Kaum Sufi
Sebagaimana yang disampaikan Abul Qasim Al-Qusyairy an-Naisabury, seorang ulama sufi abad ke-4 hijriyah,
“Kaum Sufi, Allah benar-benar telah menjadikan kaum ini sebagai kelompok para waliyullah terpilih; mengutamakan mereka atas semua hambaNya setelah para Rasul dan Nabi-Nya. Semoga Allah memberi shalawat dan salam kepada mereka.
Allah menjadikan hati mereka tambang berbagai rahasiaNya; dan mengkhususkan mereka lebih dari umatNya yang lain dengan pantulan cahayaNya. Mereka bagai hujan bagi mahlukNya yang selalu berputar dan berkeliling bersama Al-Haqq dengan kehakikatanNya ditengah “keumuman” tingkah laku manusia.
Allah menjernihkan mereka dari segala kekotoran sifat manusia; melembutkan hati dan rohani mereka pada pencapaian tempat-tempat (maqam) musyahadat (persaksian ruhani pada kebesaran dan kegaiban Allah) dengan “penampakan Al-Haqq dari segala hakikat keesaanNya; menempatkan mereka untuk “tetap tegak” dengan sikap penyembahan dan mempersaksikan pada mereka saluran-saluran hukum ketuhanan.
Karena itu mereka mampu menunaikan segala bentuk kewajiban yang dibebankan kepada mereka; mampu menghakikati segala yang dianugerahkanNya, berupa perubahan-perubahan dan berbagai putaran hidup, kemudian kembali kepada Allah dengan kebenaran iftiqar (butuh dan menggantung pada kehadiran dan peran Allah) dan hati yang remuk redam karena Allah.
Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Luhur dan Tinggi; bebas berbuat apa yang dikehendakiNya; bebas memilih siapa saja yang dikehendakiNya; tidak ada yang memberi ketentuan hukum kepada Nya; tidak ada kebenaran bagi makhluk yang mengharuskan pada Allah; sebab pahalaNya adalah awal keutamaan dan siksaanNya adalah hukum keadilanNya; perintahNya adalah ketentuan yang mutlak dari Allah.”
Sumber: “Ar Risalatul Qusyairiyah fi ‘Ilmit Tashawwuf, Abul Qasim Abdul Karim Hawazin Al Qusyairi An Naisaburi atau versi terjemahan “Risalah Qusyairiyah”, sumber kajian ilmu tasawuf, penterjemah Umar Faruq, penerbit Pustaka Amani, Jakarta
Berikut catatan tentang sufi seperti yang ditulis oleh Syaikh Ibnu Athaillah.
*****awal kutipan *****
Syekh Abu al-Abbas r.a mengatakan bahwa orang-orang berbeda pendapat tentang asal kata sufi. Ada yang berpendapat bahwa kata itu berkaitan dengan kata shuf (bulu domba atau kain wol) karena pakaian orang-orang shaleh terbuat dari wol. Ada pula yang berpendapat bahwa kata sufi berasal dari shuffah, yaitu teras masjid Rasulullah saw. yang didiami para ahli shuffah.
Menurutnya kedua definisi ini tidak tepat.
Syekh mengatakan bahwa kata sufi dinisbatkan kepada perbuatan Allah pada manusia. Maksudnya, shafahu Allah, yakni Allah menyucikannya sehingga ia menjadi seorang sufi. Dari situlah kata sufi berasal.
Lebih lanjut Syekh Abu al Abbas r.a. mengatakan bahwa kata sufi (al-shufi)
terbentuk dari empat huruf: shad, waw, fa, dan ya.
Huruf shad berarti shabruhu (kebesarannya), shidquhu (kejujuran), dan shafa’uhu(kesuciannya)
Huruf waw berarti wajduhu (kerinduannya), wudduhu (cintanya), dan wafa’uhu(kesetiaannya)
Huruf fa’ berarti fadquhu (kehilangannya), faqruhu (kepapaannya), dan fana’uhu(kefanaannya).
Huruf ya’ adalah huruf nisbat.
Apabila semua sifat itu telah sempurna pada diri seseorang, ia layak untuk menghadap ke hadirat Tuhannya.
Kaum sufi telah menyerahkan kendali mereka pada Allah. Mereka mempersembahkan diri mereka di hadapanNya. Mereka tidak mau membela diri karena malu terhadap rububiyah-Nya dan merasa cukup dengan sifat qayyum-Nya. Karenanya, Allah memberi mereka sesuatu yang lebih daripada apa yang mereka berikan untuk diri mereka sendiri.
