Pencarian Bung Karno dan mati tersenyum
(Dialog Bung Karno dengan ulama sufi Syekh Kadirun Yahya)
Suatu hari, pada sekitar bulan Juli 1965, Bung Karno berdialog dengan Kadirun Yahya, anggota dewan kurator seksi ilmiah Universitas Sumatra Utara (USU).
Bung Karno (BK): Saya bertanya-tanya pada semua ulama dan para intelektual yang saya anggap tahu, tapi semua jawaban tidak ada yang memuaskan saya, en jij bent ulama, tegelijk intellectueel van de exacta en metaphysica-man.
Kadirun Yahya (KY): Apa soalnya Bapak Presiden?
BK: Saya bertanya lebih dahulu tentang hal lain, sebelum saya memajukan pertanyaan yang sebenarnya. Manakah yang lebih tinggi, presidentschap atau generaalschap atau professorschap dibandingkan dengan surga-schap?
KY: Surga-schap. Untuk menjadi presiden, atau profesor harus berpuluh-puluh tahun berkorban dan mengabdi pada nusa dan bangsa, atau ilmu pengetahuan, sedangkan untuk mendapatkan surga harus berkorban untuk Allah segala-galanya berpuluh-puluh tahun, bahkan menurut Hindu atau Budha harus beribu-ribu kali hidup baru dapat masuk nirwana.
BK: Accord, Nu heb ik je te pakken Proffesor (sekarang baru dapat kutangkap Engkau, Profesor.) Sebelum saya ajukan pertanyaan pokok, saya cerita sedikit: Saya telah banyak melihat teman-teman saya matinya jelek karena banyak dosanya, saya pun banyak dosanya dan saya takut mati jelek. Maka saya selidiki Quran dan hadist. Bagaimana caranya supaya dengan mudah menghapus dosa saya dan dapat ampunan dan mati senyum; dan saya ketemu satu hadist yang bagi saya sangat berharga.
Bunyinya kira-kira begini: Seorang wanita pelacur penuh dosa berjalan di padang pasir, bertemu dengan seekor anjing yang kehausan. Wanita tadi mengambil segayung air dan memberi anjing yang kehausan itu minum. Rasulullah lewat dan berkata, “Hai para sahabatku, lihatlah, dengan memberi minum anjing itu, terhapus dosa wanita itu di dunia dan akhirat dan ia ahli surga!!! Profesor, tadi engkau katakan bahwa untuk mendapatkan surga harus berkorban segala-galanya, berpuluh tahun itu pun barangkali. Sekarang seorang wanita yang banyak berdosa hanya dengan sedikit saja jasa, itu pun pada seekor anjing, dihapuskan Tuhan dosanya dan ia ahli surga. How do you explain it Professor? Waar zit‘t geheim?
Kadirun Yahya hening sejenak lalu berdiri meminta kertas.
KY: Presiden, U zei, dat U in 10 jaren’t antwoor neit hebt kunnen vinden, laten we zein (Presiden, tadi Bapak katakan dalam 10 tahun tak ketemu jawabannya, mari kita lihat), mudah-mudahan dengan bantuan Allah dalam dua menit, saya dapat memberikan jawaban yang memuaskan.
Bung karno adalah seorang insinyur dan Kadirun Yahya adalah ahli kimia/fisika, jadi bahasa mereka sama: eksakta.
KY menulis dikertas:10/10 = 1.
BK menjawab: Ya.
KY: 10/100 = 1/10.
BK: Ya.
KY: 10/1000 = 1/100.
BK: Ya.
KY: 10/bilangan tak berhingga = 0.
BK: Ya.
KY: 1000000/ bilangan tak berhingga = 0.
BK: Ya.
KY: Berapa saja ditambah apa saja dibagi sesuatu tak berhingga samadengan 0.
BK: Ya.
KY: Dosa dibagi sesuatu tak berhingga sama dengan 0.
BK: Ya.
KY: Nah…, 1 x bilangan tak berhingga = bilangan tak berhingga. 1/2 x bilangan tak berhingga = bilangan tak berhingga. 1 zarah x bilangan tak berhingga = tak berhingga. Perlu diingat bahwa Allah adalah Mahatakberhingga. Sehingga, sang wanita walaupun hanya 1 zarah jasanya, bahkan terhadap seekor anjing sekali pun, mengkaitkan, menggandengkan gerakkannya dengan Yang Mahaakbar, mengikutsertakan Yang Mahabesar dalam gerakkannya, maka hasil dari gerakkannya itu menghasikan ibadat paling besar, yang langsung dihadapkan pada dosanya yang banyak, maka pada saat itu pula dosanya hancur berkeping keping. Hal ini dijelaskan sebagai berikut: (1 zarah x tak berhingga)/dosa = tak berhingga.
