Tujuh POKOK KEKELIRUAN ilmuwan Imaduddin Utsman
- Percaya dengan rekayasa MODEL DNA Imam Sayyidina Ali berdasarkan 100 lebih CONTOH DNA yang TIDAK JELAS sumbernya dan diduga dari firqah syiah
- Percaya dengan kitab Sajarah al Mubarokah yang dinisbatkan sebagai karya Imam Fakhrurrazi namun diduga BUATAN firqah Syiah karena memuat keyakinan Syiah Imamiyah
- Percaya dengan Nasab Sunan Gunung Jati dalam manuskrip Naskah Keprabon yang penulisnya TIDAK DIKENAL
- Tidak percaya dengan nasab Sunan Gunung Jati yang termuat dalam Naskah Negara Kertabhumi
- Tidak percaya dengan manuskrip di Nusantara seperti manuskrip Kuno Pagaruyung Minangkabau tentang Nasab Syekh Jumadil Kubro DATUK dari Kesultanan di Nusantara
- Tidak percaya dengan Nasab para Habib hasil penelusuran Buya Hamka yang dimuat dalam majalah tengah bulanan “Panji Masyarakat” No.169/ tahun ke XVII 15 februari 1975
- Tidak percaya hijrah dari Basrah ke Hijaz kemudian ke Hadramaut Yaman sehingga mengingkari kesepakatan ulama menggelari Al-Muhajir bagi Imam Ahmad bin Isa
Berikut uraian tujuh POKOK KEKELIRUAN ilmuwan Imaduddin Utsman
- Percaya dengan rekayasa MODEL DNA Imam Sayyidina Ali berdasarkan 100 lebih CONTOH DNA yang TIDAK JELAS sumbernya dan diduga dari firqah Syiah
Cara kerja test DNA untuk mengetahui korban kecelakaan yang belum bisa diidentifikasi adalah dengan MENGAMBIL dan MENCOCOKKAN dengan SAMPEL atau CONTOH DNA dari yang DIDUGA orang tua atau keluarga si korban.
Lalu pertanyaannya dari manakah mereka mendapatkan SAMPEL atau CONTOH DNA dari Imam Sayyidina Ali karamallahu wajhah ?
Mereka mengaku “generated based on” yakni rekayasa MODEL DNA Imam Sayyidina Ali karamallahu wajhah berdasarkan 100 lebih SAMPEL atau CONTOH DNA yang TIDAK JELAS sumbernya dan diduga dari firqah Syiah karena mereka menyebutnya Imam Sayyidina Ali dengan sebutan AS (Alaihissalam) sebagaimana yang dipublikasikan pada https://www.familytreedna.com/groups/qurayishj-1c-3d/about/background
***** awal kutipan *****
A Y-STR model of Imam Ali bin abi-Taleb (A.S.) was generated based on the 100+ available Alawite kits:
https://fgc8712.files.wordpress.com/2016/12/imam-ali-strs.png
***** akhir kutipan *****
- Percaya dengan kitab Sajarah al Mubarokah yang dinisbatkan sebagai karya Imam Fakhrurrazi namun diduga BUATAN firqah Syiah karena memuat keyakinan Syiah Imamiyah
Kitab Sajarah al Mubarokah DIDUGA adalah karya ulama Syiah yang dinisbatkan sebagai karya Imam Fakhrurrazi (W. 606 H) atau yang dikenal Imam Ar Razi KARENA Imam Ar Razi adalah Asy’ariyah NAMUN dalam kitab As Sajarah al Mubarokah yang menjadi rujukan utama ilmuwan Imaduddin Utsman pada hal 78 tercantum keyakinan firqah Syiah terkait Sayyid Hasan Askari (232-260 H) yakni Imam kesebelas bagi para pengikut Syiah Imamiyah yang mempunyai putra yakni bernama Sayyid Muhammad bin Hasan Askari yang terkenal dengan Imam Mahdi yang diyakini sebagai Imam akhir Zaman (Hujjah ibnu al-Hasan adalah imam Syiah yang kedua belas)
Begitupula pada hal 93, memuat sebagian aqidah Syiah Imamiyah. Salah satu bukti kitab itu di duga milik Syiah,
PENULIS (yang dinisbatkan sebagai Imam Al-Fakhrurazi) memberi gelar Sayyidina Jakfar az Zaki dengan gelar al Kaddzab (pendusta).
Dan di antara aliran aliran dalam islam yang memberi gelar tersebut pada Sayyidina Jakfar adalah Syiah Imamiyah.
Ibnu Hajar al Asqolani menjelaskan tentang sebab penyematan gelar Al Kaddzab adalah karena Sayyid Jakfar saudara dari Sayyid Hasan al askari yang merupakan Imam ke 11 daripada Imam Imam Syiah Imamiyah dan merupakan ayah Muhammad Sohib Sardab (Al Mahdi). Sayyid Jakfar ini MENCAMPAKKAN ke-imam-an Sayyid Hasan Al Askari sebagaimana yang diungkap dalam kajian pada https://facebook.com/story.php?story_fbid=253690537347506&id=100081196848163
- Percaya dengan Nasab Sunan Gunung Jati dalam manuskrip Naskah Keprabon yang penulisnya TIDAK DIKENAL
Dalam bukunya berjudul “Terputusnya Nasab Habib kepada Nabi Muhammad SAW” pada hal 97, ilmuwan Imaduddin Utsman berpendapat bahwa “yang paling shoheh jalur atau nasab leluhur Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati melalui jalur Musa Al Kazhimi yang tercantum dalam manuskrip Naskah Keprabon di Cirebon”
***** awal kutipan *****
Penggunaan tes DNA untuk meneliti keabsahan silsilah jalur Alawiyyin di kalangan Internasional juga sudah dilakukan oleh Naqib Jordan dan Naqib Mesir.
Sehingga penelitian nasab memperbandingkan data hasil tes genetik dengan data tertulis yang dilakukan peneliti dari kalangan keluarga Walisongo yang tergabung dalam wadah organisasi NAAT (Naqobah Ansab Auliya Tis’ah) memenuhi kaidah ilmiah ilmu nasab Internasional.