***** akhir kutipan ******
Sufi adalah mereka yang menjalankan tasawuf dalam Islam. Jalan menelusuri jalan (tharikat) yang telah dilalui oleh Rasulullah, dimulai dengan beliau berkhalwat (mengasingkan diri dari keramaian) dan bertahanuts (perenungan/kontemplas diri) di gua hira. Kemudian beliau menerima wahyuNya tentang perkara syariat , syarat untuk menjadi hamba Allah yang berisikan perintahNya dan laranganNya , kemudian setelah syarat dipenuhi/dijalankan maka dilakukanlah perjalanan diri melalui maqom-maqom hakikat hingga sampai (wushul) kepada Allah Azza wa Jalla, hingga menjadi muslim yang berakhlakul karimah , muslim yang Ihsan atau muslim yang berma’rifat, muslim yang menyaksikan Allah Azza wa Jalla.
Cara menaapai akhlakul karimah adalah dengan membersihkan hati (tazkiyatun nafs) yang berarti mengosongkan dari sifat sifat yang tercela (TAKHALLI) kemudian mengisinya dengan sifat sifat yang terpuji (TAHALLI) yang selanjutnya beroleh kenyataan Tuhan (TAJALLI) atau melihat Rabb (berma’rifat). Para Ulama Sufi menyebutnya maqom musyahadah artinya ruang kesakisan. Inilah keadaan bukan sekedar mengucapkan namun sebenar-benarnya menyaksikan bahwa, “tiada Tuhan selain Allah”. Mereka juga telah mencapai kasyaf (mukasyafah), terbukanya hijab atau tabir pemisah antara hamba dan Tuhan. Allah membukakan tabir bagi kekasih-Nya untuk melihat, mendengar, merasakan, dan mengetahui hal-hal ghaib.
Terhalang manusia melihat Rabb adalah karena dosa. Setiap dosa merupakan bintik hitam hati, sedangkan setiap kebaikan adalah bintik cahaya pada hati ketika bintik hitam memenuhi hati sehingga terhalang (terhijab) dari melihat Allah. Manusia ketika di dunia tidak ada satupun yag luput dari dosa kecuali yang dikehendaki Allah. Mereka yang dikehendaki Allah itulah yang dapat melihat Rabb.
Firman Allah ta’ala yang artinya: ”...Sekiranya kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya, niscaya tidak ada seorangpun dari kamu yang bersih (dari perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa saja yang dikehendaki…” (QS An-Nuur:21)
Firman Allah yang artinya,
[38:46] Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.
[38:47] Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.
(QS Shaad [38]:46-47)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. Bagaimana anda melihat-Nya? dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”
Imam Al Qusyairi mengatakan bahwa, “Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi)”.
Syaikh Ibnu Athoillah mengatakan, “Sesungguhnya yang terhalang adalah anda, hai kawan. Karena anda sebagai manusia menyandang sifat jasad, sehingga terhalang untuk dapat melihat Allah. Apabila anda ingin sampai melihat Allah, maka intropeksi ke dalam, lihatlah dahulu noda dan dosa yang terdapat pada diri anda, serta bangkitlah untuk mengobati dan memperbaikinya, karena itu-lah sebagai penghalang anda. Mengobatinya dengan bertaubat dari dosa serta memperbaikinya dengan tidak berbuat dosa dan giat melakukan kebaikan“.
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany menyampaikan, “mereka yang sadar diri senantiasa memandang Allah Azza wa Jalla dengan qalbunya, ketika terpadu jadilah keteguhan yang satu yang mengugurkan hijab-hijab antara diri mereka dengan DiriNya. Semua banungan runtuh tinggal maknanya. Seluruh sendi-sendi putus dan segala milik menjadi lepas, tak ada yang tersisa selain Allah Azza wa Jalla. Tak ada ucapan dan gerak bagi mereka, tak ada kesenangan bagi mereka hingga semua itu jadi benar. Jika sudah benar sempurnalah semua perkara baginya. Pertama yang mereka keluarkan adalah segala perbudakan duniawi kemudian mereka keluarkan segala hal selain Allah Azza wa Jalla secara total dan senantiasa terus demikian dalam menjalani ujian di RumahNya”.