BK diam sejenak lalu bertanya: Bagaimana ia dapat hubungan dengan Sang Tuhan?
KY: Dengan mendapatkan frekuensinya. Tanpa mendapatkan frekuensinya tidak mungkin ada kontak dengan Tuhan. Lihat saja, walaupun 1mm jaraknya dari sebuah zender radio, kita letakkan radio kita dengan frekuensi yang tidak sama, radio kita tidak akan mengeluarkan suara dari zender tersebut. Begitu juga, walaupun Tuhan dikabarkan berada lebih dekat dari kedua urat leher kita, tidak mungkin kontak jika frekuensinya tidak sama.
BK berdiri dan berucap: Professor, you are marvelous, you are wonderful, enourmous. Kemudian dia merangkul KY dan berkata: Profesor, doakan saya supaya saya dapat mati dengan senyum di belakang hari.
Beberapa tahun kemudian, Bung karno meninggal dunia. Resensi-resensi harian-harian dan majalah-majalah ibukota yang mengkover kepergian beliau, selalu memberitakan bahwa beliau dalam keadaan senyum ketika menutup mata untuk selama-lamanya.
Catatan:
Nama lengkap yang berdialong dengan Bung Karno adalah Prof. Dr.H.SS. Kadirun Yahya MA, Msc, Rektor Universitas Pembangunan Panca Budi Medan, Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Uraian tentang riwayat beliau pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/09/syekh-kadirun-yahya/
selalu menyenangkan membaca cerita bung karno, apalagi tulisannya
Untuk membaca lengkap dapat dilihat dalam Capita Selecta I, dapat dibaca disini http://www.muridsufi.web.id/2011/08/capita-selecta-i.html
Alhamdulillah, terima kasih mas Mukhlis Malik atas linknya, sangat bermanfaat
Ini bener gak sih ceritanya?? Kutip dari buku apa?? Penerbitnya tahunnya?? atau kalau dengar langsung dari siapa??
referensi dari sumber primer (Prof. Dr.H.SS. Kadirun Yahya) (bisa buku, rekaman,dll) mana? kalau cuma mencaplok si Fulan juga bisa Mas..
klo dari amanah ilmiah simpel saja sudah tidak bagus, bagaimana utk hal2 yg kecil (menerjemah, tabligh dalam perkataan ulama,dll).
biarpun keluar dari ‘maaf’ dubur ayam, kalo telur…. digoreng aja mas, uenak. hehe!
tulisan yang bagus dan bermanfaat untuk refleksi diri
mohon ijin copy paste di blog saya.
trim
Alhamdulillah, silahkan copy paste
Bang Zon harus adil dalam menyampaikan riwayat anjing dan pelacur. Karena jangan sampai umat terjebak menganggap dosa nya mudah diampuni. Sehingga meremehkan dosa. Dalam Matan Al hikam disebutkan , “Seorang fasik mengaggap Dosa nya ringan seperti lalat yang mudah ditepis,Sedangkan seorang yang mukmin /warok menganggap dosanya seperti gunung yang akan menimpa.
Ada seorang ulama sufi yang sangat takut akan sesuatu hal yang ia anggap remeh tetapi berat disisi Alloh. Demikian Mas Zon
ingat jangan sampai tertipu oleh penipu.angan-angan khusnul khotimah dengan istiqomah berbuat maksiat.riwayat anjing dan pelacur tidak bisa ditelam mentah mentah.bahaya! perlu penjelasan yang lebih rinci.jangan sampai menjadikan orang menunda taubat,dan mudah mengerjakan maksiat.karena mudah diampuni.tinggal cari anjing untuk diberi minum.beres
Yang bisa diambil dari cerita ini adalah bahwa semua orang tidak boleh putus dari Rahmat Allah. Walaupun sebanyak apapun dosa nya jika mau tobat pasti akan diterima. لا تقنطوا من روح الله
Pasti ada hikmah dibalik segala kisah, semoga jadi ilmu dan bermanfaat….! nice posting bang Zon. Tapi sepertinya ada yg kebakaran jenggot y..? sering sering deh di cuci hatinya biar tetap adem, hehe…
ini nasehat, seorang yang hatinya adem akan menerima nasehat. Jangan sampai adem adem saja terlena dalam kehidupan dunia terjerat dalam buaian nafsu.Menunda-nunda taubat.Betul kan Mas Yon?
