke Khittah 1926’ adalah untuk kebaikan ormas NU agar tidak terpecah belah karena politik praktis atau perbedaan kepentingan.
“Khittah NU 1926” adalah garis, nilai-nilai, dan model perjuangan NU yang dipondasikan pada tahun 1926 ketika NU didirikan.
Pondasi perjuangan NU tahun 1926 adalah sebagai gerakan sosial-keagamaan.
Pada hakikatnya jika kelak menjadi wakil presiden itu KH Ma’ruf Amin turun maqom yakni kalau di ormas NU dari maqom Rais ‘Aam ke maqom Tanfidziah
Rais ‘Aam adalah pemimpin dewan Syuriah. Syuriah adalah badan musyawarah yang mengambil keputusan tertinggi dalam struktur kepengurusan NU. Dalam konteks kenegaraan, syuriah bisa dikatakan sebagai dewan legislatif. Asal-usul kata Syuriah diambil dari kata syawara, artinya adalah bermusyawarah.
Tanfidziah adalah badan pelaksana harian organisasi NU. Tidak seperti pada syuriah, pemimpin tertinggi tanfidziah disebut ketua umum, bukan rais aam. Asal mula kata tanfidziyah diambil dari kata naffadza, berarti melaksanakan kebijakan dewan Syuriah.
Oleh karenanya ketika KH Ma’ruf Amin mau menerima pinangan Jokowi maka Beliau sebaiknya “melepaskan” keterkaitannya dengan ormas NU supaya terhindar dari konflik kepentingan.
Terlebih lagi posisi Beliau di ormas NU adalah sebagai Rais Aam
Sudah dijelaskan di atas bahwa dalam anggaran dasar ormas NU tercantum bahwa Rais Aam, tidak boleh dicalonkan atau mencalonkan jabatan politik manapun.
Dalam anggaran dasar, wakil Rais Aam bisa menjadi penjabat Rais Aam apabila Rais Aam “berhalangan tetap” .
Contohnya ketika Rais Aam KH Sahal Mahfudz berpulang ke rahmatullah tentu termasuk kondisi “berhalangan tetap” dan akhirnya digantikan KH Mustofa Bisri.
Namun pada saat ini Rais Aam KH Ma’ruf Amin tidaklah dalam kondisi “berhalangan tetap”.
Sehingga menjadi “kendala” penggantian KH Ma’ruf Amin oleh KH Miftahul Ahyar sebagai Rais Aam.
Oleh karenanya disarankan PBNU mengundang ulama NU dan seluruh pimpinan pesantren se-Indonesia untuk membahas pengangkatan Rais Aam yang baru.
Proses pengangkatan KHUSUSNYA Rais Aam sebaiknya tidak dilakukan dengan metode “suara terbanyak” namun melalui Ahlul Halli wal Aqdi, sehingga memungkinkan terpilihnya atau menetapkan pemimpin sesuai syar’i yakni pemimpin yang tidak mencalonkan dirinya sendiri namun diminta untuk memimpin dikarenakan KOMPETENSI dan REKAM JEJAK (riwayat) pendapat, pemahaman dan perilaku selama ini.
Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan kepada Abdurrahman bin Samurah radhiyallahu ‘anhu yang artinya, “Wahai Abdurrahman, janganlah kamu meminta kepemimpinan. Karena jika engkau diberinya karena engkau mencarinya engkau akan dibiarkan mengurusi sendiri (tidak Allah Subhanahu wa Ta’ala bantu). Tetapi jika engkau diberinya tanpa mencarinya maka engkau akan dibantu (Allah Subhanahu wa Ta’ala) dalam mengurusinya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam Shahih Al-Bukhari juga, dari sahabat Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada dua orang mengatakan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, jadikan kami sebagai pemimpin.” Maka beliau menjawab yang artinya, “Sesungguhnya kami tidak akan memberikan kepemimpinan kami ini kepada seseorang yang memintanya atau berambisi terhadapnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Jadi khususnya dalam memilih pemimpin dewan syuro tidak boleh “MENCALONKAN DIRI” namun “DICALONKAN” berdasarkan kompetensinya.
Sedangkan dalam memilih penguasa negeri (umaro) boleh mencalonkan diri bagi yang mempunyai kemampuan mengganti kepemimpinan mengikuti konstitusi atau hukum yang berlaku jika melihat kemungkaran seperti yang diungkapkan oleh Neno Warisman dalam puisi doanya bahwa menurutnya terjadi ketidakadilan, kesewenang-wenangan, kebohongan demi kebohongan, ketakutan dan ancaman yang ditebar-tebarkan, kepongahan dalam kezoliman yang dipamerkan-pamerkan dalam pertunjukkan kekuasaan secara tidak langsung mengkerdilkan Tuhan, seolah-olah menantang kuasa Tuhan, seolah-olah tidak percaya Tuhan pembalas yang sempurna sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2019/02/24/puisi-memerangi-ketidakadilan/
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Barang siapa melihat kemungkaran, maka hendaknya ia merubah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka hendaknya merubah dengan lisannya, jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan yang demikian itulah selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim).
Al Imam Al Hafizh An Nawawi mengatakan, “Di dalam hadits ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa orang yang tidak mampu melenyapkan kemungkaran tidak berdosa semata-mata karena dia tinggal diam, akan tetapi yang berdosa adalah apabila dia meridhai kemungkaran itu atau tidak membencinya dengan hatinya, atau dia justru mengikuti kemungkarannya.” (Syarh Muslim [6/485])
Jadi ketidakadilan, kesewenang-wenangan, kebohongan demi kebohongan, ketakutan dan ancaman yang ditebar-tebarkan, kepongahan dalam kezoliman yang dipamerkan-pamerkan dalam pertunjukkan kekuasaan ADALAH memperlihatkan TIDAK MALU (lagi) MELAKUKAN PERBUATAN MAKSIAT
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis mencontohkan salah satu tanda akhir zaman adalah orang yang tak lagi malu melakukan maksiat hingga LGBT.
***** awal kutipan *****
Orang, umpamanya, sudah enggak lagi malu dengan maksiat.
Lalu sekarang ini banyak yang jadi pimpinan orang yang enggak mengerti, orang yang pinter hanya jadi stafnya, itu sudah bagian dari tanda-tanda kiamat.
Termasuk orang bangga-banggaan dengan desain masjid, tapi tidak rajin ke masjid.
Lelaki menyerupai perempuan, perempuan menyerupai lelaki, LGBT. Tanda-tanda kiamat,” papar Cholil Nafis.
***** akhir kutipan *****
Pernyataan KH Cholil Nafis tersebut disampaikan ketika beliau menaggapi fenomena datangnya jutaan jangkrik dan belalang yang menginvasi Masjidil Haram dan rumah-rumah warga di Makkah, Arab Saudi dan Beliau pendapat bahwa hal itu merupakan fenomena alam biasa. Menurut Beliau, hal tersebut menjadi salah satu pertanda musim dingin segera tiba sebagaimana arsip berita yang kami simpan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2019/01/12/tidak-malu-maksiat/
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Tinggalkan komentar