Umat Islam sedikit sekali memahami dan mendalami apa yang disampaikan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra dikarenakan terpengaruh oleh “gangguan” Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah seorang yahudi yang berpura-pura masuk Islam. Sesungguhnya ini sebuah kerugian yang sangat besar.
Berikut ini nasehat yang disampaikan Sayyidina Ali ra, yang dikenal sebagai imam dalam ilmu hikmah (pemahaman yang dalam) dan futuwwah yang mendapatkan pengajaran dan bimbingan langsung dari imam segala mursyid yakni Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam.
Nasehat Sayyidina Ali ra kepada puteranya
Resapkan kebenaran yang satu ini, wahai anakku !……. Bahwa Tuhan, yang punya perbendaharaan langit dan bumi , telah memberi permisi buatmu untuk mohon semua itu. Dan Dia pun membuat Janji untuk mengabulkan pintamu!. Dia menyuruh untuk mohon anugerahNya, yang akan diberikanNya. Dan Rahmatnya , yang akan dilimpahkanNya…
Tidak ada petugas sekuriti, penghalang doamu sampai padaNya. Tidak perlu pula ada perantara berada diantara kamu dan diriNya, mewakili atas-namamu.
Jika kamu melanggar janji, jika kamu melanggar sumpah, melakukan lagi yang dulu kamu bertobat, Dia tidak akan segera menghukummu, Dia tidak akan tergesa menolakmu atau menganugerahimu. Dan bila kamu bertobat sekali lagi, Dia tidak akan Nyinyir Mengejekmu atau ramai-beberkan rahasia dosamu , walaupun itu paling patut bagimu.
Tetapi Dia akan menerima tobatmu serta memaafkanmu. tanpa pernah mengungkit-ngungkit maafNya , atau menolak melimpahkan rakhmatNya. Tidak, bahkan resmi dinyatakan bahwa tobat adalah kebajikan dan kesalehan.
Yang Maha Pengasih telah membuat deklarasi , setiap salahmu cuma dihitung satu, setiap baik-salehmu dihitung sepuluh. Pintu TobatNya ditinggal lebar jembar terbuka.
Dia dengar setiap sapaan panggilanmu. Dia terima setiap panjatan doamu.. .
Putraku sayang, walaupun rentang usiaku tidaklah sepanjang mereka yang telah mendahuluiku, namun aku berusaha keras untuk mempelajari sejarah kehidupan mereka. Dengan tekun kutelusuri kegiatan-kegiatan mereka, kurenungkan pikiran dan amal perbuatan mereka, kupelajari bekas-bekas peninggalan dan reruntuhan mereka, dan kurenungkan perjalanan mereka sedemikian rupa sehingga aku merasa seakan-akan aku pernah hidup dan bekerja bersama mereka dari abad-abad permulaan sejarah sampai ke masa kita ini. Aku tahu apa yang baik dan yang membawa kerusakan bagi mereka.
Dengan memisahkan yang baik dari yang buruk kuperhatikan dengan seksamahalaman-halaman pengetahuan yang telah kuhimpun. Melalui nasihat ini aku berusaha menunjukkan kepadamu nilai kehidupan yang bersih dan pemikiran yang tinggi, dan bahaya kehidupan yang penuh dosa dan kekejian. Sebagai ayah yang kasih, penuh perhatian dan mencintaimu, aku berusaha menjaga dan melindungi setiap segi kehidupanmu.
Sejak awal aku bermaksud menolong mengembangkan akhlak yang mulia dan mempersiapkanmu menjalani kehidupan ini. Aku ingin mendidikmu menjadi seorang pemuda dengan akhlak karimah, berjiwa terbuka dan jujur serta memiliki pengetahuan yang jernih dan tepat tentang segala sesuatu di sekelilingmu.
Pada mulanya aku hanya ingin mengajarimu Kitab Suci, secara mendalam, mengerti seluk-beluk (tafsir dan takwil)nya, membekalimu dengan pengetahuan yang lengkap tentang perintah dan larangan-Nya (hukum-hukum dan syariat-Nya) serta halal dan haramnya. Kemudian aku khawatir engkau dibingungkan oleh hal-hal yang diperselisihkan di antara manusia, akibat perbedaaan pandangan di antara mereka dan diperburuk oleh cara berpikir yang kacau, cara hidup yang penuh dosa, egoisme dan kecenderungan hawa nafsu mereka, sebagaimana membingungkan mereka yang berselisih itu sendiri.
Oleh karena itu, kutuliskan, dalam nasihatku ini,prinsip-prinsip dasar dari keutamaan, kemuliaan, kesalehan, kebenaran dan keadilan. Mungkin berat terasa olehmu, tetapi lebih baik membekali engkau dengan pengetahuan ini daripada membiarkanmu tanpa pertahanan berhadapan dengan dunia yang penuh dengan bahaya kehancuran dan kebinasaan. Karena engkau adalah pemuda yang saleh dan bertaqwa, aku yakin engkau akan mendapatkan bimbingan dan pertolongan ilahi (taufik dan hidayah-Nya) dalam mencapai tujuanmu. Aku ingin engkau berjanji pada dirimu untuk bersungguh-sungguh mengikuti nasihatku ini.
Ketahuilah wahai putraku, bahwa sebaik-baiknya wasiat adalah taqwa kepada Allah, bersunguh-sungguh menjalankan tugas yang diwajibkan-Nya atasmu, dan mengikuti jejak langkah ayah-ayahmu yang terdahulu (sampai Rasullullah) dan orang-orang yang saleh dari keluargamu. Bahwasanya mereka senantiasa memperhatikan dengan teliti pikiran dan perbuatan mereka sebagaimana engkaupun harus berbuat. Apabila jiwamu menolak untuk menerima hal-hal tersebut dan bertahan untuk mengetahui sendiri sebagaimana mereka mengetahui (mengalami apa yang mereka alami), maka engkaupun bebas untuk mencapai kesimpulan-kesimpulanmu, tetapi hendaknya usahamu itu disertai dengan pengkajian dan pemahaman yang teliti.
Jangan sekali-kali membiarkan ketidakpastian dan keraguan meracuni pikiranmu. Jangan biarkan rasa ingin menang ataupun rasa suka dan tidak suka mempengaruhi pandangan dan pendapatmu. Ingatlah untuk senantiasa mengawali usahamu dengan memohon petunjuk dari Tuhanmu dan membimbingmu ke jalan yang benar. Jangan biarkan perasaan ragu dan bimbang (terhadap kebenaran ajaran agama) menguasai pikiranmu, karena itu akan menjerumuskanmu ke dalam agnostisisme (sikap tidak peduli terhadap Tuhan) atau syubhat atau ke dalam dosa dan kesesatan.
Ketika engkau akan menyelesaikan suatu masalah sedang engkau yakin bahwa hatimu bersih dan khusyuk, pikiranmu telah terpusat dan semangatmu telah penuh, perhatikanlah apa yang telah kuterangkan padamu, tetapi jika pikiranmu belum jernih dan terbebas dari keraguan sebagaimana engkau harapkan maka engkau akan membabi buta dan menerjang bagaikan unta buta dan jatuh ke dalam kegelapan. Dalam keadaan seperti itu yang terbaik adalah berhenti, karena dalam keterbatasan-keterbatasan seperti itu seseorang takkan pernah mencapai kebenaran.
Putraku sayang, perhatikan dan ingatlah baik-baik nasehatku. Dan ketahuilah, bahwa Allah, Penguasa Maut. Dia pula Penguasa Hidup. Dia lah Pencipta sekaligus Penghancur, bahwa Dia yang memusnahkan dan akan menghidupkan kembali. Dia yang mengirim bencana dan hanya Dia yang menyelamatkan.
Ingatlah bahwa alam semesta berjalan dibawah hukum-hukum-Nya, Allah ciptakan di dalamnya aksi-reaksi, sebab-akibat, bencana dan karunia, penderitaan dan kenikmatan, pahala dan hukuman; tetapi ini belumlah semuanya; masih banyak hal yang di luar pemahaman kita, hal- hal yang tidak dan tidak akan dapat diketahui dan hal-hal yang tidak dapat diduga dan diramalkan. Jika ada yang tidak kau pahami, janganlah langsung menolaknya. Ingatlah bahwa ketidakmengertianmu disebabkan oleh kurangnya pengetahuanmu (atau kejahilanmu).
Ingatlah bahwa penampilan pertamamu di muka bumi ini di awali dengan kebodohan dan ketidaktahuan, kemudian secara bertahap engkau memperoleh pengetahuan. Ada banyak hal (didunia) ini yang berada di luar pengetahuanmu, yang membingungkan dan mengejutkanmu, dan yang tentang engkau tak mengerti “mengapa” dan “bagaimana”; perlahan-lahan engkau memperoleh pengetahuan tentang beberapa hal di antaranya, dan di masa depan pengetahuan dan pandanganmu akan lebih luas. Karena itu, bersandarlah kepada Tuhan yang telah menciptakanmu, yang menjamin rizkimu, yang menyempurnakan rupa dan bentukmu. Hendaknya kepada-Nya saja engkau mengabdi dan beribadah, berharap dan bermohon, dan hanya kepada-Nya engkau merasa takut dan gentar.
Ketahuilah, wahai putraku, bahwa tak seorangpun yang pernah menyampaikan berita yang demikian terperinci tentang Allah kepada umat manusia sebagaimana yang disampaikan oleh Rasullullah SAW.
Kunasihatkan engkau untuk rela dengan ajaran-ajarannya, menjadikannya sebagai pemimpinmu dan menerima bimbingannya untuk mendapatkan keselamatan (dunia dan akhirat). Sungguh aku telah berusaha melakukan yang terbaik dalam menasihatimu sebagai seorang ayah yang kasih dan tulus. Dan percayalah bahwa engkau takkan mencapai wawasan yang demikian tentang kebaikan diimu lebih dari yang kunasihatkan padamu.
Ingatlah, putraku, sekiranya ada Tuhan selain-Nya, Yang Esa, pasti telah dikimkannya pula utusan-utusan-Nya, engkau akan lihat tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran-Nya, dan engkau akan ketahui pula sifat-sifat dan perbuatan-Nya. Tetapi telah nyata bahwa Dia-lah Tuhan yang Tunggal sebagaimana Dia menyebut Diri-Nya. Tiada sesuatu pun yang sebanding kekuasaan-Nya, tiada sekutu bagi-Nya. Dia kekal Abadi, tidak pernah dan tidak pernah berubah. Dia-lah yang Pertama sebelum segala sesuatunya tanpa permulaan. Dia pula yang Akhir sesudah segala sesuatunya tanpa akhir penghabisan(nihayah).
Sungguh agung, tinggi dan tak terbandingkan ketuhanan(rububiyah)-Nya, sehingga di luar jangkauan pikiran. Tak seorang pun yang dapat mengerti atau mencerap-Nya. Jika engkau telah mengetahui kedudukanmu di hadapan-Nya, maka berlakulah yang layak bagi orang sepertimu; yang sangat lemah, tak berdaya, banyak kekurangan, dan sangat berhajat kepada Rabbnya dalam melaksanakan taat, serta takut akan siksa dan murka-Nya.
Sesungguhnya Allah tidak menyuruhmu melakukan sesuatu kecuali yang baik dan membawa kebaikan, dan tidak melarangmu kecuali dari yang buruk dan menimbulkan keburukan.
Putraku sayang, melalui nasehatku ini, telah kujelaskan segala sesuanya tentang dunia ini, betapa cepat perubahan yang terjadi padanya, betapa singkat segala sesuatu yang ditahan dan ditawarkannya, betapa cepat ia merubah kecenderungan dan karunianya.
