Kami mencoba menelusuri berita mencari tahu apa jawaban para ulama terhadap pertanyaan yang menjadi judul headline (berita utama) harian Rakyat Merdeka, Senin 17 September 2018.
“Jokowi sudah memilih ulama, kenapa ulama pilih Prabowo“
Ternyata salah satu alasan para ulama tetap pilih Prabowo adalah sikapnya yang menghormati, memuliakan dan menempatkan ulama DI ATAS SEGALA KEPENTINGAN sebagaimana yang terungkap dalam alasan Prabowo ngeyel atau keukeuh (bersikukuh) tetap memilih Sandiaga Uno sebagai Cawapres:
“Bisa saja mengambil ulama… tapi saya tahu disana sudah ada ayahanda Ma’ruf Amin.. Jadi LEBIH BAIK SAYA TIDAK MAJU jika umat Islam harus terbelah.. bukan saya tidak menghormati Ijtima.. tapi saya ingin Indonesia bersatu…”
Tampaknya alasan Prabowo disampaikan ketika didesak oleh para elite atau petinggi parpol dan para ulama yang mendukungnya agar Prabowo mengubah keinginannya menetapkan Sandiaga Uno sebagai wakilnya dan mentaati ijtima ulama.
Oleh karenanya Prabowo mengatakan, “bukan saya tidak menghormati Ijtima.. tapi saya ingin Indonesia bersatu…”
Perkataan Prabowo,
“disana sudah ada ayahanda Ma’ruf Amin”
menunjukkan bahwa alasan Prabowo tersebut disampaikan setelah deklarasi Jokowi karena Jokowi menetapkan KH Ma’ruf Amin sebagai cawapres pada saat-saat terakhir sebelum deklarasi.
Tentu Jokowi tidak mungkin “mempermalukan” Prof Mahfud MD kalau Jokowi memang sudah menetapkan KH Ma’ruf Amin sebagai cawapres jauh sebelum deklarasi.
Sedangkan perkataan Prabowo,
“Jadi LEBIH BAIK SAYA TIDAK MAJU jika umat Islam harus terbelah..”
menunjukkan bahwa Prabowo lebih memilih
“LEBIH BAIK SAYA TIDAK MAJU”
kalau keputusannya tidak menjadikan ulama sebagai cawapres ditolak oleh koalisi pendukungnya.
Begitupula Prabowo menempatkan ulama sebagai penasehat sebagaimana yang dikabarkan pula bahwa sebelum deklarasi menghubungi Habib Rizieq Shihab (HRS) karena mendengar nama Prof Mahfud MD dibatalkan jadi cawapres Jokowi dan diganti KH Ma’ruf Amin.
HRS (yang DIBENCI dan “dikriminalisasi” oleh SEBAGIAN pihak di NKRI yang BERKETUHANAN YANG MAHA ESA) juga meminta agar cawapres mendampingi Prabowo jangan dari kalangan ulama karena khawatir akan terjadi gesekan umat Islam.
Jadilah Uno yang dianggap mampu menangani ekonomi negeri yang morat-marit.
Saran HRS inilah yang memudahkan koalisi Gerindra, PAN, dan PKS legowo karena HRS sudah dianggap sebagai salah satu Imam Besar Umat Islam.
Begitupula ketika Prabowo sowan atau silaturrahmi ke kediaman KH. Maimun Zubair atau lebih akrab disapa dengan Mbah Moen di ponpes Al-Anwar, Sarang, Rembang, Sabtu 29 September 2018 sebagaimana yang dapat disaksikan dalam video pada http://www.youtube.com/watch?v=y0F3ZuK_OjM
Prabowo menyampaikan bahwa kunjungan Beliau bukanlah untuk meminta dukungan karena dia ingin menempatkan ulama di atas segala kepentingan.
Dalam sambutannya, Prabowo mengakui kedatangannya itu murni untuk sowan atau silaturrahim meminta doa restu kepada Mbah Moen yang merupakan salah satu sosok ulama sepuh kharismatik di Indonesia.
Prabowo mengakui, sebenarnya rencana kedatangannya untuk sowan ke Mbah Moen sudah sejak lama dan ingin dilakukannya secara diam-diam. Kedatangannya kali ini pun, diakuinya membuatnya terharu karena sambutan para santri yang penuh antusias dan sangat meriah.
“Saya sangat kaget juga terharu atas sambutan yang sangat besar ini kepada saya. Saya sebetulnya hanya ingin datang pribadi untuk sowan ke Romo Kiai Haji Maimoen Zubair yang saya anggap orang tua saya, guru saya, ustaz saya, pembimbing saya,” kata Prabowo.
“Kalau ada suatu pekerjaan yang besar, kalau ada suatu usaha yang besar, kita selayaknya datang ke orang tua, yang kita tuakan, yang kita hormati, memohon doa restu, memohon doanya.
Dalam video tersebut pada menit 37:05, Prabowo menambahkan bahwa seorang prajurit pasti dekat dengan kiai. Seorang prajurit itu selalu cari kiai untuk mendapatkan doanya karena seorang prajurit ketika dikirim tugas “bisa nggak kembali”, (seolah-olah) “teken” pulang nama
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Tinggalkan komentar