Kenabian Rasulullah sejak Allah bershalawat untuk Nabi yakni sebelum Adam diciptakan
Sebaiknya janganlah mengikuti pendapat orang-orang yang mengatakan bahwa Rasulullah baru menjadi Nabi setelah berusia 40 tahun KARENA mereka terjerumus durhaka (‘Aashin) kepada Allah Ta’ala AKIBAT mereka menganggap sholawat Allah Ta’ala untuk Nabi TERIKAT (TERPENGARUH) zaman (ruang dan waktu) yakni setelah Rasulullah berusia 40 tahun.
Buya Arrazy menyampaikan salah satu contoh bukti kebenaran bahwa kenabian Rasulullah sebelum Adam diciptakan adalah shalawat atau kalam Allah Qadim (al-Kalam adz-Dzati), TERUS MENERUS dengan lafadz Nabi dalam firman Allah Ta’ala, “Innallaha wa malaikatahu yushalluna alannabiyyi yaa ayyuhalladzina aamanu shallu alaihi wa sallimu taslima” ,
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (QS Al Ahzab [33] : 56) sebagaimana yang dapat disaksikan dalam video pada https://youtube.com/watch?v=1g7gGnOYS6o
Kalam Allah dengan berbagai bahasa, seperti BAHASA ARAB yang diterima oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam atau BAHASA NON-Arab seperti yang diterima oleh nabi-nabi Bani Israil adalah IBARAT atau UNGKAPAN daripada al-Kalam adz-Dzati atau kalam an Nafsi yakni sifat kalam Allah yang qadim / kekal, TERUS MENERUS, tidak terikat (terpengaruh) zaman (ruang dan waktu), yang bukan huruf, suara maupun bahasa karena bukan dengan permulaan (pengawalan) dan penghabisan (pengakhiran) artinya bukanlah Allah Ta’ala mengawali kalam-Nya setelah Dia DIAM dan setelah berkalam lalu DIAM lagi sebagaimana yang disampaikan oleh ustadz Kholil Abou Fateh ketika menyampaikan Syarh Nazhm Jauharatuttauhid dalam video pada https://bit.ly/3pkAYNF
IRONIS menonjolkan pengakuan sebagai “pengurus” aswaja center NAMUN “mempertanyakan” sabda Rasulullah, “Kenabianku sejak Adam masih berupa air dan tanah.”
Habib Umar bin Hafidz dalam kitab Adh-Dhiyaullami’ menampilkannya dalam sebuah dialog saat Rasulullah ditanya, “Sejak kapankah kenabianmu?”
awal kutipan
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab, “Kenabianku sejak Adam masih berupa air dan tanah.”
Dalam sebuah riwayat yang disebutkan as-Suyuthi, “…sejak Adam masih diantara ruh dan jasad.”
Kemudian, Allah menciptakan Adam alaihissalam, manusia yang pertama kali ada dan menjadi nenek moyang seluruh umat manusia. Karenanya, ia dijuluki Abul Basyar (Bapak umat manusia). Namun Allah selalu memanggilnya dengan panggilan “Abu Muhammad”.
akhir kutipan
Para ulama terdahulu maupun ulama zaman NOW (sekarang) seperti Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof Dr Nasaruddin Umar menyampaikan bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam disebut sebagai Nabi pertama dalam arti Bapaknya para ruh (abu al-warh al-wahidah), Nabi terakhir karena memang ia sebagai khatam an-nubuwwah wa al-mursalin.
Sedangkan, Nabi Adam alaihissalam dikenang sebagai bapak biologis atau bapak dari jasad (abu al-jasad).
Sumber : https://republika.co.id/berita/m18eno/apa-itu-nur-muhammad-2
Begitupula KH Said Aqil Siradj menyampaikan bahwa semua kitab Mada’ih Nabawiyyah seperti Barzanji, Dziba’iy, Alhabsyi Simthud-duror dan lebih-lebih Burdah, semua memuji-muji Rasulullah semenjak SEBELUM lahir SAMPAI lahir, sampai diasuh oleh Sayyidah Halimah Assa’diyyah dan SEMUA Ulama SEPAKAT bahwa Nur Muhammad itu ashlul wujud sebagaimana yang ditulis pada https://pwnujatim.or.id/tausiyah-ketua-pbnu-kh-said-aqil-siroj-nur-muhammad/
awal kutipan
Semua Ulama sepakat bahwa Nur Muhammad itu ashlul wujud karena Nur Muhamad lah Allah menciptakan alam semesta: sorga, neraka, Lauh Mahfudz, Qolam, Mu’jizat para nabi, Karomah para Wali; semua bersumber dari Nur Muhamad
Tanpa Nur Muhamad alam semesta ini tidak akan ada. Nur Muhamad sebagai Nuqtoh Markaziyah, central point yang menjadi Tajalli Syuhudi Dzat Allah.
Kemudian lahir proses Tajalliyat, Tanazzulat, Ta’ayyunat Asma-Asma Allah Al-Husna, maka jadilah alam semesta ini termasuk kita, manusia. Wallahu A’lam
akhir kutipan
Berikut kutipan penjelasannya Sultannya Wali Allah (Kekasih Allah), Syekh Abdul Qadir Al Jilani qaddasallahu sirrahu dalam kitab Sirrul Asrar (Rahasia di balik rahasia) tentang hakikat Muhammadiyyah atau Nur Muhammad pada pasal tentang awal penciptaan dan proses turunnya ruh manusia ke alam terendah dari “kampung halaman” atau Negeri Asal (al wathan al ashli atau Wali Songo menyebutnya dalam bahasa Jawa, Omah Keprabon) yakni Al Qurbah atau Alam Lasut
awal kutipan
إعلم وفقك الله لما يحب ويرضى ، لما خلق الله روح محمد صلى الله عليه وسلم أولا من نور جماله
Ketahuilah, semoga Allah Ta’ala memberimu taufik kepada segala apa yang dicintai dan diridhoi-Nya.
