Contoh bukti otentik penelitian nasab para Habib adalah sanad kitab abad 5 Hijriah seperti Ihya Ulumuddin karya Imam Al Ghazali berkaitan dengan ulama keturunan cucu Rasulullah
Junjungan atau rujukan bagi orang-orang seperti mas Wanto yakni scientist Imaduddin Utsman menganalogikan meneliti atau menelusuri NASAB seperti menelusuri SANAD hadits “muttasil wa munqati” melalui MEMBACA kitab sebagaimana status atau tulisannya pada https://facebook.com/story.php?story_fbid=850108196870670&id=100056144910831
KEKELIRUAN scientist Imaduddin Utsman SERUPA dengan KEKELIRUAN ahli (membaca) hadits Albani (W. 1402H) yang meneliti atau menelusuri sanad hadits dengan membaca kitab di balik perpustakaan.
Penelitian atau penelusuran hadits adalah dengan BERTALAQQI yakni bertemu dan menerima (menghafal) hadits dari ahli hadits sebelumnya secara turun temurun sehingga tersambung kepada para perawi hadits (Salafus Sholeh) yang meriwayatkan hadits dari lisannya Rasulullah.
Dalam ilmu Musthalah Hadits jika ada perawi yang kualitas hafalannya buruk (sayyi’ al-hifdzi) maka status haditsnya adalah dlaif, bukan perawi sahih
Jadi hasil PENELITIAN scientist Imaduddin Utsman dengan MEMBACA kitab-kitab abad 3 hijriah sampai 8 Hijriah SEBAIKNYA DIBUANG ke TEMPAT SAMPAH karena TIDAK SESUAI dengan STANDAR KEILMUAN Ahlussunnah wal Jama’ah NAHDLATUL ULAMA (NU) yang ISTIQOMAH mengikuti SUNNAH Rasulullah yakni BERTALAQQI, bertemu dan menerima (menghafal) ilmu dari ulama muktabar yang tersambung sanadnya kepada Rasulullah.
Contoh sanad kitab dari abad 5 hijriah yang biasa digunakan di pondok-pondok pesantren di Nusantara yang bersinggungan dengan ulama dari keturunan cucu Rasulullah adalah kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al Ghazali (W 505H / 1111M) salah satunya adalah melalui jalur
Syekh Nawawi Al-Bantani bertalaqqi dengan Syekh ‘Abdus Shomad bin Abdurrahman Al-Falimbani bertalaqqi dengan Sayyid ‘Abdurrahman bin Musthofa Al-Idrus sebagaimana contoh kabar pada https://nu.or.id/nasional/sanad-keilmuan-imam-al-ghazali-tersambung-ke-ulama-nusantara-ddEnA
Begitupula Ta’rif Al Ahyafi Al Fadhail Al Ihya
Risalah ini juga disertakan dalam Al Ihya’ sebagai pengenal mengenai keutamaan kitab ini dan paparan ringkas kandungannya. Ditulis oleh Al Allamah Abd Al Qadir Al Idrus Ba’alawi.
Penilaian para ulama tentang kitab ini dan jawaban bagi mereka yang mengkritiknya juga disebutkan. Risalah ini juga DITERBITKAN BERSAMA kebanyakan Al Ihya` sebagaimana contoh kabar pada https://www.fiqhislam.com/agenda/artikel-islami/19572-kitab-kitab-yang-mengelilingi-ihya-ulumuddin
Ta’rif Al Ahya’ fi Fadhail Al Ihya’ karya Al Allamah Abd Al Qadir Al Idrus Ba’alawi disertakan dalam jilid awal Ihya Ulumiddin, 1/365 dikabarkan pula pada https://hidayatullah.com/kajian/ikhtilaful-ummah/2017/12/01/129414/menyikapi-hadits-dhaif-dan-maudhu-ihya-ulumiddin-secara-proporsional.html
Begitupula KH Idrus Ramli mencontohkan BUKTI OTENTIK penelitian nasab para Habib adalah sanad kitab abad 5 Hijriah seperti Ihya Ulumuddin karya Imam Al Ghazali berkaitan dengan ulama keturunan cucu Rasulullah sebagaimana yang dapat disaksikan dalam video pada https://youtube.com/watch?v=gBa3jhHQowk
Apalagi scientist Imaduddin Utsman menyandang “al Bantani” maka Beliau KELIRU kalau meneliti atau menelusuri dengan MEMBACA kitab karena Beliau dapat bertalaqqi yakni menemui keturunan dari jalur ayahnya yang akan tersambung kepada As-Sayyid Barakat Zainul Alam
Begitupula Fatahillah masih berkerabat dengan Walisongo karena kakek buyutnya, As-Sayyid Barakat Zainul Alam, adalah adik dari As Sayyid Ali Nurul Alam (kakek Sunan Gunung Jati) dan adik dari Ibrahim Asmoroqondi (ayah Sunan Ampel) yang semuanya adalah putra-putra Syekh Maulana Akbar dari Gujarat, India.
