Contoh mereka yang menakwil hamba Allah dengan manusia biasa
Kita prihatin dengan orang-orang yang menggunakan METODE PEMAHAMAN selalu dengan MAKNA DZAHIR seperti contoh yang terungkap dalam gambar di atas,
***** awal kutipan *****
Rasulullah bersabda “Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba Allah” menunjukan bahwa Beliau hanyalah manusia biasa.
***** akhir kutipan *****
Lalu oleh mereka, Rasulullah “disamakan” dengan manusia pada umumnya.
Perkataan “manusia biasa” bukanlah sabda Rasulullah namun penakwilan atau penjelasan mereka terhadap hadits yang mereka baca dan pahami secara otodidak (shahafi) menurut akal pikiran mereka sendiri.
Rasulullah tentu adalah “hamba Allah” namun dengan maqomat, jenjang atau derajat yang paling mulia.
Salah satu penyebab orang-orang belum mengenal dengan baik kemuliaan Rasulullah adalah karena Allah Ta’ala belum menghendaki sampai kepada mereka tentang Nur Muhammad.
Sebaiknya sabda Rasulullah tersebut dipahami dengan makna majaz (makna kiasan) atau makna di balik yang tertulis (tersurat) atau makna tersirat dari “aku hamba Allah” adalah “aku bukan Tuhan”, jadi maknanya adalah janganlah menuhankan Rasulullah sebagaimana kaum Nasrani.
Begitupula larangan Rasulullah,
“Jangan memujiku secara berlebihan seperti kaum Nasrani yang memuji Isa putera Maryam”
Sebaiknya dipahami pula dengan makna majaz (kiasan) atau makna di balik yang tertulis (tersurat) atau makna tersirat dari “yang memuji Isa” adalah “yang menuhankan atau memuji Isa putera Allah” sehingga mengetahui BATASAN pujian berlebihan adalah “seperti kaum Nasrani yang menuhankan atau menjadikan Nabi Isa a.s sebagai putera Tuhan”
Apa yang dilakukan oleh kaum Nasrani diingkari dengan “Isa putera Maryam” dan “Sesungguhnya aku adalah hamba-Nya, maka ucapkanlah, “Hamba Allah dan Rasul-Nya.”
Sejak larangan Rasulullah itu disampaikan hingga saat ini, tidak pernah ada seorangpun dari kalangan umat Islam yang memuji Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melebihi batasannya sebagai manusia.
Sehingga benarlah apa yang disampaikan Al-Imam Abu Abdillah Al-Bushiry, di dalam syair Burdahnya:
“Tinggalkan pengakuan orang Nasrani atas Nabi mereka… Pujilah beliau (shallallahu alaihi wasallam) sesukamu dengan sempurna… Sandarkanlah segala kemuliaan untuk dirinya… Dan nisbahkanlah sesukamu segala keagungan untuk kemuliaannya…”
Begitupula kita boleh mengungkapkan kecintaan kepada Rasulullah sebagaimana kita ingin mengungkapkanya dengan pujian kita sendiri atau dengan sholawat-sholawat yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah selama matan (redaksi) sholawat atau pujian tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits.
Contohnya Imam Asy-Syafi’i menyusun dan merutinkan kebiasaan sholawat atas Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang mana sholawat itu belum pernah disusun oleh ulama-ulama sebelumnya dan termuat dalam kitab Beliau yang berjudul Ar-Risalah yaitu:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ كُلَّمَا ذَكَرَهُ الذَّاكِرُوْنَ وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرِهِ الْغَافِلُونَ
(Artinya: ”Ya Allah, limpakanlah shalawat atas Nabi kami, Nabi Muhammad, selama orang-orang yang ingat menyebut-Mu dan orang-orang yang lalai melupakan untuk menyebut-Mu.”)
Atau
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ . وَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ مَنْ لَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِ . وَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا أَمَرْتَ بِالصَّلاَةِ عَلَيْهِ . وَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا تُحِبُّ أَنْ يُصَلَّى عَلَيْهِ . وَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا تَنْبَغِي الصَّلاَةُ عَلَيْهِ.
Artinya: ”Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad sebanyak jumlah orang yang bershalawat kepadanya, limpahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad sebanyak jumlah orang yang tidak bershalawat kepadanya, limpahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad sebagaimana shalawat yang Engkau perintahkan kepadanya, limpahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad sebagaimana Engkau suka agar dibacakan shalawat atasnya, dan limpahkanlah pula shalawat kepada Nabi Muhammad sebagaimana selayaknya ucapan shalawat atasnya.”
Begitupula kalau larangan memuji Rasulullah secara berlebihan dipahami dengan makna dzahir dalam pengertian jumlah pujian jangan terlampau banyak maka akan bertentangan dengan hadits-hadits yang lain seperti,
Dari Ibnu Mas’ud ra. bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
أَوْلَى النَّاسِ بِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَىَّ صَلاَةً
”Orang yang paling dekat denganku nanti pada hari kiamat, adalah mereka yang paling banyak membaca shalawat untukku” (HR. Turmudzi)
Hadits senada juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah bersabda,
إن أولى الناس بي يوم القيامة أكثرهم علي صلاة
“Sesungguhnya Orang yang paling dekat denganku di hari kiamat nanti adalah orang yang paling banyak bershalawat kepadaku” (HR. Ibnu Hibban dalam Shahih Ibnu Hibban)
Ubayy bin Ka’ab Al-Anshary ra bertanya, “Ya Rasulullah, aku senantiasa membaca shalawat untukmu. Sebaiknya, berapa banyak lagi aku membaca shalawat untukmu (setiap hari) ?
Nabi menjawab, “Terserah kamu.” Ubay bertanya lagi, “Bagaimana kalau SEPEREMPAT WAKTU dari setiap hariku?”