Silsilah yang dianggap paling shoheh oleh pihak peneliti untuk jalur leluhur Sunan Ampel dan Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati adalah yang melalui jalur Al Kazhimi Al Husaini sebagaimana data yang dipelihara oleh pihak Keprabon Cirebon.
***** akhir kutipan *****
Berikut silsilah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati dalam Naskah Keprabon dengan judul “Pustaka Asal Usul Kasultanan Cirebon” transliterasi dan terjemahan oleh Pangeran Hempi Raja Keprabon & Muhammad Mukhtar Zaedin
***** awal kutipan *****
- Kanjeng Nabi Muhamad SAW
- Sarifah Siti Fatimah menikah dengan Baginda Ali RA
- Husen
- Jaenal Abidin
- Muhammad Mubarakin
- Imam Ja’far Siddiq
- Musa (Musa Al Kazhimi)
- Kalijam
- Habi Jamali
- Amad Nakiddi
- Ali Nakiddi
- Hasan Sukri,
- Muhammad Dadi
- Ratu Bani Israil
- Ratu Mesir
- Raja Duta
- Kanjeng Sinuhun Carbon / Syarif Hidayatullah Sunan Gunungjati
***** akhir kutipan *****
Berikut pernyataan pihak yang terkait dengan penelitian Naskah Keprabon dengan judul “Pustaka Asal Usul Kasultanan Cirebon”
***** awal kutipan *****
Pustaka Asal Usul Kasultanan Cirebon koleksi Keprabonan adalah karya ANONNIM bukan karya ahli nasab Kraton dan BUKAN merupakan rujukan dan hujjah Nasab Syatif Hidayatullah / Sunan Gunung Jati Cirebon dan juga BUKAN untuk hujjah nasab para Wali Songo yang lainnya.
Manuskrip ini berusia 100 tahun lebih ditulis oleh ahli sejarah Kraton yang tidak menyebut namanya di dalam manuskrip tersebut, Beliau hanya menyebut dirinya sebagai anonim saja, bukan ditulis oleh ahli nasab Kraton seperti Munsib Kraton Cirebon dan Naqib Kraton Cirebon yang bertugas mencatat keturunN Kraton Cirebon tujuh turunan (turun temurun) dari abad 15 Masehi hingga hari ini
Kesultanan Cirebon sendiri memiliki puluhan rante silsilah kuno yang terpelihara rapi hingga sekarang yang mencatatkan keturunan asli Syarif Hidayatullah / Sunan Gunung Jati baik Cirebon dan Banten (untuk Banten sampai beberapa grat dilanjutkan oleh para munsib Kesultanan Banten sendiri.
Rante-rante silsilah Kraton Cirebon berusia 300 tahun lebih (sudah uji test karbon), lebih tua daripada Pustaka Asal Usul Kasultanan Cirebon yang jadi perdebatan publik luas karena menisbatkan Nasab Syarif Hidayatullah ke Musa Al Kadzhimi ibn Ja’far Shadiq
***** akhir kutip *****
Hadits yang perawinya TIDAK DIKENAL (majhul) DITOLAK sebagai HUJJAH atau DALIL untuk menetapkan hukum.
Begitupula DITOLAKNYA PENDAPAT ilmuwan Imaduddin Utsman bahwa “yang paling shoheh jalur atau nasab leluhur Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati melalui jalur Musa Al Kazhimi sebagaimana yang tercantum dalam manuskrip Naskah Keprabon di Cirebon”
karena dari sisi SANAD (perawi) yakni penulis manuskrip Naskah ANONIM atau MAJHUL (tidak dikenal) dan dari sisi MATAN (redaksi) juga memuat nama-nama MAJHUL (tidak dikenal) dan tidak familiar didengar oleh telinga orang Arab seperti,
- Kalijam,
- Amad Nakiddi,
- Ali Nakiddi,
- Hasan Sukri,
- Muhammad Dadi
Begitupula dalam penulisan Nasab mencantumkan (kabarnya) nama gelar seperti,
- Ratu Bani Israil
- Ratu (hud) Mesir
- Raja Duta
- Kanjeng Sinuhun Carbon / Syarif Hidayatullah Sunan Gunungjati
dan kabarnya Ratu Bani Israil gelar untuk kakeknya Sunan Gunung Jati yakni Sayyid Ali Nurul Alam
Sedangkan Ratu (hud) Mesir gelar untuk ayahnya Sunun Gunung Jati yakni Syarif Abdullah yang menikah dengan Nyi Hajjah Syarifah Mudaim binti Raja Pajajaran Sunda (Nyi Mas Rara Santang)
Lalu siapakah Raja Duta yang dalam silsilah tersebut justru menjadi ayahnya Sunan Gunung Jati ?
- Tidak percaya dengan nasab Sunan Gunung Jati yang termuat dalam Naskah Negara Kertabhumi
Pertemuan Agung Gotra Sawala yakni pertemuan agung para cendekiawan, sejarawan, bangsawan dan alim ulama senusantara dan mancanegara pertama yang dimulai pada tahun 1677 di Cirebon yang diketuai oleh Pangeran Raja Nasiruddin (bergelar Wangsakerta) melakukan pengumpulan, penelitian dan penafsiran terhadap naskah-naskah yang ada.
