TIDAK ADA sabda Rasulullah yang dapat digunakan sebagai DALIL untuk “melihat” hilal melalui hitungan atau hisab
Orang-orang yang “melihat” hilal melalui hitungan dengan metode hisab Wujudul Hilal “mengakui” BERDALILKAN atau menggunakan sabda Rasulullah yakni “HITUNGLAH” dapat disaksikan pada menit 2:30 dalam video pada https://bit.ly/3N9xzPo
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ
Jika (hilal) tertutup dari pandangan kalian, maka HITUNGLAH (HR Muslim 1795 atau Syarh Shahih Muslim 1080)
Haditsnya dapat dibaca pada https://hadits.in/muslim/1795
WALAUPUN hadits yang mereka “pergunakan” sebagai DALIL “melihat” hilal melalui hitungan dengan metode hisab Wujudul Hilal adalah hadits SHAHIH dari sisi rantai sanad perawi NAMUN matan (redaksi) haditsnya TIDAKLAH LENGKAP.
Para Sahabat (yang lebih paham karena mereka bertemu dengan Rasulullah) menyampaikan bahwa yang dimaksud Rasulullah memerintahkan HITUNGLAH maupun GENAPKANLAH (sempurnakanlah) adalah HITUNGLAH atau GENAPKANLAH (sempurnakanlah) menjadi TIGA PULUH hari.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ
Jika (hilal) tertutup dari pandangan kalian maka HITUNGLAH menjadi TIGA PULUH HARI.” (HR Muslim 1811 atau Syarh Shahih Muslim 1081)
Haditsnya dapat dibaca pada https://hadits.in/muslim/1811
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ
Jika (hilal) tertutup dari pandangan kalian maka HITUNGLAH menjadi tiga puluh hari. (HR Nasa’i 2094 atau Maktabatu Al Ma’arif 2123)
Haditsnya dapat dibaca pada https://hadits.in/nasai/2094
Begitupula dari riwayat lainnya dapat diketahui bahwa yang dimaksud Rasulullah memerintahkan GENAPKANLAH (sempurnakanlah) adalah GENAPKANLAH (sempurnakanlah) bilangan (bulan) menjadi TIGA PULUH HARI.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ
Jika (hilal) tertutup dari pandangan kalian, maka GENAPKANLAH (sempurnakanlah) bilangan (bulan) menjadi TIGA PULUH HARI.” (HR Nasa’i 2095 atau Maktabatu Al Ma’arif 2124)
Haditsnya dapat dibaca pada https://hadits.in/nasai/2095
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
فَإِنْ حَالَتْ دُونَهُ غَيَايَةٌ فَأَكْمِلُوا ثَلَاثِينَ
Jika (hilal) tidak terlihat karena terhalang mendung maka GENAPKANLAH (sempurnakanlah) menjadi TIGA PULUH HARI.” (HR Tirmidzi 624 atau Maktabatu Al Ma’arif 689)
Haditsnya dapat dibaca pada https://hadits.in/tirmidzi/624
Oleh karenanya para fuqaha (ahli fiqih) menetapkan Kriteria Visibilitas Hilal (Imkanur Rukyat) yakni kriteria hilal yang dapat dilihat oleh mata sebagai penerapan atau perwujudan MENTAATI perintah Rasulullah bahwa jika mata terhalang atau tidak dapat melihat hilal maka BERPUASALAH tiga puluh hari.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُومُوا ثَلَاثِينَ يَوْمًا
Namun jika mendung (terhalang awan – sulit melihat hilal) maka berpuasalah selama tiga puluh hari (HR Muslim 1808 atau Syarh Shahih Muslim 1081)
Haditsnya dapat dibaca pada https://hadits.in/muslim/1808
Jadi KEKELIRUAN mereka dalam memahami hadits atau sabda Rasulullah yakni “hitunglah” MENGAKIBATKAN “melihat” hilal melalui hitungan dengan metode hisab (perhitungan) Wujudul Hilal TIDAKLAH BERDASARKAN sabda Rasulullah dan termasuk BID’AH SAYYIAH karena BERTENTANGAN dengan PERINTAH Rasulullah bahwa jika tidak melihat hilal maka BERPUASALAH selama tiga puluh hari.
Begitupula Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, LAPAN, T. Djamaluddin mengatakan bahwa banyak yang tidak sadar akan BID’AH wujudul hilal sebagaimana yang disampaikan pada https://tdjamaluddin.wordpress.com/2012/07/04/hanya-karena-membela-bidah-wujudul-hilal-yang-usang-muhammadiyah-memilih-tafarruq/
***** awal kutipan *****
Seolah-olah HISAB hanya dengan kriteria WUJUDUL HILAL.
