Salah satu akibat mereka selalu berpegang pada nash secara dzahir atau pemahaman mereka selalu dengan makna dzahir sehingga mereka secara tidak langsung telah memfitnah Rasulullah dengan mengatakan bahwa Rasulullah bersabda semua bid’ah itu sesat.
Rasulullah bersabda dalam bahasa Arab sehingga memahaminya tidak cukup dengan arti bahasa dan apalagi hanya berbekal makna dzahir saja.
Oleh karena Hadits dan “bacaan Al Qur’an dalam bahasa Arab” (QS Fush shilat [41]:3) maka diperlukan kompetensi menguasai ilmu-ilmu yang terkait bahasa Arab atau ilmu tata bahasa Arab atau ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’) ataupun ilmu untuk menggali hukum secara baik dan benar dari al Quran dan as Sunnah seperti ilmu ushul fiqih sehingga mengetahui sifat lafad-lafad dalam al Quran dan as Sunnah seperti ada lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan, ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq, ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz hakikat. ada pula nasikh dan mansukh dan lain-lain.
Para ahli tata bahasa Arab atau para ahli nahwu dan sharaf mengatakan bahwa “kullu” dalam bahasa Indonesia artinya “setiap” karena kata setiap dapat menerima pengecualian sedangkan kata semua tidak dapat menerima pengecualian
Kullu dapat sebagai kullu ba’din maksudnya ”setiap dalam arti sebagian” dan dapat pula sebagai kullu jam’in maksudnya “setiap dalam arti semua”
Kullu dalam “kullu bid’ah dholalah” adalah kullu ba’din (kullu dalam arti sebagian) di mana kata bid’ah belum menunjukkan sifatnya.
Sedangkan kullu pada “setiap kesesatan akan bertempat di neraka” adalah kullu jam’in (kullu dalam arti semua) di mana “kesesatan” sudah jelas (lugas) sifat jelek (sayyiah).
Begitupula Imam Nawawi menjelaskan amm makhshush (sesuatu yang umum yang ada pengecualiannya) dengan firman Allah,
“wakaana waraa’ahum malikun ya’khudzu kulla safiinatin ghashbaan”
“karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas setiap kapal” (QS Al Kahfi [18]:79)
Dalam ayat tersebut sifat kapal yang baik tidak tercantum namun dijelaskan oleh Nabi Khidir alaihisalam bahwa Beliau mengetahui dihadapan mereka kelak akan ada seorang raja yang suka merampas setiap kapal yang baik sehingga kapal kepunyaan beberapa orang miskin perlu dirusak sedikit agar kelak mudah diperbaiki sehingga bilapun raja melihatnya maka ia menduga kapal itu adalah kapal yang buruk dan membiarkannya.
Dalam ilmu balaghah dikatakan
حدف الصفة على الموصوف
“membuang sifat dari benda yang bersifat”
Begitupula dengan hadits “Kullu bid’ah dholalah” tidak tercantum sifat dari bid’ah maka jika ditulis lengkap dengan sifat dari bid’ah kemungkinannya adalah
a. Kemungkinan pertama :
كُلُّ بِدْعَةٍ حَسَنَةٍ ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ
Setiap “bid’ah yang baik” itu sesat (dholalah), dan setiap yang sesat (dholalah) masuk neraka
Hal ini tidak mungkin, bagaimana sifat baik dan sesat (dholalah) berkumpul dalam satu benda dan dalam waktu dan tempat yang sama, hal itu tentu mustahil.
b. Kemungkinan kedua :
كُلُّ بِدْعَةٍ سَيِئَةٍ ضَلاَ لَةٍ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِىالنَّاِر
Setiap “bid’ah yang jelek” itu sesat (dholalah), dan setiap yang sesat (dholalah) masuk neraka
Jadi kesimpulannya bid’ah yang sesat masuk neraka adalah bid’ah yang jelek (sayyiah) pengecualiannya adalah bid’ah yang baik (hasanah).
Imam Syafi’i berkata bahwa perkara baru (bid’ah atau muhdats) dalam perkara kebiasaan yang tidak terdapat pada masa Rasulullah yang menyalahi atau yang bertentangan dengan syara atau yang bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits adalah bid’ah yang sesat
Sedangkan perkara baru (bid’ah atau muhdats) dalam perkara kebiasaan yang tidak terdapat pada masa Rasulullah yang tidak menyalahi atau yang tidak bertentangan dengan syara’ atau yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah adalah bid’ah yang terpuji (bid’ah mahmudah atau bid’ah hasanah)
قاَلَ الشّاَفِعِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ -ماَ أَحْدَثَ وَخاَلَفَ كِتاَباً أَوْ سُنَّةً أَوْ إِجْمَاعاً أَوْ أَثَرًا فَهُوَ البِدْعَةُ الضاَلَةُ ،
Artinya ; Imam Syafi’i ra berkata –Segala hal (kebiasaan) yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah) dan menyalahi (bertentangan) dengan pedoman Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma’ (sepakat Ulama) dan Atsar (Pernyataan sahabat) adalah BID’AH yang SESAT (bid’ah dholalah).
وَماَ أَحْدَثَ مِنَ الخَيْرِ وَلَمْ يُخاَلِفُ شَيْئاً مِنْ ذَلِكَ فَهُوَ البِدْعَةُ المَحْمُوْدَةُ -(حاشية إعانة 313 ص 1الطالبين -ج )
Dan segala kebiasaan yang baik (kebaikan) yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah) dan tidak menyalahi (tidak bertentangan) dengan pedoman tersebut maka ia adalah BID’AH yang TERPUJI (BID’AH MAHMUDAH atau BID’AH HASANAH), bernilai pahala. (Hasyiah Ianathuth-Thalibin –Juz 1 hal. 313)
Mereka ngeyel atau keukeuh (bersikukuh) dan mengatakan sebagaimana gambar di atas,
****** awal kutipan ******
Semua bid’ah dalam urusan agama(akidah/ibadah) adalah bertentangan dengan Al Qur’an. Sebab al Qur’an memerintahkan kamu mengikuti Rasulmu dalam urusan agama. Jadi kalo kamu mem-buat2 perkara baru yang tidak DITUNTUNKAN Rasul, maka itu artinya kamu melakukan sesuatu yang bertentangan denga perintah Qur’an yang menyuruh kamu mengikuti Rasulmu.
****** akhir kutipan ******
Tampaknya mereka belum paham yang dimaksud dengan bid’ah urusan agama
Perkara agama atau urusan agama meliputi perkara kewajiban (jika ditinggalkan berdosa) maupun larangan (jika dilanggar berdosa) yang berasal dari Allah Azza wa Jalla bukan menurut akal pikiran manusia
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,“di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani).
Firman Allah Ta’ala yang artinya “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS al-Hasyr [59]:7)
Rasulullah mengatakan, “Apa yang aku perintahkan maka kerjakanlah semampumu dan apa yang aku larang maka jauhilah“. (HR Bukhari).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)
Firman Allah Ta’ala yang artinya “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (QS Al-Maaidah: [5] : 3)
Ibnu Katsir ketika mentafsirkan (QS. al-Maidah [5]:3) berkata, “Tidak ada sesuatu yang halal melainkan yang Allah halalkan, tidak ada sesuatu yang haram melainkan yang Allah haramkan dan tidak ada agama kecuali perkara yang disyariatkan-Nya.”
Imam Jalaluddin As Suyuti dalam kitab tafsir Jalalain ketika mentafsirkan “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu” yakni hukum-hukum halal maupun haram yang tidak diturunkan lagi setelahnya hukum-hukum dan kewajiban-kewajibannya.
Jadi melarang yang tidak dilarangNya, mengharamkan yang tidak diharamkanNya atau mewajibkan yang tidak diwajibkanNya termasuk bid’ah dalam urusan agama dan merupakan contoh perkara baru (bid’ah atau muhdats) yang sayyiah (buruk)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Barang siapa yang membuat perkara baru dalam urusan agama yang tidak ada sumbernya (tidak diturunkan keterangan padanya) maka tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karenanya dikatakan pelaku bid’ah dalam urusan agama lebih disukai Iblis daripada pelaku maksiat karena mereka menjadikan sembahan-sembahan selain Allah dan karena para pelaku tidak menyadarinya sehingga mereka sulit bertaubat.
Faktor terpenting yang mendorong seseorang untuk bertaubat adalah merasa berbuat salah dan merasa berdosa. Perasaan ini banyak dimiliki oleh pelaku kemaksiatan tapi tidak ada dalam hati orang melakukan bid’ah dalam urusan agama..
Ali bin Ja’d mengatakan bahwa dia mendengar Yahya bin Yaman berkata bahwa dia mendengar Sufyan (ats Tsauri) berkata, “Bid’ah itu lebih disukai Iblis dibandingkan dengan maksiat biasa. Karena pelaku maksiat itu lebih mudah bertaubat. Sedangkan pelaku bid’ah itu sulit bertaubat” (Diriwayatkan oleh Ibnu Ja’d dalam Musnadnya no 1809 )
Firman Allah Ta’ala yang artinya, “Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS Asy Syuura [42]:21)
Allah Azza wa Jalla berfirman yang artinya, “Mereka menjadikan para rahib dan pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah“. (QS at-Taubah [9]:31)
Ketika Nabi ditanya terkait dengan ayat ini, “apakah mereka menyembah para rahib dan pendeta sehingga dikatakan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah?” Nabi menjawab, “tidak”, “Mereka tidak menyembah para rahib dan pendeta itu, tetapi jika para rahib dan pendeta itu menghalalkan sesuatu bagi mereka, mereka menganggapnya halal, dan jika para rahib dan pendeta itu mengharamkan bagi mereka sesuatu, mereka mengharamkannya“
Pada riwayat yang lain disebutkan, Rasulullah bersabda ”mereka (para rahib dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Kaum Nasrani melampaui batas (ghuluw) dalam beragama tidak hanya dalam menuhankan al Masih dan ibundanya namun mereka melampaui batas (ghuluw) dalam beragama karena mereka melarang yang sebenarnya tidak dilarangNya, mengharamkan yang sebenarnya tidak diharamkanNya atau mewajibkan yang sebenarnya tidak diwajibkanNya
Firman Allah Ta’ala yang artinya , “Kemudian Kami iringi di belakang mereka dengan rasul-rasul Kami dan Kami iringi (pula) dengan Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik. (QS. al Hadid [57]: 27)
Hal yang dimaksud dengan Rahbaaniyyah ialah tidak beristeri atau tidak bersuami dan mengurung diri dalam biara. Kaum Nasrani melakukan tindakan ghuluw (melampaui batas) dalam beragama yakni melarang yang tidak dilarangNya, mengharamkan yang tidak diharamkanNya atau mewajibkan yang tidak diwajibkanNya
Para Sahabat juga hampir melakukan tindakan ghuluw (melampaui batas) dalam beragama seperti
1. Mewajibkan dirinya untuk terus berpuasa dan melarang dirinya untuk berbuka puasa
2. Mewajibkan dirinya untuk sholat (malam) dan melarang dirinya untuk tidur
3. Melarang dirinya untuk menikah
Namun Rasulullah menegur dan mengkoreksi mereka dengan sabdanya yang artinya, “Kalian yang berkata begini begitu? Ingat, demi Allah, aku orang yang paling takut dan paling bertakwa di antara kalian, tetapi aku berpuasa juga berbuka, sholat (malam) juga tidur, dan aku (juga) menikah dengan para wanita. (Karena itu), barang siapa yang menjauh dari sunnahku berarti ia bukan golonganku.”
Kesimpulannya karena mereka yang gagal paham tentang bid’ah akibat salah memahami dan menggali hukum dari Al Qur’an dan As Sunnah sehingga mereka dapat terjerumus bertasyabbuh dengan kaum Nasrani yang melampaui batas (ghuluw) dalam beragama yakni orang-orang yang menganggap buruk sesuatu sehingga melarang yang tidak dilarangNya atau mengharamkan yang tidak diharamkanNya dan sebaliknya menganggap baik sesuatu sehingga mewajibkan yang tidak diwajibkanNya sehingga mereka menjadikan ulama-ulama mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah.
Para Imam Mujtahid telah mengingatkan jangan sampai salah dalam berijtihad dan beristinbat (menggali hukum) dari Al Qur’an dan as Sunnah sehingga melarang yang tidak dilarangNya, mengharamkan yang tidak diharamkanNya atau mewajibkan yang tidak diwajibkanNya karena hal itu termasuk perbuatan menyekutukan Allah.
Firman Allah yang artinya, “Katakanlah! Tuhanku hanya mengharamkan hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadanya dan apa yang tersembunyi dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui.” (QS al-A’raf [7]: 33)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Rabbku memerintahkanku untuk mengajarkan yang tidak kalian ketahui yang Ia ajarkan padaku pada hari ini: ‘Semua yang telah Aku berikan pada hamba itu halal, Aku ciptakan hamba-hambaKu ini dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian membelokkan mereka dari agamanya,dan mengharamkan atas mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta mempengaruhi supaya mereka mau menyekutukan Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan padanya”. (HR Muslim 5109)
Kejahatan paling besar dosanya terhadap kaum muslimin lainnya yakni mengharamkan atau melarang hanya karena pertanyaan saja bukan berdasarkan dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah
Rasulullah bersabda “Orang muslim yang paling besar dosanya (kejahatannya) terhadap kaum muslimin lainnya adalah orang yang bertanya tentang sesuatu yang sebelumnya tidak diharamkan (dilarang) bagi kaum muslimin, tetapi akhirnya sesuatu tersebut diharamkan (dilarang) bagi mereka karena pertanyaannya.” (HR Bukhari 6745, HR Muslim 4349, 4350)
Para ulama mengatakan bahwa perkara apapun yang tidak ada dalil yang menjelaskan keharaman atau kewajiban sesuatu secara jelas, maka perkara tersebut merupakan amrun mubah, perkara yang dibolehkan sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2015/05/15/amrun-mubah/
Pada hakikatnya segala sesuatu pada dasarnya mubah (boleh).
Maksud dari prinsip ini adalah bahwa hukum asal dari segala sesuatu yang diciptakan Allah adalah halal dan mubah.
Tidak ada yang haram kecuali apa-apa yang disebutkan secara tegas oleh nash yang shahih sebagai sesuatu yang haram.
Dengan kata lain jika tidak terdapat nash yang shahih atau tidak tegas penunjukan keharamannya, maka sesuatu itu tetaplah pada hukum asalnya yaitu mubah (boleh)
Kaidah ini disandarkan pada firman Allah subhanahu wa ta’la
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu….” (QS. Al-Baqarah [2]:29)
“Dan dia Telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya…” (QS. Al-Jatsiyah [45]:13)
“Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah Telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin…” (QS. Luqman [31]:20)
Ayat-ayat di atas menegaskan bahwa segala apa yang ada di muka bumi seluruhnya adalah nikmat dari Allah yang diberikan kepada manusia sebagai bukti kasih sayang-Nya.
Dia hanya mengharamkan beberapa bagian saja, itu pun karena hikmah tertentu untuk kebaikan manusia itu sendiri. Dengan demikian wilayah haram dalam syariat Islam itu sangatlah sempit, sedangkan wilayah halal sangatlah luas.
Di sisi yang lain ada pula dari pengikut Wahabisme penerus kebid’ahan Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa tidak semua bid’ah adalah perkara terlarang yakni bid’ah dalam urusan dunia
Mereka terpaksa menciptakan jalan untuk memecahkan problem-problem yang mereka hadapi dan kondisi zaman yang mereka hadapi yang juga menekan mereka.
Mereka terpaksa menciptakan perantara lain, yang jika tanpa perantara ini mereka tidak dapat melakukan aktifitas yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Perantara ini ialah ungkapan yang dilontarkan oleh mereka seperti:
Sesungguhnya bid’ah terbagi menjadi dua yakni
1) bid’ah diniyah (urusan agama)
2) bid’ah duniawiyyah (urusan dunia)
Mereka yang suka bermain-main ini membolehkan menciptakan klasifikasi tersebut atau minimal telah membuat nama tersebut.
Pembagian atau klasifikasi bid’ah tersebut tidak pernah disebutkan oleh para ulama yang sholeh yang mengikuti Imam Mazhab yang empat
Mereka yang berkata bahwa pembagian bid’ah ke yang baik (hasanah) dan buruk (sayyiah) itu tidak bersumber dari syari’, maka pembagian bid’ah menjadi bid’ah diniyyah yang tidak boleh dan bid’ah duniawiyyah yang boleh, adalah tindakan bid’ah dan mengada-ada yang sebenarnya.
Mereka yang berpendapat terbaginya bid’ah menjadi bid’ah diniyyah dan duniawiyyah tidak mampu menggunakan ekspresi bahasa dengan cermat.
Hal ini disebabkan ketika mereka berpendapat bid’ah duniawiyyah tidak ada konsekuensi apapun, mereka telah keliru dalam menetapkan hukum.
Sebab dengan sikap ini mereka memvonis bahwa semua bid’ah duniawiyyah itu boleh. Sikap ini jelas sangat berbahaya dan bisa menimbulkan fitnah dan bencana.
