Ormas NU kembalilah ke Khittah 1926
Kami prihatin tampaknya ormas NU kembali berpolitik praktis dan melanggar keputusan Muktamar NU di Situbondo 1984 untuk ‘Kembali ke Khittah 1926’.
“Khittah 26” adalah garis, nilai-nilai, dan model perjuangan NU yang dipondasikan pada tahun 1926 ketika NU didirikan.
Pondasi perjuangan NU tahun 1926 adalah sebagai gerakan sosial-keagamaan.
Salah seorang memperingatkan jangan mengkotak-kotakan ormas NU dan bertanya siapakah ulama NU yang istiqomah memperjuangkan “Khittah 1926”
Justru akibat melanggar keputusan Muktamar NU di Situbondo 1984 untuk ‘Kembali ke Khittah 1926’ ormas NU akan terkotak-kotak.
“Kembali ke Khittah 1926” adalah untuk kebaikan ormas NU agar tidak terpecah belah karena politik praktis atau perbedaan kepentingan.
Oleh karenanya dukungan kepada paslon dalam pilpres 2019 sebaiknya janganlah atas nama NU karena NU bukan organisasi untuk berpolitik praktis.
Contohnya sejumlah anggota keluarga pendiri Nahdlatul Ulama (NU) memberikan dukungan kepada paslon nomor urut 2, Prabowo – Sandi bukan atas nama organisasi NU, melainkan pribadi.
Sebab, NU bukan organisasi untuk berpolitik praktis sebagaimana yang disampaikan oleh calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno sebagaimana yang diberitakan pada http://nasional.kompas.com/read/2018/11/30/09582821/kata-sandiaga-ini-alasan-keluarga-pendiri-nu-berikan-dukungan
****** awal kutipan ******
Menurut Sandiaga, mereka menyatakan dukungan untuknya dan Prabowo Subianto karena kesamaan pandangan di bidang ekonomi.
“Yang kami tangkap, keluarga pendiri NU itu menyatakan mereka mendukung karena merasa ekonomi sebagai landasan utama,” kata Sandiaga di sela-sela kegiatan olahraga di Lapangan Tenis Bulungan, Jakarta, Jumat (30/11/2018).
Sandiaga mengatakan, salah satu yang menjadi perhatian mereka adalah peningkatan kualitas kehidupan ekonomi masyarakat menengah ke bawah. Menurut dia, keluarga pendiri NU menaruh perhatian karena ia dan Prabowo fokus pada peningkatan lapangan pekerjaan.
“Membuka lapangan kerja menjadi salah satu pegangan mereka. Setelah para keluarga ini shalat istikharah, diskusi, menelaah, mengkaji, akhirnya menjatuhkan pilihan. Dan kami sangat apresiasi,” kata Sandiaga.
Sandiaga juga menyampaikan apresiasinya atas sikap para anggota keluarga pendiri NU yang menegaskan dukungannya bukan atas nama organisasi NU, melainkan pribadi.
Sebab, NU bukan organisasi yang berpolitik praktis.
“Yang sangat melegakan, mereka menyatakan NU sendiri adalah NU yang kembali ke Khittah 1926, NU berada di atas semua golongan, tidak berpolitik praktis,” ujar Sandiaga.
“Jadi keluarga para dzurriyah (keturunan) pendiri NU ini mengatakan bahwa mereka mengambil keputusan ini tidak atas nama NU, tapi atas nama pribadi,” kata dia.
***** akhir kutipan ******
Sejumlah kiai dan warga Nahdlatul Ulama (NU) yang tergabung dalam Barisan Kiai dan Santri Nahdliyin mendeklarasikan dukungan terhadap pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Rumah Djoeang, Jakarta Pusat, Sabtu (1/12/2018) sebagaimana yang diberitakan pada http://nasional.kompas.com/read/2018/12/02/00022421/nyatakan-dukungan-cucu-pendiri-nu-janjikan-60-persen-suara-jatim-untuk
***** awal kutipan *****
Barisan Kiai dan Santri Nahdliyin tersebut dipimpin KH Solachul Aam Wahib Wahab. Ia merupakan cucu salah satu pendiri NU, almarhum KH Wahab Hasbullah.
