Ibadah berasal dari bahasa Arab abada, ya’budu artinya menyembah, menghamba, mengabdi, tunduk.
Jika dikatakan ibadah kepada Allah swt berarti perbuatan / ibadah / menyembah yang ditujukan kepada Allah swt .
Salah satu kesalahpahaman lainya yang diyakini sebagian muslim, bahwa “hukum asal ibadah adalah terlarang” atau “hukum asal dalam ibadah adalah batil hingga terdapat dalil yang memerintahkan’.
Sebenarnya, hukum asal dari perbuatan/ibadah adalah mubah(boleh) selama tidak ada dalil yang melarangnya atau mengaturnya
Mereka salah paham tentang pengertian ibadah, sehingga mereka dapat menyerupai orang-orang non muslim bahwa perbuatan manusia ada yang merupakan urusan agama (ibadah) dan urusan dunia atau yang dikenal dengan sekulerisme..
Ibadah = Perbuatan = Perilaku, Akhlak, Hati dan Pikiran = Aktivitias lahiriah atau bathiniah = Aktivitas jasmani atau ruhani.
Hakekat manusia diciptakan di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah, sesuai dengan firman Allah yang artinya,
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku
(QS adz Dzariyat [51] : 56 )
Oleh karenanya segala bentuk perilaku / perbuatan, hati, pikiran, semuanya, seharusnyalah untuk beribadah kepada-Nya.
Ibadah terbagi dalam dua bagian yakni Ibadah Mahdah (ibadah khusus) dan Ibadah Ghairu Mahdah (ibadah umum).
Ibadah Mahdah (ibadah khusus) adalah ibadah yang sudah ada rukun, aturan dan contoh dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang “wajib” kita ikuti seperti sholat, puasa, zakat, naik haji, dll. Inilah yang disebut “urusan kami” atau “urusan dalam Islam“
Ibadah Ghairu Mahdah (ibadah umum) adalah ibadah selain ibadah mahdah, beberapa dicontohkan oleh Rasulullah saw dan disunahkan untuk mengikuti , namun sebagian lagi diserahkan kepada manusia sesuai keinginan, teknologi atau zaman asal tidak ada dalil yang mengharamkan atau melarangnya.
Jika kita akan melakukan perbuatan/ibadah yang belum yakin dalilnya atau yang tidak ada pengetahuannya maka berubah dari perkara mubah menjadi perkara syubhat dan sebaiknya ditinggalkan.
Ibadah Ghairu mahdah (ibadah umum) seperti bekerja, berdoa/berzikir, berjama’ah, sedekah, infaq, belajar / menuntut ilmu, metode pengajaran atau pemahaman, berpolitik, menggunakan safety belt ketika berkendara mobil, menggunakan pedal rem ketika menjalankan kendaraan, menggunakan helm ketika berkendara motor, berangkat naik haji menggunakan sarana transportasi yang lebih baik seperti dengan pesawat terbang, dll
Yang perlu diingat bahwa ibadah umum, “semua yang diserahkan kepada manusia” itu tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Inilah yang disebut dengan mengikuti petunjuk Allah atau pegangan hidup manusia mengarungi dunia yakni Al-Quran dan Hadits.
Ibadah umum, berdoa/berzikir, disunnahkan mengikuti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW namun boleh dilakukan sesuai kebutuhan/keinginan (tidak sesuai yang dicontohkan) namun biasanya mengikuti sunnah adab berdoa.
Jadi seluruh perbuatan muslim di dunia ini wajib dalam keadaan sadar dan dilakukan secara sadar dan mengingat Allah, inilah yang disebut dengan Akhlakul Karimah.
Alangkah ruginya muslim jika melakukan perbuatan tanpa mengingat Allah, karena dengan mengingat Allah menumbuhkan kesadaran pada realitas peran dan fungsi kita di dunia sebagai hamba Allah. Apakah masih perlu melakukan perbuatan tanpa mengingat Allah ?
Juga pada akhirnya ibadah /perbuatan dengan mengingat Allah itu adalah untuk kepentingan dan keselamatan kita sendiri.
Sungguh, Dia memerintahkan kita dan melarang kita atau menuntut kita taat kepada Nya bukan untuk kepentinganNya namun sejatinya tuntutanNya adalah untuk kepentingan dan keselamatan kita sendiri.
Allah ta’ala telah “membolehkan” manusia melakukan perbuatan di muka bumi semenjak Dia memutuskan menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi.
Jadi pada dasarnya atau pada awalnya , apapun perbuatan manusia adalah mubah atau dibolehkan.
Kemudian Allah ta’ala memberikan petunjukNya (al-Qur’an dan Hadits)
Wujud pengakuan kita sebagai hambaNya maka sebelum kita melakukan suatu perbuatan maka kita wajib mengingat Allah, memandang kepadaNya atau dengan kata lain adalah merujuk kepada petunjukNya (al-Qur’an dan Hadits)
Setelah kita merujuk kepada petunjukNya maka hukum itu dari awalnya/asalnya mubah berubah sesuai petunjukNya. Jika tidak ada perintahNya atau laranganNya ataupun sunnah maka hukumnya kembali kepada mubah, namun kalau kita ragu ataupun tidak ada pengetahuan atau keyakinan untuk runjukan / dalil / hujjah, maka dari mubah berubah menjadi syubhat, sebaiknya ditinggalkan.
Untuk soal ini ada satu Hadits yang menyatakan sebagai berikut:
“Apa saja yang Allah halalkan dalam kitabNya, maka dia adalah halal, dan apa saja yang Ia haramkan, maka dia itu adalah haram; sedang apa yang Ia diamkannya, maka dia itu dibolehkan (ma’fu). Oleh karena itu terimalah dari Allah kemaafannya itu, sebab sesungguhnya Allah tidak bakal lupa sedikitpun.” Kemudian Rasulullah membaca ayat: dan Tuhanmu tidak lupa. (Riwayat Hakim dan Bazzar)
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)
Pokok dalam masalah ini tidak haram dan tidak terikat, kecuali sesuatu yang memang oleh syari’ sendiri telah diharamkan dan dikonkritkannya sesuai dengan firman Allah:
“Dan Allah telah memerinci kepadamu sesuatu yang Ia telah haramkan atas kamu.” (al-An’am: 119)
Namun yang harus selalu kita ingat , jika kita ingin menjadi muslim yang terbaik, muslim yang ihsan, muslim yang sholeh, ibaadillaahish shoolihiin maka kita sepanjang kehidupan di dunia, tidak dapat hanya melakukan perbuatan yang dibolehkan saja , bagaimana dengan bekal persiapan kehidupan kita di akhirat kelak ? bagaimana kita dapat menuju keselamatan ?
Kesimpulan,
Hukum asal perbuatan / ibadah manusia di alam dunia adalah mubah (boleh) namun jika mereka mengingat Allah, memandang Allah, mengaku sebagai hamba Allah, merujuk kepada petunjukNya (al-Quran dan Hadits) akan berubah hukumnya sesuai petunjukNya yakni bisa berubah menjadi haram atau wajib, atau sunnah atau makruh atau syubhat atau pula tetap sebagai mubah.
Ibadah kepada Allah artinya perbuatan / ibadah yang ditujukan kepada Allah.
Bagaimana agar perbuatan / ibadah itu sampai kepada yang dituju yakni Allah ?
Ibadah / perbuatan itu harus merujuk kepada petunjukNya (Al-Qur’an dan Hadits) , Ibadah / perbuatan yang mengingat Allah, memandang Allah, ibadah/perbuatan yang merupakan perwujudan dari pengakuan sebagai hamba Allah.
Assalaamu’alaina wa’alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin,
Semoga keselamatan bagi kami dan hamba-hamba Allah yang sholeh.
Hamba-hamba Allah yang sholeh adalah hamba-hamba Allah yang berakhlakul karimah, hamba-hamba Allah yang selalu dalam keadaan sadar atau berperilaku secara sadar dan mengingat Allah.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor, 16830
=======================================
Sungguh dengan pelurusan kesalahpahaman tentang ibadah, sekaligus dapat meluruskan kesalahpahaman-kesalahpahaman yang lain seperti kesalahpahaman tentang bid’ah
Sehingga seluruh umat Islam, salah satunya dapat memahami maulid nabi adalah termasuk ibadah ghairu mahdah dan merupakan bid’ah hasanah.
Dengan kesamaan pemahaman akan bisa kita akhiri “perdebatan”, prasangka buruk dan penilaian/penjulukan negatif terhadap sesama muslim yang sesungguhnya adalah bersaudara. Dalam mimpi saya dengan meluruskan kesalahpahaman-kesalahpahaman ini akan tercipta ukhuwah islamiyah sehingga kita memiliki waktu dan energi untuk mewujudkan peradaban islam yang rahmatan lil alamin
Kesalapahaman-kesalahpahaman yang lain silahkan baca tulisan pada,
Tentang Generasi Terbaik
Tentang Tasawuf
Tentang Ahlulkubur
Tentang Pujian Bagi Rasulullah
Tentang Berjama’ah
Tentang Ibadah
Kesalahpahaman ini yang akibatnya cukup serius dan secara sistematis mereka masukkan dalam kurikulum pendidikan yang juga akibatnya secara tidak disadari bagi pemuda-pemudi negeri kita yang menimba ilmu di sana yang terkena pengaruh “kurikulum Wahhabi”.