Juga telah kujelaskan tentang kehidupan yang akan datang dan semua perlengkapan yang tersedia bagi ahlinya.
Aku telah berikan contoh-contoh tentang aspek-aspek kedua kedua kehidupan tersebut, sebelum dan sesudah kematian, supya engkau dapat mengambil pelajaran darinya dan menjalani kehidupan berdasarkan pengetahuan tersebut. Sesungguhnya perumpamaan orang-orang yang memahami hakekat dunia ini adalah bagaikan orang yang melakukan perjalanan dari tempat yang kering tandus dan gersang menuju tempat yang subur menghijau, penuh karunia dan nikmat.
Mereka menjalaninya dengan penuh gairah dan harapan akan masa depan yang penuh karunia dan kedamaian. Mereka dengan rela menerima segala penderitaan, kesukaran dan resiko perjalanan. Tabah menghadapi perpisahan dengan kawan, kurangnya makanan dan kenyamanan selama perjalanan demi tercapainya tujuan perjalanan. Mereka tidak menolak untuk menanggung segala ketidaknyamanan dan tidak segan menanggung setiap pengeluaran dalam perjalanan (berderma, bersedekah dan menolong fakir miskin dan yang berkekurangan). Setiap langkah yang diambil dalam menjalani tujuannya, betapa pun melelahkan, merupakan saat-saat yang membahagiakan dalam kehidupannya. Tiada sesuatu yang lebih dicintainya daripada mendekatkan diri dan sampai ke tujuan.
Sebaliknya perumpaan orang yang tertipu oleh dunia ini bagaikan orang yang merasa tinggal di tempat yang subur dan menyenangkan, dan harus berjalan menuju tempat yang kering tandus. Adakah sesuatu yang lebih menjemukan daripada perjalanan yang seperti itu? Betapa akan bencinya mereka untuk meninggalkan tempat mereka berada berpindah ke tempat yang mereka sangat benci, tempat yang dahsyat, mengerikan dan menakutkan.
Putraku sayang, sejauh prilakumu menyangkut orang lain, jadikanlah dirimu sebagai neraca timbangan untuk menilai baik buruknya.
Berlakulah kepada sesamamu sebagaimana yang kau harapkan dia berlaku padamu. Apa yang kau sukai bagi dirimu sukai pula buat orang lain, dan apa saja yang tidak kau sukai terjadi atas dirimu hindarkanlah orang lain darinya.
Jangan menganiaya dan menzalimi siapapun karena kaupun tidak suka dianiaya dan dizalimi. Bersikap baik dan simpatilah kepada yang lain sebagaimana engkau ingin orang lain berlaku baik dan simpati kepadamu. Anggaplah buruk bagi dirimu apa yang kau pandang buruk sekiranya terbit dari orang lain.
Jika engkau merasa puas dan senang dalam menerima perbuatan tertentu dari orang lain, maka engkaupun dapat berlaku seperti itu kepada yang lain. Jangan membicarakan sesamamu dengan cara yang kau sendiri tidak suka apabila orang lain membicarakanmu seperti itu.
Janganlah berbicara tentang hal-hal yang kurang atau tidak kau ketahui, dan jika engaku berbicara tentang sesuatu atau seseorang yang betul-betul kau ketahui dengan baik, maka hindarilah skandal dan fitnah sebagaimana engkau sendiri tidak suka difitnah dan diumpat seperti itu.
Ketahuilah bahwa sombong dan bangga diri adalah bentuk-bentuk kebodohan dan berbahaya bagi jiwa dan pikiranmu. Oleh karena itu, jalanilah kehidupan yang seimbang (tidak sombong dan juga tidak menderita kompleks rendah diri), berusahalah untuk berlaku jujur dan tulus, Janganlah berlaku sebagai penyimpan barang bagi orang lain.
Apabila engkau mendapat bimbingan dari Tuhanmu untuk mencapai apa-apa yang kau inginkan, maka janganlah bangga dengan perolehanmu itu.
Tunduk dan merendahlah di hadapan-Nya dan sadarilah bahwa keberhasilanmu itu semata-mata karena kasih dan karunia-Nya.
Ingatlah anakku, bahwa di depanmu itu perjalanan yang panjang dan jauh. Perjalanan yang tidak hanya sangat panjang, melelahkan, berat dan sukar, bahkan rutenya pun sebagian besar melalui daerah yang curam, tandus dan gersang. Engkau akan sangat membutuhkan istirahat, penyegaran dan pertolongan. Waspadalah dan perbaikilah perbekalanmu agar engkau dapat melanjutkan perjalananmu ke tujuanmu, yaitu hari pengadilan. Tetapi ingatlah anakku, jangan bebani dirimu secara berlebih-lebihan (jangan terlalu banyak tugas dan kewajiban atau jangan bebani dirimu dengan hidup mewah yang membawa cela dan aib). Karena jika bebanmu lebih dari yang dapat kau pikul dengan nyaman, maka perjalananmu itu akan sangat menyakitkan dan melelahkan.
Jika kau mendapati di sekelilingmu orang-orang yang miskin, papa dan berhajat yang sanggup membawakanmu bekalmu untuk diserahkan kelak di hari kiamat di mana engkau akan sangat berhajat padanya, maka gunakanlah kesempatan itu dan serahkan bebanmu kepadanya (distribusilah kekayaanmu di antara orang-orang yang miskin, papa dan berhajat. Tolonglah sesamamu semampumu. Berbuat baik dan kasihilah sesamamu).
Jadi bebaskanlah dirimu dari pertanggungan yang berat dimana kau akan ditanyai tentang penggunaan karunia yang telah dilimpahkan-Nya atasmu (kesehatan, harta, kekuasaan dan kedudukan). Sehingga engkau dapat mencapai tujuan perjalananmu dalam keadaan ringan dan segar, dan engkau telah memiliki bekal yang cukup bagimu di sana (pahala atas pelaksanaan kewajibanmu kepada manusia dan Tuhan di alam dunia ini).
Bagikanlah bebanmu kepada sebanyak mungkin orang yang dapat membawanya (tolonglah sebanyak mungkin orang yang terjangkau olehmu) sehingga engkau tidak akan kehilangan mereka ketika engkau sangat membutuhkan mereka (atau mungkin saja suatu ketika engkau akan membutuhkan mereka dan tidak kau dapatkan). Manfaatkanlah harta dan kekuasaanmu sedemikian rupa sehingga engkau akan memperolehnya kembali ketika engkau dalam keadaan miskin dan tak berdaya (pada hari pengadilan).
Riwayat Sayyidina Ali bin Abu Thalib ra
Sayyidina Al-Imam Ali bin Abu Thalib Karramallahu Wajhah adalah sahabat yang sangat beruntung karena sejak kecil dididik Rasulullah SAW. Dari kalangan muda, beliaulah yang yang pertama masuk islam. Begitu beliau dewasa, Rasulullah SAW mengambilnya sebagai menantu.
Rasulullah SAW menikahkan Sayyidatuna Fatimah dengan Sayyidina Ali bin Abu Thalib pada bulan Rajab, beberapa bulan setelah hijrah dari Mekah ke Madinah. Namun keduanya tidak langsung berkumpul layaknya pasangan suami istri. Karena saat itu, Rasulullah SAW masih menetap di rumah Abu Ayub Al-Anshari, di Madinah. Sementara beliau sendiri masih menyelesaikan pembangunan rumahnya di sekitar Masjid Nabawi.
Baru setelah rumah itu berdiri, bertepatan dengan selesainya perang Badar, Sayyidatuna Fatimah dan Sayyidina Ali berkumpul. Yaitu pada tahun kedua setelah Hijrah. Ketika Rasulullah SAW bermaksud pulang setelah mengantar putri tersayangnya ke rumah Sayyidina Ali; Sayyidatuna Fatimah menangis karena sedih bakal berpisah dengan bapaknya.
Sebelum menikah dengan Sayyidina Ali bin Abu Thalib; dua orang sahabat Nabi SAW yaitu Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Sayyidina Umar bin Khaththab, telah meminta kepada Nabi SAW agar mengangkatnya sebagai menantu. Tapi Nabi SAW menolaknya, dengan alasan Sayyidatuna Fatimah masih terlalu kecil dan menunggu petunjuk dari Allah SWT.
Seusai pernikahan, Sayyidina Ali menyerahkan uang empat ratus dirham kepada Rasulullah SAW. Sepertiga dari jumlah itu beliau serahkan untuk membeli wewangian. Sepertiga lainnya digunakan membeli pakaian. Sedang sisanya di serahkan pada Ummu Salamah untuk disimpan.
Sepertiga uang yang dibelanjakan ternyata hanya cukup untuk membeli barang-barang sederhana. Seluruh barang yang didapat terbuat dari bahan kain kasar, kulit, kayu dan tembikar. Bahkan Rasulullah SAW sempat menangis melihat peralatan pernikahan putri yang dicintainya sangat sederhana.
Rasulullah pernah bersabda kepada Sayyidatuna Fatimah pada waktu beliau dinikahkan dengan Sayyidina Ali Kw :
“Kamu Kunikahkan dengan Ahli Baitku yang paling Kucintai.” (HR.Thabrani, Hakim, Nasa’i dan Ahmad)
Sayyidina Ali adalah anak Abdu Manaf, yang lebih dikenal dengan sebutan “Abu Thalib” ( ayah Thalib ). Thalib adalah anak tertua Abdu Manaf. Berbeda dengan kebiasaan petinggi kaum Quraisy lainnya, Abu Thalib memiliki kebiasaan khusus, yaitu berpantang meminum minuman keras.
Ibunda Sayyidina Ali adalah Fatimah binti Asad bin Hasyim. Ia tercatat sebagai wanita pertama dari Bani Hasyim yang menikah dengan pria dari Bani Hasyim pula. Sebelum itu telah menjadi kebiasaan bagi pria Bani Hasyim menikah dengan wanita Quraisy lain yang bukan Bani Hasyim.
Rasulullah SAW mendidik dan membina Sayyidina Ali sedari kecil. Hal itu dilakukannya dengan ikhlas, karena sadar betapa Abdu Manaf dan keluarganya telah melindungi dan menolong Rasulullah SAW sejak kecil sampai dewasa.
Sayyidina Ali memiliki nama selain pemberian ayahnya. Dari ibunya, beliau memiliki nama Haidarah (singa). Sayyidina Ali juga kerap dipanggil Abul Hasan dan Abul Husein.
Setelah selesai perang Asyirah di daerah Yanbu’, Sayyidina Ali beserta salah seorang sahabat yang lain tertidur di bawah pohon kurma yang rindang tanpa alas apapun. Hingga keduanya dibangunkan Rasulullah SAW dalam keadaan punggungnya berlumuran debu. Ketika melihat punggung Sayyidina Ali penuh debu, Rasulullah SAW berujar :
“ Hai Abu Turab mengapa engkau tidur di tempat ini ?
Rasullah SAW memberikan nama panggilan kepadanya “Abu Turab”(bapak debu, yang bermakna “Orang yang sangat rendah hati”.
Selain Abdul Muthalib dan Abu Thalib, Sayyidina Ali pun ikut membantu dan melindungi Rasulullah SAW dalam melaksanakan dakwah. Hal ini dilakukan Sayyidina sejak beliau masih kanak-kanak. Suatu ketika kaum Quraisy mengalami kebuntuan dalam mengganggu dakwah Rasulullah. Tanpa berputus asa, kaum Quraisy kemudian menghasut anak-anak untuk melempari batu ke arah nabi SAW.