Dalam kesempatan itu, ia menjanjikan 60 persen suara bagi pasangan Prabowo-Sandi di wilayah Jawa Timur pada Pilpres 2019 mendatang.
“Kami sudah melakukan konsolidasi selama kurang lebih tiga bulan di seluruh kabupaten di Jawa Timur. Semua berjalan baik dan lancar,” ujar KH Solachul Aam Wahib Wahab seperti dikutip dari siaran pers tim media pasangan Prabowo-Sandi, Sabtu (1/12/2018).
“Pada saatnya nanti kami targetkan di semua TPS itu di Jatim Prabowo-Sandi memperoleh 60 persen suara,” kata dia.
Solachul juga mengajak seluruh kalangan Nahdliyin untuk bahu-membahu memenangkan Prabowo-Sandi di wilayahnya masing-masing.
“Dengan ini kami mengajak para kiai dan santri simpatisan serta umat untuk bersama-sama memilih dan mencoblos capres cawapres nomer urut 02 dalam Pilpres 2019,” kata pria yang akrab disapa Gus Aam tersebut.
Menurut Gus Aam, sosok Prabowo-Sandi merupakan pemimpin yang mampu memberi solusi bagi kondisi bangsa yang semakin kehilangan jati diri.
“Wis wayahe (sudah saatnya) 2019 ganti presiden dengan Prabowo-Sandi,” kata dia.
***** akhir kutipan *****
Sebelumnya, sejumlah anggota keluarga keturunan pendiri Nahdlatul Ulama (NU) mengadakan pertemuan di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Rabu (28/11/2018) malam sebagaimana yang diberitakan pada http://nasional.kompas.com/read/2018/11/29/05050081/bertemu-prabowo-sandiaga-keluarga-pendiri-nu-nyatakan-dukungan
***** awal kutipan *****
Dalam pertemuan tersebut, keluarga pendiri NU menyatakan dukungan kepada pasangan Prabowo-Sandiaga pada Pilpres 2019.
“Perwakilan dzurriyah (keturunan) pendiri NU hadir di sini, bertukar pikiran, saling mendukung, saling memahami,” ujar KH Irfan Yusuf atau akrab disapa Gus Irfan saat memberikan keterangan seusai pertemuan.
Gus Irfan merupakan cucu dari pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asyari.
Ayah Gus Irfan, KH Yusuf Hasyim, dikenal sebagai salah satu tokoh NU sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.
Selain Gus Irfan, hadir pula KH Hasyim Karim atau Gus Aying, KH Fahmi Amrullah atau Gus Fahmi dan KH A. Baidhowi atau Gus Dhowi. Ketiganya adalah cucu dari KH Hasyim Asyari.
Ada pula KH Hasib Wahab, putra dari salah satu pendiri NU KH Wahab Hasbulloh dan Gus Billy, cicit dari KH Bisri Syansuri.
“Pak Prabowo tadi menjelaskan latar belakang beliau ingin menjadikan Indonesia menjadi lebih baik. Kami dari keluarga pendiri NU juga merasa terhormat karena beliau juga mengatakan bahwa Indonesia ini lahir juga dari perjuangan para ulama NU,” kata Gus Irfan.
“Kehadiran kami di sini semacam mengulang peristiwa perjuangan para pendahulu kita yang dulu,” kata dia.
Pada kesempatan yang sama, KH Hasib Wahab atau akrab disapa Gus Hasib berharap keputusannya itu dapat membawa Indonesia lebih baik.
Ia menilai, visi misi pasangan Prabowo-Sandiaga dapat membawa kesejahteraan dan kondisi ekonomi yang lebih stabil.
“Kok yang layak tampaknya Pak Prabowo dan Pak Sandi untuk calon presiden dan wakil presiden,” kata dia.
***** akhir kutipan *****
Begitupula janganlah atas nama NU karena warga NU selain menyampaikan aspirasi politik melalui PKB adapula melalui PPP.
Bahkan PPP hasil Muktamar Jakarta menyatakan dukungannya kepada pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada Pilpres 2019 sebagaimana yang diberitakan pada http://nasional.kompas.com/read/2018/11/28/21440661/ppp-hasil-muktamar-jakarta-deklarasi-dukungan-untuk-prabowo-sandiaga
Ketua Umum PPP hasil muktamar Jakarta Humphrey Djemat mengatakan, deklarasi dukungan tersebut merupakan hasil Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) pada 15-16 November 2018.