satu lagi maz Zon.Br saja saya membaca di Link ini yang membahas zionisme dan Pancasila. Terakhir dalam uraian “pancasila di era Soekarno” Soekarno matinya menderita.berlawanan dengan Tulisan “Soekarno dan Mati Senyum” Mohon dicermati.
maksudnya menderita karena perlakuan pemerintah sedangkan proses kematian beliau, keluarga dan kerabatnya yang lebih mengetahuinya
@ oni
Saya yakin oni matinya akan tesenyum bahagia karena oni hatinya suci bak secarik kertas yg belum ada tulisannya dan amal ibadahnya melimpah ruah yang menjadi sebab matinya tersenyum serta surga akan menyambutmu dengan bahagia.
Amiin.Mohon Doanya untuk hamba yang berlumuran dosa ini untuk khusnul khotimah. Jazakumulloh khoiron katsiiro atas khusnudzonnya.Semoga saya bisa membuktikannya,dengan rahmat Alloh
bagi yang telah masuk ke dalam ajaran beliau tulisan ini sangat bermanfaat untuk bekal di akhirat, dan bekal itu harus dimulai di dunia melalui chanel dan frekuensinya, terima kasih sekali lagi atas ulasan tersebut saya telah mengcopynya sebagai pengkayaan rohani dan peramalan…wass wr.wb
maaf bang H Zon …….penerus prof Kadrun Yahya siapa bang ???
bang mamo..setau saya sbgai pengikut tarekat ayahanda guru YM prof kadrun yahya tdk ad yg menggantikan
dari sekian banyak komentar sepertinya ada pro & kontra,
menurut saya artikel,berita2,surat kabar & buku2, itu ada benar & tidaknya, Sebaik2 berita adalah Al-Qur’an,
selanjutnya kembali kepada diri pribadi, tidak ada manusia yg sempurna
berkaca itu menurut saya itu lbih baik, lebik baik menilai diri sendiri ketimbang menilai orang lain, trims
maff sbelumnya,yg saya petik dri ayat yg d artikan d atas, itu tentang seberapa besar ikhlasmu trhdp allah. dan smua miliknya, tak ada yg tau sbrapa besar dosa dan pahala yg akan dhapusnya.. teteplah brjalan dlm ketentuanya.. sbnarnya sungguh simple cm manusianya aj yg bikin ribet sndiri.. hehehe,,
rindu ayahanda
emang beliau dah pantas mendapatkan tempat yg terbaik di sisiNya,,,
Ambil saja hikmah positifnya dari kisah ini. pesannya adalah Allah SWT Maha Mengampuni … seberapa besar dosa seseorang kalo dia bertobat bersungguh2 karena Allah , Allah pasti akan mengampuni
“Dan(juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa kecuali Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah keampunan daripada Tuhan mereka dan syurga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (Ali-Imran 135-136)
Si wanita pelacur itu tidak membuat dampak pada masyarakat luas (kurusakan aqidah syariat (ideologi) )
soekarno sendiri mungkin saja sama berbuat kebajikan yg sngat besar namun soekarno membuat ideology aqidah syariat islam ancur di kalangan kita dn memegang berhala pancasila (naudzubillah),,
Piagam Jakarta adalah hasil kompromi tentang dasar negara Indonesia yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan dan disetujui pada tanggal 22 Juni 1945 antara pihak Islam dan kaum kebangsaan (nasionalis). Panitia Sembilan merupakan panitia kecil yang dibentuk oleh BPUPKI.
Di dalam Piagam Jakarta terdapat lima butir yang kelak menjadi Pancasila dari lima butir, sebagai berikut:
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pada saat penyusunan UUD pada Sidang Kedua BPUPKI, Piagam Jakarta dijadikan Muqaddimah (preambule). Selanjutnya pada pengesahan UUD 45 18 Agustus 1945 oleh PPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD. Butir pertama yang berisi kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya, diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa oleh Drs. M. Hatta atas usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo.
Naskah Piagam Jakarta ditulis dengan menggunakan ejaan Republik dan ditandatangani oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H.A. Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin.
