Mbah Moen menyebut Prabowo adalah kemauannya sendiri bukan membaca teks
Kami prihatin dengan orang-orang yang masih membuang-buang waktu menyibukkan diri membahas teks doa Mbah Moen dan bahkan ada yang membahas dari sudut ilmu alat atau tata bahasa Arab namun sambil MENCELA karena terjerumus kesombongan.
Rasulullah bersabda, “mencela seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekufuran”. (HR Muslim).
Bagi orang-orang yang fasik, tempat mereka adalah neraka jahannam sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya, “Dan adapun orang-orang yang fasik maka tempat mereka adalah jahannam” (QS Sajdah [32]:20)
Sebaiknya kita berprasangka baik terhadap apa yang telah diperlihatkan oleh Allah Ta’ala melalui lisannya mbah Moen bahwa Beliau mendoakan keduanya.
Dari video yang viral dapat kita saksikan bagaimana Jokowi dan tim sukses memperlakukan ulama dalam upaya mereka memperoleh doa untuk kepentingan politik “Indonesia Maju” seperti dukungan pencapresan.
Oleh karenanya setelah mbah Moen menutup doa, elite atau petinggi partai PPP, Romahurmuziy bergegas “membisikan” mbah Moen karena dianggap keliru dalam doanya.
Putra KH Maimun Zubair (Mbah Moen), Gus Majid sudah menjelaskan bahwa pada saat Mbah Moen menyebut nama Prabowo adalah kemauannya sendiri bukan dari teks doa sebagaimana contoh berita pada http://makassar.tribunnews.com/2019/02/04/terkuak-isi-kertas-kuning-yang-dibaca-mbah-moen-saat-doa-ternyata-memang-bukan-untuk-jokowi?page=2
***** awal kutipan *****
“Itu bukan, itu bukan tapi Mbah Maimun murni bacanya ini aja setengah-setengah begitu ya, sebetulnya bukan baca ini ya Mbah Maimun tapi dari PIKIRANNYA SENDIRI,” jelas Gus Majid.
***** akhir kutipan *****
Begitupula dalam bagian penutup “klarifikasi” doa untuk kepentingan politik “Indonesia Maju” dan oleh karena DI DEPAN PUBLIK maka mbah Moen menegaskan dengan pernyataan,
“Jadi dengan ini SAYA PRIBADI, siapa yang ada di samping saya nggak ada kecuali Pak Jokowi,” lanjut Mbah Moen.
Penegasan dalam bentuk pernyataan yang diawali dengan “SAYA PRIBADI” adalah salah satu cara Mbah Moen “melepaskan” dari status Beliau dalam organisasi pondok pesantren, organisasi PPP sebagai ketua Majelis Syariah maupun ormas NU sebagai dewan Mustasyar (Dewan Penasehat) supaya tidak “membebani” para santri di ponpes, warga PPP maupun warga NU sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2019/02/04/klarifikasi-doa/
Hal ini serupa dengan ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur (Jatim) , Kiai Taufik Hasyim mengatakan , “Secara pribadi saya mendukung nomor urut 1 Jokowi-Ma’ruf. Namun, secara kelembagaan PCNU Pamekasan netral,” sebagaimana yang diberitakan pada http://faktualnews.co/2019/01/13/ketua-pc-nu-pamekasan-secara-pribadi-dukung-pasangan-jokowi-maruf/118040/
***** awal kutipan ****
Lebih lanjut kiai Taufik menjelaskan, NU sebagai ormas Islam dalam segala kontestasi politik itu netral. Sebab, organisasi NU bukan partai politik sehingga partai tidak ikut mendukung baik di Pilkada mupun Pilres.
“Secara kelembagaan NU tidak menentukan sikap terhadap salah satu Paslon,” terangnya.
Namun, meski demikian warga NU mempunyai hak untuk memilih siapa yang di kehendaki. Sebab, NU Pamekasan tidak mendukung terhadap salah satu paslon di Pilres 2019. Meskipun, Kiai Ma’ruf Amin merupakan sesepuh di NU.
“Warga NU silahkan menentukan pilihannya, asal tidak membawak simbol-simbol NU,”tandasnya.