***** awal kutipan ****
Humphrey mengatakan bahwa keputusan untuk mendukung Prabowo berangkat dari adanya kesamaan visi dan misi.
Menurut dia, PPP hasil Muktamar Jakarta juga memiliki visi untuk mensejahterakan umat, khususnya konstituen PPP dan umat Islam.
“Pilihan ini tidak ragu dan tulus karena PPP ingin melihat kesejahteraan bagi umat,” kata Humphrey
***** akhir kutipan *****
Sedangkan ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur (Jatim) , Kiai Taufik Hasyim mengatakan , “Secara pribadi saya mendukung nomor urut 1 Jokowi-Ma’ruf. Namun, secara kelembagaan PCNU Pamekasan netral,” sebagaimana yang diberitakan pada http://faktualnews.co/2019/01/13/ketua-pc-nu-pamekasan-secara-pribadi-dukung-pasangan-jokowi-maruf/118040/
***** awal kutipan ****
Lebih lanjut kiai Taufik menjelaskan, NU sebagai ormas Islam dalam segala kontestasi politik itu netral. Sebab, organisasi NU bukan partai politik sehingga partai tidak ikut mendukung baik di Pilkada mupun Pilres.
“Secara kelembagaan NU tidak menentukan sikap terhadap salah satu Paslon,” terangnya.
Namun, meski demikian warga NU mempunyai hak untuk memilih siapa yang di kehendaki. Sebab, NU Pamekasan tidak mendukung terhadap salah satu paslon di Pilres 2019. Meskipun, Kiai Ma’ruf Amin merupakan sesepuh di NU.
“Warga NU silahkan menentukan pilihannya, asal tidak membawak simbol-simbol NU,”tandasnya.
***** akhir kutipan ****
Sebelumnya KH Ma’ruf Amin meminta warga NU dan PBNU harus habis-habisan memenangkan pasangan calon nomor urut 01 sebagaimana yang diberitakan pada http://www.msn.com/id-id/berita/nasional/kiai-maruf-warga-nu-harus-habis-habisan-dukung-jokowi/
****** awal kutipan *****
Calon Wakil Presiden nomor urut 01, KH Ma’ruf Amin meminta agar warga NU bekerja keras untuk memenangkan dirinya bersama Presiden Joko Widodo pada Pilpres 2019 mendatang. Karena, menurut dia, para ulama senior NU sebelumnya telah menyarankan agar dirinya mau menjadi cawapres dari Jokowi.
“Konsekuensinya PBNU harus habis-habisan, NU harus habis-habisan memenangkan Pak Jokowi bersama saya. Sanggup atau tidak? siap apa tidak?,” ujar Kiai Ma’ruf saat sambutan dalam acara Sambung Hati bersama para ulama dan tokoh masyarakat di Pondok Pesantren Al Masthuriyah Sukabumi, Cibolang Kaler, Cisaat, Sukabumi, Rabu (19/12).
******* akhir kutipan *******
Pernyataan KH Ma’ruf Amin meminta “PBNU harus habis-habisan memenangkan pasangan calon nomor urut 01” dinilai beberapa elite NU sebagai upaya terang-terangan KH Ma’ruf Amin menyeret NU masuk pusaran politik praktis. Hal ini jelas bertentangan dengan Khittah NU sebagai ormas keagamaan.
Saking prihatinnya dengan kondisi itu, dzurriyah muassis alias anak cucu pendiri NU beberapa waktu lalu menggelar pertemuan.
Pertemuan itu dihadiri KH Agus Solachul A’am Wahib Wahab (Gus A’am), Gus Rozaq, KH AWachid Muin, KH Muhammad Najih Maimoen (Gus Najih) dari Sarang, KH Abdul Zaini (Besuk, Pasuruan), KH Abdul Hamid (Lasem), KH Abdullah Muchid, KH Ahmad Zahro, MAal-Chafidh, KH Choirul Anam, KH Achmad Dahlan, Nasihin Hasan, Aminuddin Kasdi, KH Muhammad Idrus Ramli (Jember), KH Luthfi Bashori Alwi (Malang), Gus Ahmad Muzammil (Yogyakarta), Gus Mukhlas Syarkun.
