Feeds:
Pos
Komentar

Posts Tagged ‘Sekiranya Ahli Kitab beriman’

Sekiranya mereka beriman

 

Mereka yang mengikuti paham pluralisme, sekularisme, liberalisme menyalahgunakan firman Allah ta’ala seperti yang artinya

Sesungguhnya orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Al Baqarah [2]:62)

Sesungguhnya orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati  (QS Al Maidah [5]:69)

Dari Abu Musa al-Asy’ari , berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam , “Demi Allah, yang diriku ada dalam genggaman tanganNya, tidaklah mendengar dari hal aku ini seseorangpun dari umat sekarang ini. Yahudi, dan tidak pula Nasrani, kemudian tidak mereka mau beriman kepadaku, melainkan masuklah dia ke dalam neraka. ”

Buya Hamka menjelaskan makna hadits tersebut dalam Tafsir Al-Azhar  (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982) , Juz  I hal 217-218 sebagai berikut,

dengan hadits ini jelaslah bahwa kedatangan nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam sebagai penutup sekalian Nabi (Khatimil Anbiyaa) membawa Al-Quran sebagai penutup sekalian Wahyu, bahwa kesatuan ummat manusia dengan kesatuan ajaran Allah digenap dan disempurnakan. Dan kedatangan Islam bukanlah sebagai musuh dari Yahudi dan tidak dari Nasrani, melainkan melanjutkan ajaran yang belum selesai. Maka, orang yang mengaku beriman kepada Allah, pasti tidak menolak kedatangan Nabi dan Rasul penutup itu dan tidak pula menolak Wahyu yang dia bawa. Yahudi dan Nasrani sudah sepatutnya terlebih dahulu percaya kepada kerasulan Muhammad apabila keterangan tentang diri beliau telah mereka terima. Dan dengan demikian mereka namanya telah benar-benar menyerah (muslim) kepada Tuhan. Tetapi kalau keterangan telah sampai, namun mereka menolak juga, niscaya nerakalah tempat mereka kelak. Sebab iman mereka kepada Allah tidak sempurna, mereka menolak kebenaran seorang daripada Nabi Allah.”

Orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, orang-orang Shabi’in sebelum kedatangan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, jika mereka benar-benar mengikuti apa yang disampaikan oleh para Nabi terdahulu yang diutus pada kaumnya  yakni beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal shaleh maka mereka akan mendapatkan kebaikan atau masuk surga.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Para nabi diutus kepada kaumnya, sedang aku diutus untuk seluruh manusia“ (HR.Bukhari)

Namun pada kenyataannya orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, orang-orang Shabi’in  mereka tidak mengikuti para Nabi yang diutus kepada mereka

Firman Allah ta’ala yang artinya , “Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka..” (QS.Ali Imran [3] : 110)

Mereka mengubah-ubah atau mengingkari apa yang telah disampaikan oleh para Nabi

Firman Allah ta’ala yang artinya

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada Hari Kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih“. (QS. Al Baqarah [2]:174)

Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al-Kitab, supaya kamu menyangka apa yang dibacanya itu sebagian dari Al-Kitab, padahal ia bukan dari Al-Kitab dan mereka mengatakan: Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran [3]:78)

Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang-orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putera Allah”. Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling?” (QS At Taubah [9]:30 )

Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata : “Kami mendengar”, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula) : “Dengarlah” sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan) : “Raa’ina”, dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan : “Kami mendengar dan menurut, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami”, tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis.” (QS An Nisaa’ [4]:46 )

Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: “Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani”. Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar“. (QS Al Baqarah [2]:111 )

dan karena ucapan mereka : “Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, ‘Isa putra Maryam, Rasul Allah”, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan ‘Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) ‘Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah ‘Isa.” (QS An Nisaa’ [4]: 157)

Dan orang-orang Yahudi berkata: “Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan”, dan orang-orang Nasrani berkata: “Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan,” padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili diantara mereka pada hari Kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya“. (QS Al Baqarah [2]:113 )

Orang-orang shabiin adalah orang-orang yang dahulunya mengikuti para Nabi terdahulu kemudian mereka menyembah para Nabi atau orang-orang sholeh, menyembah api, matahari, bintang, dewa-dewa.