- As-Sayyid Barakat Zainul Alam bin
- As-Sayyid Husain Jamaluddin Al-Akbar/ Syekh Jumadil Kubro Zainul Alam Barokat bin
- As-Sayyid Ahmad Jalaluddin bin
- As-Sayyid Abdullah bin
- As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin
- As-Sayyid Alwi Ammil Faqih bin
- As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath
- As-Sayyid Ali Khali’ Qasam bin
- As-Sayyid Alwi bin
- As-Sayyid Muhammad bin
- As-Sayyid Alwi bin
- As-Sayyid Ubaidillah bin
- Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin
- Al-Imam Isa Ar-Rumi bin
- Al-Imam Muhammad An-Naqib bin
- Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin
- Al-Imam Ja’far Shadiq bin
- Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin
- Al-Imam Ali Zainal Abidin bin
- Al-Imam Al-Husain bin
- Ali bin Abi Thalib / Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti
- Nabi Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Contoh nasab para Wali Songo tersambung kepada Sayyid Ubaidillah bin Al-Imam Ahmad Al-Muhajir dikutip pada https://www.liputan6.com/hot/read/5331567/silsilah-wali-songo-sampai-nabi-muhammad-saw-ini-nasabnya
Begitupula Habib Luthfi bin Yahya menyampaikan silsilah atau nasab dari para Habib dan Wali Songo maupun Kesultanan di Nusantara ADALAH merupakan KETURUNAN dari Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa sebagaimana yang dapat disaksikan dalam video pada https://fb.watch/otdNAekPno
Dua alasan umat Islam lebih percaya dengan contoh penjelasan dari Habib Luthfi bin Yahya dalam video di atas bahwa Silsilah atau Nasab DATUK dari para Habib dan Wali Songo maupun Kesultanan di Nusantara ADALAH Sayyid Amir Abdul Malik bin Alawi Ammil Faqih yang merupakan KETURUNAN dari Imam Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa yakni
PERTAMA karena Beliau mendapatkan kabar silsilah atau nasab sebagai keturunan cucu Rasulullah dari lisan orang tua, kakek dan buyutnya secara turun temurun.
KEDUA penjelasan dari Beliau SESUAI dengan BUKTI OTENTIK manuskrip-manuskrip silsilah atau nasab para Wali Songo dan Kesultanan di Nusantara seperti yang termuat dalam Naskah Negara Kertabhumi tentang silsilah atau nasab Kesultanan Cirebon, Manuskirip Kuno Pagaruyung Minangkabau tentang silsilah keturunan Syekh Jumadil Kubro, silsilah / nasab kesultanan Banten maupun silsilah / nasab Keraton Jawa.
Contoh BUKTI OTENTIK tertuang dalam Manuskirip Kuno Pagaruyung Minangkabau tentang silsilah keturunan Syekh Jumadil Kubro dan Putri Salinduang Bulan juga para Keturunan Maharaja Diraja ( Sultan Syarif Muhammad Syah Raja Pertama “Minangkabau Timur” ) di Tambo Minangkabau Peninggalan Bundo Kanduang Istana Pagaruyung Abad 15 Masehi. Panjang Silsilah ini Mencapai 6 Meter Lebih yang MENUNJUKKAN bahwa Syekh Jumadil Kubro adalah keturunan Sayyid Amir Abdul Malik bin Alawi Ammil Faqih yang merupakan KETURUNAN dari Imam Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa sebagaimana yamg dikabarkan pada https://facebook.com/story.php?story_fbid=6536657176358678&id=100000433811926
Berikut silsilah Syekh Jumadil Kubro sebagaimana yang tercantum dalam manuskrip tersebut,
- Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam
- Sayyidah Fatimah Az-Zahra
- Al-Imam Sayyidina Hussain
- Sayyid Al Imam ‘Ali Zainal ‘Abidin
- Sayyid Al Imam Muhammad Al Baqir
- Sayyid Al Imam Ja’far As-Sodiq
- Sayyid Al-Imam Ali Uradhi
- Sayyid Al Imam Muhammad An-Naqib
- Sayyid Al Imam ‘Isa Naqib Ar-Rumi
** Sayyid Al Imam Ahmad al-Muhajir
** Sayyid Al-Imam ‘Ubaidillah - Sayyid Al Imam Alawi Awwal
- Sayyid Muhammad Sohibus Saumi’ah
- Sayyid Alawi Ats-Tsani
- Sayyid Ali Kholi’ Qosam
- Sayyid Muhammad Sohib Mirbath
** Sayyid Alawi Ammil Faqih
** Sayyid Amir ‘Abdul Malik Al-Muhajir - Sayyid Abdullah Al-Khan Al Husseini
- Sayyid Ahmad Shah Jalal alias Ahmad Jalaludin Al-Khan
- Sayyid Syaikh Jumadil Qubro alias Jamaluddin Akbar Al-Khan
Jadi Sayyid Amir Abdul Malik bin Alawi Ammil Faqih yakni DATUK dari Wali Songo maupun Kesultanan di Nusantara adalah KETURUNAN dari Imam Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa.
Sayyid Amir Abdul Malik bin Alawi Ammil Faqih KETIKA bermigrasi dari Hadramaut ke India pada abad ke-14 Masehi MENIKAHI putri bangsawan Nasirabad dan mendapatkan gelar “Azmat Khan”.
Gelar “Khan” diberikan oleh bangsawan Nasirabad agar ia dianggap sebagai bangsawan setempat sebagaimana keluarga yang lain.
Selain itu, mereka menyematkan gelar “Azmat” yang berarti “mulia” karena Abdul Malik berasal dari garis keturunan sayyid. Keturunannya tetap mempertahankan nama ini sebagai patronimik sampai hari ini.
Sayyid Abdul Malik lahir di kota Qasam, Hadhramaut, sekitar tahun 574 Hijriah. Ia juga dikenal dengan gelar “Al-Muhajir Ilallah”, karena dia hijrah dari Hadhramaut ke Gujarat untuk berdakwah sebagaimana kakeknya, Sayyid Ahmad al-Muhajir yang hijrah dari Irak ke Hadhramaut untuk berdakwah.
Menurut Sayyid Salim bin Abdullah Asy-Syathiri Al-Husaini, guru besar dari Tarim, Yaman, keluarga Azmatkhan (yang merupakan leluhur Walisongo) adalah dari Qabilah Ba’ Alawi asal Hadramaut dari gelombang pertama yang masuk di Nusantara dalam rangka penyebaran Islam.
