Dua tulisan berjudul revolusi mental dengan nama penulis yang berbeda
Ramai diberitakan media-media, artikel opini berjudul sama ‘Revolusi mental” dimuat di dua media koran nasional yakni Kompas dan Sindo yang diterbitkan pada edisi Sabtu (10/5) namun dengan nama penulis yang berbeda.
Tulisan yang satu atas nama Jokowi dan dimuat di halaman opini Kompas,sementara tulisan lainnya beratas namakan Romo Benny, sekretaris Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), dimuat koran Sindo pada rubrik yang sama.
Romo Beny Susetyo membantah ada kesamaan dalam tulisan artikelnya yang disebut-sebut plagiat artikel Jokowi. Apalagi dikaitkan dengan teori konspirasi
“Jangan dikait-kaitkan, jelas subtansi berbeda dalam tulisan saya cenderung sisi pendidikan sementara Jowowi sisi politik,” ujar Beny Susetyo.
Lebih lanjut Romo Beny Susetyo menjelaskan. Menurutnya, tulisan Revolusi Mental yang ia tulisnya sudah dikirim tiga minggu sebelum diterbitkan.
“Tulisan saya sudah dikirim tiga minggu sebelumnya, tidak tahu kok baru keluar Sabtu kemarin dan berbarengan dengan tulisan Jokowi di Kompas,” tegas Romo Beny.
Beny juga menekankan bahwa penulisan dengan judul revolusi mental di Sindo merupakan ide gagasan dari Romo Mangun.
Sedangkan menurut pengakuan Jokowi–sapaan Joko Widodo dalam berita pada http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/05/11/269576885/p-Tulisan-Revolusi-Mental-Jokowi-Tim-yang-Menulis bahwa dia sendirilah yang membuat struktur tulisan tersebut. “Poin-poinnya saya yang buat, strukturnya saya yang buat,” kata Jokowi di Makassar, Sabtu, 10 Mei 2014.
Namun Jokowi mengatakan yang menulis opini berjudul “Revolusi Mental” tersebut adalah timnya. Jokowi mengatakan, setelah membuat poin-poin dan struktur dari tulisan tersebut, dirinya menyerahkan poin-poin tulisan itu kepada tim yang kemudian menulisnya. Jokowi enggan menyebutkan siapa timnya.
Pengakuan Jokowi tersebut terkena bully di twitter sebagaimana contoh berita pada http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/05/11/revolusi-mental-jokowi-kena-bully-di-twitter
Lain pula keterangan Pepih Nugraha (wartawan Kompas) yang diberitakan pada http://www.teraslampung.com/2014/05/duduk-perkara-opini-revolusi-mental.html
***** awal kutipan ******
Saya membuka percakapan dengan Kepala Desk Opini Harian Kompas, Tati Samhadi, Senin 12 Mei 2014. Tujuannya untuk memperoleh fakta atau kebenaran atas isu yang beredar di publik. Percakapan saya lakukan secara tertulis melalui surat elektronik agar pertanyaan-jawaban tercatat sebagai bukti faktual.
Apa yang saya tanyakan kepada Mbak Tat, demikian saya biasa memanggilnya, tidak lebih dari pertanyaan publik juga yakni
Apakah benar itu tulisan asli Joko Widodo, Apakah benar “pengakuan” Joko Widodo sebagaimana dikutip sejumlah media online, bahwa tulisan itu karya “tim penulis”-nya sedangkan ia hanya memberi garis-garis besarnya saja ?.
Atas pertanyaan saya kepada penanggung jawab Rubrik Opini Harian Kompas itu, beberapa menit kemudian saya memperoleh jawaban tertulis dari Mbak Tat sebagai berikut:
“Pepih, saya sudah tanya lagi, itu artikel Jokowi sendiri yang nulis. Gagasan dia, buah pikiran dia dan dia sendiri juga yang nyusun poin2nya, nggak bener dia pernah bilang bukan dia yg nulis”.
Semoga saja tulisan ringkas ini ada manfaatnya, setidak-tidaknya memberi penjelasan dari sisi Harian Kompas yang telah memuat opini Joko Widodo dan menjadi perbincangan khalayak luas. Soal Anda tidak percaya atas penjelasan atau pengakuan Joko Widodo mengenai opini yang ditulisnya, itu sama-sekali bukan urusan saya, silakan saja. Urusan saya sebatas menjelaskan duduknya perkara.
****** akhir kutipan *******
Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Zaki Mubarak mengkritik pencantuman nama Joko Widodo dalam tulisan berjudul “Revolusi Mental”. Karena, bukan berasal dari gagasan mantan wali kota Solo itu sendiri.
Berikut kutipan selanjutnya yang bersumber dari http://www.republika.co.id/berita/pemilu/menuju-ri-1/14/05/12/n5fyff-bukan-hasil-pemikiran-jokowi-tulisan-revolusi-mental-dikritik
****** awal kutipan *****
“Harusnya penulisnya Jokowi dan tim. Karena Jokowi hanya tulis garis besar dan yang menulis orang lain,” ujar Zaki Mubarak di Jakarta, Ahad (10/5).
Menurut dia, kalau Jokowi mengklaim bahwa tulisan berjudul “Revolusi Mental” yang diterbitkan di kolom opini Surat Kabar Nasional pada Sabtu (10/5) itu pelanggaran akademik dan tidak etis.
“Kalau yang menulis beberapa orang, tulis tim Jokowi. Kalau hanya ada nama Jokowi seolah-olah itu tulisan dia semua dan hal tersebut patut dipersoalkan,” ujar dia.
Jokowi, lanjutnya, hanya menulis poin-poinnya saja sementara yang menulis itu orang lain sehingga hanya sedikit berkontribusi.
“Kalau judulnya Revolusi Mental tapi modelnya sudah melanggar seperti itu, jadi kita menjadi bertanya-tanya. Retorika atau apa. Jokowi harusnya merevolusi mentalnya sendiri supaya jujur,” kata dia.
******* akhir kutipan ******
Begitupula pengamat komunikasi politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Suko Widodo kepada beritajatim.com, Selasa (13/5/2014) menilai, seharusnya Jokowi tidak perlu over expansive masuk ke ruang wilayah akademisi. Selama ini, kolom opini atau artikel di media massa menjadi ruang kalangan akademisi.
Berikut kutipan selanjutnya yang bersumber dari http://beritajatim.com/menuju_pemilu_2014/206885/pengamat:_jokowi_tak_etis,_masuki_ruang_akademisi.html
***** awal kutipan ******
“Kalau memang Jokowi yang menulis sendiri tidak jadi masalah. Tapi ini kan tidak etis dan tidak mengedepankan aspek moralitas. Ini telah terjadi plagiatisme dalam tulisan. Lebih elok kalau yang menulis dan mencantumkan namanya di artikel adalah akademisi yang jadi tim sukses Jokowi,” katanya.
Suko sebagai akademisi merasa tersinggung dengan tulisan Jokowi tersebut. “Kalau Jokowi mengklaim tulisannya sendiri, itu pelanggaran akademik. Tidak etis. Dia menulis kan bukan gagasannya sendiri. Tanpa perlu menulis di artikel seperti itu yang bukan ide orisinilnya, Jokowi kan berpotensi terpilih dalam pilpres,” tegasnya.
****** akhir kutipan *******
Seorang wartawan, Nanik S Deyang dalam tulisan pada http://nasional.inilah.com/read/detail/2099832/salahkah-kalau-romo-benny-otak-ide-ide-jokowi mengatakan bahwa tentu saja tak ada masalah, seandainya kedua tulisan itu memaparkan soal yang secara esensial berbeda
Namun nenurut dia, kedua tulisan itu sama. Tentu saja keduanya tidak mesti kongruen.
Berikut kutipan selanjutnya
******* awal kutipan ******
“Saat membaca opini di koran Sindo yang ditulis Romo Benny,saya kembali kaget, karena bertajuk dan beresensi sama, kendati ada perbedaan dalam struktur kalimat yang disusun,” kata Nanik.
Berdasarkan penelusuran sang wartawan pula, terkuak bahwa Romo Benny Susetyo adalah anggota Tim Sukses Jokowi. “Saya iseng telepon kawan yang masih ada di seputar Jokowi, dan dapat kabar, ternyata Romo Benny Susetyo itu Tim Sukses Jokowi,” tulis Nanik di laman facebook miliknya.
Secara tersirat, Nanik meyakini kedua penulis itu sama. Dan bukan Jokowi, karena,” Selain waktunya tidak ada, rasanya dia bukan orang yang pandai menyusun kalimat. Tapi entahlah, mungkin setelah saya tidak bertemu 8 bulan ini, pak Gubernur yang sekarang Capres ini, bisa jadi sudah lihai menulis. Tapi sudahlah, soal menulis kan bisa saja dituliskan oleh orang di sekitarnya termasuk Anggit, kawan karibnya yang jadi think tank-nya selama ini. Seperti dulu, kalau menjawab pertanyaan wartawan secara tertulis,” tulis Nanik kembali.
Bila Nanik mempertanyakan keberadaan Romo Benny sebagai anggota Tim Jokowi, bukan itu yang kami persoalkan. Sejatinya, kami mungkin tak akan mempersoalkan apa pun.
Bagi kami, hak Jokowi sepenuhnya untuk menggandeng siapa pun sebagai bagian dari tim suksesnya. Tak hanya Romo Benny, bahkan seandainya Kardinal Mgr Julius Riyadi Darmaatmadja masih punya waktu untuk membantu Jokowi, mengapa tidak?
Bukankah itu lebih baik, agar Jokowi yang Muslim itu berkenalan dengan pola pikir lain berasaskan nilai-nilai agama selain yang ia anut?
Dalam hubungannya dengan calon pemilih Jokowi, setidaknya agar mereka tahu Jokowi begitu bersikap terbuka dengan menyilakan ide-ide baru selain yang berakar dari pemikiran yang selama ini menjadi bagian hidupnya. Itu karena kami meyakini satu hal: manusia punya pandangan hidup yang mengarahkan langkah kakinya.
Artinya, manakala Jokowi—kalaupun benar demikian, mempercayakan Romo Benny menjadi think thank-nya, Jokowi percaya ketidaksamaan pola pikirnya dengan Romo Benny itu akan memperkaya cara tindaknya. Memperbanyak jalan, menambah peluang pilihan. Asal tentu, semua jangan membuatnya bingung.