Saat ini HISAB sudah DISETARAKAN dengan rukyat, SEPANJANG hisabnya MEMPERHATIKAN Kriteria Visibilitas Hilal (imkanur rukyat).
Padahal, hisab juga bisa dilakukan dengan kriteria imkanur rukyat yang berupaya MENERAPKAN sunnah (ajaran Rasulullah) dalam penentuan awal bulan dengan cara rukyat.
Parameter rukyat itu DIKUANTIFIKASI dengan parameter-parameter Astronomis berdasarkan data-data rukyat jangka panjang.
***** akhir kutipan *****
Prof T. Djamaluddin menyampaikan bahwa berdasarkan data-data rukyat global secara astronomis hilal yang memungkinkan untuk dilihat dengan “rekor” elongasi 6.4 derajat (jarak sudut bulan dan matahari atau “ketebalan” hilal) dan ketinggian hilal 3 derajat berdasarkan data-data global yang menyatakan TIDAK ADA kesaksian hilal yang tingginya DI BAWAH 3 derajat sebagaimana yang dapat disaksikan dalam video pada https://bit.ly/3oBbpLR
Kriteria Visibilitas Hilal (Imkanur Rukyat) yakni Kriteria hilal yang dapat dilihat oleh mata dengan ketinggian hilal minimum 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat yang disepakati oleh Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS)
Kriteria ini merupakan pembaruan dari kriteria sebelumnya, yakni ketinggian hilal 2 derajat dengan sudut elongasi 3 derajat sebagaimana contoh berita pada https://kemenag.go.id/pers-rilis/hilal-awal-syawal-di-indonesia-penuhi-kriteria-baru-mabims-6iwmm3
Contoh dikabarkan pada tahun ini (2023M / 1444H) dari Makasar dengan bantuan alat, ketinggian hilal 1,22 derajat dengan elongasi 2,14 dan tim menyatakan hilal tidak terlihat (dengan mata kepala) sebagaimana laporan yang dapat disaksikan dalam video pada https://bit.ly/3mYIEIl
Jadi pengakuan kesaksian melihal hilal seperti di “Cakung” dapat ditolak secara “science” alias Astronomis dan berbeda pula dengan kesaksian dari wilayah paling Barat dari negeri +62 seperti Aceh yang memungkinkan paling awal dapat melihat hilal.
Berikut kutipan “cerita” kesaksian dari “Cakung” yang bersumber dari https://facebook.com/story.php?story_fbid=10222738894006516&id=1399552790
***** awal kutipan *****
Sedikit cerita tentang Cakung.
Ini pengalaman pribadi yaa… Jadi mau percaya atau tidak, itu terserah anda…
Saya sudah pernah ikut rukyatul hilal di Cakung, sebanyak 3 kali. Salah satu / salah duanya bareng kang Ustadz Budi Marta Saudin. Waktu itu sampai berkesempatan mewawancarai pimpinan ponpesnya.
Kenapa Cakung sering berbeda hasil rukyatnya? Itu bukan karena perbedaan kriteria, tapi perbedaan cara menghisab.
Cakung tetap mempertahankan hisab versi mereka sendiri, tidak mau “upgrade” ke hisab astronomi yg lebih modern. Kata mereka hisab mereka itu sudah terbukti puluhan tahun, jadi gak perlu diragukan lagi.
Kriteria IR nya adalah 2°, persis seperti kriteria pemerintah yg lama. Tapi ya itu, hasil hitungannya beda. Pernah Cakung mengaku melihat hilal diketinggian lebih dari 3°, padahal hasil hisab modern masih dibawah 2°… Otomatis para ahli Falak dari berbagai ormas Islam mempertanyakan, itu objek apa yg dilihat? Kok bisa ada hilal diketinggian lebih dari 3°? Hehe.
Lebih menarik lagi, dari dulu (setidaknya sejak saya ikut rukyat di Cakung, sekitar tahun 2010 atau 2011), hingga hari ini… Kesaksian yg melihat hilal selalu Bpk. Labib.