Sesungguhnya yang pertama diciptakan Allah Ta’ala adalah ruh Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang diciptakan daripada cahaya Jamal-Nya
كما قال الله تعالى في الحديث القدسي ، ” خلقت محمدا أولا من نور وجهي . “
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam hadits Qudsi, “Aku ciptakan (ruh) Muhammad pertama kali dari cahaya-Ku.”
وكما قال النبي صلى الله عليه وسلم ، ” أول ما خلق الله روحي ، وأول ما خلق الله نوري ، وأول ما خلق الله القلم ، وأول ما خلق الله العقل
Begitupula Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Yang pertama diciptakan Allah adalah ruhku, yang pertama diciptakan Allah adalah cahayaku, yang pertama diciptakan Allah adalah qalam, yang pertama diciptakan Allah adalah akal. (HR Abu Dawud)
فالمراد منها شيء واحد وهو الحقيقة المحمدية
Semua itu (ruh, cahaya, qalam dan akal) pada dasarnya adalah satu makna yaitu Hakikat Muhammadiyyah.
لكن سمي نورا لكونه صافيا عن الظلمانية الجلالئة كما قال الله تعالى وقد جاءكم من الله نور وكتاب مبين » ،
Hakikat Muhammadiyyah disebut “Nur” (Muhammad) karena bersih dari segala kegelapan yang menghalangi Jalalullah sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya, “Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dan kitab penerang dari Allah” (QS Al Maidah [5]: 15)
وعقلا لكونه مدركا للكليات ، وقلما لكونه سببا لنقل العلم ، كما أن القلم سبب نقل العلم في عالم الخروقات . فالروح المحمدي خلاصة الأكوان
Hakikat Muhammadiyyah disebut juga akal karena ia yang menemukan segala sesuatu (alam semesta), disebut juga qalam (pena) karena ia yang menjadi sebab perpindahan ilmu (dari Allah kepada makhluk-Nya) seperti halnya mata pena yang telah menggoreskan (mengalihkan atau mewariskan) ilmu di alam huruf (dunia keilmuan yang tertulis).
وأول الكائنات وأصلها
Jadi Ruh Muhammad adalah inti alam semesta, ruh yang termurni sebagai makhluk pertama dan asal seluruh makhluk
كما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,
أنا من الله والمؤمنون مني
“Aku dari Allah dan orang-orang beriman (dan makhluk lainnya) dari aku”
وخلق الله الأرواح كلها منه في عالم اللاهوت في أحسن التقويم الحقيقي ، وهو اسم جملة الإنس في ذلك العالم ، وهو الوطن الأصلي .
Dan dari Ruh Muhammad itulah Allah menciptakan semua ruh di Alam Lahut dalam bentuk terbaik dan hakiki.
Itulah ismu (nama) bagi keseluruhan (ruh) manusia di Alam Lahut.
Alam Lahut adalah al wathan al ashli (Negeri Asal atau Wali Songo menyebutnya dalam bahasa Jawa, Omah Keprabon)
فلما مضى عليها أربعة آلاف سنة خلق الله العرش من نور عين محمد صلى الله عليه وسلم ، وبواقي الكائنات منه .
Ketika 4000 tahun berlalu dari penciptaan Ruh Muhammad maka Allah menciptakan Arsy dari Nur Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Begitupula makhluk lainnya diciptakan dari Nur Muhammad.
ثم ردت الأرواح إلى درك أسفل الكائنات أغنى الأجساد كما قال الله تعالى ثم رددناه أسفل سافلين .
Selanjutnya ruh-ruh itu diturunkan ke alam yang terendah yakni jasad (alam fisik) sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya, “Kemudian Ku-turunkan manusia ke tempat (alam) yang terendah” (QS At Tin [95]:5)
يعني نزله أولا من عالم اللاهوت إلى عالم الجبروت ، فألبسهم الله تعالى بنور الجبروت كسوة بين الحرمين وهو الروح السلطاني
Proses turunya dari Alam Lahut ke Alam Jabarut dan lalu Allah Ta’ala membalut mereka (ruh-ruh) dengan cahaya Jabarut sebagai balutan (pakaian) di antara al haramain (dua haram) dan ruh di lapis (alam) kedua ini disebut Ruh Sulthani.
ثم أنزلهم بهذه الكسوة إلى عالم الملكوت ، ثم كساهم بنور الملكوت وهو الروح الروحاني
Selanjutnya Allah Ta’ala menurunkan ruh-ruh tersebut dengan balutan (pakaian) mereka ke Alam Malakut dan kemudian dibalut dengan cahaya Malakut yang disebut Ruh Ruhani.
ثم أنزلهم إلى عالم الملك وكساهم بنور الملك وهو الروح الجسماني
Kemudian Allah Ta’ala turunkan mereka (ruh-ruh) ke Alam Mulki (Alam Nasut atau Alam Jasad) dan membalut mereka dengan cahaya Mulki yang disebut Ruh Jismani.