Umumnya orang percaya, tingkah laku dan perbuatan seseorang dimotivasi dan diarahkan pandangan hidupnya. Barangkali karena itulah kita mengenal epistemology alias filsafat ilmu. Kadang orang membaginya lagi kepada ortodoksi, alias ajaran-ajaran fundamental yang abstrak, dan ortopraksi, ajaran tindak yang bisa diaktualkan secara praktis dalam kehidupan sehari-hari. Tingkah laku dan perbuatan orang, kabarnya, didasari ortopraksi ini.
Bila Jokowi mempercayai seseorang dengan latar belakang pandangan hidup yang berbeda dengan dirinya, itu bisa berarti banyak. Setidaknya, secara sederhana, itu bisa jadi karena Jokowi menganggap pandangan hidup (pandangan dunia) orang yang ia percaya itu tak masalah. Atau, mungkin saja Jokowi pun meyakini kebenaran pandangan hidup tersebut.
Salah? Kami tak punya otoritas untuk menghakimi pilihan sikap seseorang.
******* akhir kutipan ******
Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin dalam tulisan pada http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/05/12/sigma-revolusi-mental-jokowi-kering-ide menilai konsep ‘Revolusi Mental’ yang diumbar capres PDIP Jokowi hanya berisi tentang uneg-uneg Jokowi dan tim pendukungnya.
“Itu (Revolusi Mental) sesuatu yang sudah biasa kita dengar. Mahasiswa semester I pun fasih kalau sekedar mereview masalah, mengutarakan kegalauan, dan mengutip pemikiran orang lain,” cetus Said dalam keterangannya, Senin (12/5/2014).
Menurutnya gagasan besar Jokowi dari tema ‘Revolusi Mental’ justru tidak keluar. Karena jika yang dimaksud adalah soal perlunya paradigma, budaya politik, dan komitmen pemimpin, hal tersebut dinilainya sudah lama dibicarakan orang dan sudah sering didengar.
“Soal cara melakukannya dimulai dari diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kerja, dan terus ke lingkungan negara, itu pun sudah khattam,” tuturnya.
“Konsep ‘Revolusi Mental’ Jokowi itu kering ide. Cuma keren di judulnya saja. Tidak ada pemikiran yang ‘maknyos’ disitu dari seorang calon pemimpin bangsa,” katanya.
Muhammad Ruslan menuliskan pada http://polhukam.kompasiana.com/politik/2014/05/12/revolusi-mental-golden-ways-ala-jokowi-655951.html bahwa revolusi mental menjadi ‘’mantra politik’’ Jokowi dalam menjawab kompleksitas persoalan kebangsaan yang mengemuka. Dari kemiskinan yang mencekik, kesenjangan sosial yang lebar, perampasan tanah yang massif, pendidikan dan setumpuk persoalan kesehatan, diidentifikasi sebagai persoalan mental. Hanya saja pertanyaan adalah mental siapa yang harus di revolusi?
Berikut kutipan selanjutnya
***** awal kutipan *****
Bagi Jokowi persoalan ekonomi telah membaik hal ini diindikatori dengan masuknya Indonesia dalam 10 besar pertumbuhan ekonomi dunia dan stabilitas demokrasi politik semakin membaik, lantas menurut Jokowi protes-protes yang muncul riak dalam publik baik oleh masyarakat sipil hingga media menjadi fenomena apa yang harus dipahami?
Dalam hal itulah Jokowi menempatkan ‘’mental’’ sebagai lakon pokok persoalan. Ketika ekonomi dan politik semakin membaik, maka protes-protes yang muncul tiada lain adalah adanya kesalahan mental, kalau bukan kesadaran yang keliru hingga hal itu dipersepsi sebagai prilaku yang amoral. Disini menjadi relevan atas revolusi mental/kesadaran.
Meski disisi lain ‘’mental’’ yang diterjemahkan sebagai suatu kesadaran moral, juga diasosiasikan dengan kecenderungan prilaku korup, rakus oportunis yang diidentikkan sebagai prilaku sosial orde baru, kesemuanya penyebabnya adalah mental.
Singkatnya untuk menciptkan masyarakat Indonesia merdeka, adil dan makmur maka jawabannya bagi Jokowi adalah ‘’rubah mental’’ atau perbaiki moral. Kemiskinan dilokalisasi sebagai sebuah persoalan moral, bukan hanya menjadi lokomitif moral pejabat tapi juga orang miskin itu sendiri. Pertanyaannya apakah kesejahteraan dan keadilan dalam mengakses faktor produksi adalah persoalan moral?
Meski istilah revolusi mental ini masih terkesan abstrak untuk diartikukasikan dalam kebijakan politik, apa lagi memahami relevansinya dengan slogan Trisakti Soekarno.
Penguatan nation building yang dimunculkan sebagai wujud pembangunan moral, sebenarnya merupakan slogan politik yang terkesan sudah ‘’kadarluarsa’’, sejak orde baru hingga sekarang, nation building sudah menjadi dagangan politik. Bukan hanya nation building menjadi abstrak untuk diartikulasikan dalam kebijakan politik rill, juga terkesan dangkal untuk memahami mengguritanya liberalisme/kapitalisme sebagai sebuah prilaku moral.
Keluar dari Analisa Struktural
Konsep revolusi mental ala jokowi yang ditulis di kompas (10/05) masih abstrak untuk dipahami secara rill, konsep pesan yang disampaikan terkerangkeng dalam bahasa universal, tak ada yang mencolok sebagai sebuah gagasan ideologis, seperti halnya dengan visi kandidat-kandidat lainnya.
Kesan sebagai produk gagasan politik instan lebih mengemuka, apalagi untuk mengaitkan relevansinya dengan gagasan revolusi Soekarno, cenderung dipaksakan. Sebab gagasan soekarno dan revolusi mental lahir dari cara berpikir yang sangat jauh berbeda. Gagasan Soekarno tentang keberdaulatan politik, ekonomi dan budaya adalah gagasan kompleks untuk melihat keterkaitannya dengan posisi struktural kekuasaan yang bersifat objektif, penghadangan terhadap kapitalisme menjadi gerakan politik struktural hingga politik global.
Sedangkan revolusi mental mendiversfikasi objek-objek politik masuk pada tatanan subjek sebagai sebuah kesadaran. Sehingga kata Jokowi ‘’perubahan harus dari diri sendiri, keluarga hingga Negara’’, terkesan sekadar menjadi utopia, gagasan yang umumnya muncul dikalangan parpol agamais, yang ironisnya diadopsi secara politik oleh partai nasionalis.
Ruang struktural dalam pembacaan Jokowi hanya berada pada ranah demokrasi birokratis, yang mengandalkan ‘’kebaikan-kebaikan moral’’ pejabat sebagai mesin utama bekerjanya visi revolusi mental. Penguatan birokrasi aparatur Negara sudah menjadi mesin politik yang telah dijalankan Jokowi di kepemimpinannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, ini mengesankan bahwa sosok Jokowi lebih cenderung sebagai sosok dengan tipikal pekerja ‘’administratif’’ ketimbang konseptual ideologis.
Dalam konteks jabatan sebagai RI 1 dengan model pemerintahan desentralisasi (sebagian otonomi), peran politik administratif hingga blusukan menjadi tidak terlalu relevan, pembacaan politik ideologis yang menyeluruh dan global menjadi kebutuhan ketimbang bergelut dengan reformasi aparatur birokrasi internal.
Jokowi dan Segmen Politik
Gagasan yang bertumpu pada analisa moral Jokowi tidak lepas dari posisi politik Jokowi. Secara politik Jokowi mengesankan diri berada ditengah-tengah dua poros kekuatan yang bersikukuh antara borjuis dan rakyat kecil (buruh dan pekerja). Sehingga sebagian orang menganggapnya sebagai ‘’borjuis kecil’’ yang bermodalkan populisme sebagai taktik politis para borjuis yang dimunculkan untuk tetap bertahan pada posisi politiknya dimata rakyat yang telah jenuh menelan pahit.
Sehingga upaya untuk menunggu gagasan progresif dan radikal sebagai visi politik Jokowi menjadi absurd, sebab hal tersebut dipengaruhi oleh posisi politik dan segmen politik Jokowi. Meski Jokowi terkesan lahir dari luar lingkar politik elit, tetapi tak pula ia terkesan lahir ditingkat kelas bawah, posisi sebagai kelas menengah lebih mencolok.
Begitupun kalau kita membaca peta analisa politik diperhelatan gurbernur DKI Jakarta sebelumnya, Jokowi terbilang muncul lewat dukungan kelas menengah dan elit yang dominan, oleh karenaya kebijakan-kebijakan politik Jokowi dominan tak lepas dari eksistensi kelas menengah-elit Jakarta ketimbang merepresentasikan kepentingan kelas buruh dan pekerja.
Hal ini dapat dilihat dari linglung-nya Jokowi untuk menentukan sikap politik tegas atas tuntutan-tuntutan buruh yang selalu mengisi perhelatan massa untuk mendapatkan keterbebasan dari penghisapan (may day).
Begitupun kebijakan-kebijakan penertiban kota (pasar) yang menjadikannya populis, tak lain merupakan ‘’penggusuran-penggusuran’’’ rakyat kecil yang tampakannya lebih terkesan shaleh ketimbang rezim-rezim yang lain. Memperindah tata ruang kota jauh lebih menjadi kebijakan elitis mercusuar ketimbang menjadi kebijakan popular dimata kelas pekerja dan buruh.
Begitupun naiknya harga saham secara drastis atas resminya pencapresan Jokowi sebelumnya, merupakan semiotika penegasan dari popularitas posisi politik Jokowi di mata borjuis, yang tak lepas dari kepentingan survivalitas kepentingan borjuis, kacamata kelas borjuis memposisikan Jokowi sebagai sosok ideal tawar penawar perantara kepentingan, yang bisa lebih mudah untuk menenangkan buruh dan pekerja, berdasarkan kecenderungan politik perasaan yang ‘’dimainkan’’ Jokowi mengantarkannya sebagai figur populis.