Nah khusus untuk Bpk. Labib ini, pernah saya ikuti rukyat di Cakung… Puluhan orang sudah berkumpul dilantai 3 ponpes husainiyah Cakung, menghadap matahari terbenam… Ada kayu² penunjuk hilal… Ketika masuk waktu Maghrib, semua mata fokus mengamati langit ufuk barat… Tiba² Bpk. Labib datang sambil merokok, lalu berteriak kencang… “Itu hilal… Itu hilal… Allahu Akbar!” Lalu disusul teriakan oleh 2 murid lainnya.
Kyai pimpinan Cakung langsung memerintahkan murid²nya untuk memasang teropong sesuai titik hilal yg dilihat Bpk. Labib tadi… Terus mempersilahkan pengunjung/ perukyat lain yg pengen melihat hilal melalui teropong…
Saya pun dan kawan² maju, bergantian mengintip teropong… Terus kami saling bertanya, “yang mana sih hilalnya?” “Gak tau… Yang mana yaa?” 😆😆😆
Salah satu teman saya pun nyletuk, “mungkin rukyatnya harus pakai mata batin, biar kelihatan” 😅😅😅
Selesai prosesi rukyat, kami sholat Maghrib berjama’ah… Selesai shalat saya didekatin oleh bapak², terus dia bertanya, “tadi lihat gak?”.
“Enggak” jawab saya.
Terus dia bilang gini, “saya sudah 10 tahun diperintah oleh kyai Fulan (saya lupa nama kyainya) dari PBNU, untuk melaporkan kejadian disini… Dan selama itu pula saya gak pernah lihat hilal… Selalu yg bisa lihat itu orang²nya ya itu² saja…”
Hehe…
Demikian kisah pribadi saya dengan Cakung.
***** akhir kutipan *****
Begitupula pihak yang “melihat” hilal melalui hitungan menggunakan metode hisab Wujudul Hilal TANPA memperhitungkan Kriteria Visibilitas Hilal (Imkanur Rukyat) yakni kriteria hilal yang dapat dilihat oleh mata maka Kalender Hijriah per wilayah haruslah DIUBAH bulan Syawalnya menjadi 30 hari.
Jika bulan Ramadhan 30 hari maka bulan Syawalnya 29 hari dan sebaliknya jika bulan Ramadhan 29 hari maka bulan Syawalnya 30 hari.
Mereka secara tidak langsung memiliki utang puasa 1 hari karena meninggalkan PERINTAH Rasulullah yakni jika hilal tidak terlihat maka BERPUASALAH selama tiga puluh hari.
Contoh riwayat yang mengabarkan bagaimana para Sahabat MENTAATI perintah Rasulullah untuk melihat hilal per wilayah
Dari Kuraib bahwasanya; Ummul Fadhl binti Al Harits mengutusnya menghadap Mu’awiyah di SYAM. Kuraib berkata, Aku pun datang ke Syam dan menyampaikan keperluannya kepadanya. Ketika itu aku MELIHAT HILAL awal Ramadan pada saat masih berada di SYAM, aku melihatnya pada malam Jumat. Kemudian aku sampai di MADINAH pada akhir bulan.
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ثُمَّ ذَكَرَ الْهِلَالَ فَقَالَ مَتَى رَأَيْتُمْ الْهِلَالَ
Maka Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhu bertanya kepadaku tentang hilal, ia bertanya, “Kapan kalian melihatnya?”
فَقُلْتُ رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ
“Kami melihatnya pada malam Jumat.”
فَقَالَ أَنْتَ رَأَيْتَهُ
Ia bertanya lagi, “Apakah kamu yang melihatnya?”
فَقُلْتُ نَعَمْ وَرَآهُ النَّاسُ وَصَامُوا وَصَامَ مُعَاوِيَةُ
Aku menjawab, “Ya, orang-orang juga melihatnya sehingga mereka mulai melaksanakan puasa begitu juga Mu’awiyah.”
فَقَالَ لَكِنَّا رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ
Ibnu Abbas berkata, “Akan tetapi kami melihatnya pada malam Sabtu.
فَلَا نَزَالُ نَصُومُ حَتَّى نُكْمِلَ ثَلَاثِينَ أَوْ نَرَاهُ
Dan kamipun sekarang masih berpuasa untuk menggenapkannya menjadi TIGA PULUH hari atau hingga kami melihat hilal.”
فَقُلْتُ أَوَ لَا تَكْتَفِي بِرُؤْيَةِ مُعَاوِيَةَ وَصِيَامِهِ
“Tidakkah cukup bagimu untuk mengikuti ru’yah Mu’awiyah dan puasanya?”