Perhatikan sekelumit tulisan Ekstrem dalam Pemikiran Agama yang merupakan makalah pidato Imam Ahlussunnah wal Jamaah Abad – 21, yakni Abuya Prof. DR. Assayyid Muhammad bin Alwi Almaliki Alhasani pada Pertemuan Nasional dan Dialog Pemikiran Kedua, 5 s.d. 9 Dzulqo’dah 1424 H, di Makkah al Mukarromah
Pembagian Klaim Syirik & Kufur kepada Kelompok–Kelompok Islam dalam Kurikulum Pembelajaran, dalam pertemuan dan kesempatan yang baik ini, saya ingin mengingatkan kepada Anda sekalian tentang sebagian kurikulum sekolah, khususnya materi tauhid.
Dalam materi tersebut terdapat pengafiran, tuduhan syirik dan sesat terhadap kelompok-kelompok Islam sebagaimana dalam kurikulum tauhid kelas tiga Tsanawiy (SLTP) cetakan tahun 1424 Hijriyyah yang berisi klaim dan pernyataan bahwa kelompok Shuufiyyah (aliran–aliran tashowwuf ) adalah syirik dan keluar dari agama.
Kesalahpahaman ini ada pula mengakibatkan sebagian dari mereka memiliki sifat kasar dan hati yang keras, sehingga mengingatkan saya kepada diwan (nasehat) Imam Syafe’i -semoga beliau dirahmati Allah- bahwa
“Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mahu menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelezatan takwa“.
Juga perihal itu mengingatkan saya pada sebuah hadits berikut,
Diriwayatkan dari Uqbah bin Amr Abi Mas’ud ra, dia berkata: Rasulullah Saw menudingkan tangannya ke arah Yaman, dengan bersabda, “Iman yang kuat ada di sana (penduduk Yaman). Ketahuilah bahwa sifat kasar dan hati yang keras itu dimiliki oleh orang-orang yang sibuk mengurus onta dengan melalaikan agama (beliau sambil menuding ke arah timur) dan disanalah tempat munculnya dua tanduk setan”. ( H.R. Shahih Bukhari No. 3202)
Saya menduga bahwa kesalahpahaman-kesalahpahaman yang ada pada kaum Wahhabi, ada pula hasil “susupan” pemikiran dari orang-orang yang mempunyai rasa permusuhan kepada orang mukmin. Sebaiknya kita tetap mewaspadai yang dinamakan “teori konspirasi”. Perhatikan landasan yang selalu mereka pegang antara lain
Protokol Zionis yang ketujuhbelas
…Kita telah lama menjaga dengan hati-hati upaya mendiskreditkan para rohaniawan non-Yahudi dalam rangka menghancurkan misi mereka, yang pada saat ini dapat secara serius menghalangi misi kita. Pengaruh mereka atas masyarakat mereka berkurang dari hari ke hari. Kebebasan hati nurani yang bebas dari faham agama telah dikumandangkan dimana-mana. Tinggal masalah waktu maka agama-agama itu akan bertumbangan..
Mendiskreditkan para rohaniawan non Yahudi artinya mendiskreditkan para ulama muslim / syaikh-syaikh. / imam-imam muslim
Kebebasan hati nurani yang bebas dari faham agama artinya mengkaburkan atau menghilangkan salah satu pokok ajaran agama Islam yakni tentang Ihsan / tentang hati (tazkkiyatun nafs) / ma’rifatullah / akhlakul karimah atau Tasawuf.
Silahkan baca tulisan saya lainnya pada
https://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/02/03/penghambaan-sesama-manusia/
dan
https://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/01/18/sekularisme-pluralisme-dan-liberalisme/
dan
https://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/02/23/bahaya-laten/
Selamat membaca dan memahami fakta yang sesungguhnya.
Menurut ilmu fikih asal mula perintah tuhan adalah wajib, dalam penjelasan hadis berikutnya dibagi dalam : wajib, sunah, halal, haram. dalam pelaksanaan ibadah terbagi dua, yakni sah dan batal. kita hanya dapat menghukumkan yang terlihat yang ada bukti telah dilakukannya. kesalahpahaman terjadi, jika menurut kita benar tapi menurut orang lain salah atau sebaliknya.
Jika terjadi kesalahpahaman maka harus dikembalikan kepada sumbernya, yaitu al qur’an dan al hadis, jika masih terjadi kesalahpahaman berarti pemahaman tentang al qur’an dan al hadisnya tidak komperehensif, tidak integral, tidak ijmali dan tidak menyeluruh. jika ditemukan konteks-konteks, baik di al qur’an maupun di al hadis yang dapat menimbulkan penafsiran yang banyak, haruslah dikembalikan pada pedoman pokok pembahasan, bahwa seluruh ayat dan seluruh hadis merupakan satu kesatuan korelasi yang utuh.
Beda rujukan bukanlah dasar untuk timbulnya kesalahpahaman, tapi kalau rujukannya hadis palsu atau rujukannya tidak lengkap, pasti akan terjadi kesalahpahaman tentang ibadah.
Jika berbagai perbedaan masuk dalam kurikulum apapun, maka para guru agama dan para ustad harus meluruskannya, karena mereka yang lebih tahu tentang isi kurikulumnya. ini sekedar saran agar tidak panatik buta, tidak merasa bahwa agama suku saya yang paling benar, atau agama kelompok saya yang paling benar, (jangan meniru tingkah laku suku quraisy ketika menentang dakwah nabi, karena merasa agama nenek moyangnya yang paling benar)
Kesalapahaman bukan saja terjadi karena beda rujukan namun bisa karena beda metode pemahaman, seperti dengan metode pemahaman secara dzahir,tekstual atau harfiah. Sedangkan kami mengharapkan karunia Allah ta’ala dengan pemahaman yang dalam (al hikmah).
Setuju , sebaiknya jangan mengatakan pemahaman saya yang paling benar atau pasti benar.
Imam Daarul Hijroh (Malik bin Anas) telah menggariskan satu standar ideal dan ungkapan yang tepat yang bisa dijadikan ukuran keadilan. Beliau mengatakan, “Setiap dari kita (dapat) diambil dan ditolak darinya (pendapat / pemahaman) kecuali pemilik kubur ini,” seraya menunjuk kepada junjungan kita, Rasulullah Muhammad Shollallahu Alaihi Wasallam.
“Salah satu kesalahpahaman lainya yang diyakini sebagian muslim, bahwa “hukum asal ibadah adalah terlarang” atau “hukum asal dalam ibadah adalah batil hingga terdapat dalil yang memerintahkan’.
Sebenarnya, hukum asal dari ibadah adalah halal dan mubah kecuali jika terdapat dalil yang mengharamkan atau melarangnya.” Hadza kalam bathil
ana tanya ini pendapat siapa? antumkah?….. Ulama antumkah? guru antumkah?… temen-2 antumkah?
ini dalil dari rosul bahwa “hukum asal ibadah adalah terlarang” sebuah hadist shohih terdapat dalam kitab arbain nawawiyah :
Ummul mukminin, ummu Abdillah, Aisyah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata bahwa Rasulullah bersabda:”Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak”.
HR. Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Muslim : “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak”
nah dari dalil diatas jelas gamblang kalau antum melakukan suatu amal ibadah yang tidak di contohkan rosul maka tidak akan diterima, artinya perbuatan antum dalam ibadah kalau tidak ada dalil yang shohih maka sia-sia.
Gimana antum ??? Jelas dalil dari rosul yang shohih&sorikh tapi antum lawan dan tentang dengan ro’yu/akal antum yang lemah. shohih mana akal antum atau hadist rosul???
Ibnu Abbas ketika menyampaikan Hadist tentang Haji kemudian sahabat lain ada yang menentang dengan membawkan perkataan Abu Bakar dan Umar saja, kemudian Ibnu Abbas marah. Apalagi ini dengan ro’yu antum yang terkena dengan pemikiran Sufi/tasawuf dimana mau bisa di ambil kebenarannya.
antum bawakan dalil ini
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku
(QS adz Dzariyat [51] : 56 )
memakai pemahaman / tafsir siapa????
metode pemahaman ini apakah ada dalilnya?
“Sedangkan kami mengharapkan karunia Allah ta’ala dengan pemahaman yang dalam (al hikmah).”
wallahu’alam.
Dalil ibadah yang antum sampaikan adalah “urusan kami”, sudah kami uraikan dalam tulisan kalau “urusan kami” maka itu termasuk ibadah mahdah. Coba baca kembali tulisan kami dengan hati yang tenang. Kami memaklumi memang berat menerima kenyataan bahwa telah terjadi kesalahpahaman-kesalahpahaman.
Allah ta’ala telah “membolehkan” manusia melakukan perbuatan di muka bumi semenjak Dia memutuskan menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi.
