QUNUT SUBUH adalah doanya para Wali Allah
Sebaiknya janganlah meninggalkan QUNUT SUBUH karena kalau kita mau menyempatkan waktu mengambil HIKMAH (pelajaran) dengan memperhatikan arti dan makna dari setiap untaian kalimat (matan/redaksi) doa QUNUT SUBUH maka kita akan temukan KENYATAAN bahwa QUNUT SUBUH adalah DOA TERBAIK untuk mengawali kehidupan di pagi hari.
Rasulullah BUKAN meninggalkan QUNUT SUBUH melainkan meninggalkan QUNUT MELAKNAT suatu kaum.
Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah MENINGGALKAN QUNUT MELAKNAT suatu kaum (bukan QUNUT Subuh) BERTEPATAN turunnya firman Allah Ta’ala yakni QS Ali Imran [5] : 128 (HR Muslim No. 1082 atau Syarah Shahih Muslim No. 675)
Hikmah dari Rasulullah meninggalkan QUNUT MELAKNAT dan MENCUKUPKAN dengan QUNUT SUBUH sampai akhir hayatnya dan diwariskan kepada umat Islam adalah bahwa,
“QUNUT SUBUH adalah doanya para Wali Allah (Kekasih Allah)” .
Para Wali Allah (Kekasih Allah) yang disabdakan oleh Rasullah sebagai “hamba-hamba Allah yang bercahaya” ADALAH sebagaimana firman Allah,
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ
Ala inna auliya allahi
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu (QS Yunus [10] : 62) adalah,
Mereka TIDAK TAKUT seperti yang ditakuti oleh manusia lainnya.
Mereka TIDAK BERSEDIH seperti yang disedihi oleh manusia lainnya.
Mereka TIDAK KHAWATIR seperti yang dikhawatirkan oleh manusia lainnya.
Jadi SETELAH SEMPURNA seluruh ajaran Islam diturunkan Allah Ta’ala kepada Rasulullah dan melalui para ulama muktabaroh sampai kepada kita pada ZAMAN NOW (zaman sekarang) MAKA PADA HAKIKATNYA kita tidak perlu MELAKNAT orang-orang yang di dunia ini mendapatkan PERAN sebagai ORANG JAHAT.
Kita tidak perlu TAKUT, SEDIH, KHAWATIR terhadap BAHAYA KEJAHATAN dari orang-orang yang di dunia ini mendapatkan PERAN sebagai ORANG JAHAT.
Pada hakikatnya BAHAYA KEJAHATAN dari manusia yang DIMUSUHI ALLAH itu adalah dalam pengaturan “skenario” kehidupan dari Allah Ta’ala sebagaimana salah satu untaian kalimat (matan/redaksi) doa QUNUT SUBUH yakni
وَقِنِيْ شَرَّمَا قََضَيْتَ،
Wa qinii syarramaa qadhaiit.
“Dan lindungi aku dari segala BAHAYA KEJAHATAN yang Engkau sudah pastikan” .
Sebagaimana sebuah lirik sebuah lagu, ibaratnya dunia ini “panggung sandiwara” yang distrudarai oleh Allah Ta’ala.
Jadi justru kita sebaiknya bersedih hati atau pandangan belas kasihan (ainu al Syafaqoh) terhadap orang-orang yang mendapatkan “PERAN” sebagai orang jahat di dunia ini.
Bahkan Rasulullah pernah menangis karena tidak dapat membawa dan menyelamatkan orang-orang yang mendapatkan “PERAN” sebagai orang-orang kafir di dunia ini.
“Wahai Rasullullah… Bukankah mayat yang diusung itu adalah seorang Yahudi? Dia bukan seorang Muslim Ya Rasulullah.. Mengapa kau menangis?”, tanya seorang Sahabat kepada baginda.
“Aku menangis karena tidak dapat membawanya ke arah iman. Aku tidak dapat menyelamatkannya dari api neraka Allah Subhanahu wa Ta’ala.”, jawab Nabi shallallahu alaihi wasalam.
Begitupula Habib Ali Al Jifri juga mengingatkan bahwa pandangan yang dibenarkan terhadap orang-orang kafir ataupun pelaku maksiat adalah dengan pandangan belas kasihan (ainu al Syafaqoh).
Habib Ali Al Jifri mengingatkan bahwa hinakanlah kekufuran NAMUN jangan kau menghina orang kafir karena selagi dia hidup maka dia tidak boleh dihina karena sesungguhnya kita tidak mengetahui bagaimana dia akan mati (boleh jadi bertaubat sebelum mati) MAKA sesungguhnya kita tidak dibenarkan menghina seseorangpun dari makhluk Allah.