Penelusuran tersebut menghasilkan sebuah kitab pada tahun 1680 yang diberi nama Negara Kertabhumi yang memuat bab tentang silsilah Syarief Hidayatullah dalam Tritiya Sarga, isinya sebagai berikut:
- Nabi Muhammad Rasulullah S.A.W
- Sayyidah Fatimah Al-Zahra’ RA
- Husein As-Syahid
- Ali Zainal Abiddin
- Muhammad Al-Baqir
- Ja’far Ash-Shadiq (Madinah)
- Muhammad An-Naqib
- Isa Al-Rumi
- Ahmad Al-Muhajir
- Ubaidillah
- Alwi Al-Mubtakir
- Muhammad Maula As-Shauma’ah
- Alwi Shohib Bait Jubair
- Ali Khali’ Qasam
- Muhammad Shohib Mirbath
- Alwi ‘Ammul faqih Hadhramaut
- Abdul Malik (India)
- Amir Abdullah Khan
- Al-Amir Akhmad Syekh Jalaludin
- Jamaluddin Al-Husein
- Ali Nurul Alam
- Syarif Abdullah + Nyi Hajjah Syarifah Mudaim binti Raja Pajajaran Sunda (Nyi Mas Rara Santang)
- Syarif Hidayatullah / Sayyid Al-Kamil / Susuhunan Jati / Susuhunan Cirebon,
Silsilah Syarif Hidayatullah / Sunan Gunung Jati dalam Negara Kertabhumi SERUPA dengan silsilah dari sebuah organisasi peneliti silsilah Syarif Hidayatullah di sebuah organisasi peneliti nasab Naqobatul Asyrof al-Kubro dan Rabithah Alawiyah, yang juga tercantum dalam kitab Syamsu Azh Zhahirah fi Nasabi Ahli al-Bait karya ulama Yaman, Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur, silsilah lengkap Syarif Hidayatullah / Sunan Gunung Jati adalah sebagai berikut:
- Rasulullah Muhammad S.A.W.
- Sayyidina Ali bin Abi Thalib da
- Sayyidah Fatimah Az-Zahra binti
- Sayyidina Husain bin
- Sayyidina Muhammad Al-Baqir bin
- Sayyidina Ja’far Ash-Shadiq bin
- Sayyid Al-Imam Ali Uraidhi bin
- Sayyid Muhammad An-Naqib bin
- Sayyid ‘Isa Ar-Rumi bin
- Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin
- Sayyid Al-Imam ‘Ubaidillah bin
- Sayyid Alwi Al-Awwal bin
- Sayyid Muhammad Sahibus Saumah bin
- Sayyid Alwi Ats-Tsani bin
- Sayyid Muhammad Shahib Mirbath (Hadramaut) bin
- Sayyid Alwi Ammil Faqih (Hadramaut) bin
- Sayyid Abdul Malik bin
- Sayyid Abdullah Azmatkhan bin
- Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin bin
- Sayyid Jamaluddin Al-Husaini bin
- Sayyid Ali Nurul Alam bin
- Syarif Abdullah Umdatuddin bin
- Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati
Jadi kesimpulannya TESIS atau TULISAN yang dibuat oleh ilmuwan Imaduddin Utsman yang mengingkari Imam Ubaidillah adalah keturunan Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa TIDAK ILMIAH karena BERTENTANGAN dengan FAKTA bahwa para Wali Songo adalah keturunan Sayyid Amir Abdul Malik bin Alawi Ammil Faqih yang merupakan KETURUNAN dari Imam Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa
- Tidak percaya dengan manuskrip di Nusantara seperti manuskrip Kuno Pagaruyung Minangkabau tentang Nasab Syekh Jumadil Kubro DATUK dari Kesultanan di Nusantara
Salah satu BUKTI OTENTIK tertuang dalam Manuskirip Kuno Pagaruyung Minangkabau tentang silsilah keturunan Syekh Jumadil Kubro dan Putri Salinduang Bulan juga para Keturunan Maharaja Diraja ( Sultan Syarif Muhammad Syah Raja Pertama “Minangkabau Timur” ) di Tambo Minangkabau Peninggalan Bundo Kanduang Istana Pagaruyung Abad 15 Masehi. Panjang Silsilah ini Mencapai 6 Meter Lebih yang MENUNJUKKAN bahwa Syekh Jumadil Kubro adalah keturunan Sayyid Amir Abdul Malik bin Alawi Ammil Faqih yang merupakan KETURUNAN dari Imam Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa sebagaimana yamg dikabarkan pada https://facebook.com/story.php?story_fbid=6536657176358678&id=100000433811926
Berikut silsilah Syekh Jumadil Kubro sebagaimana yang tercantum dalam manuskrip tersebut,
- Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam
- Sayyidah Fatimah Az-Zahra
- Al-Imam Sayyidina Hussain
- Sayyid Al Imam ‘Ali Zainal ‘Abidin
- Sayyid Al Imam Muhammad Al Baqir
- Sayyid Al Imam Ja’far As-Sodiq
- Sayyid Al-Imam Ali Uradhi
- Sayyid Al Imam Muhammad An-Naqib
- Sayyid Al Imam ‘Isa Naqib Ar-Rumi
** Sayyid Al Imam Ahmad al-Muhajir
** Sayyid Al-Imam ‘Ubaidillah - Sayyid Al Imam Alawi Awwal
- Sayyid Muhammad Sohibus Saumi’ah
- Sayyid Alawi Ats-Tsani
- Sayyid Ali Kholi’ Qosam
- Sayyid Muhammad Sohib Mirbath
** Sayyid Alawi Ammil Faqih
** Sayyid Amir ‘Abdul Malik Al-Muhajir - Sayyid Abdullah Al-Khan Al Husseini
- Sayyid Ahmad Shah Jalal alias Ahmad Jalaludin Al-Khan
- Sayyid Syaikh Jumadil Qubro alias Jamaluddin Akbar Al-Khan
Jadi Sayyid Amir Abdul Malik bin Alawi Ammil Faqih yakni DATUK dari Wali Songo maupun Kesultanan di Nusantara adalah KETURUNAN dari Imam Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa
Begitupula dalam sebuah video Habib Luthfi bin Yahya menjelaskan tentang Nasab DATUK dari para Habib dan Wali Songo yakni Sayyid Amir Abdul Malik bin Alawi Ammil Faqih merupakan KETURUNAN dari Imam Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa MEMBUKTIKAN KEKELIRUAN atau TIDAK ILMIAHNYA tesis atau tulisannya ilmuwan Imaduddin Utsman yang mengingkari Imam Ubaidillah sebagai keturunannya Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa sebagaimana yang dapat disaksikan pada https://fb.watch/leARau4poQ
Sayyid Amir Abdul Malik bin Alawi Ammil Faqih KETIKA bermigrasi dari Hadramaut ke India pada abad ke-14 Masehi MENIKAHI putri bangsawan Nasirabad dan mendapatkan gelar “Azmat Khan”.