***** akhir kutipan ****
Begitupula ada yang menyampaikan video tentang upaya elite atau petinggi PPP, Romahurmuziy “mengajak” Jokowi mendatangi kamar pribadi Mbah Moen sebagaimana contoh berita pada http://wartakota.tribunnews.com/2019/02/02/presiden-jokowi-masuk-ke-kamar-pribadi-kh-maimun-zubair-pernyataan-ini-yang-kemudian-terjadi
***** awal kutipan ******
Pertanyaan Rommy mengarahkan Maimun Zubair sehingga akhirnya terucap kata dukungan itu,
Video pernyataan KH Mainun Zubair itu kemudian diunggah di akun twitter M. Romahurmuziy.
“Saya sekarang sedang bersama KH Maimun Zubari dan bersama Presiden RI Joko Widodo,” ujar Rommy mengawali ucapannya dalam video itu.
Rommy melanjutkan, “Barangkali ada pesan Mbah (Maimun Zubair) yang ingin disampaikan kepada para santri,”
Maimun Zubair menjawab: “Ya pasti. Saya sampaikan, supaya kalau bisa ya ikut kiyai.”
Maimun Zubair melanjutkan, “Ini Pak Jokowi orang Jawa Islam. Dan saya yakin, ini akan menjadi besarnya Islam. Dan akan menjadi besarnya kemakmuran bangsa.”
Kemudian Romahurmuziy menggunakan bahasa Jawa kromo inggil meminta Maimun Zubair memberikan pernyataan untuk petunjuk bagi para santri.
Dalam video yang diunggah Romahurmuziy omongannya itu diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai “Jadi bagaimana saat ini petunjuk bagi para santri untuk pilpres mendatang mbah?”
Maimun Zubair menjawab: “Ya harus ikut saya.”
Romahurmuziy menegaskan dalam bahasa Jawa, “Kagem Pak Jokowi,” atau dalam bahasa Indonesia (dukungan) kepada Pak Jokowi.
Maimun Zubair, “Ya siapa lagi. Yang sudah bersama saya ya Pak Jokowi ini.”
***** akhir kutipan *******
Lalu berdasarkan video tersebut bermunculan tulisan dan berita yang berjudul “Santri itu ikut kyai” seperti contoh berita pada http://nasional.kompas.com/read/2019/02/01/23490271/mbah-moen-santri-itu-ikut-kiai
Video “santri itu ikut kyai” itu diambil sebelum Mbah Moen juga mendoakan Prabowo di samping Jokowi sebagaimana yang telah dijelaskan di atas
Seandainya santri yang “tidak ikut” Mbah Moen itu berdosa dan akan masuk neraka maka contoh yang akan masuk neraka karena “tidak ikut” Mbah Moen adalah putranya sendiri KH Muhammad Najih yang akrab disapa Gus Najih menyampaikan 3 alasannya menudukung Prabowo sebagaimana contoh berita pada http://wartakota.tribunnews.com/2018/09/17/tiga-alasan-tokoh-nahdlatul-ulama-pilih-prabowo-sandiaga-uno
Ketiga alasannya adalah :
1. Prabowo Lebih Mengutamakan Islam
2. Prabowo Dianggap Mensejahterakan Santri
3. Prabowo Memperjuangkan Pancasila dengan Jiwa Islam
Berikut kutipan penjelasan alasan ke 3
***** awal kutipan *****
Alasan terakhir adalah nasionalisme Prabowo. Walau menjunjung tinggi Pancasila, Prabowo memiliki jiwa Islam. Islam yang dipercayanya dapat membawa kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Ini harus disyukuri, harus diperjuangkan, pun kita tetap Pancasila, tapi tetep jiwanya Islam. itulah Islam yang menjadikan negara ini menjadi makmur.
Kita setelah merdeka belum pernah menjadi makmur yang mandiri, yang benar-benar kita terjajah dulu olah Amerika sekarang juga mungkin dijajah oleh China, kapan kita ini (merdeka) kalau tidak berjiwakan Islam,” jelasnya Gus Najih.
***** akhir kutipan *****
Hal ini mengingatkan kami pada pertanyaan seseorang , “Kenapa harus Prabowo sebagai bagian dari perjuangan NKRI BERSYARIAH”
Berikut contoh penjelasan Aa Gym yang sudah mengenal Prabowo pada tahun 1990-an, saat Prabowo menyandang jabatan Danjen Kopassus.
***** awal kutipan ****
Pada saat itu, ada seorang jenderal petinggi TNI yang amat disegani dan selalu menjadikan umat Islam sebagai target kebenciannya.