***** akhir kutipan ****
selamat malam, ada salinan asli tulisan Revolusi Mental Jokowi? saya pingin membacanya. salam
Walah nggedebus omdo mengritik berdasarkan sentimen kepercayaan, nggal laku broo, walaupun anda jungkir balik nggak akan berpengaruh bagi yang melihat kebenaran yg memang benar. Faktanya memang mental para politisi dan pemerintan yg skarang banyak rusak. Jdi perlu revolusi mental! Ayo perjuangkan terus kawan-kawan yang sadar akan perlunya pembaharuan hidup yg lebih baik! Sala 2 jari victori untuk negri!…
Sebaiknyalah umat Islam, apapun kelompok dan ormasnya memperhatikan pendapat, nasehat, maklumat maupun fatwa mayoritas ulama karena mereka berkata tentu bersandarkan Al Qur’an dan As Sunnah. Silahkan baca tulisan selengkapnya pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2014/06/nasehat-mayoritas-ulama-dalam-menghadapi-pilpres.pdf
Dalam mendukung atau memilih capres janganlah berdasarkan kelompok. Ketika seseorang muslim memutuskan untuk mendukung atau memilih calon presiden berdasarkan latar belakang ormas (organisasi masyarakat) atau kelompok maka dia telah termakan hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Yahudi atau yang kita kenal sekarang dengan Zionis Yahudi. Silahkan baca tulisan selengkapnya pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2014/06/atas-dasar-kelompok.pdf
Hal yang perlu diwaspadai oleh umat Islam bukan saja firqah syiah dibalik kubu Jokowi-JK namun firqah lainnya yang menyempal keluar (kharaja) dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham) yang mengikuti Rasulullah dengan mengikuti Imam Mazhab yang empat yakni firqah SIPILIS (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme) atau disingkat firqah (kaum) Liberal. Silahkan baca tulisan pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2014/06/waspada-aktivis-liberal.pdf
Sedangkan kubu Prabowo-Hatta sering diisukan dengan firqah Wahabi. Fadli Zon ketika ditanya, apa pemurnian agama itu akan dibawa ke Wahabi?
Fadli Zon menjawab , “Bukan, bukan. Itu kan tuduhan mereka akan dibawa ke Neo Wahabi dan seterusnya. Jadi itu saya kira mereka sudah memlintir hal itu”
Pada kenyataan perjuangan kubu Prabowo-Hatta memang ada didukung oleh orang-orang dari firqah Salafi Wahabi. Namun pada umumnya karena mereka mengetahui di kubu Jokowi-JK didukung oleh seteru abadi mereka yakni firqah Syiah dan kaum Liberal.
Point yang dipermasalahkan oleh orang-orang yang mengatasnamakan HAM dengan semangat kebebasan (liberalisme) tanpa batas adalah adanya frase yang tercantum di manifesto Gerindra dan dinilai akan menjuruskan pemaksaan terhadap tafsir agama yang tunggal. Frase itu adalah:
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama/kepercayaan. Namun, pemerintah/negara wajib mengatur kebebasan di dalam menjalankan agama atau kepercayaan. Negara juga dituntut untuk menjamin kemurnian ajaran agama yang diakui oleh negara dari segala bentuk penistaan dan penyelewengan dari ajaran agama.”
Kesimpulan mereka bahwa manifesto Gerindra dalam bidang agama menjuruskan pemaksaan terhadap tafsir agama yang tunggal menyiratkan keinginan mereka untuk kebebasan menjalankan agama atau kepercayaan berdasarkan pemahaman atau sudut pandang masing-masing dengan semangat kebebasan (liberal) .
Bagi mereka Negara tidak berhak mengatur kebebasan di dalam menjalankan agama atau kepercayaan. Negara tidak berhak untuk menjamin kemurnian ajaran agama yang diakui oleh negara dari segala bentuk penistaan dan penyelewengan dari ajaran agama.
Sebaiknyalah negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama/kepercayaan masing-masing namun diatur berdasarkan pemahaman dan arahan pimpinan (para ahli) agama / kepercayaan masing-masing yang berkompeten dan diakui oleh negara sehingga dapat terjamin kemurnian agama / kepercayaan dan terhindar dari segala bentuk penistaan dan penyelewengan dari ajaran agama / kepercayaan.
Fadli Zon menjelaskan bahwa negara yang tidak mau tahu atau tidak menjamin kemurnian agama / kepercayaan berdasarkan pemahaman dan arahan pimpinan (para ahli) agama / kepercayaan masing-masing yang berkompeten dan diakui oleh negara akan memicu konflik.
Jadi manifesto Gerindra tidak menjuruskan pemaksaan terhadap tafsir agama yang tunggal dan penanganannya pun tidak dengan kekerasan sebagaimana yang dijelaskan lebih lanjut oleh Fadli Zon
“Ya saya kira tidak boleh dengan kekerasan. Kalau penanganannya itu harus dengan dialog. Tapi harus ada kejelasan dan kepastian hukum. Di samping itu juga harus mempertimbangkan bahwa agama atau (kelompok) itu tidak melanggar agama yang merupakan mainstream. Karena itu akan menimbulkan kekisruhan”
Silahkan baca tulisan selengkapnya pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2014/06/konsep-pemurnian-agama.pdf
Apa yang tercantum dalam manifesto Gerindra dalam bidang agama tersebut sesuai dengan UU No 1/PNPS/1965 yang mengatur tentang penodaan agama di Indonesia. Menurut UU ini, sesiapa saja yang melakukan penafsiran atas ajaran agama yang menyimpang dari ajaran-ajaran pokok suatu agama yang diakui di Indonesia (enam agama: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, Konghuchu), maka dinyatakan telah melakukan pidana (jinayat) dan dapat dipenjara selama lima tahun.
Dr Adian Husaini dalam tulisannya pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2014/06/15-tahun-reformasi-indonesia.pdf menyampaikan bahwa jika UU No. 1/PNPS/1965 itu dicabut, maka berbagai aliran sesat mendapatkan peluang yang makin besar untuk berkembang di Indonesia. Kita berharap, para aktivis HAM (baca kaum liberal) bersedia meletakkan al-Quran lebih tinggi ketimbang kitab Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, sehingga tidak meletakkan prinsip kebebasan tanpa batas, sampai melanggar ajaran Islam. Alhamdulillah, gugatan kaum liberal itu ditolak oleh Mahkamah Konstitusi, sehingga UU No 1/PNPS/1965 tetap berlaku.
Meskipun gagal dalam mendukung pembatalan UU No 1/PNPS/1965, Komnas HAM masih melakukan pembelaan terhadap prinsip-prinsip HAM sekuler, misalnya dalam memperjuangkan hak tiap warga negara untuk melakukan praktik perkawinan sejenis (homoseks dan lebisn) dan melakukan perkawinan beda agama. Komnas HAM telah secara terbuka mendukung praktik nikah beda agama (NBA). Tahun 2005, bekerjasama dengan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Komnas HAM menerbitkan sebuah buku berjudul: Pernikahan Beda Agama: Kesaksian, Argumen Keagamaan, dan Analisis Kebijakan (editor: Ahmad Nurcholish dan Ahmad Baso). Tahun 2010, buku ini diterbitkan lagi untuk edisi kedua.
“Bagi ICRP, pernikahan adalah hak asasi manusia yang tidak boleh dirintangi oleh siapa pun dan dengan alasan apa pun, sepanjang di dalamnya tidak ada unsur pemaksaan, eksploitasi, dan diskriminasi,” tulis Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, Ketua Umum ICRP.
Komnas HAM meminta Kementerian Agama untuk mengimplementasikan penghapusan praktik segala bentuk diskriminasi atas dasar etnis, ras, budaya dan agama, terutama pencatatan perkawinan bagi pemeluk agama dan keyakinan. Komnas HAM juga meminta agar Kompilasi Hukum Islam (KHI) No. 1 tahun 1991 dirumuskan ulang, sehingga dapat mengakomodasi pernikahan antara muslimah dengan laki-laki non-muslim.
Atas nama HAM, Komnas HAM juga memberikan dukungan terhadap gerakan Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender (LGBT). Tahun 2006, pakar HAM internasional yang berkumpul di Yogyakarta menghasilkan “Piagam Yogyakarta” (The Yogyakarta Principles) yang mendukung pelaksanaan hak-hak kaum LGBT.
Begitupula mereka sering menyudutkan dengan isu HAM seperti penculikan dan kudeta sebagaimana yang telah disampaikan dalam https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2014/04/prabowo-dan-isu-kudeta.pdf
Padahal orang-orang di kubu Jokowi-JK ada yang mengetahui persis kenyataan sebenarnya sebagaimana peribahasa “sudah gaharu cendana pula” , sudah tahu bertanya pula. Silahkan baca tulisan pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2014/06/tanyalah-atasan-saya.pdf
Selain itu yang diketengahkan adalah isu nasionalisasi aset asing. Padahal dalam manifesto Gerindra tidak ada tertulis “nasionalisasi aset asing” namun sebatas renegosiasi (peninjauan ulang) terhadap kontrak karya di berbagai bidang seperti pertambangan yang tidak menguntungkan kepentingan rakyat.
Bahkan dalam manifesto Gerindra tersebut tidak mengharamkan pihak asing menanamkan modal di Indonesia namun terkait sektor kekayaan alam diharuskan setelah melalui proses lanjutan seperti pemurnian bijih mineral (smelter)
Manifesto Gerindra membolehkan penanaman modal asing (PMA) bukan terkait kekayaan alam sangat selaras dengan Undang-undang yang berlaku seperti amanat Undang-Undang No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang melarang ekspor bijih mineral serta mengharuskan melakukan pengolahan dan pemurnian bijih mineral di dalam negeri sebelum diekspor. Silahkan baca tulisan selengkapnya pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2014/05/nasionalisasi-aset-asing.pdf
Pernyataan Gus Dur bahwa Prabowo paling ikhlas kepada rakyat karena banyak yang dia bikin (perbuat) untuk rakyat sebagaimana video yang di unggah (upload) pada http://www.youtube.com/watch?v=WWw-XXUCQIQ menjadi pegangan para pengurus Yayasan Alkhairat pimpinan Habib Ali Muhammad Al-Jufri sebagaimana yang diberitakan pada http://www.jpnn.com/read/2014/06/03/238230/Pernyataan-Gus-Dur-Jadi-Dasar-Alkhairat-Dukung-Prabowo-
“Jawaban Gus Dur tersebut jadi dasar bagi Yayasan Al-Khairat mendukung Prabowo-Hatta,” ujar ketua Harian Yayasan Al-Khairat Abdul Karim DL yang juga anggota DPD 2004-2009 dari daerah pemilihan Sulawesi Tengah
Kita tidak banyak tahu apa yang diperbuat Prabowo untuk rakyat Indonesia kemungkinannya karena jauh dari publikasi media.
