Contoh yang MENTERJEMAHKAN dan MEMAHAMI BID’AH artinya KESALAHPAHAMAN
Berikut kutipan pendapat atau pemahaman mereka
****** awal kutipan ******
KULLU mempunyai arti SEMUA TANPA TERKECUALI
Beda dengan KULLI dan KULLA
Saya rasa Imam Syafi’i sudah paham betul makna kullu…
Bidah hasanah tentu saja dalam cakupan kullu (semua tanpa terkecuali) bermakna buruk/salah
Tentunya Imam Syafi’i juga paham tentang arti kullu tersebut
****** akhir kutipan ******
Lalu berdasarkan PENDAPAT atau PEMAHAMAN bahwa SEMUA BID’AH TERLARANG TANPA TERKECUALI, mereka mencoba MENTERJEMAHKAN dan MEMAHAMI perkataan Imam Syafi’i
البدعة بدعتان، بدعة محمودة، وبدعة مذمومة. فما وافق السنة فهو محمود، وما خالف السنة فهو مذموم، واحتج بقول عمر بن الخطاب في قيام رمضان: نعمت البدعة هي
Pada umumnya DITERJEMAHKAN
Bid’ah itu ada dua: bid’ah terpuji (mahmudah) dan bid’ah tercela (madzmumah). Bid’ah yang sesuai Sunnah disebut bidah terpuji. Yang berlawanan dengan sunnah disebut bid’ah tercela. Imam Syafi’i berargumen dengan perkataan Umar bin Khattab dalam soal shalat tarawih bulan Ramadhan: “Sebaik-baik bid’ah adalah ini.”
Oleh mereka DITERJEMAHKAN dan DIPAHAMI sebagai berikut
***** awal kutipan *****
“Bid’ah itu ada dua macam yaitu bid’ah mahmudah (yang terpuji) dan bid’ah madzmumah (yang tercela). Jika suatu amalan bersesuaian dengan tuntunan Rasul, itu termasuk amalan terpuji. Namun jika menyelisihi tuntunan, itu termasuk amalan tercela
Jadi bid’ah mahmudah atau Hasanah disini diartikan,
Bahwa perkara itu dinggap atau dipahami Haq atau benar padahal sebenarnya perkara itu salah/bathil atau syubhat
Sedangkan bid’ah madzmumah disini diartikan,
Perkara itu dianggap atau dipahami salah padahal kenyataan sebenarnya perkara itu Haq/benar atau perkara subhat
Atau jika perkara itu sebenarnya masuk ranah subhat namun dianggap Haq atau bathil
Bid’ah yang dimaksud Imam Syafi’i tetap terkurung dalam kata kullu..
Maksudnya..
Perkara baru yang dianggap benar ternyata salah dan
Perkara yangyang dianggap salah ternyata benar…
Inilah bid’ah
Jadi bid’ah adalah kesalahan paham karena kurangnya ilmu untuk melakukan menentukan yang perkara Haq, perkara bathil, dan perkara subhat.
Maka jika tidak berhati hati jatuhnya adalah bidah atau kesalahan pahaman baru dalam memahami ajaran agama Islam..
***** akhir kutipan *****
Hal yang perlu kita ingat bahwa ulama yang BERHAK untuk menjelaskan QOUL Imam Syafi’i yakni PERKATAAN atau PENDAPAT Imam Syafi’i adalah ulama yang bermazhab dengan Imam Syafi’i
Contohnya Al-Imam Abi Bakr Ibnu As-Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathiy Asy-Syafi’i dalam kitab fiqih berjudul I’anatuth Thalibin yang merupakan syarah dari kitab Fathul Mu’in menjelaskan tentang BID’AH MAHMUDAH (TERPUJI) dan BID’AH MADZMUMAH (TERCELA) sebagai berikut,
Imam Syafi’i berkata
قاَلَ الشّاَفِعِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ -ماَ أَحْدَثَ وَخاَلَفَ كِتاَباً أَوْ سُنَّةً أَوْ إِجْمَاعاً أَوْ أَثَرًا فَهُوَ البِدْعَةُ الضاَلَةُ ،
Segala hal (kebiasaan) yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah) dan menyalahi (bertentangan) dengan pedoman Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma’ (sepakat Ulama) dan Atsar (Pernyataan sahabat) adalah BID’AH yang SESAT (bid’ah dholalah).
