Rasulullah mi’raj ke tempat Beliau bermunajat dan bermohon kepada Allah bukan ke tempat Allah
Contoh syubhat aqidah lainnya adalah mereka yang berkeyakinan bahwa Rasulullah mi’raj ke tempat Allah dan berjumpa dengan Allah.
Mereka mengatakan bahwa peristiwa Mi’raj membuktikan bahwa Allah berada di arah atas sebagaimana contoh tulisan mereka pada https://kisahmuslim.com/6063-peristiwa-isra-miraj-apakah-rasulullah-berjumpa-dengan-allah.html
***** awal kutipan *****
Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan perjalanan agungnya menuju perjumpaan dengan penguasa alam semesta, Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tentu kondisi perjalanan ini tak terbayang di akal manusia.
Bayangkan! Bagaimana degup jantung seseorang kala hendak berjumpa kepala negara atau seorang raja?
Apalagi berjumpa dengan raja diraja, penguasa alam semesta, Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Perjalanan yang dialami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini adalah kesempatan satu-satunya yang terjadi pada hidup beliau.
Perjalanan tanpa didampingi Malaikat Jibril ‘alaihissalam.
Jarak dan tingkatan yang beliau capai, tak pernah dicapai oleh satu makhluk pun. Baik dari kalangan malaikat maupun manusia.
Dimana pertemuan ini terjadi?
Allahu a’lam. Apakah di langit ketujuh? Allahu a’lam. Tidak ada dalil yang menjelaskan hal tersebut. Sehingga kewajiban kita hanyalah menerima. Tidak menerka-nerka.
***** akhir kutipan *****
Syubhat keyakinan mereka bahwa Rasulullah mi’raj ke tempat Allah dan berjumpa dengan Allah sudah diklarifikasi oleh para Sahabat kepada Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha
Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Yusuf telah bercerita kepada kami Abu Usamah telah bercerita kepada kami Zakariya’ bin Abu Za’idah dari Ibnu Al Asywa’ dari asy-Sya’biy dari Masruq berkata; Aku bertanya kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhu bagaimana maksud tentang firman Allah Ta’ala QS an-Najm ayat 8-10:
“Tsumma danaa fa tadallaa. Fa kaana qaaba qausaini aw adnaa”. (“Kemudian dia mendekat lalu bertambah dekat lagi. Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) sedekat dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi) “).
Dia berkata, “Itulah Jibril ‘Alaihissalam yang pernah datang kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dalam rupa seorang laki-laki dan dalam kesempatan ini (seperti dimaksud ayat ini), Jibril Alaihissalam datang dalam bentuk asli, yang raganya tersebut menutup ufuk langit” – (HR Bukhari 2996 atau versi Fathul Bari 3235 )
Haditsnya bisa diperiksa pada https://hadits.in/bukhari/2996
Jadi Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’ anha menjelaskan bahwa pada peristiwa mi’raj dimana dikabarkan Rasulullah mendekat lalu bertambah dekat lagi yakni sedekat dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi) bukanlah berjumpa dengan Allah namun Malaikat Jibril mendatangi Rasulullah.
Begitupula terkait peristiwa Mi’raj yang dikabarkan Rasulullah diangkat ke TEMPAT yang TINGGI hingga ke Sidrah al-Muntaha, para Sahabat atau Salafush Sholeh telah menyampaikan LARANGAN dari Rasulullah bahwa : “Tidak layak bagi siapapun untuk mengatakan; ‘Aku lebih baik dari Yunus bin Mata.’