Perbuatan yang jauh dari publikasi media mungkin yang dimaksud oleh Gus Dur dengan “paling ikhlas”
Berbeda jauh dengan pejabat pada era reformasi yang senang mempublikasikan apa yang mereka perbuat bahkan berikut dengan attribut partai politiknya.
Bahkan senang atau menyetujui dipublikasikan ketika mereka memarahi bawahan. Padahal dalam ilmu manajemen kita ketahui bahwa jangan memarahi dan menegur bawahan di depan umum karena akan membuat mental mereka jatuh, apalagi dipublikasikan sehingga membuat malu keluarga dan keturunannya. Lebih baik lakukan secara tersembunyi dan sampaikan kesalahan yang telah mereka perbuat. Buatlah agar dari kesalahan itu mereka belajar dan berbuat lebih baik lagi. Silahkan baca tulisan selengkapnya pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2014/06/yang-paling-ikhlas.pdf
MBM Tempo, 30 Juni 2014. Ketika mitra koalisi mendatangi Prabowo, dijawab: saya beragama Islam, walaupun saya akui saya tidak displin menjalankan ritual keagamaan. Cukuplah bro. Anda kutip2 Republika, ya aja, kan sebagian saham dimilikia Bakrie, gantinya Eric Tohir bisa masuk kelompok TV One. Orang yg gemar menfitnah, telah gelaplah dunianya. Anda menulis panjang lebar, tetapi hanya mengacu media online. Iqro bro iqro…
Pokok permasalahan atau keberatan yang disampaikan oleh beberapa ulama adalah orang-orang dibelakang Jokowi-JK terutama partai pendukung utamanya yakni PDI-P.
Hal yang harus kita ingat bahwa partai pendukung utama Jokowi-JK adalah PDIP yang merupakan fusi (gabungan) dengan partai-partai non muslim.
Boleh kita bergaul dengan non muslim asalkan mereka tidak memerangi agama Islam
Firman Allah Ta’ala yang artinya, “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah [60]:8 )
Dikalangan petinggi PDIP yang merencanakan dan membuat kebijakan ada pula yang non muslim
Firman Allah Ta’ala yang artinya “Dan sabarkanlah dirimu beserta orang-orang yang menyeru Rabbnya di waktu pagi dan petang dengan mengharap keridhaan-Nya, dan janganlah kamu palingkan wajahmu dari mereka hanya karena kamu menghendaki perhiasan dunia, dan janganlah kamu ikuti orang-orang yang telah Kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami, dan menuruti hawa nafsunya, dan adalah keadaannya sangat melewati batas.” (QS. Al-Kahf [18] : 28)
Tujuan berpolitik adalah meraih kekuasaan, oleh karenanya sebaiknyalah umat Islam, apapun kelompok dan ormasnya memilih pemimpin yang merencanakan, membuat dan menjalankan kebijakan untuk kemasalahan umat Islam dan rakyat Indonesia pada umumnya sebagaimana yang telah diuraikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/06/14/berpolitik-meraih-kekuasaan/
Putra pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang Rembang KH Maimoen Zubair, KH Muhammad Najih MZ secara tegas menolak bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) Joko Widodo atau Jokowi. Menurut Gus Najih, panggilan akrabnya, tidak rela PPP berkoaliasi dengan partai kaum abangan yang anti Islam. sebagaimana yang diberitakan pada http://fpi.or.id/119-KH-Muhammad-Najih-Tak-Rela-PPP-Berkoalisi-dengan-Partai-Anti-Islam.html
Hal serupa disampaikan oleh Sekretaris DPW PPP Jateng, Suryanto SH pada http://news.detik.com/pemilu2014/read/2014/05/02/092146/2571075/1562/sekretaris-dpw-jateng-mayoritas-warga-ppp-tak-ingin-koalisi-dengan-pdip
****** awal kutipan ******
“Saya sekretaris DPW yang sering bertemu dengan konstituen di akar rumput hingga para pengurus struktural dari tingkat paling bawah hingga di tingkat pimpinan cabang maupun wilayah. Aspirasi paling kuat yang kami tangkap adalah mereka tidak menginginkan partai ini (PPP -red) berkoalisi dengan PDIP dalam Pilpres mendatang,” ujar Suryanto kepada wartawan di Solo, Jumat (2/5/2014) pagi.
Menurut Suryanto, ada berbagai alasan yang disampaikan oleh kader dan simpatisan PPP terkait aspirasi tersebut. Diantara yang sering disampaikan adalah sejumlah fakta bahwa selama ini PDIP dinilai kurang memperjuangkan aspirasi umat Islam, terutama dalam keputusan-keputusan politik yang diambil di parlemen. Sikap PDIP di parlemen itu dijadikan tolok ukur penting bagi warga PPP karena selama 10 tahun terakhir PDIP berada di luar pemerintahan sehingga kiprah perjuangan politiknya lebih banyak dilakukan di parlemen.
“PDIP dinilai banyak mementahkan UU yang mengatur kemaslahatan umat. PDIP sering menyampaikan sikap bertentangan dengan PPP dalam hal pengesahan regulasi bagi kemaslahatan umat. Hal-hal seperti itu menjadi catatan penting dan selalu diingat oleh konstituen kami untuk dijadikan pertimbangan menentukan arah pilihan dalam dukungannya terhadap bakal capres yang mengemuka saat ini,” paparnya
***** akhir kutipan *****
Wasekjen MUI Pusat, Ustadz Tengku Zulkarnaen menyatakan kekecewaannya karena masyarakat awam banyak yang belum mengetahui bahaya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan memilihnya dalam pemilu 2014 lalu. Ia juga mengatakan bahwa PDIP adalah partai yang anti Islam.
“Ini partai anti Islam. Kenapa banyak yang tidak tahu? Kita semua harus ngomong,” jelas beliau.
Hal itu dibuktikan dari berbagai produk legislasi Islami yang coba dijegal oleh PDIP.
“Semua RUU yang kita ajukan ke DPR dan berbau Islam, pasti PDI menolak. UU Pendidikan mereka walk out, UU Bank Syariah, UU Ekonomi Syariah mereka tidak setuju, UU Pornografi juga mereka tidak setuju. Nah, sekarang UU Jaminan Produk Halal untuk makanan dan obat-obatan mereka juga tidak setuju.” jelas beliau.
Ustadz Tengku Zulkarnaen juga mengingatkan bahwa “Selain itu, dalam pemilu 2014 lalu, PDI-P memasang 52% caleg non Muslim dalam Daftar Caleg Tetap-nya. PDI-P sendiri sebenarnya merupakan fusi dari partai Nasionalis dan partai Kristen seperti IPKI, PNI, Murba, Partai Katolik, dan Parkindo (Partai Kristen Indonesia)”
Selain itu, hal yang perlu diwaspadai oleh kaum muslim adalah kaum liberal dibelakang Jokowi-JK karena sudah ada fatwa Majelis Ulama Indonesia No: 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 tentang kesesatan paham pluralisme, liberalisme dan sekuarisme agama
Silahkan baca tulisan selengkapnya pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/06/21/apapun-pilihan-anda/
http://politik.kompasiana.com/2014/07/03/mendeskripsikan-revolusi-mental-662159.html
Tulisan sdr johnnie itu untuk mengklarifikasi istilah revolusi mental yang sudah diplintir kesana kemari. Penulisnya seorang Muslim aswaja.
Kejujuranlah yg dituntut dr Salah satu capres, bukan malah cuma memplagiat atau mengaku karya orang lain sebagai karyanya. Dan prestasi kerja yg Katanya hebat, adalah memang sudah sewajarnya dr seorang pejabat yg mengemban amanat raktyat (dan trnyata banyak cuti). Buat mas Woli, pelajaran dari perang shiffin, adalah lebih dr cukup, saat mana yahudi berniat membantu muawiyah, ditolak, untuk mengedepankan ukuwah dg sayyidina Ali. Dapat dilihat ke belakang saat jkw dan megawati, bertemu dg para dubes asing di rumah Jacob sutoyo, dan tanpa Ada publikasi terbuka apa yg diperbincangkan.
g3g3R anda baca tautan : http://politik.kompasiana.com/2014/07/03/mendeskripsikan-revolusi-mental-662159.html atau komentar hal lain ?
Kalau g3g3R sedang senang bertengkar silahkan jawab langsung ke :
http://politik.kompasiana.com/2014/05/31/ini-alasan-saya-tak-memilih-prabowo-658772.html
http://politik.kompasiana.com/2014/07/04/memilih-presiden-berintegritas-666183.html
http://politik.kompasiana.com/2014/07/04/mengapa-nomor-2-666181.html
dan banyak lagi.
Saya tidak ikut deh 🙂
Silahkan baca pula tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/06/06/klaim-dukungan/ dan https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/07/04/catut-nama-kiai/
Aduh lucunya Zon. Mudah-mudahan saya dapat menjaga diri.
Rev mental ga bisa diaplikasikan di pendidikan. Ngerti mas Woli..? Adalah sangat aneh, hanya percaya sihir pemikiran yg cm banyak tipuan. Cerminan dari pemilih untuk yg dipilih. Silahkan buat mas Woli untuk merevolusi mentalnya, seperti aidit mengganti nama ahmad mjd dipa nusantara. Tidak Ada larangan, kita sekedar mengajak untuk kebaikan.
Ketularan penyakit pilpres ? Silahkan istighfar. Baca kembali : http://politik.kompasiana.com/2014/07/03/mendeskripsikan-revolusi-mental-662159.html
Baca FW Taylor. Revolusi mental versi Taylor sangat aplikatif. Kenapa kita pada jadi very negative thinking ya ? Idenya Prabowo-Hatta juga ada bagusnya.