Contoh BUKTl OTENTIK lainnya sebagaimana yang termuat dalam Naskah Negara Kertabhumi
Pertemuan Agung Gotra Sawala yakni pertemuan agung para cendekiawan, sejarawan, bangsawan dan alim ulama senusantara dan mancanegara pertama yang dimulai pada tahun 1677 di Cirebon yang diketuai oleh Pangeran Raja Nasiruddin (bergelar Wangsakerta) melakukan pengumpulan, penelitian dan penafsiran terhadap naskah-naskah yang ada.
Penelusuran tersebut menghasilkan sebuah kitab pada tahun 1680 yang diberi nama Negara Kertabhumi yang memuat bab tentang silsilah Syarief Hidayatullah dalam Tritiya Sarga, isinya sebagai berikut:
- Nabi Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
- Sayyidah Fatimah Al-Zahra’ radhiyallahu anha
- Husein As-Syahid
- Ali Zainal Abiddin
- Muhammad Al-Baqir
- Ja’far Ash-Shadiq (Madinah)
- Muhammad An-Naqib
- Isa Al-Rumi
- Ahmad Al-Muhajir
- Ubaidillah
- Alwi Al-Mubtakir
- Muhammad Maula As-Shauma’ah
- Alwi Shohib Bait Jubair
- Ali Khali’ Qasam
- Muhammad Shohib Mirbath
- Alwi ‘Ammul faqih Hadhramaut
- Abdul Malik (India)
- Amir Abdullah Khan
- Al-Amir Akhmad Syekh Jalaludin
- Jamaluddin Al-Husein
- Ali Nurul Alam
- Syarif Abdullah + Nyi Hajjah Syarifah Mudaim binti Raja Pajajaran Sunda (Nyi Mas Rara Santang)
- Syarif Hidayatullah / Sayyid Al-Kamil / Susuhunan Jati / Susuhunan Cirebon,
Begitupula hasil penelusuran Prof.Dr.H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) yang disampaikan dalam majalah tengah bulanan “Panji Masyarakat” No.169/ tahun ke XV11 15 februari 1975 (4 Shafar 1395 H) pada halaman 37-38.
Buya Hamka menjelaskan bahwa pengajaran agama Islam diajarkan langsung oleh para ulama keturunan cucu Rasulullah mulai dari semenanjung Tanah Melayu, Nusantara dan Philipina adalah keturunan Imam Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa
Berikut kutipan penjelasan Buya Hamka
**** awal kutipan ****
“Rasulallah shallallahu alaihi wasallam mempunyai empat anak-anak lelaki yang semuanya wafat waktu kecil dan mempunyai empat anak wanita. Dari empat anak wanita ini hanya satu saja yaitu (Siti) Fathimah yang memberikan beliau shallallahu alaihi wasallam dua cucu lelaki dari perkawinannya dengan Ali bin Abi Thalib.
Dua anak ini bernama Al-Hasan dan Al-Husain dan keturunan dari dua anak ini disebut orang Sayyid jamaknya ialah Sadat.
Sebab Nabi sendiri mengatakan, ‘kedua anakku ini menjadi Sayyid (Tuan) dari pemuda-pemuda di Syurga’. Dan sebagian negeri lainnya memanggil keturunan Al-Hasan dan Al-Husain Syarif yang berarti orang mulia dan jamaknya adalah Asyraf.
Sejak zaman kebesaran Aceh telah banyak keturunan Al-Hasan dan Al-Husain itu datang ketanah air kita ini. Sejak dari semenanjung Tanah Melayu, kepulauan Indonesia dan Pilipina.
Harus diakui banyak jasa mereka dalam penyebaran Islam diseluruh Nusantara ini.
Diantaranya Penyebar Islam dan pembangunan kerajaan Banten dan Cirebon adalah Syarif Hidayatullah yang diperanakkan di Aceh.
Syarif kebungsuan tercatat sebagai penyebar Islam ke Mindanao dan Sulu. Yang pernah jadi raja di Aceh adalah bangsa Sayid dari keluarga Jamalullail, di Pontianak pernah diperintah bangsa Sayyid Al-Qadri.
Di Siak oleh keluaga Sayyid bin Syahab, Perlis (Malaysia) dirajai oleh bangsa Sayyid Jamalullail. Yang dipertuan Agung 111 Malaysia Sayyid Putera adalah Raja Perlis. Gubernur Serawak yang ketiga, Tun Tuanku Haji Bujang dari keluarga Alaydrus.
Kedudukan mereka di negeri ini yang turun temurun menyebabkan mereka telah menjadi anak negeri dimana mereka berdiam. Kebanyakan mereka menjadi Ulama.
Mereka datang kemari dari berbagai keluarga. Yang banyak kita kenal adalah keluarga Alatas, Assagaf, Alkaf, Bafagih, Balfagih, Alaydrus, bin Syekh Abubakar, Alhabsyi, AlHaddad, bin Smith, bin Syahab, Alqadri, Jamalullail, Assiry, Al-Aidid, Al Jufri, Albar, Almussawa, Ghathmir, bin Aqil, Alhadi, Basyaiban, Bazar’ah, Bamakhramah, Ba’abud, Syaikhan, Azh-Zhahir, bin Yahya, dan lain-lain. Yang menurut keterangan Sayid Muhammad bin Abdurrahman bin Syahab telah berkembang jadi 199 keluarga besar. SEMUANYA adalah dari ‘Ubaidillah Bin Ahmad Bin Isa Al-Muhajir. Ahmad Bin Isa Al-Muhajir Illallah inilah yang berpindah dari Basrah ke Hadhramaut.