Adian Husaini menuliskan
***** awal kutipan *****
Sebagaimana sebagian kaum sekular – berpendapat, bahwa penerapan syariat Islam di Indonesia bertentangan dengan Pancasila. Pada era 1970-1980-an, logika semacam ini sering kita jumpai. Para siswi yang berjilbab di sekolahnya, dikatakan anti Pancasila. Pegawai negeri yang tidak mau menghadiri perayaan Natal Bersama, juga bisa dicap anti Pancasila. Pejabat yang enggan menjawab tes mental, bahwa ia tidak setuju untuk menikahkan anaknya dengan orang yang berbeda, juga bisa dicap anti-Pancasila.
Kini, di era reformasi, sebagian kalangan juga kembali menggunakan senjata Pancasila untuk membungkam aspirasi keagamaan kaum Muslim.
Rumusan Pancasila yang sekarang adalah: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa, 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, 3. Persatuan Indonesia, 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Rumusan Pancasila tersebut adalah yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan hasil dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang dengan tegas menyatakan: “Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut.”
Jadi, Dekrit Presiden Soekarno itulah yang menempatkan Piagam Jakarta sebagai bagian yang sah dan tak terpisahkan dari Konstitusi Negara NKRI, UUD 1945. Dekrit itulah yang kembali memberlakukan Pancasila yang sekarang. Prof. Kasman Singodimedjo, yang terlibat dalam lobi-lobi tanggal 18 Agustus 1945 di PPKI, menyatakan, bahwa Dekrit 5 Juli 1959 bersifat “einmalig”, artinya berlaku untuk selama-lamanya (tidak dapat dicabut). “Maka, Piagam Jakarta sejak tanggal 5 Juli 1959 menjadi sehidup semati dengan Undang-undang Dasar 1945 itu, bahkan merupakan jiwa yang menjiwai Undang-undang Dasar 1945 tersebut,” tulis Kasman dalam bukunya, Hidup Itu Berjuang, Kasman Singodimedjo 75 Tahun (Jakarta: Bulan Bintang, 1982).
Karena itu, adalah sangat aneh jika masih saja ada pihak-pihak tertentu di Indonesia yang alergi dengan Piagam Jakarta. Dr. Roeslan Abdulgani, tokoh utama PNI, selaku Wakil Ketua DPA dan Ketua Pembina Jiwa Revolusi, menulis: “Tegas-tegas di dalam Dekrit ini ditempatkan secara wajar dan secara histories-jujur posisi dan fungsi Jakarta Charter tersebut dalam hubungannya dengan UUD Proklamasi dan Revolusi kita yakni: Jakarta Charter sebagai menjiwai UUD ’45 dan Jakarta Charter sebagai merupakan rangkaian kesatuan dengan UUD ’45.” (Dikutip dari Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945: Sebuah Konsensus Nasional Tentang Dasar Negara Republik Indonesia (1945-1949), (Jakarta: GIP, 1997), hal. 130).
Dalam pidatonya pada hari peringatan Piagam Jakarta tanggal 29 Juni 1968 di Gedung Pola Jakarta, KHM Dahlan, tokoh Muhammadiyah, yang juga Menteri Agama ketika itu mengatakan: “Bahwa di atas segala-galanya, memang syariat Islam di Indonesia telah berabad-abad dilaksanakan secra konsekuen oleh rakyat Indonesia, sehingga ia bukan hanya sumber hukum, malahan ia telah menjadi kenyataan, di dalam kehidupan rakyat Indonesia sehari-hari yang telah menjadi adat yang mendarah daging. Hanya pemerintah kolonial Belandalah yang tidak mau menformilkan segala hukum yang berlaku di kalangan rakyat kita itu, walaupun ia telah menjadi ikatan-ikatan hukum dalam kehidupan mereka sehari-hari.” (Ibid, hal. 135).
Meskipun Piagam Jakarta adalah bagian yang sah dan tidak terpisahkan dari UUD 1945, tetapi dalam sejarah perjalanan bangsa, senantiasa ada usaha keras untuk menutup-nutupi hal ini. Di zaman Orde Lama, sebelum G-30S/PKI, kalangan komunis sangat aktif dalam upaya memanipulasi kedudukan Piagam Jakarta. Ajip Rosidi, sastrawan terkenal menulis dalam buku, Beberapa Masalah Umat Islam Indonesia (1970): “Pada zaman pra-Gestapu, PKI beserta antek-anteknyalah yang paling takut kalau mendengar perkataan Piagam Jakarta… Tetapi agaknya ketakutan akan Piagam Jakarta, terutama ke-7 patah kata itu bukan hanya monopoli PKI dan antek-anteknya saja. Sekarang pun setelah PKI beserta antek-anteknya dinyatakan bubar, masih ada kita dengar tanggapan yang aneh terhadapnya.” (Ibid, hal. 138).