وَماَ أَحْدَثَ مِنَ الخَيْرِ وَلَمْ يُخاَلِفُ شَيْئاً مِنْ ذَلِكَ فَهُوَ البِدْعَةُ المَحْمُوْدَةُ -(حاشية إعانة 313 ص 1الطالبين -ج )
Dan segala kebiasaan yang baik (kebaikan) yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah) dan tidak menyalahi (tidak bertentangan) dengan pedoman tersebut maka ia adalah BID’AH yang TERPUJI (BID’AH MAHMUDAH atau BID’AH HASANAH), bernilai pahala. (Hasyiah Ianathuth-Thalibin –Juz 1 hal. 313)
Jadi menurut Imam Syafi’i bahwa
BID’AH MADZMUMAH (TERCELA) atau BID’AH SAYYIAH (BURUK) yakni BID’AH DHOLALAH ( SESAT) adalah
BID’AH (PERKARA BARU) atau MUHDATS yakni segala kebiasaan yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah) yang MENYALAHI atau BERTENTANGAN dengan Al Qur’an dan Hadits, Ijma’ (Kesepakatan Ulama) dan Atsar (Pernyataan sahabat)
Sebaliknya BID’AH MAHMUDAH (terpuji) atau BID’AH HASANAH adalah
BID’AH (PERKARA BARU) atau MUHDATS yakni segala kebiasaan yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah) yang TIDAK MENYALAHI atau TIDAK BERTENTANGAN dengan Al Qur’an dan Hadits, Ijma’ (Kesepakatan Ulama) dan Atsar (Pernyataan sahabat) .
Sedangkan mereka MENTERJEMAHKAN dan MEMAHAMI perkataan Imam Syafi’i bahwa
BID’AH MAHMUDAH (terpuji) atau BID’AH HASANAH adalah BID’AH (perkara baru) atau MUHDATS yakni KESALAHPAHAMAN yang dianggap (dipahami) Haq (benar) atau MAHMUDAH (terpuji) padahal sebenarnya perkara itu salah/bathil atau syubhat
Sedangkan BID’AH MADZMUMAH (tercela) atau BID’AH SAYYIAH (buruk) adalah BID’AH (perkara baru) atau MUHDATS yakni KESALAHPAHAMAN yang dianggap (dipahami) SALAH atau MADZMUMAH (tercela) padahal kenyataan sebenarnya PERKARA BARU itu Haq (benar) atau perkara subhat
Atau jika perkara itu sebenarnya masuk ranah subhat namun dianggap Haq atau bathil
Lalu kesimpulan mereka bahwa BID’AH itu adalah KESALAHPAHAMAN.
Mereka tampak kebingungan ketika mendefinisikan,
BID’AH MADZMUMAH (tercela) adalah “padahal kenyataan sebenarnya PERKARA BARU itu Haq (benar) atau perkara Subhat”
Padahal mereka mengatakan SEMUA BID’AH (perkara baru) itu SESAT.
Begitupula tidak mungkin, bagaimana sifat MADZMUMAH (tercela) dan HAQ (BENAR) berkumpul dalam waktu dan tempat yang sama, hal itu tentu mustahil.
Kemudian mereka MENTERJEMAHKAN perkataan Sahabat Umar
نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ
Yang umumnya DITERJEMAHKAN
“sebaik-baik bid’ah adalah ini”
DITAKWIL (dimaknai) bukan DITERJEMAHKAN karena tidak sesuai dengan lafadznya menjadi
“terbuai / terlena oleh kesalahpahaman ini”
Jadi TAKWILAN (pemaknaan) mereka
نِعْمَتِ
Terbuai / terlena
الْبِدْعَةُ
Kesalahpahaman
هَذِهِ
Ini
Seolah-olah benar namun kenyataannya salah
Berikut penjelasan takwilan (pemaknaan) mereka
***** awal kutipan *****
Makna Ni’matul bid’ah bukan sebaik baik bid’ah
Tapi terbuai/terlena oleh kesalahpahaman
Seolah-olah benar namun kenyataannya salah..
Sahabat Umar pada waktu kedua, melihat SETELAH TARAWIH, banyak orang mukmin masih melakukan KEGIATAN sampai LARUT MALAM..
Mending segera tidur agar, bisa bangun sebelum sahur utk sholat tahajud atau kegiatan ibadah lainnya
Dan nggak sampai kesiangan bangun sahurnya..
Selain itu, sholat subuh juga nggak ngantuk.
***** akhir kutipan ******
Apakah mereka ingin mengatakan bahwa sholat taraweh yakni sholat malam berjama’ah dipimpin oleh seorang imam yang diamalkan oleh umat Islam di bulan Ramadhan adalah SALAH / BATHIL atau TERLARANG ?
KARENA menurut pendapat mereka BID’AH MAHMUDAH adalah KESALAHPAHAMAN yang dianggap (dipahami) Haq (benar) atau MAHMUDAH (terpuji) padahal sebenarnya perkara itu salah/bathil atau syubhat.
Seolah-olah benar namun kenyataannya salah
Dari mana mereka mendapatkan qorinah (petunjuk) dari riwayat bahwa Sahabat Umar “MELIHAT (ibadah) SETELAH TARAWIH sampai LARUT MALAM”
Maka Sahabat Umar berkata
نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ
menurut takwilan mereka
“Terbuai / terlena kesalahpahaman ini”. Seolah-olah benar namun kenyataannya salah/bathil
Berikut kutipan asli pendapat mereka,
***** awal kutipan *****
Sahabat Umar pada waktu kedua, MELIHAT SETELAH TARAWIH, banyak orang mukmin masih melakukan KEGIATAN sampai LARUT MALAM..
