Hukum Niqab (penutup muka bagi wanita)
Gerakkan dan serangan wahabi Mesir tidak hanya sampai kepada pengahancuran kuburan dan menguasai masjid-masjid milik pemerintah, bahkan sekarang mereka turun dan berkumpul ke Dar Ifta` Mesir untuk berdemontrasi menuntut agar Mufti Mesir Profesor Doktor Ali Jum`ah turun dari jabatannya disebabkan fatwanya yang menurut kaum wahabi tidak berpihak kepada mereka.
Wahabi Mesir tidak menerima fatwa Syeikh Ali Jum`ah yang mengatakan bahwa Niqab ( Cadar / Purdah) suatu kebiasaan yang dibolehkan dan bukan merupakan satu kewajiban (ditinggalkan berdosa), sementara para jumhur ulama telah memutuskan bahwa wajah dan kedua telapak tangan bukan termasuk aurat bagi perempuan.
Warga Wahabi membuat fitnah dengan memutar balikkan fatwa Syeikh Ali Jum`ah agar orang banyak mendukung mereka yang ingin menjatuhkan Mufti, mereka mengatakan bahwa Mufti mengharamkan pemakaian Niqab di Mesir Hal ini di bantah oleh Mufti sebagaimana yang di kutip oleh surat kabar harian ” Yaum Sabi` ” pada tanggal 29 April 2011.
Mahkamah Agung Adriministratif menanyakan kepada Mufti tentang hukum menggunakan Niqab dan pelarangan menggunakannya sementara ketika melaksanakan prosedur adriministrasi memasuki ruang ujian ( pemeriksaan-red ) dan membuat pasport, mengingat sudah banyak kejadian perempuan-perempuan yang menggunakan niqab berlaku curang ketika didalam ujian.
Maka Mufti menegaskan : ” bawah fatwa yang di keluarkan oleh Lembaga Fatwa Mesir dan Lembaga Riset Islam yang terdiri dari ulama besar di seluruh dunia menyatakan bahwa wajah dan telapak tangan bukan termasuk auratnya perempuan, sebagaimana juga pendapat mayoritas ulama islam dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi`i, dan Imam Mardawi al-Hanbali mengatakan bahwa pendapat yang sahih didalam mazhab Hanbali adalah muka dan telapak tangan tidak termasuk aurat “.
Mufti melanjutkan : ” Bahwa fatwa ini bukan saja dimulai oleh mereka, bahkan Imam Auza`i, Imam Abu Tsur , Atha`, Ikrimah, Sa`id bin Jubair, Abu Sya`tsa`, ad-Dhahak, Ibrahim an-Nakha`i juga berpendapat seperti itu, sementara diantara para sahabat yang berpendapat seperti itu adalah Umar, Ibnu Abbas,
Dan Mufti juga menegaskan bahwa pemakaian Niqab merupakan satu kebiasaan menurut mayoritas ulama, hal ini merupakan kebebasan seseorang yang ingin memakainya atau tidak memakainya, kecuali jika bersangkut paut dengan adriministarasi seperti membuat pasport, kartu kependudukkan, identitas diri, bekerja di lembaga kesehatan, unit keamanan dan sebagianya maka boleh bagi pemerintah melarang menggunakan Niqab ketika urusan tersebut dilaksanakan”.
Mufti menambahkan : ” Beginilah keputusan ulama umat dari zaman dahulu sampai sekarang jika bersangkut paut sesuatu yang Mubah ( Boleh-red) maka negara boleh membatasinya sesuai dengan maslahah dan mudhrat .
Sementara Partai Nahdhah mengecam golongan yang ingin menurunkan mufti sebagaimana yang di kutip oleh surat kabar harian ” Youm Sabi` ” pada tanggal 1 Mei 2011.
Adham Hasan sebagai wakil pendiri Partai Nahdhah berkata : ” Mufti Mesir berfatwa berlandaskan mazhab mayoritas ulama dari Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi`iyyah, dan Hanbilah yang tidak berhaluan keras, kami mengecam suara tinggi yang ingin menjatuhkan Mufti dan pemikiran redikal serta mendukung pendapat Mufti Mesir, beliau merupakan ulama terhormat yang sangat jarang sekali didapati seperti dia di negeri ini”.
Bahkan parati Nahdhah akan membuat demontrasi besar-besaran mendukung mufti dan menolak golongan redikal dari kelompok wahabi yang berdemontarsi di depan bangunan lembaga Fatwa Mesir.