Jadi para Sahabat atau Salafush Sholeh telah menyampaikan LARANGAN dari Rasulullah untuk menetapkan arah atas (jihah) maupun tempat bagi Allah sebagaimana contohnya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ سُفْيَانَ قَالَ حَدَّثَنِي الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ أَنْ يَقُولَ أَنَا خَيْرٌ مِنْ يُونُسَ بْنِ مَتَّى
Telah menceritakan kepada kami Musaddad Telah menceritakan kepada kami Yahya dari Sufyan dia berkata; Telah menceritakan kepadaku Al A’masy dari Abu Wail dari ‘Abdullah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak layak bagi siapapun untuk mengatakan; ‘Aku lebih baik dari Yunus bin Mata.’ (HR Bukhari 4237)
Silahkan periksa haditsnya pada http://hadits.in/bukhari/4237
Jadi para Sahabat menafikan arah maupun tempat bagi Allah terkait dengan larangan dari Rasulullah
Rasulullah bersabda “Tidak layak bagi siapapun untuk mengatakan; ‘Aku lebih baik dari Yunus bin Mata.’ (HR Bukhari 4237)
Rasulullah melarang berkeyakinan (akidah/i’tiqod) bahwa Rasulullah diangkat ke TEMPAT yang TINGGI hingga ke Sidrah al-Muntaha TIDAK BOLEH dikatakan LEBIH BAIK atau LEBIH DEKAT secara hissi (materi / fisikal) kepada Allah Ta’ala dibanding Nabi Yunus yang berada di TEMPAT yang RENDAH yakni di dalam perut ikan besar yang kemudian dibawa hingga ke kedalaman lautan.
Imam Malik menjelaskan bahwa seandainya kemuliaan itu diraih karena berada di arah atas, maka tentu Rasulullah tidak akan melarang melebih-lebihkan Beliau atas nabi Yunus ibn Matta
Penjelasan Imam Malik tersebut disampaikan ketika Beliau meriwayatkan sabda Rasulullah
لا تفضلوني على يونس بن متى
“La Tufadl-dliluni ‘Ala Yunus Ibn Matta”
Imam Malik menjelaskan bahwa
****** awal kutipan *****
Rasulullah secara khusus menyebut Nabi Yunus dalam sabdanya, tidak menyebut Nabi lainya, adalah untuk memberikan pemahaman aqidah tanzih (Allah Subhanahu wa Ta’ala suci dari arah dan tempat).
Hal ini karena Rasulullah diangkat ke atas ke arah arsy (ketika peristiwa Mi’raj), sementara nabi Yunus dibawa ke bawah hingga ke dasar lautan yang sangat dalam (ketika Beliau ditelan oleh ikan besar), dan kedua arah tersebut, baik arah atas maupun arah bawah, keduanya bagi Allah Ta’ala sama saja.
Artinya satu dari lainnya tidak lebih dekat kepada-Nya, karena Allah ada tanpa tempat.
****** akhir kutipan ******
Penjelasan Imam Malik tersebut disampaikan oleh
1. Al-Imam al-‘Allamah al-Qadli Nashiruddin ibn al-Munayyir al-Maliki (seorang ulama terkemuka sekitar abad tujuh hijriyah), dalam karyanya berjudul “al-Muqtafa Fi Syaraf al-Musthafa
2. Al-Imam Taqiyyuddin as-Subki dalam karya bantahannya atas Ibn al-Qayyim al-Jaiziyyah (murid Ibn Taimiyah); yang berjudul as-Saif ash-Shaqil Fi ar-Radd ‘Ala ibn Zafil.
3. Al-Imam Muhammad Murtadla az-Zabidi dalam karyanya Ithaf as-Sadahal-Muttaqin Bi Syarah Ihya ‘Ulumiddin.
dan lain lainnya.
