Mereka menuduh umat Islam yang mengamalkan sholawat Nariyah telah terjerumus perbuatan musyrik
IRONISNYA mereka menamakan situs atau websitenya mengatasnamakan muslim NAMUN mereka berpendapat bahwa umat Islam yang mengamalkan sholawat Nariyah telah terjerumus perbuatan musyrik karena menurut mereka termasuk berdoa atau meminta kepada selain Allah AKIBAT mereka memahami syair sholawat Nariyah dengan MAKNA DZAHIR
Berikut kutipan pendapat mereka dari contoh tulisan mereka pada https://muslim.or.id/54-shalawat-nariyah.html
***** awal kutipan *****
“Sesungguhnya aqidah tauhid yang diserukan oleh Al-Qur’an Al Karim dan diajarkan kepada kita oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan kepada setiap muslim untuk meyakini bahwa Allah semata yang berkuasa untuk melepaskan ikatan-ikatan di dalam hati, menyingkirkan kesusahan-kesusahan, memenuhi segala macam kebutuhan dan memberikan permintaan orang yang sedang meminta kepada-Nya.
Oleh sebab itu seorang muslim TIDAK BOLEH BERDOA kepada SELAIN Allah demi menghilangkan kesedihan atau menyembuhkan penyakitnya meskipun yang diserunya adalah malaikat utusan atau Nabi yang dekat (dengan Allah)”
***** akhir kutipan *****
Berikut kutipan penjelasan ulama dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah yakni Habib Munzir Al Musawa.
***** awal kutipan *****
Kalimat tersebut seharusnya dipahami dengan makna majaz (makna metaforis , makna kiasan) bahwa Beliau shallallahu alaihi wasallam pembawa Al Qur’an, pembawa hidayah, pembawa risalah, yang dengan itu semualah terurai segala ikatan dosa dan sihir, hilang segala kesedihan yaitu dengan sakinah, khusyu dan selamat dari siksa neraka, dipenuhi segala kebutuhan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dicapai segala keinginan dan kesudahan yang baik yaitu husnul khatimah dan sorga,
Ini adalah kiasan saja dari sastra balaghah Arab dari cinta, sebagaimana pujian Abbas bin Abdulmuttalib ra kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam dihadapan Beliau shallallahu alaihi wasallam :
“… dan engkau (wahai Nabi shallallahu aalaihi wasallam) saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang, dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala shahihain hadits no.5417), tentunya bumi dan langit tidak bercahaya terang yang terlihat mata, namun kiasan tentang kebangkitan risalah.
Sebagaimana ucapan Abu Hurairah ra : “Wahai Rasulullah, bila kami dihadapanmu maka jiwa kami khusyu” (shahih Ibn Hibban hadits no.7387), “Wahai Rasulullah, bila kami melihat wajahmu maka jiwa kami khusyu” (Musnad Ahmad hadits no.8030)
Semua orang yang mengerti bahasa arab memahami ini, Cuma kalau mereka tak faham bahasa maka langsung memvonis musyrik, tentunya dari dangkalnya pemahaman atas tauhid.
mengenai kalimat diminta hujan dengan wajahnya yang mulia, adalah cermin dari bertawassul pada beliau saw para sahabat sebagaimana riwayat shahih Bukhari.
mengenai bacaan 4444X atau lainnya itu adalah ucapan sebagian ulama, tidak wajib dipercayai dan tidak ada larangan untuk mengamalkannya
***** akhir kutipan *****
Begitupula kita boleh mengungkapkan kecintaan kepada Rasulullah sebagaimana kita ingin mengungkapkannya dengan pujian kita sendiri atau dengan sholawat-sholawat buatan sendiri atau yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah selama matan (redaksi) sholawat atau pujian tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits.
Contohnya Imam Asy-Syafi’i menyusun dan merutinkan kebiasaan sholawat atas Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang mana sholawat itu belum pernah disusun oleh ulama-ulama sebelumnya dan termuat dalam kitab Beliau yang berjudul Ar-Risalah yaitu:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ كُلَّمَا ذَكَرَهُ الذَّاكِرُوْنَ وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرِهِ الْغَافِلُونَ
(Artinya: ”Ya Allah, limpakanlah shalawat atas Nabi kami, Nabi Muhammad, selama orang-orang yang ingat menyebut-Mu dan orang-orang yang lalai melupakan untuk menyebut-Mu.”)
Atau
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ . وَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ مَنْ لَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِ . وَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا أَمَرْتَ بِالصَّلاَةِ عَلَيْهِ . وَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا تُحِبُّ أَنْ يُصَلَّى عَلَيْهِ . وَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا تَنْبَغِي الصَّلاَةُ عَلَيْهِ.
Artinya: ”Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad sebanyak jumlah orang yang bershalawat kepadanya, limpahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad sebanyak jumlah orang yang tidak bershalawat kepadanya, limpahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad sebagaimana shalawat yang Engkau perintahkan kepadanya, limpahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad sebagaimana Engkau suka agar dibacakan shalawat atasnya, dan limpahkanlah pula shalawat kepada Nabi Muhammad sebagaimana selayaknya ucapan shalawat atasnya.”
Begitupula sholawat atau syair pujian bagi Rasulullah diiringi musik hal yang umum dilakukan pada masa Rasulullah yakni seperti ketika resepsi pernikahan.
Telah menceritakan kepada kami Musaddad Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Al Mufadldlal Telah menceritakan kepada kami Khalid bin Dzakwan ia berkata; Ar Rubayyi’ binti Mu’awwidz bin ‘Afran berkata; suatu ketika, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan masuk saat aku membangun mahligai rumah tangga (menikah). Lalu beliau duduk di atas kasurku, sebagaimana posisi dudukmu dariku. Kemudian para budak-budak wanita pun memukul rebana dan mengenang keistimewaan-keistimewaan prajurit yang gugur pada saat perang Badar. Lalu salah seorang dari mereka pun berkata, “Dan di tengah-tengah kita ada seorang Nabi, yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari.” Maka beliau bersabda: “Tinggalkanlah ungkapan ini, dan katakanlah apa yang ingin kamu katakan.” (HR Bukhari 4750 atau versi Fathul Bari 5147)
Haditsnya dapat dibaca secara daring (online) pada http://hadits.in/bukhari/4750
Dalam riwayat di atas , Rasulullah shallallahu alaihi wasallam hanya mengkoreksi syair yang berbunyi “Dan di tengah-tengah kita ada seorang Nabi, yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari” karena Rasulullah mengetahui sebatas apa yang diwahyukanNya sehingga Rasulullah memerintahkan untuk meninggalkan syair atau ungkapan itu saja.
Rasulullah telah bersabda bahwa barangsiapa yang MENUDUH MUSYRIK namun mereka KELIRU ketika BERHUJJAH dengan Al Qur’an maka “Al Qur’an menjadi bencana” bagi mereka karena tuduhan akan kembali kepada si penuduh sehingga mereka terjerumus MURTAD yakni keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya.