Perlu di ketahui :
1- Di sebabkan penggunaan Niqab banyak terjadi pencurian di Mesir, sebab pelakunya adalah seorang laki-laki yang menggunakan Niqab, demikian juga baru-baru ini tertangkapnya seorang laki-laki yang membawa senjata tajam di lapangan Tahrir, laki-laki ini menggunakan Niqab untuk melaksanakan aksinya, banyak terjadi penzinaan di rumah seorang perempuan yang suaminya bekerja di luar, sebab kekasih gelapnya menggunakan niqab untuk masuk kerumah mereka, dan peristiwa yang banyak terjadi adalah banyaknya pengguna niqab yang curang didalam ujian atau pemeriksaan di Universitas, mereka menggunakan telfon genggam ( Hp-Handset ) ketika melaksanakan aksinya, dan banyak pegawas ujian yang menangkap mereka.
2 – Orang yang menggunakan Niqab kebanyakkannya menganggap bahwa perempuan yang tidak menggunakannya dalah perempuan yang jahat, bermaksiat dan berdosa sehingga berhak masuk kedalam neraka.
Catatan kami
Kewajiban di balik tabir ataupun penutup muka hanya diperintahkan oleh Allah Azza wa Jalla bagi istri-istri Nabi.
Sebagian mereka menjawab; Jika Beliau menghijabnya berarti termasuk salah seorang dari ummahatul muslimin, jika Beliau tidak menghijabnya berarti hanya seorang sahaya Beliau. Ketika berangkat pulang, Beliau menempatkan Shafiyyah dibelakang Beliau dan menyelimutinya dengan hijab (HR Bukhari 3891)
Dari Anas radliallahu ‘anhu, ia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bermukim tiga hari di daerah antara Khaibar dan Madinah, Beliau menikahi Shafiyyah binti Huyay. Maka aku pun mengundang kaum muslimin untuk menghadiri walimahnya. Dan di dalam walimahan itu tidak ada roti dan tidak pula daging. Beliau menyuruh agar dibuatkan hamparan kulit lalu di dalamnya diberi kurma, keju dan samin. Seperti itulah acara walimah Beliau. Maka kaum muslimin pun berkata, Ia adalah salah seorang dari Ummahatil Muslimin ataukah sekedar hamba sahayanya. Mereka katakan, Jika Beliau menghijabinya, maka ia adalah termasuk Ummahat Muslimin, namun jika tidak, maka ia adalah hamba sahayanya. Maka ketika berangkat, Beliau meletakkannya agak rendah di belakang, lalu Beliau membentangkan hijab yang menutupi antara ia dan orang banyak. (HR Bukhari 4695)
Firman Allah Ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), , tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.” QS Al Ahzab [33]:53)
Anas bin Malik berkata; Aku orang yang lebih tahu tentang ayat hijab ini, yaitu ketika Zainab binti Jahsy dihadiahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Suatu ketika Zainab bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di rumahnya, Beliau membuat makanan lalu mengundang orang-orang. Kemudian mereka pun duduk-duduk sambil berbincang-bincang. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sengaja keluar masuk, namun mereka masih duduk-duduk sambil berbincang-bincang. Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak makanannya…, hingga ayat: maka mintalah dari belakang tabir. (Al Ahzab: 53). Maka dibuatkanlah tabir dan orang-orang pun beranjak pergi. (HR Bukhari 4418)
Dari Ibnu Syihab bahwa Anas berkata, Aku adalah orang yang paling paham dengan hijab, Ubai bin Ka’b pernah menanyakannya kepadaku. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi pengantin dengan Zainab binti Jahsy, Beliau menikahinya di Madinah. Beliau lalu mengundang para sahabat untuk menghadiri jamuan makan setelah siang hari. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian duduk bersama beberapa orang setelah orang-orang pergi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berjalan pergi dan aku mengikutinya, hingga Beliau sampai di depan pintu kamar Aisyah. Beliau mengira bahwa para sahabat tersebut sudah pulang, maka aku pun mengikuti Beliau keluar dan ternyata mereka masih duduk-duduk di tempat mereka. Beliau lantas kembali masuk ke dalam, dan aku tetap mengikuti untuk yang kedua kalinya, hingga ketika sampai di depan pintu kamar Aisyah, Beliau kembali keluar, dan aku tetap mengikutinya. Dan ternyata mereka semua telah pergi, kemudian Beliau memasang hijab antara aku dengannya, lalu turunlah ayat hijab. (HR Bukhari 5044).
