Mereka yang berbalik ke belakang
Dari Abu Hurairah bahwasanya ia menceritakan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Pada hari kiamat beberapa orang sahabatku mendatangiku, kemudian mereka disingkirkan dari telaga, maka aku katakan; ‘ya rabbi, (mereka) sahabatku! ‘ Allah menjawab; ‘Kamu tak mempunyai pengetahuan tentang yang mereka kerjakan sepeninggalmu. Mereka berbalik ke belakang dengan melakukan murtad, bid’ah dan dosa besar“. (HR Bukhari 6097)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Ingatlah! Ada golongan lelaki yang dihalangi dari datang ke telagaku sebagaimana dihalaunya unta-unta sesat’. Aku memanggil mereka, ‘Kemarilah kamu semua’. Maka dikatakan, ‘Sesungguhnya mereka telah menukar ajaranmu selepas kamu wafat’. Maka aku bersabda: Pergilah jauh-jauh dari sini. (HR Muslim 367)
Siapakah orang-orang yang kelak dihalau dari telaga ?
Mereka yang berbalik ke belakang dengan melakukan murtad, menukar ajaran Rasulullah (bid’ah dalam urusan agama) dan dosa besar yakni orang yang keras kepada kaum muslim hingga sampai membunuh kaum muslim dan membiarkan atau bahkan berteman dengan penyembah berhala (kaum Zionis Yahudi)
Mereka adalah orang-orang seperti seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim An Najdi yakni orang-orang yang pemahamannya telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham) yang disebut juga dengan khawarij. Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang keluar.
Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim An Najdi , mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Akan muncul suatu sekte/firqoh/kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur`an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya”. (HR Muslim 1773)
“Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan” artinya sholat mereka tidak sampai ke hati yakni sholatnya tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar sehingga mereka semakin jauh dari Allah ta’ala
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak bertambah dari Allah kecuali semakin jauh dariNya” (diriwayatkan oleh ath Thabarani dalam al-Kabir nomor 11025, 11/46)
Firman Allah ta’ala yang artinya “Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” (QS al Ankabut [29]:45).
Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim an Najdi mempergunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir lantas mereka terapkan untuk menyerang kaum muslim
Abdullah bin Umar ra dalam mensifati kelompok khawarij mengatakan: “Mereka menggunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir lantas mereka terapkan untuk menyerang orang-orang beriman”.[Lihat: kitab Sohih Bukhari jilid:4 halaman:197].
Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah at Tamimi An Najdi yang karena kesalahpahamannya atau karena pemahamannya telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham) sehingga berani menghardik Sayyidina Ali bin Abi Thalib telah berhukum dengan thagut, berhukum dengan selain hukum Allah.
Semboyan kaum khawarij pada waktu itu adalah “La hukma illah lillah”, tidak ada hukum melainkan hanya dari Allah. Sayyidina Ali ra menanggapi semboyan tersebut berkata , “kalimatu haqin urida bihil batil” (perkataan yang benar dengan tujuan yang salah).
Kaum khawarij salah memahami firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. (QS: Al-Maa’idah: 44). Kesalahpahaman kaum khawarij sehingga berkeyakinan bahwa Imam Sayyidina Ali ra telah kafir dan berakibat mereka membunuh Sayyidina Ali ra
Abdurrahman ibn Muljam adalah seorang yang sangat rajin beribadah. Shalat dan shaum, baik yang wajib maupun sunnah, melebihi kebiasaan rata-rata orang di zaman itu. Bacaan Al-Qurannya sangat baik. Karena bacaannya yang baik itu, pada masa Sayyidina Umar ibn Khattab ra, ia diutus untuk mengajar Al-Quran ke Mesir atas permintaan gubernur Mesir, Amr ibn Al-’Ash. Namun, karena ilmunya yang dangkal (pemahamannya tidak melampaui tenggorokannya) , sesampai di Mesir ia malah terpangaruh oleh hasutan (gahzwul fikri) orang-orang Khawarij yang selalu berbicara mengatasnamakan Islam, tapi sesungguhnya hawa nafsu yang mereka turuti. Ia pun terpengaruh. Ia tinggalkan tugasnya mengajar dan memilih bergabung dengan orang-orang Khawarij sampai akhirnya, dialah yang ditugasi menjadi eksekutor pembunuhan Imam Sayyidina Ali ra.
Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim an Najdi, mereka yang membaca Al Qur’an namun tidak melampaui tenggorokan, artinya tidak sampai ke hati atau tidak menjadikan mereka berakhlak baik, ciri-ciri lainnya adalah
1. Suka mencela dan mengkafirkan kaum muslim
2. Merasa paling benar dalam beribadah.
3. Berburuk sangka kepada kaum muslim
4. Sangat keras kepada kaum muslim bahkan membunuh kaum muslim namun lemah lembut kepada kaum Yahudi. Mereka kelak bergabung dengan Dajjal bersama Yahudi yang telah memfitnah atau menyesatkan kaum Nasrani.
Rasulullah masuk ke kamarku dalam keadaan aku sedang menangis. Beliau berkata kepadaku: ‘Apa yang membuatmu menangis?’ Aku menjawab: ‘Saya mengingat perkara Dajjal maka aku pun menangis.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: ‘Jika dia keluar sedang aku masih berada di antara kalian niscaya aku akan mencukupi kalian. Jika dia keluar setelah aku mati maka ketahuilah Rabb kalian tidak buta sebelah. Dajjal keluar bersama orang-orang Yahudi Ashbahan hingga datang ke Madinah dan berhenti di salah satu sudut Madinah. Madinah ketika itu memiliki tujuh pintu tiap celah ada dua malaikat yang berjaga. maka keluarlah orang-orang jahat dari Madinah mendatangi Dajjal.”
Dajjal tidak dapat melampaui Madinah namun orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim an Najdi akan keluar dari Madinah menemui Dajjal
Oleh karenanya orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim an Najdi yang merupakan korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi akan selalu membela, bekerjasama dan mentaati kaum Zionis Yahudi
Kaum Yahudi yang sekarang dikenal sebagai kaum Zionis Yahudi atau disebut juga dengan freemason, iluminati, lucifier yakni kaum yang meneruskan keyakinan pagan (paganisme) atau penyembah berhala
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah). Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir).” (QS Al Baqarah [2]:101-102 )
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “ Demi Allah, yang diriku ada dalam genggaman tanganNya, tidaklah mendengar dari hal aku ini seseorangpun dari ummat sekarang ini, Yahudi, dan tidak pula Nasrani, kemudian tidak mereka mau beriman kepadaku, melainkan masuklah dia ke dalam neraka.”
Kaum Zionis Yahudi , Allah ta’ala menyampaikan dalam firmanNya yang arti “yaitu orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka yang dijadikan kera dan babi.” (QS al-Ma’idah [5]:60)
Kaum Nasrani, Allah ta’ala menyampaikan dalam firmanNya yang arti “Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (QS al-Ma’idah: [5]:77)
Hadits yang diriwayatkan Sufyan bin Uyainah dengan sanadnya dari Adi bin Hatim. Ibnu Mardawih meriwayatkan dari Abu Dzar, dia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tentang orang-orang yang dimurkai“, beliau bersabda, ‘Kaum Yahudi.’ Saya bertanya tentang orang-orang yang sesat, beliau bersabda, “Kaum Nasrani.“
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui“. (QS Al Mujaadilah [58]:14 )
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” , (QS Ali Imran, 118)
“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati“. (QS Ali Imran, 119)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengatakan bahwa orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim An Najdi yang keras kepada kaum muslim bahkan membunuh kaum muslim dan membiarkan para penyembah berhala atau membiarkan kaum Zionis Yahudi bahkan berteman dengan mereka adalah mereka keluar dari Islam atau murtad
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Dari kelompok orang ini, akan muncul nanti orang-orang yang pandai membaca Al Qur`an tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala; mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya. Seandainya aku masih mendapati mereka, akan kumusnahkan mereka seperti musnahnya kaum ‘Ad. (HR Muslim 1762)
Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim an Najdi menukar ajaran Rasulullah (bid’ah dalam urusan agama)
Telah menceritakan kepada kami Isma’il Telah menceritakan kepadaku Malik bin Anas dari pamannya – Abu Suhail bin Malik – dari bapaknya, bahwa dia mendengar Thalhah bin ‘Ubaidullah berkata: Telah datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seorang dari penduduk Najed dalam keadaan kepalanya penuh debu dengan suaranya yang keras terdengar, namun tidak dapat dimengerti apa maksud yang diucapkannya, hingga mendekat (kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam) kemudian dia bertanya tentang Islam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: Shalat lima kali dalam sehari semalam. Kata orang itu: apakah ada lagi selainnya buatku. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: Tidak ada kecuali yang thathawu’ (sunnat) . Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: Dan puasa Ramadlan. Orang itu bertanya lagi: Apakah ada lagi selainnya buatku. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: Tidak ada kecuali yang thathawu’ (sunnat) . Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebut: Zakat: Kata orang itu: apakah ada lagi selainnya buatku. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: Tidak ada kecuali yang thathawu’ (sunnat) . Thalhah bin ‘Ubaidullah berkata: Lalu orang itu pergi sambil berkata: Demi Allah, aku tidak akan menambah atau menguranginya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Dia akan beruntung jika jujur menepatinya. (HR Bukhari 44)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Barang siapa yang membuat perkara baru dalam urusan agama yang tidak ada sumbernya (tidak turunkan keterangan padanya) maka tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Telah menceritakan kepada kami Ya’qub telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa’ad dari bapaknya dari Al Qasim bin Muhammad dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Siapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak ada perintahnya (tidak turunkan keterangan padanya) maka perkara itu tertolak.” (HR Bukhari 2499)
Apakah agama ?
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diutus oleh Allah Azza wa Jalla membawa agama atau perkara yang disyariatkanNya yakni apa yang telah diwajibkanNya (jika ditinggalkan berdosa), apa yang telah dilarangNya dan apa yang telah diharamkanNya (jika dilanggar berdosa). Allah ta’ala tidak lupa.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban , maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi dan tercantum dalam hadits Arba’in yang ketiga puluh)
Bid’ah dalam “urusan agama” (urusan kami) atau bid’ah dalam perlara syariat adalah bid’ah dalam urusan yang merupakan hak Allah Azza wa Jalla menetapkannya atau mensyariatkannya yakni mengada-ada larangan yang tidak dilarangNya atau mengharamkan sesuatu yang tidak diharamkanNya atau mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkanNya
Kaidah ushul fiqih “al-ashlu fil ‘ibaadati at-tahrim” yang artinya “hukum asal ibadah adalah haram (terlarang)” adalah kaidah untuk perkara terkait dengan dosa
Perkara yang terkait dengan dosa adalah
1. Perkara kewajiban yakni perkara yang jika ditinggalkan berdosa
2. Perlkara larangan dan pengharaman yakni perkara yang jika dikerjakan (dilanggar) berdosa
Jadi kita tidak boleh membuat perkara baru (bid’ah) seperti mewajibkan yang tidak diwajibkanNya, melarang yang tidak dilarangNya, mengharamkan yang tidak diharamkanNya