Rasulullah memang telah menubuatkan dalam sabdanya bahwa kelak akan bermunculan orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah Penduduk Najed dari bani Tamim yakni orang-orang yang sangat luar biasa ibadahnya. Baik shalatnya, puasanya, juga bacaan Al Qur’annya.
Nubuat berasal dari bahasa Arab, “Nurbuwwah” yang berarti “cahaya kenabian”.
Pengertian nubuat adalah pesan dari Allah Ta’ala yakni pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa masa akan datang maupun lampau yang diwahyukan kepada para Nabi atau diilhamkan (diajarkan) Allah Ta’ala kepada para kekasih (wali Allah).
Bahkan Rasulullah menyebut ibadah yang dilakukan para Sahabat tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan yang dilakukan oleh orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah Penduduk Najed dari bani Tamim.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِي يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَيْسَ قِرَاءَتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ بِشَيْءٍ
“Akan muncul suatu kaum dari umatku yang pandai membaca Al-Qur’an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka.
وَلَا صَلَاتُكُمْ إِلَى صَلَاتِهِمْ بِشَيْءٍ
Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka.
وَلَا صِيَامُكُمْ إِلَى صِيَامِهِمْ بِشَيْءٍ
Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian.
يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسِبُونَ أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ
Mereka membaca Al-Qur’an dan mereka menyangka bahwa Al-Qur’an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al-Qur’an itu adalah (bencana) atas mereka.
لَا تُجَاوِزُ صَلَاتُهُمْ تَرَاقِيَهُمْ
Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan.
يَمْرُقُونَ مِنْ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ
Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya. (HR Muslim 1773 atau Syarh Shahih Muslim 1066)
Haditsnya dapat dibaca secara daring (online) pada http://hadits.in/muslim/1773
Dalam riwayat di atas, Rasulullah telah bersabda bahwa orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah Penduduk Najed dari bani Tamim adalah orang-orang yang shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan yakni shalat mereka tidak mempengaruhi atau tidak sampai ke hati mereka sehingga mereka berakhlak buruk yakni GEMAR TAKFIRI (mengkafirkan) atau MENUDUH MUSYRIK namun mereka KELIRU ketika BERHUJJAH dengan Al Qur’an maka “Al Qur’an menjadi bencana” bagi mereka karena tuduhan akan kembali kepada si penuduh sehingga mereka terjerumus MURTAD yakni keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya.
Dari Hudzaifah Radhiyallahu anhu, Rasulullah bersabda,
إنَّ أخوفَ ما أخاف عليكم رجل قرأ القرآن، حتى إذا رُئيت بهجته عليه وكان ردءاً للإسلام، انسلخ منه ونبذه وراء ظهره، وسعى على جاره بالسيف ورماه بالشرك، قلت: يا نبيَّ الله! أيُّهما أولى بالشرك: الرامي أو المرمي؟ قال: بل الرامي
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah seseorang yang telah membaca al-Qur’an, sehingga ketika telah tampak kebagusannya terhadap al-Qur’an dan dia menjadi pembela Islam, dia terlepas dari al-Qur’an, membuangnya di belakang punggungnya, dan menyerang tetangganya dengan pedang dan menuduhnya musyrik”. Aku (Hudzaifah) bertanya, “Wahai nabi Allah, siapakah yang lebih pantas disebut musyrik, penuduh atau yang dituduh?”. Beliau menjawab, “Penuduhnya”. (HR. Al-Bukhari dalam At-Tarikh, Abu Ya’la, Ibnu Hibban dan Al-Bazzar)
Dzul Khuwaishirah tokoh penduduk Najed dari bani Tamim walaupun termasuk salaf / sahabat (bertemu dengan Rasulullah) namun tidak mendengarkan dan mengikuti Rasulullah melainkan mengikuti pemahaman atau akal pikirannya sendiri sehingga menjadikannya SOMBONG dan DURHAKA kepada Rasulullah yakni MERASA LEBIH PANDAI dari Rasulullah sehingga berani menyalahkan dan mencela atau menghardik Rasulullah ketika pembagian harta rampasan perang.
Berikut riwayat yang menjelaskan bahwa Dzul Khuwaishirah ADALAH tokoh penduduk NAJED yang LEBIH MENYUKAI HARTA daripada ilmu dari Rasulullah sehingga Rasulullah membujuk hati mereka agar tetap dapat menerima ajaran Islam dengan pembagian harta rampasan perang
Dari Abu Sa’id berkata; Orang-orang Quraisy marah dengan adanya pembagian itu. kata mereka, “Kenapa pemimpin-pemimpin NAJED yang diberi pembagian oleh Rasulullah, dan kita tidak dibaginya?” maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun menjawab, “Sesungguhnya aku lakukan yang demikian itu, untuk membujuk hati mereka.”
Sementara itu, datanglah laki-laki BERJENGGOT tebal, pelipis menonjol, mata cekung, dahi menjorok dan kepalanya DIGUNDUL. Ia berkata, “Wahai Muhammad! Takutlah Anda kepada Allah!”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Siapa pulakah lagi yang akan menaati Allah, jika aku sendiri telah mendurhakai-Nya? Allah memberikan ketenangan bagiku atas semua penduduk bumi, maka apakah kamu tidak mau memberikan ketenangan bagiku?” (HR Muslim 1762 atau versi Syarh Shahih Muslim 1064)
Haditsnya dapat dibaca secara daring (online) pada http://hadits.in/muslim/1762
Berikut riwayat yang menjelaskan bahwa Dzul Khuwaishirah tokoh penduduk NAJED ADALAH dari bani TAMIM.
Dari Abu Sa’id Al Khudriy radliallahu ‘anhu berkata; Ketika kami sedang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedang membagi-bagikan pembagian(harta), datang Dzul Khuwaishirah, seorang laki-laki dari BANI TAMIM, lalu berkata; Wahai Rasulullah, tolong engkau berlaku adil. Maka beliau berkata: Celaka kamu!. Siapa yang bisa berbuat adil kalau aku saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh kamu telah mengalami keburukan dan kerugian jika aku tidak berbuat adil. (HR Bukhari 3341 atau versi Fathul Bari 3610)
Haditsnya dapat dibaca secara daring (online) pada http://hadits.in/bukhari/3341
Jadi masuk akallah atau logislah kalau orang-orang pada ZAMAN NOW (masa sekarang) yang mendalami ilmu agama secara otodidak (shahafi) sehingga TERJERUMUS KESOMBONGAN MENOLAK KEBENARAN dan menyalahkan, menganggap sesat atau bahkan mengkafirkan, menghalalkan darah dan membunuh umat Islam karena “nenek moyang mereka” yakni Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim MENYALAHKAN Rasulullah.
Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim adalah CONTOH orang-orang yang merasa sebagai GHUROBA namun dalam pengertian MENGASINGKAN DIRI yakni MENYEMPAL KELUAR dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham) PADA zaman Salafus Sholeh sehingga mereka disebut FIRQAH atau KAUM KHAWARIJ.
KHAWARIJ adalah bentuk jamak, dan mufradnya adalah dari kata KHARIJ. Kata KHARIJ adalah isim fa’il dari fi’il madhi KHARAJA yang artinya KELUAR.