ثم خلق الله الأجساد كما قال الله تعالى ومنها خلقناكم وفيها نعيدكم ومنها تخرجكم تارة أخرى » .
Selanjutnya Allah Ta’ala menciptakan jasad (badan) dari mulki (bumi / tanah) sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya, “Dari bumi (tanah) itulah Kami MENJADIKAN kamu dan kepadanya Kami akan MENGEMBALIKAN kamu dan daripadanya Kami akan MENGELUARKAN kamu pada kali yang lain” (QS Thaha [20] : 55)
ثم أمر الله تعالى الأرواح أن تدخل في الأجساد فدخلت بأمر الله تعالى ، كما قال الله تعالى « ونفخت فيه من روحي .
Setelah terwujud jasad, kemudian Allah Ta’ala memerintahkan ruh agar ruh masuk ke jasad dan ruh pun masuk ke dalam jasad dengan perintah Allah sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَنَفَخْتُ فِيهِ مِن رُّوحِى
“dan Ku-tiupkan ruh dari-Ku ke dalam jasad (QS Al Hijr [15] : 29)
فلما تعلّقت الأرواح وأنست في الأجساد ونسيت ما اتخذت من عهد الله الميثاق في يوم وألست بربكم قالوا بلى ،
Maka ketika ruh telah menyatu dan merasa “terlena” (senang / betah) di dalam jasad sehingga “melupakan” (tidak peduli lagi) perjanjian awalnya dengan Allah di Alam Lahut (al wathan al ashli / Negeri Asal atau Wali Songo menyebutnya dalam bahasa Jawa, Omah Keprabon) yakni pada hari perjanjian (ketika Allah Ta’ala mengambil KESAKSIAN dari mereka)
أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ
“Alastu birabbikum” (“bukankah Aku ini Tuhanmu”)
قَالُوا۟ بَلَىٰ
“mereka (ruh-ruh) menjawab “Betul (Engkau Tuhan kami) (QS Al A’raf [7] : 172)
فلم ترجع إلى الوطن الأصلي ،
(Oleh karena “terlena” dan lupa akan perjanjian awal di alam lahut) maka ruh tidak dapat kembali ke Negeri Asal (al wathan al ashli / Alam Lahut) sebagai tempat awal.
akhir kutipan
Syekh Abdul Qadir Al Jilani qaddasallahu sirrahu menjelaskan lebih lanjut bahwa ketika ruh telah menyatu dan menjadi “terlena” di dalam jasad maka Allah Ta’ala menurunkan kitab-kitab samawi sebagai peringatan tentang persaksian di “kampung halaman” atau Negeri Asal (al wathan al ashli atau Wali Songo menyebutnya dalam bahasa Jawa, Omah Keprabon) yakni Al Qurbah atau Alam Lasut
awal kutipan
فترحم الرحمن المستعان عليهم بإنزال الكتب السماوية ، تذكرة لهم بذلك الوطن الأصلي كما قال تعالى – وذكرهم بأيام الله
maka Allah Maha Pengasih dengan kasihnya menolong mereka dengan menurunkan kitab-kitab samawi sebagai peringatan tentang Negeri Asal (al wathan al ashli / Alam Lahut) bagi mereka sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya, “Berilah peringatan pada mereka tentang hari-hari Allah” (QS Ibrahim [14] : 5)
أتي أيام وصاله فيما سبق مع الأرواح
Yakni hari pertemuan (wishal) Allah Ta’ala dengan seluruh arwah (ruh-ruh) di masa lalu di Alam Lahut (Alam asal)
فجميع الأنبياء عليهم الصلاة والسلام جاؤوا في الدنيا وذهبوا إلى الأخرة لذلك التنبيه فقل من يذكر منهم وطنه الأصلي ويرجع ويشتاق إليه ، ويصل إلى العالم الأصلي
Lain halnya dengan para Nabi, mereka datang ke dunia dan kembali ke akhirat, badannya di bumi (namun ruh intinya berada di negeri asal) untuk menyampaikan peringatan namun sedikit sekali dari manusia yang kemudian ingat (sadar), kembali dan rindu pada Negeri Asal (al wathan al ashli / Alam Lahut). Sedikit pula dari mereka yang bisa sampai (wushul) ke Negeri Asal (Alam Lahut).
حتى أفضت النبوة إلى الزوج الأعظم المحمدي خاتم الرسالة والهادي من الضلالة
Hingga Allah Ta’ala melimpahkan nubuwwah (kenabian) kepada Ruh Agung Muhammad, penutup risalah dan penunjuk jalan dari ketersesatan (ke alam terang)
فأرسله الله تعالى إلى هؤلاء الناس الغافلين ليفتح عين بصيرتهم من النوم الغفلة
Maka Allah Ta’ala mengutus Rasulullah pada manusia-manusia yang tidak sadar atau lalai (lupa) itu untuk Beliau bukakan atau singkapkan BASHIRAH (hati) mereka dari kelalaian yang lelap.
akhir kutipan
Syekh Abdul Qadir Al Jilani qaddasallahu sirrahu dalam kitabnya berjudul Sirrul Asrar menyampaikan bahwa PERPADUAN SYARIAT dan MA’RIFAT membuahkan ilmu HAKIKAT untuk “kembali” atau bahkan “bolak balik” ke Negeri Asal (al wathan al ashli atau Wali Songo menyebutnya dalam bahasa Jawa, Omah Keprabon) yakni Al Qurbah atau Alam Lasut dan berkumpul dengan Rasulullah.
awal kutipan
فأمر بالشريعة على ظاهرنا ، وبالمعرفة على باطننا ، لينتج من اجتماعهما علم الحقيقة , كما قال الله تعالى
Allah Ta’ala memerintahkan syariat untuk jasad dzahir (lahiriah) dan ma’rifat untuk bathin (ruhani) kita dan kedua-duanya harus dipadu dan dari perpaduannya akan membuahkan ILMU HAKIKAT, seperti yang “diisyaratkan” oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya,
مَرَجَ ٱلْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِبَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَّا يَبْغِيَانِ
“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing (QS Ar Rahman [55] : 19-20).