Segala perkara yang terkait dengan dosa wajib berdasarkan dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah atau wajib berdasarkan keterangan yang telah diturunkanNya karena yang mengetahui dan menetapkan dosa bagi manusia hanya Allah Azza wa Jalla
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Katakanlah! Tuhanku hanya mengharamkan hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadanya dan apa yang tersembunyi dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui.” (QS al-A’raf [7] : 33)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Rabbku memerintahkanku untuk mengajarkan yang tidak kalian ketahui yang Ia ajarkan padaku pada hari ini: ‘Semua yang telah Aku berikan pada hamba itu halal, Aku ciptakan hamba-hambaKu ini dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian membelokkan mereka dari agamanya, dan mengharamkan atas mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta mempengaruhi supaya mereka mau menyekutukan Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan padanya”. (HR Muslim 5109)
Allah Azza wa Jalla berfirman, “Mereka menjadikan para rahib dan pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah“. (QS at-Taubah [9]:31 )
Ketika Nabi ditanya terkait dengan ayat ini, “apakah mereka menyembah para rahib dan pendeta sehingga dikatakan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah?” Nabi menjawab, “tidak”, “Mereka tidak menyembah para rahib dan pendeta itu, tetapi jika para rahib dan pendeta itu menghalalkan sesuatu bagi mereka, mereka menganggapnya halal, dan jika para rahib dan pendeta itu mengharamkan bagi mereka sesuatu, mereka mengharamkannya“
Pada riwayat yang lain disebutkan, Rasulullah bersabda ”mereka (para rahib dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah mencontohkan tidak membuat sesuatu larangan yang tidak dilarang oleh Allah Azza wa Jalla dengan tidak melarang para Sahabat berpuasa sunnah setiap bulan hijriah melebihi apa yang telah beliau contohkan hanya 3 hari karena Allah Azza wa Jalla memang tidak melarangnya
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Syahin Al Washithiy telah menceritakan kepada kami Khalid bin ‘Abdullah dari Khalid Al Hadzdza’ dari Abu Qalabah berkata, telah mengabarkan kepada saya Abu Al Malih berkata; Aku dan bapakku datang menemui ‘Abdullah bin ‘Amru lalu dia menceritakan kepada kami bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dikabarkan tentang shaumku lalu Beliau menemuiku. Maka aku berikan kepada Beliau bantal terbuat dari kulit yang disamak yang isinya dari rerumputan, lalu Beliau duduk diatas tanah sehingga bantal tersebut berada di tengah antara aku dan Beliau, lalu Beliau berkata: Bukankah cukup bagimu bila kamu berpuasa selama tiga hari dalam setiap bulannya? ‘Abdullah bin ‘Amru berkata; Aku katakan: Wahai Rasulullah? (bermaksud minta tambahan) . Beliau berkata: Silahkan kau lakukan Lima hari. Aku katakan lagi: Wahai Rasulullah? Beliau berkata: Silahkan kau lakukan Tujuh hari. Aku katakan lagi: Wahai Rasulullah? Beliau berkata: Silahkan kau lakukan Sembilan hari. Aku katakan lagi: Wahai Rasulullah? Beliau berkata: Silahkan kau lakukan Sebelas hari. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: Tidak ada shaum melebihi shaumnya Nabi Daud Aalaihissalam yang merupakan separuh shaum dahar, dia berpuasa sehari dan berbuka sehari. (HR Bukhari 1844).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mencontohkan menghindari mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allah Azza wa Jalla dengan mencontohkan meninggalkan sholat tarawih berjama’ah dalam beberapa malam agar kita tidak berkeyakinan bahwa sholawat tarawih berjama’ah sepanjang bulan Ramadhan adalah kewajiban yang jika ditinggalkan berdosa.