Sebutan KHAWARIJ berlaku tidak sebatas pemberontak NAMUN berlaku bagi siapa saja yang menganggap sesat, menuduh musyrik dan bahkan menghalalkan darah dan membunuh umat Islam karena mereka KELIRU BERHUJJAH atau KELIRU MEMAHAMI Al Qur’an dan Hadits SEHINGGA mereka MENGASINGKAN DIRI atau MENYEMPAL KELUAR dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham).
Mereka MENGASINGKAN DIRI atau MENYEMPAL KELUAR karena mereka menganggap atau menuduh mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham) telah rusak padahal mereka sendirilah yang rusak
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab; Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Suhail bin Abu Shalih dari Bapaknya dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata; Aku membaca Hadits Malik dari Suhail bin Abu Shalih dari Bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Apabila ada seseorang yang berkata; ‘Celakalah (rusaklah) manusia’, maka sebenarnya ia sendiri yang lebih celaka (rusak) dari mereka. (HR Muslim 4755)
Contohnya ulama madzhab al-Maliki, Al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki, ulama terkemuka abad 12 Hijriah dan semasa dengan pendiri Wahhabi, berkata dalam Hasyiyah ‘ala Tafsir al-Jalalain bahwa firqah Wahabi termasuk firqah Khawarij
هَذِهِ اْلآَيَةُ نَزَلَتْ فِي الْخَوَارِجِ الَّذِيْنَ يُحَرِّفُوْنَ تَأْوِيْلَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَيَسْتَحِلُّوْنَ بِذَلِكَ دِمَاءَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَمْوَالَهُمْ كَمَا هُوَ مُشَاهَدٌ اْلآَنَ فِيْ نَظَائِرِهِمْ وَهُمْ فِرْقَةٌ بِأَرْضِ الْحِجَازِ يُقَالُ لَهُمُ الْوَهَّابِيَّةُ يَحْسَبُوْنَ أَنَّهُمْ عَلىَ شَيْءٍ أَلاَ إِنَّهُمْ هُمُ الْكَاذِبُوْنَ. (حاشية الصاوي على تفسير الجلالين، ٣/٣٠٧).
“Ayat ini turun mengenai orang-orang KHAWARIJ, yaitu mereka yang mendistorsi penafsiran al-Qur’an dan Sunnah, dan oleh sebab itu mereka menghalalkan darah dan harta benda kaum Muslimin sebagaimana yang terjadi dewasa ini pada golongan mereka, yaitu kelompok di negeri Hijaz yang disebut dengan aliran Wahhabiyah, mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat), padahal merekalah orang-orang pendusta.” (Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain, juz 3, hal. 307).
Dari kalangan ulama madzhab Hanafi, al-Imam Muhammad Amin Afandi yang populer dengan sebutan Ibn Abidin, juga berkata dalam kitabnya, Hasyiyah Radd al-Muhtar sebagai berikut:
مَطْلَبٌ فِي أَتْبَاعِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ الْخَوَارِجِ فِيْ زَمَانِنَا :كَمَا وَقَعَ فِيْ زَمَانِنَافِيْ أَتْبَاعِ ابْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ الَّذِيْنَ خَرَجُوْا مِنْ نَجْدٍ وَتَغَلَّبُوْا عَلَى الْحَرَمَيْنِ وَكَانُوْايَنْتَحِلُوْنَ مَذْهَبَ الْحَنَابِلَةِ لَكِنَّهُمْ اِعْتَقَدُوْا أَنَّهُمْ هُمُ الْمُسْلِمُوْنَ وَأَنَّ مَنْ خَالَفَاعْتِقَادَهُمْ مُشْرِكُوْنَ وَاسْتَبَاحُوْا بِذَلِكَ قَتْلَ أَهْلِ السُّنَّةِ وَقَتْلَ عُلَمَائِهِمْ حَتَى كَسَرَ اللهُشَوْكَتَهُمْ وَخَرَبَ بِلاَدَهُمْ وَظَفِرَ بِهِمْ عَسَاكِرُ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَ ثَلاَثٍ وَثَلاَثِيْنَ وَمِائَتَيْنِوَأَلْفٍ.” اهـ (ابن عابدين، حاشية رد المحتار، ٤/٢٦٢).
“Keterangan tentang pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, kaum KHAWARIJ pada masa kita. Sebagaimana terjadi pada masa kita, pada pengikut Ibn Abdil Wahhab yang keluar dari Najd dan berupaya keras menguasai dua tanah suci. Mereka mengikuti madzhab Hanabilah. Akan tetapi mereka meyakini bahwa mereka saja kaum Muslimin, sedangkan orang yang berbeda dengan keyakinan mereka adalah orang-orang musyrik. Dan oleh sebab itu mereka menghalalkan membunuh Ahlussunnah dan para ulamanya sampai akhirnya Allah memecah kekuatan mereka, merusak negeri mereka dan dikuasai oleh tentara kaum Muslimin pada tahun 1233 H.” (Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘ala al-Durr al-Mukhtar, juz 4, hal. 262).
Begitupula ulama madzhab Hanbali, al-Imam Muhammad bin Abdullah bin Humaid al-Najdi berkata dalam kitabnya al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah ketika menulis biografi Syaikh Abdul Wahhab, ayah pendiri Wahhabi, sebagai berikut:
وَكَذَلِكَ ابْنُهُ سُلَيْمَانُ أَخُوْ مُحَمَّدٍ كَانَ مُنَافِيًا لَهُ فِيْ دَعْوَتِهِ وَرَدَّ عَلَيْهِ رَدًّا جَيِّداًبِاْلآَياَتِ وَاْلآَثاَرِ وَسَمَّى الشَّيْخُ سُلَيْمَانُ رَدَّهُ عَلَيْهِ ( فَصْلُ الْخِطَابِ فِي الرَّدِّ عَلىَمُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ ) وَسَلَّمَهُ اللهُ مِنْ شَرِّهِ وَمَكْرِهِ مَعَ تِلْكَ الصَّوْلَةِ الْهَائِلَةِ الَّتِيْأَرْعَبَتِ اْلأَبَاعِدَ فَإِنَّهُ كَانَ إِذَا بَايَنَهُ أَحَدٌ وَرَدَّ عَلَيْهِ وَلَمْ يَقْدِرْ عَلَى قَتْلِهِ مُجَاهَرَةًيُرْسِلُ إِلَيْهِ مَنْ يَغْتَالُهُ فِيْ فِرَاشِهِ أَوْ فِي السُّوْقِ لَيْلاً لِقَوْلِهِ بِتَكْفِيْرِ مَنْ خَالَفَهُوَاسْتِحْلاَلِ قَتْلِهِ. اهـ (ابن حميد النجدي، السحب الوابلة على ضرائح الحنابلة، ٢٧٥).