وإلا فبمجرد علم الظاهر لا تحصل الحقيقة ولا يصل إلى المقصود . فالعبادة الكاملة بهما ، لا بواحدهما ،
Jika TIDAK DIPADUKAN, hanya dengan ilmu dzahir (syariat) saja maka tidak akan mencapai hakikat dan tidak akan sampai pada inti tujuan ibadah. Ibadah yang sempurna hanya dapat diwujudkan oleh perpaduan antara ilmu dzahir (syariat) dan ilmu bathin (ma’rifat). Tidak bisa dengan salah satunya saja.
فالمعرفة إنما تحصل بکشف حجاب النفس عن مرأة القلب بتصفيته ، فيرى فيها جمال الكنز المخفي في سرلب القلب
Ma’rifat sendiri hanya dapat dicapai (terwujud) dengan menyingkapkan hijab hawa nafsu dari cermin hati dengan terus menerus berupaya membersihkannya sehingga manusia dapat melihat indahnya (jamal-nya) al kanzu al makhfiyyu (harta yang terpendam dan tertutup) di dalam rasa di lubuk hati.
كما قال الله تعالى في الحديث القدسي ، ” كنت كنزا مخفيا فأحببت أن أعرف ، فخلقت الخلق لكي أعرف
Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam hadits qudsi, “Aku adalah Kanzun Makhfiyyah (yang terpendam dan tertutup) dan aku ingin ditemukan dan dikenal maka Aku ciptakan makhluk agar mereka mengenal-Ku”
فلهذا تبين أنّ الله تعالى خلق الإنسان لمعرفته ، فلما بين الله تعالى خلق الإنسان لمعرفته وجبت عليه معرفته .
Oleh karena itu, menjadi jelas bahwa Allah Ta’ala menciptakan manusia untuk mengenal-Nya (ma’rifat). Ketika Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwa penciptaan manusia agar mengenal-Nya (ma’rifat) maka menjadi keharusan untuk mengenal-Nya (ma’rifat)
فالمعرفة نوعان : معرفة صفات الله ، ومعرفة ذات الله فمعرفة الصفات تكون حظ الجسم في الدارين ، ومعرفة الذات تكون حظ الروح القدسي في الأخرة كما قال الله تعالى « وأيدناه بروح القدس
Ada dua jenis ma’rifat yakni ma’rifat sifat-sifat Allah dan ma’rifat Dzat Allah.
Ma’rifat sifat menjadi tugas (kewajiban) jasad di dua alam yakni alam dunia dan akhirat dan ma’rifat Dzat menjadi tugas (kewajiban) Ruh Al Qudsi di akhirat (Alam Lahut sejak manusia hidup di dunia) sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya, “Ku-perkuat manusia dengan Ruh Al Qudsi (QS Al Baqarah [2] : 87)
وهاتان المعرفتان لا تحصلان إلا بالعلمين : علم الظاهر وعلم الباطن ، كما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ،
Dan kedua ma’rifat ini hanya dapat dicapai (diperoleh) dengan perpaduan dua ilmu, yaitu ilmu dzahir dan ilmu bathn, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
” العلم علمان : علم باللسان ، وذلك حجة الله تعالى على ابن أدم ، وعلم بالجنان ، فذلك العلم النافع لحصول المقصود
“Ilmu itu dua macam yakni ilmu (yang dicari dengan penjelasan) lisan sebagai hujjah Allah bagi hamba-Nya dan ilmu bathin yang bersumber dari lubuk hati, ilmu inilah yang berguna untuk mencapai tujuan pokok (inti) dalam ibadah (HR ad Darimi)
والإنسان يحتاج أولا إلى علم الشريعة ليحصل – للبدن كسب معرفته في عالم معرفة الصفات وهو الدرجات .
Manusia pertama-tama memerlukan memiliki ilmu syariat (ilmu dzahir) agar badannya mempunyai kegiatan dalam mencari ma’rifat di Alam Ma’rifat Sifat sehingga mendapatkan pahala derajat.
ثم يحتاج إلى علم الباطن ليحصل للزوج كسب معرفته في عالم المعرفة ،
Kemudian manusia memerlukan ilmu bathin agar (dengan ilmu tersebut) ruh dapat berusaha mengenal Allah di Alam Ma’rifat Dzat.
وعالم المعرفة وهو عالم اللاهوت ، وهو الوطن الأصلي المذكور الذي خلق فيه الروح القدسي في أحسن التقويم
Yang dimaksud dengan Alam Ma’rifat adalah Alam Lahut yaitu Negeri Asal di sanalah ruh Al Qudsi dalam wujud terbaik.