Lanjutan silsilahnya ialah Ahmad Bin Isa Al-Muhajir Bin Muhammad Al-Naqib bin ‘Ali Al-Uraidhi Bin Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir Bin Ali Zainal Abidin Bin Husain As-Sibthi Bin Ali Bin Abi Thalib. As-Sabthi artinya cucu, karena Husain adalah anak Fathimah binti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Sesungguhnya yang terbanyak adalah keturunan Husain dari Hadhramaut itu, ada juga keturunan Hasan yang datang dari Hejaz, keturunan Syarif-syarif Mekkah Abi Numay, tapi tidak sebanyak dari Hadhramaut.
Selain dipanggil Tuan Sayid, mereka dipanggil juga HABIB, di Jakarta dipanggilkan WAN. Di Sarawak dan Sabah disebut Tuanku. Di Pariaman (Sumatera Barat) disebut SIDI. Mereka telah tersebar diseluruh dunia. Di negeri-negeri besar sebagai Mesir, Baghdad, Syam dan lain-lain mereka adakan NAQIB, yaitu yang bertugas mencatat dan mendaftarkan keturunan-keturunan itu. Di saat sekarang umumnya telah mencapai 36-37-38 silsilah sampai ke Sayidina Ali dan Fathimah
**** akhir kutipan ****
Kesimpulan dari makalah Prof.Dr.HAMKA: Baik Habib Tanggul di Jawa Timur dan Almarhum Habib Ali di Kwitang, Jakarta, memanglah mereka keturunan dari Imam Ubaidillah yang bersama ayahnya yakni Imam Ahmad bin Isa Al-Muhajir berpindah dari Bashrah/Iraq ke Hadramaut, dan Imam Ahmad bin Isa Al Muhajir ini cucu yang ke tujuh dari cucu Rasulallah shallallahu ‘alaihi wasallam Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib..
Jadi sebaiknya JANGANLAH mengikuti orang-orang yang menyakiti Rasulullah dengan “mempertanyakan” nasab para Habib karena
- Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
حرّمت الجنة على من ظلم اهل بيتي و آذاني في عترتي
Surga diharamkan bagi siapa saja yang menzhalimi ahlu baitku dan menyakiti aku melalui keturunanku.(Tafsir al-Qurthubi 16/22)
- Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
إشتدّ غضب الله على من آذاني في عترتي
Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat murka kepada orang yang menggangguku melalui keturunanku.(Ihya al-Mait al-Suyuthi : 53)
- Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
الويل لظالمي اهل بيتي , عذابهم مع المنافقين في الدرك الأسفل من النار
Celakalah siapa saja yang menzhalimi ahlu baitku, mereka akan diadzab bersama orang-orang munafiq di dasar neraka.(Yanabi’ al-Mawaddah 2/326)
- Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
من أبغضنا أهل البيت فهو منافق
Siapa orang yang membenci kami ahlu bait adalah termasuk golongan munafik.(Al-Dur al-Mansur 7/349, Fadhail al-Sahabah 2/661).
- Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
لا يحبنا أهل البيت الا مؤمن تقي , ولا يبغضنا الا منافق شقي
Tidak ada yang mencintai kami ahlu bait kecuali orang yang beriman dan bertaqwa, dan tidak ada yang membenci kami kecuali orang munafik dan durhaka (Dzakhair al-Uqba : 218, al-Showaiq al-Muhriqah : 230)
- Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
والّذي نفسي بيده , لا يبغضنا اهل البيت احد الا أدخله الله النار
Demi jiwaku yang berada dalam kekuasaan-Nya, Tidaklah seorang yang membenci kami ahlu bait kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala akan masukkan ia ke dalam neraka.(Al-Mustadrak ‘Ala Shahihain 3/162, al-Dur al-Mansur 7/349)
Imam Syafii dalam bait syairnya mengatakan,
يا آل بيت رسول الله حبكم فرض من الله في القرآن أنزله
Wahai Ahlul Bait Rasulullah, mencintaimu adalah kewajiban yang Allah turunkan dalam Al Qur’an.
يكفيكم من عظيم الفخر أنكم من لم يصل عليكم لا صلاة له
Cukuplah bukti betapa tinggi martabatmu bahwa tiada sholat tanpa membaca shalawat atasmu”. (Nur al-Abshor: 127)
Imam at Tirmidzi dan Imam ath Thabrani meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Cintailah Allah agar kalian memperoleh sebagian nikmat-Nya, cintailah aku agar kalian memperoleh cinta Allah, dan cintailah keluargaku (ahlul baitku) agar kalian memperoleh cintaku.”
Imam Muslim meriwayatkan sabda Rasulullah yakni, aku meninggalkan tsaqalain (dua perkara yang sangat berharga) pada kamu (barangsiapa mengikutinya maka dia berada di atas petunjuk, dan barangsiapa meninggalkannya maka dia berada di dalam kesesatan) yakni KITAB ALLAH (Al Qur’an) di dalamnya ada PETUNJUK dan cahaya, oleh karena itu pegangilah dan pegang-teguhlah ia dan (para PENUNJUK dari kalangan) AHLUL BAITKU
Dari Zaid bin Arqam, Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda
وَأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ
Sesungguhnya aku akan meninggalkan dua perkara yang sangat berharga kepada kalian, yaitu: Pertama, Al-Qur ‘an yang berisi PETUNJUK dan cahaya. Oleh karena itu, laksanakanlah isi Al-Qur’an dan peganglah.
ثُمَّ قَالَ وَأَهْلُ بَيْتِي
Kemudian (kedua para PENUNJUK dari) keluargaku
فَقَالَ لَهُ حُصَيْنٌ وَمَنْ أَهْلُ بَيْتِهِ يَا زَيْدُ أَلَيْسَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ
Husain bertanya kepada Zaid bin Arqarn, “Hai Zaid, sebenarnya siapakah ahlul bait (keluarga) Rasulullah itu? Bukankah istri-istri beliau itu adalah ahlul bait (keluarga) nya?”
قَالَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ وَلَكِنْ أَهْلُ بَيْتِهِ مَنْ حُرِمَ الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ
Zaid bin Arqam berkata, “Istri-istri beliau adalah ahlul baitnya. tapi ahlul bait Beliau yang dimaksud adalah orang yang diharamkan untuk menerima zakat sepeninggalan beliau.”
قَالَ وَمَنْ هُمْ
Husain bertanya, “Siapakah mereka itu?”
قَالَ هُمْ آلُ عَلِيٍّ وَآلُ عَقِيلٍ وَآلُ جَعْفَرٍ وَآلُ عَبَّاسٍ
Zaid bin Arqam menjawab, “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil. keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas.”
قَالَ كُلُّ هَؤُلَاءِ حُرِمَ الصَّدَقَةَ
Husain bertanya, “Apakah mereka semua diharamkan untuk menerima zakat?”
قَالَ نَعَمْ
Zaid bin Arqam menjawab.”Ya.” (HR Muslim 4425 atau Syarh Shahih Muslim 2408)
Contoh orang-orang yang kelak mengikuti para PENUNJUK dari ulama kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah adalah Ahlul Yaman (Hadramaut).
Rasulullah bersabda bahwa Ahlul Yaman (Hadramaut) adalah mereka yang mudah menerima kebenaran, mudah terbuka mata hatinya (ain bashiroh) dan banyak dikaruniakan hikmah (pemahaman yang dalam terhadap Al Qur’an dan Hadits) sebagaimana Ulil Albab
Dan telah menceritakan kepada kami Amru an-Naqid dan Hasan al-Hulwani keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Ya’qub -yaitu Ibnu Ibrahim bin Sa’d- telah menceritakan kepada kami bapakku dari Shalih dari al-A’raj dia berkata, Abu Hurairah berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Telah datang penduduk Yaman, mereka adalah kaum yang paling lembut hatinya. Fiqh ada pada orang Yaman. Hikmah juga ada pada orang Yaman. (HR Muslim 74 atau Syarh Shahih Muslim 52)
Dari Abi Hurairah (radiyallahu ‘anhu) dari Nabi (shalallahu ‘alaihi wassallam) Beliau bersabda : “Telah datang kepada kalian Ahlul Yaman, mereka orang yang lemah lembut hatinya, Iman itu di negara Yaman, dan hikmah di negara Yaman dan fiqih (ilmu) itu di negara Yaman,”. (Muttafaqun ‘alaih).
Berkata para Ulama’ tentang arti hadits di atas :
Al-Hafidz Ibn Rajab Al-Hanbali telah menggambarkan Ahlul Yaman, berkata, “Mereka orang-orang yang sedikit berbicara akan tetapi banyak beramal, oleh karena mereka orang-orang yang beriman, dan diantara arti Iman adalah beramal”.
Berkata As-Safaarini, : “Dan yang dimaksud bahwa Nabi (Shalallahu ‘alaihi wassalam) menyifatkan hati-hati mereka (orang-orang Yaman) dengan lemah lembut hatinya adalah bahwa mereka memilki hubungan yang erat untuk membela agama dari segala tipu-daya yang menyesatkan dan dari syahwat (hawa nafsu) yang diharamkan”. (Tsulatsiyaat Musnad Al-Imam Ahmad 1/698-699)
Ketika telah bermunculan FITNAH dari orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim atau firqah KHAWARIJ yakni mereka yang murtad dari agamanya karena tuduhan musyrik kembali kepada si penuduh sehingga timbul PERSELISIHAN atau bahkan PEMBUNUHAN terhadap umat Islam karena perbedaan pendapat MAKA Ahlul Yaman (Hadramaut) menemui para PENUNJUK (ulama) dari kalangan ahlul bait (keturunan cucu Rasulullah) yakni Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa yang hijrah DIAWALI dari Basrah (Iraq) ke Hijaz, nama kawasan Mekkah, Madinah dan sekitarnya kala itu.
Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa ketika berangkat hijrah dari Iraq ke Hijaz pada tahun 317 H beliau ditemani oleh istrinya, Syarifah Zainab binti Abdullah bin Al-Hasan bin ‘Ali al-‘Uraidhy, bersama putera bungsunya bernama Abdullah, yang kemudian dikenal dengan nama Ubaidillah.
Turut serta dalam hijrah itu cucu Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa yang bernama Ismail bin Abdullah yang dijuluki dengan Bashriy.
Begitupula ikut serta bersama Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa hijrah dari kota Basrah ke kota Madinah, KAKEK (datuk) dari Bani Ahdal (keturunannya antara lain Ali bin Umar bin Muhammad bin Sulaiman bin Ubaid bin Isa bin Alwi bin Muhammad bin Jamzam bin Auf bin Al-Imam Musa Al-Kadzim) dan KAKEK (datuk) dari Bani Qudaim (diantara keturunannya adalah Muhammad Jawad bin Ali Ar-Ridho bin Al-Imam Musa Al-Kadzim)
Sedangkan anaknya Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa yakni Muhammad Abu Ja’far sebagaimana yang diceritakan oleh Imam Al-Fakhrurazi (w. 604 H) dan Abu Ismail Ibrahim bin Nasir ibnu Thobatoba (w. 400 an) TETAP tinggal di Iraq untuk menjaga harta Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa sampai beliau mendapat tempat dan menetap di sana.
Turut pula dua anak lelaki dari paman Beliau dan orang-orang yang bukan dari kerabat dekatnya. Mereka merupakan rombongan yang terdiri dari 70 orang.
Al-Imam Al-Muhajir membawa sebagian dari harta kekayaannya dan beberapa ekor unta ternaknya. Sedangkan putera-puteranya yang lain ditinggalkan menetap di Iraq.