“Demikian pula putra beliau, Syaikh Sulaiman (kakak Muhammad bin Abdul Wahhab), juga menentang terhadap dakwahnya dan membantahnya dengan bantahan yang baik berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Syaikh Sulaiman menamakan bantahannya dengan judul Fashl al-Khithab fi al-Radd ‘ala Muhammad bin Abdul Wahhab. Allah telah menyelamatkan Syaikh Sulaiman dari keburukan dan tipu daya adiknya meskipun ia sering melakukan serangan besar yang mengerikan terhadap orang-orang yang jauh darinya. Karena setiap ada orang yang menentangnya, dan membantahnya, lalu ia tidak mampu membunuhnya secara terang-terangan, maka ia akan mengirim orang yang akan menculik dari tempat tidurnya atau di pasar pada malam hari karena pendapatnya yang mengkafirkan dan menghalalkan membunuh orang yang menyelisihinya.” (Ibn Humaid al-Najdi, al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah, hal. 275).
Pada kenyataannya orang-orang yang hidup pada zaman NOW (sekarang) atau zaman Khalaf (kemudian) TETAPI mereka merasa atau mengaku-ngaku mengikuti Salaf (terdahulu) dan menisbatkan sebagai Salafi dan mengaku pula sebagai kalangan modernis sehingga mereka dijuluki juga sebagai Salafi Kontemporer adalah,
Orang-orang yang secara TERANG-TERANGAN melanggar larangan Rasulullah yakni mereka memahami atau “kembali” kepada Al Qur’ an dan Hadits secara SHAHAFI (otodidak) menurut akal pikiran mereka sendiri.
Rasulullah bersabda “Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad).
Boleh kita menggunakan segala macam wasilah atau alat atau sarana dalam menuntut ilmu agama seperti buku, internet, audio, video dan lain lain NAMUN kita harus mempunyai guru untuk tempat kita bertanya.
Orang yang berguru tidak kepada guru tapi kepada buku saja maka ia tidak akan menemui kesalahannya karena buku tidak bisa menegur tapi kalau guru bisa menegur jika ia salah atau jika ia tak faham ia bisa bertanya, tapi kalau buku jika ia tak faham ia hanya terikat dengan pemahaman dirinya sendiri menurut akal pikirannya sendiri.
Contohnya ulama panutan atau rujukan bagi firqah Wahabi yakni Ibnu Taimiyah (W 728H) dikenal sebagai seorang yang memahami atau “kembali” kepada Al Qur’an dan Hadits secara shahafi (otodidak) menurut akal pikirannya sendiri sebagaimana informasi dari kalangan mereka sendiri pada http://zakiaassyifa.wordpress.com/2011/05/10/biografi-tokoh-islam/
***** awal kutipan *****
Ibn Taimiyah juga seorang otodidak yang serius. Bahkan keluasan wawasan dan ketajaman analisisnya lebih terbentuk oleh berbagai literatur yang dia baca dan dia teliti sendiri.
***** akhir kutipan *****
Begitupula ulama Najed dari bani Tamim, Muhammad bin Abdul Wahhab (W 1206H) adalah juga seorang SHAHAFI yakni seorang yang mendalami ilmu agama secara otodidak menurut akal pikirannya sendiri yang MENGANGKAT KEMBALI KEBID’AHAN Ibnu Taimiyah (W 728H) sebelum bertaubat SETELAH Ibnu Taimiyah wafat lebih dari 450 tahun sehingga diberi julukan “duplikat (salinan) Ibnu Taimiyah” sebagaimana contoh informasi dari kalangan mereka sendiri pada http://rizqicahya.wordpress.com/2010/09/01/imam-muhammad-bin-abdul-wahhab-bag-ke-1/
***** awal kutipan *****
Untuk itu, beliau mesti mendalami benar-benar tentang aqidah ini melalui kitab-kitab hasil karya ulama-ulama besar di abad-abad yang silam.
Di antara karya-karya ulama terdahulu yang paling terkesan dalam jiwanya adalah karya-karya Syeikh al-Islam Ibnu Taimiyah.
Demikianlah meresapnya pengaruh dan gaya Ibnu Taimiyah dalam jiwanya, sehingga Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab bagaikan duplikat (salinan) Ibnu Taimiyah.
Lengkaplah sudah ilmu yang diperlukan oleh seorang yang pintar yang kemudian dikembangkan sendiri melalui metode otodidak (belajar sendiri) sebagaimana lazimnya para ulama besar Islam mengembangkan ilmu-ilmunya. Di mana bimbingan guru hanyalah sebagai modal dasar yang selanjutnya untuk dapat dikembangkan dan digali sendiri oleh yang bersangkutan
***** akhir kutipan *****
Jadi pada kenyataannya orang-orang yang merasa atau mengaku-ngaku mengikuti Salaf (terdahulu) dan menisbatkan sebagai Salafi adalah,
Mereka yang TERKECOH atau TERKELABUI oleh Ibnu Taimiyah yang MELABELI MAZHAB atau METODE PEMAHAMANNYA sebagai MAZHAB atau MANHAJ Salaf dan pengikutnya menisbatkannya sebagai pemahaman Salafi sebagaimana fatwanya dalam Majmu Fatawa 4/149
***** awal kutipan *****
Barangsiapa mengingkari penisbatan kepada salaf dan mencelanya, maka perkataannya terbantah dan tertolak ‘karena tidak ada aib untuk orang-orang yang menampakkan mazhab salaf dan bernisbat kepadanya bahkan hal itu wajib diterima menurut kesepakatan ulama, karena MAZHAB SALAF itu PASTI BENAR
***** akhir kutipan *****
Ibnu Taimiyah terjerumus DURHAKA (‘Aashin) kepada Allah Ta’ala karena mengingkari MAKNA MAJAZ dalam firman Allah Ta’ala (Al Qur’an) sebagaimana yang tercantum dalam Ma’alim Ushulil Fiqh hal. 114-115 dan contohnya dikutip pada https://hanifnurfauzi.wordpress.com/2009/04/11/belajar-ushul-fiqh-makna-haqiqi-dan-majazi/
Padahal dalam percakapan antar manusia saja dikenal MAKNA DZAHIR (makna tersurat) dan MAKNA MAJAZ (makna tersirat)
Ibnu Taimiyah dalam kitabnya yang berjudul Al Iman hal. 94 mengatakan,
***** awal kutipan *****
فهذا بتقدير أن يكون في اللغة مجاز ، فلا مجاز في القرآن ، بل وتقسيم اللغة إلى حقيقة ومجاز تقسیم مبتدع محدث لم ينطق به السلف
“maka ini adalah dengan prakiraan adanya bentuk majaz dalam bahasa. Sementara dalam al-Qur’an tidak ada bentuk majaz.
Bahkan pembagian bahasa kepada hakikat (makna dzahir) dan majaz adalah pembagian bid’ah, perkara baharu yang tidak pernah diungkapkan oleh para ulama Salaf.