والمراد من الروح القدسي الإنسان الحقيقي الذي أودع في لب القلب ، ويظهر وجوده بالتوبة والتلقين وملازمة كلمة لا إله إلا الله بلسانه أولا ( وبعده بحياة القلب ) وبعد حياة القلب يحصل بلسان الجنان ، حين تسميه المتصوفة طفل المعاني ، لأنه من المعنويات القدسية .
Yang dimaksud ruh Al Qudsi ialah HAKIKAT MANUSIA (MANUSIA SEJATI atau DIRI SEJATI) yang disimpan di lubuk hati dan kehadirannya muncul dengan taubat, talqin dan mulazamah (mengamalkan dengan terus menerus) dzikir melafalkan “La Ilaha Illallah”. Pertama-tama dengan lidah (lisan) fisiknya dan setelah hatinya sudah hidup beralih dengan lidah (lisan) hatinya. Inilah saat ketika ahli tasawuf menamakan ruh al qudsi (hakikat insaniah) dengan sebutan “Thiflul Ma’ani” (bayi ma’nawi atau jabang sukma). Dinamakan demikian karena ia lahir dari sukma yang suci (al ma’nawiyyah al qudsiyah)
akhir kutipan *
Berikut kutipan penjelasan Syekh Abdul Qadir Al Jilani salah satu maksud penamaan ruh qudsi dengan Thiflul Ma’ani (bayi ma’nawi atau jabang sukma).
awal kutipan
والشابعة أن إطلاقه على سبيل المجاز باعتبار تعلقه بالبدن ، وتمثيله بصورة البشر بناء على أن إطلاقه عليه لأجل ملاحته لا لأجل استصغاره
Penggunaan nama Thiflul Ma’ani (untuk Ruh Kudsi) ini sifatnya majasi (metafora) ditinjau hubungan eratnya (ruh qudsi). Adapun ia ditamsilkan dengan rupa bayi lantaran keindahannya, bukan berarti Roh Qudsi kecil secara fisik seperti anak bayi.
وبالنظر إلى بداية حاله ، وهو الإنسان الحقيقي ، لأن له أنسية مع الله تعالى .
Dan ditinjau dari awal adanya, Ruh Qudsi ini adalah hakikat manusia (manusia sejati) karena dia memiliki keintiman (unsiyyah) berhubungan langsung dengan Allah Ta’ala.
فالجسم والجسماني ليس محرما له لقوله صلى الله عليه وسلم لي مع الله وقت لا يسع فيه ملك مقرب ولا نبي ، مرسل
Sedangkan badan dan ruh jasmani BUKAN MAHRAMNYA bagi Allah Ta’ala berdasarkan hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam,
“Aku memiliki waktu bersama Allah, dimana Malaikat terdekat dan Nabi yang diutus pun tidak memiliki kesempatan itu”
والمراد من النبي المرسل بشرية النبي
Yang dimaksud “Nabi yang diutus” (yang tidak memiliki kesempatan bersama Allah sebagaimana hadits di atas) adalah dimensi basyariyahnya (kemanusiaannya) dari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
ومن الملك المقرب روحانيته التي خلقت من نور الجبروت ، كما أن الملك من نور الجبروت فلا يدخل في نور اللاهوت
Adapun yang dimaksud “Malaikat terdekat” (yang tidak memiliki kesempatan bersama Allah sebagaimana hadits di atas) adalah ruh ruhani dari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang diciptakan dari cahaya Jabarut sebagaimana malaikat juga diciptakan dari cahaya Jabarut sehingga “Malaikat terdekat” tidak dapat masuk ke dalam cahaya lahut.
وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ، ” أن لله جنة لا فيها خور ولا قصور ولا جنان ولا عسل ولا لبن ، بل نظر إلى وجه الله تعالى
Rasulullah shallallahi alaihi wasallam bersabda, “ADA satu surga milik Allah Ta’ala yang di dalamnya TIDAK ADA bidadari dan istana, TIDAK ADA madu dan susu. Nikmat (yang dianugerahkan) di dalam surga tersebut hanya satu yaitu melihat Allah Ta’ala.