Allah ta’ala mengurus makhlukNya sebagaimana firman Allah yang artinya,
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya” (QS Ali Imran [3]:2 )
Sehingga manusia sebagai khalifah di bumi diberikan “pendamping” yakni petunjukNya (al Qur’an dan Hadits) sebagai perwujudan pengurusanNya
“”Dalil ibadah yang antum sampaikan adalah “urusan kami”, sudah kami uraikan dalam tulisan kalau “urusan kami” maka itu termasuk ibadah mahdah. Allah ta’ala mengurus makhlukNya sebagaimana firman Allah yang artinya,
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya” (QS Ali Imran [3]:2 )
Sehingga manusia sebagai khalifah di bumi diberikan “pendamping” yakni petunjukNya (al Qur’an dan Hadits) sebagai perwujudan pengurusanNya “”
Ana tanya lagi ini tulisan diatas itu pemahaman siapa yang antum pakai?
Di buku apa?
Justru kesalahan antum terbesar adalah antum memaknai dan mentafsirkan ayat alquran dan hadist menurut pemahaman yang tidak di syariatkan oleh Islam.
semua Firqoh sesat membawakan dalil Alquran dan Hadist hatta Ahmadiyah mereka membawakan Alquran dan hadist rosul tapi mereka memahami dengan pemahaman yang salah. maka mereka sesat dan menyesatkan ummat.
bukan memahami dengan pemahaman Para sahabat (abu bakar, ustman , umar dan ‘ali juga yang lain)
Hukum asal segala sesuatu adalah mubah.
Kita harus yakin, bahwa bagi muslim segala sesuatu (kesadaran, perilaku, akhlak, perbuatan, hati dan pikiran manusia) atau segala aktivitas lahiriah maupun bathin muslim adalah ibadah
Segala sesuatu = Ibadah
Mengapa segala sesuatu adalah ibadah ?
Ini konsekuensi dari kita sebagai hambaNya, kepasrahan kita sebagai hambaNya, kesadaran kita bahwa alam dunia bukanlah tempat kita sesungguhnya.
HambaNya wajib memenuhi keinginan Allah ta’ala setiap saat di dunia yakni,
KEINGINAN Allah ta’ala, sesuai dengan firman Allah yang artinya,
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”
(QS adz Dzariyat [51] : 56 )
Inilah sesungguhnya kesadaran pada realitas peran dan fungsi kita di dunia sebagai hamba Allah
Bahkan ada sebagian muslim yang begitu salah dalam memahami tentang Ibadah, mereka meyakini bahwa Allah ta’ala melihat mereka hanya pada saat mereka beribadah seperti Sholat. Sehingga ketika mereka tidak sedang beribadah, mungkin mereka menganggap Allah tidak melihat mereka ? sehingga mereka “lupa” dan berani untuk korupsi, zina, dzalim dan perbuatan lainnya yang dilarang Allah.
Sungguh benar petuah orang-orang kita terdahulu bahwa ” Berpikirlah sebelum berbuat sesuatu ”
Berpikirlah = Mengingat Allah (zikrullah) = Merujuk kepada petunjukNya (al Qur’an dan hadits)
Petuah dan pepatah orang-orang kita terdahulu,
“sekali lancung keujian seumur hidup orang tak kan percaya”
“karena nila setitik rusak susu sebelanga”
“Pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna”
Kaum Wahhabi juga salah paham mengenali orang-orang kita terdahulu, mereka menganggap orang-orang kita terdahulu adalah seperti kaum jahiliyah atau kaum yang menyembah berhala. Sehingga ada pemuda-pemudi kita yang belajar di Arab terkena/terpengaruh kurikulum wahabi, kembali dari sana “mengkafiri” orang tua dan saudaranya sendiri.
Mereka ber amar ma’ruf nahi munkar kepada seorang muslim yang sudah taat mengerjakan sholat, melaksakan kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah, menjauhi hal-hal yang diharamkan-Nya.
Mereka salah menempatkan diri dan memahami firman Allah yang artinya
“Serulah ( manusia ) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (QS an Nahl: 125).
Mereka salah paham berseru kepada manusia , namun mereka berseru kepada muslim yang taat.
Mereka salah paham bahwa jalan Tuhan mereka seolah-olah tidak serupa dengan jalan Tuhan kami.
Mereka banyak berdalil atau berhujjah dengan ayat-ayat yang sesungguhnya diperuntukkan untuk kaum kafir.
Sebagai muslim, saya bangga dan menghormati ulama-ulama kita terdahulu seperti Buya Hamka, Imam Nawawi Al Bantani, dan ulama-ulama terdahulu kita yang bertarikat, ulama-ulama kita yang sekaligus sebagai pejuang dengan identitas surban mereka, para Wali songo dan ulama-ulama kita terdahulu yang sholeh. Saya tidak pernah menganggap bahwa pemahaman yang datang dari tanah Arab itu selalu benar, untuk itu kita harus selalu merujuk/memeriksa segala pemahaman dengan Al-Qur’an dan Hadits.
Kita dari dahulu terkenal sebagai bangsa yang ramah dan religius. Bukan sebagai bangsa yang bengis, rakus ataupun tamak. Ramah dan religius merupakan perwujudan dari rahmatan lil alamin. Sekarang sebagian kita berupaya mengikuti zaman, berupaya modern, bersikap pragmatis sehingga malah menjadikan cinta dunia dan takut mati.
Oleh karena kesalahpahaman-kesalahpahaman kaum Wahhabi inilah yang mendorong saya menguraikan pendapat saya dalam blog ini agar kita sesama saudara muslim saling mencintai dan saling mengingatkan.
Sekali lagi saya mengingatkan bahwa,
Hukum Ibadah, pada awalnya adalah halal dan mubah. Namun setelah kita merujuk kepada petunjukNya maka hukum itu berubah sesuai petunjukNya. Jika tidak ada perintahNya atau laranganNya ataupun sunnah maka hukumnya kembali kepada mubah, namun kalau kita ragu ataupun tidak ada pengetahuan atau keyakinan untuk runjukan / dalil / hujjah, maka dari mubah berubah menjadi syubhat, sebaiknya ditinggalkan.
Untuk soal ini ada satu Hadits yang menyatakan sebagai berikut:
“Apa saja yang Allah halalkan dalam kitabNya, maka dia adalah halal, dan apa saja yang Ia haramkan, maka dia itu adalah haram; sedang apa yang Ia diamkannya, maka dia itu dibolehkan (ma’fu). Oleh karena itu terimalah dari Allah kemaafannya itu, sebab sesungguhnya Allah tidak bakal lupa sedikitpun.” Kemudian Rasulullah membaca ayat: dan Tuhanmu tidak lupa. (Riwayat Hakim dan Bazzar)
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)
Pokok dalam masalah ini tidak haram dan tidak terikat, kecuali sesuatu yang memang oleh syari’ sendiri telah diharamkan dan dikonkritkannya sesuai dengan firman Allah:
“Dan Allah telah memerinci kepadamu sesuatu yang Ia telah haramkan atas kamu.” (al-An’am: 119)
Apakah sanggup para imam tasawuf dibenturkan dengan perkataan rasululloh ?
Rasulullah bersabda:”Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak”.HR. Bukhari dan Muslim.
Dalam riwayat Muslim : “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak”
Atau anda sendiri yang sanggup menyelisihi perintah rasululloh saw?
bagaimana dengan syahadat kedua anda? sahkah? kalau dalam banyak hal (ibadah) ada dan orang2 sufi selalu menyelisihi rasululloh.
CONTOH:
– rasululloh saw, menganjurkan dzikir sendiri diwaktu 1/3 terakhir malam, menangis sendiri.
> torekot, menganjurkan dzikir berjamaah, disiang bolong, nangis berjamaah.
– rasululloh saw melarang, ada asap (memasak) dianjurkan memberikan makanan pada keluarga mayit.
> torekot, menganjurkan untuk masak, dan memberikan makan pada orang yang datang untuk berdoa berjamaah (tahlilan).
Semua perkataan dan perintah rasululloh saw selalu ditentang 180 derajat oleh kaum torekot/tasawuf, sebenarnya mau bikin agama baru atau bagaimana sih mau kalian?
Insyaallah para Imam Tasawuf akan mengikuti perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa pernah menyelisihinya.
Dua dalil tentang bid’ah yang antum sampaikan
Rasulullah bersabda:”Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak”.HR. Bukhari dan Muslim.
Dalam riwayat Muslim : “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak”
Jelas disebutkan adalah urusan agama atau urusan kami, inilah yang dimaksud ibadah mahdah (ibadah khusus).
Seorang muslim seluruh perbuatannya hanya 2 kategori , ibadah mahdah atau ibadah ghairu mahdah.
Kalau perbuatan tersebut tidak termasuk ibadah mahdah maka perbuatan tersebut akan masuk ibadah ghairu mahdah.
Bagi seorang muslim seluruh perbuatan , seluruh aktivitas baik ruhani maupun jasmani adalah ibadah dan wajib ditujukan kepada Allah.