***** akhir kutipan *****
Bahkan Ibnu Qoyyim al Jauziyah (w 751 H) murid dari Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa MAJAZ adalah THAGHUT yang KETIGA (Ath thaghut Ats Tsalits), karena menurut Beliau dengan adanya MAJAZ, akan membuka pintu bagi ahlu tahrif untuk menafsirkan ayat dan hadist dengan makna yang menyimpang (As Showa’iqul Mursalah 2/632)
Berikut contoh PERSELISIHAN pada zaman dahulu antara ulama dari firqah Wahabi yang meneruskan KEBID’AHAN Ibnu Taimiyah (W 728H) sebelum bertaubat dengan Syaikh Abdullah al-Syanqithi, salah seorang ulama kharismatik yang dikenal hafal Sirah Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Sedangkan dari pihak Wahabi yang mendebatnya, di antaranya seorang ulama mereka yang tuna netra dan buta hati.
Kebetulan perdebatan berkisar tentang teks-teks al-Qur’an dan hadits yang berkenaan dengan sifat-sifat Allah.
Mereka bersikeras bahwa teks-teks tersebut harus diartikan secara literal dan tekstual, dan tidak boleh diartikan secara kontekstual dan majazi.
Si tuna netra itu juga mengingkari adanya majaz dalam al-Qur’an. Bahkan lebih jauh lagi, ia menafikan majaz dalam bahasa Arab, karena taklid buta pada pendapat Ibn Taimiyah dan Ibn al-Qayyim.
Lalu Syaikh Abdullah al-Syanqithi berkata kepada si tuna netra itu:
“Apabila Anda berpendapat bahwa majaz itu tidak ada dalam al-Qur’an, maka sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam al-Qur’an:
“Dan Barangsiapa yang buta di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS. al-Isra’ : 72).
Berdasarkan ayat di atas, apakah Anda berpendapat bahwa setiap orang yang tuna netra di dunia, maka di akhirat nanti akan menjadi lebih buta dan lebih tersesat, sesuai dengan pendapat Anda bahwa dalam al-Qur’an tidak ada majaz?”
Mendengar sanggahan Syaikh al-Syanqithi, ulama Wahhabi yang tuna netra itu pun menjerit dan memerintahkan agar Syaikh al-Syanqithi dikeluarkan dari majlis perdebatan.
Kemudian si tuna netra itu meminta kepada Ibn Saud agar mendeportasi al-Syanqithi dari Hijaz.
Akhirnya ia pun dideportasi ke Mesir. Kisah ini dituturkan oleh al-Hafizh Ahmad al-Ghumari dalam kitabnya, Ju’nat al-’Aththar sebagaimana yang dikutip pada https://debatsalafi.wordpress.com/2012/03/19/ulama-wahabi-buta-mata-buta-hati/
Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al Maidah [5] ayat 54 bahwa jika bermunculan orang-orang yang MURTAD karena tuduhan musyrik KEMBALI kepada mereka AKIBAT mereka KELIRU BERHUJJAH dengan Al Qur’an maka HIJRAHLAH dan MERUJUKLAH kepada para ulama dari kalangan kekasih Allah (Wali Allah) yakni
- Orang-orang yang Allah Ta’ala mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya
- Mereka bersikap lemah lembut terhadap sesama muslim
- Mereka bersikap keras yakni dalam pengertian tegas atau berpendirian terhadap orang-orang kafir
- Mereka berjihad di jalan Allah dalam pengertian bergembira dalam menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya
- Mereka tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela yakni celaan orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras (tegas / berpendirian) terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Maidah [5]:54)
Abu Musa al-Asy’ari meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda , “Allah akan mendatangkan suatu kaum yang dicintai-Nya dan mereka mencintai Allah”. Bersabda Nabi shallallahu alaihi wasallam, “mereka adalah kaummu Ya Abu Musa, orang-orang Yaman”.
Ibnu Jarir meriwayatkan, ketika dibacakan tentang ayat tersebut di depan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau berkata, “Kaummu wahai Abu Musa, orang-orang Yaman”.
Dari Jabir, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya mengenai ayat tersebut, maka Rasul menjawab, ‘Mereka adalah ahlu Yaman dari suku Kindah, Sukun dan Tajib’.
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani telah meriwayatkan suatu hadits dalam kitabnya berjudul Fath al-Bari, dari Jabir bin Math’am dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata, ‘Wahai ahlu Yaman kamu mempunyai derajat yang tinggi. Mereka seperti awan dan merekalah sebaik-baiknya manusia di muka bumi’
Dalam Jami’ al-Kabir, Imam al-Suyuthi meriwayatkan hadits dari Salmah bin Nufail, ‘Sesungguhnya aku menemukan nafas al-Rahman dari sini’. Dengan isyarat yang menunjuk ke negeri Yaman”. Masih dalam Jami’ al-Kabir, Imam al-Sayuthi meriwayatkan hadits marfu’ dari Amru ibnu Usbah , berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, ‘Sebaik-baiknya lelaki, lelaki ahlu Yaman‘.
Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Siapa yang mencintai orang-orang Yaman berarti telah mencintaiku, siapa yang membenci mereka berarti telah membenciku”
Begitupula Rasulullah bersabda bahwa jika telah timbul FITNAH dari orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim sehingga timbul perselisihan atau bahkan pembunuhan terhadap umat la ilaha illallah karena perbedaan pendapat maka hijrahlah dan ikutilah (merujuklah) kepada pendapat Ahlul Hadramaut, Yaman.
Diriwayatkan dari Ibnu Abi al-Shoif dalam kitab Fadhoil al-Yaman, dari Abu Dzar al-Ghifari, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Kalau terjadi fitnah pergilah kamu ke negeri Yaman karena disana banyak terdapat keberkahan’
Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah al-Anshari, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Dua pertiga keberkahan dunia akan tertumpah ke negeri Yaman. Barang siapa yang akan lari dari fitnah, pergilah ke negeri Yaman, Sesungguhnya di sana tempat beribadah’
Abu Said al-Khudri ra meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Pergilah kalian ke Yaman jika terjadi fitnah, karena kaumnya mempunyai sifat kasih sayang dan buminya mempunyai keberkahan dan beribadat di dalamnya mendatangkan pahala yang banyak’
Rasulullah telah menyampaikan bahwa ahlul Yaman adalah orang-orang yang mudah menerima kebenaran, mudah terbuka mata hatinya (ain bashiroh) dan banyak dikaruniakan hikmah (pemahaman yang dalam terhadap Al Qur’an dan Hadits) sebagaimana Ulil Albab
Dan telah menceritakan kepada kami Amru an-Naqid dan Hasan al-Hulwani keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Ya’qub -yaitu Ibnu Ibrahim bin Sa’d- telah menceritakan kepada kami bapakku dari Shalih dari al-A’raj dia berkata, Abu Hurairah berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Telah datang penduduk Yaman, mereka adalah kaum yang paling lembut hatinya. Fiqh ada pada orang Yaman. Hikmah juga ada pada orang Yaman. (HR Muslim 74)
Dari Abi Hurairah (radiyallahu ‘anhu) dari Nabi (Shalallahu ‘alaihi wassallam) beliau bersabda : “Telah datang kepada kalian Ahlul Yaman, mereka orang yang lemah lembut hatinya, Iman itu
Berkata para Ulama’ tentang arti hadits di atas :
Al-Hafidz Ibn Rajab Al-Hanbali (Rahimahullah Ta’ala) telah menggambarkan Ahlul Yaman, berkata (rahimahullah) : “Mereka orang-orang yang sedikit berbicara akan tetapi banyak beramal, oleh karena mereka orang-orang yang beriman, dan diantara arti Iman adalah beramal”.