كما قال الله تعالى وجوه يومئذ ناضرة إلى ربها ناظرة
Sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya, “Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat (QS Al Qiyamah [75] : 22-23)
وكما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ، سترون ربكم كما ترون القمر ليلة البدر
Dan juga dijelaskan dalam sabda Rasullah shallallahu alaihi wasallam, Kalian akan MELIHAT Rabb kalian, sebagaimana (mudahnya) melihat bulan pada malam bulan purnama” (HR Bukhari)
ولو دخل الملك والجسمانية في هذه العالم لاخترقا كما قال الله تعالى في الحديث القدسي ، لو كشفت سبحاث وجهي جلالي لاخترق كل ما مد بصري
Jika malaikat dan jasmani yakni segala sesuatu selain Ruh Qudsi masuk di Alam Lahut maka pasti akan terbakar sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam hadits qudsi, “Jika kesucian Dzat-Ku yakni sifat Jalal-Ku disingkap maka semuanya, sejauh mata-Ku memandang, pastilah terbakar (HR Muslim)
وكما قال جبرائيل عليه السلام ، ” لو دنوتُ لاخترقت
Sebagaimana juga yang diungkapkan Jibril alaihissalam, “Jika aku mendekat pasti aku terbakar”
akhir kutipan
Syekh Abdul Qadir Al Jilani qaddasallahu sirrahu melanjutkan penjelasannya bahwa Allah Ta’ala mengutus Rasulullah, agar manusia dapat kembali dan wushul ilaallah atau sampai kepada Allah yakni menyaksikan Allah Ta’ala dengan hatinya (ain bashirah)
awal kutipan
فيدعوهم إلى الله تعالى ووصاله ، ولقاء _ جماله كما قال الله تعالى وقل هذه سبيلي أدعوا إلى الله على بصيرة أنا ومن اتبعني
Jadi dia (Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam) mengajak mereka agar kembali dan wushul (sampai) kepada Allah Ta’ala serta bisa berhubungan atau bertemu dengan Jamal Allah yang azali sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya, “Katakanlah: “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan bashirah (pandangan) yang jelas (yakin) (QS Yusuf [12] : 108)
قال النبي صلى الله عليه وسلم ، أصحابي كالنجوم بأيهم اقتدیتم اهتديتم
Nabi shallallahu alaihi wasallam juga bersabda, “Para Sahabatku laksana bintang gemintang, yang siapapun kamu ikuti, pasti akan mendapatkan petunjuk”
والبصيرة عين الروح ، تفتح في مقام الفؤاد للأولياء
Pengertian yang dimaksud Bashirah (ayat di atas bahwa Nabi mengajak manusia kembali dan wushul (sampai) kepada Allah dengan pandangan yang jelas) adalah ‘ain ar ruh (ruh asli / inti) yang terbuka mata di dalam kalbu (hati) yakni Fu’ad dari para kekasih Allah (Wali Allah)
وذلك لا يحصل بعلم الظاهر بل بعلم الباطن اللدني كما قال تعالى وعلمناه من لدنا علما
Bashirah ini tidak akan terbuka hanya dengan ilmu dzahir atau lahiriah saja tetapi harus dengan ilmu bathin yang langsung dari Allah (ilmu laduni) sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya, “Dan Kami telah ajarkan kepadanya satu ilmu yang langsung dari sisi Kami (QS Al Kahfi [18] : 65)
فالواجب على الإنسان تحصيل تلك العين من أهل البصائر بأخذ التلقين من ولي مرشد يخبر من عالم اللاهوت
Maka yang HARUS dilakukan bagi yang ingin menggapai ‘ain ar ruh (ruh asli / inti) sehingga terbuka mata di dalam kalbu (fu’ad) adalah dengan berguru kepada ahli bashirah dengan mengambil TALQIN dari Wali Allah yang MURSYID (pembimbing) yang memberi arahan langsung dari Alam Lahut.
akhir kutipan
Dari penjelasan Syaikh Abdul Qadir Al Jilani bahwa manusia kembali dan wushul ilaallah atau sampai kepada Allah yakni menyaksikan Allah Ta’ala dengan hatinya (ain bashirah) adalah diawali dengan mengambil TALQIN dari Wali Allah yang MURSYID (pembimbing) menunjukkan bahwa tidak semua wali Allah adalah MURSYID atau pembimbing yang memberi arahan langsung dari Alam Lahut.
Syekh Abdul Qadir Al Jilani qaddasallahu sirrahu menyampaikan bahwa Nabi diutus untuk semua orang awam (umum) dan orang kalangan khawas (khusus), sedangkan seorang MURSYID (pembimbing) yakni ulama pewaris para Nabi sejati yang “diutus” atau “ditugaskan” oleh Allah Ta’ala bukan untuk kebanyakan orang namun untuk kalangan khawas (khusus) yakni orang-orang yang dikehendaki-Nya
awal kutipan
فرقا بين النبي والولي ، فإنّ النّبي يرسل إلى العوام والخواص جميعا مستقلا بنفسه . والولي المرشد يرسل للخواص فقط غير مستقل بنفسه ، فإنه لا سعة إلا بمتابعة النبي ، حتى لو ادعى الاستقلال كفر
Perbedaan antara para Nabi dengan para Wali (MURSYID) adalah para Nabi diutus untuk semua orang awam (umum) dan kalangan khawas (khusus) dengan membawa syariat sendiri. Sedangkan Wali MURSYID diutus untuk kalangan khawas (khusus), tanpa membawa syariat sendiri . Sehingga tidak ada baginya kecuali harus mengikuti syariat Nabi (shallallahu alaihi wasallam); jika dia mengaku membawa syariat sendiri maka ia telah kufur .
akhir kutipan
Syekh Abdul Qadir Al Jilani mengingatkan bahwa,
awal kutipan
وليس المراد منه من ترسم بظاهر العلم ، لأنه وإن كان من الورثة النبوية لكن هو من قبيل ذوى الأرحام ،
Pengertian ulama ahli waris para nabi BUKANLAH orang yang menguasai sisi lahiriah ilmu agama. Walaupun ilmu agama lahiriah itu juga warisan kenabian, tetapi ia didapat dari jalur dzawil arham (tidak termasuk ashhabul furudh dan ashabah).
فالوارث الكامل من يكون بمنزلة الابن لأنه من أقرب العصبات ، فالولد سر الأب ظاهرا وباطنا ،
Sedangkan, (dalam ilmu waris ) ahli waris yang sempurna adalah yang berkedudukan sebagai anak kandung karena ia ashabah terdekat. Selain itu, anak kandunglah yang menyimpan rahasia ayah, lahir maupun batin .