“Setahu saya, pada waktu itu hanya Prabowo yang terang-terangan membela umat Islam. Ini kenangan luar biasa saya tentang sosok Prabowo yang sulit dilupakan. Ia perwira militer yang tak rela melihat umat Islam dipinggirkan. Karena alasan ini, saya mendukung Prabowo,” ujarnya.
******* akhir kutipan ******
Begitupula Aktivis 98 yang juga Ketua Umun PB HMI 1999-2001, Fakhrudin menyampaikan bahwa umat Islam Indonesia sejatinya berutang budi kepada Prabowo yang berjasa di era militer cenderung anti Islam dan menyayangkan Megawati ketika berkuasa lebih akomodatif kepada sayap militer yang anti-Islam sebagaimana yang diberitakan pada http://nasional.inilah.com/read/detail/2098519/prabowo-berjasa-di-era-militer-anti-islam
Berikut kutipan selengkapnya
****** awal kutipan ******
INILAHCOM, Jakarta – Aktivis 98 yang juga Ketua Umun PB HMI 1999-2001, Fakhrudin, mengatakan sebaiknya umat Islam tidak gampang terprovokasi gencarnya pemberitaan yang menyudutkan capres dari Gerindra, Prabowo Subianto. Bagaimanapun ada peran besar Prabowo saat militer Indonesia cenderung anti-Islam.
“Jangan gampang dikecoh,” kata Fakhrudin dalam pembicaraan telepon dengan Inilah.com.
Menurut dia, umat Islam Indonesia sejatinya berutang budi kepada Prabowo. “Prabowo adalah prajurit yang secara terbuka berani berhadapan dengan faksi militer yang fasis dan anti Islam, di bawah mendiang Benny Moerdani.”
Prabowo-lah, kata Fakhrudin, yang berani mengambil risiko di saat kelompok Moerdani tengah kuat-kuatnya. “Dia tak rela umat Islam terus dikorbankan demi kepentingan politik mereka,” kata dia.
Keyakinan Fakhrudin bahwa isu HAM sudah jadi sekadar dagangan politik, karena waktu Megawati berkuasa, toh soal itu tak dimasalahkan. Ia menilai, mungkin karena Megawati pun tak lepas dari kedekatan dengan militer. Sayangnya, kata dia, Megawati lebih akomodatif kepada sayap militer yang anti-Islam.
“Lihat figur-figur tentara yang di lingkaran Mega. Hampir sebagian besar loyalis Beny ada di sana. Ini menunjukkan bahwa PDIP kurang sensitif terhadap perasaan ummat Islam,” kata dia.
Menurutnya, kalau Megawati konsisten dengan penegakan HAM, kenapa dia tidak tampil untuk menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM saat mendapat mandat dari rakyat.
“Jangankan pelanggaran HAM, penculikan, kasus Priuk, tragedi Lampung, kejadian di Aceh dan lain lain, kasus 27 Juli saja dia tidak bisa selesaikan dengan tuntas.”
***** akhir kutipan ******
Faksi atau Loyalis Benny Moerdani atau para pengikut atau bekas didikannya atau pendukungnya masih ada sampai sekarang
Salim Said dalam bukunya berjudul “Dari Gestapu ke Reformasi – Serangkaian Kesaksian” berpendapat bahwa Benny Moerdani adalah pengikut paham sekularisme dan dianggap anti-Islam diduga akibat tindakan over acting dari “anak buahnya”
Contoh pada hal 300-301 ditulis
****** awal kutipan *****
kabarnya pernah terjadi di Kopassus pada masa kepanglimaan Benny. Kisahnya seperti berikut.Seorang perwira senior menginspeksi ruang kerja para perwira bawahannya. Ketika melihat sajadah terlampir di kursi, sang Komandan bertanya, “Apa ini?”, jawab sang perwira, “sajadah untuk sholat, Komandan.” Dengan membentak, sang Komandan berkata, “TNI tidak mengenal ini”. Komandan yang sama juga kabarnya sering mengadakan rapat staf pada saat menjelang waktu ibadah Jum’at sehingga mempersulit para perwira yang akan shalat Jum’at
Mengenai perlakuan buruk terhadap perwira-perwira yang beragama Islam, politikus partai Islam, Hartono Mardjono, pernah dikutip oleh koran Republikas (terbitan 3 Januari 1997) sebagai mengatakan bahwa rekrutmen untuk menjadi perwira Kopassus sangat diskriminatif terhadap mereka yang beragama Islam. Menurut informasi Hartono Mardjono, kalau direkrut 20 orang, 16 di antaranya adalah perwira beragama Kristen atau Katolik, dua dari Islam, satu Hindu dan satunya lagi Buddha.
