Allah selalu disisimu
Al-Qur’an diturunkan Allah Azza wa Jalla dan disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam bahasa Arab yang fushahah dan balaghah yang bermutu tinggi
Namun mereka memandang Al Qur’an hanya dalam bahasa Arab yang fushahah berdalilkan bahwa Al Qur’an dalam “bahasa arab yang jelas” (QS Asy Syu’ara’ [26]: 195).
Contoh ulama panutan mereka yakni ulama Ibnu Taimiyyah dalam Ar Risalah Al ‘Arsyiyah berkata :
“Sesungguhnya Arsy tidak kosong; karena dalil-dalil tentang bersemayamnya Allah di atas Arsy adalah muhkam (tidak memerlukan takwil karena kejelasan maknanya), dan hadits tentang turun-Nya Allah muhkam pula. Sedangkan sifat-sifat Allah Suybhanahu Wa Ta’ala tidak bisa dikiaskan dengan sifat-sifat makhluk-Nya. Maka wajib bagi kita untuk menetapkan nash-nash tentang istiwa (bersemayam) berdasarkan kedudukannya yang muhkam, begitu pula tentang turunnya Allah. Kita katakan bahwa Allah bersemayam di atas arsy, Allah juga turun ke langit dunia. Dia lebih mengetahui tentang bagaimana Dia bersemayam dan bagaimana Dia turun, sedangkan akal kita sangat terbats, sempit dan hina untuk mengetahui ilmu Allah Subhanahu Wa Ta’ala.”
Jelas ulama Ibnu Taimiyyah memperlakukan hadits “Rabb Tabaraka wa Ta’la turun ke langit dunia pada setiap malam” sebagai yang muhkam.
Mereka mengingkari bahasa cinta yang ada dalam balaghah terbukti mereka mengingkari makna majaz (kiasan atau makna tersirat) sebagaimana yang disampaikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/06/23/makna-majaz/
Bahasa cinta terkait dengan hati.
Bahasa cinta terkait makna dibalik yang tersurat atau dibalik apa yang tertulis yang disebut makna tersirat atau makna bathin
Bahasa cinta umumnya kita dapatkan pada perkataan atau tulisan para ulama tasawuf ketika mereka hendak mengungkapkan kedekatan mereka dengan Allah.
Bahasa cinta umumnya kita temukan pada sajak, puisi, lirik lagu dan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan cinta dan kasih sayang
Oleh karenanya kita paham ada diantara mereka mengharamkan lagu dan musik
Contoh kajian tentang hukum menyanyi dan musik dapat dibaca pada http://konsultasi.wordpress.com/2007/01/18/hukum-menyanyi-dan-musik-dalam-fiqih-islam/
Padahal pada zaman Rasulullah setiap acara keramaian seperti resepsi pernikahan dilantukan lagu lagu yang bermuatan bahasa cinta
Telah menceritakan kepada kami Musaddad Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Al Mufadldlal Telah menceritakan kepada kami Khalid bin Dzakwan ia berkata; Ar Rubayyi’ binti Mu’awwidz bin ‘Afran berkata; suatu ketika, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan masuk saat aku membangun mahligai rumah tangga (menikah). Lalu beliau duduk di atas kasurku, sebagaimana posisi dudukmu dariku. Kemudian para budak-budak wanita pun memukul rebana dan mengenang keistimewaan-keistimewaan prajurit yang gugur pada saat perang Badar. Lalu salah seorang dari mereka pun berkata, “Dan di tengah-tengah kita ada seorang Nabi, yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari.” Maka beliau bersabda: “Tinggalkanlah ungkapan ini, dan katakanlah apa yang ingin kamu katakan.” (HR Bukhari 4750)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam hanya mengkoreksi perkataan “dan di tengah-tengah kita ada seorang Nabi, yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari” karena Beliau tahu sebatas yang diwahyukanNya
Mereka boleh jadi mengharamkan lirik lagu “Insya Allah” yang dilantunkan oleh Maher Zain feat. Fadly Padi
Berikut kutipan lirik lagunya
Ketika kau tak sanggup melangkah
Hilang arah dalam kesendirian
Tiada mentari bagai malam yang kelam
Tiada tempat untuk berlabuh
Bertahan terus berharap
Allah selalu di sisimu
Reff:
Insya Allah, Insya Allah
Insya Allah ada jalan
Insya Allah, Insya Allah
Insya Allah ada jalan
Bagaimana mereka memahami bahasa cinta seperti “Allah selalu di sisimu” sedangkan mereka berkeyakinan Allah ta’ala berada atau bertempat di atas ‘Arsy dan turun ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir ?
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Tinggalkan komentar