Begitulah ketaatan seorang muslim pada firman Allah yang artinya,
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”
(QS adz Dzariyat [51] : 56 )
seluruh perbuatan muslim adalah ibadah , seluruh perbuatan muslim itu harus ditujukan kepada Allah, harus mengingat Allah, harus memandang Allah, harus merujuk kepada petunjukNya (Al-Qur’an dan Hadits)
Ingat selalu pepatah orang tua kita dahulu,
Pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna
Setiap tindakan atau perbuatan itu hendaknya dipikirkan dahulu baik-baik (mengingat Allah, merujuk kepada petunjukNya) sebelum dikerjakan agar tidak timbul penyesalan di kemudian hari atau di akhirat kelak.
pokoknya kullubid’atin dolallaah.(teknya begitu kok) yang saya pegang yaitu saja. tidak pegang yang lain.saya gak tahu yang lain. dan gak mau tahu. hatisaya sudah tertutup gak bisa menerima kebenaran
Lantas bagaimana dengan hal ini :
– rasululloh saw, menganjurkan dzikir sendiri diwaktu 1/3 terakhir malam, menangis sendiri.
> torekot, menganjurkan dzikir berjamaah, disiang bolong, nangis berjamaah.
– rasululloh saw melarang, ada asap (memasak) dianjurkan memberikan makanan pada keluarga mayit.
> torekot, menganjurkan untuk masak, dan memberikan makan pada orang yang datang untuk berdoa berjamaah (tahlilan).
Masuk katagori yang mana ?
Tanyakanlah kepada mereka.
Tapi tarekat itu tidak selalu identik dengan tahlilan.
Kami mendalami tasawuf ala syaikh Ibnu Athoillah, silahkan baca
atau
atau
Intinya kami hanya mengamalkan apa yang telah diajarkan oleh malaikat Jibril yakni tentang Ihsan, Akhlakul Karimah inti dari Tasawuf dalam Islam sesungguhnya
dalam buku apa ada pemahaman “Jelas disebutkan adalah urusan agama atau urusan kami, inilah yang dimaksud ibadah mahdah (ibadah khusus)”
ini pemahaman siapa?
ada ga sih… Abu bakar memahami seperti ini, atau Ustaman Bin Affan, atau ‘Ali Bin Abi tholib atau Umar bin Khotob memahami seperti ini??
atau mungkin Ibnu Abbas yang Faqih dalam mentafsirkan Alquran memahami seprti ini?? atau para sahabat lain??
atau Imam Yang 4 (Imam Malik, Imam Hambali, Imam Syafi’i Imam Ahmad bin Hambal) menulis dalam kitabnya seperti yang anta katakan. (QS At Taubah : 100)
Karena pemahaman mereka lah dalam mentafsirkan Alquran dan sunnah yang dijamin keselamatannya?
Pemahaman mereka lah yang dijamin kebenarannya dalam memahami Agama ini? dan seandainya kita mengikuti mereka maka selamatlah kita dari pemahaman dan pentafsiran yang nyeleneh dan sesat seta menyesatkan.
Jangan lah kita berbicara agama Islam ini dengan mendahulukan pemahaman Akal kita, pemahaman batin kita karena itu tidak ada jaminan kebenaran dan keselamatannya.
Ibadah mahdah adalah
Ibadah yang syarat rukunnya telah ditetapkan sesuai dengan syariat.
Ibadah yang tatacaranya diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah sangat jelas, dan bersifat pasti/mutlak. seperti puasa, zakat, sholat haji dan lain2.
Aturan atau petunjukNya yang disampaikan Rasulullah saw inilah yang disebut “urusan kami”, sebagaimana Nabi Muhammad Saw bersabda yang artinya
“Barangsiapa yang menbuat-buat sesuatu dalam urusan kami ini maka sesuatu itu ditolak” (H.R Muslim – Lihat Syarah Muslim XII – hal 16)
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)
Seorang muslim seluruh perbuatannya hanya 2 kategori , ibadah mahdah atau ibadah ghairu mahdah.
Kalau perbuatan tersebut tidak termasuk ibadah mahdah maka perbuatan tersebut akan masuk ibadah ghairu mahdah yang didalamnya bisa didapati bid’ah hasanah seperti contoh saya berdakwah lewat internet yang mana tidak pernah dicontohkan sebelumnya oleh Rasulullah saw. Saya yakin bahwa perbuatan/ibadah berdakwah lewat internet akan sampai (wushul) kepada Allah.
Kalau bid’ah dalam ibadah mahdah itu sudah jelas bid’ah dholalah akan tertolak
Bagi seorang muslim seluruh perbuatan , seluruh aktivitas baik ruhani maupun jasmani adalah ibadah dan wajib ditujukan kepada Allah.
Begitulah ketaatan seorang muslim pada firman Allah yang artinya,
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”
(QS adz Dzariyat [51] : 56 )
Ibadah ada yang mahdhah dan ada yang ghairu mahdhah, kemudian kesimpulannya peringatan maulid Nabi shallallahu’alaihi wa sallam itu boleh, maksudnya gimana mas?
Peringatan maulid Nabi shallallahu’alaihi wa sallam termasuk ibadah ghairu mahdah, dilaksanakan dalam rangka ketaatan kita kepada Allah ta’ala khususnya perintah mencintai Rasulullah saw.
Peringatan maulid Nabi saw tidak termasuk ibadah mahdah, kita tidak menemukan rukun dan tata-aturan dalam pelaksanaannya yang perlu diingat bahwa perbuatan dalam acara peringatan Nabi saw tidak ada perbuataan yang dilarang syari’at.
apa iya sih bukan ghairu mahdhah, bukannya ia diperingati khusus pada bulan Rabi’ul Awwal? Kalau orang melakukan perayaan di bulan Syawwal, kemudian ditanya,”sedang apa kamu?” jawabnya, “saya sedang memperingati maulid Nabi shallallahu’alaihi wa sallam”. Apa seperti ini masih dinamakan peringatan maulid?
Dan ia bukankah berulang setiap tahun sebagaimana hari ‘ied? Seperti ini aturan khusus bukan, mahdhah atau bukan mahdhah?
Tidak ada satupun ulama membuat perintah, syarat atau rukun bahwa peringatan maulid Nabi saw dilakukan khusus pada bulan Rabi’ul Awal, peringatan maulid Nabi saw dilakukan pada bulan Rabi’ul Awal semata-mata kesesuaian dengan bulan kelahiran Rasulullah saw. Begitu pula tidak ada satupun ulama yang melarang peringatan maulid Nabi saw di bulan selain Rabi’ul Awal, semat-mata kesesuaian tema peringatan saja. Antum terlampau mengada-ada.
Kaidah tentang ibadah atau perbuatan umumnya 3 pendapat ini saja,
“Hukum asal (segala sesuatu) yang dilarang (tahriim) jika ada dalil yang menegaskan (‘ibahah)”
“Segala sesuatu tidak boleh dianggap sebagai syari’at kecuali dengan adanya dalil dari al-Kitab atau as-Sunnah“
“Hukum asal ibadah/perbuatan adalah mubah(boleh) selama tidak ada dalil yang melarangnya”
Contoh ,
perbuatan/ibadah mencintai Rasulullah SAW, memuji Beliau (sholawat) tidak ada batasnya.
Ada dalil melarang jika kita menganggap Rasulullah SAW serupa Tuhan sebagaimana anggapan kaum Nashrani terhadap Nabi Isa as sebagai Tuhan atau anak Tuhan.
“Janganlah kalian mengkultuskan diriku, sebagaimana orang-orang Nasrani mengkultuskan Isa bin Maryam. Hanyalah aku ini seorang hamba, maka katakanlah: “(Aku adalah) hamba Allah dan Rasul-Nya.” (H.R Al Bukhari)
Kaidah ushul fiqih yang benar adalah :
“Hukum asal ibadah adalah haram, hingga ada dalil yang memerintahkannya”
– Mengapa kita sholat ? jawab : ada dalil tentang sholat, hukumnya ada yg wajib dan sunnah
– Mengapa kita aqiqah ? jawab : ada dalil tengtang aqiqah, hukumnya sunnah muakkad.
– Mengapa wanita ber jilbab? jawab : ada dalil tentang jilbab, hukumnya wajib.
Mengapa kita merayakan maulid nabi? jawab : tidak ada dalil, hukumnya haram. Perayaan kelahiran dan peristiwa tertentu pada asalnya adalah “KEBIASAAN YAHUDI” dan diikuti oleh “NASRANI”.
Para sahabat, tabiin, dan generasi salaf tidak pernah merayakan hari-hari besar kecuali yang diperintahkan yaitu : “Iedul fitri dan iedul adha”
Berani sekali antum menghukumi sebuah perbuatan itu haram, tolong tunjukkan nash yang melarang.
Keliru kalau antum menghukum haram berdasarkan suatu kaidah yang sudah salah dari dulu
Silahkan baca tulisan, https://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/09/01/kegemparan-sebuah-kaidah/
“Dan Allah telah memerinci kepadamu sesuatu yang Ia telah haramkan atas kamu.” (QS al-An’am: 119)
Tidak ada pelarangan/haram atau bathil kecuali yang telah disampaikan oleh Allah ta’ala. Sungguh Allah tidak lupa.