ولذلك قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن من العلم كهيئة المكنون لا يعلمه إلا العلماء بالله تعالى ،
Oleh karenanya, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Di antara ilmu itu ada yang tersembunyi. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali ulama Arif Billah Ta’ala (Wali Allah).
فإذا نطقوا به لم ينكره إلا أهل الغزة
Jika ilmu itu mereka sampaikan, tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang – orang jahil.”
akhir kutipan
Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dalam kitabnya Jami’ah Al-Maqhosid juga menyampaikan bahwa pada hakikatnya seorang MURSYID (guru pembimbing) adalah orang-orang yang ditugasi oleh Allah Ta’ala
Oleh karenanya dalam suatu thariqah tidak boleh sembarang orang menunjuk atau mengaku-ngaku sebagai mursyid pengganti tanpa mendapatkan WASIAT “PENUGASAN” dari mursyid (guru pembimbing) yang telah wafat.
Berikut kutipan penjelasan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari bahwa setiap manusia setelah BERSYARIAT mempunyai POTENSI untuk wushul ilaallah atau sampai kepada Allah yakni menyaksikan Allah Ta’ala dengan hatinya (ain bashirah) sesuai yang dikendaki-Nya melalui THARIQAH yang dibimbing oleh seorang MURSYID (guru pembimbing) yang “ditugasi” oleh Allah Ta’ala sebagaimana yang dikutip pada https://tebuireng.online/wushul-kepada-allah-menurut-hadratusyaikh-kh-m-hasyim-asyari/
awal kutipan
Secara luas, kata mursyid berasal dari ‘irsyad’ yang artinya petunjuk. Sedangkan pelakunya adalah mursyid yang artinya orang yang ahli dalam memberi petunjuk dalam bidang agama.
Jadi yang disebut mursyid adalah orang-orang yang ditugasi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menuntun, membimbing dan menunjukkan manusia ke jalan yang lurus atau benar dan menghindarkan manusia dari jalan yang sesat. Tentu saja mereka sebelum ditugasi oleh Allah telah mendapat pengajaran terlebih dahulu dan mendapatkan bekal yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pembimbingan.
Dalam sebuah hadits qudsi, Allah Ta’ala berfirman,
كُنْتُ خَزِيْنَةً خَافِيَةً فَاَرَدْتُ اَنْ اُعْرَفَ فَخَلَقْتُ الْخَلْقَ فَتَعَرَّفْتُ اِلَيْهِمْ فَعَرَّفُوْنِ
Adalah Aku satu perbendaharaan yang tersembunyi, maka inginlah Aku supaya diketahui siapa Aku, maka Aku jadikanlah makhluk-Ku. Maka Aku memperkenalkan diri-Ku kepada mereka (para petugas Allah).
akhir kutipan
Jadi salah satu CIRI KHAS dari thariqat mu’tabaroh yakni thariqat yang sanad ilmunya tersambung kepada lisannya Rasulullah adalah mengambil TALQIN dari Wali Allah yang MURSYID (pembimbing) yang memberi arahan langsung dari Alam Lahut.
Hal ini dicontohkan oleh PERMINTAAN atau pertanyaan Imam Sayyidina Ali karramallahu wajhah kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tentang jalan TERDEKAT, TERMULIA, dan TERMUDAH untuk wushul ilaallah
Kesimpulannya, sunnah Rasulullah untuk wushul ilaallah sebagaimana yang dicontohkan oleh Imam Sayyidina Ali karramallahu wajhah adalah DIAWALI mengambil TALQIN dzikir “La Ilaha Illallah” dari MURSYID yang “ditugasi” oleh Allah Ta’ala yakni dari LISANNYA Rasulullah SEBAGAIMANA yang disampaikan oleh sultannya para Wali Allah (kekasih Allah) Syekh Abdul Qadir Al Jilani dalam kitabnya berjudul Sirrul Asrar pada pasal tentang tobat dan talqin
awal kutipan
كما قال في بستان الشريعة ،
Sebagaimana yang diungkapkan pengarang Kitab Bustan Asy-Syari’ah,
” أول من تمنى أقرب الطريق وأفضلها وأسهلها من النبي صلى الله عليه وسلّم علي بن أبي طالب رضي الله عنه
“Orang yang PERTAMA berharap mendapat jalan TERDEKAT, TERMULIA, dan TERMUDAH (wushul) kepada Allah melalui Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu anhu”
فانتظر النّبي صلى الله عليه وسلم الوحي فنزل جبرائيل عليه السّلام على النبي صلى الله عليه وسلم ولقن هذه الكلمة ثلاث مرات ، ثم قال النبي صلى الله عليه وسلم كما قال جبرائيل ، ثم لقن رسول الله صلى الله عليه وسلم عليا كرم الله وجهه
Lalu, Nabi shallallahu alaihi wasallam menunggu wahyu — untuk menjawab permintaan Ali ibn Abi Thalib — Sehingga , datanglah Jibril dan menalqinkan kalimat ini (lâ Ilâha Illallâh) tiga kali dan Nabi shallallahu alaihi wasallam mengucapkan seperti yang diucapkan Jibril .
ثم جاء إلى أصحابه فلقنهم جميعا .
Selanjutnya , Nabi shallallahu alaihi wasallam mendatangi para Sahabat dan menalqin para sahabat semua .
فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ،
“Lalu , Nabi shallallahu alaihi wasallam. bersabda,
“ رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر ، جهاد النفس .“
“Kita telah kembali dari jihad kecil menuju jihad besar yakni jihad melawan hawa nafsu.”