Hasilnya, mereka sepakat membentuk Komite Khittah , agar NU kembali ke rel Khittah 1926 sebagaimana yang dirumuskan oleh pendirinya.
“Para kiai sedih, menangis menyaksikan NU yang terlalu jauh diseret ke politik praktis. Melalui Komite Khittah , kita ingatkan agar kembali ke jalan yang benar,” tegas juru bicara Komite Khittah , KH Choirul Anam (Cak Anam).
Sejumlah ulama dan dzuriyah (keturunan) pendiri NU menggelar Halaqah ke-2 di pondok pesantren Hasbullah, Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, Rabu (14/11/2018).
Hasilnya, mereka sepakat membentuk Komite Khittah NU sebagaimana yang diberitakan pada http://beritajatim.com/politik-pemerintahan/Pertemuan_di_Tambakberas_Ulama_NU_Dirikan_Komite_Khittah/
***** awal kutipan *****
”Hasil halaqah ulama Nahdliyyin hari ini, kita sepakat membentuk Komite Khittah. Selanjutnya, hasil ini akan kita mintakan restu ke sesepuh NU, yakni KH Maimun Zubair, KH Mustofa Bisri, dan KH Tolchah Hasan” ujar juru bicara halaqah, Choirul Anam atau Cak Anam, usai acara.
Apa target dibentuknya Komite Khittah?
Cak Anam menjelaskan, target Komite KHittah adalah melaksanakan khittah NU yang sudah dicetuskan dalam Muktamar NU ke-27 di Situbondo pada 1984. Yakni, NU adalah organisasi sosial kemasyarakatan, bukan organisasi politik. NU tidak ada kaitan dengan partai politik manapun.
Namun belakang ini, lanjut Cak Anam, pengurus PBNU maupun PBNU secara kelembagaan tidak memberikan contoh pelaksanaan khittah tersebut. Justru sebaliknya, NU terseret dalam arus politik.
”Contohnya adalah pimpinan tertinggi NU, yakni Rais Aam, tidak boleh dicalonkan atau mencalonkan jabatan politik manapun. Itu termaktub dalam anggaran dasar. Akan tetapi hal itu tidak berlaku bagi Kiai Ma\’ruf Amin” kata mantan Ketua DPW GP Ansor Jatim ini.
Cak Anam mengungkapkan, dalam anggaran dasar, wakil Rais Aam bisa menjadi penjabat Rais Aam apabila Rais Aam berhalangan tetap.
Contoh, saat KH Sahal Mahfudz berpulang ke rahmatullah. Karena berhalangan tetap, akhirnya digantikan KH Mustofa Bisri.
”Nah, saat ini KH Miftahul Ahyar menggantikan KH Ma’ruf Amin sebagai Rais Aam.
Padahal, Kiai Ma’ruf tidak berhalangan tetap. Makanya kami meminta PBNU mengundang ulama NU dan seluruh pimpinan pesantren se-Indonesia untuk membahas pengangkatan Rais Aam yang baru” ujarnya.
Halaqah Ulama NU ke-2 ini merupakan kelanjutan dari halaqah sebelumnya yang digelar di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang bulan kemarin, yang menelurkan tiga poin.
Dalam halaqah kedua di kediaman KH Hasib Wahab Tambakberas ini, tampak hadir pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) serta KH Suyuti Toha dari Banyuwangi. Kemudian KH Nasihin Hasan dari Jakarta, KH. Maimun dari Sumenep, Kiai Muzammil dari Yogyakarta, serta Tengku Bulkaini dari Aceh.
Berikutnya, ada Musthofa Abdullah dari Bogor,serta Endang Muttaqin dari Tangerang dan beberapa kiai lainnya dari sejumlah daerah di Indonesia.