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung“. (QS an-Nahl [16]:116 )
Wassalam
Pada dasarnya Ibadah Itu Terlarang, Sedangkan Adat Itu Dibolehkan
Syaikh as-Sa’adi Rahimahullah dalam al-Qowa’id wal Ushul Jami’ah hlm. 30 menjelaskan bahwa ibadah adalah semua yang diperintahkan Allah dan Rasul Nya , baik perintah yang bersifat wajib ataupun sunnah.
Yang dimaksud disini dengan al-ibadah disini adalah ibadah mahdhoh yaitu ibadah yang tata cara dan aturannya sudah ditentukan oleh Allah dan RosulNya. Sedangkan yang dimaksud al-‘adah atau adat disini adalah ibadah ghoiru mahdhoh, yang biasa disebut sebagai mu’amalah. (bukan istilah adat istiadat yang kadangkala berhubungan dengan ritual kepercayaan)
Pada dasarnya kita tidak boleh mengamalkan atau mensyariatkan suatu amal ibadah kecuali ada dalilnya dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang mensyariatkannya. Barangsiapa yang mensyariatkan sebuah ibadah tanpa dalil maka dia telah membuat perkara baru baru (bid’ah) dalam agama.
Begitu pula sebaliknya, pada dasarnya semua bentuk adat adalah diperbolehkan, tidak boleh mengharamkannya sedikitpun dari adat kecuali datang dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang mengharamkannya. Barangsiapa yang mengharamkan sebuah adat yang tidak diharamkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan RosulNya, maka dia telah membuat sebuah bid’ah dalam agama.
Dalam masalah ibadah, banyak ayat dan hadist yang menunjukan hal ini, di antaranya firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Apakah mereka mempunyai sekutu yang mensyariatkan bagi mereka agama yang tidak diizinkan oleh Allah?” (QS. asy-Syuro:21)
Rosulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa yang melakukan amal perbuatan yang tidak ada contohnya dari kami, maka amal perbuatan tersebut tertolak.” (HR Muslim)
Adapun dalam masalah aadat (mu’amalah) juga banyak dalil yang menunjukankaidah tersebut, diantaranya:
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Dialah yang telah menciptaakan semua yang ada dimuka bumi untuk kalian.” (QS. al-Baqoroh: 29)
Allah berfirman:
Katakanlah:”Siapakah yang mengharamkan perhiasan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang Dia keluarkan untuk hamba-hamba Nya, juga rezeki yang baik?” Katakanlah: “Itu semua untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan di dunia, dan hanya untuk mereka pada hari kiamat.” (QS. al-A’rof: 32)
Juga hadist tentang mu’amalah:
“Dari Abu Darda Radhiallahu Anhu secara marfu’ Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:”Apa yang dihalalkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam kitab Ny maka dia halal, dan apa yang di haramkan berarti haram, sedangkan apa yang di diamkan oleh Nya berarti itu di ma’afkan, maka terimalah apa yang dimaafkanoleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena dia tidak akan pernah lupa.” Kemudian beliau membaca firman Allah Subhanahu Wa ta’ala (yang artinya): “Dan tidak lah Robb mu lupa.” (QS. Maryam: 64) (HR. Bazzar dan Hakim 2/375, Baihaqi 10/12. Imam Hakim Rahimahullah berkata:”Sanad hadist ini shohih tapi tidak diriwayatkan oleh Bukhori Muslim.” Perkataan beliau ini disepakati oleh adz-Dzahabi Rahimahullah. Syaikh al-Albani rahimahullah menyatakan bahwa hadist ini hasan sebagaimana yang terdapat dalam Ghoyatul Marom no.2. Lihat juga at-Ta’liqot aar-Rodhiyah 3/24)
Kaidah ibadah memberikan pengertian bahwa tidak boleh bagi seorangpun menjalankan ibadah kecuali ada daalil yang mencontohkannya. Dalam masalah ini, barangsiapa yang melakukan sebuah ibadah tertentu, maka dia yang dituntut untuk mendatangkan dalil, sedangkan yang tidak mensyariatkan maka tidak dituntut dalil karena dia berpegang pada kaidah dasar.
Contoh 1
Peringatan Maulid Nabi
Kita tanyakan kepada orang yang mengamalkannya:”Apakah menurut kalian bahwa perayaan ini sebuah ibadah atau hanya main-main saja?” Maka mereka akan menjawab: “Ini adalah sebuah ibadah yang mulia.” Kalau begitu, datangkanlah kepada kami dalil atas perbuatan ini dari al-Qur’an atau as-Sunnah! kalau ada dan shohih, maka kita terima dan kita amalkan, namun kalu tidak ada-dan memang dalam hal ini tidak ada dalil maka kita katakan bahwa peringatan ini adalah haram, karena asal dari sebuah ibadah itu haram.
Adapun kaidah adat dan mu’amalah memberikan sebuah pemahaman bahwa semua bentuk jenis adat dan mu’amalah hukum dasarnya aadalah boleh. maka barangsiapa yang mengharamkannya atau memakruhkan sebuah adat, maka dia dituntut untuk mendatangkan dalil yang shohih, maka kita terima, namun kalau tidak ada maka boleh, karena hukum asal adat adalah boleh. Dan ini mencangkup semua bentuk adat, baik dalam hal makanan, minuman, pekerjaan, pakaian, rumah, mu’amalah serta lainnya.
Contoh 2
Kalau ada sebuah produk makanan baru, apakah boleh dimakan ataukah tidak. Barangsiapa melarangnya memakannya, maka hendaknya dia membawakan dalil atas keharamannya. Namun kalau tidak ada dalil, berarti makanan tersebut dihukumi halal, karena asal dari adat adalah boleh.
Syaikh as-Sa’adi Rahimahullah berkata: “Ini adalah dua kaidah yang sangat besar manfaatnya, dengannya bisa diketahui bid’ah dalam ibadh dan adat, maka barangsiapa memerintahkan sebuah ibadah yang tidak ada contohnya, maka dia ahli bid’ah. Sebaliknya barangsiapa yang mengharamkan sebuah adat tanpa dalil, maka diapun seorang yang telah berbuat bid’ah.”
Pak mutiara zuhud, coba anda tunjukkan dalil tentang dirayakannya maulid nabi. Maulid nabi tidak pernah dirayakan oleh para sahabat dan generasi setelahnya yang merupakan generasi terbaik umat ini.
“…Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…” [al-Hasyr/59:7]
Juga berfirman yang maknanya : “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah Azza wa Jalla dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak mengingat Allah Azza wa Jalla.” [al-Ahzâb/33: 21]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِـيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengadakan suatu yang baru yang tidak ada dalam urusan agama kami, maka amalan itu tertolak”.
Jelas bahwa perayaan-perayaan yang asal-usulnya adalah “YAHUDI” dan “NASRANI”. Hari lahir nabi sendiri ulama khilaf, itu menunjukkan perayaan ini tidak pernah ada syariatnya, dan batil. Perayaan hari kelahiran atau biasa di sebut HUT “hari ulang tahun” jelas sebuah acara yang meniru kebiasaan yahudi dan nasrani.
Keenam: Dalam Islam tidak ada bid’ah hasanah, semua bid’ah adalah sesat sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
“Setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka”
Imam asy-Syâfi’i rahimahullah berkata.
مَنِ اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ
“Barangsiapa menganggap baik sesuatu (ibadah) maka ia telah membuat satu syari’at”
semoga bermanfaat.
Untuk mas Sunan dan akhi Abu Abdul Karim, balasannya kami satukan saja karena tanggapannya hampir mirip.
Bagi kita sebagai muslim, seluruh perbuatan kita adalah ibadah yang wajib ditujukan kepada Allah ta’ala.
Ada dua type ibadah, yakni ibadah mahdah dan ibadah ghairu mahdah
Ibadah mahdah adalah
Ibadah yang syarat rukunnya telah ditetapkan sesuai dengan syariat.
Ibadah yang tatacaranya diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah sangat jelas, dan bersifat pasti/mutlak. seperti puasa, zakat, sholat haji dan lain2.
Aturan atau petunjukNya yang disampaikan Rasulullah saw inilah yang disebut “urusan kami”, sebagaimana Nabi Muhammad Saw bersabda yang artinya
“Barangsiapa yang menbuat-buat sesuatu dalam urusan kami ini maka sesuatu itu ditolak” (H.R Muslim – Lihat Syarah Muslim XII – hal 16)
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)
“Apa saja yang Allah halalkan dalam kitabNya, maka dia adalah halal, dan apa saja yang Ia haramkan, maka dia itu adalah haram; sedang apa yang Ia diamkannya, maka dia itu dibolehkan (ma’fu). Oleh karena itu terimalah dari Allah kemaafannya itu, sebab sesungguhnya Allah tidak bakal lupa sedikitpun.” Kemudian Rasulullah membaca ayat: dan Tuhanmu tidak lupa.” (Riwayat Hakim dan Bazzar)
“Dan Allah telah memerinci kepadamu sesuatu yang Ia telah haramkan atas kamu.” (QS al-An’am: 119)
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (QS an-Nahl [16]:116 )
Kalau perbuatan/ibadah tersebut tidak termasuk ibadah mahdah maka perbuatan tersebut akan masuk ibadah ghairu mahdah yang didalamnya bisa didapati bid’ah hasanah seperti contoh saya berdakwah lewat internet yang mana tidak pernah dicontohkan sebelumnya oleh Rasulullah saw. Saya yakin bahwa perbuatan/ibadah berdakwah lewat internet akan sampai (wushul) kepada Allah.