Sampai di Madinah, mereka bermukim selama setahun. Ketika itu bulan Zulhijah 317 H / 897 M, di Mekah terjadi kerusuhan yang dilakukan oleh kaum Qaramithah pimpinan Abu Thahir bin Abi Sa’id. Mereka berhasil menjebol Hajar Aswad dari tempatnya di salah satu pojok Ka’bah. Tapi 23 tahun kemudian, mereka mengembalikan Hajar Aswad tersebut.
Dalam kerusuhan itu, Kaum Qaramithah tidak segan-segan merampok, merampas harta benda dan membunuh penduduk Mekah.
Setahun kemudian setelah keadaan tenang, Al-Imam Ahmad Al-Muhajir dan pengikutnya berangkat menunaikan ibadah haji ke Mekah, melakukan ibadah haji.
Di sanalah, Al-Imam Ahmad Al-Muhajir beserta rombongannya bertemu dengan Ahlul Yaman yakni para jamaah haji dari Tuhaim dan Hadramaut.
Penduduk Hadramaut mengabarkan fitnah KHAWARIJ yang sedang mereka alami dan meminta PENUNJUK dari kalangan Ahlul Bait yakni Imam Ahmad Al Muhajir untuk pergi ke Hadramaut Yaman bersama-sama
Dari Makkah Al-Imam Ahmad Al-Muhajir pergi ke Hajrain Hadramaut dan membeli perkebunan kurma dengan harga 500.000 dinar dan menghadiahkan perkebunan tersebut kepada mawalinya.
Kemudian Imam Ahmad Al Muhajir pindah ke daerah Husaisah tempat Beliau menetap sampai wafat yang jaraknya kira kira 1/2 marhalah dari Tarim dan terletak sebelah Timur Syiban
Pengembaraan Al-Imam Ahmad Al-Muhajir di Hadramaut di mulai dari tahun 320 hijriyah sampai tahun 345 hijriyah. Beliau hidup pada zaman Daulah Ziyadiyah (Bani Umayah) dan pada zaman Daulah Zaidiyah (Al-Hasyimi) di Yaman. Selama di Hadramaut, Beliau memerangi kaum Ibadhiyah dan kaum Qaramithah tanpa senjata”.
Al Imam Ahmad Al Muhajir menetap di Hadramaut atas dasar petunjuk dari Allah Ta’ala sebab kenyataan menunjukkan, setelah Beliau hijrah ke negeri itu di sana memancar cahaya terang sesudah beberapa lama gelap gulita.
Al-Imam Al-Muhajir dan keturunannya berhasil menundukkan kaum KHAWARIJ hanya dengan dalil dan argumentasi.
Kaum Khawarij tidak mengakui atau mengingkari Al-Imam Al-Muhajir berasal dari keturunan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
Untuk memantapkan kepastian nasabnya sebagi keturunan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Sayyid Ali bin Muhammad bin Alwi berangkat ke Iraq. Di sanalah ia beroleh kesaksian dari seratus orang terpercaya dari mereka yang hendak berangkat menunaikan ibadah haji.
Kesaksian mereka yang mantap ini lebih dimantapkan lagi di makkah dan beroleh kesaksian dari rombongan hujjaj Hadramaut sendiri.
Dalam upacara kesaksian itu hadir beberapa orang kaum Khawarij, lalu mereka ini menyampaikan berita tentang kesaksian itu ke Hadramaut.
Dengan demikian mantaplah sudah pengakuan masyarakat luas mengenai keutamaan para kaum ahlul-bait sebagai keturunan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melalui puteri Beliau, Sayyidah Siti Fatimah Az Zahra.
Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim adalah CONTOH orang-orang yang MERASA sebagai Al Ghuroba (orang-orang yang asing) NAMUN sesungguhnya mereka MENGASINGKAN DIRI yakni MENYEMPAL KELUAR dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham) PADA zaman Salafus Sholeh sehingga mereka disebut FIRQAH atau KAUM KHAWARIJ.
KHAWARIJ adalah bentuk jamak, dan mufradnya adalah dari kata KHARIJ yang berasal dari kata KHARAJA yang artinya KELUAR.
Sebutan KHAWARIJ berlaku tidak sebatas pemberontak NAMUN berlaku bagi siapa saja yang menganggap sesat, menuduh musyrik dan bahkan menghalalkan darah dan membunuh umat Islam karena mereka KELIRU BERHUJJAH atau KELIRU MEMAHAMI Al Qur’an dan Hadits SEHINGGA mereka MENGASINGKAN DIRI atau MENYEMPAL KELUAR dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham).
Mereka MENGASINGKAN DIRI atau MENYEMPAL KELUAR karena mereka menganggap atau menuduh mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham) telah rusak padahal mereka sendirilah yang rusak
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab; Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Suhail bin Abu Shalih dari Bapaknya dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata; Aku membaca Hadits Malik dari Suhail bin Abu Shalih dari Bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Apabila ada seseorang yang berkata; ‘Celakalah (rusaklah) manusia’, maka sebenarnya ia sendiri yang lebih celaka (rusak) dari mereka. (HR Muslim 4755 atau versi Syarh Shahih Muslim 2623)
Oleh karenanya sebaiknya JANGANLAH mengikuti Salafnya adalah mengikuti Dzul Khuwaishirah TOKOH penduduk NAJED dari bani Tamim KARENA walaupun termasuk salaf / sahabat (bertemu dengan Rasulullah) NAMUN tidak mendengarkan dan mengikuti Rasulullah melainkan mengikuti pemahaman atau akal pikirannya sendiri sehingga menjadikannya SOMBONG dan DURHAKA kepada Rasulullah yakni MERASA LEBIH PANDAI dari Rasulullah sehingga berani MENYALAHKAN dan mencela atau menghardik Rasulullah ketika pembagian harta rampasan perang.