Paman Rasulullah SAW, Abu Thalib tidak mungkin melawan anak-anak kaum Quraisy tesebut. Maka ketika Abdu Manaf mengkhawatirkan keselamatan Nabi SAW, tampillah Sayyidina Ali yang kala itu masih kanak-kanak melawan mereka. Beliau menggigit wajah dan kuping anak-anak kaum Quraisy yang coba mengganggu Nabi SAW. Karena kebiasaan itulah, beliau mendapat julukan Al-Qadhim ( tukang gigit ) dari kalangan penduduk Mekah.
Sayyidina Ali adalah laki-laki pertama yang masuk islam setelah Rasulullah SAW sendiri. Dalam hal ini An-Nasai dalam kitab Al-Khasha’ishah mengemukakan sebuah riwayat berasal dari Afif Al-Kindi yang menyaksikan sebuah “keanehan”. Suatu hari pada zaman Jahiliyah, ia datang ke Mekah untuk membeli pakaian dan wewangian. Saat singgah di rumah Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib, ia melihat keanehan itu dekat Ka’bah. Lalu ia bertanya kepada Sayyidina Abbas :
“Adakah kau melihat satu keanehan disana?”
Sayyidina Abbas menjawab :
“Soal aneh, tahukah kamu siapakah anak muda itu?”
Setelah Sayyidina Abbas mengatakan adanya agama baru, ia melanjutkan kalimatnya.
“Kemenakanku ( Muhammad SAW ) memberitahu kepadaku bahwa tuhannya adalah Tuhan penguasa langit dan bumi. Dan ia diperintahkan oleh Tuhannya untuk membawakan agama yang dianutnya itu. Demi Allah, tidak ada seorang pun di muka bumi yang menganut agama itu selain mereka bertiga, yaitu Rasulullah SAW, istri beliau ( Khadijah binti Khuwalid ) dan Ali bin Abu Thalib.”
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa ketika Sayyidina Ali menyatakan dirinya memeluk islam, usianya kala itu baru sepuluh tahun.
Sayyidina Ali bin Abu Thalib Kw adalah seorang Alim yang cerdas, Ahli Fiqih, panglima yang bijaksana, yang kealimannya tidak pernah rusak oleh kekuasaan, yang keputusannya tidak pernah menyimpang demi kepuasan para pengikutnya, Imam yang Wara’, cendikiawan yang berotak cemerlang, Qadhi yang jenius, Amirul Mu’minin, salah seorang ksatria yang diperhitungkan, seorang Orator berbahasa fasih dan seorang ahli Zuhud yang di agungkan.
Beliau tidak pernah menundukkan diri kepada berhala selama hidupnya; orang yang pertama kali masuk islam dari kalangan pemuda serta orang pertama kali melakukan shalat di belakang Rasulullah saw.
Beliau adalah pembawa bendera Rasulullah saw dalam sebagian besar peperangan beliau, mengikuti semua peperangan selain perang Tabuk, karena ketika itu beliau diangkat sebagai pengganti oleh Rasulullah saw. Beliau berhati mulia di dalam perdamaian dan mulia dalam pertempuran. Di antara kemulian yang Allah swt limpahkan kepada dirinya adalah bahwa mata beliau tidak pernah memandang aurat sama sekali.
Beliau adalah Kholifah ke empat diantara Khulafaur Rasyidin, termasuk diantara sepuluh orang yang telah memperoleh kabar gembira akan masuk Syurga.
Beliau menyadari kemuliaan ini, seraya berkata :
“Kamu sekalian mengetahui posisi saya disisi Rasulullah saw dengan hubungan kerabat yang sangat dekat dan kedudukan istimewa. Beliau meletakkan saya ke dalam pangkuan beliau; sedangkan saya adalah seorang anak kecil yang beliau dekap didadanya. Beliau menempatkan saya di tempat tidur beliau. Beliau merekatkan saya dengan tubuh beliau, mengharumkan saya dengan keringat beliau. Beliau tidak pernah menjumpai kedustaan dalam ucapan saya dan kesalahan dalam perbuatan saya. Saya selalu mengikuti beliau seperti halnya anak sapi yang disapih yang selalu ikut serta dibelakang ibunya. Beliau setiap hari memperlihatkan sifat-sifat beliau kepada saya sebagai pendidik dan beliau menyuruh saya agar selalu mengikuti ajaran beliau.”
Rasulullah pernah bersabda tentang Sayyidina Ali Kw, ketika berada di mata air Ghadir Khum :
“Barang siapa mengakui bahwa saya adalah junjungannya, maka Ali adalah junjungannya juga. Ya Allah sertailah orang yang menyertai Ali dan musuhilah orang yang memusuhi Ali”
( HR.Turmuzi, Hakim, Nasai, Ahmad, Bazzar, Thabrani Abu Ya’la )
Rasulullah saw pernah memberitahu kepada Sayyidina Ali bahwa sesungguhnya tidak akan mencintai Ali kecuali orang Mu’min dan tidak akan membencinya kecuali orang munafik
Diriwayatkan dari Zir bin Hubaisy, bahwa ia berkata : Saya pernah mendengar Sayyidina Ali Kw berkata:
“Demi zat yang telah menumbuhkan biji-bijian dan yang telah menciptakan makhluk hidup, sesungguhnya adalah jaminan seorang Nabi yang Ummi kepada saya bahwasanya tidak akan mencintai saya kecuali orang mu’min dan tidak akan membenci saya kecuali orang munafik.”
( HR.Muslim, Turmuzi, Nasa’i dll )
Ketika turun ayat Muhabalah :
“Maka katakanlah ( Wahai Muhammad ) : Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu….
( QS.Ali Imran :61 )
Maka Rasulullah saw mengumpulkan Sayyidina Ali, Sayyidatuna Fatimah, Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein dan beliau bersabda :
“Ya Allah mereka inilah keluargaku.”
( HR.Muslim, Turmuzi, Hakim, dll ).
Keistimewaan Sayyidina Ali Kw
1. Abul Abbas :
“Ali memiliki empat keistimewaan yang tidak dimiliki oleh siapapun selain Ali yaitu dia adalah orang yang pertama kali diantara orang Arab dan orang Ajam menjalankan sholat bersama Muhammad saw; dia adalah orang yang membawa bendera Rasulullah saw didalam setiap pasukan besar; dia adalah orang yang sabar menyertai Rasulullah saw ketika orang lain lari meninggalkan beliau ( ketika perang ) dan dia adalah orang yang memandikan jenazah Rasulullah, sekaligus mensemayamkan beliau ke dalam kubur.”
2. Imam Hasan Al-Basri:
“Demi Allah dia adalah anak panah yang sangat tepat sasaran. Dia adalah Alim Robbani nya umat ini, yang memiliki keutamaan serta memiliki kekerabatan kepada Rasulullah saw. Dia telah mendapat Al Qur’an lewat keteguhan hatinya.”
3. Imam Ahmad bin Hanbal, Ismail Al Qadli, An Nasa’i :
“Tidak ada hadits yang menerangkan tentang diri salah seorang dari sahabat dengan sanad-sanad yang bagus sebanyak hadits yang menerangkan tentang Ali ra.”
4. Memiliki kemampuan bersabar dan memaafkan yang luar biasa; ketika ada sebagian orang mengundurkan diri dari pembaiatan dirinya sebagai Khalifah; beliau hanya berkata : “Mereka itu adalah golongan yang menelantarkan kebenaran dan juga tidak menolong kebatilan, mereka telah mengundurkan diri dari kebenaran dan tidak pula berdiri menyertai kebatilan.”
5. Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Sayyidina Umar bin Khattab ra bahwa beliau berkata : “Orang yang paling ahli membaca diantara kami adalah Ubai dan orang yang paling ahli memutuskan perkara diantara kami adalah Ali.”(HR.Bukhari)
6. Memiliki daya ingat yang kuat ( Udzunun Wa’iyah ) : mendengar dan hafal terhadap apa yang telah didengarnya dan tidak menghilangkannya hanta karena sebab tidak mengamalkannya.
7. Menjadi penyampai ( Tabligh ) sebagai wakil Rasulullah saw.
8. Imam Bukhari dan yang lainnya meriwayatkan dari Al-Bara’ bin Azib bahwa ia berkata :”Rasulullah saw telah berkata kepada Sayyidina Ali Kw” : “Engkau adalah bagian dari diriku dan Aku adalah bagian dari dirimu”
9. Imam Bukhari meriwayatkan dari Sayyidina Ali Kw; bahwa beliau berkata : “Saya adalah orang yang pertama kali berlutut untuk menyelesaikan pertengkaran di hadapan Ar-Rahman pada hari kiamat nanti”
10. Sayyidina Ali Kw adalah orang laki-laki paling terakhir bertemu dengan Rasulullah saw.
Ibnu Abbas ra meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw menyatakan: ‘Manusia diciptakan dari berbagai jenis pohon, sedang aku dan Ali bin Abi Thalib diciptakan dari satu jenis pohon (unsur). Apakah yang hendak kalian katakan tentang sebatang pohon yang aku sendiri merupakan pangkalnya, Fatimah dahannya, Ali getahnya, al-Hasan dan al-Husein buahnya, dan para pencinta kami adalah dedaunannya! Barangsiapa yang bergelantung pada salah satu dahannya ia akan diantar ke dalam surga, dan barangsiapa yang meninggalkannya ia akan terjerumus ke dalam neraka.”
Imam Ali bin Abi Thalib wafat sebagai syahid pada hari Jum’at tanggal
17 Ramadhan tahun 40 Hijriyah ketika sedang melaksanakan sholat Subuh. Beliau dikarunia lima belas orang anak laki-laki dan delapan belas orang anak perempuan:
-Hasan
-Husein Ibunya Siti Fathimah binti Rasul saw.
-Muhsin (meninggal waktu kecil)
-Muhammad al-Hanafiah (Menurut satu pendapat keluarga Ba Qasyir di Hadramaut adalah keturunannya)
-Abbas
-Usman Syahid bersama saudaranya Husein
-Abdullah Ibunya ummu Banin binti Hazam al-Kilabiyah
-Ja’far
-Abdullah
Ibunya Layla binti Mas’ud al-Nahsaly
-Abu Bakar
-Yahya
Ibunya Binti Umais al-Khosmaiy
-Aun
-Umar al-Akbar (Ibunya ummu Habibah al-Taghlibiyah)
-Muhammad al-Ausath (Ibunya Amamah binti Abi Ash)
-Muhammad al-Asghor
Kelima belas anak laki-laki tersebut sesuai dengan pendapat al-Amiri, sedangkan Ibnu Anbah menambahkan nama: Abdurahman, Umar al-Asghor dan Abbas al-Asghor. Adapun yang membuahkan keturunan ada lima, yaitu: Hasan, Husein, Muhammad al-Hanafiyah, Abbas al-Kilabiyah dan Umar al-Tsa’labiyah.
Sedangkan anak perempuannya dalam riwayat yang disepakati berjumlah 18 orang, yaitu: Zainab, Ummu Kulsum, Ruqoyah, Ummu Hasan Ramlah al-Kubra, Ummu Hanni, Ramlah al-Sughro, Ummu Kulsum al-Sughro, Fathimah, Amamah, Khadijah, Ummu Khoir, Ummu Salmah, Ummu Ja’far, Jamanah.
( Dikutip dari Al-Kisah; No.10/Tahun III/9-22 Mei 2005 dan buku Ajarilah Anakmu Mencintai Keluarga Nabi SAW; Muhammad Abduh Yamani )
Kebaikan bukanlah dengan bertambah banyaknya harta dan anakmu. Akan tetapi kebaikan adalah dengan bertambah banyaknya ilmumu, bertambah besarnya kesabaranmu, dan engkau menyaingi orang lain dengan ibadahmu kepada Tuhan mu. Maka, jika engkau berbuat baik, engkau memuji Allah ‘Azza wajalla; dan jika engkau berbuat buruk, engkau beristighifar kepada Allah.