Kalau dilihat dari sudut keinginan atau kebutuhan manusia maka,
Ibadah ghairu mahdah adalah ibadah yang disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan kaum muslim, seperti sedekah, bekerja, berdoa, berzikir, bersholawat, makan, minum, jima’, berolahraga, menggunakan helm, menggunakan safety belt, dll
Sedangkan ibadah mahdah adalah ibadah yang wajib dilakukan sebagai wujud ketaatan walaupun kita mungkin tidak menginginkan atau tidak membutuhkan. Ketidak-inginan atau ketidak-butuhan ini timbul bagi mereka yang belum paham akan hakikat ibadah mahdah.
Peringatan maulid Nabi, yang merupakan perbuatan/ibadah kaum muslim yang dilakukan untuk memenuhi keinginan (ibadah ghairu mahdah) mengenang kehidupan Rasulullah saw. Peringatan maulid Nabi diisi dengan pengajian , sholawat dan amal-amalan lain yang tidak dilarang dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Jadi tolong sampaikan hujjah atau dalil dalam Al-Qur’an yang melarang memperingati maulid Nabi.
Hal yang perlu diingat selalu adalah
1. Pelarangan dan Pengharaman sebuah perbuatan/ibadah seorang muslim mutlak berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits, karena semua itu merupakan hak Allah ta’ala. Fatwa Ulama tentang pelarangan, kewajiban dan pengharaman, mutlak diikuti dengan dalil/hujjah dari Al-Qur’an dan Hadits
2. Melarang dan mengharamkan sebuah perbuatan/ibadah seorang muslim tidak boleh hanya berlandaskan sebuah kaidah buatan manusia yang keliru bahwa “”Hukum asal ibadah adalah bathil/haram/terlarang kecuali ada dalil yang memerintahkan”
Kaidah yang selama ini dipegangi oleh sebagian ulama bahwa “Hukum asal ibadah adalah bathil/haram/terlarang kecuali ada dalil yang memerintahkan” adalah sebuah kekeliruan dan tidak ada landasan dalam Al-Qur’an dan Hadits
Bagaimana bisa dikatakan hukum Ibadah itu asalnya bathil/haram/terlarang padahal sejak awalpun Allah ta’ala telah memerinci kewajiban, larangan dan pengharaman dan Allah tidak lupa ! Rasulullah saw pun telah mengatakan bahwa semua telah dijelaskan untuk kita.
“Dan Allah telah memerinci kepadamu sesuatu yang Ia telah haramkan atas kamu.” (QS al-An’am: 119)
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (QS an-Nahl [16]:116 )
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidak tertinggal sedikitpun (dari perkataan atau perbuatan) yang (bisa) mendekatkan kamu dari surga dan menjauhkanmu dari neraka melainkan (semuanya) telah dijelaskan bagimu (dalam agama Islam ini)” (HR Ath Thabraani dalam Al Mu’jamul Kabiir no. 1647 dan dinyatakan Shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1803)
Perkataan atau perbuatan yang mendekatkan kamu dari surga = kewajiban, menjauhkanmu dari neraka = larangan.
Jadi seluruh kewajiban, larangan, pengharaman sudah ditetapkan dan dijelaskan sejelas-jelasnya, Allah tidak lupa!, selebihnya Allah ta’ala diamkan atau bolehkan (mubah) sebagai tanda kasihNya kepada hambaNya.
3. Mengikuti pelarangan dan pengharaman ulama tanpa diikuti dalil/hujjah dari Al-Qur’an dan Hadits merupakan sebuah kesesatan yang nyata karene menghamba kepada selain Allah sebagaimana yang diuraikan berikut ini
Wassalam
duh bagus nya penjelasan kang zon,…
thanks banget kang…semoga Allah memberikan kebaikan yg berlimpah pada kang zon…amiin
Pemahaman Umat Islam memang sudah menjadi fitrah akan terjadi perbedaan pendapat , yang penting janganlah saling mengklaim faham dirinyalah yang paling benar , dan menganggap lain dirinya adalah paham sesat. Ayo mari menyatukan pendapat dengan saling mengalah dan saling menghormati paham orang lain. Kalau semua saling mengalah ..betapa Indahnya Islam dimata paham non Islam.
Al-hamdulillah Ulama Ahlu Sunnah wal-jama`ah (Asy`ariyah) tidak mengharamkan yang halal dan tidak meng Halalkan yang Haram.
mengikuti (taqlid) mereka adalah Hidayah meskipun tidak mengetahui dalil-dalilnya.
subhanallah, teguhkan iman, islam hanya kepada Allah swt. semoga kita dpt beristiqamah dan tunduk kepada Allah swt, aamiin
Perbedaan ini tidak akan pernah bisa dipersatukan, mungkin nanti Allah SWT yang akan menilainya langsung di akhirat. Siapa sebenarnya yg benar2 mengikuti Allah SWT dan Rosulnya. Menurut saya, Orang yg meyakini bahwa asal ibadah itu haram, dan orang meyakini bahwa asal ibadah itu boleh semuanya bisa saja dimata Allah SWT mendapatkan pahala, karena pda level ini sudah tahap berijtihad memilih mana yg diyakininya. Seandainya kita bisa hidup di zaman Imam Mahdi , mungkin kita akan mengetahui siapa sebenarnya yg benar itu.Adapun sekarang dengan keyakinan masing2, dan memohon petunjuk Allah SWT, mudah2an kita semua mendapat hidayah Allah SWT. Islam harus bersatu, perbedaan yg ada jangan dijadikan sebagai pemecah belah, saling menghujat, saling menyesatkan. Kita ketahui bahwa ketika Israel mendengar kebangkitan Islam baik di Mesir, Maroko, dan negara lainnya, mereka mulai cemas. Hal ini pertanda, bahwa mengedepankan persatuan/persaudaraan sesama muslim lebih utama dan lebih besar manfaatnya untuk menegakan Islam di bumi ini. Selama kita masih bersyahadat dan berusaha mengamalkannya semampu kita dg bersungguh2 terus menerus belajar mencari kebenaran sampai liang lahat, insya Alloh kita akan ditunjukkan oleh Allah SWT ke jalan yg lurus. Dan kita jiga masih bersaudara dengan orang yg berbeda pendapat dalam masalah syariat ini, sehingga sebagai sesama saudara hendaknya saling menghargai, menyayangi, nasehat-menasehati dg ikhsan. Insya Alloh kalau dg cara begini Islam menjadi indah, dan semua org kafirpun bisa jadi tertarik untuk masuk islam.
Mas Hery Sopari, sudah kami sampaikan bahwa tulisan-tulisan kami sebelumnya seperti di atas pembagiannya adalah ibadah mahdah dan ghairu mahdah
hukum asal dari perbuatan/ibadah adalah mubah(boleh) selama tidak ada dalil yang melarangnya atau mengaturnya
Dalil yang mengaturnya adalah apa yang telah ditetapkan dalam perkara syariat
Sedangkan pada tulisan-tulisan terbaru kami sampaikan sebagai berikut
Hukum asal amal ketaatan adalah haram/terlarang selama tidak ada dalil yang menetapkannya
Hukum asal diluar amal ketaatan adalah mubah/boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya
Ibadah terbagi dalam dua kategori yakni amal ketaatan dan amal kebaikan
Amal ketaatan adalah segala apa yang telah diwajibkanNya yakni wajib dijalankan dan wajib dijauhi meliputi menjalankan kewajibanNya (ditinggalkan berdosa), menjauhi laranganNya (dikerjakan berdosa) dan menjauhi apa yang telah diharamkanNya (dikerjakan berdosa)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjakan berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi).
Ibadah dalam perkara amal ketaatan wajib sesuai dengan apa yang telah dicontohkan/dilakukan oleh Rasulullah. Tidak boleh ada perkara baru (bid’ah) dalam perkara amal ketaatan.
Ibadah di luar amal ketaatan adalah amal kebaikan selama tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah
Ibadah dalam perkara amal kebaikan tidak harus sesuai dengan apa yang telah dicontohkan/dilakukan oleh Rasulullah. Boleh ada perakara baru (bid’ah) selama tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah.
Hukum asal amal ketaatan adalah haram/terlarang selama tidak ada dalil yang menetapkannya
Hukum asal diluar amal ketaatan adalah mubah/boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya
Kullu bid’atin dholalah
Pengertian kullu ada 3 macam yakni
1. syay’in artinya setiap satu
2. ba’din artinya setiap sebagian
3. jam’in artinya setiap semua.