Dengan membolehkan semua bid’ah (perkara baru) dalam urusan dunia maka mereka telah menjadi serupa dengan kaum sekulerisme yang menyalahgunakan hadits,”wa antum a’lamu bi amri dunyakum, “dan kamu sekalian lebih mengetahui urusan-urusan duniamu”. (HR. Muslim 4358)
Hadits selengkapnya,
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan ‘Amru An Naqid seluruhnya dari Al Aswad bin ‘Amir; Abu Bakr berkata; Telah menceritakan kepada kami Aswad bin ‘Amir; Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Hisyam bin ‘Urwah dari Bapaknya dari ‘Aisyah dan dari Tsabit dari Anas bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati suatu kaum yang sedang mengawinkan pohon kurma lalu beliau bersabda: “Sekiranya mereka tidak melakukannya, kurma itu akan (tetap) baik”. Tapi setelah itu, ternyata kurma tersebut tumbuh dalam keadaan rusak. Hingga suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melewati mereka lagi dan melihat hal itu beliau bertanya: ‘Ada apa dengan pohon kurma kalian? Mereka menjawab; Bukankah anda telah mengatakan hal ini dan hal itu? Beliau lalu bersabda: ‘Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian’ (HR Muslim 4358)
Kaum sekulerisme berpendapat urusan dunia tidaklah diurus oleh agama, terbukti dalam hadits tersebut Rasulullah salah memberikan nasehat dalam penanaman kurma berikut contoh pernyataan mereka selengkapnya,
**** awal kutipan *****
“Ketika Nabi shallalahu alaihi wasallam memberikan nasihat tentang cara mengawinkan pohon kurma supaya berbuah, ini bisa dianggap bahwa beliau sudah memasukkan otoritas agama untuk urusan duniawi yang di mana beliau tidak mendapatkan wahyu atau kewenangan untuk itu.
Tapi ternyata dalam masalah menanam kurma ini pendapat beliau keliru. Pohon kurma itu malah menjadi mandul. Maka para petani kurma itu mengadu lagi kepada Nabi saw, meminta pertanggungjawaban beliau. Dan beliau menyadari kesalahan advisnya waktu itu dan dengan rendah hati berkata, “Kalau itu berkaitan dengan urusan agama ikutilah aku, tapi kalau itu berkaitan dengan urusan dunia kamu, maka “Antum a’lamu bi umuri dunyaakum”, kamu sekalian lebih mengetahui urusan duniamu.
Rasulullah mengakui keterbatasannya. Rasulullah bukanlah penentu untuk segala hal. Rasul bukanlah orang yang paling tahu untuk segala hal. Bahkan untuk urusan dunia di jaman beliau pun beliau bukanlah orang yang paling tahu.
Jadi tidak mungkin jika kita menuntut Rasulullah untuk mengetahui segala sesuatu hal tentang urusan dunia. Apalagi kalau mengurusi urusan kita di jaman modern ini…! Tentu tidak mungkin kita harus mencari-cari semua aturan tetek-bengek dalam hadist beliau. Itu namanya set-back. Lha wong di jamannya saja Rasulullah menyatakan bahwa ada hal-hal yang tidak beliau pahami dan hendaknya tidak mengikuti pendapat beliau dalam ‘urusan duniamu’ tersebut.”
**** akhir kutipan *****
Dalam hadits di atas Rasulullah hanya memberikan tanggapan mengapa mesti kurma itu dikawinkan segala, mengapa tidak dibiarkan begitu saja secara alami. Hal ini dapat kita ketahui terkait firman Allah Azza wa Jalla, “subhaana alladzii khalaqa al-azwaaja kullahaa mimmaa tunbitu al-ardhu” , “Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi” (QS Yaa Siin [36]:36).
Permasalahan kurma tersebut tumbuh dalam keadaan rusak tidaklah terkait dengan tanggapan Rasulullah.
Sedangkan makna perkataan Rasulullah, “wa antum a’lamu bi amri dunyakum”, “dan kamu sekalian lebih mengetahui urusan-urusan duniamu” , yang dimaksud “urusan dunia” khusus urusan disiplin ilmu tertentu atau pengetahuan tertentu di luar ilmu agama, seperti dalam hadits tersebut adalah ilmu pertanian, ilmu pengetahuan manusia dalam membantu perkawinan kurma.
Urusan agama maupun urusan dunia kita harus mempergunakan dasar hukum bagi umat Islam yang dikenal dengan hukum taklifi yang membatasi kita untuk melakukan atau tidak melakukan sebuah perbuatan ada lima yakni wajib , sunnah (mandub), mubah, makruh, haram.
Al Imam Al Hafizh An Nawawi menerangkan bahwa hadits tentang sunnah hasanah (contoh yang baik) dan sunnah sayyiah (contoh yang buruk) adalah hadits yang mentakhsis hadits “kullu bid’atin dholalah” dan sebagai sumber atau dasar pembagian bid’ah mengikuti hukum taklifi yang lima sebagaimana yang termuat di dalam kitab hadits “Shahih Muslim bi Syarhi an-Nawawi” jilid 4 halaman 104-105, cetakan “Darul Fikr” Beirut Libanon (lihat pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2014/02/shohih-muslim-bi-syarhi-an-nawawi.jpg
Berikut kutipannya
******* awal kutipan *******
Pembagian bid’ah bersumber dari sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam, yaitu:
“Barangsiapa membuat-buat hal baru yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikit pun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat-buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikit pun dari dosanya”.
Hadits ini mentakhsis hadits Nabi yang berbunyi (yang artinya)
“Setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat”.
Adapun yang dimaksud hadits tersebut adalah perkara-perkara baru yang bersifat bathil dan bid’ah-bid’ah yang bersifat tercela.
Dengan demikian, bid’ah dibagi kepada lima bagian, yaitu:
1. Bid’ah wajib,
2. Bid’ah sunnah,
3. Bid’ah haram,
4. Bid’ah makruh, dan
5. Bid’ah mubah.
****** akhir kutipan ******
Silahkan download atau baca secara online pada http://archive.org/details/SahihMuslimSharhNawawi
Begitupula sebagaimana Imam Nawawi di atas membagi bid’ah kepada lima bagian mengikuti hukum taklifi yang lima, pendiri ormas Nahdlatul Ulama (NU), KH. Hasyim Asyari dalam Risalatu Ahlissunnah wal Jama’ah halaman 4 (selengkapnya pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2015/08/risalah-aswaja.pdf) menjelaskan
****** awal kutipan *******
Imam Ibnu Abdis Salam membagi perkara-perkara yang baru itu ke dalam hukum-hukum yang lima.
Beliau berkata: “Bid‟ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikenal (terjadi) pada masa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam (Bid‟ah tersebut adakalanya):
1. Bid‟ah Wajibah: seperti mempelajari ilmu nahwu dan mempelajari lafadz-lafadz yang gharib baik yang terdapat di dalam al-Quran ataupun as-Sunnah, dimana pemahaman terhadap syari‟ah menjadi tertangguhkan pada sejauhmana seseorang dapat memahami maknanya.
2. Bid‟ah Muharramah: seperti aliran Qadariyah, Jabariyah dan Mujassimah.
3. Bid‟ah Mandubah: seperti memperbaharui sistem pendidikan pondok pesantren dan madrasah-madrasah, juga segala bentuk kebaikan yang tidak dikenal pada zaman generasi pertama Islam.
4. Bid‟ah Makruhah: seperti berlebih-lebihan menghiasai masjid, menghiasi mushaf dan lain sebagainya.
5. Bid‟ah Mubahah: seperti bersalaman selesai shalat Shubuh dan Ashar, membuat lebih dalam makanan dan minuman, pakaian dan lain sebagainya.”
Setelah kita mengetahui apa yang telah dituturkan di muka maka diketahui bahwa adanya klaim bahwa berikut ini adalah bid‟ah, seperti memakai tasbih, melafadzkan niat, membaca tahlil ketika bersedekah setelah kematian dengan catatan tidak adanya perkara yang mencegah untuk bersedekah tersebut, menziarahi makam dan lain-lain, maka kesemuanya bukanlah merupakan bid‟ah.
Dan sesungguhnya perkara-perkara baru seperti penghasilan manusia yang diperoleh dari pasar-pasar malam, bermain undian pertunjukan gulat dan lain-lain adalah termasuk seburuk-buruknya bid‟ah.
****** akhir kutipan *****
Di atas, sebagaimana yang disampaikan oleh KH Hasyim Asyari bahwa Imam Ibnu Abdis Salam mencontohkan bid’ah hasanah dan hukumnya wajib adalah menguasai ilmu tata bahasa Arab atau ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’) sebagai syarat dasar untuk dapat memahami Al Qur’an dan As Sunnah.
Bid’ah tersebut hukumnya wajib, karena memelihara syari’at juga hukumnya wajib. Tidak mudah memelihara syari’at terkecuali harus mengetahui tata bahasa Arab. Sebagaimana kaidah ushul fiqih: “Maa laa yatimmul waajibu illa bihi fahuwa wajibun”. Artinya: “Sesuatu yang tidak sempurna kecuali dengannya, maka hukumnya wajib”.
Para ulama mengatakan bahwa perkara apapun yang tidak ada dalil yang menjelaskan keharaman atau kewajiban sesuatu secara jelas, maka perkara tersebut merupakan amrun mubah, perkara yang dibolehkan sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2015/05/15/amrun-mubah/
Contoh bid’ah mubah adalah bersalaman setelah sholat
Dalam Qawaid Al Ahkam (2/339), dengan cukup gamblang Imam Izzuddin menyatakan bahwa bersalaman setelah ashar dan shubuh merupakan bid’ah mubah
Hal ini juga dinukil juga oleh Imam An Nawawi dalam Tahdzib Al Asma wa Al Lughat (3/22), serta Al Adzkar dalam Al Futuhat Ar Rabaniyah (5/398) dengan makna yang sama.
Imam An Nawawi menyatakan dalam Al Majmu’ (3/459),”Adapun bersalaman yang dibiasakan setelah shalat shubuh dan ashar saja telah menyebut As Syeikh Al Imam Abu Muhammad bin Abdis Salam rahimahullah Ta’ala,’Sesungguhnya hal itu bagian dari bid’ah-bid’ah mubah, tidak bisa disifati dengan makruh dan tidak juga istihbab (sunnah).’ Dan yang beliau katakan ini baik.”
Ba Alawi mufti As Syafi’iyah Yaman, dalam kumpulan fatwa beliau Bughyah Al Mustrasyidin (hal. 50) juga menyebutkan pula bahwa Imam Izzuddin memandang masalah ini sebagai bid’ah mubah sebagaimana pemahaman Imam An Nawawi,”Berjabat tangan yang biasa dilakukan setelah shalat shubuh dan ashar tidak memiliki asal baginya dan telah menyebut Ibnu Abdissalam bahwa hal itu merupakan bid’ah-bid’ah mubah.”
Bukan hanya ulama As Syafi’iyah saja yang memahami istilah khusus yang digunakan oleh Imam Izuddin. Meskipun As Safarini seorang ulama mazhab Hanbali, beliau memahami bahwa Imam Izzuddin menyatakan masalah ini sebagai bi’dah mubah. Tertulis dalam Ghidza Al Albab (1/235), dalam rangka mengomentari pernyataan Ibnu Taimiyah yang menyebutkan bahwa berjabat tangan di dua waktu tersebut adalah bid’ah yang tidak dilakukan oleh Rasul dan tidak disunnahkan oleh seorang ulama sekalipun, ”Aku berkata, dan yang dhahir (jelas) dari pernyataan Ibnu Abdissalam dari As Syafi’iyah bahwa sesungguhnya hal itu adalah bid’ah mubah”
Contoh bid’ah haram, Syeikh Al Islam Izzuddin bin Abdissalam mencontohkan di antaranya: Golongan Qadariyah, Jabariyah, Murji’ah, dan Mujassimah (musyabbihah). Menolak terhadap mereka termasuk bid’ah yang wajib.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Semola allah menjadikan kita termasuk golongan orang2 yang mendapat petunjuk
Situs yang sangat bermanfaat
sekali lagi antum ini ,,mau ngajarin Rasulullah apa???Rasullullah itu asli orang arab yg sangat faham bahasa arab,,yg nasabnya paling tinggi,,dan beliau sangat tau apa yg beliau sabdakan,,bukan kaya antum yg bisanya “tukang”copas,,kata kulu itu jelas2 artinya SEMUA,,dan sahabat pun sangat faham apa yg diucapkan oleh Rasullullah shallallahu alaihi waalaihi wassalam,,antum sendiri sudah jawab diatas!!! apakah ada sebagian yg sesat tempatnya di surga??? ini menunjukkan jelas2 TIDAK ADA yg namanya bidah hasanah !!! Allahul musta’an…keblinger antum!!!
kayaknya anda sendiri yang mau ngajarin Rasulullah…mengapa? karena anda telah memaksakan arti kullu menjadi SEMUA…ingat anda juga bukan orang arab kenapa anda berani memaksakan seolah anda telah paham tata bahasa arab! banyak orang arab yang mengartikan kullu adalah sebagian…banyak orang indonesia yang kurang memahami tata bahasa indonesia sehingga pada saat mengartikan suatu kata / kalimat tidak sama, begitu pula banyak orang jawa yang kurang memahami tata bahasa jawa….
yang saya tangkap dari omongan anda adalah islam itu harus sesuai dengan nafsu anda, yang tidak sama pasti salah…anda seolah berusaha mengejawantahkan bahwa “ini lho keinginan Allah itu sama dengan yang saya maksud, keinginan Rasulullah itu sama dengan yang saya maksud”…..apakah yang demikian tidak berarti anda telah menyetir Allah dan Rasulullah? apakah yang demikian tidak berarti anda telah berdusta kepada Allah dan Rasulullah…..
kenapa islam di tangan anda menjadi agama yang sangat menakutkan? beda pendapat diancam sesat, beda pendapat diancam syirik, beda pendapat diancam musyrik, beda pendapat diancam kafir….Apakah Islam seperti yang diajarkan oleh Rasulullah?
antum salah satu anteknya zuhud apa antum ini zuhud juga hehe,,suruh GURU ZUHUD antum buka kajian/dauroh di media VISUAL, jangan fitnah ULAMA sana sini tanpa bertabayun!!!ISLAM tidak mengajarkan muslim PENGECUT!!??,,yg kita bicarakan adalah hadist RASULLULLAH mas erka ,bukan hadist dari saya !!!CATAT!! antum kalo ga faham ga usah ikut2an !!!
ANTUM TANYA SAMA GURU ZUHUD ANTUM ADA NGGA YG SEBAGIAN SESAT TEMPATNYA DI SURGA???
HADIST RASULLULLAH SEJALAN DENGAN ALQURAN,,RASULLULLAH ITU ORANG ARAB ASLI DAN BELIAU SANGAT FAHAM DENGAN APA YG BELIAU SABDAKAN!!!
PERHATIKAN !!! كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ
kullu nafsin zaikatul maut
“Semua yang hidup akan merasai mati”. (Ali Imran, 3: 185)
kullu bid’atin dholalah wa kullu dhalalatin finnar (HADIST RASULLULLAH )
apakah antum mau mengganti kata kullu di ayat diatas menjadi SEBAGIAN YG HIDUP AKAN MERASAKAN MATI???
SEBAGIAN YG SESAT TEMPATNYA DI SURGA!!!
JANGAN MEMUTAR BALIK FAKTA MAS !! APALAGI ALQURAN DAN HADIST MAU DI MODIF2 !! NAUDZUBILAH!!!
BERAGAMA PAKE AKAL YG WARAS MAS !!! DAN HARUS SAMIQNA WA ATOQNA!!
HADIST RASULLULLAH diatas sifatnya ancaman mas !!!
tidak ada ulama salaf yg mengkafirkan umat muslim yg tdk sefaham ,,justru ulama salaf mau meluruskan pemahaman yg lurus jauh dari kesyirikan dan bidah sesuai sabda RASULLULLAH!!! kalo mau berguru jgn di MEDSOS mas erka!!RUGI ANTUM,,PERKARA AKHERAT HARUS TELITI DAN SHAHIH!! saran ana ikuti kajian USTADJ KHALID BASALAMAH/USTADJ YAJID,,DAPET ILMU ANTUM,,,KUAT ILMU TAUHID ANTUM,,dr pada antum belajar sama kyai embuh di blog ini!!ga jelas keilmuannya,,tulisan2anyapun KEJI!!!banyak FITNAH DAN SUBHAT!!,,makanya NGUMPET di blog ini,,DI JAMIN GA AKAN BERANI DAKWAH SECARA MEDIA VISUAL!!!bisanya cuma NGUMPET!!
sekarang ana tanya sama antum mas erka??
apa antum ridho bikin maulid meneruskan ritual SYIAH ??
apa antum ridho umat muslim melarung kepala kerbau kelaut??
apa antum ridho umat muslim nangis2 minta di kuburan wali ??
atau umat muslim abis maghrib tahlilan,,,terus sholat isyanya di mundurin abis tahl;ilan??
Kullu dapat sebagai kullu ba’din maksudnya ”setiap dalam arti sebagian” dan dapat pula sebagai kullu jam’in maksudnya “setiap dalam arti semua”
Kullu pada “setiap kesesatan akan bertempat di neraka” adalah kullu jam’in (kullu / setiap dalam arti semua) di mana “kesesatan” sudah jelas (lugas) sifat jelek (sayyiah).
Sedangkan kullu dalam “kullu bid’ah dholalah” adalah kullu ba’din (kullu / setiap dalam arti sebagian) di mana kata bid’ah belum menunjukkan sifatnya.
Dalam ilmu balaghah dikatakan
حدف الصفة على الموصوف
“membuang sifat dari benda yang bersifat”
Begitupula dengan hadits “Kullu bid’ah dholalah” tidak tercantum sifat dari bid’ah maka jika ditulis lengkap dengan sifat dari bid’ah kemungkinannya adalah
a. Kemungkinan pertama :
كُلُّ بِدْعَةٍ حَسَنَةٍ ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ
Setiap “bid’ah yang baik” itu sesat (dholalah), dan setiap yang sesat (dholalah) masuk neraka
Hal ini tidak mungkin, bagaimana sifat baik dan sesat (dholalah) berkumpul dalam satu benda dan dalam waktu dan tempat yang sama, hal itu tentu mustahil.
b. Kemungkinan kedua :
كُلُّ بِدْعَةٍ سَيِئَةٍ ضَلاَ لَةٍ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِىالنَّاِر
Setiap “bid’ah yang jelek” itu sesat (dholalah), dan setiap yang sesat (dholalah) masuk neraka
Jadi kesimpulannya bid’ah yang sesat masuk neraka adalah bid’ah yang jelek (sayyiah) pengecualiannya adalah bid’ah yang baik (hasanah).