Gelar “Khan” diberikan oleh bangsawan Nasirabad agar ia dianggap sebagai bangsawan setempat sebagaimana keluarga yang lain.
Selain itu, mereka menyematkan gelar “Azmat” yang berarti “mulia” karena Abdul Malik berasal dari garis keturunan sayyid. Keturunannya tetap mempertahankan nama ini sebagai patronimik sampai hari ini.
Sayyid Abdul Malik lahir di kota Qasam, Hadhramaut, sekitar tahun 574 Hijriah. Ia juga dikenal dengan gelar “Al-Muhajir Ilallah”, karena dia hijrah dari Hadhramaut ke Gujarat untuk berdakwah sebagaimana kakeknya, Sayyid Ahmad al-Muhajir yang hijrah dari Irak ke Hadhramaut untuk berdakwah.
Menurut Sayyid Salim bin Abdullah Asy-Syathiri Al-Husaini, guru besar dari Tarim, Yaman, keluarga Azmatkhan (yang merupakan leluhur Walisongo) adalah dari Qabilah Ba’ Alawi asal Hadramaut dari gelombang pertama yang masuk di Nusantara dalam rangka penyebaran Islam.
- Tidak percaya dengan Nasab para Habib hasil penelusuran Prof.Dr.H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) yang dimuat dalam majalah tengah bulanan “Panji Masyarakat” No.169/ tahun ke XVII 15 februari 1975 (4 Shafar 1395 H) pada halaman 37-38.
Buya Hamka menjelaskan bahwa pengajaran agama Islam diajarkan langsung oleh para ulama keturunan cucu Rasulullah mulai dari semenanjung Tanah Melayu, Nusantara dan Philipina adalah keturunan Imam Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa
Berikut kutipan penjelasan Buya Hamka
***** awal kutipan *****
“Rasulallah shallallahu alaihi wasallam mempunyai empat anak-anak lelaki yang semuanya wafat waktu kecil dan mempunyai empat anak wanita. Dari empat anak wanita ini hanya satu saja yaitu (Siti) Fathimah yang memberikan beliau shallallahu alaihi wasallam dua cucu lelaki dari perkawinannya dengan Ali bin Abi Thalib.
Dua anak ini bernama Al-Hasan dan Al-Husain dan keturunan dari dua anak ini disebut orang Sayyid jamaknya ialah Sadat.
Sebab Nabi sendiri mengatakan, ‘kedua anakku ini menjadi Sayyid (Tuan) dari pemuda-pemuda di Syurga’. Dan sebagian negeri lainnya memanggil keturunan Al-Hasan dan Al-Husain Syarif yang berarti orang mulia dan jamaknya adalah Asyraf.
Sejak zaman kebesaran Aceh telah banyak keturunan Al-Hasan dan Al-Husain itu datang ketanah air kita ini. Sejak dari semenanjung Tanah Melayu, kepulauan Indonesia dan Pilipina.
Harus diakui banyak jasa mereka dalam penyebaran Islam diseluruh Nusantara ini.
Diantaranya Penyebar Islam dan pembangunan kerajaan Banten dan Cirebon adalah Syarif Hidayatullah yang diperanakkan di Aceh.
Syarif kebungsuan tercatat sebagai penyebar Islam ke Mindanao dan Sulu. Yang pernah jadi raja di Aceh adalah bangsa Sayid dari keluarga Jamalullail, di Pontianak pernah diperintah bangsa Sayyid Al-Qadri.
Di Siak oleh keluaga Sayyid bin Syahab, Perlis (Malaysia) dirajai oleh bangsa Sayyid Jamalullail. Yang dipertuan Agung 111 Malaysia Sayyid Putera adalah Raja Perlis. Gubernur Serawak yang ketiga, Tun Tuanku Haji Bujang dari keluarga Alaydrus.
Kedudukan mereka di negeri ini yang turun temurun menyebabkan mereka telah menjadi anak negeri dimana mereka berdiam. Kebanyakan mereka menjadi Ulama.
Mereka datang kemari dari berbagai keluarga. Yang banyak kita kenal adalah keluarga Alatas, Assagaf, Alkaf, Bafagih, Balfagih, Alaydrus, bin Syekh Abubakar, Alhabsyi, AlHaddad, bin Smith, bin Syahab, Alqadri, Jamalullail, Assiry, Al-Aidid, Al Jufri, Albar, Almussawa, Ghathmir, bin Aqil, Alhadi, Basyaiban, Bazar’ah, Bamakhramah, Ba’abud, Syaikhan, Azh-Zhahir, bin Yahya, dan lain-lain. Yang menurut keterangan Sayid Muhammad bin Abdurrahman bin Syahab telah berkembang jadi 199 keluarga besar. SEMUANYA adalah dari ‘Ubaidillah Bin Ahmad Bin Isa Al-Muhajir. Ahmad Bin Isa Al-Muhajir Illallah inilah yang berpindah dari Basrah ke Hadhramaut.
Lanjutan silsilahnya ialah Ahmad Bin Isa Al-Muhajir Bin Muhammad Al-Naqib bin ‘Ali Al-Uraidhi Bin Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir Bin Ali Zainal Abidin Bin Husain As-Sibthi Bin Ali Bin Abi Thalib. As-Sabthi artinya cucu, karena Husain adalah anak Fathimah binti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Sesungguhnya yang terbanyak adalah keturunan Husain dari Hadhramaut itu, ada juga keturunan Hasan yang datang dari Hejaz, keturunan Syarif-syarif Mekkah Abi Numay, tapi tidak sebanyak dari Hadhramaut.