”Komite Khittah ini akan dipimpin KH Salahuddin Wahid. Pertemuan ketiga akan dilakukan pada 5 Desember di Situbondo,” pungkas Cak Anam
***** akhir kutipan ******
Gus Solah sapaan akrab-KH. Salahuddin Wahid menegaskan diri jika dirinya berada di posisi netral alias tak memihak siapa pun pada pemilihan presiden tahun ini. Hal itu ditegaskan saat pertemuan kiai dari Jatim, Jateng, Jogjakarta dan Jakarta berkumpul bersama di dalam rangka Halaqah ke-4 komite Khittah 1926 di pondok pesantren Al-Wahdah, Lasem, Kamis (17/1) sebagaimana yang diberitakan pada http://radarkudus.jawapos.com/read/2019/01/19/114685/pilih-jokowi-atau-prabowo-ini-pernyataan-gus-sholah-di-pilpres
Selain dihadiri KH Salahuddin Wahid (Jombang), kegiatan yang digelar mulai pukul 11.00 juga dihadiri KH. Nashikin Hasan (Jakarta), KH. Abdullah Muchit (Malang), KH. Suyuti Thoha (Banyuwangi), KH. Rozi Syihab (Pasuruan), KH. Yahya Romli (Tuban).
Kemudian, KH. Fadlolimoh Ruhan (Sekjen Aliansi Ulama Madura), Prof. Dr. KH. Ahmad Zahro (Surabaya), Prof. DR Rohmat Wahab (Jogjakarta), KH. Ghozy Wahib Wahab (Jogjakarta), KH. Shodiq (Bumiayu), KH. Najih Maemoen Zuber (Sarang) dan KH. Ahfaz Abdul Hamid dan masih banyak kiai kenamaan lainnya.
Sambutan kali pertama disampaikan tuan rumah kegiatan halaqah KH. Ahfaz Abdul Hamid. Kemudian, panitia kegiatan H. Agus Sholahul. Kemudian dilanjutkan seminar/ halaqah, Prof. Dr. KH. Ahmad Zahro.
KH. Ahfaz Abdul Hamid menuturkan KH. Baedlowi bin Abdul Aziz menginginkan apa yang menjadi cita-cita para sesepuh. Termasuk ikut serta komite khittah, karena mempunyai perhatian terhadap NU yang kini tidak pada garis perjuangan sesepuh.
****** akhir kutipan *****
Kepada ratusan Kiai dan ulama NU yang hadir dalam acara Halaqah ke-4 Komite Khittah 1926 di Pesantren al Wahdah Lasem Jawa Tengah, KH. Salahuddin Wahid atau Gus Sholah menyampaikan beberapa pesan dan arahan terkait kelanjutan dari perjuangan komite tersebut.
Salah satunya, Gus Sholah menyampaikan pesan dari KH. Tholhah Hasan sebagaimana yang diberitakan pada http://tebuireng.online/arahan-gus-sholah-kepada-komite-khittah-nu-1926/
****** awal kutipan ******
Dua hari sebelumnya Gus Sholah didampingi Dr. Nasihin dan KH. Abdullah Muhid sowan kepada mantan Menteri Agama RI itu di Singosari Malang. Gus Sholah menjelaskan bahwa kedatangan rombongannya untuk memohon kepada Kiai Tholhah supaya bisa hadir dalam halaqah yang kelima Komite Khittah untuk menyampaikan tentang proses lahirnya Khittah ke-26 NU dan Khittah NU 1926.
Gus Sholah menjelaskan bahwa Kiai Tholhah Hasan menceritakan beberapa yang belum pernah Gus Sholah dengar. “Jadi apabila beliau bisa memberikan kepada kita akan menjaadi informasi yang sangat berharga. Tidak sia-sia Kiai Tholhah Hasan bersedia bahkan sudah menentukan tanggal pada 16 Februari pada hari Sabtu.
Namun, lanjut Gus Sholah, Kiai Tholhah memberikan syarat, yakni tempat halaqah tidak jauh dari Malang. Menurut Gus Sholah antara di Surabaya atau di Pasurua. Selain itu, Kiai Tholhah juga mensyaratkan pesantren tempat halaqah itu diadakan, tidak condong kepada salah satu paslon dalam Pilpres 2019.
“Netral itu artinya kita tidak memihak kepada pasangan yang mana pun tapi kita memihak kepada kebenaran. Kebenaran yang kita yakini dalam hal ini mengenai khittah itu,” jelas Gus Sholah.