Nasehat Syaikh Ibnu Athoillah, “Seandainya Anda tidak dapat sampai / berjumpa kehadhirat Allah, sebelum Anda menghapuskan dosa-dosa kejahatan dan noda-noda keangkuhan yang melekat pada diri anda, tentulah anda tidak mungkin sampai kepada-Nya selamanya. Tetapi apabila Allah menghendaki agar anda dapat berjumpa denganNya , maka Allah akan menutupi sifat-sifatmu dengan sifat-sifat Kemahasucian-Nya , kekuranganmu dengan Kemahasempurnaan-Nya. Allah Ta’ala menerima engkau dengan apa yang Dia (Allah) karuniakan kepadamu, bukan karena amal perbuatanmu sendiri yang engkau hadapkan kepada-Nya.”
Munajat Syaikh Ibnu Athoillah, “Ya Tuhan, yang berada di balik tirai kemuliaanNya, sehingga tidak dapat dicapai oleh pandangan mata. Ya Tuhan, yang telah menjelma dalam kesempurnaan, keindahan dan keagunganNya, sehingga nyatalah bukti kebesaranNya dalam hati dan perasaan. Ya Tuhan, bagaimana Engkau tersembunyi padahal Engkaulah Dzat Yang Zhahir, dan bagaimana Engkau akan Gaib, padahal Engkaulah Pengawas yang tetap hadir. Dialah Allah yang memberikan petunjuk dan kepadaNya kami mohon pertolongan“
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
Hakikat Tasawuf
Syaikh Dr. Sholeh bin Fauzan al Fauzan
Kata tasawuf dan sufi tidak dikenal pada awal Islam. Ia terkenal (ada) setelah itu atau masuk ke dalam IIslam dari umat-umat yang hidup di belakang hari. Syaikhul Islam ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan dalam Majmu’ Fatawa-nya :”Adapun kata sufi tidak dikenal di 3 masa yang utama ) shahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in) dan hanya dikenal setelah masa itu. Hal ini banyak dinukil oleh para imam , seperti imam Ahmad bin Hambal , Abu Sulaiman Ad-darani dll. Diriwayatkan bahwa Sufyan Ats-Tsuari berbicara tentang masalah ini (sufi) , tapi sebagian mereka mengatakan riwayat tsb dari Al Hasan Al Bashri. Dan Sufi itu tidak ada dalam Islam. Ada yang mengatakan bahwa asalnya adalah dari kata Shuuf (bulu domba) dan inilah yang terkenal di kalangan banyak orang. Dan sufi yang pertama muncul adalah dinegeri Basrah. Orang yang pertama kali mengadakan gerakan sufi ini adalah sebagian dari sahabat Abdul Wahid bin Zaid , ia adlah seorang sahabat Al Hasan Al Basri. Ia (Abdul Wahid) populer di Basrah dengan sifatnya yang keterlaluan dalam zuhud , ibadah , rasa takut dll. Tidak ada penduduk kota itu yang spt dia. Abu Syaikh telah meriwayatkan dengan sanad-sanadnya dari Muhammad bin Sirin bahwa telah sampai berita kepadanya tentang sebagian kaum yang lebih mengutamakan pakaian dari bulu domba. Ia berkata :” Sesungguhnya ada suatu kaum yang lebih mengutamakan memakai pakaian bulu domba. Mereka mengatakan ingin meniru pakaian Isa bin Maryam, sedangkan bimbingan dari nabi kita lebih kita cintai. Nabi juga memakai pakaian dari katun dll , atau komentar yang senada dengan itu. Kemudian beliau (Ibn Taimiyah) melanjutkan :” Mereka menisbatkan kepada pakaian yang dhahir, yaitu pakaian dari bulu domba, maka mereka disebut shuffi…. Akhirnya beliau (ibn Taimiyah) berkata :” Maka inilah asal tasawwuf, kemudian berkembang menjadi beraneka ragam dan bercabang-cabang” [Majmu Fatawa : XI: 5-7 , 16, 17] Disini diterangkan bahwa tasawuf tumbuh dinegeri-negeri Islam melalui para ahli ibadah dari Basrah sbg hasil dari sikap keterlaluan mereka dalam zuhud dan ibadah. kemudian hal itu terus berkembang melalui kitab-kitab orang belakangan dan ditanamkan dinegeri-negeri kaum muslimin melalui ideologi-ideologi llain seperti Hindu, Budah dan kepasturan Nashrani. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Muhammad bin Sirrin yang berkata :”Sesungguhnya ada suatu kaum yang lebih mengutamakan memakai pakaian bulu domba. Mereka mengatakan ingin meniru pakaian Isa bin Maryam, sedangkan bimbingan dari nabi kita lebih kita cinta.” Jelaslah bahwa tassawuf memiliki ikatan dengan agama Nashrani !!! Dr. Shobir Tho’imah memberi komentar dalam kitab As Shufiyah Mu’taqadan wa maslakan :”Jelas bahwa tasawuf memiliki pengaruh dari kehidupan para pendeta Nashrani , mereka suka memakai pakaian dari bulu domba dan berdiam di biara-biara. dan ini banyak sekali . Islam memutuskan kebiasaan ini ketika ia membebaskan negeri dngan tauhid. Islam memberikan bekas dengan jelas thd kehidupan peribadatan orang-orang dahulu [hal 17] Syaikh Ihsan Ilahi Dhahir rahimahullah berkata dalam bukunya At Tashawwuf al Mansya’ wal Mashadir :” Ketika kita memperhatikan dengan telitiI tentang ajaran sufi yang pertama dan terakhir (belakangan) serta pendapat-pendapat yang dinukil dan diakui oleh mereka di dalam kitab-kitab sufi baik yang lama maupun yang baru, maka kita akan melihat dengan jelas perbedaan yang jauh antara Sufi dengan al Qur’an dan As Sunnah. Begitu juga kita tidak melihat adanya bibit-bibit sufi di dalam perjalanan hidup Rasulullah صلی الله عليه وسلم dan para shahabat beliau , yang mereka adalah (sebaik-baik) pilihan Allah dari kalangan mahlukNya (setelah para Nabi dan Rasul ,ed) , tetapi kita bisa melihat bahwa sufi diambil dari percikan kependetaan Nasharani , Brahmana (Hindu) dan Yahudi serta kezuhudan agama Budha.[ hal 27] Syaikh Abdurrahman al Wakil rahimahullah berkata di dalam kitabnya Mashra’ut tashawwuf :”Sesungguhnya tasawwuf itu adalah tipuan / makar paling rendah / hina dan tercela. Setan telah membuatnya menipu para hamba Allah dan memerangi Allah Azza wa Jalla dan rasulNya. Sesungguhnya tasawuf adalah (sebagai) topeng kaum Majusi agar ia terlihat sebagai seorang yang Rabbani , bahkan juga topeng semua musuh agama ini (Islam). Bila diteliti ke dalam akan ditemui di dalamnya (ajaran sufi itu) Brahmaisme, Budhisme, Zaratuisme, Platoisme, Yahudisme, Nashranisme, dan Paganisme “[hal 19] Dalam kesempatan ini kita telah membawakan pendapat-pendapat dari kitab-kitab sekarang tentang asalnya sufi dan juga banyak yang tidak kita sebutkan yang semuanya saling berpendapat seperti ini. Jelaslah bahwa sufi adalah ajaran (dari) luar yang menyusup ke dalam Islam. Hal ini tampak dari kebisaan-kebiasaan yang dinisbatkan kepadanya (tashawwuf). Sufi adalah suatu ajaran yang aneh (asing) di dalam Islam dan jauh dari petunjuk Allah Azza wa Jalla. Yang dimaksud dengan kalangan sufi yang belakangan adalah mereka yang sudah banyak berisi kebohongan. adapun yang terdahulu (dinisbatkan) , mereka masih netral seperti Al Fudhail bin Iyadh , Al Junaid , Ibrahim bin Adham dll. [Disalin dari kitab: Haqiqatuth Tashawwuf wa Mauqifush Shufiyyah min Ushulil Ibadah wad Diin, Edisi Indonesia : Hakikat Tasawwuf, Penulis : Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan, Alih Bahasa, Muhammad ‘Ali Ismah, Penerbit : Pustaka As-Salaf , Gumpang RT 02/03 N0. 559 Kertasura Solo 57169 Cetakan I : Rabi’ul Tsani 1419 H / Agustus 1998M]
Kategori: Firaq Sumber: http://www.almanhaj.or.id Tanggal: Rabu, 15 September 2004 18:53:12 WIB
Dibuat oleh SalafiDB http://salafidb.googlepages.com
Mas Abu sabil.. Setelah saya baca komentar anda terlihat jelas kalau yang menjadi RUJUKAN atau PEMAHAMAN MAS ABU SABIL tetang hal-hal yang berkaitan dengan SUFI— BUKANLAH dari kalangan >>ULAMA SUFI<>Dan Disini bisa di gambarkan dengan buah SEMANGKA = disini kulitnya di beri nama dengan istilah ISLAM dan daging buahnya di beri nama dengan istilah TAUHID.. Namun saya juga menyadari adanya kemungkinan penggambaran dengan buah SEMANGKA dlm penjelasan masalah ini mungkin saja akan anda tolak mentah-mentah..