Tidak ada kebaikan di dunia ini kecuali bagi dua golongan manusia, yaitu:
Pertama, seseorang yang berbuat dosa, lalu dia cepat-cepat meluruskan perbuatannya dengan bertobat.
Kedua, seseorang yang selalu bersegera dalam amal kebajikan.
dan berikut wasiat/nasehat dari sahabat Sayyidina ‘Ali bin Abi Tholib ^_^
- perbuatan yang dilakukan dengan ketakwaan, maka bagaimana dapat dikatakan sedikit suatu perbuatan yang diterima (Allah)?
- Kesempatan terus berjalan seperti jalannya awan. Oleh karena itu, cepat-cepatlah kalian ambil segala kesempatan yang baik (sebelum Ia berlalu dari kalian).
- Kedermawanan yang sebenarnya adalah berniat melakukan kebaikan kepada setiap orang.
- Di antara amal kebajikan yang paling utama adalah: berderma di saat kesusahan, bertindak benar ketika sedang marah, dan memberi maaf ketika mampu untuk menghukum.
- Kebaikan yang tidak ada keburukan di dalamnya adalah bersyukur ketika mendapatkan kenikmatan, dan bersabar ketika mendapatkan musibah.
- Berbuatlah kebaikan dan janganlah kalian meremehkannya sedikit pun. Sebab, yang kecilnya adalah besar dan sedikitnya adalah banyak. Dan janganlah sekali-kali salah seorang dari kalian mengatakan, ”Sesungguhnya orang lain Iebih utama dalam hal melakukan kebaikan ini daripada saya.” Maka, demi Allah, perkataannya akan menjadi kenyataan. Sesungguhnya bagi kebaikan dan keburukan ada pemiliknya (pelakunya). Maka, bagaimanapun kalian meninggalkan di antara keduanya, ada orang lain yang akan mengerjakannya.
- Jika seseorang meninggal dunia, terputuslah segala amal nya kecuali tiga: sedekah jariah; ilmu yang dia ajarkan kepada manusia lalu mereka mendapatkan manfaat dengannya; dan anak yang saleh yang mendoakannya.
- Maafkanlah kesalahan orang-orang yang memiliki akhlak yang mulia karena setiap orang di antara mereka, jika melakukan suatu kesalahan, pasti tangan Allah ada bersama tangannya yang mengangkat kesalahannya itu.
- Janganlah engkau meninggalkan kebaikan karena zaman selalu berputar. Banyak sekali orang yang pagi harinya mengharapkan kebaikan (pemberian) orang lain berubah menjadi orang yang diharapkan kebaikannya oleh orang lain, dan orang yang kemarinnya mengikuti orang lain berubah menjadi orang yang diikuti.
- Permulaan kebaikan di pandang ringan, tetapi akhirnya dipandang berat. Hampir-hampir saja pada permulaannya dianggap sekadar menuruti khayalan, bukan pikiran; tetapi pada akhirnya dianggap sebagai buah pikiran, bukan khayalan. Oleh karena itu, dikatakan bahwa memelihara pekerjaan lebih berat daripada memulainya.
- Dengan kebaikan, orang yang merdeka dapat diperbudak.
- Pasti untukmu ada seorang teman di dalam kuburmu. Oleh karena itu, jadikanlah temanmu itu seorang yang berwajah tampan yang wangi baunya. Dia adalah amal saleh.
- Memulai pekerjaan adalah sunnah, sedangkan memeliharanya adalah wajib.
- Tidak ada perdagangan yang seperti amal saleh, dan tidak ada keuntungan yang seperti pahala.
- Jika engkau merasa lelah dalam kebajikan, maka sesungguhnya kelelahan itu akan hilang, sementara kebajikan akan kekal.
- Belanjakanlah hartamu dalam hal yang benar, dan janganlah engkau menjadi penyimpan harta untuk selain dirimu (orang lain).
- Benar-benar mengherankan, orang yang dikatakan kebaikan ada padanya padahal kebaikan itu tidak ada pada dirinya, bagaimana dia merasa gembira? Dan juga benar-benar mengherankan, orang yang dikatakan keburukan ada padanya, padahal keburukan itu tidak ada pada dirinya, bagaimana dia marah?
- Tidak ada yang mengetahui keutamaan orang yang memiliki keutamaan kecuali orang-orang yang memiliki keutamaan.
- Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang dikhususkanNya dengan berbagai kenikmatan untuk kemanfaatan hamba-hamba-Nya yang lain. Allah mengukuhkan kenikmatan (harta) itu di tangan mereka selama mereka mendermakannya. Maka, jika mereka tidak mendermakannya, pasti Allah akan mencabutnya dari mereka, kemudian Dia mengalihkannya kepada orang-orang selain mereka.
- Kebajikan adalah apa yang dirimu merasa tenang padanya dan hatimu merasa tenteram karenanya. Sedangkan dosa adalah yang jiwamu merasa resah karenanya dan hatimu menjadi bimbang.
- Jika bentuk keburukan bergerak dan tidak tampak wujudnya, maka Ia akan menyebabkan ketakutan; dan jika tampak wujudnya, maka Ia akan menyebabkan kesakitan. Sebaliknya, jika bentuk kebaikan bergerak dan tidak tampak wujudnya, maka ia akan menyebabkan kegembiraan; dan jika tampak wujudnya, maka ia akan menyebabkan kenikmatan.
- Lemparkan kembali batu itu dari arah mana ia datang, karena sesungguhnya kejahatan tidak didorong kecuali oleh kejahatan.
- Tangguhkanlah keburukan karena sesungguhnya jika engkau menghendaki, niscaya engkau akan terburu-buru mengerjakannya.
- Pelaku kebaikan lebih baik daripada kebaikan itu sendiri, dan pelaku kejahatan lebih jahat daripada kejahatan itu sendiri.
- Bersahabatlah dengan orang-orang yang baik, niscaya engkau akan termasuk di antara mereka; dan tinggalkanlah orang-orang jelek, niscaya engkau terpisah dari mereka.
- Janganlah engkau bersahabat dengan orang jahat karena sesungguhnya watakmu mencuri dari sebagian wataknya, sementara engkau tidak tahu.
- Orang-orang jahat mengincar keburukan manusia dan meninggalkan kebaikan mereka, sebagaimana lalat mengincar tempat-tempat yang busuk.
- Sesuatu yang manfaatnya bersifat umum adalah kematian bagi orang-orang jahat.
- Janganlah kalian bersahabat dengan orang-orang jahat karena Sesungguhnya mereka mengungkit-ungkit kebaikan mereka terhadap kalian.
Assalamualaikum… Mas salam kenal dari saya, mohon ijin minta alamat fb y mas?? Tolong add saya di fb crist_anti@ymail.com
Walaikumsalam.., salam kenal kembali.. di FB silahkan search dengan Zon Jonggol
Jazakallah khair
Wa barakallah fik ya mu’allim
wahai saudaraq, artikel d atas sngat brmanfaat. Salah 1 nya, kita berdoa hndaknya lngsng kpd Allah tanpa perantara si fulan dan si fulan, apa lg yg udah meninggal…
Sngt d sayangkan, banyak umat Islam yng mnyelisihi hal tsb.
Mas Awang sebaiknya janganlah mengada-ada larangan yang tidak pernah dilarang oleh Allah Azza wa Jalla karena perbuatan tersebut termasuk perbuatan menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Katakanlah! Tuhanku hanya mengharamkan hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadanya dan apa yang tersembunyi dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui.” (QS al-A’raf [7] : 33)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda pada suatu hari dalam khutbah beliau: Sesungguhnya Rabbku memerintahkanku untuk mengajarkan yang tidak kalian ketahui yang Ia ajarkan padaku pada hari ini: ‘Semua yang telah Aku berikan pada hamba itu halal, Aku ciptakan hamba-hambaKu ini dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian membelokkan mereka dari agamanya, dan mengharamkan atas mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta mempengaruhi supaya mereka mau menyekutukan Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan padanya”. (HR Muslim 5109)
Kaum muslim boleh berdoa kepada Allah ta’ala dengan bertawassul dengan seorang muslim yang telah meraih maqom (derajat) disisiNya , baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat karena kematian tidak menggugurkan kemuliaan seseorang disisi Allah ta’ala.
Diantara Salaf yang sholeh yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah mencapai maqom yang paling dekat adalah Uwais ra. Beliau dari kalangan Tabi’in
Suatu hari Umar r.a. kedatangan rombongan dari Yaman, lalu ia bertanya :
“Adakah di antara kalian yang datang dari suku Qarn?”.
Lalu seorang maju ke dapan menghadap Umar. Orang tersebut saling bertatap pandang sejenak dengan Umar. Umar pun memperhatikannya dengan penuh selidik.
“Siapa namamu?” tanya Umar.
“Aku Uwais”, jawabnya datar.
“Apakah engkau hanya mempunyai seorang Ibu yang masih hidup?, tanya Umar lagi.
“Benar, Amirul Mu’minin”, jawab Uwais tegas.
Umar masih penasaran lalu bertanya kembali “Apakah engkau mempunyai bercak putih sebesar uang dirham?” (maksudnya penyakit kulit berwarna putih seperti panu tapi tidak hilang).
“Benar, Amirul Mu’minin, dulu aku terkena penyakit kulit “belang”, lalu aku berdo’a kepada Allah agar disembuhkan. Alhamdulillah, Allah memberiku kesembuhan kecuali sebesar uang dirham di dekat pusarku yang masih tersisa, itu untuk mengingatkanku kepada Tuhanku”.
“Mintakan aku ampunan kepada Allah”.
Uwais terperanjat mendengar permintaan Umar tersebut, sambil berkata dengan penuh keheranan. “Wahai Amirul Mu’minin, engkau justru yang lebih behak memintakan kami ampunan kepada Allah, bukankah engkau sahabat Nabi?”
Lalu Umar berkata “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata “Sesungguhnya sebaik-baik Tabiin adalah seorang bernama Uwais, mempunyai seorang ibu yang selalu dipatuhinya, pernah sakit belang dan disembuhkan Allah kecuali sebesar uang dinar di dekat pusarnya, apabila ia bersumpah pasti dikabulkan Allah. Bila kalian menemuinya mintalah kepadanya agar ia memintakan ampunan kepada Allah”
Uwais lalu mendoa’kan Umar agar diberi ampunan Allah. Lalu Uwais pun menghilang dalam kerumunan rombongan dari Yaman yang akan melanjutkan perjalanan ke Kufah. (HR Ahmad)
kalau hemat saya:
meminta didoakan kepada orang sholeh ya tidak ada yg salah, selama dia masih hidup. Uwais diminta mendoakan oleh umar…ya memang boleh…, contoh lainnya kita minta didoakan oleh anak yatim..
Yg jadi perselisihan adalah bertawassul dg orang yg meninggal..:
> betul derajat kemuliaan itu tdk akan hilang di sisi Alloh bagi org2 yg sholeh
> namun apa Allah SWT memerintahkan kita untuk bertawassul dg kedudukan org2 yg sudah meninggal, dan apakah sahabat atau nabi pernah mengajarkannya…?? dalam riwayat uwais itu adalah, saat uwais masih hidup.
> Umar dahulu pernah bertawasul atas kedudukan nabi sebelum nabi meninggal, namun setelah meninggal dia tdk bertawasul dg kedudukan nabi, akan tetapi dengan kedudukan paman nabi ( Abbas r.a.) ketika meminta hujan.