Saya cuma menyarankan agar blog ini adil, melihat dari dua sisi, wara’ (berhati-hati). Musuh imajinatif dalam diri kita lebih berbahaya daripada musuh diluar. Siapapun yang menang saya tidak pateken. Agama saya Islam, agama besar. Berdada lebar dan berjiwa besar.
Sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/06/30/di-belakang-petugas-partai/ bahwa pokok permasalahan atau keberatan yang disampaikan oleh beberapa ulama adalah terhadap orang-orang dibelakang Jokowi-JK terutama partai pendukung utamanya yakni PDI-P. yang membuat kebijakan yang akan dijalankan oleh Jokowi sebagai “petugas partai”
Hal yang harus kita ingat bahwa partai pendukung utama Jokowi-JK adalah PDIP yang merupakan fusi (gabungan) dengan partai-partai non muslim.
Sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/07/03/yang-bukan-radikal/ bahwa boleh kita bergaul dengan non muslim asalkan yang bukan radikal
Non muslim yang radikal adalah non muslim yang memerangi agama Islam atau anti Islam atau Islam Phobia atau pendukung deislamisasi
Firman Allah Ta’ala yang artinya, “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah [60]:8 )
Dikalangan petinggi PDIP yang merencanakan dan membuat kebijakan ada pula yang non muslim
Firman Allah Ta’ala yang artinya “Dan sabarkanlah dirimu beserta orang-orang yang menyeru Rabbnya di waktu pagi dan petang dengan mengharap keridhaan-Nya, dan janganlah kamu palingkan wajahmu dari mereka hanya karena kamu menghendaki perhiasan dunia, dan janganlah kamu ikuti orang-orang yang telah Kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami, dan menuruti hawa nafsunya, dan adalah keadaannya sangat melewati batas.” (QS. Al-Kahf [18] : 28)
Tujuan berpolitik adalah meraih kekuasaan, oleh karenanya sebaiknyalah umat Islam, apapun kelompok dan ormasnya memilih pemimpin yang merencanakan, membuat dan menjalankan kebijakan untuk kemasalahan umat Islam dan rakyat Indonesia pada umumnya sebagaimana yang telah diuraikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/06/14/berpolitik-meraih-kekuasaan/
Putra pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang Rembang KH Maimoen Zubair, KH Muhammad Najih MZ secara tegas menolak bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) Joko Widodo atau Jokowi. Menurut Gus Najih, panggilan akrabnya, tidak rela PPP berkoaliasi dengan partai kaum abangan yang anti Islam. sebagaimana yang diberitakan pada http://fpi.or.id/119-KH-Muhammad-Najih-Tak-Rela-PPP-Berkoalisi-dengan-Partai-Anti-Islam.html
Hal serupa disampaikan oleh Sekretaris DPW PPP Jateng, Suryanto SH pada http://news.detik.com/pemilu2014/read/2014/05/02/092146/2571075/1562/sekretaris-dpw-jateng-mayoritas-warga-ppp-tak-ingin-koalisi-dengan-pdip
****** awal kutipan ******
“Saya sekretaris DPW yang sering bertemu dengan konstituen di akar rumput hingga para pengurus struktural dari tingkat paling bawah hingga di tingkat pimpinan cabang maupun wilayah. Aspirasi paling kuat yang kami tangkap adalah mereka tidak menginginkan partai ini (PPP -red) berkoalisi dengan PDIP dalam Pilpres mendatang,” ujar Suryanto kepada wartawan di Solo, Jumat (2/5/2014) pagi.
Menurut Suryanto, ada berbagai alasan yang disampaikan oleh kader dan simpatisan PPP terkait aspirasi tersebut. Diantara yang sering disampaikan adalah sejumlah fakta bahwa selama ini PDIP dinilai kurang memperjuangkan aspirasi umat Islam, terutama dalam keputusan-keputusan politik yang diambil di parlemen. Sikap PDIP di parlemen itu dijadikan tolok ukur penting bagi warga PPP karena selama 10 tahun terakhir PDIP berada di luar pemerintahan sehingga kiprah perjuangan politiknya lebih banyak dilakukan di parlemen.
“PDIP dinilai banyak mementahkan UU yang mengatur kemaslahatan umat. PDIP sering menyampaikan sikap bertentangan dengan PPP dalam hal pengesahan regulasi bagi kemaslahatan umat. Hal-hal seperti itu menjadi catatan penting dan selalu diingat oleh konstituen kami untuk dijadikan pertimbangan menentukan arah pilihan dalam dukungannya terhadap bakal capres yang mengemuka saat ini,” paparnya
***** akhir kutipan *****
Wasekjen MUI Pusat, Ustadz Tengku Zulkarnaen menyatakan kekecewaannya karena masyarakat awam banyak yang belum mengetahui bahaya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan memilihnya dalam pemilu 2014 lalu. Ia juga mengatakan bahwa PDIP adalah partai yang anti Islam.
“Ini partai anti Islam. Kenapa banyak yang tidak tahu? Kita semua harus ngomong,” jelas beliau.
Hal itu dibuktikan dari berbagai produk legislasi Islami yang coba dijegal oleh PDIP.
“Semua RUU yang kita ajukan ke DPR dan berbau Islam, pasti PDI menolak. UU Pendidikan mereka walk out, UU Bank Syariah, UU Ekonomi Syariah mereka tidak setuju, UU Pornografi juga mereka tidak setuju. Nah, sekarang UU Jaminan Produk Halal untuk makanan dan obat-obatan mereka juga tidak setuju.” jelas beliau.
Ustadz Tengku Zulkarnaen juga mengingatkan bahwa “Selain itu, dalam pemilu 2014 lalu, PDI-P memasang 52% caleg non Muslim dalam Daftar Caleg Tetap-nya. PDI-P sendiri sebenarnya merupakan fusi dari partai Nasionalis dan partai Kristen seperti IPKI, PNI, Murba, Partai Katolik, dan Parkindo (Partai Kristen Indonesia)”
Uraian selengkapnya tentang mengapa PDIP dikenal sebagai partai yang cenderung anti Islam ada dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/06/27/parpol-anti-islam/
Selain itu, hal yang perlu diwaspadai oleh kaum muslim adalah kaum liberal dibelakang Jokowi-JK karena sudah ada fatwa Majelis Ulama Indonesia No: 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 tentang kesesatan paham pluralisme, liberalisme dan sekuarisme agama sebagaimana yang telah disampaikan contohnya pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/06/30/alasan-bicara-politik/
Mas Woli , bagaimana mo adil, sementara hampir seluruh gereja instruksikan jangan pilih Prabowo. Sementara mata mata tersebar di hampir setiap masjid mengawasi ceramah para khatib. Sudah butakah anda terhadap musuh di depan anda…? Ternyata yg anda butuhkan adalah Revolusi Akidah. Orang orang seperti mas Woli inilah yg mjd penusuk dr belakang dalam setiap perjuangan. Dan Jgn heran jika dalam pergaulanpun, anda termasuk kurang. Camkan itu..!
Hati saya terbuka untuk anda. JANGAN BAHAS PILPRES DISINI !!! Jelas ?
Dari awal pesan saya cuma itu.
Sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/06/30/alasan-bicara-politik/ salah seorang menyampaikan pendapatnya untuk melupakan pendapat para ulama yang berbicara masalah politik. Politik adalah kotor dan sering terkait dengan kepentingan dunia semata.
Tentulah ada alasan ulama berbicara masalah politik.
Tujuan berpolitik adalah meraih kekuasaan untuk bermasyarakat, bernegara demi kemasalahan umat Islam dan rakyat Indonesia pada umumnya.
Sedangkan tokoh-tokoh Islam terpaksa “turun tangan” salah satunya karena negara ini sedang “krisis” kepemimpinan.
Prabowo berharap agar masyarakat khususnya yang tinggal di pondok pesantren bisa ikut serta dalam pembangunan politik nasional sebagaimana yang diberitakan pada http://www.merdeka.com/politik/prabowo-ajak-masyarakat-pesantren-untuk-berpolitik.html
“Salah satu bentuk partisipasi itu adalah politik. Politik lah, yang sampai saat ini yang membawa kita untuk merealisasikan cara bagaimana kita bisa merubah nasib,” kata Prabowo seperti dalam keterangan persnya yang dikeluarkan Media Center Prabowo Subianto di Jakarta, Kamis (17/10)
Dalam kesempatan itu, Prabowo juga mengutip ayat di dalam Alquran yang berbunyi ‘Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum manakala kaum itu tidak berusaha untuk mengubah nasibnya sendiri’.
Artinya, lanjut Prabowo, dalam konteks mengubah nasib yang bersumber dari ayat Alquran tersebut menunjukkan bahwa sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bisa berguna bagi manusia lain dan manusia yang berjuang untuk hal yang lebih besar dari dirinya sendiri.
“Karena itu, kita harus hargai orang-orang yang mau dan sanggup untuk berpolitik. Menawarkan diri untuk mengabdi kepada rakyat, itulah arti sebenarnya politik,” jelasnya.
Dengan demikian, Prabowo menjelaskan bahwa yang menjadi tugas bangsa Indonesia sebagai rakyat adalah, bagaimana masyarakat bisa memilih pemimpin-pemimpin politik yang baik yang mengutamakan kepentingan rakyat melebihi kepentingan pribadi dan golongannya.
“Masa depan Indonesia harus ditentukan oleh seluruh rakyat Indonesia. Jangan mau kalau hanya ditentukan oleh segelintir elite di Jakarta,” tuturnya.
“Dan Rakyat harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Bahwa Indonesia adalah negara yang besar, negara yang sangat kaya tapi rakyat kita masih banyak yang miskin,” tambahnya.
Lebih jauh, Prabowo menjelaskan bahwa sejak dirinya menjadi letnan dan melakukan latihan militer di daerah Jampang Kulon Sukabumi beberapa tahun lalu, ia melihat kondisinya masih sama seperti dulu dengan sekarang.
Hal tersebut menurutnya terjadi karena kekayaan yang ada di kawasan Sukabumi ini tidak digunakan dengan efisien dan tidak digunakan deng baik. “Karena berdasarkan data yang saya miliki, Indonesia rugi tiap tahun Rp 1.000 triliun. Yang lebih lagi adalah, ada segelintir elite yang mencuri uang rakyat, dan uang itu digunakan untuk membeli dukungan politik yang melanggengkan kekuasaan mereka,” paparnya.