Selain dipanggil Tuan Sayid, mereka dipanggil juga HABIB, di Jakarta dipanggilkan WAN. Di Sarawak dan Sabah disebut Tuanku. Di Pariaman (Sumatera Barat) disebut SIDI. Mereka telah tersebar diseluruh dunia. Di negeri-negeri besar sebagai Mesir, Baghdad, Syam dan lain-lain mereka adakan NAQIB, yaitu yang bertugas mencatat dan mendaftarkan keturunan-keturunan itu. Di saat sekarang umumnya telah mencapai 36-37-38 silsilah sampai ke Sayidina Ali dan Fathimah
**** akhir kutipan *****
Kesimpulan dari makalah Prof.Dr.HAMKA: Baik Habib Tanggul di Jawa Timur dan Almarhum Habib Ali di Kwitang, Jakarta, memanglah mereka keturunan dari Imam Ubaidillah yang bersama ayahnya yakni Imam Ahmad bin Isa Al-Muhajir berpindah dari Bashrah/Iraq ke Hadramaut, dan Imam Ahmad bin Isa Al Muhajir ini cucu yang ke tujuh dari cucu Rasulallah shallallahu ‘alaihi wasallam Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib.”
Keterangan buya Hamka contohya dikutip dan dimuat pada https://nusantara-angkasanewsagencyglobal.blogspot.com/2014/09/asal-usul-para-wali-susuhunan-sultan-di.html
- Tidak percaya hijrah dari Basrah ke Hijaz kemudian ke Hadramaut Yaman sehingga mengingkari kesepakatan ulama menggelari Al-Muhajir bagi Imam Ahmad bin Isa
Ilmuwan Imaduddin Utsman berpendapat Imam Ahmad bin Isa TIDAK HIJRAH ke Hadramaut sehingga menganggap TIDAK ADA gelar Al-Muhajir bagi Imam Ahmad bin Isa sebagaimana yang terungkap dalam “tanggapan” poin ketiga yang dipublikasikannya pada https://rminubanten.or.id/menjawab-ludfi-rochman-tentang-terputusnya-nasab-habib/
Manuskrip Sajarah al Mubarokah yang DINISBATKAN sebagai karya Imam Fakhrurrazi (W. 606 H) yang menjadi rujukan utama bagi ilmuwan Imaduddin Utsman menurut Habib Hanif Al Atthas BARU ditemukan sekitar awal abad 15 hijriah (1400 an hijriah) oleh pakar nasab (nassabah) Syiah Ayatullah al-Mar’asyi an-Najafi sebagaimana yang dapat disaksikan dalam video pada https://youtube.com/watch?v=OuHImt9rKbg atau pada https://fb.watch/l3KlltUQq6/
Lalu salah seorang murid dari pakar nasab (nassabah) Syiah Ayatullah al-Mar’asyi an-Najafi yakni pakar nasab (nassabah) Syiah Ayatullah Mahdi Raja’iy menjelaskan
***** awal kutipan *****
بصفتي عالما و محققا في التراث الإسلامي بحث وكتب في هذا المجال لعقود، أؤكد أن بني علوي هم سادة من نسل أحمد بن عيسى المهاجر من خلال ابنه عبد الله المعروف باسم عبيد الله. ولقد اشتهرت صحة نسب سادة بني علوي من حيث الفقه وعلم الأنساب والحقائق التاريخية المختلفة وتقارير علماء النسب منذ قرون.
Sebagai peneliti dan pen-tahqiq turats ilmu nasab Islam yang telah meneliti dan menulis di bidang ini selama puluhan tahun, saya ingin menegaskan bahwa Bani Alawi adalah sadah keturunan Ahmad bin Isa al-Muhajir melalui anaknya yang bernama Abdullah yang dikenal juga dengan Ubaidillah. Keabsahan nasab sadah Bani Alawi secara fiqih, ilmu, berbagai fakta sejarah, serta taqrir para ulama nasab telah menjadi kemasyhuran (syuhran) selama berabad-abad.
ان عدم ذكر أحد أبناء أحمد بن عيسى المسمى بعبد الله أو عبيد الله لا ينفي وجوده، وهذا شيء يقع عادة في العديد من كتب الأنساب التي جمعت وكتبت في العصور الأولى. هناك العديد من العوامل التي تؤدي إلى عدم ذكر اسم شخص في كتاب الأنساب بما في ذلك الوضع الاجتماعي والسياسي في ذلك العصر أو أن المعلومات حول الاسم غير متاحة لعلماء الأنساب بسبب المسافة البعيدة أو المنطقة التي هاجروا إليها. في خصوص حالة عبد الله أو عبيد الله، كان من الواضح أن هجرته إلى منطقة خارج أراضي كتاب الأنساب الأوائل الذين كانوا عموما في العراق وإيران تسببت في عدم وصول اسمه إلى كتاب الأنساب.
Masalah tidak tertulisnya salah satu anak Ahmad bin Isa yang bernama Abdullah (Ubaidillah) tidak menafikan keberadaannya dan hal seperti ini adalah suatu hal yang lazim ditemui di beberapa kitab nasab yang ditulis di masa-masa awal penyusunan kitab-kitab nasab. Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan tidak tertulisnya nama seseorang dalam kitab nasab, di antaranya adalah situasi sosial politik saat itu atau tidak sampainya informasi nama itu kepada para penulis nasab di zaman tersebut karena jarak yang jauh atau daerah mereka berhijrah. Dalam kasus Abdullah (Ubaidillah), jelas terlihat bahwa hijrahnya ke wilayah yang berbeda dengan wilayah para penulis nasab awal yang umumnya berada di Irak maupun Iran menyebabkan nama beliau tidak sampai ke para penulis nasab tersebut.
لذلك كتبت هذا البيان لمن يريد أن يكتشف ويزيل الشكوك حول صحة انساب بني علوي التي استمرت حتى الإمام الحسين (عليه السلام)
Demikian taqrir ini dibuat utk memberikan kejelasan bagi yang ingin mengetahuinya dan agar menghilangkan keraguan terhadap absahnya nasab Bani Alawi yg bersambung kepada Imam Husain.