Rasulullah bersabda “Sesungguhnya aku tahu apa yang kalian lakukan semalam. Tiada sesuatu pun yang menghalangiku untuk keluar dan shalat bersama kalian, hanya saja aku khawatir (shalat tarawih itu) akan diwajibkan atas kalian.” ( HR Muslim 1270 )
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mencontohkan tidak mengharamkan sesuatu yang tidak diharamkan oleh Allah Azza wa Jalla seperti biawak
Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif Al Anshari bahwa Abdullah bin Abbas pernah mengabarkan kepadanya bahwa Khalid bin Walid yang di juluki dengan pedang Allah telah mengabarkan kepadanya; bahwa dia bersama dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menemui Maimunah isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam -dia adalah bibinya Khalid dan juga bibinya Ibnu Abbas- lantas dia mendapati daging biawak yang telah di bakar, kiriman dari saudara perempuanya yaitu Hufaidah binti Al Harits dari Najd, lantas daging Biawak tersebut disuguhkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sangat jarang beliau disuguhi makanan hingga beliau diberitahu nama makanan yang disuguhkan, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hendak mengambil daging biawak tersebut, seorang wanita dari beberapa wanita yang ikut hadir berkata, Beritahukanlah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai daging yang kalian suguhkan! Kami lalu mengatakan, Itu adalah daging biawak, wahai Rasulullah! Seketika itu juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat tangannya, Khalid bin Walid pun berkata, Wahai Rasulullah, apakah daging biawak itu haram? Beliau menjawab: Tidak, namun di negeri kaumku tidak pernah aku jumpai daging tersebut, maka aku enggan (memakannya). Khalid berkata, Lantas aku mendekatkan daging tersebut dan memakannya, sementara Rasulullah melihatku dan tidak melarangnya. (HR Muslim 3603)
Firman Allah ta’ala yang artinya “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridai Islam itu Jadi agama bagimu.” (QS. al-Maidah [5]:3)
Ibnu Katsir ketika mentafsirkan (QS. al-Maidah [5]:3) berkata, “Tidak ada sesuatu yang halal melainkan yang Allah halalkan, tidak ada sesuatu yang haram melainkan yang Allah haramkan dan tidak ada agama kecuali perkara yang di syariatkan-Nya.”
Rasulullah Shallallau ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Apa-apa yang Allah halalkan dalam kitabNya adalah halal, dan apa-apa yang diharamkan dalam kitabNya adalah haram, dan apa-apa yang didiamkanNya adalah dibolehkan. Maka, terimalah kebolehan dari Allah, karena sesungguhnya Allah tidak lupa terhadap segala sesuatu.” Kemudian beliau membaca (Maryam: 64): “Dan tidak sekali-kali Rabbmu itu lupa.” (HR. Al Hakim dari Abu Darda’, beliau menshahihkannya. Juga diriwayatkan oleh Al Bazzar)
Telah sempurna agama Islam maka telah sempurna atau tuntas segala laranganNya, apa yang telah diharamkanNya dan apa yang telah diwajibkanNya, selebihnya adalah perkara yang didiamkanNya atau dibolehkanNya.
Firman Allah ta’ala yang artinya “dan tidaklah Tuhanmu lupa” (QS Maryam [19]:64)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ فِي الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ عَلَى الْمُسْلِمِينَ فَحُرِّمَ عَلَيْهِمْ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ
“Orang muslim yang paling besar dosanya (kejahatannya) terhadap kaum muslimin lainnya adalah orang yang bertanya tentang sesuatu yang sebelumnya tidak diharamkan (dilarang) bagi kaum muslimin, tetapi akhirnya sesuatu tersebut diharamkan (dilarang) bagi mereka karena pertanyaannya.” (HR Bukhari 6745, HR Muslim 4349, 4350)
Kesimpulannya mereka yang kelak dihalau dari telaga Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim An Najdi yakni orang-orang berbalik ke belakang dengan melakukan
1. Murtad karena pemahamannya telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham),
2 Dosa besar, membunuh kaum muslim dan membiarkan (berteman) dengan penyembah berhala (kaum Zionis Yahudi)
3. Bid’ah dalam urusan agama atau menukar ajaran Rasululah shallallahu alaihi wasallam dengan melarang yang tidak dilarangNya, mengharamkan yang tidak diharamkanNya atau mewajibkan yang tidak diwajibkanNya sehingga mereka telah bertasyabuh dengan kaum kafir yakni menjadikan ulama-ulama mereka “sebagai tuhan-tuhan selain Allah“. (QS at-Taubah [9]:31)
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Tinggalkan komentar