Ummu Salamah lantas berseru di balik tabir “Tolong sisakan air itu untuk ibu kalian! Maka keduanya menyisakan air itu”. (HR Bukhari 3983)
Ulama menyarankan sebaiknya menggunakan cadar atau penutup muka bagi wanita dengan batasan atau keadaan tertentu seperti suatu keadaan akan menimbulkan fitnah, dapat mengundang pandangan yang diharamkan atau lainnya namun hukum dasarnya aurat wanita tidak termasuk wajah dan telapak tangan berdasarkan dalil firman Allah Ta’ala yang artinya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. (Q.S. al-Nur : 31)
Abu Ishaq al-Syairazi mengatakan :
أما الحرة فجميع بدنها عورة إلا الوجه والكفين لقوله تعالى ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها قال ابن عباس: وجهها وكفيها ولأن النبي صلى الله عليه وسلم نهى المرأة في الحرام عن لبس القفازين والنقاب ولو كان الوجه والكف عورة لما حرم سترهما ولأن الحاجة تدعو إلى إبراز الوجه في البيع والشراء وإلى إبراز الكف للأخذ والإعطاء فلم يجعل ذلك عورة
Artinya: Adapun wanita merdeka, maka seluruh tubuhnya merupakan aurat, kecuali wajah dan dua telapak tangan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang biasa nampak dari padanya”.
Ibnu ‘Abbas berkata (mengomentari ayat ini), ‘yang dimaksud adalah wajah dan dua telapak tangannya’.
Alasan lain cadar atau penutup muka bagi wanita bukanlah sebuah kewajiban bagi seluruh wanita karena di sisi lain Nabi shallallahu alaihi wasallam melarang wanita ketika ihram memakai sarung tangan dan cadar.
Seandainya wajah dan telapak tangan merupakan aurat, Rasulullah tentu tidak akan mengharamkan menutupnya.
Beginilah contoh riwayat bagaimana cara para istri Nabi menyiasati ketika berthawaf dan hal ini sulit dilakukan bagi wanita muslim secara umum karena pada masa kini begitu banyaknya jumlah jama’ah haji dan umrah. Tentu Allah Ta’ala tidak mewajibkan sesuatu yang akan sangat sulit dilaksanakan oleh hambaNya.
Dan berkata, kepadaku ‘Amru bin ‘Ali telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ashim berkata, Ibnu Juraij telah mengabarkan kepada kami, berkata,, telah mengabarkan kepada saya ‘Atho’ ketika Ibnu Hisyam melarang para wanita untuk thawaf bersama kaum lelaki, ia (‘Atho’) berkata; Bagaimana kalian melarang mereka sedangkan para isteri Nabi Shallallahu’alaihiwasallam melakukan tawaf bersama kaum lelaki?. Aku bertanya: Apakah setelah turun ayat hijab atau sebelumnya?. Ia menjawab: Benar, sungguh aku mendapatinya setelah turun ayat hijab. Aku berkata: Bagaimana mereka berbaur dengan kaum lelaki?. Ia menjawab: Mereka tidak berbaur dengan kaum lelaki, dan ‘Aisyah radliallahu ‘anha thawaf dengan menyendiri dan tidak berbaur dengan kaum lelaki. Lalu ada seorang wanita berkata, kepadanya: Beranjaklah wahai Ummul Mukminin, mari kita mencium hajar aswad. ‘Aisyah radliallahu ‘anha menjawab: Engkau saja yang pergi. Sedangkan ia enggan untuk pergi. Dahulu kaum wanita keluar pada malam hari tanpa diketahui keberadaannya, lalu mereka thawaf bersama kaum lelaki. Namun mereka jika memasuki masjid, mereka berdiri hingga mereka masuk saat para lelaki telah keluar. Dan aku bersama ‘Ubaid bin ‘Umair pernah menemui ‘Aisyah radliallahu ‘anha yang sedang berada disisi gunung Tsabir. Aku bertanya: Hijabnya apa? Ia menjawab: Ia berada di dalam tenda kecil buatan Turki. Tenda itu memiliki penutup yang tipis dan tidak ada pembatas antara kami dan Beliau selain tenda itu, dan aku melihat Beliau mengenakan gamis bermotif mawar. (HR Bukhari 1513)
Alasan lainnya cadar atau penutup muka bagi wanita bukanlah sebuah kewajiban adalah karena adanya keperluan yang menuntut seorang wanita untuk menampakkan wajah dalam jual beli, dan menampakkan telapak tangan ketika memberi dan menerima sesuatu. Maka, tidak dijadikan wajah dan telapak tangan sebagai aurat
Imam al-Nawawi dalam al-Majmu’ mengatakan :
ان المشهور من مذهبنا أن عورة الرجل ما بين سرته وركبته وكذلك الامة وعورة الحرة جميع بدنها الا الوجه والكفين وبهذا كله قال مالك وطائفة وهي رواية عن احمد
“Pendapat yang masyhur dalam mazhab kami (syafi’iyah) bahwa aurat pria adalah antara pusar hingga lutut, begitu pula budak perempuan. Sedangkan aurat perempuan merdeka adalah seluruh badannya kecuali wajah dan telapak tangan. Demikian pula pendapat yang dianut oleh Malik dan sekelompok ulama serta menjadi salah satu pendapat Imam Ahmad.”