****** akhir kutipan ******
Marilah kita perhatikan riwayatnya, KEGIATAN apa yang dikomentari (ditanggapi) oleh Sahabat Umar
****** awal kutipan *****
ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى
Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam berikutnya
وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ,
ketika itu orang-orang sedang shalat bersama imam mereka,
فَقَالَ عُمَرُ: نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ
maka Umar berkata, “Sebaik-baik bid’ah adalah ini,
وَالَّتِي تَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنْ الَّتِي تَقُومُونَ
akan tetapi saat dimana mereka tidur lebih baik dari pada saat di mana mereka shalat”,
Lalu dijelaskan oleh Sahabat Umar
يَعْنِي آخِرَ اللَّيْلِ وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ
“Yakni maksudnya AKHIR MALAM lebih baik untuk shalat (malam) karena saat itu mereka shalatnya di AWAL MALAM”
(HR. Malik dalam Al Muwaththa’ bab: Ma jaa-a fi qiyami Ramadhan)
***** akhir kutipan *****
Jadi jelas sekali yang dikomentari oleh Sahabat Umar dengan perkataan
نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ
“Sebaik-baik bid’ah adalah KEGIATAN,
“KETIKA ITU orang-orang sedang shalat bersama imam mereka,”
BUKANLAH KEGIATAN “SETELAH SHOLAT TARAWIH sampai LARUT MALAM”
Walaupun sholawat taraweh yakni sholat malam berjama’ah dipimpin oleh seorang imam berkesinambungan sepanjang malam bulan Ramadhan yang DILAKSANAKAN di AWAL MALAM adalah BID’AH yang BAIK
Namun tetap LEBIH BAIK sholat malam di AKHIR MALAM yakni 1/3 malam terakhir.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa yang dikomentari atau yang dimaksud dengan perkataan Sahabat Umar
نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ
“sebaik-baik bid’ah adalah,
berkelanjutannya (berkesinambungannya) pada malam kedua, sholat taraweh yakni sholat malam berjama’ah dipimpin oleh seorang imam
Karena Beliau tentu tahu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak melakukannya berkesinambungan setiap malam agar umat Islam tidak menganggapnya sebagai sebuah kewajiban di bulan Ramadhan.
Rasulullah bersabda “Sesungguhnya aku tahu apa yang kalian lakukan semalam. Tiada sesuatu pun yang menghalangiku untuk keluar dan shalat bersama kalian, hanya saja aku khawatir (shalat tarawih itu) akan diwajibkan atas kalian.” ( HR Muslim 1270 )
Begitupula keliru pula kalau mengatakan bahwa Sahabat Umar menghidupkan kembali sunnah Rasulullah karena Rasulullah tidak pernah “mensunnahkan” atau memerintahkan para Sahabat untuk berjamaah dengan Beliau namun kemauan para Sahabat sendiri.
Hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata:
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada suatu malam shalat di masjid lalu para sahabat mengikuti shalat beliau n, kemudian pada malam berikutnya (malam kedua) beliau shalat maka manusia semakin banyak (yang mengikuti shalat Nabi shallallahu alaihi wasallam), kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau malam keempat. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak keluar pada mereka, lalu ketika pagi harinya beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda: ‘Sungguh aku telah melihat apa yang telah kalian lakukan, dan tidaklah ada yang mencegahku keluar kepada kalian kecuali sesungguhnya aku khawatir akan diwajibkan pada kalian,’ dan (peristiwa) itu terjadi di bulan Ramadhan.”
Jadi yang dimaksud sholat taraweh adalah sebaik-baik bid’ah yakni sholat taraweh yang dilakukan berkesinambungan setiap malam di bulan Ramadhan karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak melakukannya berkesinambungan setiap malam.
Hukum shalat tarawih berkesinambungan setiap malam di bulan Ramadhan atau dikatakan sebagai “menegakkan Ramadhan” adalah mustahab (sunnah), sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Imam An-Nawawi rahimahullah ketika menjelaskan tentang sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
مَنْ قَامَ رَمَصَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa menegakkan Ramadhan dalam keadaan beriman dan mengharap balasan dari Allah Ta’ala , niscaya diampuni dosa yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih)
“Yang dimaksud dengan qiyamu Ramadhan adalah shalat tarawih dan ulama telah bersepakat bahwa shalat tarawih hukumnya mustahab (sunnah).” (Syarh Shahih Muslim, 6/282).
Shalat tarawih termasuk dari syi’ar Islam yang tampak maka serupa dengan shalat ‘Ied. (Syarh Shahih Muslim, 6/282)
Jadi shalat tarawih berjama’ah yang berkesinambungan setiap malam pada bulan Ramadhan adalah perkara baru (bid’ah) dalam ibadah ghairu mahdhah yakni kebiasaan yang baik dan berfungsi sebagai syiar Islam.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Tinggalkan komentar