فَقَالَ لَا هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“TIDAK, beginilah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam MEMERINTAHKAN kepada kami.” (HR Muslim 1819 atau Syarh Shahih Muslim 1087)
Pertanyaan yang sering dilontarkan oleh mereka yang “melihat” hilal melalui hitungan menggunakan metode hisab Wujudul Hilal adalah jika menggunakan metode rukyat yakni melihat hilal maka sulit melakukan penjadwalan jauh-jauh hari sebelumnya.
Berdasarkan penjelasan para ahli di atas, tentu BOLEH menjadwalkan jauh-jauh hari sebelumnya menggunakan metode hisab (perhitungan) NAMUN dengan MEMPERTIMBANGKAN Kriteria Visibilitas Hilal (Imkanur Rukyat) yakni kriteria hilal yang dapat dilihat oleh mata sebagai penerapan atau perwujudan MENTAATI perintah Rasulullah bahwa jika tidak melihat hilal maka BERPUASALAH tiga puluh hari.
Bahkan pada zaman NOW (sekarang) selain DIHITUNG atau DIKUANTIFIKASI, Prof Komaruddin Hidayat memperlihatkan aplikasi yang dapat MENSIMULASIKAN hilal jauh-jauh hari sebelumnya dengan “menggerak-gerakan” parameter tanggal dan jam “pengamatan” sebagaimana yang dapat disaksikan dalam video pada https://facebook.com/story.php?story_fbid=10226886324337862&id=1644949506
Contoh jauh-jauh hari sebelumnya tertanggal 13 April 2023, memperkirakan 1 Syawal menggunakan hisab (perhitungan) dengan menggunakan Metode Kitab Tsimarul Murid dilakukan oleh Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama Cabang Sidoarjo dengan no pengumuman No: 002/PG/LFNU/L/IV/2023 namun pengumuman tersebut di “take down” atau diturunkan karena dikhawatirkan akan menimbulkan kegaduhan akibat salah penafsiran sebagaimana yang sempat “diarsip” pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/wp-content/uploads/2023/04/hisab-metode-kitab-tsimarul-murid.jpg
Contoh lainnya jauh-jauh hari sebelumnya tertanggal 15 April 2023, yai Thobary Syadzily memperkirakan 1 Syawal dengan hisab (perhitungan) berdasarkan sistem Almanak Nautica di mana data Matahari dan Bulan tersebut merupakan hasil pantauan satelit ruang angkasa NASA (National Aeronautics and Space Administration) mengambil LOKASI paling AWAL dari negeri +62 yakni, Pusat Observasi Bulan (POB) : Banda Aceh – Indonesia
Lintang Tempat (Ø ) : 5° 33′ 13,2” Lintang Utara
Bujur Tempat ( λ ) : 95° 19′ 1,8″ Bujur Timur
Tinggi Tempat/ Elevasi ( EL ) : 0 meter di atas Permukaan Laut
Berikut kutipan hasilnya berdasarkan Ilmu Astronomi: Ketinggian Hilal Toposentris / Mar’i di lokasi tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh Beliau pada https://facebook.com/story.php?story_fbid=6354297661281474&id=100001039095629
***** awal kutipan *****
Sebesar 2° 29′ 17,1″ atau 2,5° (di atas ufuk) dan Elongasi masih kecil, yaitu 3° 8′ 16,25″ atau 3,1° belum imkan ar-ru’yat yaitu hilal kemungkinan besar belum bisa dirukyat atau dilihat dengan menggunakan teropong / teleskop jika awan cerah.
Dengan demikian: Awal bulan Syawal 1444 H. di Indonesia jatuh pada hari Sabtu Pon, 22 April 2023 M.
CATATAN
- Penentuan awal bulan Syawal 1444 H / 2023 M ini berdasarkan pada Kriteria Baru Kemenag RI (New MABIMS), yaitu tinggi hilal minimal 3° dan elongasi 6,4°
- Data hisab ini sangat cocok digunakan sebagai pedoman utama atau pokok bagi para perukyat untuk melakukan ru’yatul hilal di lapangan.
- Keputusan selanjutkan menunggu hasil pengumuman Menteri Agama RI dalam Sidang Itsbat Syawal 1444 H di Jakarta pada hari Kamis malam Jum’at, 20 April 2023 usai shalat maghrib berjama’ah. Kota Tangerang, 15 April 2023.
Wassalam
KH. M. Thobary Syadzily
(Rois Idaroh Wustho Jatman Provinsi Banten)
***** akhir kutipan *****
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Tinggalkan komentar