Bagi umat Islam, hukum dalam Islam yang dikenal dengan hukum taklifi yang membatasi umat Islam untuk melakukan atau tidak melakukan sebuah perbuatan ada lima yakni wajib, sunnah (mandub), mubah, makruh, haram.
Para ulama mengatakan bahwa perkara apapun yang tidak ada dalil yang menjelaskan keharaman atau kewajiban sesuatu secara jelas, maka perkara tersebut merupakan amrun mubah, perkara yang dibolehkan sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2015/05/15/amrun-mubah/
Para fuqaha (ahli fiqih) menggunakan hukum taklifi untuk menetapkan hukum atas suatu perkara yang tidak ada dalil yang menjelaskan keharaman atau kewajiban secara jelas maupun menetapkan hukum atas perkara bid’ah atau perkara baru (muhdats) atau perkara yang tidak dijumpai pada masa Rasulullah atau tidak dijumpai dalam Al Qur’an dan As Sunnah mencontoh dan mengikuti para Sahabat seperti Mu’adz bin Jabal ra yang menerima pujian dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan sabdanya, “Ummatku yang paling tahu akan yang halal dan yang haram ialah Mu’adz bin Jabal”
Dalam kecerdasan otak dan keberaniannya mengemukakan pendapat, Mu’adz hampir sama dengan Umar bin Khathab. Ketika Rasulullah hendak mengirimnya ke Yaman, lebih dulu ditanyainya, “Apa yang menjadi pedomanmu dalam mengadili sesuatu, hai Mu’adz?” “Kitabullah,” jawab Mu’adz. “Bagaimana jika kamu tidak jumpai dalam Kitabullah?”, tanya Rasulullah pula. “Saya putuskan dengan Sunnah Rasul.” “Jika tidak kamu temukan dalam Sunnah Rasulullah?” “Saya pergunakan pikiranku untuk berijtihad, dan saya takkan berlaku sia-sia,” jawab Muadz. Maka berseri-serilah wajah Rasulullah. “Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufiq kepada utusan Rasulullah sebagai yang diridhai oleh Rasulullah,” sabda beliau.
Bagi mereka yang melarang yang tidak dilarangNya, mengharamkan yang tidak diharamkanNya dan mewajibkan yang tidak diwajibkanNya adalah termasuk telah melakukan bid’ah dalam urusan agama (urusan kami) yakni bid’ah dalam urusan yang merupakan hak Allah ta’ala untuk menetapkannya. Mereka telah bertasyabuh dengan kaum kafir yakni menjadikan ulama mereka “sebagai tuhan-tuhan selain Allah“ (QS at-Taubah [9]:31 )
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Katakanlah! Tuhanku hanya mengharamkan hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadanya dan apa yang tersembunyi dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui.” (QS al-A’raf [7] : 33)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Rabbku memerintahkanku untuk mengajarkan yang tidak kalian ketahui yang Ia ajarkan padaku pada hari ini: ‘Semua yang telah Aku berikan pada hamba itu halal, Aku ciptakan hamba-hambaKu ini dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian membelokkan mereka dari agamanya, dan mengharamkan atas mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta mempengaruhi supaya mereka mau menyekutukan Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan padanya”. (HR Muslim 5109)
Bid’ah dalam urusan agama adalah perbuatan menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah Azza wa Jalla tidak turunkan keterangan padanya sehingga pelaku bid’ah dalam urusan agama maka Allah Azza wa Jalla menutup taubat mereka sampai mereka meninggalkan bid’ahnya.