Jadi, sikap alergi terhadap Piagam Jakarta jelas-jelas bertentangan dengan Konstitusi Negara RI, UUD 1945. Meskipun secara verbal “tujuh kata” (dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya) telah terhapus dari naskah Pembukaan UUD 1945, tetapi kedudukan Piagam Jakarta sangatlah jelas, sebagaimana ditegaskan dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Setelah itu, Piagam Jakarta juga merupakan sumber hukum yang hidup. Sejumlah peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan setelah tahun 1959 merujuk atau menjadikan Piagam Jakarta sebagai konsideran.
Sebagai contoh, penjelasan atas Penpres 1/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, dibuka dengan ungkapan: “Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang menetapkan Undang-undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia ia telah menyatakan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut.”
Dalam Peraturan Presiden No 11 tahun 1960 tentang Pembentukan Institut Agama Islam Negeri (IAIN), juga dicantumkan pertimbangan pertama: “bahwa sesuai dengan Piagam Djakarta tertanggal 22 Djuni 1945, yang mendjiwai Undang-undang Dasar 1945 dan merupakan rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut…”.
Sebuah buku yang cukup komprehensif tentang Piagam Jakarta ditulis oleh sejarawan Ridwan Saidi, berjudul Status Piagam Jakarta: Tinjauan Hukum dan Sejarah (Jakarta: Mahmilub, 2007). Ridwan menulis, bahwa hukum Islam adalah hukum yang hidup di tengah masyarakat Muslim. Tanpa UUD atau tanpa negara pun, umat Islam akan menjalankan syariat Islam. Karena itu, Piagam Jakarta, sebenarnya mengakui hak orang Islam untuk menjalankan syariatnya. Dan itu telah diatur dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang dituangkan dalam Keppres No. 150/tahun 1959 sebagaimana ditempatkan dalam Lembaran Negara No. 75/tahun 1959.
Hukum Islam telah diterapkan di bumi Indonesia ini selama ratusan tahun, jauh sebelum kauh penjajah Kristen datang ke negeri ini. Selama beratus-ratus tahun pula, penjajah Kristen Belanda berusaha menggusur hukum Islam dari bumi Indonesia. C. van Vollenhoven dan Christian Snouck Hurgronje, misalnya, tercatat sebagai sarjana Belanda yang sangat gigih dalam menggusur hukum Islam. Tapi, usaha mereka tidak berhasil sepenuhnya. Hukum Islam akhirnya tetap diakui sebagai bagian dari sistem hukum di wilayah Hindia Belanda. Melalui RegeeringsReglement, disingkat RR, biasa diterjemahkan sebagai Atoeran Pemerintahan Hindia Belanda (APH), pasal 173 ditentukan bahwa: “Tiap-tiap orang boleh mengakui hukum dan aturan agamanya dengan semerdeka-merdekanya, asal pergaulan umum (maatschappij) dan anggotanya diperlindungi dari pelanggaran undang-undang umum tentang hukum hukuman (strafstrecht).” (Ridwan Saidi, Status Piagam Jakarta hal. 96).
Jadi, meskipun sudah berusaha sekuat tenaga, Belanda akhirnya tidak berhasil sepenuhnya menggusur syariat Islam dari bumi Indonesia. Ridwan menulis: “Sampai dengan berakhirnya masa VOC tahun 1799, VOC terus berkutat untuk melakukan unifikasi hukum dengan sedapat mungkin menyingkirkan hukum Islam, tetapi sampai munculnya Pemerintah Hindia Belanda usaha itu sia-sia belaka.” (Ibid, hal. 94).
***** akhir kutipan *****
Pada hakikatnya butiir pertama Piagam Jakarta, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” tidak perlu dikhawatirkan oleh kaum non muslim karena kewajiban tersebut hanya berlaku bagi pemeluk agama Islam. Sedangkan hukum yang disepakati secara bersama yang berlaku secara umum dapat disusun dengan mempertimbangkan tidak bertentangan dengan syariat agama masing-masing. Contohnya tentu semua agama mengharamkan zina. Tidak seperti sekarang ini kita berpegang pada hukum peninggalan penjajah Belanda bukan hasil kreasi anak bangsa yang telah menyepakati “Ketuhanan Yang Maha Esa”
Penggantian kalimat butiir pertama Piagam Jakarta, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” oleh Drs. M. Hatta atas usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo tidak menghilangkan kewajiban menjalankan syariat Islam pagi kaum muslim di Indonesia karena Meng-Esa-kan Tuhan pada hakikatnya adalah menegakkan tauhid yakni mengakui ke-Maha Kuasa-an Allah Azza wa Jalla dengan menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya
Iblis dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla karena mereka tidak mengakui ke -Maha Kuasa -an Allah Azza wa Jalla dengan tidak mentaati kewajibanNya berupa perintah untuk sujud kepada manusia (Nabi Adam a.s).