> orang yg telah meninggal sangat perlu sekali dido’akan agar ditempatkan di tempat yg terpuji disisinya. Sholawat kepada Rosulullah SAW adalah dalam rangka mendo’akan beliau agar Allah memberi sholawat (rahmat) dan salam(keselamatan) kepada beliau (ada dalam hadits)
> Rosulullah SAW diberik kekhususan, bahwa jika ada yg yg bersholawat kepadanya, maka ada Alloh akan mengembalikan ruhnya kepada jasad beliau dan malaikat menyampaikan sholawat itu kepada beliau. kemudian rosulullah SAW akan menjawab sholawat tersebut (ada dalam hadits)
> orang2 yg berjiarah kubur ke makam baik para makam wali songo/ yg lainnya, terkadang ada yg tergelincir kedalam kesyirikan, jadi memohon pada wali yg sudah meninggal ini. Padahal jasad yg ada dlm kuburnya itu tdk bisa memberikan manfaat maupun madorot. Karena yg mampu memberikan manfaat dan madorot di dunia ini adalah Hak Allah SWT, nabi Muhammad SAW sekalipun tdk bisa memberikan manfaat dalam arti memberi rijki atau mendatangkan musibah (madorot). Jadi kuburan itu tdk bisa memberi manfaat maupun madorot,
> Perincian tauhid kedalam hak-hak ketuhanan maupun hak yg harus diibadahi dan juga asma dan sifat Allah adalah dalam rangka memperjelas dan memperinci ttg Hak-Hak Allah sebagai Tuhan. Khususnya Hak ketuhanan (yg mengatur alam semesta, memberi rijki, mendatangkan musibah, nasib baik, nasib buruk,takdir, menghidupkan, mematikan, mengabulkan do’a, dll), jadi tidak ada makhluk yg berhak mengambil Hak Ini, jadi kalau kita beranggapan ada makhluk yg mampu memiliki hak kerububiyyahan itu, maka jelas masuk kedalam syirik. (co : mendatangi peramal, yg dianggap mengetahui yg ghaib/masa depan, padahal Nabi SAW pun tdk mengetahui hal2 ghaib kecuali Wahyu dari Allah SWT, juga beranggapan bahwa orang mati itu dpt memberi manfaat)
> Nah pada konteks inilah yg membedakan antara yg pro dan yg kontra akan bertawassul dg org yg meninggal. Saya pun sepakat dg yg Kontra, karena :
1. Dalam hal berdo’a—> hanya kepada Alloh Semata dengan mengikuti petunjuk Rosul, artinya jika Rosulpun tdk mengajarkan tawassul dg org mati…., kenapa kita harus melakukannya.., sya pribadi pun takut terjerumus kedalam kesyirikan, maka kalau sebelum berdo’a diusahakan bersholawat dan istighfar.
2. Berdo’a itu ibadah, dan ibadah itu perlu mencontoh sunnah/petunjuk Rosulullah SAW. Kalau kita sholat subuh 3 roka’at, tidak akan pernah ada larangan secara khusus tentang ini, karena kita hanya diperintahkan sholat subuh 2 roka’at. Jadi dalam hal ibadah itu : harus mengedepankan dalil (apa dalilnya/dalil khusus), bukan menanyakan larangannya…? karena larangan cukup dg sekali saja yaitu tentang larangan mengada2 dalam perkara agama.
Adz-Dzahabi; dalam karyanya; Siyar A’lam an-Nubala’, jld. 9, cet. 9, tentang biografi Imam Ma’ruf al-Karkhi; beliau adalah Abu Mahfuzh al-Baghdadi. Dari Ibrahim al-Harbi berkata: “Makam Imam Ma’ruf al-Karkhi adalah obat yang paling mujarab”. Adz-Dzahabi berkata: “Yang dimaksud ialah terkabulnya doa di sana yang dipanjatkan oleh orang yang tengah kesulitan, oleh karena tempat-tempat yang berkah bila doa dipanjatkan di sana akan terkabulkan, sebagaimana terkabulkannya doa yang dipanjatkan di waktu sahur (sebelum subuh), doa setelah shalat-shalat wajib, dan doa di dalam masjid-masjid……”.
Siyar A’lam an-Nubala’, jld. 12, cet. 14, tentang biografi Imam al-Bukhari (penulis kitab Shahih); beliau adalah Abu Abdillah Muhammad ibn Isma’il ibn Ibrahim al-Bukhari, dalam menceritakan tentang wafatnya. simak tulisan adz-Dzahabi berikut ini: “Abu ‘Ali al-Gassani berkata: “Telah mengkhabarkan kepada kami Abu al-Fath Nasr ibn al-Hasan as-Sakti as-Samarqandi; suatu ketika dalam beberapa tahun kami penduduk Samarqand mendapati musim kemarau, banyak orang ketika itu telah melakukan shalat Istisqa’, namun hujan tidak juga turun. Kemudian datang seseorang yang dikenal sebagai orang saleh menghadap penguasa Samarqand, ia berkata: “Saya punya pendapat maukah engkau mendengarkannya? Penguasa tersebut berkata: “Baik, apa pendapatmu?”. Orang saleh berkata: “Menurutku engkau harus keluar bersama segenap manusia menuju makam Imam Muhammad ibn Isma’il al-Bukhari, makam beliau berada di Kharatnak, engkau berdoa meminta hujan di sana, dengan begitu semoga Allah menurunkan hujan bagi kita”. Sang penguasa berkata: “Aku akan kerjakan saranmu itu”. Maka keluarlah penguasa Samarqand tersebut dengan orang banyak menuju makam Imam al-Bukhari, banyak sekali orang yang menangis di sana, mereka semua meminta tolong kepada Imam al-Bukhari. Kemudian Allah menurunkan hujan yang sangat deras, hingga orang-orang saat itu menetap di Kharatnak sekitar tujuh hari, tidak ada seorangpun dari mereka yang dapat pulang ke Samarqand karena banyak dan derasnya hujan. Jarak antara Samarqand dan Kharatnak sekitar tiga mil”
Para Sahabat , bertawassul dan bertabarruk ke makam Rasulullah sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu katsir dalam kitab tarikhnya 7/105: “Berkata al hafidz Abu Bakar al Baihaqi, telah menceritakan Abu Nashar bin Qutadah dan Abu bakar al Farisi, mereka berdua berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Umar bin Mathor, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Ali Addzahli, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah dari ‘Amasy dari Abi Shalih dari Malik Ad Daar Ia berkata, “Orang-orang mengalami kemarau panjang saat pemerintahan Umar. Kemudian seorang laki-laki datang ke makam Nabi Shallallahu alaihi wasallam dan berkata “Ya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mintakanlah hujan untuk umatmu karena mereka telah binasa”. Kemudian orang tersebut mimpi bertemu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan dikatakan kepadanya “datanglah kepada Umar dan ucapkan salam untuknya beritahukan kepadanya mereka semua akan diturunkan hujan. Katakanlah kepadanya “bersikaplah bijaksana, bersikaplah bijaksana”. Maka laki-laki tersebut menemui Umar dan menceritakan kepadanya akan hal itu. Kemudian Umar berkata “Ya Tuhanku aku tidak melalaikan urusan umat ini kecuali apa yang aku tidak mampu melakukannya” (Sanadnya shahih adalah penetapan dari Ibnu katsir. Malik adalah Malik Ad Daar dan ia seorang bendahara gudang makanan pada pemerintahan Umar,ia adalah tsiqoh)
Al hafidz Ibnu Hajar al Asqolani dalam fathul bari juz 2 pada kitab aljumah bab sualun nas al imam idza qohathu”, Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih dari riwayat Abu Shalih As Saman dari Malik Ad Daar seorang bendahara Umar. Ia berkata “Orang-orang mengalami kemarau panjang saat pemerintahan Umar. Kemudian seorang laki-laki datang ke makam Nabi Shallallahu alaihi wasallam dan berkata “Ya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mintakanlah hujan untuk umatmu karena mereka telah binasa datanglah kepada Umar dst..dan laki2 itu adalah Bilal bin Haris al Muzani”.
Begitupula sebagaimana yang disampaikan Sahabat Nabi sebagaimana yang terlukis pada Tafsir Ibnu Katsir pada ( QS An Nisaa [4] : 64 ) Scan kitab tafsir dapat dibaca pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2011/09/ikjuz5p281_285.pdf
Berikut kutipannya
**** awal kutipan ****
Al-Atabi ra menceritakan bahwa ketika ia sedang duduk di dekat kubur Nabi Shallallahu alaihi wasallam, datanglah seorang Arab Badui, lalu ia mengucapkan, “Assalamu’alaika, ya Rasulullah (semoga kesejahteraan terlimpahkan kepadamu, wahai Rasulullah). Aku telah mendengar Allah ta’ala berfirman yang artinya, ‘Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka menjumpai Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang‘ (QS An-Nisa: 64),
Sekarang aku datang kepadamu, memohon ampun bagi dosa-dosaku (kepada Allah) dan meminta syafaat kepadamu (agar engkau memohonkan ampunan bagiku) kepada Tuhanku.”
Kemudian lelaki Badui tersebut mengucapkan syair berikut , yaitu: “Hai sebaik-baik orang yang dikebumikan di lembah ini lagi paling agung, maka menjadi harumlah dari pancaran keharumannya semua lembah dan pegunungan ini. Diriku sebagai tebusan kubur yang engkau menjadi penghuninya; di dalamnya terdapat kehormatan, kedermawanan, dan kemuliaan.“
Kemudian lelaki Badui itu pergi, dan dengan serta-merta mataku terasa mengantuk sekali hingga tertidur.
Dalam tidurku itu aku bermimpi bersua dengan Nabi shallallahu alaihi wasallam., lalu beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Hai Atabi, susullah orang Badui itu dan sampaikanlah berita gembira kepadanya bahwa Allah telah memberikan ampunan kepadanya!”
***** akhir kutipan *****
mas Hery ……silahkan antum cocok kepada yang kontra kami hanya mengingatkan janganlah mengada-ada larangan yang tidak pernah dilarang oleh Allah Azza wa Jalla karena perbuatan tersebut termasuk perbuatan menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya……masalah //////Berdo’a itu ibadah, dan ibadah itu perlu mencontoh sunnah/petunjuk Rosulullah SAW. Kalau kita sholat subuh 3 roka’at, tidak akan pernah ada larangan secara khusus tentang ini, karena kita hanya diperintahkan sholat subuh 2 roka’at. Jadi dalam hal ibadah itu : harus mengedepankan dalil (apa dalilnya/dalil khusus), bukan menanyakan larangannya…? karena larangan cukup dg sekali saja yaitu tentang larangan mengada2 dalam perkara agama.///////
..itu contoh jelas melanggar apa yang di syariatkan / di contohkan Rosululloh dan syariat dalam agama Alloh ta ‘ala, sholat jelas perintah Alloh ta ‘ala dan dicontohkan Rosululloh karena termasuk amal ketaatan dan amal yang disyariatkan namun bertawasul adalah bentuk dari amal kebaikan / amalan shaleh …..amalan baik / shaleh tidak mesti di contohkan Rosululloh contoh berdakwah lewat internet zaman Rosululloh tidak di contohkan …….mengaji tiap hari minggu berpindah dari masjid ke masjid juga tidak ada perintah dari Rosululloh , membuat pesantren, menghiasi masjid …..dan masih banyak sekali amal kebaikan yang bisa kita perbuat,, batasannya adalah amalan tersebut dalam pelaksanaanya tidak melanggar /menyelisih Al Quran dan hadits Nabi bro Hery …….silahkan antum kaji lagi amal ketaatan dan amal kebaikan disinilah letak kesalahpahamam kita sesama muslim . sekali lagi mas Hery agama itu adalah bertaqwa , bertaqwa adalah menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya ……..Nya = Alloh ta ‘ala ……….bukan menjalankan perintah ustadz salafi-wahabi dan menjauhi larangan ustadz salafi-wahabi …..titik .maaf bila ada kata yang tak berkenan……..