Dari Anas r.a. berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda : “Sesungguhnya Allah menutup taubat dari tiap-tiap orang dari ahli bid’ah sehingga ia meninggalkan bid’ahnya.” (H. R. Thabrani)
Allah Azza wa Jalla berfirman, “Mereka menjadikan para rahib dan pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah“. (QS at-Taubah [9]:31 )
Ketika Nabi ditanya terkait dengan ayat ini, “apakah mereka menyembah para rahib dan pendeta sehingga dikatakan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah?” Nabi menjawab, “tidak”, “Mereka tidak menyembah para rahib dan pendeta itu, tetapi jika para rahib dan pendeta itu menghalalkan sesuatu bagi mereka, mereka menganggapnya halal, dan jika para rahib dan pendeta itu mengharamkan bagi mereka sesuatu, mereka mengharamkannya“
Pada riwayat yang lain disebutkan, Rasulullah bersabda ”mereka (para rahib dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah mencontohkan tidak membuat sesuatu larangan yang tidak dilarang oleh Allah Azza wa Jalla dengan tidak melarang para Sahabat berpuasa sunnah setiap bulan hijriah melebihi apa yang telah beliau contohkan hanya 3 hari karena Allah Azza wa Jalla memang tidak melarangnya
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Syahin Al Washithiy telah menceritakan kepada kami Khalid bin ‘Abdullah dari Khalid Al Hadzdza’ dari Abu Qalabah berkata, telah mengabarkan kepada saya Abu Al Malih berkata; Aku dan bapakku datang menemui ‘Abdullah bin ‘Amru lalu dia menceritakan kepada kami bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dikabarkan tentang shaumku lalu Beliau menemuiku. Maka aku berikan kepada Beliau bantal terbuat dari kulit yang disamak yang isinya dari rerumputan, lalu Beliau duduk diatas tanah sehingga bantal tersebut berada di tengah antara aku dan Beliau, lalu Beliau berkata: Bukankah cukup bagimu bila kamu berpuasa selama tiga hari dalam setiap bulannya? ‘Abdullah bin ‘Amru berkata; Aku katakan: Wahai Rasulullah? (bermaksud minta tambahan) . Beliau berkata: Silahkan kau lakukan Lima hari. Aku katakan lagi: Wahai Rasulullah? Beliau berkata: Silahkan kau lakukan Tujuh hari. Aku katakan lagi: Wahai Rasulullah? Beliau berkata: Silahkan kau lakukan Sembilan hari. Aku katakan lagi: Wahai Rasulullah? Beliau berkata: Silahkan kau lakukan Sebelas hari. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: Tidak ada shaum melebihi shaumnya Nabi Daud Aalaihissalam yang merupakan separuh shaum dahar, dia berpuasa sehari dan berbuka sehari. (HR Bukhari 1844).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mencontohkan menghindari mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allah Azza wa Jalla dengan mencontohkan meninggalkan sholat tarawih berjama’ah dalam beberapa malam agar kita tidak berkeyakinan bahwa sholawat tarawih berjama’ah sepanjang bulan Ramadhan adalah kewajiban yang jika ditinggalkan berdosa.