Namun terlepas dari itu semua saya ingin membawa anda untuk memasuki kedalam sebuah dimensi TUJUAN dan tidak berhenti hanya di pintu ISTILAH alias KULITnya saja.
Poin pertama = setelah kita melewati rumitnya pembahasan ini semua, kini tibalah saatnya kita berada di depan pintu yang bernama ISLAM dan selanjutnya kita masuk kedalamnya…dan kita jumpai bahwa di dalam ISLAM ini ada banyak pintu-pintu lagi di antaranya =
1. pintu = IHSAN.. Dan kalimat Ihsan ini kalau di konversi kedalam bahasa indonesia menjadi kalimat AKHLAK yang membahas tentang AKHLAKHUL KHARIMAH dan yang lebih mendalam lagi. ( Kalimat IHSAN orang Indonesia menyebutnya dengan sebutan istilah akhlak namun para ulama menyebutnya dengan nama istilah Tasawuf sedangkan pelakunya disebut nama istilah sufi ).
## Jadi ke 3 kalimat ini = IHSAN – AKHLAK – TASAWUF itu tidak ada bedanya cuma penyebutan verbal nya saja yang berbeda.
2. Pintu = FIQIH = ilmu yang membahas tentang RUKUN ISLAM
3. Pintu = USHULUDDIN = ilmu yang di dalamnya membahas tentang RUKUN IMAN
Sampai disini harus di ingat bahwa ke 3 kalimat ISTILAH ini =
1. USHULUDDIN
2. FIQIH
3. TASAWUF (sedangkan pelakunya disebut sufi.)
yang tsb di atas Ini semua tidak akan pernah bisa ANDA jumpai di dalam Al-Qur’an dan juga tidak bisa ANDA jumpai dlm hadits hadits Nabi Muhammad saw.. Mengapa demikian..? Karena semua itu hanya sebuah ISTILAH atau penama’an saja sekali lagi hanya sebuah ISTILAH saja.
Dan masih banyak lagi istilah istilah lainnya lagi..
Ilmu tajwid = juga merupakan merupakan sebuah nama ISTILAH suatu ilmu yang mempelajari atau menerangkan tentang tata cara membaca al-Quran …dst
Di Daerah Jawa juga banyak istilah istilah yang tidak bisa di pahami hanya dengan mendengarkan secara verbal..
Sekarang yang menjadi pertanyaan.. Apakah hanya karena sebuah NAMA atau ISTILAH sesuatu itu otomatis menjadi mengharamkanya..?
Pasti jawabannya beragam.. Tergantung out put ilmu dan pikiran orang yang menjawabnya itu dalam kebenaran atau kesesatan. Maaf.. Wasallam..
Ralat..
Mas Abu sabil.. Setelah saya baca komentar anda terlihat jelas kalau yang menjadi RUJUKAN atau PEMAHAMAN MAS ABU SABIL tetang hal-hal yang berkaitan dengan SUFI— BUKANLAH dari kalangan >>ULAMA SUFI<>Dan Disini bisa di gambarkan dengan buah SEMANGKA = disini kulitnya di beri nama dengan istilah ISLAM dan daging buahnya di beri nama dengan istilah TAUHID.. Namun saya juga menyadari adanya kemungkinan penggambaran dengan buah SEMANGKA dlm penjelasan masalah ini mungkin saja akan anda tolak mentah-mentah..
Namun terlepas dari itu semua saya ingin membawa anda untuk memasuki kedalam sebuah dimensi TUJUAN dan tidak berhenti hanya di pintu ISTILAH alias KULITnya saja.
Poin pertama = setelah kita melewati rumitnya pembahasan ini semua, kini tibalah saatnya kita berada di depan pintu yang bernama ISLAM dan selanjutnya kita masuk kedalamnya…dan kita jumpai bahwa di dalam ISLAM ini ada banyak pintu-pintu lagi di antaranya =
1. pintu = IHSAN.. Dan kalimat Ihsan ini kalau di konversi kedalam bahasa indonesia menjadi kalimat AKHLAK yang membahas tentang AKHLAKHUL KHARIMAH dan yang lebih mendalam lagi. ( Kalimat IHSAN orang Indonesia menyebutnya dengan sebutan istilah akhlak namun para ulama menyebutnya dengan nama istilah Tasawuf sedangkan pelakunya disebut nama istilah sufi ).