“Setiap mata berzina” adalah contoh lain dari kullu ba’din ( kullu / setiap dalam arti sebagian) di mana mata belum menunjukkan sifatnya yang akan menetapkan mata (pandangan) yang bagaimana yang termasuk berzina
Hadits riwayat Imam Ahmad :
عَنِ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ
Dari al-Asyari berkata: “ Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “setiap mata berzina” (musnad Imam Ahmad)
Setiap mata yang berzina (zina mata) adalah setiap mata yang melihat kepada wanita dan dibenarkan oleh kemaluannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya manusia itu telah ditentukan nasib perzinaannya yang tidak mustahil dan pasti akan dijalaninya. Zina kedua mata adalah melihat, zina kedua telinga adalah mendengar, zina lidah adalah berbicara, zina kedua tangan adalah menyentuh, zina kedua kaki adalah melangkah, dan zina hati adalah berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan semua itu akan ditindak lanjuti atau ditolak oleh kemaluan.” (HR Muslim 4802).
Jadi mata yang berzina (zina mata) adalah setiap mata yang melihat kepada wanita yang mempengaruhi atau terkait dengan “kemaluannya” atau hawa nafsu, keinginan, angan-angan yang merupakan zina hati pula.
Pada umumnya yang termasuk melihat kepada wanita yang tidak mempengaruhi atau tidak terkait dengan “kemaluannya” adalah pandangan pertama.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
يَا عَلِيُّ، لاَ تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ؟ فَإِنَّ لَكَ الأُوْلَى، وَلَيْسَتْ لَكَ الآخِرَةُ
“Wahai Ali, jangan engkau ikuti pandangan pertama dengan pandangan yang berikutnya, sesungguhnya bagimu yang pertama dan yang berikutnya bukan untukmu.” (as-Sunan al-Kubra No. 13898)
Jadi pandangan kepada wanita yang “tidak dibenarkan” atau “tidak mempengaruhi” kemaluannya / syahwat adalah pengecualian dari “setiap mata berzina” , contoh lainnya seperti dokter pria membantu pasien wanita, guru pria mengajar murid wanita dan lain lain
Imam Nawawi menjelaskan amm makhshush (sesuatu yang umum yang ada pengecualiannya) dengan firman Allah,
“wakaana waraa’ahum malikun ya’khudzu kulla safiinatin ghashbaan”
“karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas setiap kapal” (QS Al Kahfi [18]:79)
Dalam ayat tersebut sifat kapal yang baik tidak tercantum namun dijelaskan oleh Nabi Khidir alaihisalam bahwa Beliau mengetahui dihadapan mereka kelak akan ada seorang raja yang suka merampas setiap kapal yang baik sehingga kapal kepunyaan beberapa orang miskin perlu dirusak sedikit agar kelak mudah diperbaiki sehingga bilapun raja melihatnya maka ia menduga kapal itu adalah kapal yang buruk dan membiarkannya.
Jadi kata setiap tidak selalu berarti semua. Kata setiap pada “setiap bid’ah”, “setiap kapal” dan “setiap mata” adalah “setiap dari sebagian” yang memerlukan penjelasan lebih lanjut.
terus terang saya masih awam masalah agama dan masih banyak harus belajar dan saya yakin anda sudah sangat memahami agama islam…akan tetapi jika saya lihat semakin tinggi ilmu agama seseorang, beliau akan semakin santun, semakin bisa menjaga lidah dan lisannya apalagi sampai melakukan fitnah…..anda bilang ustad Zon melakukan fitnah sana sini kepada para ulama tanpa dulu melakukan tabayun, bukankah yang semacam ini adalah kebalikannya alias anda dan ulama-ulama anda sendirilah yang melakukan fitnah tanpa melakukan tabayun!
memang benar anda membicarakan hadist dari Rasulullah, cuma masalahnya mengartikan hadistnya sesuai dengan nafsu anda sendiri bukan mengikuti jumhur ulama..
HADIST RASULLULLAH SEJALAN DENGAN ALQURAN ( itu benar ), RASULLULLAH ITU ORANG ARAB ASLI ( itu benar) DAN BELIAU SANGAT FAHAM DENGAN APA YG BELIAU SABDAKAN (itu juga benar)!!!……..tapi yang tidak benar adalah jika anda memaksa orang untuk mengikuti pendapat anda dan memberi stempel ahli bid’ah kepada orang yang tidak sesuai atau menentang pendapat anda….
ingat mas..anda bukan orang arab asli sama seperti saya, anda mengerti makna hadist tersebut dari orang arab asli , tetapi saya juga mengerti dari orang arab asli juga…terus yang jadi pertanyaan kok bisa beda padahal sama-sama orang arab? dan anda memaksa semua orang untuk sepaham dengan anda perihal hadist tersebut?
jawabnya, yang pertama adalah perbedaan kemampuan pemahaman tata bahasa dan yang kedua anda telah berbuat sombong karena merasa yang paling benar…..
jika maksud anda adalah mengatakan bahwa pada periode salaf tidak ada yang mengkafirkan umat muslim yang lain…tentu anda harus belajar lagi pada sejarah Islam…periode salaf adalah sebaik-baiknya generasi karena keilmuannya dan ternyata menurut anda terbukti tidak ada yang mengkafirkan karena tidak sepaham, tapi mengapa ulama sekarang berani mengatakan kafir kepada yang tidak sepaham? sebenarnya ulama mana yang anda ikuti? ulama salaf atau khalaf!…?????
anda mengatakan “justru mereka mau meluruskan pemahaman agar jauh dari kesyirikan dan bid’ah sesuai sabda Rasulullah”…..tetapi jika sesuai nafsu dan pendapatnya sendiri tentu jadinya akan salah…..dan konsekuensinya adalah mengkafirkan yang tidak sepaham dan menghalalkan darahnya, padahal sama sama telah mengucapkan kalimat “la ilaha illallah”…..
anda tidak menyarankan saya untuk tidak berguru via medsos, nah saya mau tanya ke anda….anda berguru kemana? ustad basamalah/ ustad yazid? lalu ustad ustad tersebut berguru kemana? kalau gurunya juga berguru lagi, nyambung gak sanadnya ke rosulullah atau malah terputus!,
karena ini termasuk perkara akherat anda sudah teliti belum? jangan-jangan anda menyeru kepada saya untuk untuk berhati-hati tetapi anda sendiri tidak melakukannya……pernahkah anda meneliti ustad-ustad anda berguru kemana?…..terus pernahkah anda teliti sanad ilmunya sampai kemana? sampai ke Rasulullah ataukah putus?….
jangan anda mengklaim sebagai pengikut generasi salaf tapi ternyata sanad ilmunya gak nyambung….
ibarat anda menghitung banyaknya buah kelapa diatas pohon tetapi hanya dari bawah dan tidak mau bertanya kepada orang yang pernah menghitung dari atas…….
saya merasa aneh saja ulama-ulama aswaja yang anda cap sebagai ahlul bid’ah malah sanad ilmunya dan ahlaknya nyambung ke Rasulullah….
salah satu contoh bagi saya yang awam ini…bagaimana santunnya Ustad Zon menjawab setiap pertanyaan, tapi lihatlah bagaimana anda cara menjawab pertanyaan..penuh dengan kemarahan dan kebencian…..
“apa antum ridho bikin maulid meneruskan ritual SYIAH ??
apa antum ridho umat muslim melarung kepala kerbau kelaut??
apa antum ridho umat muslim nangis2 minta di kuburan wali ??
atau umat muslim abis maghrib tahlilan,,,terus sholat isyanya di mundurin abis tahl;ilan??”
Yang pertama, jika memang benar bikin maulid nabi itu meneruskan ritual syiah maka saya ridho…
yang kedua, melarung kepala kerbau itu menurut saya adalah sebuah tradisi yang kebetulan personalnya beragama islam…dan itu hak mereka..
yang ketiga, jika memang mereka mintanya kepada Allah tetapi tempat memintanya ada dikuburan wali tentu saya ridho tidak ada yang salah..yang salah itu adalah membuat fitnah bahwa semua orang yang datang keburan wali pasti minta sesuatu kepada ahli kuburnya….
yang keempat, tahlilan sehabis sholat maghrib itu hal yang sangat bagus dan tidak ada salahnya…yang salah adalah mengharamkan tahlilan habis maghrib….kenapa? karena yang berhak mengharamkam itu hanya Allah, jadi jangan sampai anda mendikte Allah supaya mengikuti pendapat anda kepada perkara yang didiamkan….
naudzubillahimanzalik anda ridho pengekor ritual SYIAH!! anda juga ridho umat muslim melarung kepala kerbau kelaut berharap berkah dan selamat dari penguasa laut!!! anda juga ridho umat muslim nangis2 minta sama wali dikuburan!!!anda juga ridho orang2 tahlilan kematian sampe2 waktu isya di lewatin dan di belakangin!!! harusnya antum menafikkan semuanya akhi kalo antum BERTAUHID MENG ESA KAN ALLAH,,,USATDJ ZON ANTUM INI BUKAN USTADJ!!! bisa jadi GA JELAS !! KEILMUANNYA CUMA KUTAP KUTIP TULISAN DR SUMBER GA JELAS!!! FITNAH SANA SINI TANPA BERTABAYUN!!! YG DULUAN MENEBAR FITNAH USTADJ ANTUM INI,,memasang foto2 USTADJ YG DITUDUH WAHABI DSB..YG SANTUN TAPI LIDAHNYA BERCABANG CABANG,,,kalo memang ustad zon antum ini SANTUN!!!berakhlak MULIA bukan dengan MENUDUH DAKWAH USTADJ YAJID/KHALID DLL<<DATANG LANGSUNG KE RADIO RODJA DAN BERTABAYUN DISANA ,,BUKANKAH DEKAT JONGGOL-CILEUNGSI !! TANYAKAN LANGSUNG KEPADA USTADJ TERSEBUT YG DITUDUH WAHABI TSB ,,BUKAN TERIAK2 DI BLOG MESUM INI DAN MEMBODOHI DIRI SENDIR BUKANKAH INI ADALAH PERBUATAN MUSLIM PENGECUT I!!!
KENAPA USTADJ ANTUM ANA SEBUT MUSLIM PENGECUT !!!!
KRN USTADJ ANTUM INI MNGGIBAH ULAMA DI BELAKANG !!!
KALO USTADJ ANTUM INI SANTUN BERILMU AGAMA TINGGI,,DAN GENTLE ,,DATANGI USTADJ YG DIFITNAH WAHABI TSBT DAN LURUSKAN PEMAHAMANNYA, SECARA ILMIAH ,BUKAN DENGAN MENGUMPAT NGUMPAT DI BLOG INI…
BERANI NGGA????
ana tdk ada maksud mau berbantah bantah krn ga ada manfaatnya kata RASULLULLAH!!cuma ana merasa wajib nahi munkar,,selebihnya LA HAULA WALLA QUATA ILA BILLAH..
BUKA MATA HATI ANTUM AKHI ERKA !!! SIAPA YG MENEBAR FITNAH!!!
ALLAHUL MUSTA'AN,,
Cara lain memahami tentang BID’AH adalah dengan mengetahui perbedaan arti dari kata SUNNAH
1. SUNNAH bagian dari hukum taklifi yang lima disebut juga dengan mandub yakni perkara yang dikerjakan berpahala dan ditinggalkan tidak berdosa
2. SUNNAH Rasulullah adalah sabda, contoh (teladan) dari Rasulullah
SUNNAH Rasulullah terkait hukum taklifi yang lima ada dua yakni,
2.a. Perkara perintah (wajib dan sunnah/mandub)
2.b. Perkara larangan (haram dan makruh)
Selebihnya atau di luar perkara perintah dan larangan adalah perkara mubah (boleh)
Para ulama mengatakan bahwa perkara apapun yang tidak ada dalil yang menjelaskan keharaman atau kewajiban sesuatu secara jelas, maka perkara tersebut merupakan amrun mubah, perkara yang dibolehkan
3. SUNNAH dalam sabda Rasulullah yakni SUNNAH HASANAH dan SUNNAH SAYYIAH bukanlah SUNNAH Rasulullah karena mustahil ada SUNNAH Rasulullah yang SAYYIAH (buruk)
Kata sunnah dalam “SUNNAH HASANAH” dan “SUNNAH SAYYIAH” artinya contoh (teladan) atau kebiasaan baru yakni kebiasaan yang tidak dilakukan oleh orang lain sebelumnya.
Contoh (teladan) atau kebiasaan baru tersebut bisa baik (hasanah) dan bisa pula buruk (sayyiah)
Jadi kesimpulannya Rasulullah menyebut BID’AH HASANAH dengan istilah SUNNAH HASANAH yakni semua perkara baru atau bid’ah atau muhdats atau contoh (teladan) atau kebiasaan baru yang baik yakni kebiasaan baru yang tidak menyalahi laranganNya atau kebiasaan baru yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah
Sedangkan Rasulullah menyebut BID’AH SAYYIAH dengan istilah SUNNAH SAYYIAH yakni semua perkara baru atau bid’ah atau muhdats atau contoh (teladan) atau kebiasaan baru yang buruk yakni kebiasaan baru yang menyalahi laranganNya atau kebiasaan baru yang bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah.
Oleh karenanya ketika kita menghadapi dalam perkara ibadah ghairu mahdhah yang meliputi perkara muamalah, kebiasaan, budaya atau adat yang tidak dijumpai pada masa Rasulullah maka kita menimbangnya dengan hukum dalam Islam yang dikenal dengan hukum taklifi yang membatasi kita untuk melakukan atau tidak melakukan sebuah perbuatan yakni wajib , sunnah (mandub), mubah, makruh, haram.
Tulisan selengkapnya pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/06/24/bidah-dan-hukum-taklifi/
MAKNA KATA “KULLU” PADA KALIMAT KULLU BID’ATIN DHALALAH
Inilah kata “KULLU” sebagai senjata dianggap ampuh oleh mereka, adanya bid’ah hasanah.Mereka mengotak atik dari segi bahasa untuk membela bid’ah hasanah.Ulama Arab yang fasih ilmu balaghoh Nahwu Shorof ( Tata Bahasa Arab )dari generasi awal hingga sekarang, tidak pernah memutar balikan kata “KULLU”di hadist yang akan kita bahas,kenapa sebagian ulama yang bukan arab sangat berani memutar balikan lidahnya demi membela kesalahanya…?.
Berikut pokok bahasan dari makna “KULLU”di tinjau dari Al-Qur-an dan Khadist:
Kalimah “Kullu” menurut ahli bahasa adalah salah satu bentuk kata umum. Imam Syatibi menjelaskan kaedah hadis ini yang menekankan kalimah kullu, yaitu:
مَحْمُوْلٌ عِنْدَ الْعَلَمَاء عَلَى عَمُوْمِهِ ، لاَيُسْتِثْنَى مِنْهُ شَيْءٌ اَلْبَتَّة وَلَيْسَ فِيْهَا مَا هُوَا حَسَنٌ اَصْلاً
“Menurut ulama, hadist ini diterapkan pada keumumannya tanpa ada pengecualian apa pun darinya. Pada bid’ah (di hadist ini pula) sama sekali tidak ada yang disebut (bid’ah) yang baik”. (الفتوى Hlm. 180-18 Syatibi. Lihat: علم اصول البدع hlm. 91 Ali Hasan).
Antara fungsi kalimah (كُلُّ) yang digunakan oleh hadist di atas, dapat difahami dan diartikan dengan betul dan sempurna hanya melalui tatacara dan kaedah Bahasa Arab saja yang mana kalimah tersebut hanya boleh diartikan kepada makna: “Semua atau Kesemuanya”.
Kalimah atau perkataan (كُلُّ) di dalam hadist ini adalah kalimah yang digunakan dalam Bahasa Arab untuk menjelaskan kepadatan atau kepastian yang semata-mata hanya memberi makna “Semuanya”. Kalimah ini juga diistilahkan sebagai kalimah (جَامِعَةٌ) yang digunakan dalam Bahasa Arab hanya untuk menerangkan atau menunjukkan “kesemuanya atau keseluruhannya” tanpa adanya pengecualian sama sekali.
Dengan penjelasan ini perlu diberi penekanan dan perhatian yang serius bahawa kalimah (كُلُّ) dalam Bahasa Arab hanya memberi makna, arti dan maksud: “Semuanya atau Keseluruhannya”. Ia sama sekali tidak boleh diterjemahkan kepada makna, arti atau maksud: “Separuh, Sebahagian atau Setengah”. Maka hadist ini tidak membisakan dalam hukum antara satu bid’ah dengan bid’ah yang lain, yaitu tidak ada bid’ah hasanah dalam urusan agama.
Jika difahami kalimah kullu di hadist yang dibincangkan ini secara lahiriyah dan tabiinya menurut kaidah yang dimaksudkan oleh hadist tersebut, ia hanya memberi satu makna, satu maksud, satu arti dan satu tujuan yaitu “Setiap bid’ah itu pasti sesat” dan tidak boleh diartikan atau diterjemahkan kepada “Separuh, sebahagian atau setengah bid’ah itu baik (tidak sesat)”. Menolak hakikat (istilah) kalimah ini samalah seolah-olah menganggap Nabi Shalallahu ‘alaihiwasallam tidak tahu menggunakan istilah Bahasa Arab dengan betul maka anggapan serupa ini adalah kepercayaan yang dianggap bid’ah dan membawa kepada kekufuran yang nyata.
Dengan demikian tidak dapat diterima pendapat yang meyakini bahawa bid’ah dalam urusan agama terbagi kepada dua, tiga atau lima bahagian kerana pembagian seperti itu bertentangan dengan ketegasan dan maksud hadist-hadist yang menjelaskan bahawa hakikat bid’ah jika dilibatkan dalam persoalan syara adalah sesat keseluruhannya. Jika perbuatan menukar maksud dan makna kalimah kullu di hadist ini disengajakan sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian pengikut yang berpegang kepada kaidah mantik yang dipengaruhi oleh kaedah Yunani dan para ulama yang menganut pemahaman Tasawuf, ia adalah perbuatan yang fasik dan batil.