Kitab Veda (Hindu atau Brahmanisme) diduga diambil dari ajaran Nabi Ibrahim a.s atau disebut Abraham atau Brahma yang kemudian mereka menjadikan Brahma (ditengarai Nabi Ibrahim as), Wisnu (ditengarai Nabi Nuh as ), Siwa (ditengarai Nabi Adam as) sebagai dewa-dewa mereka dan Dewi  Parwati (ditengarai Hawa)

Kitab Avesta (Zoroaster), Bible (khususnya kitab kejadian) ditengarai diambil dari ajaran Nabi Ibrahim as

Sedangkan kaum Sikh, Budha, Jainisme, Taoisme, Confusius (Kong Hu Chu), Shinto  mengambil ajaran-ajaran Nabi terdahulu khususnya dalam etika atau berbuat kebaikan

Pada awalnya kitab-kitab mereka menyampaikan bahwa tiada tuhan selain Allah namun mereka mengubahnya menjadikan tuhan-tuhan selain Allah. Sebagian lagi merubah utusan Allah menjadi penjelmaan atau titisan Tuhan dalam bentuk manusia atau avatar dan lain lain

Contohnya sebagaimana yang dapat diketahui dari http://reviewofreligions.blogspot.com/2012/06/nabi-ibrahim-bapak-para-nabi-dan-imam.html

*****  awal kutipan  *****
Konsep Tuhan Dalam agama Zoroaster (Dasatir, Ahura Mazda)

-Dia itu satu
-Dia lebih dekat padamu daripada dirimu sendiri
-Dia diatas segala yang kamu bayangkan
-Dia tanpa awal dan akhir
-Dia tak punya bapak, istri dan anak
-Dia tak berujud
-Tak ada yang menyerupainya
-Tak dapat dilihat dan dipahami dengan pikiran

Dalam  agama Hindu juga terdapat konsep Tuhan sebagai berikut (dalam Upanishad, Upanishad = Pengetahuan Brahma (pengetahuan Ibrahim):

1. “Ekam evadvitiyam” (Dia satu satunya tanpa ada duanya)  [Chandogya   Upanishad 6:2:1]
2. “Na casya kascij janita na cadhipah.” (Tak punya orang tua dan  tuan) [Svetasvatara Upanishad 6:9]
3.  “Na tasya pratima asti” (Tak ada yang menyerupainya) [Svetasvatara Upanishad 4:19]
4.  “Na samdrse tisthati rupam asya, na caksusa pasyati kas canainam.” (Ujud Nya tak dapat dilihat, tak ada yang bisa melihatnya dengan mata) [Svetasvatara Upanishad 4:20]

Vedanta mengandung arti “Upanishad” yang sesungguhnya. “Vedanta” berarti Veda terakhir yang merupakan tujuan Veda. Upanishad sebagai Konklusi (kesimpulan) dari Veda, dan secara kronologis muncul dari masa terakhir periode Veda. Beberapa Pundit (Pendeta) menganggap Upanishad lebih superior dari Veda.

Konsep Tuhan Menurut Veda :

Veda yang berbahasa sansekerta merupakan kumpulan dari : Rig Veda, Yajur Veda, Sam Veda dan Atharva Veda . Diantara Kitab ini Rig Veda merupakan yang tertua. Rig Veda dikompilasi dalam 3 masa yang lama dan berbeda.

Menurut Sarjana Hindhu atau orientalist kisah dalam Veda ada tidak lebih dari 4000 tahun yang lalu. Kepada siapa, dimana dan siapa pembuat Veda tidak diketahui dengan pasti. Dalam artian kitab ini kemungkinan dikumpulkan dari kisah-kisah tua di sekitar Asia tengah atau anak benua India. Kisah-kisah tua yang tertuang dalam ayat-ayat tersebut tidak berada dalam 1 tempat dan jaman yang sama. Saat itu tak ada nama buat kisah-kisah tua dalam ayat-ayat tersebut.

1. “na tasya pratima asti “Tak ada rupa buat Tuhan.” [Yajurveda 32:3]
2. “shudhama poapvidham” “Tuhan tak bertubuh dan suci.” [Yajurveda 40:8]
3. “Andhatama pravishanti ye asambhuti mupaste”  “Mereka memasuki kegelapan bagi yang menyembah Elemen Alam (Udara,  Air, Api, dll), dan terperosok dalam kegelapan yang besar bagi yang  menyembah benda buatan semisal “Kursi, Meja, Patung dll”. [Yajurveda 40:9]
4. The Atharvaveda  Book 20, hymn 58 and verse 3: “Dev maha osi” “Tuhan Maha Besar” [Atharvaveda 20:58:3]9**
5. “Na tasya Pratima asti” “Tak ada rupa buat Tuhan.”  [Yajurveda 32:3]
6. “Ma cid anyad vi sansata sakhayo ma rishanyata” “Oh saudara, jangan menyembah apapun selain Dia, satu-satunya  Tuhan, pujilah  dia sendiri.” [Rigveda 8:1:1]
7. “Devasya samituk parishtutih” “Sesungguhnya, kemuliaan Tuhan Pencipta adalah Besar (Tuhan Maha  Besar/Akbar) .” [Rigveda 5:1:81]