yup tidak apa2 kita berbeda…akan kita pertanggungjawabkan masing-masing. Ya..memang perbedaannya disini…yaitu dalam amal baik, terus terang saya ragu dg bertawassul kepada yg sudah meninggal, Sya hanya ingin berusaha mengikuti jejak Rosulullah SAW dan para sahabatnya semampu saya. Karena prinsip saya, agama ini sudah sempurna, konsekuensinya adalah apa yg diajarkan rosulullah SAW dan para sahabatnya tentunya berdasarkan dalil yg shahih apalagi dalam masalah akidah adalah suatu yg harus kita ikuti. Sya bukan dalam rangka mengikuti ustad salafi, sya terkadang diskusi dg muhammadiyyah, MMI, PKS, HTI, dll…konsep mereka kalau dalam masalah ini sama ternyata. Muhammadiyyah dg majlis tarjihnya…ya…disana banyak akademisi/professor yg ahli dibidang agama…, arab saudi dg universitas2nya banyak doktor ahli hadits, begitu juga al azhar di mesir. Saya hanya pencari hidayah, saya ingin selamat dunia akhirat. Dan saya pun berprinsip..darimana pun dalil itu keluar jika shahih maka wajib kita ikuti, jadi sya bukanlah penganut madzhab tertentu, buat saya islam adalah ahlusunnah waljamaah, dari fatwa dari salafi, sufi, muhammdiyyah, persis, HTI, NU kalau bersandar pada hadits shahih..bukankah kita wajib menerimanya…?? karena memang kalau yg shahih itu adalah dari Allah SWT dan Rosul-NYa.
salafi itu sebenarnya niatnya bagus…melarang kesyirikan, mengajak bertauhid…coba saja kalau baca karya2 mereka…, namun memang terkadang ada orang2 yg baru belajar (ini menurut mereka sendiri)…yg jadi perusak dakwah tauhid nya mereka.., coba aja selami sedalam dalamnya..biar bisa menilai sebenarnya mereka itu sesat atau justru sebaliknya….
maaf saya bukan melarang, ya silahkan saja…, sya hanya menyampaikan apa yg saya fahami, kalau sepakat ya syukur kalaupun ga spakat ..ga apa2, itu kewenangan Allah SWT yg memberikan hidayah pada kita semua. Yg saya fahami adalah takutnya terjerumus ke wilayah kesyirikan, misal: banyak yg datang ke kuburan meminta pada yg sudah meninggal untuk dikabulkan keinginannya, menganggap kuburan wali anu adalah tempat yg mujarab, hemat sya tempat2 yg baik untuk berdo’a hanyalah tempat yg dicontohkan oleh syari’at. Menjaga/melarang diri dari kesyirikan adalah kewajiban kita semua bukan…??.
Amal baik—> dakwah pakai internet, dll ya…sepakat dalam hal ini, baik sekali
namun dalam berdo’a—> asalnya ibadah–> namun kalau berdo’a kepada jin itu adalah kesyirikan.
dan sya memahami tawassul adalah suatu bentuk do’a kepada Allah dengan perantara org shaleh yg sudah meninggal. ini artinya kita meminta didoakan kepada Allah oleh yg sudah meninggal. Yg meninggal ini sudah tidak ada (ghaib), bolehkan kita meminta kepada org yg tidak ada secara dzohir…?? jin itu tidak terlihat(ghoib)…dan kita dilarang meminta kepada mereka (yg gahoib) karena ini adalah kesyirikan. Ya..bukan hanya kepada jin, kepada malaikat pun..kita tidak boleh berdo’a bukan…?? bahkan kepada rosulullah SAW pun kita tidak boleh memohon/ berdo’a. Karena berdo’a itu hanya kepada Allah SWT (Iyyakana’budu waiyyakanastai’n). Sya hanya takut tergelincir kedalam wilayah kesyirikan, ini mohon maaf hanya pemahaman saya. kalau tdk sepakat ya..tdak apa2..
Mas Hery, silahkan baca penjelasannya pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/07/11/doa-mustajab/
kalau tentang umar meminta uwais mendoakannya sya sepakat (sama saja dg kita minta doa kpd ibu tentunya yg masih hidup, dan kalau sudah meninggal ya kita mendoakannya) namun kalau dijadikan dalil bolehnya bertawasul kpd org soleh yg sudah mati…kurang pas dalilnya Mas Zon…??
bang zon , maaf ikut Nimbrung setahu saya sejak zaman Sahabat hingga abad 6 hijriyah tidak seorang pun Ulama yang melarang bertawasul kpd org soleh yg sudah mati , baru pada abad 7 hijriyah ada sebagian kecil yang melarang Tawassul seperti ini bahkan memasukan Tawassul model ini dalam syirik akbar .
jadi menurut saya boleh saja kita berbeda pendapat dalam masalah ini , yang tidak boleh menurut saya adalah menyalahkan pelaku Tawassul dengan yang sudah meninggal , apalagi menuduh syirik.
setahu saya belum ada yg bertawasul dengan orang mati dikalangan sahabat..
menurut sahabat2ku..:
apakah kalau kita meyakini obat sebagai penyembuh penyakit kita bukan termasuk syirik???, menurut hemat sya ini masuk syirik karena kita beranggapan obatlah sebagai penyembuh, padahal hanya Allah lah yg menyembuhkan dan berobat sebagai usaha yg diajarkan agama ini. Kalau sepakat akan mudah untuk memahami:
Apakah kita meyakini dg tawassul kpd org mati/berada di kuburan terntentu dapat sebagai pengabul do’a…???
Padahal Allah SWT untuk mengabulkan do’a tidak memerlukan perantara bukan…?? dan rosulullah SAW pun menyuruh untuk jiarah kubur, namun setahu saya bukanlah untuk mengajarkan adanya keberkahan kalau berdo’a, dll——> yg beliau ajarkan agar kita mendo’akan yg meninggal itu, dan supaya ingat mati..
Bismillahiladzi laayadurru ma’asmihi saiun fil ardi walaa fisamaai wahuwassamiul a’liim. (Dengan menyebut nama Allah yg dengan-Nya tdk ada kemudorotan segala sesuatu di dunia dan juga di langit, Dia lah yg maha Mendengar dan Maha Mengetahui).
Yang Mampu memberikan manfaat dan madhorot itu hanyalah Hak Allah SWT, sehingga semua makhluk itu tdk ada yg bisa mengambil hak ini. Manfaat yg dimaksud adalah kebaikan/keberkahan, madhorot itu adalah keburukan.
mas Hery apakah kita meyakini dg tawassul kpd org yang masih hidup pasti dapat sebagai pengabul do’a…?????? bagi Alloh ta’ala orang hidup dan orang mati tiada beda …..namun klau orang2 shaleh , mendapat maqom disisi Alloh kalau ana meyakini ruh mereka terdapat disisiNya ……jadi tujuan kita bertawasul adalah untuk agar do’a kita wushul namun hanya Alloh lah Maha Pemberi manfaat baik itu tawasul dgn orang hidup atau orang mati ……………..wallohu’alam .
Jangan menyebut atau menulis Allah dg Alloh dong. Gak enak banget. Coba nama kita yang a diganti dg O. Gak enak dan gak suka kan. Maaf ya cuma menyarankan
Syekh Ibnu Taimiyah dalam sebagian kitabnya memperbolehkan tawassul kepada nabi Muhammad SAW tanpa membedakan apakah Beliau masih hidup atau sudah meninggal. Beliau berkata : “Dengan demikian, diperbolehkan tawassul kepada nabi Muhammad SAW dalam doa, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi :
أن النبي علم شخصا أن يقول : اللهم إنى أسألك وأتوسل إليك بنبيك محمد نبي الرحمة يا محمد إنى أتوجه بك إلى ربك فيجلى حاجتى ليقضيها فشفعه فيّ (أخرجه الترميذى وصححه).
Rasulullah s.a.w. mengajari seseorang berdoa: (artinya)”Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu dan bertwassul kepadamu melalui nabiMu Muhammad yang penuh kasih, wahai Muhammad sesungguhnya aku bertawassul denganmu kepada Allah agar dimudahkan kebutuhanku maka berilah aku sya’faat”. Tawassul seperti ini adalah bagus (fatawa Ibnu Taimiyah jilid 3 halaman 276)
…….maaf mas Hery pahim tum ?????
Selama ini para ulama yang memperbolehkan tawassul dan melakukannya tidak ada yang berkeyakinan sedikitpun bahwa mereka (yang dijadikan sebagai perantara) adalah yang yang mengabulkan permintaan ataupun yang memberi madlorot. Mereka berkeyakinan bahwa hanya Allah lah yang berhak memberi dan menolak doa hambaNya. Lagi pula berdasarkan hadis-hadis yang telah dipaparkan diatas menunjukakn bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan suatu yang baru dikalangan umat islam dan sudah dilakukan para ulama terdahulu. Jadi jikalau ada umat islam yang melakukan tawassul sebaiknya kita hormati mereka karena mereka tentu mempunyai dalil dan landasan yang cukup kuat dari Quran dan hadist.
Tawassul adalah masalah khilafiyah di antara para ulama Islam, ada yang memperbolehkan dan ada yang melarangnya, ada yang menganggapnya sunnah dan ada juga yang menganggapnya makruh. Kita umat Islam harus saling menghormati dalam masalah khilafiyah dan jangan sampai saling bermusuhan. Dalam menyikapi masalah tawassul kita juga jangan mudah terjebak oleh isu bid’ah yang telah mencabik-cabik persatuan dan ukhuwah kita. Kita jangan dengan mudah menuduh umat Islam yang bertawassul telah melakukan bid’ah dan sesat, apalagi sampai menganggap mereka menyekutukan Allah, karena mereka mempunyai landasan dan dalil yang kuat. Tidak hanya dalam masalah tawassul, sebelum kita mengangkat isu bid’ah pada permasalahan yang sifatnya khilafiyah, sebaiknya kita membaca dan meneliti secara baik dan komprehensif masalah tersebut sehingga kita tidak mudah terjebak oleh hembusan teologi permusuhan yang sekarang sedang gencar mengancam umat Islam secara umum.
Wallahu a’lam bissowab……
kalau kita belum tahu bahwa sahabat Rosul ber Tawassul dengan yang sudah meninggal , maka bukan berarti ketidak tahuan kita itu adalah bukti yang menunjukkan tidak ada Sahabat Rosul yang melakukannya.
kalau kita tidak tahu sesuatu , ya berarti kita yang tidak tahu , bukan berarti sesuatu yang tidak kita ketahui itu tidak ada ……….?