Secara ilmiyah, apabila dikembalikan kepada penilaian bahasa al-Quran kalimah atau perkataan (كُلُّ) yang terdapat di dalam al-Quran atau al-Hadist hanya memberi makna “kesemuanya” atau “keseluruhannya”.
Untuk memahami satu-satu ayat atau kalimah yang terdapat di dalam al-Quran mestilah melalui panduan dan penafsiran yang telah disyaratkan oleh al-Quran itu sendiri, kemudian barulah melalui panduan as-Sunnah. Begitu juga, cara untuk memahami al-Hadist dan satu-satu kalimah dari hadist-hadist yang shahih dengan betul dan sempurna mestilah melalui al-Quran terlebih dahulu.
Dengan itu untuk memahami kalimah (كُلُّ) di hadist yang sahih ini tentulah melalui landasan kalimah yang seumpamanya yang banyak terdapat di dalam al-Quran. Kalimah kullu ini dapat difahami melalui firman Allah Ta’alla seperti di bawah ini yang menggunakan kalimah yang sama dan mempunyai fungsi yang serupa:
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ
“Setiap yang hidup akan merasai mati”. (Ali Imran, 3: 185)
Kedudukan kalimah (كُلُّ) pada ayat ini menunjukkan bahawa kalimah kullu tersebut hanya memberi maksud dan makna “semua, setiap atau keseluruhan” tanpa adanya pengecualian. yaitu: “semua, setiap atau keseluruhan yang hidup akan mati” kerana inilah kenyataan yang wajib diyakini oleh setiap orang Islam yang beriman dengan keseluruhan ayat-ayat al-Quran bahawa setiap atau keseluruhan (كُلُّ) yang hidup akan menghadapi kematian kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana juga firman-Nya:
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُوْالْجَلاَلِ وَاْلاِكْرَامِ
“Kesemua yang terdapat di bumi akan binasa dan hanya yang tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”. (ar-Rahman, 55: 26-27)
Kedudukan kalimah kullu (كُلُّ) di ayat pertama mempunyai konsep dan fungsi yang sama dengan kedudukan kalimah kullu yang terdapat pada ayat yang kedua. Begitu juga kalimah (كُلُّ) pada kedua-dua ayat di atas ini mempunyai fungsi yang sama pula dengan kalimah kullu di hadist shahih yang telah kita bincarakan dan jelaskan.
Menafsirkan kalimah (كُلُّ) pada kedua-dua ayat di atas kepada pengertian separuh, setengah atau sebahagian adalah merupakan penafsiran atau pengolahan yang fasik lagi batil kerana bertentangan dengan kaedah penafsiran yang betul.
Telah terbukti bahawa kalimah kullu yang terdapat pada hadist tentang bid’ah yang sering menjadi isu ini tidak boleh dimaksudkan, diartikan, disyarahkan atau diterjemahkan kepada pengertian sebagian, setengah atau separuh sebagaimana perbuatan segolongan ulama mantik yang dikacaukan oleh orang Yunani( paham filsafat ) kerana ia bertentangan dengan maksud hadist dan makna dari pengertian kalimah (كُلُّ) di dalam al-Quran dan juga hadist tersebut.
Menurut kaidah atau ketetapan ilmu usul jika sesuatu kalimah diulang berkali-kali di beberapa tempat sebagaimana diulang-ulangnya kalimah kullu (كُلُّ) dalam menetapkan bahawa “setiap (كل) bid’ah itu sesat”, maka apabila ia terdapat dalam dalil-dalil (al-Quran, al-Hadist dan atsar yang sahih) maka ia menjadi dalil syarii kulli (دليل شرعي كلي) yaitu: “Pasti setiap (كل) bid’ah itu sesat.”
Penolakan adanya bid’ah hasanah di kuatkan dengan kenyataan bahawa tidak pernah terkeluar atau terucap dari LisanNabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia walaupun sebuah sabda yang menerangkan adanya bid’ah hasanah (bid’ah yang baik) di dalam amal-ibadah atau akidah. Sebaliknya, pendapat dan ucapan yang mengatakan adanya bid’ah hasanah hanyalah berpuncak dari kekeliruan pemahaman istilah bahasa atau hasil dari kata-kata serta pendapat yang direka oleh ulama su’ dan bukanlah berdasarkan al-Quran, as-Sunnah atau atsar yang sahih.
Pada hakikatnya tidak mungkin ada bid’ah hasanah dalam agama kerana secara jumlah bid’ah semuanya maksiat sebagaimana penjelasan as-syatibi:
وَلاَ شَكَّ اَنَّ الْبِدَعَ مِنَ الْجُمْلَةِ الْمَعْصِيَةِ
“Tidak dapat diragukan bahawa bid’ah secara keseluruhannya adalah maksiat.” (Lihat: الاعتصام. Jld. 2. Hlm. 60)
وَانَّ السَّلَفَ لَمْ يُطْلقُوْا لَفْظَ الْبِدْعَةِ اِلاَّ عَلَى مَا هُوَ فِى نَظرِهِمْ مَذْمُوْم
“Sesungguhnya (para ulama) salaf tidak pernah menggunakan lafaz bid’ah kecuali terhadap apa yang mereka dapat tercela (maksiat).” (Lihat: البدع hlm. 182. ‘Izzat ‘Atiah)
Terdapat segolongan mubtadi’ (pembuat bid’ah) beralasan bahawa kalimah “Kullu” dalam hadist yang sedang dibincangkan tidak menunjukkan arti umum dengan dalil bahawa Allah berfirman:
تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِاَمْرِ رَبِّهَا
“Yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya”. (al-Ahkaf, 56: 25)
Pembuat bid’ah seterusnya beralasan: Dalam ayat yang mulia di atas ini angin tidak menghancurkan segala sesuatu, maka hal ini menunjukkan bahawa kalimah “Kullu” tidak sentiasa menunjukkan arti yang bersifat umum.
Sebagai jawapan terhadap kesilapan mereka, bahawa kalimah “Kullu” dalam ayat di atas menunjukkan arti umum, sebab angin itu menghancurkan segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah Ta’alla untuk dihancurkan dan tidak segala sesuatu yang terdapat di dunia. Penjelasan ini berdasarkan tafsiran Ibn Jarir:
اِنَّمَا عَنَى بِقَوْلِهِ : { تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِاَمْرِ رَبِّهَا } مِمَّا اُرْسِلَتْ بِهَلاَكِهِ لاَنَّهَا لَمْ تُدَمِّْ هُوْدًا وَمَنْ كَانَ آمَنَ بِهِ
Sesungguhnya yang dimaksudkan Allah Subhanahu wa ta’alla dengan firmanNya: Yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya. Adalah bahawa angin menghancurkan segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah Ta’alla untuk dihancurkan. Sebab angin tidak menghancurkan Nabi Hud alaihis salam dan orang-orang yang beriman kepadanya”. (Lihat: تفسير الطبرى (13/ 26-27))
Imam al-Qurtubi rahimahullah pula menafsirkan ayat di atas sebagai berikut:
اَيُّ كَلُّ شَيْءٍ مَرَّتْ عَلَيْهِ مِنْ رَجَالِ عَادٍ وَاَمْوَالِهَا
“Maksudnya, yang dihancurkan hanyalah segala sesuatu yang dilewati angin dari kaum ‘Ad dan harta mereka”. (الجامع لاحكام القرآن (16/206). Al-Qurtubi)
Begitu jugalah dengan pendapat para ulama tafsir yang lain tentang kalimah “Kullu” di ayat di atas. Oleh itu, menggunakan dalil bahawa kalimah “Kullu” dalam hadist tidak mengundang arti umum tidak dapat dijadikan hujjah sama sekali.
Syeikh Mulla Ahmad Rumi al-Hanafi amat tegas dalam perkara ini sehingga beliau berkata:
فَمَنْ اَحْدَثَ شَيْئًا يَتَقَرَّبُ بِهِ اِلَىاللهِ تَعَالَى مِنْ قَوْلٍ اَوْ فِعْلٍ ، فَقَدْ شَرَعَ مِنَ الدِّيْنِ مَا لَمْ يَاْذَنْ بِهِ اللهُ فَعُلِمَ اَنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ مَنَ الْعِبَادَةِ الدِّيْنِيَّةِ لاَ تُكُوْنُ اِلاَّ سَيِّئَةً
“Sesiapa yang membuat perkara yang baru untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, baik dalam bentuk ucapan atau perbuatan, sesungguhnya dia telah membuat syariat dalam agama dengan bentuk ibadah keagamaan, ia adalah bid’ah yang keji”. (Lihat: علم اصول البدع hlm. 101 Ali Hasan)
Semoga banyak manfaatnya untuk kita semua
Wallahu A’lam
17
Sep
2012
Diposkan oleh amin ben ahmed
Sunnah artinya contoh atau teladan
Sunnah Rasulullah artinya contoh atau teladan yang dilakukan oleh Rasulullah
Bid’ah artinya perkara baru atau contoh atau teladan yang baru, ada yang baik (hasanah) dan ada pula yang buruk (sayyiah)
Jadi BID’AH HASANAH artinya perkara baru atau contoh atau teladan yang baru yang baik (hasanah) dalam sabda Rasulullah disebut dengan SUNNAH HASANAH sebagaimana yang termuat dalam hadits yang telah disepakati oleh para ulama seperti Imam Nawawi dan Imam Suyuthi untuk mentakhsis hadits “Kullu bid’atin dholalah” sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/06/19/bidah-atau-sunnah-hasanah/
Rasulullah menyebut BID’AH HASANAH dengan istilah SUNNAH HASANAH yakni semua perkara baru atau bid’ah atau muhdats atau contoh (teladan) atau kebiasaan baru yang baik yakni kebiasaan baru yang tidak menyalahi laranganNya atau kebiasaan baru yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah
Sedangkan Rasulullah menyebut BID’AH SAYYIAH dengan istilah SUNNAH SAYYIAH yakni semua perkara baru atau bid’ah atau muhdats atau contoh (teladan) atau kebiasaan baru yang buruk yakni kebiasaan baru yang menyalahi laranganNya atau kebiasaan baru yang bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah.
Dalam Syarhu Sunan Ibnu Majah lil Imam As Sindi 1/90 menjelaskan bahwa “Yang membedakan antara SUNNAH HASANAH dengan SAYYIAH adalah adanya kesesuaian atau tidak dengan pokok-pokok syar’i“
Jadi perbedaan antara SUNNAH HASANAH (BID’AH HASANAH) dengan SUNNAH SAYYIAH (BID”AH SAYYIAH) adalah tidak bertentangan atau bertentangan dengan pokok-pokok syar’i yakni Al Qur’an dan As Sunnah.
Ibn Hajar al-’Asqalani dalam kitab Fath al-Bari menuliskan sebagai berikut:
وَالتَّحْقِيْقُ أَنَّهَا إِنْ كَانَتْ مِمَّا تَنْدَرِجُ تَحْتَ مُسْتَحْسَنٍ فِيْ الشَّرْعِ فَهِيَ حَسَنَةٌ، وَإِنْ كَانَتْ مِمَّا تَنْدَرِجُ تَحْتَ مُسْتَقْبَحٍ فِيْ الشَّرْعِ فَهِيَ مُسْتَقْبَحَةٌ .
“Cara mengetahui BID’AH yang HASANAH dan SAYYIAH menurut tahqiq para ulama adalah bahwa jika perkara baru tersebut masuk dan tergolong kepada hal yang baik dalam syara’ berarti termasuk BID’AH HASANAH, dan jika tergolong hal yang buruk dalam syara’ berarti termasuk BID’AH SAYYIAH (MUSTAQBAHAH)” (Fath al-Bari, j. 4, hlm. 253).
Imam Syafi’i berkata bahwa perkara baru (bid’ah atau muhdats) atau perkara yang tidak terdapat pada masa Rasulullah yang tidak menyalahi atau yang tidak bertentangan dengan syara’ atau yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah adalah bid’ah yang terpuji (bid’ah mahmudah atau bid’ah hasanah)
قاَلَ الشّاَفِعِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ -ماَ أَحْدَثَ وَخاَلَفَ كِتاَباً أَوْ سُنَّةً أَوْ إِجْمَاعاً أَوْ أَثَرًا فَهُوَ البِدْعَةُ الضاَلَةُ ، وَماَ أَحْدَثَ مِنَ الخَيْرِ وَلَمْ يُخاَلِفُ شَيْئاً مِنْ ذَلِكَ فَهُوَ البِدْعَةُ المَحْمُوْدَةُ -(حاشية إعانة 313 ص 1الطالبين -ج )
Artinya ; Imam Syafi’i ra berkata –Segala hal (kebiasaan) yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah) dan menyalahi (bertentangan) dengan pedoman Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma’ (sepakat Ulama) dan Atsar (Pernyataan sahabat) adalah BID’AH yang SESAT (bid’ah dholalah). Dan segala kebiasaan yang baik (kebaikan) yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah) dan tidak menyalahi (tidak bertentangan) dengan pedoman tersebut maka ia adalah BID’AH yang TERPUJI (BID’AH MAHMUDAH atau BID’AH HASANAH), bernilai pahala. (Hasyiah Ianathuth-Thalibin –Juz 1 hal. 313)
Oleh karenanya ketika kita menghadapi dalam perkara ibadah ghairu mahdhah yang meliputi perkara muamalah, kebiasaan, budaya atau adat yang tidak dijumpai pada masa Rasulullah maka kita menimbangnya dengan hukum dalam Islam yang dikenal dengan hukum taklifi yang membatasi kita untuk melakukan atau tidak melakukan sebuah perbuatan yakni wajib , sunnah (mandub), mubah, makruh, haram.
Contohnya ada seseorang membiasakan sebelum tidur membaca Al Qur’an 1 Juz tidak akan masuk neraka karena tidak melanggar larangan Allah dan RasulNya.
Begitupula para pengikut paham Wahabisme penerus kebid’ahan Ibnu Taimiyyah ada yang mempunyai kebiasaan daurah atau taklim setiap hari minggu hukum asalnya adalah mubah (boleh) sehingga tidak akan masuk neraka karena mereka tidak melanggar larangan Allah dan RasulNya namun hukum asal berubah dari mubah menjadi haram kalau dalam daurah atau taklim mereka gemar mengkafirkan umat Islam yang tidak sepaham (sependapat) dengan mereka.
Dasar hukum yang membolehkan mengkhususkan waktu
Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Umar, “Nabi shallallahu alaihi wasallam selalu mendatangi masjid Quba setiap hari sabtu baik dengan berjalan kaki maupun dengan mengendarai kendaraan, sedangkan Abdullah selalu melakukannya.” (HR. Imam al-Bukhari dalam Sahih al-Bukhari I/398 hadits 1174)
Dalam mengomentari hadits ini Al Hujjatul Islam Ibnu Hajar berkata: “Hadits ini dengan sekian jalur yang berbeda menunjukkan akan diperbolehkannya menjadikan hari-hari tertentu untuk sebuah ritual yang baik dan istiqamah. Hadits ini juga menerangkan bahwa larangan bepergian ke selain tiga masjid (Masjid al-Haram, Masjid al-Aqsa, dan Masjid Nabawi) tidaklah haram.
(Al Hujjatul Islam Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari III/69, Dar al-Fikr Beirut)
LAGI2 ANTUM INI MAU NGAJARIN NABI APA??nabi muhammad shallalahualaihi wasalam ASLI orang ARAB yg paling MULIA dan paling tinngi NASABNYA.dan beliau paling FAHAM BAHASA ARAB dan SANAGAT FAHAM APA YG BELIAU SABDAKAN!!! DAN SAHABATPUN FAHAM BAHASA NABI KRN SAHABAT JUGA ORANG ARAB!!
KULLU BIDA”TIN DOLALALH jelas setiap kesesatan tempatnya di NERAKA!!
sekarang ada ngga SEBAGIAN/SEPARUHNYA KESESATAN DI SURGA???
JAWAB ??????
BERTENTANGAN DENGAN SYARIAT,,AKAL DAN FITROH!!!
baru tahu nahu SHOROF sedikit nakiroh segala macam mau ngelawan SABDA RASULLULLAH!!!
KETERLALUAN KETERLALUAN ANTUM !!!! he he,,ZON ZUHUD2 mau2nya antum ini di BODOHIN sama orang yg br ngerti NAHU SHOROF!!
makanya udahlah silahkan aja antum MEMFITNAH MENUDUH MENGUMPAT NGUMPET di blog MESUM ini !! ga perlu bertabayun dgn ustadj yajid/ustadj khalid..MALU MALUIN…
krn kembali lagi antum ini cuma TUKANG COPY2 PASTE yg pengen di sebut USTADJ tapi maaf maaf,,,hehe
ALLAHUL MUSTA’AN..
Mas korry…….. cobalah membiasakan membaca dengan tenang jangan keburu emosi….
Saya bertanya kepada anda apakah anda bisa membuktikan bahwa maulid nabi itu memang khusus ritualnya orang syiah ataukah ini hanya semacam fitnah agar orang aswaja tidak lagi menghadiri / melakukan maulid?
Anda tahu dari mana melarung kepala kerbau mengharap berkah dan selamat dari penguasa laut….jangan –jangan anda sendiri pernah melakukan hal itu….
Mas korry meminta sama wali dikuburan itu berbeda dengan meminta kepada Allah di kuburan wali….jangan jangan anda dulu pernah melakukan hal tersebut yaitu minta kepada kuburan, karena biasanya orang benci kepada seseorang itu karena sudah kenal, sudah pernah dekat, sudah pernah jadi bagiannya dll, tapi seseorang akan sangat sulit membenci orang lain kalau sebelumnya tidak pernah kenal, tidak pernah dekat dll…..