Agar ayat-ayat tersebut dapat dipelajari oleh generasi seterusnya, maka disusunlah ayat-ayat tersebut secara sistematis ke dalam sebuah buku oleh beberapa pemuka Hindhu. Setelah penyusunan dilakukan, ayat-ayat tersebut dikumpulkan ke dalam sebuah kitab yang kemudian disebut Weda. Dan Veda di klaim sebagai kitab yang paling otentik dalam agama Hindhu. Veda inilah yang kemungkinan merupakan sumber langsung dari Nabi Ibrahim karena dalam Veda terdapat  ajaran monoteisme dan Tauhid yang tegas. Yang bertentangan dengan Kitab Hindhu yang lain semisal Upanishad dimana di dalam Upanishad inilah ajaran Pantheisme berada.
***** akhir kutipan *****

Jadi setelah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam diutusNya maka manusia dikatakan beriman kepada Allah jika manusia telah bersyahadat dan mengikuti syariat yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, jika tidak maka mereka akan masuk neraka.

Firman Allah ta’ala yang artinya

Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” ( QS Al Baqarah [2]:146 )

Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam“. (QS Al Baqarah [2]: 132 )

Dan mereka berkata: “Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi  atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk”. Katakanlah : “Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik” (QS Al Baqarah [2]: 139 )

Sesungguhnya agama  disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka” (QS Ali Imran [3]: 19)

Para Nabi  telah disampaikan bahwa kelak akan diutus Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bagi seluruh manusia sebagai penutup para Nabi

Firman Allah ta’ala yang artinya

Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu“. ( QS Ali Imran [3]:81 )

Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw. berkata: ‘Setiap kali Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus seorang nabi, mulai dari Nabi Adam sampai seterusnya, maka kepada nabi-nabi itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menuntut janji setia mereka bahwa jika nanti Rasulallah Subhanahu wa Ta’ala diutus, mereka akan beriman padanya, membelanya dan mengambil janji setia dari kaumnya untuk melakukan hal yang sama’.

Berita kedatangan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dalam kitab Hindu sebagaimana yang dapat diketahui dari http://reviewofreligions.blogspot.com/2012/05/berita-datangnya-nabi-muhammad-di-kitab.html

***** awal kutipan *****
Dalam Atharvaveda Book 20 Hymn 127 verses 1-13 dikatakan : “Dia adalah Resi yang naik Onta dan pergi ke surga dengan kendaraan (dalam Islam ada peristiwa Isra Mi’raj dimana nabi Muhammad naik Buroq ke langit). Tidak mungkin itu orang India karena Reshi India (Brahman) tidak boleh naik Onta berdasarkan “Sacred Book of the east”, Volume 25, Law of Manu page 472. Menurut Manu Smirti Bab 11 ayat 202 “Seorang Brahman dilarang menaiki Onta atau Keledai.

Reshi ini bernama “Mamah Resi”. Tak ada Resi di India bernama “Mamah” yang bermakna “punya harga diri yang mulia”. Kata “Mamah” secara etimologis punya hubungan dengan bahasa Arab: “Muhammad” yang berarti “yang terpuji”, sedangkan “Mamah Rishi” adalah julukan bagi NARASHANGSA, sehingga Mamah Rishi = Narashangsa = Muhammad = Yang Terpuji.  (STANLEY LANE POOLE, Speeches and Table Talks of the Prophet Mohammed, 1882).

MAMAH terkenal dengan 10.000 pengikutnya”  “Nabi Muhammad berangkat bersama dengan 10.000 orang pada saat yang menentukan ini” (WASHINGTON IRVING, Life of Muhammad, Hal. 17). “…dan Muhammad membawa 10.000 pengikutnya ke Mekah” (STANLEY LANE POOLE, Speeches and Table Talks of the Prophet Mohammed, 1882).