“Makanya Rakyat kita sampai kapanpun akan tetap miskin, Jika tidak ada perubahan. Intinya adalah rakyat harus memilih, mau terus seperti ini, terus miskin di tengah-tengah melimpahnya kekayaan bangsa kita, atau bangkit membangun Indonesia yang jauh lebih baik,” tandasnya.
Sedangkan tugas ulama adalah memberikan nasehat dan arahan bagi calon pemimpin negeri agar kelak dalam menjalankan roda pemerintahan tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah.
Pemimpin yang terpilih menjadi penguasa negeri maka dalam menjalankan roda pemerintahan seharusnya mentaati nasehat ulil amri sebenarnya yakni para fuqaha yang faqih dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/10/08/taatilah-para-fuqaha/
Dalam tabloid obor rahmatan lil alamin yang kami peroleh dari pendukung Jokowi-JK pada halaman 23 dimuat pernyataan dari KH Maimun Zubair “Saya pribadi cenderung ke pak JK”
Beliau tidak menyatakan “saya pribadi cenderung mendukung Jokowi” karena banyak pihak (termasuk hasil jajak pendapat rektor se-Indonesia) berpendapat bahwa yang pantas menjadi Presiden berdasarkan kompetensi adalah Jusuf Kalla namun permasalahannya tidak ada partai politik yang mengusung JK sebagai calon Presiden
Sedangkan kalau memilih antara capres Prabowo atau Jokowi maka KH Maimun Zubair mengeluarkan pernyataan dalam bentuk doa sebagaimana yang dapat kita ketahui dari http://www.facebook.com/photo.php?v=10152133941156179 atau pada http://www.youtube.com/watch?v=X1xgSPu8ZQE
KH. Maimoen Zubair berkata “dengan kemenangan pa Prabowo insya Allah Indonesia akan menjadi negara yang gemah ripah loh jinawi”
Habib Luthfi bin Yahya berkata: pemimpin itu harus berjiwa kesatria, untuk menjaga Agama dan martabat Bangsa, Insya Allah itu ada pada diri Bapak Prabowo
Tokoh intelektual NU, mantan ketua MK, Mahfud Md berkata “saya mendukung Prabowo Subianto karena Indonesia saat ini butuh pemimpin yang tegas dan ikhlas untuk mengangkat rakyat dari ketepurukan”
Berikut klarifikasi dari Muhammad Fakhrurrozi, Ketua II PP. Al Anwar yang diasuh oleh Hadlrotusysyai KH. Maimoen Zubair yang menyatakan bahwa tabloid obor rahmatan lil alamin telah mencatut nama guru besar KH. Maimoen Zubair , sebagaimana yang diberitakan pada http://ppalanwar.com/index.php/news/728/15/Klarifikasi-Terkait-Berita-di-Tabloid-Obor-Rahmatn-lil-Alamin.html
***** awal kutipan *****
Bahwa berita di atas adalah sebuah kedustaan dan fitnah yang sengaja disebarluaskan. Karena, KH. Maimoen Zubair sejak awal sudah menggagas agar pilihan Pilpres 9 Juli 2014 diberikan kepada Capres dan Cawapres nomer urut 1 dan beliau secara resmi telah memberi dukungan kepada PRABOWO-HATTA.
Belum lama ini, Beliau juga telah membuat pernyataan dukungan resmi untuk pasangan No. 1 dan telah disebarluaskan melalui rekaman video. klik di sini videonya http://www.youtube.com/watch?v=a1TeSOoLjW0
Beliau juga mendanai penyewaan bus untuk transportasi kampanye PRABOWO-HATTA di Rembang, sehari menjelang Romadlon besok.
Dan, hingga saat ini pun, kepada setiap tamu yang berkunjung di kediamannya, beliau selalu berpesan agar mereka memperjuangkan dan memenangkan pasangan PRABOWO-HATTA.
Beliau di hadapan para tamu juga sering menuturkan kebaikan dan keunggulan Bapak Hatta Rajasa, terlebih tentang, bahwa ia adalah salah seorang putra cucu Nabi Muhammad shallaallaahu ‘alaihi wa sallam karena ibu Bpk. Hatta Rajasa adalah seorang Syarifah bermarga al ‘Idrus.
***** akhir kutipan *****
Begitupula klarifikasi bahwa tabloid obor rahmatan lil alamin telah mencatut nama kiai dan MUI sebagaimana yang diberitakan pada http://posmetrobatam.com/2014/07/obor-jokowi-catut-nama-kiai-dan-mui/
****** awal kutipan ******
KH Ma’ruf Amin, selaku Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), membantah pernah memberikan pernyataan apapun pada tabloid Obor Rahmatan Lil Alamin sebuah media itu tandingan terhadap tabloid Obor Rakyat.
“Saya tidak pernah memberi pernyataan apapun ke Obor Rahmatan Lil Alamin. Saya meminta klarifikasi dari pihak Obor Rahmatan Lil Alamin,” tegas Kiai Ma`ruf di Jakarta, Selasa 1 Juli 2014.
Selain itu, Kiai Ma`ruf mendesak pengelola media pro ke pasangan calon presiden dan wakilnya, Jokowi-JK itu untuk meminta maaf kepada publik. Klarifikasi ini baginya sangatlah penting terutama jelang waktu pencoblosan yang tinggal beberapa hari lagi.
Kiai Ma`ruf memastikan sikapnya hingga saat ini netral dan tidak berpihak pada salah satu pasangan capres-cawapres. Apa yang dilakukan Obor Rahmatan Lil Alamin dianggapnya sebagai PENCATUTAN NAMA TANPA KLARIFIKASI.
****** akhir kutipan *****
Begitupula sebelumnya Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur (Jatim), KH Shalahuddin Wahid, membantah telah memberikan dukungan kepada pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla di Pemilihan Presiden (Pilpres) 9 Juli mendatang sebagaimana yang diberitakan pada http://www.republika.co.id/berita/pemilu/hot-politic/14/06/03/n6l7nu-sejumlah-kiai-sesalkan-klaim-sepihak-dukungan-jokowijk
***** awal kutipan ******
“Ah gak bener itu, siapa bilang? Kita gak mungkin mendukung yang kita sendiri gak tahu apa yang akan dia lakukan untuk pesantren ke depan,” kata kiai yang akrab disapa Gus Sholah itu, di Jakarta, Selasa (3/6).
Dia menegaskan, pihaknya tidak mempengaruhi para santri, alumni, dan masyarakat sekitar pesantren yang dipimpinnya untuk mendukung atau memilih salah satu pasangan capres-cawapres. “Sampai saat ini, saya tidak mendukung salah satu calon. Mereka bebas pilih siapa saja,” ujar adik kandung presiden RI keempat Gus Dur itu.
***** akhir kutipan *****
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU KH Masduki Baidlowi menyampaikan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin yang menjadi dalang, bukan wayang.sebagaimana arsip berita pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/06/16/firqah-di-putaran-pilpres/
“Maka kita lebih memilih Prabowo yang memiliki komitmen terhadap kemandirian nasional,” katanya.
KH. Dr. Zuhrul Anam Hisyam Leler Banyumas meyampaikan bahwa Indonesia butuh pemimpin yang tegas dan berwibawa yang disegani dan dihormati oleh pemimpin-pemimpin dunia, dan itu ada pada H. Prabowo Subianto sebagaimana informasi dari http://www.facebook.com/photo.php?fbid=515309108591852&set=a.108915092564591.10893.100003383019823
Begitupula berita seperti dari http://www.aktual.co/politik/141941inilah-alasan-ulama-dan-habib-jatim-dukung-prabowo
****** awal kutipan ******
Ratusan Ulama dan habib se-Jawa Timur sepakat memberikan dukungan kepada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo- Hatta pada Pilpres 9 Juli 2014 mendatang.
“Jadi Forum ulama dan habib di Jawa Timur termasuk area tapal kuda, setelah melakukan musyawarah dan menimbang secara syariat, kesimpulannya kita memberikan dukungan kepada pasangan Prabowo – Hatta,” ujar Habib Zaid Alwi Alkaf saat menghadiri forum silaturahmi ulama dan habib se-Jatim, di rumah salah tokoh agama di Surabaya, Ali Badri Zaini, Rabu (4/6).
“Jadi jangan melihat figur capres. Tapi siapa saja dikelilingnya dan pendukungnya seperti partai dan ormas Islam. Dan lagi ini demi kepentingan umat Islam di Indonesia,” lanjut Habib zaid Alwi alkaff
Sementara alim ulama Madura setapal kuda, KH Ainur Rahman asal Bangkalan yang turut hadir, juga memintah masyarakat untuk tidak golput. “Ingat!. Jangan golput. Jangan tekena money politik, sebab yang dipilih bukan sosok pasangan capres, tapi menentukan nasib umat Islam di Indonesia,” sahutnya.
***** akhir kutipan *****
Begitupula sebagaimana diberitakan pada http://beritajatim.com/nasional/207909/kyai_sepuh_sidoarjo_dukung_prabowo.html bahwa KH Sholeh Qosim pengasuh Ponpes Bahauddin Ngelom Sepanjang Taman, tidak pakai ‘tedeng aling-aling’ (basa basi) akan mendukung Prabowo sebagai Capres 2014 mendatang.
Ungkapan itu disampaikan mantan Pendiri PKB Sidoarjo saat acara silaturrahmi para Kyai NU di rumah H Nadhim Amir Jalan Yos Sudarso Sidoarjo. “Saya akan dukung Prabowo sebagai Presiden 2014,” ucap KH Soleh Qosim Sabtu (24/5/2014).
Dia menadaskan, pilihan itu dijatuhkan karena ia mendapatkan pesan dari KH Imam Muzakki Jember yang mengemukakan akan mendukung mantan Danjen Kopassus itu. “Kalau bukan KH Imam Muzakki, mungkin saya akan pikir-pikir,” tukasnya.
Dia menceritakan, pesan itu didapatkan saat KH Sholeh Qosim sowan ke pondok KH Imam Muzakki beberapa hari lalu. Namun saat tiba di Jember, tidak ketemu dan ditemui Gus Hilmy putra KH Imam Muzakky. Gus Hilmy juga berpesan akan mendukung Prabowo. Sepulang dari Jember, juga mampir ke Gus Firjon putra almarhum KH Ahmad Shddiq.