****** akhir kutipan *****
Pada hal 318, Salim Said menuliskan, “Berbeda dengan sekularisme Amerika yang toleran terhadap agama, sekularisme Perancis yang berpangkal pada Revolusi Perancis yang memusuhi agama (anti-cleric)
Salim mencontohkan yang “kagum” dengan sekularisme Perancis adalah menteri pendidikan Daud Jusuf.
Daud Jusuf yang juga salah satu dan tokoh CSIS tidak mendukung kebijakan Soeharto setelah mendapat “hidayah” yang “bersahabat” terhadap syariat Islam seperti membolehkan jilbab dipakai murid-murid sekolah, memfasilitasi berdirinya bank Muamalat, serta dibentuknya ICMI.
Pada hal 310, Salim Said menyampaikan ketika mewawancarainya, Benny Moerdani berkata, “Koq saya yang dituduh anti-Islam. Soeharto itu yang anti-Islam”
Salim Said sebagai peneliti peran politik tentara menyampaikan bahwa pada awal orde baru, Soeharto memang ada menunjukkan sikap alergi pada Islam. Beliau sendiri pernah menyaksikan Soeharto melotot kepada seorang santri wanita yang menyarankan agar demonstrasi dukungan kepada ABRI yang berlangsung di halaman Kostrad pada hari-hari pertama pasca Gestapu, itu ditutup dengan doa.
Salim Said menceritakan, Harry Tjan Silalahi (sekjen Partai Katolik) suatu hari menemui Soeharto di markas Kostrad pada awal orde baru, menjelang akhir pertemuan, Subchan Z.E (Ketua PB NU) menyampaikan rencana aksi massa berikutnya dengan mengucapkan kata Insya Allah. Soeharto amat terganggu, “Mengapa harus pakai Insya Allah?” tanyanya dengan kesal. Ketika sudah berada di luar, Subchan yang berasal dari keluarga santri daerah Kudus, Jawa Tengah, berkomentar kepada Harry, “Wah, Soeharto ini memang abangan tulen.”
Salim Said menyampaikan cerita lain tentang Soeharto dan Islam dari buku Harry berjudul “Tengara Orde Baru : Kisah Harry Tjan Silalahi yang terbit 2004. Dalam sebuah pertemuan (diceritakan pada hal 311), Soeharto menyempatkan bertanya kepada Kiai Dahlan mengenai kegiatan NU membicarakan kembali “Piagam Jakarta”. Kiai Dahlan menjelaskan bahwa dalam Piagam tersebut umat Islam diwajibkan menjalankan “Syariat Islam”
Soeharto menukas dengan bertanya, “Apa itu sarengat (Bhs Jawa = syariat) Islam ?”. Lalu Kiai itu menjelaskan secukupnya dan Soeharto kembali bertanya, “Bagaimana dengan saya yang abangan ini dan orang-orang Islam abangan lainnya? Apakah akan dipaksa-paksa melakukan sembahyang dan lain-lainnya ?”. Oleh Kiai Dahlan dijawab, bahwa hal tersebut bergantung pada orangnya. Maka dikatakan oleh Soeharto bahwa persoalan Piagam Jakarta tidak perlu dipersoalkan dan meminta agar persoalan Piagam Jakarta itu tidak diteruskan.
Salim Said menyampaikan bahwa pada masa tuanya sikap Soeharo memang terlihat berangsur berubah terhadap Islam. Menurut Jusuf Wanandi,
“Pada awal masa kepresidenanya, hubungan Soeharto lebih dekat kepada mistik Jawa daripada ke Islam. Tapi pada akhir delapan puluhan, dia menjauhkan diri dari mistik (serta ingatannya kepada Sudjono Humardani, teman sepeguruannya dalam mistik Jawa) demi menaikkan citranya di mata masyarakat Islam. Tapi adalah juga benar bahwa sejak Sudjono meninggal pada 1986, perhatian Sohearto ke praktik Kejawen menjadi berkurang.
Wassalam
Zon di Jonggol Kabupaten Bogor 16830
Tinggalkan komentar