Hadits Rasululllah thumma tarakahu, “setelah itu Rasulullah meninggalkannya” memang termasuk hadits yang sahih dan terdapat dalam kitab Bukhari dan Muslim.
Akan tetapi yang menjadi permasalahan sekarang adalah kata “thumma tarakahu” tidak cukup dipahami dengan arti bahasa saja yakni “setelah itu beliau meninggalkannya”
Apakah yang ditinggalkan oleh Nabi itu ?
Untuk menjawab permasalahan ini marilah kita perhatikan baik-baik penjelasan para ulama sebagai berikut,
Imam Baihaqi meriwayatkan dan Abdur Rahman bin Madiyyil, bahwasanya beliau berkata, maksudnya: “Hanyalah yang ditinggalkan oleh Nabi itu adalah melaknat.” Tambahan lagi pentafsiran seperti ini dijelaskan oleh riwayat Abu Hurairah ra yang berbunyi, maksudnya: “Kemudian Nabi menghentikan doa kecelakaan ke atas mereka.”Dengan demikian dapatlah dibuat kesimpulan bahwa qunut Nabi yang satu bulan itu adalah qunut nazilah dan qunut inilah yg ditinggalkan, bukan qunut pada waktu sholat subuh.
Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ jld.3, hlm.505 maksudnya: “Adapun jawaban terhadap hadits Anas dan Abi Hurairah r.a dalam ucapannya dengan (thumma tarakahu) maka maksudnya adalah meninggalkan doa melaknat kepada orang-orang kafir itu saja. Bukan meninggalkan seluruh qunut atau meninggalkan qunut pada selain subuh. Pentafsiran seperti ini mesti dilakukan karena hadits Anas di kesempatan yang lain adalah “senantiasa Nabi qunut di dalam sholat subuh sehingga beliau meninggal dunia” adalah shahih lagi jelas maka wajiblah menggabungkan di antara kedua-duanya.”
Jadi para fuqaha (ahli fiqih) menggunakan metode penggabungan dua dalil atau lebih (thariqatul-jam’i) bila ada dalil-dalil tetapi secara dzhahir nampak agak bertentangan yakni “meninggalkan qunut” dengan “senantiasa Nabi qunut di dalam sholat subuh sehingga beliau meninggal dunia”
Kemudian para fuqaha (ahli fiqih) menggunakan salah satu kaidah ushul fiqih yakni
المثبت مقدم على النافى
Artinya: “ Yang menetapkan ada didahulukan atas yang meniadakan “
Dari Abi Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bila bangun dari ruku’-nya pada shalat shubuh di rakaat kedua, beliau mengangkat kedua tanggannya dan berdoa: Allahummahdini fii man hadait…dan seterusnya.” (HR Al-Hakim dan dishahihkan)
Dari Ibnu Abbas ra. berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengajari kami doa untuk dibaca dalam qunut pada shalat shubuh. (HR Al-Baihaqi)
Dengan adanya beberapa hadits ini, maka para ulama salaf seperti Imam Asy-Syafi’i, Al-Qasim, Zaid bin Ali dan lainnya mengatakan bahwa melakukan doa qunut pada shalat shubuh adalah sunnah.
Tersebut dalam Al majmu’ syarah muhazzab jilid III/504 sebagai berikut :“Dalam madzab Imam Syafi’i disunnatkan qunut pada waktu shalat subuh baik ketika turun bencana atau tidak. Dengan hukum inilah berpegang mayoritas ulama salaf dan orang-orang yang sesudah mereka. Dan diantara yang berpendapat demikian adalah Abu Bakar as-shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin affan, Ali bin abi thalib, Ibnu abbas, Barra’ bin Azib – semoga Allah meridhoi mereka semua. Ini diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad yang shahih. Banyak pula orang tabi’in dan yang sesudah mereka berpendapat demikian. Inilah madzabnya Ibnu Abi Laila, Hasan bin Shalih, Malik dan Daud.”
Imam Jalaluddin al-Mahalli berkata dalam kitab Al-Mahalli jilid I/157 :“Disunnahkan qunut pada I’tidal rekaat kedua dari shalat subuh dan dia adalah “Allahummahdinii fiman hadait….hingga akhirnya”.Demikian keputusan hukum tentang qunut subuh dalam madzab Imam Syafi’i.