Al-Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menuliskan: “Sabda Rasulullah “Kullu Bid’ah dlalalah” ini adalah ‘Amm Makhshush; artinya, lafazh umum yang telah dikhususkan kepada sebagian maknanya. Jadi yang dimaksud adalah bahwa sebagian besar bid’ah itu sesat (bukan mutlak semua bid’ah itu sesat)” (al-Minhaj Bi Syarah Shahih Muslim ibn al-Hajjaj, j. 6, hlm. 154).
Kemudian al-Imam an-Nawawi membagi bid’ah menjadi lima macam.
أن البدع خمسة أقسام واجبة ومندوبة ومحرمة ومكروهة ومباحة
“Sesungguhnya bid’ah terbagi menjadi 5 macam ; bid’ah yang wajib, mandzubah (sunnah), muharramah (bid’ah yang haram), makruhah (bid’ah yang makruh), dan mubahah (mubah)” [Syarh An-Nawawi ‘alaa Shahih Muslim, Juz 7, hal 105]
Pembagian bid’ah kedalam 5 macam disampaikan pula oleh Imam ‘Izzuddin bin Abdussalam dalam kitab “Qawa’idul Ahkam fi Mashalihul Anam”. Selengkapnya diuraikan dalam tulisan pada http://syeikhnawawial-bantani.blogspot.com/2011/12/pembagian-bidah-menurut-imam-izzuddin.html
Imam Nawawi berkata: “Jika telah dipahami apa yang telah aku tuturkan, maka dapat diketahui bahwa hadits ini termasuk hadits umum yang telah dikhususkan. Demikian juga pemahamannya dengan beberapa hadits serupa dengan ini. Apa yang saya katakan ini didukung oleh perkataan ‘Umar ibn al-Khaththab tentang shalat Tarawih, beliau berkata: “Ia (Shalat Tarawih dengan berjama’ah) adalah sebaik-baiknya bid’ah”.
Rasulullah mencontohkan kita untuk menghindari perkara baru dalam kewajiban (jika ditinggalkan berdosa). Rasulullah meninggalkan sholat tarawih berjama’ah dalam beberapa malam agar kita tidak berkeyakinan bahwa sholawat tarawih adalah kewajiban (ditinggalkan berdosa) selama bulan Ramadhan.
Rasulullah bersabda, “Aku khawatir bila shalat malam (tarawih) itu ditetapkan sebagai kewajiban atas kalian.” (HR Bukhari 687). Sumber: http://www.indoquran.com/index.php?surano=10&ayatno=120&action=display&option=com_bukhari
Bid’ah hasanah , jika yang melakukan sholat tarawih berjamaah sebulan penuh berkeyakinan bahwa itu adalah amal kebaikan selama bulan ramadhan walaupun Rasulullah tidak mencontohkan/melakukannya sebulan penuh.
Bid’ah dholalah, jika mereka berkeyakinan bahwa sholat tarawih berjamaah sebulan penuh adalah kewajibanNya atau perintahNya (ditinggalkan berdosa) karena sholat tarawih sebulan penuh tidak pernah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla sebagai kewajiban (ditinggalkan berdosa). Yang ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla sebagai kewajiban (ditinggalkan berdosa) yang harus dikerjakan sebulan penuh pada bulan Ramadhan adalah berpuasa.
Bid’ah dholalah adalah perkara baru (bid’ah) dalam perkara amal keataatan atau dalam perkara agama atau dalam perkara syariat (syarat sebagai hamba Allah) yakni mengada-ada dalam perkara kewajibanNya (ditinggalkan berdosa), perkara laranganNya (dikerjakan berdosa) dan perkara pengharaman (dikerjakan berdosa)
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani)
‘Adi bin Hatim pada suatu ketika pernah datang ke tempat Rasulullah –pada waktu itu dia lebih dekat pada Nasrani sebelum ia masuk Islam– setelah dia mendengar ayat yang artinya, “Mereka menjadikan orang–orang alimnya, dan rahib–rahib mereka sebagai tuhan–tuhan selain Allah, dan mereka (juga mempertuhankan) al Masih putera Maryam. Padahal, mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.“ (QS at Taubah [9] : 31) , kemudian ia berkata: “Ya Rasulullah Sesungguhnya mereka itu tidak menyembah para pastor dan pendeta itu“. Maka jawab Nabi shallallahu alaihi wasallam: “Betul! Tetapi mereka (para pastor dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Bid’ah dholalah adalah perbuatan syirik karena penyembahan kepada selain Allah, penyembahan diantara pembuat bid’ah (perkara baru) dengan pengikutnya. Bid’ah dholalah adalah perbuatan yang tidak ada ampunannya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
إِنَّ اللهَ حَجَبَ اَلتَّوْبَةَ عَنْ صَاحِبِ كُلِّ بِدْعَةٍ
“Sesungguhnya Allah menutup taubat dari semua ahli bid’ah”. [Ash-Shahihah No. 1620]
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).
Oleh karenanya para hakim agama, para mufti atau mereka yang akan berfatwa dalam perkara kewajiban (ditinggalkan berdosa), larangan (dikerjakan berdosa) atau pengharaman (dikerjakan berdosa) wajib berdasarkan atau turunan dari apa yang telah ditetapkanNya.
Sebaiknyalah berpegang pada pendapat atau pemahaman pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab yang empat sebagaimana yang dicontohkan oleh mufti Mesir Profesor Doktor Ali Jum`ah sebagaimana yang terurai dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/30/hukum-penutup-muka/
Jadi kesalahpahaman tentang bid’ah, justru dapat menjerumuskan kedalam kekufuran karena menjadi ahi bid’ah yakni mereka yang mengada-ada atau membuat perkara baru (bid’ah) sehingga mengubah-ubah apa yang telah ditetapkanNya (diwajibkanNya) dengan akal pikirannya sendiri. Ahli bid’ah adalah mereka yang membuat perkara baru atau mengada-ada yang bukan kewajiban menjadi kewajiban (ditinggalkan berdosa) atau sebaliknya, tidak diharamkan menjadi haram (dikerjakan berdosa) atau sebaliknya dan tidak dilarang menjadi dilarang (dikerjakan berdosa) atau sebaliknya.
Komentar Mas.
<<<<>>>
Pendapat sya:
terus terang saya sepakat dengan kaidah itu .
namun untuk amal ketaatan itu hemat sya ada yg wajib ada juga yg sunah, contoh sholat wajib harus ikut contoh nabi, solat sunat juga wajib mengikuti contoh nabi. Jadi tidak hanya sebatas pada yg wajib, yg sunnah pun harus mengikuti contoh dari Rosul. begitu juga amalan lainnya seperti : sholawat, shaum, zakat, dll (aturannya harus sesuai contoh rosul) dan kita tidak boleh membuat perkara baru (tatacara/bacaan/metode).
Menurut mas Tidak boleh ada perkara baru (bid’ah) dalam perkara amal ketaatan. Hal ini sama dg apa yg saya fahami, namun sya berbeda mengenai bentuk amal ketaatan itu sendiri: amal ketaatan menurut hemat sya bukan hanya yg wajib, tetapi semua amal yg ada perintahnya (baik dr Al Qur;an maupun al hadits), baik hukumnya wajib maupun sunah. semuanya harus mengikuti contoh rosul. (Sama Kan Mas, konsepnya…, cuman beda penerapannya)) ya itu lah sbgai manusia dan itu sunnatullah..(tdk apa2).
sehingga untuk kaidah ini ,ulama menyebutnya ibadah untuk apa yg diakatakan Mas sbagai amalan ketaatan): sehingga hukum ibadah itu harus ada perintah dulu, kalau tdk ada berarti terlarang , = asal hukum ibadah itu haram, kecuali ada dalil yg memerintahkannya)
Kaidah ke 2 menurut Mas:
Hukum asal diluar amal ketaatan adalah mubah/boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya
. Sya pun sepakat dg ini.
namun sya tdk sepakat jika peringatan hari kematian, barjanzian, maulid, dll Mas masukan kedalam kaidah kedua ini. Karena hal tersebut menyerupai syari’at . Konkritnya : barjanzian itu bentuk pemuliaan thdp rosul, sementara pemuliaan thdp rosul /sholawat , dll telah Rosul Contohkan dalam Haditsnya (sholawat Ibrahimiyyah, dll), peringatan hari kematian pun menurut saya menjadi amal ketaatan, karena ada perintah Rosul bagaimana tatacara bertakziah itu, bgtu juga dg maulid( niatnya memang bagus)..akan tetapi..sya melihatnya :
1. ada potensi menyerupai nasrani dg natalannya (maulid= memperingati kelahiran nabi, natal= memeringati klahiran nabi isa almasih),
2. jika memang mau menggugah /mengenang kembali perjuangan rosul , dll, lebih baik belajar agama bersama mempelajari siroh nabawiah.