Berkata As-Safaarini (Rahimahullah Ta’ala) : “Dan yang dimaksud bahwa Nabi (Shalallahu ‘alaihi wassalam) menyifatkan hati-hati mereka (orang-orang Yaman) dengan lemah lembut hatinya adalah bahwa mereka memilki hubungan yang erat untuk membela agama dari segala tipu-daya yang menyesatkan dan dari syahwat (hawa nafsu) yang diharamkan”. [Tsulatsiyaat Musnad Al-Imam Ahmad (1/698-699)].
Berkata Abu B4k4r Ibnul ‘Arabi (Rahimahullah Ta’ala) : “Adapun pujian Ar-Rasul (Shalallahu ‘alaihi wassalam) untuk negara Yaman karena penduduk negeri tersebut orang-orang yang menolong agama dan penjaga agama Islam dan yang memberikan perlindungan kepada Ar-Rasul (Salallahu ‘Alaihi Wa Salam). Adapun arti dari “Al-Hikmah” adalah karena amalan mereka berdasarkan ilmu dan itulah orang-orang Yaman”. [‘Aridlo Al-Ahwadzi (9/45).
Alhamdulillah, umat Islam pada umumnya dan khususnya umat Islam di Nusantara mendapatkan pengajaran agama dari para ulama yang berasal dari Hadramaut, Yaman yang bersumber dari ulama kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah yakni dari apa yang disampaikan oleh Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain ra yang bermazhab dengan Imam Syafi’i.
Imam Ahmad Al Muhajir , sejak Abad 7 H di Hadramaut Yaman, beliau menganut madzhab Syafi’i dalam fiqih , Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam akidah (i’tiqod) mengikuti Imam Asy’ari (bermazhab Imam Syafi’i) dan Imam Maturidi (bermazhab Imam Hanafi) serta tentang akhlak atau tentang ihsan mengikuti ulama-ulama tasawuf muktabaroh yang bermazhab dengan Imam Mazhab yang empat.
Di Hadramaut kini, akidah dan madzhab Imam Al Muhajir yang adalah Sunni Syafi’i, terus berkembang sampai sekarang, dan Hadramaut menjadi kiblat kaum sunni yang “ideal” karena kemutawatiran sanad serta kemurnian agama dan aqidahnya.
Dari Hadramaut (Yaman), anak cucu Imam Al Muhajir menjadi pelopor dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan India, kepulauan Melayu dan Indonesia. Mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang mengenalkan kalimat syahadah, mereka berjuang dan berdakwah dengan kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan, tanpa pasukan , tetapi mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan. Juga ada yang ke daerah Afrika seperti Ethopia, sampai kepulauan Madagaskar. Dalam berdakwah, mereka tidak pernah bergeser dari asas keyakinannya yang berdasar Al Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas.
Prof.Dr.H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) dalam majalah tengah bulanan “Panji Masyarakat” No.169/ tahun ke XV11 15 februari 1975 (4 Shafar 1395 H) halaman 37-38 menjelaskan bahwa pengajaran agama Islam diajarkan langsung oleh para ulama keturunan cucu Rasulullah mulai dari semenanjung Tanah Melayu, Nusantara dan Philipina
Berikut kutipan penjelasan Buya Hamka
***** awal kutipan *****
“Rasulallah shallallahu alaihi wasallam mempunyai empat anak-anak lelaki yang semuanya wafat waktu kecil dan mempunyai empat anak wanita. Dari empat anak wanita ini hanya satu saja yaitu (Siti) Fathimah yang memberikan beliau shallallahu alaihi wasallam dua cucu lelaki dari perkawinannya dengan Ali bin Abi Thalib.
Dua anak ini bernama Al-Hasan dan Al-Husain dan keturunan dari dua anak ini disebut orang Sayyid jamaknya ialah Sadat. Sebab Nabi sendiri mengatakan, ‘kedua anakku ini menjadi Sayyid (Tuan) dari pemuda-pemuda di Syurga’. Dan sebagian negeri lainnya memanggil keturunan Al-Hasan dan Al-Husain Syarif yang berarti orang mulia dan jamaknya adalah Asyraf.
Sejak zaman kebesaran Aceh telah banyak keturunan Al-Hasan dan Al-Husain itu datang ketanah air kita ini. Sejak dari semenanjung Tanah Melayu, kepulauan Indonesia dan Pilipina.
Harus diakui banyak jasa mereka dalam penyebaran Islam diseluruh Nusantara ini.
Diantaranya Penyebar Islam dan pembangunan kerajaan Banten dan Cirebon adalah Syarif Hidayatullah yang diperanakkan di Aceh.
Syarif kebungsuan tercatat sebagai penyebar Islam ke Mindanao dan Sulu. Yang pernah jadi raja di Aceh adalah bangsa Sayid dari keluarga Jamalullail, di Pontianak pernah diperintah bangsa Sayyid Al-Qadri.
Di Siak oleh keluaga Sayyid bin Syahab, Perlis (Malaysia) dirajai oleh bangsa Sayyid Jamalullail. Yang dipertuan Agung 111 Malaysia Sayyid Putera adalah Raja Perlis. Gubernur Serawak yang ketiga, Tun Tuanku Haji Bujang dari keluarga Alaydrus.
Kedudukan mereka dinegeri ini yang turun temurun menyebabkan mereka telah menjadi anak negeri dimana mereka berdiam. Kebanyakan mereka jadi Ulama. Mereka datang dari hadramaut dari keturunan Isa Al-Muhajir dan Fagih Al-Muqaddam. Yang banyak kita kenal dinegeri kita yaitu keluarga Alatas, Assegaf, Alkaff, Bafaqih, Balfaqih, Alaydrus, bin Syekh Abub4k4r, Alhabsyi, Alhaddad, Al Jufri, Albar, Almusawa, bin Smith, bin Syahab, bin Yahya …..dan seterusnya.
Kesimpulan dari makalah Prof.Dr.HAMKA: Baik Habib Tanggul di Jawa Timur dan Almarhum Habib Ali di Kwitang, Jakarta, memanglah mereka keturunan dari Ahmad bin Isa Al-Muhajir yang berpindah dari Bashrah/Iraq ke Hadramaut, dan Ahmad bin Isa ini cucu yang ke tujuh dari cucu Rasulallah shallallahu ‘alaihi wasallam Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib.”
***** akhir kutipan *****
Contoh silsilah para Wali Songo pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/wp-content/uploads/2011/03/silsilah-para-walisongo.jpg
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
RISALAH (REMAJA ISLAM MASJID AL IKLASH)
Membantah Asy Ariyah Menolak Ayat Tangan Allah,
TANGAN ALLAH BAGAIMANANYA HANNYA ALLAH YANG TAU ! SEBAB TAK ADA PENJELASAN (DALIL HUJJAH BAGAIMANANYA
* ISLAM TELAH SEMPURNA TAK PERLU FILSAFAT BUATAN BARAT.