كما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ،
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga bersabda ,
“ أعدى أعدائك نفسك التي بين جنبيك .“
“Musuhmu yang paling berbahaya ialah hawa nafsumu yang berada di antara kedua lambungmu . “
فلا تحصل محبة الله تعالى إلا بعد قهر الأعداء في وجودك من النفس الأمارة واللوامة والملهمة ،
Mahabbah kepada Allah tidak akan tercapai kecuali setelah menguasai musuh-musuh di dalam wujud dirimu seperti, nafsu amârah, nafsu lawamah dan nafsu mulhamah.
فتطهر من الأخلاق الذميمة البهيمية ، كمحبة زيادة الأكل والشرب والثوم واللغو ، والشبعية كالغضب والشتم والضرب والقهر ، والشيطانية كالكبر والعجب والحسد والحقد وغير ذلك من الأفات البدنية والقلبية
Maka bersihkan dirimu dari sifat-sifat bahimiyyah (hewan ternak) yang tercela seperti mencintai banyak makan, banyak minum, tidur berlebihan dan menggunakan waktu tanpa manfaat (berbuat sia-sia); juga membersihkan dari sifat-sifat sabu’iyyah (binatang buas) seperti marah, mencaci, memukul, memaksa; juga dari sifat syaithaniyah (setan) seperti sombong, ujub, hasud, dengki, dan dendam; serta dari berbagai sifat fisik (badan) dan kalbu tercela lainnya .
وإذا تطهرت منها فقد تطهرت من أصل الذنوب ، فأنت من المتطهرين والتوابين
Jika engkau sudah bersih dari sifat-sifat tercela tersebut, engkau telah membersihkan diri dari sumber dosa. Maka engkau termasuk orang-orang suci dan ahli tobat.
كما قال الله تعالى
Sebagaimana tersirat dalam firman Allah Ta’ala,
وإن الله يحب التوابين ويحب المتطهرين
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri (QS al-Baqarah [2]: 222)
فمن تاب عن مجرد ظاهر الذنوب لا يدخل في هذه الآية ،
Adapun orang yang sekadar tobat dari dosa lahiriah maka tidak termasuk yang di singgung ayat ini .
وإن كان تانبا ، لكن ليس بتواب . فإنه لفظ المبالغة ، والمراد منه توبة الخواص .
Dia bisa disebut orang yang bertobat tetapi bukan ahli tobat (tawwab). Karena redaksi yang digunakan ayat di atas menggunakan bentuk superlatif yakni tawwab . Sehingga yang dimaksud tobat di ayat itu adalah tobatnya orang-orang khawas.
فمثال من ينوب عن مجرد الذنوب الظاهرة كمن يقطع حشيش الزرع من فزعه ولا يشتغل بقلعه من أصوله ، فينبت ثانيا لا محالة ، بل أكثر مما ينبت أولا .
Perumpamaan orang yang tobat dari dosa lahiriah saja seperti orang yang memotong rumput sampai di pangkal batang saja; tidak mau mencabut dari akar nya . Maka, pasti akan tumbuh lagi, bahkan lebih banyak dari sebelumnya.
ومثال الثواب من الذنوب والأخلاق الذميمة كمن يقطعة من أصوله ، فلا جرم أنه لا ينبت بعده إلا نادرا .
Ahli tobat yang bertobat dari segala dosa dan akhlak buruk bagaikan orang yang mencabut rumput hingga akarnya. Maka dipastikan ia tidak akan tumbuh lagi kecuali sedikit.
فالتلقين اله قطع ما سوى الله تعالى من قلب المتلقن ،
Maka TALQIN DZIKIR adalah ALAT untuk “memotong” segala sesuatu selain Allah Ta’ala dari kalbu orang yang ditalqin.
لأن من لم يقطع الشجر المر لم يصل الشجر الخلو موضعه ،
Ini seumpama orang yang tidak mau memotong batang yang pahit maka dia tidak akan merasakan bagian yang manis.
فاعتبروا يا أولي الأبصار لعلكم تفلحون
Merenunglah, wahai orang – orang yang memiliki matahati, semoga engkau beruntung.
akhir kutipan
Contoh thariqah mu’tabaroh adalah Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah yakni tarekat yang mendapatkan TALQIN dzikir dari “ahlinya” sebagaimana yang disampaikan pada https://tqnnews.com/talqin-dzikir-nikmat-terbesar-yang-perlu-disyukuri/
awal kutipan
Orang yang telah mendapatkan talqin dzikir qalbunya akan hidup sebagaimana dikatakan oleh ulama fiqih mazhab Hambali tersebut (Syekh Abdul Qadir Al Jilani qaddasallahu sirrahu)
“Qalbu hanya akan hidup jika mendapatkan benih kalimat tauhid dari qalbu yang hidup, benih itu akan tumbuh dengan sempurna. Sedangkan benih yang tidak sampai (tertanam) maka ia tidak akan tumbuh.”
Talqin dzikir merupakan metode yang dipraktikkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepada para Sahabatnya dan diteruskan hingga saat ini
akhir kutipan
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
MasyaAllah.. Semoga bermanfaat🤲 dapat istiqomah mengamalkan dzikir yang
ditalqinkan oleh Guru Mursyid 🤲🤲🤲
Pada tanggal Sen, 3 Okt 2022 19.05, Mutiara Zuhud – Letakkan dunia pada
tanganmu dan akhir