## Jadi ke 3 kalimat ini = IHSAN – AKHLAK – TASAWUF itu tidak ada bedanya cuma penyebutan verbal nya saja yang berbeda.
2. Pintu = FIQIH = ilmu yang membahas tentang RUKUN ISLAM
3. Pintu = USHULUDDIN = ilmu yang di dalamnya membahas tentang RUKUN IMAN
Sampai disini harus di ingat bahwa ke 3 kalimat ISTILAH ini =
1. USHULUDDIN
2. FIQIH
3. TASAWUF (sedangkan pelakunya disebut sufi.)
yang tsb di atas Ini semua tidak akan pernah bisa ANDA jumpai di dalam Al-Qur’an dan juga tidak bisa ANDA jumpai dlm hadits hadits Nabi Muhammad saw.. Mengapa demikian..? Karena semua itu hanya sebuah ISTILAH atau penama’an saja sekali lagi hanya sebuah ISTILAH saja.
Dan masih banyak lagi istilah istilah lainnya lagi..
Ilmu tajwid = juga merupakan merupakan sebuah nama ISTILAH suatu ilmu yang mempelajari atau menerangkan tentang tata cara membaca al-Quran …dst
Di Daerah Jawa juga banyak istilah istilah yang tidak bisa di pahami hanya dengan mendengarkan secara verbal..
Sekarang yang menjadi pertanyaan.. Apakah hanya karena sebuah NAMA atau ISTILAH sesuatu itu otomatis menjadi mengharamkanya..?
Pasti jawabannya beragam.. Tergantung out put ilmu dan pikiran orang yang menjawabnya itu dalam kebenaran atau kesesatan. Maaf.. Wasallam..
Sepertinya text penjelasan dari saya terpotong di bagian atas tidak bisa masuk semua di dlm ruang komentar disini.. Sudah saya ulangi hasilnya tetap sama..maaf.
Gelar yg disandang para ulama2 diatas luar biasa besarnya tp lebih besar fitnah yg dibawanya. Wahai ulama pembawa fitnah janganlah kalian menilik dr luar halaman kaum sufi sejati dan jangan pula menterjemahkan kitabnya dengan akal mu yg palsu,krn adalah akibatnya pada generasi baru. Bimbang ragu tak berkesudahan.
Memang kalau cuma mengandalkan riwayat2 tidak negatif tentang tasawuf , banyak orang yang memandangnya jadi salah paham dan mau menang sendiri. Kaum sufi di zaman dahulu tidak hanya ahli agama tapi mempunyai pengetahuan yang tentang segala sesuatu di alam ini.
Terbukti hasil penelitian seorang Tetapi di Jepang di zaman ini, Dr. Masaru Emoto dari Universitas Yokohama dengan tekun melakukan penelitian tentang perilaku air. Air murni dari mata air di Pulau Honshu didoakan secara agama, lalu didinginkan sampai -5oC di laboratorium, lantas difoto dengan mikroskop elektron dengan kamera kecepatan tinggi. Ternyata molekul air membentuk kristal segi enam yang indah.
Selanjutnya ditunjukkan kata “setan”, kristal berbentuk buruk .Ternyata air bisa “mendengar” kata-kata, bisa “membaca” tulisan,
dan bisa “mengerti” pesan. Dalam bukunya The Hidden Message in
Water, Dr. Masaru Emoto menguraikan bahwa air bersifat bisa merekam pesan, seperti pita magnetik atau compact disk. Air bisa menyembuhkan seseorang setelah dibacakan doa memicu metobolisme di dalam tubuh manusia sehingga sembuh.
Para kaum sufi telah mengetahui ini di masa lalu, dengan zikir yang khusyuk dan air dapat menyembuhkan penyakit, oleh mereka yang dengki dibilang sihir atau sesat.
Bisa dilihat di :http://vianmerry.blogspot.com/2009/02/penelitian-air-bisa-mendengar.html.
Semoga bermanfaat bagi yang lain, segala Puji untuk Allah Tuhan Semesta Alam
tashawwuf yang benar berpegang syari’at Islam^_^ wallahu ta’ala a’lam
Abdullah Al Abidin
Apakah hanya cukup dengan bersyariat kita bisa sampai kepada maqam mahmuda? bukankan syari’at hanya kulit luar dari ajaran agama islam, jika kita hanya memperhatikan syariat saja maka kita termasuk orang-orang yang tertipu.