Sehingga ketiga contoh perbuatan ini yg sering diperdebatkan, kalau masuk kaidah kedua ini ya memang secara rinci tdk ada yg melarang, Yang ada adalah larangan secara umum ” man a’mila amalan laisa alihi amrunaa fahuwa roddun” (barang siapa yg mengamalkan amalan yg tidak kami perintahkan maka tertolak), konsekuensi tertolak, ya berarti sia-sia.
Ulama yg menyebutnya adat kebiasaan (muamalah) apa yg disebut Mas di luar amalan ketaatan. Mempunyai kaidah sama dg apa yg disampaikan Mas.
Tapi sya lebih cenderung memasukannya ke kaidah yg pertama, lebih hati2 dan selamat menurut sya. Ini pendapat sya mas, tdk apa2 berbeda jg kan, masing2 punya hak, dan tidak perlu saling memaksakan. (walluhu a’lam)
karena beribadah itu berdasarkan keyakinan dan didukung oleh kemampuan ilmu setiap orang,biarlah aku beribadah seperti keyakinanku dan sebatas kemampuan ilmuku,biarlah anjing mengongong karena aku sangat yakin dan seyakin yakinnya bahwa Allah azza wajalla lebih sayang kepadaku dari pada dua golongan hamba yang selalu bertengkar.yang justru jauh dari hadits nabi “wala tahasadu…walala tadabaru…wala tajasasu………………………………………..
bagiku semua yang diperdebatkan oleh saudaraku adalah benar semua(sesuai dengan dalil dan keyakinan masing2 mereka),karenanya jangan ganggu aku dan keyakinanku untuk memilih dalil yang sudah dijelaskan muatiara zuhud dan ahmad syahid tanpa merendahkan dalil dan keyakinan saudaraku yang lain.
Jadi bingung… Pembahasannya hanya berkutat pada kaidah itu2 saja. Allah saja memberi kemudahan knapa kita manusia mempersulitnya?? Perbedaan tak seharusnya membuat berpisah, karena perbedaan menyadarkan bahwa kita saling membutuhkan dan bisa saling melengkapi,lakukan segala sesuatu dari hati. Bukan kecerdasan kita, melainkan sikap kitalah yang yang akan mengangkat kita dalam kehidupan. Niat adalah ukuran dalam menilai benarnya suatu perbuatan, oleh karenanya, ketika niatnya benar, maka perbuatan itu benar, dan jika niatnya buruk, maka perbuatan itu buruk (kalau niatnya utk memutlakkan opini kita kpd orang lain tp bukan dg hikmah dan ahsan).Percayalah semua masalah dan rintangan yang kita hadapi bukanlah untuk melemahkan kita. Justru ini akan menjadikan kita lebih kuat, lebih dewasa, lebih bijaksana, lebih sabar dan lebih beriman. ” Wahai yg memiliki hati yg menyejukkan.. Janganlah kau hinakan hatimu dengan akal kepandaianmu..”. Diantara modal utama berdirinya benteng yang kokoh pada setiap jiwa muslim adalah membangun kesan bahwa Islam itu sebenarnya mudah dan ringan. Ajaran Islam itu fleksibel dan bijak. Melaksanakan ajaran Islam itu menjamin ketenangan dan membawa kebaikan. Mari kita sama-sama cermati hadits berikut ini :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ – مسلم –
Abu Hurairah bercerita bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apa yang telah aku larang untukmu maka jauhilah. Dan apa yang kuperintahkan kepadamu, maka kerjakanlah dengan sekuat tenaga kalian. Sesungguhnya umat sebelum kalian binasa karena mereka banyak tanya, dan sering berselisih dengan para Nabi mereka.” ( Hr. Muslim ).
to Abu sabil,abu abdul karim,sunan, susilo.
kalau punya tali sejengkal jangan memancing dilaut yang dalam
nanti dikira ga ada ikannya, padahal tali nya yang ga nyampe.
Kalau hukum ibadah asalnya mubah(boleh) selama tidak ada dalil yang melarangnya, yuk mari kita buat amalan2 ibadah baru. Saya punya ide, sekarang ini kan ada yang namanya sholat gerhana bulan, yaitu sholat sunnah yg dilakukan karena terjadi gerhana bulan. Gimana kalau sekarang setiap malam bulan purnama kita kumpulkan orang2 terus bikin acaran sholat bulan purnama. Boleh toh mas Mutiara Zuhud? Kan ndak ada dalil yang melarangnya.
Perkara baru (bid’ah / muhdats) yang diperbolehkan adalah dalam ibadah ghairu mahdhah yang meliputi muamalah, kebiasaan atau adat selamat tidak melanggar satupun laranganNya
Sedangkan mengenai sholat dari mulai yang wajib sampai dengan sunnah sudah disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Lho sampeyan kok ngga konsisten, katanya asal Perbuatan/Ibadah itu mubah atau boleh2 saja. Tapi ketika saya mau buat acara ibadah baru ngga boleh, katanya bid’ah… Kalau begitu jelas kita mesti bedakan antara perbuatan yg sifatnya Ibadah dgn perbuatan yg sifatnya muamalah. Yg asalnya mubah adalah ibadah ghairu mahdhah atau yg biasa disebut kegiatan muamalah atau kebiasaan, sedangkan ibadah mahdhah hukum asalnya adalah Haram sebagaimana hadits nabi yg melarang berbuat bid’ah, kecuali jika ada perintahnya. Kita sholat 5 waktu krn memang Allah perintahkan dlm Al-quran, pun demikian dgn puasa Ramadhan. Kita melakukan ibadah2 sunnah seperti puasa senin kamis, sholat gerhana, sholat sunnah rawatib dll karena Rasulullah contohkan spt tsb di dlm hadits2 yg shahih.
Mba Heti Hermawati, silahkan baca tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/09/29/alasan-berbuat-baik/
Kalau hukum asal ibadah boleh…mari kita shalat tahiyatul masjid berjamaah..mari qt tambahkan sujud dlm solat jd 8kali..mari qt tambah shalat bada isya jd 20 rakaat…mari qt kurangi dzikir bada shlat 33x jd 11 aja…mari qt laksanakan shalat berkah (shalat bikinan baru utk meminta berkah misal pas saat mau bangunbrumah)…mari qt tambahi ayat al ikhlas dg tambahan ayat “Allah berkuasa dn bijaksana”…ken semua baik dn gk ada larangan…maru qt ibadah semau kita…..kalau semua urusan ibadah dipertanyakan larangannya…islam ini jd kacau balau..gk ada standar..tar islam di INA bs beda sma islam di eropa…. sejak kapan islam merujuk pd perasaan dn akal2an??? ISLAM itu Allah yg ngatur melalui Rasul-Nya……ini cikal bakal syiah dan JIL dmn ajaran agama pake perasaan…Islam itu agama dalil.. bukan agama feeling dn akal2an
Mas Abu Reizka pokok permasalahan para pengikut paham Wahabisme penerus kebid’ah Ibnu Taimiyyah adalah mereka belum dapat membedakan antara ibadah mahdhah dengan ghairu mahdhah
Dalam Ibadah Mahdah berlaku kaidah ushul fiqih Al aslu fil ibaadari at tahrim ( hukum asal ibadah adalah haram ) atau Al aslu fil ibaadaati al khatri illa binassin (hukum asal dalam ibadah adalah haram kecuali ada nash yang mensyariatkannya) karena keberadaan ibadah mahdhah harus berdasarkan adanya dalil dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.
Sedangkan dalam ibadah ghairu mahdhah berlaku kaidah usul fiqih “wal ashlu fi ‘aadaatinal ibaahati hatta yajii u sooriful ibahah” yang artinya “dan hukum asal dalam perkara muamalah, kebiasaan, budaya atau adat adalah boleh saja sampai ada dalil yang memalingkan dari hukum asal atau sampai ada dalil yang melarang atau mengharamkannya“.
Silahkan baca tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/06/19/bidah-atau-sunnah-hasanah/
Artikel yang bagus, lanjutkan Mas semoga menambah pengetahuan dan berbagi ilmu bagi teman2 agar perbedaan tidak membuat kita sesama muslim saling hujat dan merasa paling benar.
Wassalam.
Dari Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Hendaklah kalian selalu melakukan kebenaran karena kebenaran akan menuntun kepada kebaikan dan kebaikan itu menuntun ke surga. Jika seseorang selalu berbuat benar dan bersungguh dengan kebenaran ia akan ditulis di sisi Allah sebagai orang yang sangat benar. Jauhkanlah dirimu dari bohong karena bohong akan menuntun kepada kedurhakaan dan durhaka itu menuntun ke neraka. Jika seseorang selalu bohong dan bersungguh-sungguh dengan kebohongan ia akan ditulis di sisi Allah sebagai orang yang sangat pembohong.” Muttafaq Alaihi.
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Jauhkanlah dirimu dari prasangka buruk karena sesungguhnya prasangka itu adalah perkataan yang paling bohong.” Muttafaq Alaihi.
Artikel yang bagus, lanjutkan Mas menambah ilmu dan wawasan lebih baik dari pada kita sesama muslim saling klaim paling benar.
Wassalam.