***** akhir kutipan *****
Tangkapan layar (screenshot) surat pernyataannya dapat dibaca pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/surat-pernyataan-pakar-nasab-syiah-tentang-keabsahan-nasab-ba-alawi/
Jadi salah satu penyebab tidak tercatat oleh penulis nasab awal yang umumnya berada di Irak maupun Iran adalah karena jarak yang jauh akibat Imam Ubaidillah dan ayahnya yakni Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa berhijrah yang DIBUKTIKAN contohnya dengan keturunannya dan makam atau kuburan mereka berdua di Hadramaut, Yaman.
Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa DIAWALI hijrah dari Basrah (Iraq) ke Hijaz, nama kawasan Mekkah, Madinah dan sekitarnya kala itu.
Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa ketika berangkat hijrah dari Iraq ke Hijaz pada tahun 317 H beliau ditemani oleh istrinya, Syarifah Zainab binti Abdullah bin Al-Hasan bin ‘Ali al-‘Uraidhy, bersama putera bungsunya bernama Abdullah, yang kemudian dikenal dengan nama Ubaidillah.
Turut serta dalam hijrah itu cucu Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa yang bernama Ismail bin Abdullah yang dijuluki dengan Bashriy.
Begitupula ikut serta bersama Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa hijrah dari kota Basrah ke kota Madinah, KAKEK (datuk) dari Bani Ahdal (keturunannya antara lain Ali bin Umar bin Muhammad bin Sulaiman bin Ubaid bin Isa bin Alwi bin Muhammad bin Jamzam bin Auf bin Al-Imam Musa Al-Kadzim) dan KAKEK (datuk) dari Bani Qudaim (diantara keturunannya adalah Muhammad Jawad bin Ali Ar-Ridho bin Al-Imam Musa Al-Kadzim)
Sedangkan anaknya Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa yakni Muhammad Abu Ja’far sebagaimana yang diceritakan oleh Imam Al-Fakhrurazi (w. 604 H) dan Abu Ismail Ibrahim bin Nasir ibnu Thobatoba (w. 400 an) TETAP tinggal di Iraq untuk menjaga harta Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa sampai beliau mendapat tempat dan menetap di sana.
Turut pula dua anak lelaki dari paman Beliau dan orang-orang yang bukan dari kerabat dekatnya. Mereka merupakan rombongan yang terdiri dari 70 orang.
Al-Imam Al-Muhajir membawa sebagian dari harta kekayaannya dan beberapa ekor unta ternaknya. Sedangkan putera-puteranya yang lain ditinggalkan menetap di Iraq.
Sampai di Madinah, mereka bermukim selama setahun. Ketika itu bulan Zulhijah 317 H / 897 M, di Mekah terjadi kerusuhan yang dilakukan oleh kaum Qaramithah pimpinan Abu Thahir bin Abi Sa’id. Mereka berhasil menjebol Hajar Aswad dari tempatnya di salah satu pojok Ka’bah. Tapi 23 tahun kemudian, mereka mengembalikan Hajar Aswad tersebut.
Dalam kerusuhan itu, Kaum Qaramithah tidak segan-segan merampok, merampas harta benda dan membunuh penduduk Mekah.
Setahun kemudian setelah keadaan tenang, Al-Imam Ahmad Al-Muhajir dan pengikutnya berangkat menunaikan ibadah haji ke Mekah, melakukan ibadah haji.
Di sanalah, Al-Imam Ahmad Al-Muhajir beserta rombongannya bertemu dengan para jamaah haji dari Tuhaim dan Hadramaut.
Mereka penduduk Hadramaut memberi tahu fitnah KHAWARIJ yang sedang mereka alami.
Mereka juga MEMINTA Al-Imam Ahmad Al-Muhajir untuk pergi ke Hadramaut bersama-sama.
Dari Makkah Al-Imam Ahmad Al-Muhajir pergi ke Hajrain Hadramaut dan membeli perkebunan kurma dengan harga 500.000 dinar dan menghadiahkan perkebunan tersebut kepada mawalinya.
Kemudian Beliau pindah ke daerah Husaisah yang jaraknya kira-kira setengah marhalah dari Tarim dan terletak sebelah Timur Syibam. Di Husaisah Beliau menetap sampai wafat.
Pengembaraan Al-Imam Ahmad Al-Muhajir di Hadramaut di mulai dari tahun 320 hijriyah sampai tahun 345 hijriyah. Beliau hidup pada zaman Daulah Ziyadiyah (Bani Umayah) dan pada zaman Daulah Zaidiyah (Al-Hasyimi) di Yaman. Selama di Hadramaut, Beliau memerangi kaum Ibadhiyah dan kaum Qaramithah tanpa senjata”.
Al-Imam Al-Muhajir menetap di Hadramaut atas dasar petunjuk dari Allah Ta’ala sebab kenyataan menunjukkan, setelah Beliau hijrah ke negeri itu di sana memancar cahaya terang sesudah beberapa lama gelap gulita.
Al-Imam Al-Muhajir dan keturunannya berhasil menundukkan kaum KHAWARIJ hanya dengan dalil dan argumentasi.
Kaum Khawarij tidak mengakui atau mengingkari Al-Imam Al-Muhajir berasal dari keturunan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
Untuk memantapkan kepastian nasabnya sebagi keturunan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Sayyid Ali bin Muhammad bin Alwi berangkat ke Iraq. Di sanalah ia beroleh kesaksian dari seratus orang terpercaya dari mereka yang hendak berangkat menunaikan ibadah haji.
Kesaksian mereka yang mantap ini lebih dimantapkan lagi di makkah dan beroleh kesaksian dari rombongan hujjaj Hadramaut sendiri.
Dalam upacara kesaksian itu hadir beberapa orang kaum Khawarij, lalu mereka ini menyampaikan berita tentang kesaksian itu ke Hadramaut.