Berikut contoh riwayat yang menujukkan bahwa Dzul Khuwaishirah adalah PENDUDUK NAJED.
Dari Abu Sa’id berkata; Orang-orang Quraisy marah dengan adanya pembagian itu. kata mereka, “Kenapa pemimpin-pemimpin NAJED yang diberi pembagian oleh Rasulullah, dan kita tidak dibaginya?” maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun menjawab, “Sesungguhnya aku lakukan yang demikian itu, untuk membujuk hati mereka.”
Sementara itu, datanglah laki-laki BERJENGGOT tebal, pelipis menonjol, mata cekung, dahi menjorok dan kepalanya DIGUNDUL. Ia berkata, “Wahai Muhammad! Takutlah Anda kepada Allah!”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Siapa pulakah lagi yang akan menaati Allah, jika aku sendiri telah mendurhakai-Nya? Allah memberikan ketenangan bagiku atas semua penduduk bumi, maka apakah kamu tidak mau memberikan ketenangan bagiku?” (HR Muslim 1762 atau Syarh Shahih Muslim 1064)
Berikut contoh riwayat yang menujukkan bahwa Dzul Khuwaishirah PENDUDUK NAJED adalah dari BANI TAMIM
Dari Abu Sa’id Al Khudriy radliallahu ‘anhu berkata; Ketika kami sedang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedang membagi-bagikan pembagian(harta), datang Dzul Khuwaishirah, seorang laki-laki dari BANI TAMIM, lalu berkata; Wahai Rasulullah, tolong engkau berlaku adil. Maka beliau berkata: Celaka kamu!. Siapa yang bisa berbuat adil kalau aku saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh kamu telah mengalami keburukan dan kerugian jika aku tidak berbuat adil.
Lalu Rasulullah menubuatkan CIRI KHAS dari orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim yakni
يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ
Mereka membaca Al-Qur’an namun tidak sampai melewati tenggorokan mereka. (HR Bukhari 3341 atau Fathul Bari 3610)
“Tidak sampai melewati tenggorokan mereka” yakni tidak sampai ke hatinya MAKNANYA tidak mempengaruhi hati mereka sehingga mereka berakhlak buruk seperti gemar menyalahkan, menganggap sesat dan TAKFIRI yakni mengkafirkan atau MENUDUH musyrik NAMUN mereka KELIRU ketika BERHUJJAH dengan Al Qur’an maka “Al Qur’an menjadi bencana” bagi mereka karena tuduhan akan kembali kepada si penuduh sehingga mereka terjerumus MURTAD yakni keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسِبُونَ أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ
Mereka membaca Al-Qur’an dan mereka menyangka bahwa Al-Qur’an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al-Qur’an itu adalah (bencana) atas mereka.
يَمْرُقُونَ مِنْ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ
Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya. (HR Muslim 1773 atau Syarh Shahih Muslim 1066)
Dari Hudzaifah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
إنَّ أخوفَ ما أخاف عليكم رجل قرأ القرآن، حتى إذا رُئيت بهجته عليه وكان ردءاً للإسلام، انسلخ منه ونبذه وراء ظهره، وسعى على جاره بالسيف ورماه بالشرك، قلت: يا نبيَّ الله! أيُّهما أولى بالشرك: الرامي أو المرمي؟ قال: بل الرامي
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah seseorang yang telah membaca al-Qur’an, sehingga ketika telah tampak kebagusannya terhadap al-Qur’an dan dia menjadi pembela Islam, dia terlepas dari al-Qur’an, membuangnya di belakang punggungnya, dan menyerang tetangganya dengan pedang dan menuduhnya musyrik”. Aku (Hudzaifah) bertanya, “Wahai nabi Allah, siapakah yang lebih pantas disebut musyrik, penuduh atau yang dituduh?”. Beliau menjawab, “Penuduhnya”. (HR. Al-Bukhari dalam At-Tarikh, Abu Ya’la, Ibnu Hibban dan Al-Bazzar)
Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda: “Siapa pun orang yang berkata kepada saudaranya, ‘Wahai kafir’ (menuduh musyrik) maka sungguh salah seorang dari keduanya telah kembali dengan kekufuran tersebut, apabila sebagaimana yang dia ucapkan. Namun apabila tidak maka ucapan tersebut akan kembali kepada orang yang mengucapkannya (si penuduh).” (HR Muslim 92 atau Syarh Shahih Muslim 60)
Jadi masuk akallah (logislah) kalau orang-orang pada ZAMAN NOW (masa sekarang) yang mendalami ilmu agama secara otodidak (shahafi) sehingga TERJERUMUS KESOMBONGAN MENOLAK KEBENARAN dan menyalahkan, menganggap sesat atau bahkan mengkafirkan, menghalalkan darah dan membunuh umat Islam karena “nenek moyang mereka” yakni Dzul Khuwaishirah penduduk NAJED dari bani Tamim MENYALAHKAN Rasulullah.