Yang kedua. Gus Sholah menyampaikan sebuah klarifikasi bahwa pada saat menjelang tahun baru lalu, KH. Said Aqil Siraj datang bersilaturahim ke Tebuireng tidak ada hubungannya dengan keumatan. Gus Sholah juga menyayangkan adanya video yang beredar di mana-mana. Apalagi muncul isu bahwa NU struktural dan kultural telah berasatu.
Bahkan, sebagian orang menganggap bahwa Gus Sholah mendukung salah satu paslon. Dalam kesemaptan itu, Gus Sholah menegaskan bahwa tudingan itu semuanya bukanlah pernyataan yang benar.
Tak cukup di situ, setelah kabar-kabar miring itu, muncul berita adanya kunjungan sejumlah alumni Pesantren Tebuireng bersama putra pertama Gus Sholah, Gus Ipang Wahid, di kediaman KH. Ma’ruf Amin. Hal itu ditafsirkan oleh sejumlah orang sebagai bentuk dukungan Gus Sholah kepada salah satu paslon.
Selanjutnya, lagi-lagi isu condongnya Gus Sholah dan Tebuireng dalam percaturan Pilpres 2019, kembali mencua, setelah sejumlah kiai, termasuk sejumlah dzuriyah Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari berkumpul di Pesantren Sidogiri Pasuruan dan mendeklarasikan dukungan kepada satu paslon yang lainnya. Timbul anggapan bahwa Gus Sholah juga mengikuti keputusan-keputusan dalam pertemuan tersebut. Gus Sholah dengan tegas membantah anggapan itu.
“Saya tidak boleh mendukung siapa-siapa kita harus tegak mengikuti Khittah NU. Tidak ada keharusan warga NU memilih calon yang manapun juga. Hak warga NU harus kita hormati dan itu dijamin oleh Khittah NU. Netral itu tidak memihak siapa-siapa tapi memihak kepada aturan,” terang Gus Sholah.
Usai melakukan klarifikasi, Gus Sholah menyebut bahwa halaqah Komite Khittah kali ini, fokus membahas butir ke-8 dari 9 butir dalam Khittah NU yang sesuai dengan konteks Pilpres sebagai bentuk kehidupan bernegara.
Selain itu, Gus Sholah juga ingin mengutip butir ke-5, yakni perilaku yang dibentuk oleh dasar keagamaan dan sikap kemasyarakatan, meluhurkan kemuliaan moral akhlakul karimah dan menjunjung tinggi kejujuran dalam berpikir, bersikap, dan bertindak.
Kandungan butir ke-5 Khittah NU itu, menurut Gus Sholah sudah banyak dilupakan oleh warga NU sendiri.
****** akhir kutipan *****
KH Maemoun Zubair (Mbah Moen), yang dijadwalkan hadir dalam halaqah IV Komite Khitthah 1926 Nahdaltul Ulama (KK26-NU) di PP Al-Wahdah, Lasem, Jawa Tengah Kamis (17/1/2019), berhalangan.
Meski begitu, peserta halaqah bisa mendengarkan pesan-pesan beliau yang disampaikan KH Suyuthi Toha dari Banyuwangi sebagaimana yang diberitakan pada http://duta.co/sampaikan-pesan-mbah-moen-di-depan-halaqah-kk-26-nu-kiai-suyuthi-nu-sudah-karut-marut/
***** awal kutipan *****
Menurut Kiai Suyuthi, Mbah Moen berharap NU bersungguh-sungguh mengamalkan khitthah NU. Kalau ada indikasi melenceng harus terus diingatkan sampai berhasil.
“Jadi upaya komite khitthah ini sudah mendapat restu dari beliau. Mbah Moen minta kita juga bersungguh-sungguh memperjuangkan tegaknya khitthah NU,” jelasnya.
Kiai Suyuthi juga mengutip pesan-pesan penting yang pernah disampaikan almaghfurlah KH Sahal Mahfudh. Menurutnya, ketika menjadi Rais Aam, Kiai Sahal begitu kokoh menegakkan khitthah NU.
“Politik NU bukan rebutan jabatan, bukan politik praktis. Politik praktis itu ecek-ecek atau cekether. Bahasa Mbah Sahal politik NU itu tingkat tinggi, politik menjaga NKRI, politik keummatan, politik membela orang lemah. Hari ini kita saksikan NU sudah karut marut,” tegasnya.
***** akhir kutipan ******
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Tinggalkan komentar