Kalau memang tahlilan itu baik buat si pembaca atau si mayat kenapa enggak!, apakah apabila anda bangun pagi terlambat trus sholat jamaah di masjid sudah selesai anda jadi tidak mengerjakan sholat? Lebih baik mana baca tahlilan sehingga mundur waktu sholatnya atau mundur waktu sholat kerena ketiduran?
Mas korry…saya pikir meng-esakan Allah tidak harus mengikuti pendapat anda, karena saya lihat pendapat anda itu sangat membabi buta / pukul rata/ atau dalam bahasa jawa “gebyah uyah”…..anda memfitnah dengan menuduh bahwa orang yang ziarah ke makam wali pasti minta kepada ahlu kubur …
Mas korry….siapa sebenarnya yang memulai semua ini…bukankah yang duluan melakukan fitnah kepada ulama-ulama aswaja adalah ulama anda sendiri, apakah ulama-ulama anda melakukan tabayun terlebih dahulu? Jawabnya adalah tidak…tapi kenapa sekarang anda bilang ustad Zon melakukan fitnah tanpa melakukan tabayun!…anda saya harap tidak memutar balikan fakta dan melakukan kebohongan publik…
Mas korry yang anda maksud adalah radio rodja dengan symbol huruf “r” kecil dalam lingkaran bulat gambar mata satu itu ya?
Mas Ray Putra siapa yang mengajarkan Nabi ?
Kami “mengajarkan” kepada para pengikut Wahabisme penerus kebid’ahan Ibnu Taimiyyah bagaimana cara memahami hadits “kullu bid’atin dholallah” , apa hadits yang men-takhsis hadits “kullu bid’atin dholalah” berdasarkan penjelasan dan fatwa dari para ulama yang mengikuti Rasulullah dengan mengikuti Imam Mazhab yang empat
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menubuatkan tentang perselisihan yang akan ditimbulkan oleh Islam Najed yakni ajaran Islam yang dipahami oleh orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari Bani Tamim yakni “orang-orang muda” yang suka berdalil dengan Al Qur’an dan As Sunnah namun mereka salah paham sehingga menjadi penyeru-penyeru menuju pintu jahannam yakni penyeru untuk berseteru (bermusuhan) bahkan menyerukan untuk saling bunuh-membunuh di antara umat Islam dan penyeru untuk menyempal keluar dari mayoritas umat Islam (as-sawad al a’zham) sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/06/12/salafnya-dzul-khuwaishirah/
Khudzaifah Ibnul Yaman bertanya, ‘Wahai Rasulullah, dahulu kami dalam kejahiliyahan dan keburukan, lantas Allah membawa kebaikan ini, maka apakah setelah kebaikan ini ada keburukan lagi?
Nabi menjawab ‘Tentu’.
Saya bertanya ‘Apakah sesudah keburukan itu ada kebaikan lagi?
‘Tentu’ Jawab beliau, dan ketika itu ada kotoran, kekurangan dan perselisihan.
Saya bertanya ‘Apa yang anda maksud kotoran, kekurangan dan perselisihan itu?
Nabi menjawab ‘Yaitu sebuah kaum yang menanamkan pedoman bukan dengan pedomanku, engkau kenal mereka namun pada saat yang sama engkau juga mengingkarinya.
Saya bertanya ‘Adakah setelah kebaikan itu ada keburukan?
Nabi menjawab ‘O iya,,,,, ketika itu ada penyeru-penyeru menuju pintu jahannam, siapa yang memenuhi seruan mereka, mereka akan menghempaskan orang itu ke pintu-pintu itu.
Aku bertanya ‘Ya Rasulullah, tolong beritahukanlah kami tentang ciri-ciri mereka!
Nabi menjawab; Mereka adalah seperti kulit kita ini, juga berbicara dengan bahasa kita.
Saya bertanya ‘Lantas apa yang anda perintahkan kepada kami ketika kami menemui hari-hari seperti itu?
Nabi menjawab; Hendaklah kamu selalu bersama jamaah muslimin dan imam mereka!
Aku bertanya; kalau tidak ada jamaah muslimin dan imam bagaimana?
Nabi menjawab; hendaklah kau jauhi seluruh firqah (kelompok-kelompok / sekte) itu, sekalipun kau gigit akar-akar pohon hingga kematian merenggutmu kamu harus tetap seperti itu. (HR Bukhari)
Dalam nubuat di atas Rasulullah telah menyampaikan ciri-ciri dari penyeru-penyeru menuju pintu jahannam yakni orang-orang yang menyerukan untuk berselisih dengan muslim lainnya yang tidak sepahaman (sependapat) dengan mereka dengan ungkapan , “mereka adalah seperti kulit kita ini, juga berbicara dengan bahasa kita”.
Berkata Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari XIII/36: “Yakni dari kaum kita, berbahasa seperti kita dan beragama dengan agama kita. Ini mengisyaratkan bahwa mereka adalah bangsa Arab”.
Penjelasan Ibnu Hajar rahimahullah bahwa “beragama dengan agama kita dan berbahasa seperti kita (berbahasa Arab) menunjukkan ciri-ciri dari “Islam Arab” atau tepatnya “Islam Najed” atau Islamnya orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari Bani Tamim yakni orang-orang berbahasa Arab yang memahami (berijtihad) dan berfatwa (beristinbat) berlandaskan Al Qur’an dan As Sunnah namun bersandarkan arti bahasa saja. Pemahamannya selalu berpegang pada nash secara dzahir atau pemahamannya selalu berdasarkan makna dzahir.
Samalah dengan bangsa kita , seberapa banyak orang yang menguasai tata bahasa dan sastra Indonesia?
Jadi walaupun orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari Bani Tamim adalah bangsa Arab , bahasa ibunya adalah bahasa Arab namun kalau tidak mendalami dan menguasai ilmu-ilmu yang terkait bahasa Arab kemudian mereka menggali hukum dari Al Qur’an dan As Sunnah, lalu menyatakan pendapat atau menetapkan fatwa maka mereka akan sesat dan menyesatkan.
Telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Abu Uwais berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Hisyam bin ‘Urwah dari bapaknya dari Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan (HR Bukhari 98)
Untuk memahami Al Qur’an dan Hadits tidak cukup dengan arti bahasa saja dan apalagi hanya berbekal makna dzahir saja.
Oleh karena Hadits dan “bacaan Al Qur’an dalam bahasa Arab” (QS Fush shilat [41]:3) maka diperlukan kompetensi menguasai ilmu-ilmu yang terkait bahasa Arab atau ilmu tata bahasa Arab atau ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’) ataupun ilmu untuk menggali hukum secara baik dan benar dari al Quran dan as Sunnah seperti ilmu ushul fiqih sehingga mengetahui sifat lafad-lafad dalam al Quran dan as Sunnah seperti ada lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan, ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq, ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz hakikat. ada pula nasikh dan mansukh dan lain-lain.
seorang muslim yg bertauhid tidak akan pernah ridho melihat sebuah kesyirikan,,melarung kepala kerbau kelaut berharap berkah dari penguasa laut adalah bentuk kesyirikan yg dibungkus tradisi nenek moyang,, ini sesuai petunjuk Allah dalam firmannya :
“Apabila dikatakan kepada mereka: ‘Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul’. Mereka menjawab: ‘Cukuplah untuk kami, apa yang kamu dapati bapak-bapak kami mengerjakannya’. Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka, walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa, dan tidak (pula) mendapat petunjuk.” – (QS.5:104)
sudah bukan rahasia lagi bahwa tradisi ziarah “”ke makam wali”” adalah satu tradisi yg berkembang di masyarakat baik di pulau jawa maupun dari sumatera,,rata2 para peziarah ini sangat dangkal Tauhidnya dan ketika sampai di sana juru kunci makam akan mengarahkan para peziarah untuk meminta melaui wali tsbt,,kasihan sekali masyarakat awam,,terjerumus kesyirikan tanpa disadari ,,ini sesuai petunjuk Allha dalam firmannya,,
Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka, sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Rabb) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah, Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah, dari apa yang mereka persekutukan.” – (QS.9:31) kelak di akhirat para wali tsbt akan berlepas diri dari orang2 yg datang kemakamnya dan meminta melaluinya..
pesan ana buat akhi korry,,sebaiknya jgn diteruskan lg berbantah bantah di blok ini,,nanti rusak puasa antum,,banyak mudharotnya,,,lebih baik kita mengerjakan yg jelas2 sudah ada tuntunannya dari Rasullullah,,krn kelak di hari kiamat Rasullullah akan menjadi saksi bagi umatnya apakah umat tersebut betul2 itiba thd ajarannya atau yg cuma ngaku2 tapi yg di amalkan bukan yg dicontohkan Rasullullah,,Rasullullah kelak akan berlepas diri ini sesuai petunjuk Allah dalam firmannya:
“Sesungguhnya telah datang dari Rabb-mu, bukti-bukti yang terang; maka barangsiapa melihat (kebenaran itu), maka manfaatnya bagi diri sendiri; dan barangsiapa buta (tidak melihat kebenaran itu), maka kemudharatannya kembali kepadanya. Dan aku (Muhammad) sekali-kali bukanlah pemelihara(mu).” – (QS.6:104)
ulama salaf tidak perlu bertabayun,,krn penyimpangan agama sudah terlalu banyak di depan mata!! dibalut dengan tradisi ,,budaya dll,,justru yg jadi pertanyaan kenapa ulama yg ada selama ini diam dan tidak meluruskan kepada umat!! tidak kasian sama umat,,harusnya umat ini di kasih dasar agama TAUHID yg kuat,,dan bersihkan semua hal2 kesyirikan yg dibungkus wisata religi dll,,
manusia seperti kita2 ini yg bnyk dosa tdk akn mamapu membayar Surganya Allah dgn amal meski 1000thn beribadah,,,hanya TAUHIDLAH kunci rahmat Allah memasukkan manusia ke surga.dan semua umat muslim wajib mengingkari ,berlepas diri dan menafikkan apa yang disembah manusia kecuali ALLAH..
jika ada umat muslim/ustadj/kyai yg tdk mengingkari/berlepas diri dari setiap bentuk kesyirikan apalagi sampai ridho dan mengatakan biarkan itu tradisi mereka!!!naudzubillahminzalik ..
Astaghfirullah , mas Agus apa hubungannya tradisi melarung kepala kerbau dengan tradisi ziarah “ke makam wali” ?
Hadits riwayat Imam Waqidi sebagaimana yang tersebut dalam kitab Nahjul Balaghoh hal. 399
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يزور قتلى أحد في كل حول، وإذا لقاهم بالشعب رفع صوته يقول : السلام عليكم بما صبرتم فنعم عقبى الدار. وكان أبو بكر يفعل مثل ذلك وكذلك عمر بن الخطاب ثم عثمان بن عفان رضي الله عنهم. [رواه الواقدي ]
Artinya:
“Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berziarah ke makam syuhada’ Uhud pada setiap tahun. Dan ketika beliau sampai di lereng gunung Uhud beliau mengucapkan dengan suara keras “semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada kamu berkat kesabaranmu, maka alngkah baiknya tempat kesudahan”. Kemudian Abu Bakar, Umar bin Khatthab dan Utsman bin ‘Affan juga melakukan seperti tindakan Nabi tersebut”.
Ironisnya para pengikut paham Wahabisme penerus kebid’ahan Ibnu Taimiyyah mengaku-ngaku mengikuti Salafush Sholeh namun kenyataannya tidak tampak kesholehan pada perilaku mereka
Contohnya mereka melihat umat Islam sedang ziarah kubur dalam rangka silaturahmi dan berbicara dengan ahli kubur dicela dengan celaan seperti kuburiyyun (penyembah kuburan), “curhat sama kuburan” atau “berdialog dengan tengkorak”
Mengapa mereka dikatakan sekedar mengaku-ngaku mengikuti Salafush Sholeh karena para Sahabat jika belum tahu maka mereka tidak akan mencela Rasulullah dengan celaan seperti “berdialog dengan tengkorak” namun bertanya dengan pertanyaan seperti, “Wahai Rasulullah, bagaimana mereka mendengar dan bagaimana mereka menjawab, mereka telah menjadi bangkai ?”
Berikut contoh riwayat selengkapnya
Dari Tsabit Al Bunani dari Anas bin Malik Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam meninggalkan jenazah perang Badar tiga kali, setelah itu beliau mendatangi mereka, beliau berdiri dan memanggil-manggil mereka, beliau bersabda: Hai Abu Jahal bin Hisyam, hai Umaiyah bin Khalaf, hai Utbah bin Rabi’ah, hai Syaibah bin Rabi’ah, bukankah kalian telah menemukan kebenaran janji Rabb kalian, sesungguhnya aku telah menemukan kebenaran janji Rabbku yang dijanjikan padaku. Umar mendengar ucapan nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam, ia berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana mereka mendengar dan bagaimana mereka menjawab, mereka telah menjadi bangkai? Beliau bersabda: Demi Dzat yang jiwaku berada ditanganNya, kalian tidak lebih mendengar ucapanku melebihi mereka, hanya saja mereka tidak bisa menjawab. (HR Muslim 5121)
Jadi mereka yang mencela umat Islam yang bersilaturahmi dengan ahli kubur akibat selalu berpegang pada nash secara dzahir atau pemahaman mereka selalu dengan makna dzahir sehingga terjerumus durhaka kepada Rasulullah karena secara tidak langsung mereka mencela Rasulullah yang berkomunikasi dengan ahli kubur sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/05/14/mencela-rasulullah/
Salah satu akibat mereka selalu berpegang pada nash secara dzahir atau pemahaman mereka selalu dengan makna dzahir sehingga mereka memfatwakan bahwa Rasulullah sesat sebelum turunnya wahyu sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/05/22/fatwa-rasulullah-sesat/
Begitupula akibat mereka selalu berpegang pada nash secara dzahir atau pemahamannya selalu dengan makna dzahir sehingga mereka secara tidak langsung menyakiti hati Rasulullah dengan mengatakan bahwa Ayah dan Ibu Rasulullah adalah penyembah berhala sebagaimana kabar yang telah kami arsip (salin) pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/05/23/menyakiti-rasulullah/
Hal yang perlu kita ketahui bahwa dalam memahami Al Qur’an dan Hadits tidak cukup dengan artinya dan apalagi hanya berbekal makna dzahir saja
Oleh karena Hadits dan “bacaan Al Qur’an dalam bahasa Arab” (QS Fush shilat [41]:3) maka diperlukan kompetensi menguasai ilmu-ilmu yang terkait bahasa Arab atau ilmu tata bahasa Arab atau ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’) ataupun ilmu untuk menggali hukum secara baik dan benar dari al Quran dan as Sunnah seperti ilmu ushul fiqih sehingga mengetahui sifat lafad-lafad dalam al Quran dan as Sunnah seperti ada lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan, ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq, ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz hakikat. ada pula nasikh dan mansukh dan lain-lain.
Jika seseorang berpendapat, berijtihad dan beristinbat atau menggali hukum dari Al Qur’an dan Hadits atau berfatwa namun belum menguasai ilmu-ilmu tersebut di atas maka dia akan sesat dan menyesatkan,
Telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Abu Uwais berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Hisyam bin ‘Urwah dari bapaknya dari Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan (HR Bukhari 98)
sangat sombong sekali mas agus ini….karena mengatakan orang yang ziarah ke makam wali sangat dangkal tauhidnya….
anda menghimbau kepada mas korrry untuk tidak berbantahan di blok ini karena untuk menghindari rusaknya puasa……tapi perkataan mas agus yang mengatakan bahwa orang ziarah ke makam wali adalah dangkal tauhidnya itu bukan sebuah fitnah?….
sepintas buat orang yang masih awam masalah agama seperti saya ini, melihat omongan mas agus akan sangat terkesan karena disertai dengan dalil dalil yang mendukung…tetapi setelah saya amati adalah sesuatu pemaksaan dalil…ibarat orang bertanya cara membuat nasi uduk dibeikan cara membuat nasi goreng..yo gak nyambung sih mas,,,walaupun sama-sama nasinya.
yang dibicarakan adalah ulama khalaf,…tapi kalau maksud anda ulama salaf itu adalah ulama salafi sombong sekali ulama anda! sehingga tidak perlu lagi bertabayun…ketika ustad zon menyampaikan bukti-buktinya di bilang fitnah karena tidak melakukan tabayun, tapi ketika dibalik anda bilang ulama anda tidak perlu tabayun….apakah yang seperti ini bukan namanya fitnah! apakah ulama seperti ini yang harus diikuti?apakah ahklak ulama seperti ini yang wajib diikuti? kalau memang iya….pantaslah
mas agus saya ini orang yang masih awam dengan agama, tapi melihat apa yang disampaikan sampeyan dan mas korry kok saya ragu kalau sampeyan berada di manhaj yang lurus….
klaim sih boleh-boleh saja sebagai manhaj salaf…..
buat mas erka ini tolong di baca kutipan hadist Rasullullah dr guru antum baik2 ya !!!
An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadits ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa orang yang tidak mampu melenyapkan kemungkaran tidak berdosa semata-mata karena dia tinggal diam, akan tetapi yang berdosa adalah apabila dia meridhai kemungkaran itu atau tidak membencinya dengan hatinya, atau dia justru mengikuti kemungkarannya.” (Syarh Muslim [6/485])
saran ana seh sesama muslim,,antum belajar lg yg rajin sama syaikh zuhud dan ga boleh antum ridho sama kemungkaran !! apalagi antum mengatakan biarin aja itu tradisi mereka !! antum wajib mengingkari/menafikkan kemungkaran/kesyirikan/ membencinya dlm hati antum !!!
baca tuh hadist kutipan dari guru antum ustadj syaihk zon di jonggol !!
Mas Agus sudah baca tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/09/29/melarang-safar/ ?