Dengan demikian mantaplah sudah pengakuan masyarakat luas mengenai keutamaan para kaum ahlul-bait sebagai keturunan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melalui puteri Beliau Siti Fatimah
Firqah KHAWARIJ adalah orang-orang yang MERASA sebagai Al Ghuroba (orang-orang yang asing) NAMUN sesungguhnya mereka MENGASINGKAN DIRI yakni MENYEMPAL KELUAR dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham)
KHAWARIJ adalah bentuk jamak, dan mufradnya adalah dari kata KHARIJ yang berasal dari kata KHARAJA yang artinya KELUAR.
Sebutan KHAWARIJ berlaku tidak sebatas pemberontak NAMUN berlaku bagi siapa saja yang menganggap sesat, menuduh musyrik dan bahkan menghalalkan darah dan membunuh umat Islam karena mereka KELIRU BERHUJJAH atau KELIRU MEMAHAMI Al Qur’an dan Hadits SEHINGGA mereka MENGASINGKAN DIRI atau MENYEMPAL KELUAR dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham).
Rasulullah telah menubuatkan dalam sabdanya bahwa kelak akan bermunculan firqah khawarij yakni orang-orang yang pandai membaca Al Qur’an namun tidak sampai melewati tenggorakan mereka.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا قَوْمًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ
“dari kelompok orang ini, akan muncul nanti orang-orang yang pandai membaca Al Qur’an tetapi tidak sampai melewati tenggorokan mereka” (HR Muslim 1762 atau Syarh Shahih Muslim 1064).
Tidak sampai melewati tenggorokan mereka yakni tidak sampai ke hatinya MAKNANYA tidak mempengaruhi hati mereka sehingga mereka berakhlak buruk kepada manusia yakni gemar menyalahkan, menganggap sesat dan TAKFIRI yakni mengkafirkan atau MENUDUH musyrik NAMUN mereka KELIRU ketika BERHUJJAH dengan Al Qur’an maka “Al Qur’an menjadi bencana” bagi mereka karena tuduhan akan kembali kepada si penuduh sehingga mereka terjerumus MURTAD yakni keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya.
Rasulullah bersabda,
يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسِبُونَ أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ
Mereka membaca Al-Qur’an dan mereka menyangka bahwa Al-Qur’an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al-Qur’an itu adalah (bencana) atas mereka.
لَا تُجَاوِزُ صَلَاتُهُمْ تَرَاقِيَهُمْ
Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan.
يَمْرُقُونَ مِنْ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ
Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya. (HR Muslim 1773 atau Syarh Shahih Muslim 1066)
Dari Hudzaifah radhiyallahu anhu, Rasulullah bersabda,
إنَّ أخوفَ ما أخاف عليكم رجل قرأ القرآن، حتى إذا رُئيت بهجته عليه وكان ردءاً للإسلام، انسلخ منه ونبذه وراء ظهره، وسعى على جاره بالسيف ورماه بالشرك، قلت: يا نبيَّ الله! أيُّهما أولى بالشرك: الرامي أو المرمي؟ قال: بل الرامي
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah seseorang yang telah membaca al-Qur’an, sehingga ketika telah tampak kebagusannya terhadap al-Qur’an dan dia menjadi pembela Islam, dia terlepas dari al-Qur’an, membuangnya di belakang punggungnya, dan menyerang tetangganya dengan pedang dan menuduhnya musyrik”. Aku (Hudzaifah) bertanya, “Wahai nabi Allah, siapakah yang lebih pantas disebut musyrik, penuduh atau yang dituduh?”. Beliau menjawab, “Penuduhnya”. (HR. Al-Bukhari dalam At-Tarikh, Abu Ya’la, Ibnu Hibban dan Al-Bazzar)
Pada hakikatnya Imam Ubaidillah dan ayahnya yakni Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya “DIDATANGKAN” oleh Allah Ta’ala yakni hijrah ke Hadramaut Yaman setelah timbul FITNAH dari firqah Khawarij yakni orang-orang yang MURTAD dari AGAMANYA karena tuduhan musyrik kembali kepada si penuduh sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam surat Al Maidah ayat 54.
Jadi JIKALAU ada orang-orang yang MENGAKU MUSLIM namun “membicarakan”, mengkritisi, mengingkari, membenci dan bahkan ada yang ingin “mengusir” para Habib yakni ahlul bait (keluarga) Rasulullah untuk “kembali” ke Hadramaut, Yaman MAKA mereka termasuk orang-orang yang KUFUR NIKMAT dan secara tidak langsung DURHAKA kepada Allah Ta’ala KARENA kakek, buyut maupun orang tua mereka MENJADI MUSLIM adalah BERKAITAN dengan firman Allah Ta’ala surat Al Maidah [5] ayat 54.
Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al Maidah [5] ayat 54 bahwa jika telah bermunculan FITNAH PERSELISIHAN dan PEMBUNUHAN umat Islam yang dilakukan oleh orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim yakni orang-orang yang MURTAD dari AGAMANYA karena tuduhan musyrik akan kembali kepada si penuduh maka Allah Ta’ala akan MENDATANGKAN para ulama dari kalangan para Wali Allah.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan MENDATANGKAN suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras (tegas / berpendirian) terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Maidah [5]:54)
Jadi ulama dari kalangan WALI Allah (KEKASIH Allah) yakni Allah Ta’ala mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya adalah,
- Mereka bersikap lemah lembut terhadap sesama muslim
- Mereka bersikap keras yakni dalam pengertian tegas atau berpendirian terhadap orang-orang kafir
- Mereka berjihad di jalan Allah dalam pengertian bergembira dalam menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya
- Mereka tidak takut kepada celaan orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim yang suka mencela yakni celaan dari orang-orang yang MURTAD dari AGAMANYA karena tuduhan musyrik kembali kepada si penuduh.
Abu Musa al-Asy’ari meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda , “Allah akan mendatangkan suatu kaum yang dicintai-Nya dan mereka mencintai Allah”. Bersabda Nabi shallallahu alaihi wasallam, “mereka adalah kaummu Ya Abu Musa, orang-orang Yaman”.
Ibnu Jarir meriwayatkan, ketika dibacakan tentang ayat tersebut di depan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau berkata, “Kaummu wahai Abu Musa, orang-orang Yaman”.