Telah sempurnalah syariat Rabbmu (Al-Qur’an) sebagai syariat yang benar dan adil.
Tidak ada satu pihak pun yang mampu mengubah syariat-syariat-Nya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
(al-An’am : 115).
Sementara Dialah yang telah menurunkan kitab (Al-Qur’an) kepada kalian dengan terperinci
(al-An’am : 114).
* (Dia adalah) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu.
Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya
(al-Jin : 26—27).
* Allah Memiliki Dua Tangan
Di antara sifat Allah ‘azza wa jalla adalah memiliki dua tangan. Hal ini berdasarkan firman Allah ‘azza wa jalla,
بَلۡ يَدَاهُ مَبۡسُوطَتَانِ يُنفِقُ كَيۡفَ يَشَآءُۚ
(Tidak demikian), tetapi kedua tangan Allah terbuka;
Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki
(al-Maidah : 64).
* Dua tangan kanan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِينٌ
Dan kedua tangan Allah itu kanan.(HR. Muslim).
* “Dan telah Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (an-Nahl: 89)
PENJELASAN SAHABAT NABI YANG BENAR BUKAN PENJELASAN FILSAFAT YANG DI PAKAI AGAMA ASY ARIYAH.
Sahabat Abdullah bin Mas’ud z berkata, “Segala ilmu dan segala sesuatu telah dijelaskan kepada kita di dalam Al-Qur’an.”
Al-Imam Ibnu Katsir t berkata, “Penjelasan Abdullah bin Mas’ud di atas bersifat lebih umum dan lebih universal, karena Al-Qur’an mencakup segala bentuk ilmu yang bermanfaat, baik dalam bentuk berita tentang berbagai kejadian yang telah lalu maupun ilmu tentang segala sesuatu yang akan datang. Al-Qur’an juga mengandung penjelasan tentang seluruh hukum yang halal dan haram serta penjelasan tentang segala sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia, baik dalam urusan dunia maupun agama mereka.” (Tafsir Ibni Katsir)
* TAK ADA PEMAHAMAN YANG SELAMAT SELAIN PEMAHAMAN PEMIKIRAN SAHABAT NABI SELAINNYA SESAT MENYIMPANG DAN DI JAHANNAM.
Rasulullah n pun bersabda:
إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِيٌّ قَبْلِي إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ
“Sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun yang diutus sebelumku melainkan wajib atasnya untuk menunjukkan umatnya kepada segala kebaikan yang dia ketahui untuk umat mereka. Wajib pula atasnya untuk memperingatkan umatnya dari segala kejelekan yang dia ketahui yang dapat membahayakan umatnya.” (HR. Muslim, dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash c)
Dikatakan kepada sahabat Salman al-Farisi z:
قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ؟
“Apakah benar bahwa Nabi kalian n telah mengajarkan segala sesuatu, sampai pun permasalahan buang hajat?”
Beliau z pun mengatakan:
أَجَلْ، لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ
“Tentu. Sungguh Nabi kami telah melarang kami menghadap kiblat ketika buang air besar dan buang air kecil. Beliau juga melarang kami beristinja’ dengan tangan kanan, melarang beristinja’ menggunakan batu kurang dari tiga buah, dan melarang kami beristinja’ menggunakan kotoran hewan atau tulang.” (HR. Muslim, dari sahabat Salman al-Farisi z)
* LANCANG NYA ASY ARIYAH TERHADAP ALLAH DAN MELAMPAUI BATAS MENOLAK ADANYA AYAT TANGAN ALLAH DAN TELINGA ALLAH MATA ALLAH DST
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.” (al-’Alaq: 6—7)
* AGAMA ASY ARIYAH MEYAKINI (AKIDAH) FILSAFAT DALAM MEMAHAMI ISLAM YANG SEMPURNA INI BER ARTI JELAS MENURUT KESESATAN ASY ARIYAH ISLAM TIDAK SEMPURNA SEHINGGA BUTUH FILSAFAT TASAWUF.
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin ?”
(al-Maidah: 49—50)
* AGAMA ASY ARIYAH MEYAKINI SESUATU SELAIN DARI ALLAH DAN MEREKA BUKAN AHLUS SUNNAH DAN BUKAN AJARAN ISLAM MEREKA MENGIKUTI UCAPAN TOKOH KAFIR FILOSOF WALAU BERPAKAIAN ISLAM.
Ikutilah syariat yang diturunkan kepada kalian dari Rabb kalian dan janganlah kalian mengikuti pemimpin-pemimpin selainnya. Sungguh sangat sedikit kalian mengambil pelajaran (darinya).” (al-A’raf: 3)
Ketika menafsirkan ayat di atas, al-Imam Ibnu Katsir berkata, “Maksudnya, janganlah kalian keluar meninggalkan hukum-hukum yang dibawa oleh Rasulullah n menuju sumber hukum yang lain. Dengan begitu, kalian telah keluar dari hukum Allah l kepada hukum selainnya.” (Tafsir Ibnu Katsir)
* AGAMA ASY SYAIROH MATURIDIYAH JELAS DAN GAMBLANG BUKAN AJARAN ISLAM MURNI TETAPI DI MIX CAMPUR.
Allah l juga berfirman:
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama ini), maka ikutilah syariat tersebut dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (al-Jatsiyah: 18)
* AGAMA AJARAN KEYAKINAN KAUM SUFI ASY ARIYAH MATURIDIYAH ENGGAN SULIT ALOT SAAT DI INGATKAN DI NASIHATI DI SAMPAIKAN DALIL HUJJAH YANG HAQ DARI ALLAH DAN ROSULNYA DAN PEMAHAMAN SALAF DALAM BER ISLAM MEREKA GEMAR BERDEBAT DAN ITU CIRI JAHILIYAH DAN KAUM MUNAFIQ DAN MUSYRIKIIN.
Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.”
Larangan mengikuti hawa nafsu orang-orang yang berhukum kepada selain hukum Allah l sengaja diulangi oleh Allah l dua kali karena sikap tersebut memang sangat berbahaya dan banyak memalingkan kaum mukminin dari berhukum dengan syariat Allah l kepada hukum-hukum jahiliah. (Lihat Taisirul Karimirrahman)
* AGAMA ASY ARIYAH HANNYA NUMPANG TENAR MENYEBUT SAHABAT AL ASY ARY FAKTA TAK SESUAI PENGAKUAN JUGA MENGAKU AHLUS SUNNAH SYAFI’IYAH JAUH DARI AJARAN ROSULULLAH SHOLALLAHU ALAIHI WA SALLAM.
Peringatan keras dari Allah l agar berhati-hati dari sikap enggan berhukum kepada syariat-Nya, baik dalam urusan yang sedikit maupun banyak, dalam perkara yang kecil maupun besar.
Hal ini sebagaimana firman-Nya:
“Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian syariat yang telah diturunkan Allah kepadamu.” (al-Maidah: 49)
* HUKUMAN ANCAMAN ALLAH ATAS YANG MENOLAK AYAT ALLAH.