Mas Agus kalimat yang mana yang anda anggap Mas Erka ridho terhadap kemungkaran ?
anak murid antum ridho sama muslim yg melarung kepala kerbau kelaut,mas zuhud..,biarin aja krn itu tradisi mereka kata murid antum.!!!.makanya sy jelasin setiap muslim harus menafikan setiap keSYIRIKAN .!!.ziarah ke makam itu sangat dianjurkan RASULLULLAH SHALLAHU ALLAIHI WASALAM untuk mendoakan mayit dan mengingatkan umat muslim akan kematian!!tapi sayangnya tradisi ziarah yg berkembang sangat jauh menyimpang,,bahkan sudah bukan rahasia lg kalo orang2 muslim yg datang jauh2 melakukan safar untuk menziarahi makam wali berkeyakinan berharap barokah dari orang alim berharap barokah dari air dari gentong air sunan kali jaga.. membakar dupa diatas makam tsbt,duduk diatas makam ,berzikir membaca quran..,sementara RASULLULLAH SHALLAHU ALLAIHI WASALAM melarang umat melakukan safar yg jauh kecuali ke 3 masjid nabawwy,,haram,aqso,,,ini bukan FITNAH mas2 tapi FAKTA!!! ga berani ana membuat buat fitnah apalagi ini bulan puasa!! tidak ada maksud sombong apalagi merasa paling benar tapi selayaknya sebagai saudara sesama muslim prihatin dan berusaha mengingatkan..kenapa ulama2 disekitarnya tidak melarang hal2 tsbt ..kasian umat muslim terjerumus dlm kesyirikan..ga kasian antum sesama muslim!!
Mas Agus kalau anda melihat kemungkaran jangan dikaitkan dengan ziarah kubur
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Barang siapa melihat kemungkaran, maka hendaknya ia merubah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka hendaknya merubah dengan lisannya, jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan yang demikian itulah selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim)
An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadits ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa orang yang tidak mampu melenyapkan kemungkaran tidak berdosa semata-mata karena dia tinggal diam, akan tetapi yang berdosa adalah apabila dia meridhai kemungkaran itu atau tidak membencinya dengan hatinya, atau dia justru mengikuti kemungkarannya.” (Syarh Muslim [6/485])
Begitupula mas Agus tampaknya anda terjerumus mengikuti paham Wahabisme penerus kebid’ahan Ibnu Taimyyah sehingga anda dapat terjerumus menjadikan ulama-ulama panutan anda sebagai tuhan-tuhan selain Allah yakni melarang yang tidak dilarang oleh Allah Ta’ala dan RasulNya sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/06/18/arti-bidah-dalam-islam/
Tulisan tentang mereka melarang safar kecuali ke tiga masjid dapat dibaca pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/09/29/melarang-safar/
kalo mau bls coment sebaiknya baca dulu baik2 dan di simak dulu syaikh tulisan ana jgn buru2 emosi antum!!!,yg ana bahaskan penyimpangan syariat!bukan ziarah kuburnya!!,,,bukankah diatas ana tulis “”Rasullullah shallahu alaihi wasalam sangat menganjurkan ziarah kubur !! tujuannya adalah untuk mendoakan si mayit dan memgingatkan muslim akan kematian” coba antum baca lg baik2 !! cuma pada praktiknya banyak masyarakat muslim yg datang ke makam para wali bersafar dr jauh2 sumatera/kalimantan / jawa sendiri dgn tujuan lain!! mereka duduk diatas makam,,bakar dupa,berzikir baca quran,,berdiri teriak2,,ada juga yg mencium makam/kain kelambu makam,,ada juga yg ngambil air dr guci wali sunan kali jaga dgn harapan ngalap berkah ,,ada juga yg sampe menangis dll,apakah ini ajaran ziarah Rasullullah ?? apakah ini bukannya malah kesyirikan ?? kalo menurut ana perbuatan tsbt diatas syirkun akbar dan bertentangan dgn syariat..nah antum kan ustadj syaikh zuhud !! coba jelaskan bagaimana menurut antum perbuatan tsbt diatas ??? apakah antum ridho dgn perbuatan tsbt di atas syaikh?? jawabnya pake ilmu dari tulisan antum sendiri ya ustadj syaikh zuhud!! jgn kutap kutip tulisan yg campur aduk ana nanti blunder!! bacanya,,,simpel tapi padat ya syaikh zuhud,,maaf neh ana bukan nyuruh tapi cuma minta pendapat!!mksh peace ya syaikh !! kt bertabayun neh!!
Mas Agus kami kutipkan fitnah anda terhadap Rasulullah
***** awal kutipan *****
sementara RASULLULLAH SHALLAHU ALLAIHI WASALAM melarang umat melakukan safar yg jauh kecuali ke 3 masjid nabawwy,,haram,aqso,,,
***** akhir kutipan ******
Silahkan baca tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/09/29/melarang-safar/
Tampaknya anda terjerumus mengikuti paham Wahabisme penerus kebid’ahan Ibnu Taimyyah sehingga anda dapat terjerumus menjadikan ulama-ulama panutan anda sebagai tuhan-tuhan selain Allah yakni melarang yang tidak dilarang oleh Allah Ta’ala dan RasulNya sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/06/18/arti-bidah-dalam-islam/
yang kedua, melarung kepala kerbau itu menurut saya adalah sebuah tradisi yang kebetulan personalnya beragama islam…dan itu hak mereka..
ini pernyataan erka murid antum yg bathil!!!
yg ke2 jawaban antum ini ga nyambung sama yg dibahas,!!, ana tanya jakata antum jawab jonggol!!! jauh syaihk muter2 n keblinger ana nyari jonggol di jakarata!! udah macet jauh lg!!
Safar untuk ibadah hanyalah boleh dilakukan ke tiga masjid: Masjidil Ka’bah (Masjidil Haram), Masjidku (Nabawi) dan Masjid Iliya’ (Baitul Maqdis)”. (HR. Muslim dalam Shahihnya no 1397)
antum bilang ana memfitnah!!
pertanyaan ana belum di jawab!!!,,antum bawa fitnah baru ke ana!!
antum ini katanya ustadj ber ilmu tinggi tapi ga objective!! yg di tanya mana yg dijawab mana!!! semrawut antum ini !!
ditanya masalah penyimpangan ziarah kubur antum ga berani jawab!!! gimana antum mau meluruskan umat !!
antum fikir jadi ustadj itu cukup dengan kutap kutip tulisan yg ga jelas kebenaran sumbernya terus tempel di blog ini !!! nanti kalo ada yg tanya antum jawab lg dgn kutap kutip yg lain,,begitu seterusnya!! hadeuh2,,,
pantes aja jawaban muridnya ky begitu!! soanya dakwahnya nya cuma kutap kutip copy paste !!
ya udah met kutap kutip aja ustadj!!
Mas Agus kami mengatakan anda menfitnah Rasulullah karena anda memahami sabda Rasulullah menurut akal pikiran sendiri dan serupa dengan paham Wahabisme penerus kebid’ahan Ibnu Taimiyyah.
Kami umat Islam sekedar menyampaikan penjelasan dari para ulama yang mengikuti Rasulullah dengan mengikuti Imam Mazhab yang empat sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/09/29/melarang-safar/
Mas Agus sudah kami sampaikan berulang kali orang-orang yang melarung kepala kerbau tidak ada kaitannya dengan umat Islam yang melakukan ziarah kubur para kekasih Allah
Anda terjerumus mengikuti orang-orang yang merasa atau mengaku mengikuti Salafush Sholeh namun pada kenyataannya mereka adalah berguru atau mengambil pendapat dari orang-orang yang “kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah” bersandarkan mutholaah (menelaah kitab) secara otodidak (shahafi) dengan akal pikiran mereka sendiri sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/06/23/fitnah-terhadap-salaf/
Rasulullah bersabda,“Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad).
Dalam sabda Rasulullah di atas telah ditegaskan bahwa mereka yang mendalami ilmu agama secara otodidak (shahafi) hanyalah mereka yang “merasa benar” sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/05/20/firqah-merasa-benar/
Pendiri ormas Nahdlatul Ulama (NU), KH. Hasyim Asyari telah mengingatkan kita untuk menghindari meneruskan kebid’ahan Muhammad bin Abdul Wahab al-Najdi, pendiri firqah Wahabi dan penerus kebid’ahan Ibnu Taimiyah sebelum bertaubat serta kedua muridnya, Ibnul Qoyyim Al Jauziah dan Abdul Hadi, sebagaimana yang termuat dalam Risalatu Ahlissunnah wal Jama’ah halaman 5-6 selengkapnya pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2015/08/risalah-aswaja.pdf
******* awal kutipan *******
ومنهم فرقة يتبعون رأي محمد عبده ورشيد رضا، ويأخذون من بدعة محمد بن عبد الوهاب النجدي، وأحمد بن تيمية وتلميذيه ابن القيم وعبد الهادي
Diantara mereka (sekte yang muncul pada kisaran tahun 1330 H.), terdapat juga kelompok yang mengikuti pemikiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Mereka melaksanakan kebid’ahan Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi, Ahmad bin Taimiyah serta kedua muridnya, Ibnul Qoyyim dan Abdul Hadi.
فحرموا ما أجمع المسلمون على ندبه، وهو السفر لزيارة قبر رسول الله صلى الله عليه وسلم، وخالفوهم فيما ذكر وغيره
Mereka mengharamkan hal-hal yang telah disepakati oleh orang-orang Islam sebagai sebuah kesunnahan, yaitu bepergian untuk menziarahi makam Rasulullah Saw. serta berselisih dalam kesepakatan-kesepakatan lainnya.
قال ابن تيمية في فتاويه: وإذا سافر لاعتقاد أنها أي زيارة قبر النبي صلى الله عليه وسلم طاعة، كان ذلك محرما بإجماع المسلمين، فصار التحريم من الأمر المقطوع به
Ibnu Taimiyah menyatakan dalam Fatawa-nya: “Jika seseorang bepergian dengan berkeyakinan bahwasanya mengunjungi makam Nabi Saw. sebagai sebuah bentuk ketaatan, maka perbuatan tersebut hukumnya haram dengan disepakati oleh umat Muslim. Maka keharaman tersebut termasuk perkara yang harus ditinggalkan.”
قال العلامة الشيخ محمد بخيت الحنفي المطيعي في رسالته المسماة تطهير الفؤاد من دنس الإعتقاد: وهذا الفريق قد ابتلي المسلمون بكثير منهم سلفا وخلفا، فكانوا وصمة وثلمة في المسلمين وعضوا فاسدا
Al-‘Allamah Syaikh Muhammad Bakhit al-Hanafi al-Muth’i menyatakan dalam kitabnya Thathhir al-Fuad min Danas al-I’tiqad (Pembersihan Hati dari Kotoran Keyakinan) bahwa: “Kelompok ini sungguh menjadi cobaan berat bagi umat Muslim, baik salaf maupun khalaf. Mereka adalah duri dalam daging (musuh dalam selimut) yang hanya merusak keutuhan Islam.”
يجب قطعه حتى لا يعدى الباقي، فهو كالمجذوم يجب الفرار منهم، فإنهم فريق يلعبون بدينهم يذمون العلماء سلفا وخلفا
Maka wajib menanggalkan/menjauhi (penyebaran) ajaran mereka agar yang lain tidak tertular. Mereka laksana penyandang lepra yang mesti dijauhi. Mereka adalah kelompok yang mempermainkan agama mereka. Hanya bisa menghina para ulama, baik salaf maupun khalaf
ويقولون: إنهم غير معصومين فلا ينبغي تقليدهم، لا فرق في ذلك بين الأحياء والأموات يطعنون عليهم ويلقون الشبهات، ويذرونها في عيون بصائر الضعفاء، لتعمى أبصارهم عن عيوب هؤلاء
Mereka menyatakan: “Para ulama bukanlah orang-orang yang terbebas dari dosa, maka tidaklah layak mengikuti mereka, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal.” Mereka menyebarkan (pandangan/asumsi) ini pada orang-orang bodoh agar tidak dapat mendeteksi kebodohan mereka
ويقصدون بذلك إلقاء العداوة والبغضاء، بحلولهم الجو ويسعون في الأرض فسادا، يقولون على الله الكذب وهم يعلمون، يزعمون أنهم قائمون بالأمر بالمعروف والنهي عن المنكر، حاضون الناس على اتباع الشرع واجتناب البدع، والله يشهد إنهم لكاذبون.
Maksud dari propaganda ini adalah munculnya permusuhan dan kericuhan. Dengan penguasaan atas jaringan teknologi, mereka membuat kerusakan di muka bumi. Mereka menyebarkan kebohongan mengenai Allah, padahal mereka menyadari kebohongan tersebut. Menganggap dirinya melaksanakan amar makruf nahi munkar, merecoki masyarakat dengan mengajak untuk mengikuti ajaran-ajaran syariat dan menjauhi kebid’ahan. Padahal Allah Maha Mengetahui, bahwa mereka berbohong.
***** akhir kutipan *******
KH. Hasyim Asyari dalam fatwa di atas, mencontohkan mereka mengharamkan hal-hal yang telah disepakati oleh umat Islam sebagai sebuah kesunnahan, yaitu bepergian untuk menziarahi makam Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maupun makam kaum muslim yang telah meraih maqamat (kedudukan atau derajat) dekat dengan Allah seperti para Wali Allah (kekasih Allah) atau para Shiddiqin, para Syuhada dan Sholihin.
Tulisan selengkapnya dapat dibaca pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/09/29/melarang-safar/
lg2 antum ini ga menyimak tulisan ana syaihk !!
krn mungkin antum ini sudah terbisa kutap kutip copy paste kale !! jd kalo ada yg nanya 1 antum kutip jawabannya 1000,,yg jd masalah jawaban yg 1000 ini ga ada kaitanya dgn 1 pertanyaan diatas,,jadinya mubazir kutipan antum !!
ana yakin yg bacanya pasti blunder 7 keliling !!
maaf bukan mau ngajarin neh,,kalo mau menjawab materi pertanyaan jawab aja dengan simpel dan ilmiah berdasarkan Alquran hadist!!
ana kan dah berkali kali nulis diatas yg ana bahas kan mslh penyimpangan ziarah kuburnya!!bukan ziarah kuburnya !!
antum bukan dijawab malah muter2 lg ke kepala kebo tulisan murid antum!!
neh kt fokusin 1 bahasan aja : ada ga petunjuk dr 4 imam mazhab aja deh ..kalo ziarah kekubur wali/ulama harus sholat,,zikir ,,duduk dikuburan ..ada yg nangis ciumin kelambu kuburnya bolak kebalik cup cup ,,bakar dupa ,,minum air dr guci peninggalan wali/ulama tsbt krn berharap berkah ..berdiri mengelilingi kubur sambil nyanyi/sholawatan ?? ada ga kira2 syaikh ??
antum kan ustadj berilmu dan faseh bahasa arab (kale)!! mungkin antum pernah baca di kitab imam yg 4,,tlong refrensinya cantumin syaihk maaf neh bukan nyuruh tapi minta pencerahannya!!
jazakallah khair syaikh/ustadj zon di jonggol…
Mas Agus apa yang dilakukan oleh orang awam tidaklah menjadi pegangan bagi umat Islam.
Pegangan bagi umat Islam adalah penjelasan dari para ulama yang mengikuti Rasulullah dengan mengikuti Imam Mazhab yang empat.
Sedang para pengikut paham Wahabisme penerus kebid’ahan Ibnu Taimiyyah terjerumus mengikuti orang-orang yang merasa atau mengaku mengikuti Salafush Sholeh namun pada kenyataannya mereka adalah berguru atau mengambil pendapat dari orang-orang yang “kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah” bersandarkan mutholaah (menelaah kitab) secara otodidak (shahafi) dengan akal pikiran mereka sendiri sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/06/23/fitnah-terhadap-salaf/
Rasulullah bersabda,“Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad).
Dalam sabda Rasulullah di atas telah ditegaskan bahwa mereka yang mendalami ilmu agama secara otodidak (shahafi) hanyalah mereka yang “merasa benar” sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/05/20/firqah-merasa-benar
Perbuatan mengusap kuburan dalam rangka bagian dari silaturrahmi kepada ahli kubur bukanlah perkara terlarang
Diriwayatkan sesungguhnya Bilal -radliyallahu anhu- ketika berziarah ke makam Rasulullah -shallallahu alayhi wa sallam- menangis dan mengosok-gosokkan kedua pipinya di atas makam Rasulullah -shallallahu alayhi wa sallam- yang mulia.
Diriwayatkan pula bahwa Abdullah bin Umar -radhiyallahu anhuma- meletakkan tangan kanannya di atas makam Rasulullah -shallallahu alayhi wa sallam-. Keterangan ini dijelaskan oleh Al-Khathib Ibnu Jumlah (lihat kitab Wafa’ul wafa’, karya As-Samhudi, Juz 4 hlm. 1405 dan 1409).
Imam Ahmad dengan sanad yang baik (hasan) menceritakan dari Al-Mutthalib bin Abdillah bin Hanthab, dia berkata : “Marwan bin al-Hakam sedang menghadap ke arah makam Rasulullah -shallallahu alayhi wa sallam-, tiba-tiba ia melihat seseorang sedang merangkul makam Rasulullah. Kemudian ia memegang kepala orang itu dan berkata: ‘Apakah kau tahu apa yang kau lakukan?’. Orang tersebut menghadapkan wajahnya kepada Marwan dan berkata: ‘Ya saya tahu! Saya tidak datang ke sini untuk batu dan bata ini. Tetapi saya datang untuk sowan kepada Rasulullah -shallallahu alayhi wa sallam-’. Orang itu ternyata Abu Ayyub Al-Anshari -radliyallahu anhu-. (Diriwayatkan Imam Ahmad, 5;422 dan Al-Hakim, 4;560)
Diceritakan dari Imam Ahmad bin Hanbal -rahimahullah- bahwa beliau ditanya mengenai hukum mencium makam Rasulullah -shallallahu alayhi wa sallam- dan mimbarnya. Beliau menjawab: “Tidak apa-apa”. Keterangan disampaikan As-Samhudi dalam kitab Khulashah al-Wafa.