Berikut kutipan perkataan Al-Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab juz 3 halaman 504 sebagaimana yang dikutip pada https://www.rumahfiqih.com/fikrah-373-imam-nawawi-sang-pembela-qunut-shubuh.html
***** awal kutipan *****
واحتج أصحابنا بحديث أنس رضي الله عنه ” أن النبي صلى الله تعالي عليه وسلم قنت شهرا يدعوا عليهم ثم ترك فأما في الصبح فلم يزل يقنت حتى فارق الدنيا ” حديث صحيح رواه جماعة من الحفاظ وصححوه وممن نص على صحته الحافظ أبو عبد الله محمد بن علي البلخي والحاكم أبو عبد الله في مواضع من كتبه والبيهقي ورواه الدارقطني من طرق بأسانيد صحيحة وعن العوام بن حمزة قال ” سألت أبا عثمان عن القنوت في الصبح قال بعد الركوع قلت عمن قال عن أبي بكر وعمر وعثمان رضي الله تعالى عنهم ” رواه البيهقي وقال هذا إسناد حسن ورواه البيهقي عن عمر أيضا من طرق وعن عبد الله بن معقل – بفتح الميم وإسكان العين المهملة وكسر القاف – التابعي قال ” قنت علي رضي الله عنه في الفجر ” رواه البيهقي وقال هذا عن علي صحيح مشهور. ( المجموع, ج : 3, ص : 505
Terjemahan :
dan ashabuna berhujjah dengan hadits Anas radhiyallahu anhu bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam membaca doa qunut (melaknat) selama satu bulan untuk mendoakan suatu kaum, kemudian Beliau meninggalkannya.
Adapun qunut dalam shubuh beliau tetap berqunutan sampai beliau meninggal dunia.
Hadits ini hadits shohih yang diriwayatkan oleh para huffadz dan mereka juga menshohihkan hadits ini.
Diantara yang menshohihkan hadits tersebut adalah Al-hafidz Abu Abdillah Muhammad bin Ali, Al-Hakim Abu Abdillah, Al-Baihaqi dan Daruqutni.
Dan dari Al-Awwam bin Hamzah berkata : saya bertanya kepada Abu Utsman tentang qunut shubuh.
Beliau jawab : qunut itu setelah ruku’ dan ini dari Abu bakr, Umar dan Utsman Radhiyallahu anhum. Ini riwayat Al-Baihaqi dengan sanad yang shahih.
Dan diriwayatkan juga dengan sanad shohih dan masyhur bahwa sahabat Ali berqunutan pada sholat shubuh juga.
***** akhir kutipan *****
Berikut doa qunut selengkapnya
اَللّهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ
Allahummah dinii fiiman hadait.
Ya Allah, tunjukkanlah saya sebagaimana mereka yang Engkau berikan petunjuk.
وَعَافِنِى فِيْمَنْ عَافَيْتَ
Wa’aafinii fiiman ‘aafaiit.
Dan berikanlah kesehatan padaku sebagaimana mereka yang Engkau beri kesehatan.
وَتَوَلَّنِىْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ
Wa tawallanii fiiman tawal-laiit.
Dan peliharalah aku sebagaimana orang yang telah engkau pelihara.
وَبَارِكْ لِىْ فِيْمَا اَعْطَيْتَ
Wa baarik lii fiimaa a’thaiit.
Dan berilah keberkahan bagiku pada segala apa yang Engkau sudah karuniakan.
وَقِنِيْ شَرَّمَا قََضَيْتَ،
Wa qinii syarramaa qadhaiit.
Dan lindungi aku dari segala bahaya kejahatan yang Engkau sudah pastikan.
فَاِ نَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ
Fa innaka taqdhii walaa yuqdaa ‘alaiik.
Maka sesungguhnya Engkaulah yang menghukum dan bukan kena hukum.
وَاِ نَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ
Wa innahu laa yadzillu man wãlaiit.
Maka sesungguhnya tidak hina orang yang Engkau pimpin.
وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ
Walaa ya’izzu man ‘aadaiit.
Dan tidak mulia orang yang mana Engkau memusuhinya.
تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
Tabaa rakta rabbanaa wata ’aalait
Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Maha tinggi Engkau.
فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ
Falakal-hamdu ‘alaa maa qadhaiit
Maha bagi Engkau seluruh pujian di atas yang Engkau hukumkan.
وَاَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ
Astaghfiruka wa atuubu ilaiik,
Aku memohon ampun dari Engkau dan aku bertaubat kepada Engkau.”
Wasallallahu ‘ala Sayyidina Muhammadin nabiyyil ummiyyi. Wa’alaa aalihi washahbihi Wasallam.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabubaten Bogor 16830
Mksih