“Maka hendaklah waspada orang-orang yang menyelisihi perintahnya (syariat Rasulullah), akan menimpa kepada mereka fitnah atau azab yang pedih.” (an-Nur: 63)
* Rasulullah n berkata:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa mengamalkan suatu amalan yang bukan atas perintahku, amalan tersebut tertolak.”
Oleh sebab itu, hendaklah waspada dan takut orang-orang yang menyelisihi syariat (hukum) Rasulullah n—baik penyelisihan secara batin maupun secara zahir— bahwa mereka akan tertimpa fitnah. Kalbu-kalbu mereka tertimpa fitnah kekufuran, kemunafikan, dan kebid’ahan, atau mereka aka tertimpa azab yang pedih di dunia ini, baik dalam bentuk pembunuhan, tindakan hukum pidana, atau penjara, dan yang semisalnya.” (Tafsir Ibnu Katsir)
* KAUM SUFI ASY ARIYAH FASIQ MUNAFIQ DAN SESAT JAHILIYAH
Pada ayat ke-49 surat al-Maidah di atas, Allah l berfirman:
“Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”
Mereka digolongkan oleh Allah l sebagai orang-orang yang fasik karena enggan untuk berhukum dengan syariat dan perundang-undangan yang diturunkan oleh Allah l.
Di zaman ini pun kita menyaksikan realitas yang disebutkan oleh Allah l itu, yaitu kebanyakan manusia—bahkan kaum muslimin sendiri—baik sebagai pribadi, masyarakat, ataupun pemerintah, enggan berhukum kepada syariat Allah l. Maka dari itu, janganlah kita tertipu dengan jumlah mayoritas sehingga kita ikut meninggalkan dan menanggalkan hukum Allah l.
Allah l juga menyebutkan ayat semisal di atas, yaitu firman-Nya:
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (al-An’am: 116
* HUKUM YANG DI PAKAI ASY ARIYAH ADALAH FILSAFAT KAUM JAHILIYAH BUKAN ISLAM
Allah l menjuluki berbagai hukum selain hukum yang diturunkan oleh Allah l sebagai hukum jahiliah.
Allah l berfirman:
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki.” (al-Maidah: 50)
Al-Imam Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di t—ketika menjelaskan tentang hukum jahiliah—berkata, “Yaitu semua jenis hukum yang menyelisihi syariat yang diturunkan oleh Allah l kepada Rasul-Nya. Oleh karena itu, tidak ada jenis hukum selain hukum Allah melainkan hukum jahiliah. Barang siapa yang berpaling dari jenis yang pertama (hukum Allah), pasti dia akan berhukum kepada jenis yang kedua (yaitu hukum jahiliah) yang ditegakkan di atas kejahilan, kezaliman, dan kesesatan. Oleh karena itu, Allah menisbatkan jenis hukum yang kedua ini sebagai hukum jahiliah, sedangkan hukum Allah adalah hukum yang ditegakkan di atas ilmu, keadilan, serta cahaya, dan petunjuk.” (Taisirul Karimirrahman)
* Al-Imam Ibnu Katsir t ketika menjelaskan tentang ayat ini berkata, “Ini adalah pengingkaran Allah l terhadap pihak-pihak yang mengklaim keimanan terhadap syariat yang diturunkan oleh Allah l kepada Rasul-Nya dan para nabi terdahulu, namun bersama itu dia masih berkeinginan untuk berhukum kepada selain Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya dalam menyelesaikan berbagai perselisihan.” (Tafsir Ibnu Katsir)
* INTINYA : ASY SYAIROH ENTAH MEMANG LAHIR UNTUK MERUSAK ISLAM ATAU LAINNYA…KALAU BODOH MEREKA BERGELAR MA ATAU ADA YANG PROFESSOR TAPI LULUSAN BARAT JADI PEMAHAMAN ISLAM ALA BARAT FILSAFAT.
“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak mendapati dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap keputusan hukum yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (an-Nisa’: 65)
* PEMAHAMAN SAHABAT NABI LEBIH SELAMAT DALAM BER ISLAM BUKAN PEMAHAMAN TOKOH FILSAFAT RASIO LOGIKA AKAL YANG TERBATAS LEMAH.
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, masih akan ada bagi mereka pilihan hukum (yang lain) tentang urusan mereka, dan barang siapa mendurhakai (hukum) Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (al-Ahzab: 36)
# SEMOGA ASY ARIYAH TAUBAT KEMBALI RUJUG MENGAKUI KESALAHAN KESESATAN SELAMA INI DAN BAHKAN MENIPU UMMAT DI DUNIA TERUTAMA DUNIA ISLAM DAN DAKWAH ISLAM YANG MURNI (KATA BUNG KARNO SALAH SATU PENDIRI NKRI INI DALAM BUKUNYA DI BAWAH BENDERA REVOLUSI PUJIAN BELIAU SEMOGA ALLAH MERAHMATINYA DAN KELUARGANYA DAN YANG BERSAMANYA : WAHABISME DAN KEMURNIAN ISLAM.)
SEKIAN DULU DARI ANA YANG FAQIR
SEMOGA BERMANFAAT AAMIIN
BAROKALAHUFIIKUM
WASSALAMU ‘ALAIKUM WARAH MATULLAH WA BAROKATUH.
ASSALAMU ALAIKUM
AFWAN
MOHON DI JELASKAN SECARA JUJUR BERDASAR KAIDAH ISLAM
DALIL DAN HUJJAH !!! PERIHAL VIDIO INI
Bukti Dr.Arrazy Hasyim Mendukung,Memuji Kelompok Teroris Khawarij
Deskripsi
Bukti Dr.Arrazy Hasyim Mendukung,Memuji Kelompok Teroris Khawarij
26
Suka
652
Penayangan
20 Feb
2022
#ArrazyHasyim #khawarij #TerorisFpiArrazyHasyim Bukti Dr.Arrazy Hasyim Mendukung dan Memuji Kelompok Teroris Khawarij, Dr.Arrazy Hasyim Membenarkan membela teroris khawarij FPI, —————————————– https://youtu.be/0Hn6bAjESfY. ——– —————————————- 📑 PDF MAJALAH ASY-SYARI’AH EDISI KHUSUS: “MENGAPA TERORIS TIDAK PERNAH HABIS?” ❓Apa latar belakang munculnya terorisme? ❓Bagaimana mengidentifikasi teroris? ❓Bagaimana kita menyikapi aksi-aksi terorisme? ❓Apa solusi untuk menangkal bahaya terorisme? ✅ Simak penjelasan & jawaban dari pertanyaan – pertanyaan di atas dengan membaca Pdf Majalah “MENGAPA TERORIS TIDAK PERNAH HABIS”
📄📇 [ PDF ] Majalah asy-Syari’ah Edisi KHUSUS | SERIAL INDONESIA SIAGA “MENGAPA TERORIS TIDAK PERNAH HABIS ?
” 📥 Unduh di sini https://bit.ly/2wGPs2r •••••••••••••••••••••