Seorang professor bahasa dari ALAHABAD UNIVERSITY INDIA dalam salah satu buku terakhirnya berjudul “KALKY AUTAR” (Petunjuk Yang Maha Agung) yang baru diterbitkan memuat sebuah pernyataan yang sangat mengagetkan kalangan intelektual Hindu. Prof. WAID BARKASH (penulis buku) yang masih berstatus pendeta besar kaum Brahmana mengatakan bahwa ia telah menyerahkan hasil kajiannya kepada delapan pendeta besar kaum Hindu dan mereka semuanya menyetujui kesimpulan dan ajakan yang telah dinyatakan di dalam buku. semua kriteria yang disebutkan dalam buku suci kaum Hindu (Wedha) tentang ciri-ciri “KALKY AUTAR” sama persis dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.
***** akhir kutipan *****

Berita kedatangan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dalam kitab Budha sebagaimana yang dapat diketahui dari http://reviewofreligions.blogspot.com/2012/06/budha-telah-menggambarkan-datangnya.html

***** awal kutipan *****
Menurut Chakkavatti Sinhnad Suttanta/ D. III, 76:

Akan muncul di dunia seorang Budha bernama Maitreya (yang baik hati), seorang yang suci dan kuat, yang tercerahkan, penuh kebajikan dalam tingkah laku, tepat, dan mengenal alam semesta”

“Apa yang telah dinyatakannya oleh pengetahuan supernatural miliknya akan di terbitkan ke seluruh alam semesta. Dia akan mengkotbahkan agamanya, mulia dalam keasliannya, mulia pada puncaknya, mulia pada tujuannya, dalam jiwa dan tulisan. Dia akan memproklamasikan kehidupan religius, murni dan sempurna sepenuhnya, seperti saat aku sekarang mengkotbahkan agamaku dan memproklamasikan semacam kehidupan religius. Dia akan membuat masyarakat rahib berjumlah ribuan, seperti saat sekarang aku membentuk masyarakat yang berjumlah ratusan”.

Menurut Sacred Books of the East volume 35 pg. 225:

“Aku bukanlah Budha satu-satunya yang berkuasa dalam memerintah dan mengatur. Setelahku ada Budha yang lain, bernama “Maitreya” yang penuh kebajikan akan datang. Aku sekarang hanya memimpin ratusan, sedangkan dia akan memimpin ribuan.

Menurut The Gospel of Buddha by Carus pg. 217 and 218 (From Ceylon sources):

Ananda bertanya kepada yang terberkati : “siapa yang akan mengajar kami setelah engkau pergi?”.

“Yang terberkati menjawab : ” Aku bukanlah Budha pertama yang datang di atas bumi dan tidak akan menjadi yang terakhir. Pada waktunya seorang Budha akan muncul di dunia, yang suci, yang sangat tercerahkan,, penuh kebajikan dalam laku, tepat, mengenal alam semesta, seorang pemimpin yang tak tertandingi manusia. Dia akan mengungkapkan kepada anda kebenaran abadi yang sama, yang saya ajarkan. Dia akan mengkotbahkan agamanya, mulia sifatnya, mulia pada puncaknya dan mulia pada tujuannya. Dia akan mendeklarasikan suatu kehidupan beragama, sepenuhnya sempurna dan murni sepertisekarang saya nyatakan. Murid-muridnya akan berjumlah ribuan sedangkan muridku hanya ratusan.

Ananda bertanya : “bagaimana kita mengenalnya?”

Yang terberkati menjawab : “dia dikenal sebagai Maitreya”.

Kata Sansekerta ‘Maitreya’ atau ekuivalen dalam bahasa Pali “Metteyya” berarti mencintai, penuh kasih, penuh belas kasihan dan murah hati. Hal ini juga berarti kebaikan dan keramahan, simpati, dll Satu kata Arab yang setara dengan semua kata-kata ini adalah ‘Rahmat’. Dalam Surah Al-Anbiya:

Kami tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi semua makhluk (QS 21:107)

Kata ini hampir disebutkan 409 kali di Al-Quran. Huruf “Muhammad” juga dieja sebagai “Mahamet” dan berbagai ejaan lain. Kata “Maho” atau “Maha” dalam bahasa Pali dan Sansekerta berarti Agung dan Mulia, dan “Metta” berarti rahmat. Dan dalam bahasa Arab Sendiri Muhammad berarti “Penuh Kasih”.
***** akhir kutipan *****

Sedangkan orang-orang yang mengusung paham sekulerisme menyalahgunakan hadits,”wa antum a’lamu bi amri dunyakum,  “dan kamu sekalian lebih mengetahui urusan-urusan duniamu”.   (HR.  Muslim 4358)