“Gus Firjon juga saya mintai dawuh soal capres nanti. Tidak lama, Gus Firjon lansung telpon KH Imam Muzakki dan meminta saya untuk pilih Prabowo. Pilihan ini akan saya pegang, dan akan saya sampaikan kepada semua tamu saya,” tuturnya.
Hadir dalam silaturrahmi Kyai-kyai Sidoarjo itu, Agoes Ali Masyhuri Tulangan, KH Sholeh Qosim Taman, KH Rofiq Siradj Jabon, KH Nurul Huda dan KH Abd Rohim Buduran, KH Abdi Manaf Sukodono, H Utsman Ikhsan Gedangan, KH Hasyim Ahmad Tanggulangin, KH Syafii Jabon dan ulama lainnya.
Ketua Forum Komunikasi Kiai Kampung Jawa Timur (FK3JT) KH Fahrur Rozi didampingi sejumlah kiai kampung dan sejumlah kiai pemangku pondok pesantren dari Pasuruan, Probolinggo, Kediri, Bondowoso, Situbondo, Sidoarjo, Bangkalan dan beberapa daerah lain di Surabaya, Kamis (22/5/2014) menyatakan bahwa kedua orang tersebut memiliki kriteria pemimpin yang sesuai dengan keinginan kiai yakni memiliki ketegasan, lugas dan cepat dalam menyelesaikan persoalan bangsa serta sosoknya sederhana, tampil apa adanya dan bersih dari KKN
“Insya Allah pasangan yang ideal ini mampu menjadikan negara ini Baldatun Thayyibatun Wa Robbun Ghafur,”
“Sebelum mendeklarasikan dukungan, kami juga sowan dengan para kiai sepuh, seperti KH Nawawi Abdul Jalil (Ponpes Sidogiri Pasuruan) dan KH Abdullah Kafabi (Ponpes Lirboyo Kediri). Mereka juga sepakat mendukung Prabowo-Hatta,” tegas Gus Fahrur sapaan akrab KH Fahrur Rozi sebagaimana yang diberitakan pada http://beritajatim.com/politik_pemerintahan/207716/kiai_kampung_dukung_prabowo,_awcb_ke_jokowi.html
Sebagaimana diberitakan pada http://beritajatim.com/nasional/207810/lirboyo_deklarasi_dukung_capres_prabowo.html bahwa dukungan para kiai sepuh di berbagai daerah di Jawa Timur terhadap capres dan cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa ternyata juga diikuti keluarga besar Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo Kediri. Para pengasuh mengeluarkan tausiyah berisi instruksi dan himbauan memilih pasangan Prabowo-Hatta.
Inilah Tausiyah tersebut ” Dalam upaya ikhtiyar memilih pemimpin Bangsa Indonesia untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta menjaga akidah Islam Ahlussunnah wal Jamaah, KH. Idris Marzuqi, KH. Moh. Anwar Mansur dan KH. Abdulloh Kafabihi Mahrus menginstruksikan kepada seluruh alumni dan menghimbau kepada masyarakat agar mendukung dan memilih H. Prabowo Subianto dan Ir. Hatta Rajasa pada pemilu presiden yang akan dilaksanakan pada hari Rabu, 9 Juli 2014″
Begitupula para Habib, contohnya Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Ali AlHabsyi di depan Majlis Ta’lim Habib Ali AlHabsyi Kwitang Jakarta pada tanggal 18 Mei 2014 menyatakan dukungannya bagi Prabowo karena melihat keadaan yang krisis dalam kepemimpinan dan dengan doa dan harapan agar negeri ini menjadi baik dan bermartabat sebagaimana kabar pada http://www.facebook.com/noerozil.neuerterry/posts/407362986071899 atau dalam video pada http://www.youtube.com/watch?v=aHKIajGzpUk namun suaranya kurang jelas.
Habib Muhammad Rizieq bin Husin Syihab menyampaikan bahwa DPP FPI dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 ISTIQOMAH menyerukan umat Islam agar tetap memberikan suaranya untuk PARTAI ISLAM yaitu PPP, PKS dan PBB dengan menitipkan 10 Amanat Perjuangan Islam kepada Capres dan Cawapres yang didukung oleh Ketiga PARTAI ISLAM tersebut sebagaimana yang tercantum pada http://fpi.or.id/122-Sikap%20Politik%20FPI%20Menjelang%20Pilpres%202014.html
Cak Anam (Choirul Anam) tokoh NU Jatim mengatakan bahwa warga Jatim sangat mendambakan pemimpin yang jujur dan tegas. Jujur dalam artian apa adanya, tidak mengada-ada ataupun berpura-pura
“Misalnya, kalau biasa naik becak ya tetap naik becak. Biasa naik mobil, ya naik mobil. Bukan naik bajaj tapi besoknya pakai Alphard atau jet pribadi. Itu bukan kejujuran namanya,” ungkap cak Anam sebagaimana yang diberitakan pada http://web.inilah.com/read/detail/2108744/cak-anam-prabowo-bisa-juara-di-jatim
Sedangkan pada http://suarapubliknews.net/index.php/peristiwa-6/item/1977-gerak-aswaja-dan-10-elemen-jatim-nyatakan-dukung-prabowo-hatta Choirul Anam, menuturkan bahwa dirinya beberapa hari yang lalu ditelpon wartawan dari ibukota. Ditanya perihal kesediannya mau menjadi panitia pemenangan Prabowo.
“Saya jawab bahwa saya sudah lama mendukung Prabowo, jauh sebelum ini.
Ini pemimpin unik, karena ingin membawa rakyatnya maju. Saya banyak bicara dengan pemimpin-pemimin nasional, tapi tidak seperti ini,” ujar Cak Anam, panggilan akrab Choirul Anam.
Ditanya apa tidak takut dengan Prabowo, khan terkesan angker? Cak Anam menuturkan bahwa selama berdiskusi dengannya , Prabowo terkesan bersahabat dan hangat dalam diskusi
“Jadi itu digambarkan oleh orang luar. Hatinya bagus dan bersahabat. Jadi gambaran selama ini merugikan Prabowo,” jelasnya.
Pendiri dan Pimpinan Pondok Pesantren Daarut Tahid Bandung KH Abdullah Gymnastiar mengingatkan bahwa pada masa awal reformasi , ada seorang jenderal petinggi TNI yang amat disegani dan selalu menjadikan umat Islam sebagai target kebenciannya (deislamisasi) dan Prabowo lah perwira militer yang terang-terangan membela umat Islam dan tak rela melihat umat Islam dipinggirkan sebagaimana arsip berita pada http://nasional.inilah.com/read/detail/2101958/aa-gym-sambut-gembira-deklarasi-prabowo-hatta
Berikut kutipannya
****** awal kutipan *****
Menurut Aa Gym dirinya sudah mengenal Prabowo pada tahun 1990-an, saat Prabowo menyandang jabatan Danjen Kopassus.
Pada saat itu, ada seorang jenderal petinggi TNI yang amat disegani dan selalu menjadikan umat Islam sebagai target kebenciannya.
“Setahu saya, pada waktu itu hanya Prabowo yang terang-terangan membela umat Islam. Ini kenangan luar biasa saya tentang sosok Prabowo yang sulit dilupakan. Ia perwira militer yang tak rela melihat umat Islam dipinggirkan. Karena alasan ini, saya mendukung Prabowo,” ujarnya.
******* akhir kutipan ******
Kalau kita mengingat masa lalu maka dapat diketahui bahwa Gus Dur pernah meminta pendukungnya dan pendukung PKB memilih Gerindra sebagaimana yang diberitakan pada http://nasional.kompas.com/read/2009/03/14/1602566/gus.dur.dukung.prabowo
“Sekarang saya perkenalkan Mas Bowo kepada warga PKB. Saya minta warga PKB memilih Gerindra dan Mas Bowo,” katanya.
Gus Dur berpendapat bahwa Prabowo paling ikhlas kepada rakyat karena banyak yang dia bikin (perbuat) untuk rakyat sebagaimana video yang di unggah (upload) pada http://www.youtube.com/watch?v=WWw-XXUCQIQ
Pernyataan Gus Dur inilah yang menjadikan pegangan para pengurus Yayasan Alkhairat pimpinan Habib Ali Muhammad Al-Jufri sebagaimana yang diberitakan pada http://www.jpnn.com/read/2014/06/03/238230/Pernyataan-Gus-Dur-Jadi-Dasar-Alkhairat-Dukung-Prabowo-
“Jawaban Gus Dur tersebut jadi dasar bagi Yayasan Al-Khairat mendukung Prabowo-Hatta,” ujar ketua Harian Yayasan Al-Khairat Abdul Karim DL yang juga anggota DPD 2004-2009 dari daerah pemilihan Sulawesi Tengah
Kita tidak banyak tahu apa yang diperbuat Prabowo untuk rakyat Indonesia kemungkinannya karena jauh dari publikasi media.
Perbuatan yang jauh dari publikasi media mungkin yang dimaksud oleh Gus Dur dengan “paling ikhlas”
Apa yang diperbuat oleh Prabowo bagi rakyat yang jauh dari publikasi media contohnya telah diarsip pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/06/10/yang-paling-ikhlas/
Kalau kita meninjau masa lampau, PKB menolak dengan tegas segala kemungkinan untuk berkoalisi dengan PDIP sebagaimana yang diberitakan pada http://news.detik.com/read/2004/04/21/175937/128496/10/pkb-tolak-koalisi-dengan-pdip
****** awal kutipan *******
PKB menolak dengan tegas segala kemungkinan untuk berkoalisi dengan PDIP pada Pemilu presiden dan wapres mendatang. PKB masih menyimpan beban psikologis atas sikap Megawati yang mengecewakan. Hal itu ditegaskan Wakil Ketua Umum PKB Mahfud MD kepada wartawan usai melakukan pertemuan dengan Ketua Umum PKS Hidayat Nurwahid, di kantor DPP PKS, Jl. Mampang Prapatan, Jakarta, Rabu (21/4/2004).
“Kami tidak akan berkoalisi dengan PDIP. Hal itu sangat sulit terjadi. Karena PKB mempunyai beban psikologis terhadap PDIP,” jelas Mahfud yang didampingi Ketua Umum PKB Alwi Shihab.