Begitupula Al-Imam al-Qurthubi menuliskan
***** awal kutipan *****
وقال أبو المعالي: قوله صلى الله عليه وسلم لا تفضلوني على يونس بن متّى
“Abu al-Ma’ali berkata: Sabda Rasulullah berbunyi “La Tufadl-dlilunî ‘Ala Yunus Ibn Matta”
المعنى فإني لم أكن وأنا في سدرة المنتهى بأقرب إلى الله منه وهو في قعر البحر في بطن الحوت. وهذا يدل على أن البارىء سبحانه وتعالى ليس في جهة
memberikan pemahaman bahwa Nabi Muhammad yang diangkat hingga ke Sidrah al-Muntaha tidak boleh dikatakan lebih dekat kepada Allah dibanding Nabi Yunus yang berada di dalam perut ikan besar yang kemudian dibawa hingga ke kedalaman lautan. Ini menunjukan bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah (al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an, j. 11, h. 333-334, QS. al-Anbiya’: 87)
***** akhir kutipan *****
Al-’Allamah Asy-Syaikh Muhammad Nawawi Asy-Syafi’i Al-Bantani Al-Jawi dalam kitabnya ” Nur Adh-Dhalam” syarah ‘Aqidatul ‘Awam halaman 42 baris 3-6 mengatakan:
***** awal kutipan *****
Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak berada di suatu tempat maupun arah , Maha suci Allah dari yang demikian (bertempat atau berarah) , tempat hanya dinisbatkan kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
لا تفضلوني على يونس بن متّى
“La Tufadl-dlilunî ‘Ala Yunus Ibn Matta”
maksudnya : Janganlah kamu berprasangka bahwa aku lebih dekat kepada Allah daripada Nabi Yunus hanya karena Allah mengangkat aku ke atas langit yang tujuh sedangkan Nabi Yunus berada didasar lautan didalam ikan , masing-masing dari kami berdua nisbat kedekatan dari Allah ada pada batasan yang sama.
***** akhir kutipan *****
Begitupula Sayyid Muhammad bin Alwi Maliki dalam kitab karyanya yang berjudul “Wahuwa bi al’ufuq al-a’la” dan telah diterjemahkan oleh penerbit Sahara publisher dengan judul “Semalam bersama Jibril ‘alaihissalam” menjelaskan
***** awal kutipan *****
Walaupun dalam kisah mi’raj yang didengar terdapat keterangan mengenai naik-turunnya Rasulullah, seorang muslim tidak boleh menyangka bahwa antara hamba dan Tuhannya terdapat jarak tertentu, karena hal itu termasuk perbuatan kufur. Na’udzu billah min dzalik.
Meskipun Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam pada malam Isra’ sampai pada jarak dua busur atau lebih pendek lagi dari itu, tetapi Beliau tidak melewati maqam ubudiyah (kedudukan sebagai seorang hamba).
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan Nabi Yunus bin Matta alaihissalam, ketika ditelan hiu dan dibawa ke samudera lepas ke dasar laut adalah sama hal ketiadaan jarak Allah Ta’ala dengan ciptaan-Nya, ketiadaan arahNya, ketiadaan menempati ruang, ketidakterbatasannya dan ketidaktertangkapnya. Menurut suatu pendapat ikan hiu itu membawa Nabi Yunus alaihissalam sejauh perjalanan enam ribu tahun. Hal ini disebutkan oleh al Baghawi dan yang lainnya.
Ketahuilah bahwa bolak-baliknya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam antara Nabi Musa alaihissalam dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada malam yang diberkahi itu tidak berarti adanya arah bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maha suci Allah dari hal itu dengan sesuci-sucinya.
Ucapan Nabi Musa alaihissalam kepada Rasulullah, “Kembalilah kepada Tuhanmu,” artinya: “kembalilah ke tempat engkau bermunajat kepada Tuhanmu”.
Jadi kembalinya Rasulullah kepadaNya adalah kembali Beliau meminta di tempat itu karena mulianya tempat itu dibandingkan dengan yang lain. Sebagaimana lembah Thursina adalah tempat permohonan Nabi Musa alaihissalam di bumi.
***** akhir kutipan *****
Jadi Rasulullah Mi’raj ke Sidratul Muntaha adalah ke tempat Beliau bermunajat dan bermohon kepada Tuhannya dan sebagaimana lembah Thursina adalah tempat permohonan Nabi Musa alaihissalam di bumi.
Tempat memohon tidak berarti bahwa yang diminta ada di tempat itu atau menempati tempat itu karena Allah Subhanahu wa Ta’ala suci dari arah dan tempat.
Begitupula umat Islam bermunajat ke Baitullah maupun ke Masjid bukan ke tempat atau ke rumah Allah Ta’ala atau bukan Allah Ta’ala berada atau bertempat di tempat hambaNya bermunajat.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Tinggalkan komentar