Hadits selengkapnya,

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ كِلَاهُمَا عَنْ الْأَسْوَدِ بْنِ عَامِرٍ قَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ وَعَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِقَوْمٍ يُلَقِّحُونَ فَقَالَ لَوْ لَمْ تَفْعَلُوا لَصَلُحَ قَالَ فَخَرَجَ شِيصًا فَمَرَّ بِهِمْ فَقَالَ مَا لِنَخْلِكُمْ قَالُوا قُلْتَ كَذَا وَكَذَا قَالَ أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan ‘Amru An Naqid seluruhnya dari Al Aswad bin ‘Amir; Abu Bakr berkata; Telah menceritakan kepada kami Aswad bin ‘Amir; Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Hisyam bin ‘Urwah dari Bapaknya dari ‘Aisyah dan dari Tsabit dari Anas bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati suatu kaum yang sedang mengawinkan pohon kurma lalu beliau bersabda: “Sekiranya mereka tidak melakukannya, kurma itu akan (tetap) baik”.  Tapi setelah itu, ternyata kurma tersebut tumbuh dalam keadaan rusak. Hingga suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melewati mereka lagi dan melihat hal itu beliau bertanya: ‘Ada apa dengan pohon kurma kalian? Mereka menjawab; Bukankah anda telah mengatakan hal ini dan hal itu?  Beliau lalu bersabda: ‘Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian’ (HR Muslim 4358)

Kaum sekulerisme berpendapat urusan dunia tidaklah diurus oleh agama, terbukti dalam hadits tersebut Rasulullah salah memberikan nasehat dalam penanaman kurma berikut contoh pernyataan mereka selengkapnya,

**** awal kutipan *****
Ketika Nabi shallalahu alaihi wasallam memberikan nasihat tentang cara mengawinkan pohon kurma supaya berbuah, ini bisa dianggap bahwa beliau sudah memasukkan otoritas agama untuk urusan duniawi yang di mana beliau tidak mendapatkan wahyu atau kewenangan untuk itu.

Tapi ternyata dalam masalah menanam kurma ini pendapat beliau keliru. Pohon kurma itu malah menjadi mandul. Maka para petani kurma itu mengadu lagi kepada Nabi saw, meminta pertanggungjawaban beliau. Dan beliau menyadari kesalahan advisnya waktu itu dan dengan rendah hati berkata, “Kalau itu berkaitan dengan urusan agama ikutilah aku, tapi kalau itu berkaitan dengan urusan dunia kamu, maka “Antum a’lamu bi umuri dunyaakum”, kamu sekalian lebih mengetahui urusan duniamu.

Rasulullah mengakui keterbatasannya. Rasulullah bukanlah penentu untuk segala hal. Rasul bukanlah orang yang paling tahu untuk segala hal. Bahkan untuk urusan dunia di jaman beliau pun beliau bukanlah orang yang paling tahu.

Jadi tidak mungkin jika kita menuntut Rasulullah untuk mengetahui segala sesuatu hal tentang urusan dunia. Apalagi kalau mengurusi urusan kita di jaman modern ini…! Tentu tidak mungkin kita harus mencari-cari semua aturan tetek-bengek dalam hadist beliau. Itu namanya set-back. Lha wong di jamannya saja Rasulullah menyatakan bahwa ada hal-hal yang tidak beliau pahami dan hendaknya tidak mengikuti pendapat beliau dalam ‘urusan duniamu’ tersebut.
**** akhir kutipan *****

Dalam hadits di atas Rasulullah hanya memberikan tanggapan mengapa mesti kurma itu dikawinkan segala, mengapa tidak dibiarkan begitu saja secara alami. Hal ini dapat kita ketahui terkait firman Allah Azza wa Jalla,  “subhaana alladzii khalaqa al-azwaaja kullahaa mimmaa tunbitu al-ardhu” ,  “Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi”  (QS Yaa Siin [36]:36).

Permasalahan kurma tersebut tumbuh dalam keadaan rusak tidaklah terkait dengan tanggapan Rasulullah.

Sedangkan makna perkataan Rasulullah,  “wa antum a’lamu bi amri dunyakum”,  “dan kamu sekalian lebih mengetahui urusan-urusan duniamu” ,  yang dimaksud “urusan dunia”  khusus urusan disiplin ilmu tertentu atau pengetahuan tertentu di luar ilmu agama, seperti dalam hadits tersebut adalah ilmu pertanian, ilmu pengetahuan manusia dalam membantu perkawinan kurma.

Namun ilmu pengetahuan yang didalami oleh manusia harus tetap merujuk dengan Al Qur’an dan Hadits dan menetapkannya dalam hukum taklifi yang lima (haram, makruh, wajib, sunnah, dan mubah).  Perbuatan merujuk dengan Al Qur’an dan Hadits termasuk ke dalam dzikrullah (mengingat Allah) sebagaimana Ulil Albab, muslim yang menggunakan lubb atau akal qalbu atau muslim yang menundukkan akal pikirannya kepada akal qalbu sebagaimana yang telah diuraikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/01/29/tundukkan-akal-pikiran/

Ulil Albab sebagaimana firman Allah yang artinya,  “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (Ali Imran: 191).

Wassalam

 

Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830

Read Full Post »