Rasulullah bersabda “Sesungguhnya aku tahu apa yang kalian lakukan semalam. Tiada sesuatu pun yang menghalangiku untuk keluar dan shalat bersama kalian, hanya saja aku khawatir (shalat tarawih itu) akan diwajibkan atas kalian.” ( HR Muslim 1270 )
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mencontohkan tidak mengharamkan sesuatu yang tidak diharamkan oleh Allah Azza wa Jalla seperti biawak
Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif Al Anshari bahwa Abdullah bin Abbas pernah mengabarkan kepadanya bahwa Khalid bin Walid yang di juluki dengan pedang Allah telah mengabarkan kepadanya; bahwa dia bersama dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menemui Maimunah isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam -dia adalah bibinya Khalid dan juga bibinya Ibnu Abbas- lantas dia mendapati daging biawak yang telah di bakar, kiriman dari saudara perempuanya yaitu Hufaidah binti Al Harits dari Najd, lantas daging Biawak tersebut disuguhkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sangat jarang beliau disuguhi makanan hingga beliau diberitahu nama makanan yang disuguhkan, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hendak mengambil daging biawak tersebut, seorang wanita dari beberapa wanita yang ikut hadir berkata, Beritahukanlah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai daging yang kalian suguhkan! Kami lalu mengatakan, Itu adalah daging biawak, wahai Rasulullah! Seketika itu juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat tangannya, Khalid bin Walid pun berkata, Wahai Rasulullah, apakah daging biawak itu haram? Beliau menjawab: Tidak, namun di negeri kaumku tidak pernah aku jumpai daging tersebut, maka aku enggan (memakannya). Khalid berkata, Lantas aku mendekatkan daging tersebut dan memakannya, sementara Rasulullah melihatku dan tidak melarangnya. (HR Muslim 3603)
Firman Allah ta’ala yang artinya “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridai Islam itu Jadi agama bagimu.” (QS. al-Maidah [5]:3)
Ibnu Katsir ketika mentafsirkan (QS. al-Maidah [5]:3) berkata, “Tidak ada sesuatu yang halal melainkan yang Allah halalkan, tidak ada sesuatu yang haram melainkan yang Allah haramkan dan tidak ada agama kecuali perkara yang di syariatkan-Nya.”
Rasulullah Shallallau ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Apa-apa yang Allah halalkan dalam kitabNya adalah halal, dan apa-apa yang diharamkan dalam kitabNya adalah haram, dan apa-apa yang didiamkanNya adalah dibolehkan. Maka, terimalah kebolehan dari Allah, karena sesungguhnya Allah tidak lupa terhadap segala sesuatu.” Kemudian beliau membaca (Maryam: 64): “Dan tidak sekali-kali Rabbmu itu lupa.” (HR. Al Hakim dari Abu Darda’, beliau menshahihkannya. Juga diriwayatkan oleh Al Bazzar)
Telah sempurna agama Islam maka telah sempurna atau tuntas segala laranganNya, apa yang telah diharamkanNya dan apa yang telah diwajibkanNya, selebihnya adalah perkara yang didiamkanNya atau dibolehkanNya.
Firman Allah ta’ala yang artinya “dan tidaklah Tuhanmu lupa” (QS Maryam [19]:64)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ فِي الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ عَلَى الْمُسْلِمِينَ فَحُرِّمَ عَلَيْهِمْ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ
“Orang muslim yang paling besar dosanya (kejahatannya) terhadap kaum muslimin lainnya adalah orang yang bertanya tentang sesuatu yang sebelumnya tidak diharamkan bagi kaum muslimin, tetapi akhirnya sesuatu tersebut diharamkan bagi mereka karena pertanyaannya.” (HR Bukhari 6745, HR Muslim 4349, 4350)
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
QS. Al Ahzab : 59
Para ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud “jilbab” ada surat al ahzab:59 adalah pakaian longgar yang dapat menutup kepala,wajah,dan dada. Lihat tafsir Ah Thobari, Al=Khazin, Hasyiatul jamal ‘lal Jalalain,Bahrul Muhith, Ahkamaul Qur’an.
Majmu’ Juz 19 hal. 160. Tafsir Ayatul Ahkam Juz 1 hal. 1
Hukumnya:
1.Wajib; apabila dengan membuka wajah akan menimbulkan mudzorot bagi pergaulan laki dan wanita
2. Sunnah ;apabila tidak menimbulkan kerusakan pergaulan wanita dan laki laki.Serta keharusan laki laki bisa mengendalikan pandangannya.
Demikian dalam Bahtsul Masail PP. Al Fattah Temboro, Magetan
Akan tetapi menurut saya penerapannya juga secara hikmah. Sperti Bang Zon sampaikan. karena wanita juga ikut berperan dalam kehidupan sosial,pendidikan, kemasyarakatan.Tentu tidak bisa diterapkan dengan kaku. Ini disebut kondisi dlorurot.Juga kondisi kualitas keimanan yang kurang, sehingga disalahgunakan untuk berbuat maksiat dengan menyamar sebagai wanita dengan mengenakan cadar. Tapi yang jelas bukan salah cadarnya, tapi manusianya.Di saudi hanya diterapkan syariat secara kaku, sehingga kering dari hakekat.Seakan syariat adalah dogma yang tidak bermakna. Sehinga di Saudi “Siti Rahmah”pun menggunakan cadar
“Siti rahmah” adalah sebutan orang arab bagi wanita nakal.
Tawakkaltu ‘Alalloh