Dari sini dapat diketahui bahwa tidak ada seorang ulama dari pada pemimpin-pemimpin muslimin pun yang berkata haramnya mencium dan mengusap kuburan, apalagi mengatakan syirik atau kufur.
Begitupula tidak ada masalah sebelum doa inti dipanjatkan kepada Allah untuk ahli kubur maupun kepentingan sendiri, diawali bertawassul dengan amal kebaikan seperti bacaan Yasin, Al Fatihah dan lain lain
Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Bacalah surat Yaasiin untuk orang yang mati di antara kamu.” (Riwayat Imam Abu Dawud; kitab Sunan Abu Dawud, Juz III, halaman 191)
Al-Faqih al-Hanbali al-Ushuli al-Mutqin al-‘allamah Qadhi qudhah, Ibnu an-Najjar berkomentar : “Hadits tersebut mencangkup orang yang sekarat maupun sudah wafat, baik sebelum dimakamkan atau pun sudah dimakamkan. Setelah dimakamkan, maka itu adalah makna hadits secara hakikat (dhahir) dan sebelum dimakamkan, maka itu makna hadits secara majaz “ (Mukhtashar at-Tahrir syarh al-Kaukab al-Munir : 3/193)
Imam Nawawi berkata dalam Majmu’nya : “Dan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk memberikan salam atas (penghuni) kubur dan mendo’akan kepada mayit yang diziarahi dan kepada semua penghuni kubur, salam dan do’a itu akan lebih sempurna dan lebih utama jika menggunakan apa yang sudah dituntunkan atau diajarkan dari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan disunnahkan pula membaca al-Qur’an semampunya dan diakhiri dengan berdo’a untuknya, keterangan ini dinash oleh Imam Syafi’i (dalam kitab al-Um) dan telah disepakati oleh pengikut-pengikutnya”. (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, V/258)
Imam Nawawi berkata “Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata : “disunnahkan agar membaca sesuatu dari al-Qur’an disisi quburnya (Riyadlush Shalihin [1/295] lil-Imam an-Nawawi ; Dalilul Falihin [6/426] li-Imam Ibnu ‘Allan ; al-Hawi al-Kabir fiy Fiqh Madzhab asy-Syafi’i (Syarah Mukhtashar Muzanni) [3/26] lil-Imam al-Mawardi dan lainnya.
Imam Syafi’i mengatakan “aku menyukai sendainya dibacakan al-Qur’an disamping qubur dan dibacakan do’a untuk mayyit” ( Ma’rifatus Sunani wal Atsar [7743] lil-Imam al-Muhaddits al-Baihaqi.)
Abdul Haq berkata : telah diriwayatkan bahwa Abdullah bin ‘Umar –radliyallahu ‘anhumaa- memerintahkan agar dibacakan surah al-Baqarah disisi quburnya dan diantara yang meriwayatkan demikian adalah al-Mu’alla bin Abdurrahman
Sayyiduna Ma’aqal ibn Yassaar radiyallau ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Yasin adalah kalbu dari Al Quran. Tak seorangpun yang membacanya dengan niat menginginkan akhirat melainkan Allah akan mengampuninya. Bacalah atas orang-orang yang wafat di antaramu.” (Sunan Abu Dawud).
Imam Haakim mengklasifikasikan hadits ini sebagai sahih di Mustadrak al-Haakim juz 1, halaman 565; lihat juga at-Targhiib juz 2 halaman 376.
Berkata Muhammad bin ahmad almarwazi : “ Saya mendengar Imam Ahmad bin Hanbal berkata : “Jika kamu masuk ke pekuburan, maka bacalah Fatihatul kitab, al-ikhlas, al falaq dan an-nas dan jadikanlah pahalanya untuk para penghuni kubur, maka sesungguhnya pahala itu sampai kepada mereka. Tapi yang lebih baik adalah agar sipembaca itu berdoa sesudah selesai dengan: “ Ya Allah, sampaikanlah pahala ayat yang telah aku baca ini kepada si fulan …” (Hujjatu Ahlis sunnah waljamaah hal. 15)
Begitupula para pengikut paham Wahabisme penerus kebid’ahan Ibnu Taimiyyah ada yang mengisi bulan suci Ramadhan dengan sibuk mempermasalahkan tahlilan.
Kalau boleh pinjam istilah bang haji Rhoma Irama, mereka sangat TERLALU.
Bagi umat Islam sedekah tahlil (tahlilan) adalah adab dalam berdoa yang diawali bertawassul dengan amal kebaikan (sedekah / hadiah) berupa Tahlil, bacaan Al Fatihah, Yasin, sebagian Al Baqarah, dan lain lain sebelum doa inti dipanjatkan kepada Allah Ta’ala untuk ahli kubur, keluarga ahli kubur maupun kepentingan sendiri.
Dalil bertawasul dengan amal kebaikan adalah firman Allah (yang artinya), “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui“. (QS. Al Baqarah [2] : 127).
Adapun dalil dari hadits yakni dalam kisah tiga orang yang terperangkap dalam gua. Mereka bertawasul dengan amal kebaikan yang mereka lakukan berupa berbuat baik kepada kedua orangtua, meninggalkan perbuatan zina, dan menunaikan hak orang lain, maka Allah mengabulkan doa mereka sehingga mereka dapat keluar dari goa karena sebab tawasul dalam doa yang mereka lakukan. Ini menunjukkan diperbolehkannya sesorang bertawasul dengan amal kebaikan
Jadi mereka yang merasa atau mengaku-ngaku mengikuti Rasulullah namun kenyataannya mereka pada hakikatnya menentang sabda Rasulullah bahwa sedekah tidak selalu dalam bentuk harta sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/06/27/penentang-hadits-sedekah/
mas agus….janganlah anda buat fitnah…adakah tulisan saya yang mengatakan saya ridho dalam hal melarung kepala kerbau??? tapi rasa wajar..Rasulullah saja anda fitnah apalagi hanya seseorang yang baru belajar agama seperti saya ini…..
Mas agus anda bilang harus menegakkan tauhid karena kesyirikan sudah ada dimana-mana…tetapi kalau hal itu hanya karena menurut akal pikiran serta pemahaman sendiri apakah bisa dibenarkan…melihat orang berbuat syirik karena ziarah kubur itukan hanya pemikiran anda berdasarkan hadist maupun ayat yang anda pelajari sendiri dan akhirnya yang keluar dari mulut anda adalah kata -kata yang tidak pantas diucapkan kepada sesama muslim…..
mas agus sampeyan mengklaim diri sebagai pengikut manhaj salaf yang notabene adalah mengikuti pendapat dan pemahaman orang -orang salaf, tapi yang jadi pertanyaan saya adalah orang-orang salaf yang manakah yang anda ikuti?????
diantara orang-orang salaf ada yang memahami ayat maupun hadist sesuai dengan akal pikiran sendiri sehingga yang keluar dari mulutnya adalah kata-kata yang tidak pantas di ucapkan kepada sesama umat muslim dan hal ini sama persis dengan apa yang anda dan kelompok anda lakukan saat ini…….mereka memusuhi orang-orang yang tidak sepaham itu sama juga dengan andakan?
janganlah anda mengatakan bahwa apa yang anda lakukan adalah karena mencintai sesama muslim, kalau memang mencintai ada cara yang lebih baik dan santun, bukan malah menuduh bid’ah, penyembah kubur, syirik dll….kalau memang cara yang anda pakai seperti ini apa bedanya anda dengan kaum khawarij????
mas agus….ketika saya dan anda akan bepergian ke luar kota, pasti saya akan menuju ke terminal, nah diterminal tersebut banyak sekali calo maupun crew dari awak bus yang menawarkan….katakan disitu adal tiga buah PO Bus, yaitu PO A, PO B dan PO C…
satu persatu mereka menghampiri saya, bahwa bus kami ini adalah bla..bla..bla…dan semua menawarkan service yang memuaskan dan dijamin selamat dan cepat sampai tempat tujuan…
saya semestinya harus meneliti seperti himbauan mas korry bahwa saya harus berbuat teliti apalagi ini maslah keselamatan saya…
karena saya telah menelti bagaimana sebuah PO yang baik, maka saya putuskan untuk menaiki bus PO A..karena supir sudah pengalaman, mempunyai SIM yang sesuai denga cara tidak nembak, paham peraturan dan rambu lalu lintas dll….
sedangkan anda malah memilih bus PO B, tanpa anda coba dulu membandingkan dan hanya berdasar propaganda bahwa bus PO B itu yang paling berpengalaman, karena kebetulan Pool Bus tersebut sama dengan kota yang akan dituju,..anda tidak meneliti bagaimana track record bus tersebut…si sopir tidak mempunyai sim, tidak paham peraturan dan rambu lalu lintas…..apakah dengan kondisi tersebut ada jaminan anda akan selamat sampai tujuan????……
mas agus…apa yang sampaikan ustad Zon sangat jelas, tetapi yang saya heran kenapa ketikan bertemu dengan orang-orang seperti anda sangat sulit sekali menerima penjelasan orang lain…..
maaf nih mas agus di daerah saya itu ada perkataan buat orang-orang yang sulit sekali menerima pelajaran atau penjelasan yaitu: ” nek ora di culekkan neng matane kok ora ngerti-ngerti, atau nek ora disumpelke neng cangkeme kok ora ngerti-ngerti” dalam bahasa indonesia “kalau tidak di masukkan ke matanya kok tidak ngerti-ngerti atau kalau tidak di masukan ke mulutnya kok tidak ngerti-ngerti”….maksud dari ungkpan diatas adalah sudah dijelaskan dengan panjang lebar beserta contohnya tapi si orang tadi tidak juga paham……
hadist yang disampaikan oleh ustad Zon :Rasulullah bersabda,“Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad).
berdasarkan hadist tersebut kira-kira anda ada dimana? sama tidak dengan anda saat ini, sama tidak dengan guru-guru anda saat ini, sama tidak dengan ulama-ulama panutan guru dan anda?……
mas agus….anda merasa sudah baik pemahaman agamanya serta dalam menegakkan Tauhid, tapi tidak begitu caranya menyampaikan kepada muslim yang lain yang anda anggap telah berlaku bid’ah dan syirik…salah satunya melakukan dialoq secara terbuka, bukan malah belum melakukan tabayun sudah melemparkan kata kata tidak pantas….
mas agus……orang yang berilmu mereka akan sangat berhati-hati dalam berbicara, ibarat padi semakin berisi semakin menunduk bukan malah menyalak-nyalak….
siapa yg memfitnah jeng!! eh maaf mas,, ini kan tulisan antum tgl 23 juni jam 10.30 membalas pertanyaan mas korry!!
yang kedua, melarung kepala kerbau itu menurut saya adalah sebuah tradisi yang kebetulan personalnya beragama islam…dan itu hak mereka..
betul ngga ?? baca lagi baik2 tulisannya sendiri !! sy ga memfitnah lho ,,
tulisan antum diatas itu jelas menunjukkan ke ridhoan antum dgn ritual sesat tersebut ,,biarin aja itu tradisi dan hak mereka !!
kalo antum BERTAUHID “la ilaha illa-Llah” (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) TIADA ILAH YG PATUT DI SEMBAH KECUALI ALLAH !! antum WAJIB menafikkan semua sesembahan manusia selain ALLAH ,apapun bentuknya mau itu tradisi /adat dsb..RASULLULLAH diutus untuk memurnikan tauhid keseluruh manusia!! makanya dakwah RASULLULLAH di musuhii oleh kaum kafir arab krn dianggap merusak tradisi nenk moyang!!,tidak ada yg namanya penguasa laut/dewa laut !!nyi roro kidul ataupun nyi roro gendut !! mau pantai selatan sampe pantai kutub sana!! semua yg ada di seluruh jagad raya ini cuma 1 penguasanya ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA !!
kalo antum mengatakan itu tradisi dan hak mereka!! itu tandanya antum ridho !! anak smp pun pasti ngerti maksud ucapan antum..
harusnya antum berlepas diri dari kesyirikan tsbt !!,,meskipun tujuan antum cuma ingin menang dlm berpendapat!! yang BENAR KATAKAN BENAR YANG SALAH KATAKAN SALAH !!
naudzubillahinzalik antum ridho dgn kesyirikan,,istighfar antum banyak2!!
ngat ana sekedar mengingatkan sesama muslim !!
mas kita2 ini ga ada jaminan masuk surga,,dr ALLAH !! sejelek jelek amalan kita setidaknya TAUHID kita tetap TEGAK !! krn KEMURNIAN TAUHIDLAH yg bisa membuat ALLAH MERAHMATI KITA KE SURGANYA!!
ana nimbrung di blok ini tidak bermaksud menebar fitnah!!jauhin ya ALLAH ana dr menebar/membuat fitnah !! cuma ana liat kenapa ya kok ada orang muslim menjelek jelekan muslim lainnya,,?? makanya ana coba memberi sdkit yg ana tau dr orang bodoh yg tak berilmu spt ana ini!!
sebelum antum ikut termakan fitnah wahabi!! cobalah pelajari dulu sejarah agama ini dr sumber yg benar!! ingat mas perkataan,tulisan akan di tanya di yaumil kiamat!! orang yg menuduh dan menebar fitnah akan di pertemukan ALLAH di hari KIAMAT!! jangan mudah menuduh kalo FAKTA blm jelas!!
dakwah salaf dakwah yg hak dan tidak menyimpang dan bukan atas pemahaman sendiri,,tapi pemahaman para sahabat termasuk imam yg 4 GENERASI TERBAIK
dakwah salaf dituduh wahabi krn menyelisihi TRADISI ADAT DAN BUDAYA !!
makanya wajar kalo di musuhi!!
RASULLULLAH aja dilempari batu krn dianggap menyelisihi ADAT,BUDAYA NENEK MOYANG BANGSA ARAB !!
bukan mau ngajarin mas maaf aja,,
mas agus….orang paling goblokpun juga tahu kalau membiarkan itu beda dengan ridho….hanya karena anda terbiasa dengan budaya pemahaman sendiri makanya anda bisa langsung mengatakan bahwa saya ridho, kebiasaan anda tanpa melakukan tabayun terlebih dahulu menjadikan anda terlatih untuk berbuat demikian….
mas agus….kalau pemikiran anda hanya sebatas demikian ..berarti anda juga ridho Allah disekutukan oleh orang orang kafir !!!..mereka lebih parah lagi perbuatannya, tapi kenapa anda diam……
mas agus…benarlah apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah perihal akan datangnya kelompok yang bersikap lembut terhadap orang kafir tetapi keras terhadap sesama muslim….
dengan anda tidak pernah mengusik orang kafir itu sama saja anda telah bersikap lembut dan dengan anda sering melontarkan kata bid’ah, syirik bahkan mungkin kafir itu sama saja anda telah keras terhadap sesama muslim…
“ana nimbrung di blok ini tidak bermaksud menebar fitnah!!jauhin ya ALLAH ana dr menebar/membuat fitnah !! cuma ana liat kenapa ya kok ada orang muslim menjelek jelekan muslim lainnya,,?? makanya ana coba memberi sdkit yg ana tau dr orang bodoh yg tak berilmu spt ana ini!! ”
mas-mas….dengan anda tidak pernah bertabayun alias langsung menghakimi apa tidak sama dengan menjelek-jelekan muslim lainnya????
banyak pertanyaan yang saya samapaikan ke anda tapi anda tidak pernah menjawab!!!!
ini juga pernyataan anda:
“dakwah salaf dakwah yg hak dan tidak menyimpang dan bukan atas pemahaman sendiri,,tapi pemahaman para sahabat termasuk imam yg 4 GENERASI TERBAIK”…
itu memang benar, tapi yang jadi pertanyaan saya bagaimana caranya anda bisa mengetahui pemahaman para ulama salaf kalau anda tidak ketemu? ???? minimal anda harus berguru kepada ulama yang sanadnya nyambung ke jaman ulama salaf terus ke Rasulullah…pertanyaan saya lagi ada gak guru-guru anda yang sanad ilmunya nyambung ke ulama salaf????..kalau tidak ada itu ya namanya pemahaman sendiri…..
mas agus …bukan sampeyan yang harus minta maaf…justru itu seharusnya saya, karena saya yang bodoh seperti ini berani mengkritik jalan pemikiran anda yang banyak ilmunya….
hehe ,,mas mas yg menyimpang itu saudara kita semuslim seagama dan kalo kita melihat perbuatan mereka menyimpang kita sebagai saudara wajib menasihati atau2 selemah lemahnya iman kita wajib mengingkarinya/menafikkanya bukan malah kita berkata biarin aja itu hak mereka!! ga boleh kita biarin bgt aja krn mereka muslim saudara kita,,itu tandanya antum ridhoa alias rela hehe,,gmana seh mas mas,,nanyanya sama yg pinter mas jangan yg maaf “”yg anda sebutin santun d atas ” adapun orang KAFIR ngapain lg kita fikirin mas mas !! cape2 amat kita mikirin lha wong jelas2 udah KAFIR kok tp meski begitu tetap aja kita harus tetap menafikkan/mengingkari apa yg orang kafir itu sembah/sekutukan .begitu mas,,jgn langsung maen fitnah lg ke ana dong mas hehe,,,ternyata guru sama murid sama sama “”JAKA.. “” yg kita bicarakan diatas tuh adalah org muslim saudara kita yg menyimpang mas,,bukan masalah orang .kafir !! maaf neh mas sekali lg,,kalo di kampung antum ada muslim bermaksiat didiemin aja apa di nasehati mas?? sekali lagi maaf ya mas jangan emosi n diambil hati ya,,ana mohon maaf jika ada kata2 ana yg menyinggung dan menyakitkan hati mas..
Mas Agus yang menyimpang adalah mereka yang melarang yang tidak dilarang oleh Allah dan RasulNya sehingga mereka menjadikan ulama-ulama mereka sebagai tuhan selain Allah sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/06/18/arti-bidah-dalam-islam/
Para Imam Mujtahid telah mengingatkan jangan sampai salah dalam berijtihad dan beristinbat (menggali hukum) dari Al Qur’an dan as Sunnah sehingga melarang yang tidak dilarangNya, mengharamkan yang tidak diharamkanNya atau mewajibkan yang tidak diwajibkanNya karena hal itu termasuk perbuatan menyekutukan Allah.