Saya nyimak dulu 🙂
mohon ma’af, bisa disebutkan nama kitab rujukannya (sekalian penulisnya)? karena ana lihat dari sumber fb-nya juga tidak disebutkan kitabnya? karangan ulama ataukah karangan pemilik fb (imam nawawi)?
jazakumullahu khairan katsiir.
sebnarnya yg terbaik dari qta ialah diam..dalm diam ingatkn hati untuk mengingat ALLAH…..yg bgitu lebih baik dari berdebat…krna ingat qta punya musuh yg selalu mngintai qta…nafsu sulit sekali dikendalikan apalagi setan selalu ada untuk mndukung nafsu kita….ALLAH melihat hati qta bukn dhohir qta..mksudnya ALLAH tau jelas siapa yg salh dan yg bnar..marilh qta bijak dlm memandang suatu perbedaan..tnpa perbedaan semuanya hampa..peganglh kyaqinan qta..maaf
Solusi untuk TAWASUL. salah satu kunci memperoleh ilmu seperti disampaikan sahabat Ali bin Abi Thalib Karomallahu wajhu, adalah memilih guru yang mursyid. belajar dengan hanya berdiskusi akan semakin membuat hati menjadi keras, sebab besar potensi untuk mempertahankan pendapat masing-masing. Guru mursyid akan membimbing kita apabila kita telah dikuasai hawa nafsu dan syaitan, sebab kita sering tidak sadar atas bisikan halus syaitan.
membaca buku tanpa bimbingan guru mursyid juga mengandung potensi untuk digelincirkan oleh syaitan. jadi hemat saya, karena kita masih awam dan ilmu kita masih sangat-sangat sedikit. yuk cari guru yang mursyid… semoga Allah meridhoi kita, amin
Tulisan terkait pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/02/26/rutinitas-ibadah/
Ustadz, mohon maaf sekiranya saya lancang atau berlaku tidak sopan, ijinkan saya menyampaikan dari apa yang saya ketahui. Semoga ada hikmah manfaatnya, dan mohon maaf.. maaf, sekiranya apa yang saya sampaikan tidak berkenan. Sebelum dan sesudahnya, terima kasih ya Ustadz. 🙂
40 MASALAH AGAMA I
KH. Siradjuddin ‘Abbas
TAWASSUL
DALIL-DALIL DO’A BERTAWASSUL
Dalil ke 4
Tersebut dalam kitab hadits “Sunan Ibnu Majah” begini:
… Artinya :
“Bahwa seorang laki-laki sakit mata datang kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia berkata: Mohonkanlah kepada Tuhan supaya IA menyehatkan aku! Maka Nabi menjawab: Kalau engkau mau nanti sajalah, tetapi kalau engkau mau (sekarang juga) saya do’akan. Laki-laki itu menjawab: Mohonkanlah do’a sekarang juga. Lalu Nabi menyuruh ia berwudhu dan sembahyang dua raka’at dan mendo’a dengan do’a ini: “Ya ALLAH, saya memohon kepada-MU dan menghadap kepada-MU dengan Muhammad, Nabi yang Penyayang. Hai Muhammad, saya menghadap kepada Tuhan dengan engkau tentang permintaan saya ini, perkenankanlah. Ya ALLAH, beri syafa’atlah ia kepadaku” (HR. Ibnu Majah dan ia berkata, ini hadits sahih) lihat Sunan Ibnu Majah jilid I pagina 418-419 dan disalin oleh Imam Ibnu Hajar al Asqalani dalam Fathul Bari Juzu’ III, pagina 148).
Ini terang-terang do’a dengan bertawassul kepada Nabi di hadapan Nabi yang diajarkan oleh Nabi. Hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam Tirmidzi pada Bab do’a-do’a.
Dalil ke 5
Tersebut dalam kitab-kitab hadits:
… Artinya :
“Dari sahabat Nabi Abu Sa’id al Khudri, beliau berkata: Berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : Barangsiapa ke luar dari rumahnya hendak pergi sembahyang, maka ia mendo’a: Ya ALLAH, saya minta kepada Engkau dengan hak sekalian orang yang telah meminta kepada Engkau dan dengan hak perjalanan saya ini, saya tidak ke luar untuk mengerjakan kejahatan, saya tidak takabur dan ria dan tidak ada pula mengharap pujian, saya ke luar karena takut kepada Engkau dan mengharapkan keridhaan Engkau. Saya minta kepada Engkau bahwa Engkau pelihara saja dari mereka dan Engkau ampuni dosa saya karena tiada yang akan mengampuni selain Engkau ….. Aku ampuni ia, kata Tuhan.” (Hadits sahih diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad yang sahih-Sunan Ibnu Majah I hal. 361-362).
Kalimat-kalimat “dengan hak orang yang meminta kepada Engkau” dan “dengan hak perjalanan saya ini” adalah tawassul dengan amal ibadat orang lain dan amal ibadat kita sendiri.
Hadits itu diterangkan juga oleh Hafizh Suyuthi dalam kitab al-Jamius Kabir, Ibnus Sani dari Bilal, Imam Baihaqi, Abu Naim dari Said al Khudri.
Dalil ke 6
Tersebut lagi dalam kitab Hadits yang artinya begini:
… Artinya :
“Dari sahabat Nabi Anas bin Malik, bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata dalam do’a beliau begini: Ya ALLAH, ampunilah Fatimah binti Asad dan lapangkanlah tempat masuknya (ke kubur) dengan hak Nabi Engkau dan Nabi-Nabi sebelum saya. Engkau yang paling panjang dari sekalian yang panjang.” (HR. Imam Thabrani- lihat kitab Syawahidul haq hal. 154).
Hadits ini diriwayatkan juga oleh Ibnu Habban dan al Hakim yang mana keduanya beliau itu mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits yang sahih. Saidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bertawassul dalam do’a ini dengan diri beliau sendiri sebagai Nabi dan dengan Nabi yang lain sebelumnya yaitu perkataan beliau bihaqqi Nabiyika wal Anbiya alazdina min qabli’.
Kalau ada orang yang memfatwakan bahwa bertawassul itu syirik, maka ia langsung telah menuduh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang Islam pengikut Nabi dengan syirik. Na’udzubillah!
Dalil ke 9
Diriwayatkan oleh Imam Thabrani dan Baihaqi, dua orang ahli hadits yang terkenal, bahwa seorang pria datang berulang-ulang mau menghadap Saidina Utsman bin Affan (pada ketika beliau menjabat Khalifah).
Saidina Utsman bin Affan tidak memperhatikan hal orang ini sehingga ia tidak dapat berjumpa dengan Khalifah.
Pria ini mengadu kepada Utsman bin Hanif (sahabat Nabi yang tersebut kisahnya dalam dalil ke 4).
Utsman bin Hanif berkata kepada pria tadi: Bawalah kemari tempat berwudhu’ dan berwudhu’lah engkau. Kemudian datanglah ke mesjid dan sembahyang di sana. Sesudah sembahyang bacalah do’a … Artinya: “Ya ALLAH, saya bermohon dan menghadap kepada-MU dengan Nabi kami Muhammad, Nabi yang membawa rahmat. Hai Muhammad, saya menghadapkan mukaku dengan engkau kepada Tuhan, supaya permintaan saya diterima.” Yang mendo’a menyebutkan apa yang dimintanya itu.
Pria ini mengerjakan apa yang diajarkan oleh Utsman bin Hanif dan sesudah itu lalu ia datang kepada Khalifah Saidina Utsman bin ‘Affan, di mana ia lantas dengan mudah berjumpa dengan Khalifah dan menyampaikan maksudnya.
Kemudian pria ini berjumpa dengan Utsman bin Hanif dan menanyakan apakah ada membicarakan persoalannya dengan Khalifah, karena kedatangannya yang akhir diterima dengan mudah.
Utsman bin Hanif menerangkan bahwa ia tak pernah berjumpa dan membicarakan dengan Khalifah tentang soal pria itu.
Utsman bin Hanif menceritakan seterusnya bahwa seorang laki-laki dulu yang buta matanya datang kepada Rasulullah minta syafa’at (bantuan) supaya sakit matanya hilang, lalu Utsman bin Hanif mengajarkan hadits (yang tersebut dalam dalil ke 4).
Nah, demikianlah cerita seorang pria dengan Utsman bin Hanif. Dengan ini dapat diambil kesimpulan dan pengertian:
1. Utsman bin Hanif semasa Nabi hidup, diajarkan do’a tawassul oleh Nabi.
2. 20 tahun kemudian Utsman bin Hanif mengajarkan do’a itu lagi kepada seorang laki-laki yang mendapatkan kesulitan dalam menghubungi Khalifah untuk suatu persoalannya. Laki-laki itu mendapat manfaat dari do’a yang diperolehnya dari Utsman bin Hanif dan ia dengan mudah dapat menghubungi Khalifah untuk menyampaikan maksudnya.
3. Bertawassul itu boleh dilakukan dengan orang yang masih hidup dan boleh pula dengan orang yang sudah wafat.
4. Boleh bercakap-cakap dan mengkhitab dengan orang yang wafat.
5. Do’a bertawassul dikabulkan Tuhan.
Dalil ke 10
Tersebut dalam kitab hadits :
… Artinya:
“Bahwasanya kemarau menimpa manusia pada zaman Khalifah Umar bin Khatab Rda. Seorang sahabat Nabi yang utama bernama Bilal bin Harits datang ke makam Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah dan berziarah kepada beliau. Pada ketika itu ia berkata: Hai Rasulullah, mintakanlah hujan untuk ummat engkau karena mereka hampir binasa. Maka datang Rasulullah kepadanya (dalam mimpi) mengabarkan bahwa hujan akan turun.” (HR. Imam Baihaqi dan Ibnu Abi Syaibah dengan sanad sahih).
Dalam hadits ini dapat diambil pengertian:
1. Seorang sahabat Nabi yang terkemuka, yaitu Bilal bin Harits datang ziarah ke makam Nabi dan memohon kepada Nabi supaya beliau meminta dan memohonkan hujan kepada ALLAH.
2. Hal ini namanya tawassul, yaitu mendo’a kepada Tuhan sambil minta pertolongan kepada Nabi untuk mendo’a dan memohonkan pula kepada ALLAH.
3. Boleh melakukan ziarah dan boleh bertawassul dengan orang yang sudah meninggal.
4. Perbuatan sahabat-sahabat Nabi dapat dicontoh karena Nabi dalam sebuah hadits mengatakan, begini artinya: “Sahabat aku seperti bintang, siapa saja yang kamu ikut, kamu akan dapat hidayat.”
Hadits ini walaupun ada orang yang mengatakan lemah, tetapi maksudnya benar.
Adapun soal mimpi yang tersebut dalam hadits ini tidak dapat diambil sebagai dalil, tetapi anggaplah sebagai suatu tambahan keterangan.
Dalil ke 11
Telah diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam kitab “Dalailun Nubuwah” dengan sanad yang sahih, begini:
… Artinya :
“Berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : Pada ketika telah membuat kesalahan Nabi Adam, ia bertaubat dan berkata: Hai Tuhan, saya mohon kepada-MU dengan hak Muhammad supaya Kamu ampuni saya. Maka Tuhan menjawab: “Hai Adam, bagaimana engkau mengetahui Muhammad sedang ia belum dijadikan? Adam menjawab: Hai Tuhan, setelah Engkau jadikan saya, saya mengangkat kepala melihat ke tiang Arsy di mana tertulis kalimat : Laa ilaaha illallaahu muhammadur rasuulullaahi. Maka saya tahu bahwa Engkau tidak akan menyertakan Nama Engkau, kecuali dengan nama orang yang Engkau kasihi. Maka Tuhan menjawab: Engkau benar hai Adam, ia adalah seorang laki-laki yang paling aku kasihi, kalau Engkau memohon kepada Aku dengan hak-nya, engkau Aku ampuni. Kalau tidaklah karena dia, engkau tidak akan Aku jadikan.” (HR. Imam Baihaqi dalam kitab Dalailu Nubuyah-Imam Hakim dan Imam Thabrani- Syawahidul Haq halaman 156).
Teranglah bahwa Nabi Adam telah bertawassul dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam belum diujudkan ke dunia ketika itu.
Dalil ke 12
Diceritakan suatu kissah yang kejadian, bahwa Khalifah Abbasiyah yang ke II Manshur, naik Haji ke Mekkah dari Bagdad. Sesudah mengerjakan Haji beliau datang di Madinah untuk menziarahi makam Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pada ketika itu Imam Malik bin Anas (pembangun Madzhab Maliki) ada bersama beliau di mesjid Madinah.