Beban psikologis itu yaitu PKB kecewa dengan sikap Megawati yang terkesan mendukung Matori Abdul Djalil, saat PKB Alwi berusaha menyelesaikan kasus kudeta yang menyebabkan perpecahan PKB itu.
“Jadi orang seperti itu tak mungkin bersungguh-sungguh untuk melakukan koalisi dengan PKB,” kata Mahfud.
Kendala kedua untuk berkoalisi dengan PDIP, PKB tak yakin PDIP bisa memberantas KKN di Indonesia.
“Dengan pengalaman pemerintahan PDIP selama ini kami tak yakin PDIP bisa memberantas KKN di negara ini. Jadi tidak mungkin kita akan berkoalisi dengan PDIP.”
Ditanya kemungkinan PDIP melamar Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi, Mahfud menyatakan, PKB tidak terkait dengan hal tersebut.
“Lamaran PDIP terhadap Hasyim sama sekali tidak melibatkan PKB maupun NU. Melainkan secara pribadi dengan Hasyim. Jadi PKB tak terkait dengan hal ini,” demikian Mahfud MD.
****** akhir kutipan ******
Mahfud MD bersikap konsisten. Ketika beliau tidak mendapatkan jalur “mendekat” ke PDIP untuk memperjuangkan kaum nadliyin dan rakyat Indonesia pada umumnya maka beliau mencari alternatif yang memiliki visi dan misi perjuangan yang sama,
Hal ini diungkapkan Mahfud seusai meminta restu kepada KH Nawawi Abdul Jalil, pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri, Kraton, Pasuruan, Selasa (20/5) sebagaimana yang diberitakan pada http://www.berita57.com/view/detail_kabar/2006/Menolak-Kecewa-Tidak-Jadi-Cawapres-Jokowi,-Mahfud-MD-Jadi-Ketua-Timses-Prabowo-Hatta
Berikut kutipannya
***** awal kutipan *****
“Ini masalah ide dan perjuangan umat,” ungkap Mahfud. Mahfud berkunjung ke KH Nawawi Abdul Jalil di Ponpes Sidogiri didampingi Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf, Rabu (21/5).
“Saya sampaikan tentang keputusan saya membantu pemenangan Prabowo, demi perjuangan kaum nadliyin dan rakyat Indonesia pada umumnya. Perjuangan yang damai dan sejahtera yang punya arah yang jelas di dalam membawa negara ini,” ujarnya.
****** akhir kutipan ******
Alasan Mahfud Md bergabung dengan Prabowo – Hatta karena adanya kesamaan dalam platform visi misi yang diperjuangkan bersama sebagaimana yang diberitakan pada http://nasional.kompas.com/read/2014/05/21/0930049/Apa.Alasan.Mahfud.MD.Terima.Tawaran.Prabowo.
***** awal kutipan *****
Direktur MMD Initiative Masduki Baidlowi mengatakan, ada sejumlah alasan yang menjadi pertimbangan Mahfud menerima tawaran tersebut. Salah satunya, kata dia, karena adanya kesamaan platform dengan apa yang akan diperjuangkan pasangan Prabowo-Hatta.
“Dalam memperjuangkan sesuatu, harus ada kesamaan dalam platform visi misi yang diperjuangkan bersama. Kalau kami lihat, platform yang disampaikan Pak Prabowo dalam konteks ekonomi sangat bagus. Kemudian, ditawarkan bagaimana kalau bergabung? Kalau enggak ada tawaran, Pak Mahfud juga tidak akan mengajukan diri,” kata Masduki saat dihubungi Kompas.com, Rabu (21/5/2014).
Ia mengungkapkan, setelah tawaran datang, Mahfud bersama tim mempelajari platform dan agenda yang diusung pasangan Prabowo-Hatta. “Kesamaan platform untuk diperjuangkan jadi titik inti kenapa kami mempertimbangkan tawaran itu,” jelasnya.
**** akhir kutipan *****
Dari situs berita tersebut pula Mahfud menyampaikan bahwa “Kami ini santri, kalau santri taat kepada kiai. Selama ini yang dukung Pak Mahfud adalah kiai dan ulama. Kami tidak ada artinya tanpa didukung ulama dan kiai. Para kiai selama ini sama pandangannya dengan Pak Prabowo”
Sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/06/30/di-belakang-petugas-partai/ bahwa pokok permasalahan atau keberatan yang disampaikan oleh beberapa ulama adalah terhadap orang-orang dibelakang Jokowi-JK terutama partai pendukung utamanya yakni PDI-P. yang membuat kebijakan yang akan dijalankan oleh Jokowi sebagai “petugas partai”
Hal yang harus kita ingat bahwa partai pendukung utama Jokowi-JK adalah PDIP yang merupakan fusi (gabungan) dengan partai-partai non muslim.
Sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/07/03/yang-bukan-radikal/ bahwa boleh kita bergaul dengan non muslim asalkan yang bukan radikal
Non muslim yang radikal adalah non muslim yang memerangi agama Islam atau anti Islam atau Islam Phobia atau pendukung deislamisasi
Firman Allah Ta’ala yang artinya, “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah [60]:8 )
Dikalangan petinggi PDIP yang merencanakan dan membuat kebijakan ada pula yang non muslim
Firman Allah Ta’ala yang artinya “Dan sabarkanlah dirimu beserta orang-orang yang menyeru Rabbnya di waktu pagi dan petang dengan mengharap keridhaan-Nya, dan janganlah kamu palingkan wajahmu dari mereka hanya karena kamu menghendaki perhiasan dunia, dan janganlah kamu ikuti orang-orang yang telah Kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami, dan menuruti hawa nafsunya, dan adalah keadaannya sangat melewati batas.” (QS. Al-Kahf [18] : 28)
Tujuan berpolitik adalah meraih kekuasaan, oleh karenanya sebaiknyalah umat Islam, apapun kelompok dan ormasnya memilih pemimpin yang merencanakan, membuat dan menjalankan kebijakan untuk kemasalahan umat Islam dan rakyat Indonesia pada umumnya sebagaimana yang telah diuraikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/06/14/berpolitik-meraih-kekuasaan/
Putra pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang Rembang KH Maimoen Zubair, KH Muhammad Najih MZ secara tegas menolak bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) Joko Widodo atau Jokowi. Menurut Gus Najih, panggilan akrabnya, tidak rela PPP berkoaliasi dengan partai kaum abangan yang anti Islam. sebagaimana yang diberitakan pada http://fpi.or.id/119-KH-Muhammad-Najih-Tak-Rela-PPP-Berkoalisi-dengan-Partai-Anti-Islam.html
Hal serupa disampaikan oleh Sekretaris DPW PPP Jateng, Suryanto SH pada http://news.detik.com/pemilu2014/read/2014/05/02/092146/2571075/1562/sekretaris-dpw-jateng-mayoritas-warga-ppp-tak-ingin-koalisi-dengan-pdip
****** awal kutipan ******
“Saya sekretaris DPW yang sering bertemu dengan konstituen di akar rumput hingga para pengurus struktural dari tingkat paling bawah hingga di tingkat pimpinan cabang maupun wilayah. Aspirasi paling kuat yang kami tangkap adalah mereka tidak menginginkan partai ini (PPP -red) berkoalisi dengan PDIP dalam Pilpres mendatang,” ujar Suryanto kepada wartawan di Solo, Jumat (2/5/2014) pagi.
Menurut Suryanto, ada berbagai alasan yang disampaikan oleh kader dan simpatisan PPP terkait aspirasi tersebut. Diantara yang sering disampaikan adalah sejumlah fakta bahwa selama ini PDIP dinilai kurang memperjuangkan aspirasi umat Islam, terutama dalam keputusan-keputusan politik yang diambil di parlemen. Sikap PDIP di parlemen itu dijadikan tolok ukur penting bagi warga PPP karena selama 10 tahun terakhir PDIP berada di luar pemerintahan sehingga kiprah perjuangan politiknya lebih banyak dilakukan di parlemen.
“PDIP dinilai banyak mementahkan UU yang mengatur kemaslahatan umat. PDIP sering menyampaikan sikap bertentangan dengan PPP dalam hal pengesahan regulasi bagi kemaslahatan umat. Hal-hal seperti itu menjadi catatan penting dan selalu diingat oleh konstituen kami untuk dijadikan pertimbangan menentukan arah pilihan dalam dukungannya terhadap bakal capres yang mengemuka saat ini,” paparnya
***** akhir kutipan *****
Wasekjen MUI Pusat, Ustadz Tengku Zulkarnaen menyatakan kekecewaannya karena masyarakat awam banyak yang belum mengetahui bahaya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan memilihnya dalam pemilu 2014 lalu. Ia juga mengatakan bahwa PDIP adalah partai yang anti Islam.
“Ini partai anti Islam. Kenapa banyak yang tidak tahu? Kita semua harus ngomong,” jelas beliau.
Hal itu dibuktikan dari berbagai produk legislasi Islami yang coba dijegal oleh PDIP.
“Semua RUU yang kita ajukan ke DPR dan berbau Islam, pasti PDI menolak. UU Pendidikan mereka walk out, UU Bank Syariah, UU Ekonomi Syariah mereka tidak setuju, UU Pornografi juga mereka tidak setuju. Nah, sekarang UU Jaminan Produk Halal untuk makanan dan obat-obatan mereka juga tidak setuju.” jelas beliau.
Ustadz Tengku Zulkarnaen juga mengingatkan bahwa “Selain itu, dalam pemilu 2014 lalu, PDI-P memasang 52% caleg non Muslim dalam Daftar Caleg Tetap-nya. PDI-P sendiri sebenarnya merupakan fusi dari partai Nasionalis dan partai Kristen seperti IPKI, PNI, Murba, Partai Katolik, dan Parkindo (Partai Kristen Indonesia)”
Uraian selengkapnya tentang mengapa PDIP dikenal sebagai partai yang cenderung anti Islam ada dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/06/27/parpol-anti-islam/
Selain itu, hal yang perlu diwaspadai oleh kaum muslim adalah kaum liberal dibelakang Jokowi-JK karena sudah ada fatwa Majelis Ulama Indonesia No: 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 tentang kesesatan paham pluralisme, liberalisme dan sekuarisme agama sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/07/08/liberalisme-haram/