Firman Allah yang artinya, “Katakanlah! Tuhanku hanya mengharamkan hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadanya dan apa yang tersembunyi dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui.” (QS al-A’raf [7]: 33)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Rabbku memerintahkanku untuk mengajarkan yang tidak kalian ketahui yang Ia ajarkan padaku pada hari ini: ‘Semua yang telah Aku berikan pada hamba itu halal, Aku ciptakan hamba-hambaKu ini dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian membelokkan mereka dari agamanya,dan mengharamkan atas mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta mempengaruhi supaya mereka mau menyekutukan Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan padanya”. (HR Muslim 5109)
Kejahatan paling besar dosanya terhadap kaum muslimin lainnya yakni mengharamkan atau melarang hanya karena pertanyaan saja bukan berdasarkan dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah
Rasulullah bersabda “Orang muslim yang paling besar dosanya (kejahatannya) terhadap kaum muslimin lainnya adalah orang yang bertanya tentang sesuatu yang sebelumnya tidak diharamkan (dilarang) bagi kaum muslimin, tetapi akhirnya sesuatu tersebut diharamkan (dilarang) bagi mereka karena pertanyaannya.” (HR Bukhari 6745, HR Muslim 4349, 4350)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Barang siapa yang membuat PERKARA BARU (BID’AH) dalam URUSAN AGAMA yang tidak ada sumbernya (tidak diturunkan keterangan padanya) maka tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
URUSAN AGAMA atau perkara agama meliputi perkara kewajiban (jika ditinggalkan berdosa) maupun larangan (jika dilanggar berdosa) yang berasal dari Allah Azza wa Jalla bukan menurut akal pikiran manusia
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,“di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani).
Firman Allah Ta’ala yang artinya “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS al-Hasyr [59]:7)
Rasulullah mengatakan, “Apa yang aku perintahkan maka kerjakanlah semampumu dan apa yang aku larang maka jauhilah“. (HR Bukhari).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)
Dalam perkataan atau pendapat Imam Malik di atas tentang “BID’AH dalam ISLAM” bersandarkan firman Allah Ta’ala yang artinya “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (QS Al-Maaidah: [5] : 3)
Ibnu Katsir ketika mentafsirkan (QS. al-Maidah [5]:3) berkata, “Tidak ada sesuatu yang halal melainkan yang Allah halalkan, tidak ada sesuatu yang haram melainkan yang Allah haramkan dan tidak ada agama kecuali perkara yang disyariatkan-Nya.”
Imam Jalaluddin As Suyuti dalam kitab tafsir Jalalain ketika mentafsirkan “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu” yakni hukum-hukum halal maupun haram yang tidak diturunkan lagi setelahnya hukum-hukum dan kewajiban-kewajibannya.
Jadi melarang yang tidak dilarangNya, mengharamkan yang tidak diharamkanNya atau mewajibkan yang tidak diwajibkanNya termasuk BID”AH dalam ISLAM atau BID’AH dalam URUSAN AGAMA dan merupakan PERKARA BARU atau muhdats atau BID’AH yang SAYYIAH (buruk)
Oleh karenanya dikatakan pelaku BID’AH dalam ISLAM atau BID’AH dalam URUSAN AGAMA lebih disukai Iblis daripada pelaku maksiat karena mereka menjadikan sembahan-sembahan selain Allah dan karena para pelaku tidak menyadarinya sehingga mereka sulit bertaubat.
Faktor terpenting yang mendorong seseorang untuk bertaubat adalah merasa berbuat salah dan merasa berdosa. Perasaan ini banyak dimiliki oleh pelaku kemaksiatan tapi tidak ada dalam hati orang melakukan BID’AH dalam ISLAM atau BID’AH dalam URUSAN AGAMA.
Ali bin Ja’d mengatakan bahwa dia mendengar Yahya bin Yaman berkata bahwa dia mendengar Sufyan (ats Tsauri) berkata, “Bid’ah itu lebih disukai Iblis dibandingkan dengan maksiat biasa. Karena pelaku maksiat itu lebih mudah bertaubat. Sedangkan pelaku bid’ah itu sulit bertaubat” (Diriwayatkan oleh Ibnu Ja’d dalam Musnadnya no 1809 )
Firman Allah Ta’ala yang artinya, “Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS Asy Syuura [42]:21)
Allah Azza wa Jalla berfirman yang artinya, “Mereka menjadikan para rahib dan pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah“. (QS at-Taubah [9]:31)
Ketika Nabi ditanya terkait dengan ayat ini, “apakah mereka menyembah para rahib dan pendeta sehingga dikatakan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah?” Nabi menjawab, “tidak”, “Mereka tidak menyembah para rahib dan pendeta itu, tetapi jika para rahib dan pendeta itu menghalalkan sesuatu bagi mereka, mereka menganggapnya halal, dan jika para rahib dan pendeta itu mengharamkan bagi mereka sesuatu, mereka mengharamkannya“
Pada riwayat yang lain disebutkan, Rasulullah bersabda ”mereka (para rahib dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Kaum Nasrani melampaui batas (ghuluw) dalam beragama tidak hanya dalam menuhankan al Masih dan ibundanya namun mereka melampaui batas (ghuluw) dalam beragama karena mereka melarang yang sebenarnya tidak dilarangNya, mengharamkan yang sebenarnya tidak diharamkanNya atau mewajibkan yang sebenarnya tidak diwajibkanNya
Firman Allah Ta’ala yang artinya , “Kemudian Kami iringi di belakang mereka dengan rasul-rasul Kami dan Kami iringi (pula) dengan Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik. (QS. al Hadid [57]: 27)
Hal yang dimaksud dengan Rahbaaniyyah ialah tidak beristeri atau tidak bersuami dan mengurung diri dalam biara. Kaum Nasrani melakukan tindakan ghuluw (melampaui batas) dalam beragama yakni melarang yang tidak dilarangNya, mengharamkan yang tidak diharamkanNya atau mewajibkan yang tidak diwajibkanNya
Para Sahabat juga hampir melakukan tindakan ghuluw (melampaui batas) dalam beragama seperti
1. Mewajibkan dirinya untuk terus berpuasa dan melarang dirinya untuk berbuka puasa
2. Mewajibkan dirinya untuk sholat (malam) dan melarang dirinya untuk tidur
3. Melarang dirinya untuk menikah
Namun Rasulullah menegur dan mengkoreksi mereka dengan sabdanya yang artinya, “Kalian yang berkata begini begitu? Ingat, demi Allah, aku orang yang paling takut dan paling bertakwa di antara kalian, tetapi aku berpuasa juga berbuka, sholat (malam) juga tidur, dan aku (juga) menikah dengan para wanita. (Karena itu), barang siapa yang menjauh dari sunnahku berarti ia bukan golonganku.”
Kesimpulannya karena mereka yang gagal paham tentang BID’AH akibat salah memahami dan menggali hukum dari Al Qur’an dan As Sunnah sehingga mereka dapat terjerumus bertasyabbuh dengan kaum Nasrani yang melampaui batas (ghuluw) dalam beragama yakni orang-orang yang menganggap buruk sesuatu sehingga melarang yang tidak dilarangNya atau mengharamkan yang tidak diharamkanNya dan sebaliknya menganggap baik sesuatu sehingga mewajibkan yang tidak diwajibkanNya sehingga mereka menjadikan ulama-ulama mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah.
dah mas agus!! antum ini gimana seh nasehatin ana tp antum msh nongkrong sini !!
DAKWAH KE ORANG KAFIR!! mas erka ini emang bener2 pinter seh !!
tujuan mas erka bilang begitu setidaknya adalah SINDIRAN halus buat guru antum ya ?? dr pd disini mending langsung dakwah ke org kafir!! langsung aja mas ke guru antum to the point,,jgn bolak kebalik lewat kita,,ana setuju dgn saran antum mas erka !! dengerin tuh syaikh zon ASPIRASI murid antum neh !!
mas agus….kok pertanyaan – pertanyaan saya tidak pernah di jawab sih..itu lho yang dibelakangnya saya kasih tanda tanya (????), jangan pelit mas untuk bagi ilmu!!!!
dari kemarin yang anda sebutin maslah penyimpangan…dari pernyataan anda yang dilempar kesaya seolah menunjukan bahwa semua peyimpangan yang terjadi itu dari muslim yang notabene bukan dari golongan anda…
mas agus…kalau anda bilang tidak perlu pusing-pusing mikirin mereka yang jelas-jelas kafir….terus ngapain dahulu Rasulullah mengajak kaum quraysi untuk memeluk islam, terus ngapain Rasulullah berkirim surat dan utusan pada penguasa-penguasa negeri lain, terus ngapain para sahabat berpencar ke seluruh pelosok mengabarkan dan mengajarkan islam, bagaimana para ulama salaf mengajarkan islam kepada penduduk negeri lain yang notabene masih kafir…..!!!
anda ini gimana sih mas..katanya mengikuti pemahaman para ulama salaf, kok yang seperti ini anda tinggalkan dan tidak perlu ambil pusing!!, malah anda sibuk dan pusing mikirin amalan muslim lain yang karena tidak sepaham dengan anda dan dianggap salah,sesat, syirik dll….APAKAH INI TIDAK SAMA DENGAN PERILAKU KAUM KHAWARIJ…..???
APAKAH DAHULU KAUM KHAWARIJ TIDAK PERNAH MENGATAKAN BAHWA PARA SAHABAT TELAH MENYIMPANG???
iya mas bener menyimpang, cuma menyimpang menurut pemahaman mereka sendiri, sama juga seperti anda mas mengatakan telah banyak terjadi penyimpangan, cuma juga sama penyimpangan menurut pemahaman anda sendiri……
mas agus…jika memang benar anda telah banyak melihat penyimpangan tentulah anda harus menggunakan cara cara yang santun, kedepankan asas praduga tak bersalah dengan terlebih dahulu bertabayun, dialoq dengan cara yang jujur…
jangan semua itu tidak dilakukan langsung mengatakan ahlul bid’ah, penyembah kubur dll…
bahkan ada salah satu ustad anda yang mengatakan ” haram hukumnya menghadiri majelis ilmunya ahlul bid’ah, haram hukumnya berteman dengan ahlul bid’ah, haram hukumnya membaca buku karya ulama ahlul bid’ah, haram hukumnya bermakmum dengan ahlul bid’ah dll”……apakah seperti ini pemahaman ulama salaf????
seperti yang disampaikan ustad Zon :
yang menyimpang adalah mereka yang melarang yang tidak dilarang oleh Allah dan RasulNya sehingga mereka menjadikan ulama-ulama mereka sebagai tuhan selain Allah. PAHAM TIDAK MAKSUDNYA MAS AGUS…
Para Imam Mujtahid telah mengingatkan jangan sampai salah dalam berijtihad dan beristinbat (menggali hukum) dari Al Qur’an dan as Sunnah sehingga melarang yang tidak dilarangNya, mengharamkan yang tidak diharamkanNya atau mewajibkan yang tidak diwajibkanNya karena hal itu termasuk perbuatan menyekutukan Allah. PAHAM TIDAK MAKSUDNYA MAS AGUS….
Firman Allah yang artinya, “Katakanlah! Tuhanku hanya mengharamkan hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadanya dan apa yang tersembunyi dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui.” (QS al-A’raf [7]: 33). PAHAM TIDAK MAKNANYA MAS AGUS…
mas agus….biasanya orang seperti sampeyan ini berbicara harus dengan dalil, tapi ketika ustad Zon menyampaikan dengan dalil-dalil pendukung anda bilang tidak fokus dan malah blunder…???
jangan-jangan nih mas…anda cuma menghafal dalil-dalil yang dipersiapkan untuk menyerang orang yang tidak sepaham dengan anda terutama buat orang yang awam seperti saya ini…….
lagi2 antum ini keblinger mas2 !! antum kan tau ana bukan ustadj pinter kaya ustadj antum!! suruh ustadj antum ZON itu jgn NGUMPET DI DUSUN JONGGOL !! atau NGUMPET DI blok MESUM ini bahu membahu sama antum menebar fitnah!! suruh KELUAR DAKWAH ustadj antum DAKWAHIN tuh orang KAFIR!!
setidaknya DAKWAH lewat VISUAL biar di pasang di you tube,,!! modalin sama antum kalo ga ada yg memfasilitasi!!
tp kalo dakwah lewat visual hrus di uji dulu legalitas keilmuannya sebab kalo ASBUN,,bahaya umat..!!
jadi ya mending ngumpet disini pasang perangkap JITU,,kale2 ada yg iseng ato yg lg bingung,,yah 1/2 org kan lumayan lah!!
kan biar keliatan antara DAKWAH BENERAN ATAU CUMA COPY2 PASTE!!
nah kalo buat antum!!
yg pasti benerin dulu tauhid diri antum ,,jgn banyak bunyi pengen disebut pinter dulu antum!! hargai tuh guru antum!!nasehatin saudara sesama muslim dulu yg menyimpang,,tolabulo ilmi yg banyak baru antum dakwah ke orang kafir !! sebab kalo mau dakwahin orang kafir tauhid kitanya harus kuat mengakar !! dan bukan juga dengan ceramah di gereja !! atau ceramah sambil merokok !! dan bukan dgn ilmu copy2 paste kaya ustadj antum diatas !! ,orang kafir dah jago2 dan pinter2 ,,gmana mau dakwahin orang kafir lha nanti orang kafirnya bilang lha wong sampeyan itu mau dakwahin saya tp sampeyan masih percaya sama nyi roro kidul !! lha apa ga stress antum nanti !!
diskusinya disambung abis lebaran aja ya sob erka!! nafsu bener antum ini,,ckck.sama bernafsunya kaya guru antum!!hehe dah kepala kebonya ga usah di bahas lg !! itumah urusan antum sama ALLAH. krn dah ridho ama kepala kebo di kasiin ke JIN laut!
Ironisnya mereka mengaku-ngaku mengikuti Salafush Sholeh namun kenyataannya tidak tampak kesholehan pada perilaku mereka
Contohnya mereka melihat umat Islam sedang ziarah kubur dalam rangka silaturahmi dan berbicara dengan ahli kubur dicela dengan celaan seperti kuburiyyun (penyembah kuburan), “curhat sama kuburan” atau “berdialog dengan tengkorak”
Mengapa mereka dikatakan sekedar mengaku-ngaku mengikuti Salafush Sholeh karena para Sahabat jika belum tahu maka mereka tidak akan mencela Rasulullah dengan celaan seperti “berdialog dengan tengkorak” namun bertanya dengan pertanyaan seperti, “Wahai Rasulullah, bagaimana mereka mendengar dan bagaimana mereka menjawab, mereka telah menjadi bangkai ?”
Berikut contoh riwayat selengkapnya
Dari Tsabit Al Bunani dari Anas bin Malik Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam meninggalkan jenazah perang Badar tiga kali, setelah itu beliau mendatangi mereka, beliau berdiri dan memanggil-manggil mereka, beliau bersabda: Hai Abu Jahal bin Hisyam, hai Umaiyah bin Khalaf, hai Utbah bin Rabi’ah, hai Syaibah bin Rabi’ah, bukankah kalian telah menemukan kebenaran janji Rabb kalian, sesungguhnya aku telah menemukan kebenaran janji Rabbku yang dijanjikan padaku. Umar mendengar ucapan nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam, ia berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana mereka mendengar dan bagaimana mereka menjawab, mereka telah menjadi bangkai? Beliau bersabda: Demi Dzat yang jiwaku berada ditanganNya, kalian tidak lebih mendengar ucapanku melebihi mereka, hanya saja mereka tidak bisa menjawab. (HR Muslim 5121)
Jadi mereka yang mencela umat Islam yang bersilaturahmi dengan ahli kubur akibat selalu berpegang pada nash secara dzahir atau pemahaman mereka selalu dengan makna dzahir sehingga terjerumus durhaka kepada Rasulullah karena secara tidak langsung mereka mencela Rasulullah yang berkomunikasi dengan ahli kubur sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/05/14/mencela-rasulullah/
Begitupula akibat mereka selalu berpegang pada nash secara dzahir atau pemahamannya selalu dengan makna dzahir sehingga mereka secara tidak langsung menyakiti hati Rasulullah dengan mengatakan bahwa Ayah dan Ibu Rasulullah adalah penyembah berhala sebagaimana kabar yang telah kami arsip (salin) pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/05/23/menyakiti-rasulullah/
Ulama panutan mereka, Al Albani menamakan kitabnya “Sifat sholat Nabi” namun ironisnya belum mengenal dengan baik kemuliaan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
Salah satu bukti belum mengenal dengan baik kemuliaan Rasulullah adalah mereka memfatwakan bahwa Rasulullah sesat sebelum turunnya wahyu akibat ulama panutan mereka mengikuti paham Wahabisme penerus kebid’ahan Ibnu Taimiyyah yakni selalu berpegang pada nash secara dzahir atau pemahaman mereka selalu dengan makna dzahir sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/05/22/fatwa-rasulullah-sesat/
Akibat lain mereka selalu berpegang pada nash secara dzahir atau pemahaman mereka selalau dengan makna dzahir sehingga mereka ada yang berpendapat bahwa perkataan ASSALAAMU ‘ALAIKA hanya untuk orang yang hidup maka sama saja mereka secara tidak langsung merendahkan Rasulullah dibandingkan para Syuhada sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/06/24/merendahkan-rasulullah/
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya,
”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada), (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS Al Baqarah [2]: 154 )
”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran [3]: 169)
mas agus…kan saya sudah bilang dari tadi…..menyimpang yang mana? apa seperti menyimpangnya ala khawarij dengan para sahabat?……jawab dong mas……
sampeyan ini banyak sekali tuduhan-tuduhannya, awas lho nanti malah balik ke sampeyan sendiri…..