Khalifah Manshur bertanya kepada Imam Malik : “Hai Abu Abdillah (gelar Imam Malik)! Sesudah ziarah dan hendak mendo’a, apakah saya harus menghadap Ka’bah atau mendo’a menghadap Rasulullah?”
Imam Malik menjawab : … Artinya:
“Janganlah engkau palingkan mukamu dari padanya karena beliau adalah wasilah engkau dan wasilah bapak engkau Adam kepada ALLAH. Menghadaplah kepadanya dan minta syafa’atlah dengan dia, maka ALLAH akan memberi syafa’at-Nya kepadamu.
Tuhan berfirman:
“Kalau manusia ini menganiaya dirinya (dengan berbuat dosa) datang menghadapmu (Hai Muhammad), maka mereka minta ampun kepada ALLAH (dihadapanmu) dan Rasul meminta ampunkan pula, niscaya ALLAH Penerima Taubat dan Penyayang.” (Lihat Syawahidul Haq halaman 156).
Cerita ini diterangkan oleh Qadhi Ijadh dalam kitab Syifa’ dan oleh Imam Qasthalani dalam kitab Muwahibuladuniyah, oleh Imam Subki dalam kitab “Syifaus Siqam fi Ziyarati Khairil Anaam” oleh Sayid Samhudi dalam kitab Khulasatul Wafa’ dan oleh Imam Ibnu Hajar dalam kitab Tuhfatuz Zuwar.
Berkata Ibnu Hajar, bahwa cerita Imam Malik dan Khalifah Manshur itu adalah cerita yang sahih berdasarkan sanad-sanad yang baik.
Kissah ini mendapat perhatian sungguh dari ulama-ulama ahli hukum syariat karena yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah wasilah Khalifah dan wasilah Adam, adalah Imam Malik seorang ulama Islam yang terkenal, pengarang kitab Muwatha’.
Apakah kissah ini dapat dijadikan dalil, terserahlah, tetapi sekurangnya dapat diambil pengertian bahwa kissah ini untuk memperkuat hadits-hadits yang disebutkan lebih dahulu dan pula dapat diketahui bahwa Imam Malik sendiri adalah orang yang mengamalkan do’a-do’a dengan tawassul itu.
Kalau kita buka kitab-kitab hadits seluruhnya niscaya kita akan mendapat banyak dalil yang membuktikan bahwa amal tawassul itu adalah amal yang dikerjakan Nabi-Nabi, sahabat Nabi, Tabi’in, Imam-imam, yang ber-empat dan ulama-ulama dari dulu sampai sekarang.
KESIMPULAN
Untuk menutup dalil-dalil ini baiklah kita ambil kesimpulannya. Dalam hal ini saya akan mengutip ucapan seorang ulama Islam dalam abad yang lalu, yaitu Syeikh Ahmad Zainal Dahlan, Mufti Syafi’i di Mekkah Mukarramah pada abad yang lalu.
Di antaranya beliau berkata:
…
Inilah perkataan Mufti Syafi’i di Mekkah pada abad yang lalu yaitu Syeikh Sayid Ahmad Dahlan yang terkenal seorang Ulama Besar yang jarang tandingannya.
Sengaja kami salinkan selengkapnya dari aslinya dengan bahasa dan huruf ‘Arab dengan tujuan agar sekalian peminat yang pandai berbahasa ‘Arab akan lebih dalam meresapkan perkataan beliau ini.
Dan kami akan menterjemahkan juga ke dalam bahasa Indonesia secara terjemahan bebas supaya dapat mudah difahamkan.
Terjemahannya begini :
“Kesimpulannya, bahwa menurut faham Ahlussunnah wal jama’ah adalah harus dan sah bertawassul dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik ketika beliau hidup, maupun sesudah beliau meninggal.
Begitu juga boleh bertawassul dengan Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul yang lain, dengan auliya-auliya dan orang-orang saleh sebagaimana dianjurkan oleh hadits-hadits yang telah kami terangkan terdahulu.
Kita kaum Ahlussunnah wal jama’ah me-i’itiqadkan bahwa tiada seorangpun yang dapat mengadakan bekas, mengadakan, menjadikan, meniadakan, memberi manfa’atnya, memberi mudharat, kecuali hanya ALLAH Yang Maha Esa saja, tidak bersekutu bagi-Nya.
Kita tidak mempercayai Nabi mengadakan ta’tsir, Nabi memberi manfa’at pada hakikat, memberi mudharat dengan jalan mengadakan, memberi bekas dan juga tidak bagi lain Nabi baik orang yang telah mati maupun yang masih hidup.
Maka tidak ada perbedaan dalam soal ini dan dalam soal tawassul ini antara Nabi dan Nabi-Nabi yang lain, Rasul-Rasul, Wali-wali dan orang-orang saleh, tidak ada perbedaannya hidup atau mati, karena mereka tidak menciptakan suatu juga, mereka tidak berkuasa sama sekali, hanya berkat mereka diambil karena mereka kekasih ALLAH, mencipta dan mengadakan hanya milik ALLAH, Tunggal dan tidak bersekutu.
Orang-orang yang memperbedakan antara orang yang hidup dengan orang mati, maka orang itu me-i’itiqadkan bahwa orang hidup bisa mencipta apa-apa dan orang mati tidak bisa lagi. Kita berkeyakinan dan ber-i’itiqad bahwa yang menjadikan tiap-tiap suatu adalah ALLAH, dan ALLAH itu menjadikan kita dan menjadikan pekerjaan kita.
Orang-orang yang membolehkan tawassul dengan orang yang masih hidup tetap melarang tawassul dengan orang yang telah wafat maka orang itu pada hakikatnya telah masuk syirik dalam i’itiqad dan tauhid mereka, karena mereka me-i’itiqadkan bahwa yang hidup bisa mencipta, sedang orang yang telah wafat tidak bisa lagi.
Orang yang ber-i’itiqad macam itu, bagaimana pula mereka mengatakan bahwa mereka memelihara tauhid dan orang dikatakannya telah masuk pada syirik, sedang pada hakikatnya merekalah yang kemasukan syirik.
Amat suci Engkau, hai Tuhan ! Itulah bohong mereka yang besar.”
Demikianlah terjemahan bebas dari perkataan Sayid Zaini Dahlan dalam kitabnya “Khulasatul Kalam”.
Ustadz, mohon maaf atas segala kesalahan, kekurangan, dan keterbatasan saya yaa.. Saya hanya berusaha menyampaikan, atau mengutip dari apa yang saya ketahui, dan yang mampu saya lakukan.
Apa yang disampaikan diatas dikutip dari buku 40 MASALAH AGAMA, K.H. Siradjuddin Abbas I cetakan ke 24 tahun 1994, dengan cetakan 1 tahun 1970. Penerbit Pustaka Tarbiyah Jakarta.
Keterangan :
Maksud dari tulisan (… Artinya) diatas adalah tulisan dalam bahasa arabnya, hanya saya tidak atau belum mampu untuk mengetiknya.
Semoga ada hikmah manfaatnya berkah barokah ya Ustadz. Aamiin.
Makasih atas segalanya ya Ustadz, banyak yang saya dapat dari Ustadz. Semoga ALLAH membalasnya dengan kebaikan yang jauuh lebih baik lagi. Aamiin.
Wallaahu A’lam.
Alhamdulillah, terima kasih atas tambahannya
Kalau ada waktu, silahkan baca tulisan terkait pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2015/04/17/menuduh-musyrikin/
Tawassul >
Aslmkum. Baca surat Al Ikhlas. Hayati. Renungkan. Masalahnya bukan di tawasul boleh atau tidak. Tapi Aqidah kita.
Sholat yang sudah tentu wajib, kemudian dilaksakan saja kita sendiri tdk tahu diterima dan tidaknya.
Yang baik itu masuk kerumah lewat pintu depan sebagai tamu. Jangan lewat jendela. Ga sopan. Semua sudah ada kadarnya. Kalo lewat jendela, pemilik rumah pasti semraut wajahnya.
Perbedaan pendapat >
Standarisasinya Al – Quran.
Membahas 1 perkara jika berbeda pendapat selesaikan dengan 1 ayat yang pas sesuai dengan perkaranya. 1 ayat ada perintahNya sekaligus laranganNya. Dalil nya tidak terlalu banyak. Nanti jadi berbeda lagi penempatannya. Duduk ya disofa atau altrnatif di kursi. jangan di meja. Ga sopan.
Nafsu harus d bawah wahyu atau petunjuknya, jangan dibalik. Suka atau tidak suka tetap subuh itu harus bangun.
Hadist ga akan bentrok dengan Al – Qur’an. Silahkan dicari biar tidak berbantah bantahan. Ga boleh buru – buru ntk menentukan hukum tanpa ada dasar hukum yang membahas hukum itu. Dasar hukum tidak boleh katanya. Harus jelas. Tanggung jawab. Bila perlu sebaiknya bertemu saja supaya Bapak/Ibu bsa lebih berkesan dalam membahas hal ini sampai clear. Dapat titik temu yang pas sesuai dengan dasar hukumnya(Al – Qur’an). Wassalamualkum.
Sebaiknya janganlah memahami Al Qur’an menurut akal pikiran anda sendiri sehingga anda melarang yang tidak dilarang oleh Allah Ta’ala dan RasulNya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad).
Secara singkatnya bertawassul itu adab dalam berdoa diawali dengan amal kebaikan sebelum doa inti dipanjatkan sebagai jalan (wasilah) agar sampai (wushul) kepada Allah Ta’ala.
Salah satu perintah Allah Azza wa Jalla adalah berdoa kepadaNya diawali dengan bertawasul
Firman Allah Ta’ala yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (wasilah) yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS Al Maa’idah [5]: 35 )”
KH. Maimoen Zubair berwasiat tentang pentingnya wasilah (Tawassul). Beliau mengingatkan bahwa,
“yang termasuk orang yang tidak punya adab terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala itu nak, orang yang selalu berdo’a langsung minta yang diinginkan tanpa memuji Allah dahulu, tanpa wasilah menggunakan salah satu Asma’ul Husnahnya Allah tanpa wasilah kepada baginda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dahulu, sukanya langsung minta apa yang diinginkan”.
Jadi bertawassul adalah adab dalam berdoa , yakni berdoa kepada Allah diawali dengan permohonan keberkahan (bertabarruk) kepada Allah dengan amal kebaikan berupa hadiah bacaan surat, ucapan salam atau pujian bagi ahli kubur ataupun istighatsah dengan menyebut para Nabi, para kekasih Allah (wali Allah) atau orang-orang sholeh sebelum doa inti kepada Allah Azza wa Jalla yang dipanjatkan untuk ahli kubur maupun kepentingan sendiri.
Dalil dari hadits tentang bertawasul dengan amal kebaikan adalah seperti dalam kisah tiga orang yang terperangkap dalam gua. Mereka bertawasul dengan amal kebaikan yang mereka lakukan berupa berbuat baik kepada kedua orangtua, meninggalkan perbuatan zina, dan menunaikan hak orang lain, maka Allah mengabulkan doa mereka sehingga mereka dapat keluar dari goa karena sebab tawasul dalam doa yang mereka lakukan. Ini menunjukkan diperbolehkannya sesorang bertawasul dengan amal kebaikan
Jadi mereka yang merasa atau mengaku-ngaku mengikuti Rasulullah namun kenyataannya mereka pada hakikatnya menentang sabda Rasulullah bahwa amal kebaikan atau sedekah tidak selalu dalam bentuk harta sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/06/27/penentang-hadits-sedekah/