Dari Jabir, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya mengenai ayat tersebut, maka Rasul menjawab, ‘Mereka adalah ahlu Yaman dari suku Kindah, Sukun dan Tajib’.
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani telah meriwayatkan suatu hadits dalam kitabnya berjudul Fath al-Bari, dari Jabir bin Math’am dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata, ‘Wahai ahlu Yaman kamu mempunyai derajat yang tinggi. Mereka seperti awan dan merekalah sebaik-baiknya manusia di muka bumi’
Dalam Jami’ al-Kabir, Imam al-Suyuthi meriwayatkan hadits dari Salmah bin Nufail, ‘Sesungguhnya aku menemukan nafas al-Rahman dari sini’. Dengan isyarat yang menunjuk ke negeri Yaman”.
Imam Sayyidina Ali karamallahu wajhah berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Siapa yang MENCINTAI orang-orang Yaman berarti telah MENCINTAIKU, siapa yang MEMBENCI mereka berarti telah MEMBENCIKU”
Begitupula Rasulullah bersabda bahwa jika telah timbul FITNAH dari orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim sehingga timbul PERSELISIHAN atau bahkan PEMBUNUHAN terhadap umat Islam karena perbedaan pendapat maka hijrahlah dan ikutilah (merujuklah) kepada pendapat Ahlul Hadramaut, Yaman.
Diriwayatkan dari Ibnu Abi al-Shoif dalam kitab Fadhoil al-Yaman, dari Abu Dzar al-Ghifari, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Kalau terjadi FITNAH pergilah kamu ke negeri Yaman karena disana banyak terdapat keberkahan’
Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah al-Anshari, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Dua pertiga keberkahan dunia akan tertumpah ke negeri Yaman. Barang siapa yang akan lari dari FITNAH, pergilah ke negeri Yaman, Sesungguhnya di sana tempat beribadah’
Abu Said al-Khudri ra meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Pergilah kalian ke Yaman jika terjadi FITNAH, karena kaumnya mempunyai sifat kasih sayang dan buminya mempunyai keberkahan dan beribadat di dalamnya mendatangkan pahala yang banyak’
Rasulullah telah menyampaikan bahwa ahlul Yaman adalah orang-orang yang mudah menerima kebenaran, mudah terbuka mata hatinya (ain bashiroh) dan banyak dikaruniakan hikmah (pemahaman yang dalam terhadap Al Qur’an dan Hadits) sebagaimana Ulil Albab
Dan telah menceritakan kepada kami Amru an-Naqid dan Hasan al-Hulwani keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Ya’qub -yaitu Ibnu Ibrahim bin Sa’d- telah menceritakan kepada kami bapakku dari Shalih dari al-A’raj dia berkata, Abu Hurairah berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Telah datang penduduk Yaman, mereka adalah kaum yang paling lembut hatinya. Fiqh ada pada orang Yaman. Hikmah juga ada pada orang Yaman. (HR Muslim 74 atau Syarh Shahih Muslim 52)
Dari Abi Hurairah (radiyallahu ‘anhu) dari Nabi (Shalallahu ‘alaihi wassallam) beliau bersabda : “Telah datang kepada kalian Ahlul Yaman, mereka orang yang lemah lembut hatinya, Iman itu di negara Yaman, dan hikmah di negara Yaman dan fiqih (ilmu) itu di negara Yaman,”. (Muttafaqun ‘alaih).
Berkata para Ulama’ tentang arti hadits di atas :
Al-Hafidz Ibn Rajab Al-Hanbali telah menggambarkan Ahlul Yaman, berkata, “Mereka orang-orang yang sedikit berbicara akan tetapi banyak beramal, oleh karena mereka orang-orang yang beriman, dan diantara arti Iman adalah beramal”.
Berkata As-Safaarini, : “Dan yang dimaksud bahwa Nabi (Shalallahu ‘alaihi wassalam) menyifatkan hati-hati mereka (orang-orang Yaman) dengan lemah lembut hatinya adalah bahwa mereka memilki hubungan yang erat untuk membela agama dari segala tipu-daya yang menyesatkan dan dari syahwat (hawa nafsu) yang diharamkan”. [Tsulatsiyaat Musnad Al-Imam Ahmad (1/698-699)].
Oleh karenanya kita SEHARUSNYA bersyukur kepada Allah Ta’ala bahwa umat Islam khususnya di Indonesia maupun Nusantara dan umat Islam pada umumnya mendapatkan pengajaran agama dari para ulama yang berasal dari Hadramaut, Yaman yang bersumber dari ulama kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah yakni dari apa yang disampaikan oleh Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain radhiyallahu anha yang bermazhab dengan Imam Syafi’i.
Dari Hadramaut (Yaman), anak cucu Imam Al Muhajir menjadi pelopor dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan India, kepulauan Melayu dan Indonesia. Mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang mengenalkan kalimat syahadah, mereka berjuang dan berdakwah dengan kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan, tanpa pasukan , tetapi mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan. Juga ada yang ke daerah Afrika seperti Ethopia, sampai kepulauan Madagaskar. Dalam berdakwah, mereka tidak pernah bergeser dari asas keyakinannya yang berdasar Al Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas.
Imam Ahmad Al Muhajir , sejak Abad 7 H di Hadramaut Yaman, beliau menganut madzhab Syafi’i dalam fiqih , Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam akidah (i’tiqod) mengikuti Imam Asy’ari (bermazhab Imam Syafi’i) dan Imam Maturidi (bermazhab Imam Hanafi) serta tentang akhlak atau tentang ihsan mengikuti ulama-ulama tasawuf muktabaroh yang bermazhab dengan Imam Mazhab yang empat.
Di Hadramaut kini, akidah dan madzhab Imam Al Muhajir yang adalah Sunni Syafi’i, terus berkembang sampai sekarang, dan Hadramaut menjadi kiblat kaum sunni yang “ideal” karena kemutawatiran sanad serta kemurnian agama dan aqidahnya.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Tinggalkan komentar