Nabi menjawab, “Terserah. Jika kamu tambah, itu lebih baik.”
Ubay melanjutkan bertanya, “SEPERTIGA?”
Nabi lagi-lagi menjawab, “Terserah. Jika kamu tambah, itu lebih baik.”
Ubay kembali bertanya, “SETENGAH?”
Nabi menjawab, “Sesukamu, jika ditambah akan lebih baik.”
Ubay bertanya lagi, “Bagaimana jika kutambah DUAPERTIGA?”
Nabi menjawab, “Terserah. Jika kamu tambah lebih baik.”
Ubay melanjutkan, “Ya Rasulullah, akan kugunakan SELURUH HARIKU untuk bershalawat kepadamu.”
Nabi menjawab, “Kalau begitu, keinginanmu akan dicukupi dan dosamu akan diampuni Allah Subhanau wa Ta’ala.”
Jadi amat merugilah bagi mereka yang mengaku mencintai Rasulullah namun bersholawat hanya pada saat sholat wajib maupun sholat sunnah saja.
Salah satu cara mendatangi Rasulullah, selain (bagi yang mampu) mendatangi (menziarahi) Rasulullah ke Madinah adalah bertawassul dengan bersholawat kepada Beliau di mana pun berada sehingga kita dikenal oleh Rasulullah.
Hujjatul Islam Al Ghazali meriwayatkan
***** awal kutipan *****
Ada seorang laki-laki yang lupa membaca shalawat kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Lalu pada suatu malam ia bermimpi melihat Rasulullah tidak mau menoleh kepadanya, dia bertanya, “Ya Rasulullah, apakah engkau marah kepadaku?”
Beliau menjawab, “Tidak.”
Dia bertanya lagi, “Lalu sebab apakah engkau tidak memandang kepadaku?”
Beliau menjawab, “Karena aku tidak mengenalmu.”
Laki-laki itu bertanya, “Bagaimana engkau tidak mengenaliku, sedang aku adalah salah satu dari umatmu? Para ulama meriwayatkan bahwa sesungguhnya engkau lebih mengenali umatmu dibanding seorang ibu mengenali anaknya?”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab, “Mereka benar, tetapi engkau tidak pernah mengingat aku dengan shalawat. Padahal KENALKU dengan umatku adalah MENURUT KADAR BACAAN (jumlah) shalawat mereka kepadaku.”
Terbangunlah laki-laki itu dan mengharuskan dirinya untuk bershalawat kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, setiap hari 100 kali.
Dia selalu melakukan itu, hingga dia melihat Rasululah lagi dalam mimpinya.
Dalam mimpinya tersebut Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sekarang aku MENGENALMU dan akan memberi syafa’at kepadamu.” Yakni karena orang tersebut telah menjadi orang yang cinta kepada Rasulullah dengan memperbanyak shalawat kepada Beliau…
***** akhir kutipan *****
Jadi wujud dari mencintai Rasulullah sehingga dikenal oleh Rasulullah adalah dengan memperbanyak shalawat kepada Beliau.
Al Habib Umar bin Hafidz menasehatkan bahwa “tanda kerinduan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang sungguh-sungguh di dalam diri seseorang akan menjadikannya benar-benar mengikuti Rasulullah dan banyak bersholawat padanya”
Rasulullah merindukan, mencintai dan mengenal umatnya walaupun belum bertemu karena tidak hidup pada zaman Salafush Sholeh namun banyak bersholawat.
Abu Ubaidah bin Jarrah ra bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adakah orang yang lebih baik dari kami? Kami memeluk Islam dan berjihad bersama Engkau”.
Beliau shallallahu alaihi wasallam menjawab “Ya ada, yaitu kaum yang akan datang setelah kalian, yang beriman kepadaku padahal mereka tidak melihatku”. (Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad juz 4 hal 106 hadis no 17017. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ad Darimi dalam Sunan Ad Darimi juz 2 hal 398 hadis no 2744 dengan sanad yang shahih.)
Rasulullah merindukan, mencintai dan mengenal umat Islam pada umumnya dan khususnya di Indonesia karena banyak bersholawat
Berikut ceramah Syaikh KH. Muhyiddin Abdul Qadir al-Manafi yang dikabarkan pada http://talimulquranalasror.blogspot.com/2014/03/rasulullah-pernah-menyebut-bangsa.html
******* awal kutipan *******
Tatkala salah satu guru Prof. DR. al-Muhaddits as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki dan Al-‘Allamah al-‘Arif billah Syaikh Utsman bersama rombongan ulama lainnya pergi berziarah ke Makam Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, tiba-tiba beliau diberikan kasyaf (tersingkapnya hijab) oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. dapat berjumpa dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Di belakang Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam sangat banyak orang yang berkerumunan. Ketika ditanya oleh guru as-Sayyid Muhammad al-Maliki itu: “Ya Rasulullah, siapakah orang-orang itu?”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun menjawab: “Mereka adalah umatku yang sangat aku cintai.”
Dan diantara sekumpulan orang yang banyak itu ada sebagian kelompok yang sangat banyak jumlahnya. Lalu guru as-Sayyid Muhammad al-Maliki bertanya lagi: “Ya Rasulullah, siapakah mereka yang berkelompok sangat banyak itu?”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kemudian menjawab: “Mereka adalah bangsa Indonesia yang sangat banyak mencintaiku dan aku mencintai mereka.”
Akhirnya, guru as-Sayyid Muhammad al-Maliki itu menangis terharu dan terkejut. Lalu beliau keluar dan bertanya kepada jama’ah: “Mana orang Indonesia? Aku sangat cinta kepada Indonesia.”
****** akhir kutipan ******
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Tinggalkan komentar