Orang Islam yang bersujud (sholat) menghadap Ka’bah, tidak berarti dia menyembah Ka’bah, akan tetapi dia sebenarnya sedang bersujud dan menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menghadap ke Ka’bah perwujudan menjalankan perintahNya atau mengakui ke Maha Kuasa an Allah Azza wa Jalla. Begitu juga para malaikat sujud kepada manusia (Nabi Adam a.s) perwujudan melaksanakan perintahNya atau mengakui ke Maha Kuasa an Allah Azza wa Jalla.
Hal yang kita perlukan bukanlah jihad menegakkan syariat Islam namun jihad menjalankan syariat Islam.
Syaikh Ibnu Athoillah mengatakan “Janganlah kamu merasa bahwa tanpamu Syariat Islam tak kan tegak. Syariat Islam telah tegak bahkan sebelum kamu ada. Syariat Islam tak membutuhkanmu, kaulah yg butuh pada Syariat Islam”
Syariat Islam telah ditegakkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan Salafush Sholeh dengan pengorbanan jiwa raga dan harta dalam peperangan-peperangan yang telah mereka lalui. Perkara syariat telah “dibukukan” dan ditetapkan hukum perkaranya (istinbat) oleh para Imam Mazhab yang empat kedalam 5 hukum perkara yakni Wajib (fardhu), Sunnah(mandub), haram, makruh, mubah.
Jadi kita hanya tinggal menjalankan syariat Islam. Tidak ada lagi namanya perang (jihad) menegakkan syariat Islam namun yang ada tinggallah perang (jihad) menjalankan syariat Islam atau perang (jihad) melawan hawa nafsu atau melawan al wahn yakni cinta dunia takut mati.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Hampir tiba suatu masa di mana berbagai bangsa atau kelompok mengerubuti kalian bagaikan orang-orang yang kelaparan mengerumuni hidangan mereka.” Seorang sahabat bertanya, “Apakah karena jumlah kami yang sedikit pada waktu itu?” Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab, “(Tidak) Bahkan jumlah kalian pada hari itu banyak (mayoritas), tetapi (kualitas) kamu adalah buih, laksana buih di lautan (banjir). Allah mencabut rasa gentar terhadap kamu dari hati musuh-musuh kamu, dan Allah akan menanamkan penyakit “al wahn”ke dalam hati kalian. Seseorang bertanya, “Apakah al wahn itu wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR Abu Dawud).
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda , “Kalian datang dari melakukan suatu amal yang paling baik, dan kalian datang dari jihad kecil menuju jihad yang lebih besar, yaitu: seorang hamba melawan hawa nafsunya.”
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda, “Kita baru saja kembali dari medan perang kecil ke medan perang yang lebih besar, yaitu melawan hawa nafsu“
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda, “Seorang mujahid adalah orang yang mengendalikan hawa nafsunya untuk mentaati Allah”
Pembukaan UUD 1945 berikut Pancasila adalah sebagaimana Piagam Madinah di jaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Dalam Piagam Madinah tercantum pluralis, keberagaman rakyatnya namun bukan membenarkan pluralisme.
Oleh karenanya sesuai anjuran Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, pilihlah pemimpin atau penguiasa negeri yang mau menjalankan syariat Islam secara kaffah .
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Tidak boleh bagi tiga orang berada dimanapun di bumi ini, tanpa mengambil salah seorang diantara mereka sebagai amir (pemimpin) ”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda: “Barangsiapa memilih seseorang menjadi pemimpin untuk suatu kelompok, yang di kelompok itu ada orang yang lebih diridhai Allah dari pada orang tersebut, maka ia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman.” (HR. Hakim)
subhanallah
tapi di alquraan dikatakan bahwa sistem khilafah akan tegak sekali lagi jadi bagaimana
silahkan baca tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/10/22/khalifah-belum-terwujud/
saya tertarik dengan ayahanda kadirun yahya cara berpikirnya tentang agama super, saya berpendapat sangat sulit untuk menegakan khilafah juga manusianya tidak bertareqat menurut admin bagaimana ?