Pada hakikatnya kakek, buyut maupun orang tua dari ustadz pribumi MENJADI MUSLIM secara turun temurun adalah PERAN para PENUNJUK (ulama) dari kalangan para Wali Allah yakni Allah Ta’ala mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya yang DIDATANGKAN oleh Allah Ta’ala yakni hijrah ke Hadramaut, Yaman setelah bermunculan orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dati bani Tamim yakni orang-orang yang murtad dari agamanya karena tuduhan musyrik kembali kepada si penuduh
Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al Maidah [5] ayat 54 bahwa jika telah bermunculan FITNAH PERSELISIHAN dan PEMBUNUHAN umat Islam yang dilakukan oleh orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim yakni orang-orang yang MURTAD dari AGAMANYA karena tuduhan musyrik akan kembali kepada si penuduh maka Allah Ta’ala akan MENDATANGKAN para ulama dari kalangan para Wali Allah seperti Imam Ubaidillah dan ayahnya yakni Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa yang HIJRAH ke Hadramaut, Yaman
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan MENDATANGKAN suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras (tegas / berpendirian) terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Maidah [5]:54)
Jadi ulama dari kalangan WALI Allah (KEKASIH Allah) yakni Allah Ta’ala mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya adalah,
- Mereka bersikap lemah lembut terhadap sesama muslim
- Mereka bersikap keras yakni dalam pengertian tegas atau berpendirian terhadap orang-orang kafir
- Mereka berjihad di jalan Allah dalam pengertian bergembira dalam menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya
- Mereka tidak takut kepada celaan orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim yang suka mencela yakni celaan dari orang-orang yang MURTAD dari AGAMANYA karena tuduhan musyrik kembali kepada si penuduh.
Abu Musa al-Asy’ari meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda , “Allah akan mendatangkan suatu kaum yang dicintai-Nya dan mereka mencintai Allah”. Bersabda Nabi shallallahu alaihi wasallam, “mereka adalah kaummu Ya Abu Musa, orang-orang Yaman”.
Ibnu Jarir meriwayatkan, ketika dibacakan tentang ayat tersebut di depan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau berkata, “Kaummu wahai Abu Musa, orang-orang Yaman”.
Dari Jabir, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya mengenai ayat tersebut, maka Rasul menjawab, ‘Mereka adalah ahlu Yaman dari suku Kindah, Sukun dan Tajib’.
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani telah meriwayatkan suatu hadits dalam kitabnya berjudul Fath al-Bari, dari Jabir bin Math’am dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata, ‘Wahai ahlu Yaman kamu mempunyai derajat yang tinggi. Mereka seperti awan dan merekalah sebaik-baiknya manusia di muka bumi’
Dalam Jami’ al-Kabir, Imam al-Suyuthi meriwayatkan hadits dari Salmah bin Nufail, ‘Sesungguhnya aku menemukan nafas al-Rahman dari sini’. Dengan isyarat yang menunjuk ke negeri Yaman”.
Imam Sayyidina Ali karamallahu wajhah berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Siapa yang MENCINTAI orang-orang Yaman berarti telah MENCINTAIKU, siapa yang MEMBENCI mereka berarti telah MEMBENCIKU”
Begitupula Rasulullah bersabda bahwa jika telah timbul FITNAH dari orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim sehingga timbul PERSELISIHAN atau bahkan PEMBUNUHAN terhadap umat Islam karena perbedaan pendapat maka hijrahlah dan ikutilah (merujuklah) kepada pendapat Ahlul Hadramaut, Yaman.
Diriwayatkan dari Ibnu Abi al-Shoif dalam kitab Fadhoil al-Yaman, dari Abu Dzar al-Ghifari, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Kalau terjadi FITNAH pergilah kamu ke negeri Yaman karena disana banyak terdapat keberkahan’
Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah al-Anshari, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Dua pertiga keberkahan dunia akan tertumpah ke negeri Yaman. Barang siapa yang akan lari dari FITNAH, pergilah ke negeri Yaman, Sesungguhnya di sana tempat beribadah’
Abu Said al-Khudri ra meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Pergilah kalian ke Yaman jika terjadi FITNAH, karena kaumnya mempunyai sifat kasih sayang dan buminya mempunyai keberkahan dan beribadat di dalamnya mendatangkan pahala yang banyak’
Oleh karenanya kita sepatutnya bersyukur kepada Allah Ta’ala yakni Alhamdulillah, umat Islam khususnya di Indonesia maupun Nusantara dan umat Islam pada umumnya mendapatkan pengajaran agama dari para ulama yang berasal dari Hadramaut, Yaman yang bersumber dari ulama kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah yakni dari apa yang disampaikan oleh Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain radhiyallahu anha yang bermazhab dengan Imam Syafi’i.
Dari Hadramaut (Yaman), anak cucu Imam Al Muhajir menjadi pelopor dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan India, kepulauan Melayu dan Indonesia. Mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang mengenalkan kalimat syahadah, mereka berjuang dan berdakwah dengan kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan, tanpa pasukan , tetapi mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan. Juga ada yang ke daerah Afrika seperti Ethopia, sampai kepulauan Madagaskar. Dalam berdakwah, mereka tidak pernah bergeser dari asas keyakinannya yang berdasar Al Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas.
Imam Ahmad Al Muhajir , sejak Abad 7 H di Hadramaut Yaman, beliau menganut madzhab Syafi’i dalam fiqih , Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam akidah (i’tiqod) mengikuti Imam Asy’ari (bermazhab Imam Syafi’i) dan Imam Maturidi (bermazhab Imam Hanafi) serta tentang akhlak atau tentang ihsan mengikuti ulama-ulama tasawuf muktabaroh yang bermazhab dengan Imam Mazhab yang empat.
Di Hadramaut kini, akidah dan madzhab Imam Al Muhajir yang adalah Sunni Syafi’i, terus berkembang sampai sekarang, dan Hadramaut menjadi kiblat kaum sunni yang “ideal” karena kemutawatiran sanad serta kemurnian agama dan aqidahnya.
Dari Hadramaut (Yaman), anak cucu Imam Al Muhajir menjadi pelopor dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan India, kepulauan Melayu dan Indonesia. Mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang mengenalkan kalimat syahadah, mereka berjuang dan berdakwah dengan kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan, tanpa pasukan , tetapi mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan. Juga ada yang ke daerah Afrika seperti Ethopia, sampai kepulauan Madagaskar. Dalam berdakwah, mereka tidak pernah bergeser dari asas keyakinannya yang berdasar Al Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Tinggalkan komentar