Sebagian besar Salafi yang menjadi pegangan utama adalah i’tiqad Syaikh Ibnu Taimiyah
Menurut pendapat sebagian ulama , Salafi Ibnu Taimiyah tidak seluruhnya sama dengan pemahaman Salafush Sholeh karena adanya beberapa perbedaan dengan pendapat jumhur ulama. Terutama dalam bidang i’tiqad.
Menurut ulama yang atas izin Allah Azza wa Jalla berkemampuan “berkomunikasi” dengan petugas Allah ta’ala yakni para malaikat, sebenarnya perjalanan ruhani Syaikh Ibnu Taimiyah sudah sampai ke telaga arasy namun beliau “tergelincir”, ketika beliau melihat malaikat Muqorobin sedang di telaga, disangka beliau itulah Allah ta’ala.
Jadi menurut kabar, beliau pernah mencontohkan turun dari mimbar ketika menyampaikan bahwa Allah ta’ala turun di 1/3 malam terakhir. Namun hal ini dibantah oleh para ulama Salafi Ibnu Taimiyah maupun para pendukungnya
Pemahaman mereka secara ilmiah/logika yakni mempergunakan pikiran dan memori. Pemahaman dengan cara mengumpulkan dalil naqli atau bukti (memori) kemudian diterjemahkan (pikiran). Memang terjemahannya adalah “Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ‘Arsy” (QS Thaha, [20]:5 ). Namun sebaiknyalah tidak dipahami sebagai tempat bagi Allah Azza wa Jalla atau keberadaan bagi dzatNya.
Begitupula pertanyaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam “di mana Allah” kepada seorang budak Jariyah yang diriwayatkan oleh Mu`awiyah bin Hakam, janganlah dimaknai sebagai tempat (dzahir) namun maknailah dengan hakikat keimanan. Pertanyaan Rasulullah “di mana Allah” adalah dalam rangka menguji keimanan budak itu bukan menanyakan “di mana” dzatNya. Mustahil Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bertanya “di mana Allah” adalah tentang keberadaan dzatNya karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sendiri telah bersabda, ” Berfikirlah tentang nikmat-nikmat Allah, dan jangan sekali-kali engkau berfikir tentang Dzat Allah”.
Dalam pemahaman terhadap Al Qur’an dan hadist mereka memang tidak mau menggunakan akal. Mereka menggunakan pikiran dan memori atau pemahaman secara ilmiah yakni mengumpulkan dalil naqli (memori) kemudian menterjemahkan (pikiran). Jumhur ulama pemahaman yang dalam (hikmah) menggunakan akal dan hati. Kita harus bisa membedakan antara akal dengan pikiran. Pikiran dimampui sejak kecil namun berakal ketika memenuhi syarat wajib sholat. Orang berakal adalah ulil albab, mereka yang dapat mengambil pelajaran dari firman firman Allah ta’ala. Firman Allah ta’ala, “wamaa yadzdzakkaru illaa uluu al-albaabi” dalam (QS Al Baqarah []2:269 ) makna selengkapnya adalah
“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)“.
Hanya orang-orang berakal (ulil albab) yang dapat mengambil pelajaran (hikmah) dari ayat-ayat mutasyabihat. Firman allah ta’ala yang artinya
Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS Al Imran [3]: 7 )
Pemahaman secara ilmiah atau logika menggunakan pikiran dan memori yang kami tenggarai sebagai penyebab pelaku bom bunuh diri sebagaimana yang telah kami uraikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/04/27/bom-bunuh-diri/
Salafi, mereka yang mengaku-aku berpemahaman serupa dengan Salafush Sholeh. Kalau serupa , koq terjadi perbedaan di antara mereka ?
Perbedaan pokok yang terlihat jelas adalah pemahaman mereka tentang hizb atau berkelompok, berorganisasi atau bentuk jama’ah minal muslimin
Salafi terbagi dua mainstream yang berbeda.
Satu mainstream seperti Ustadz Askari (Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal) (Salafi Wahhabi), anti Hizb
Satu mainstream seperti Ustadz Firanda, Ustadz Abu Bakar Baasyir (Salafi haraki atau Salafi jihadi), suka Hizb
Sedangkan Ustadz Ja’far Umar Thalib, belum jelas posisi beliau
Sejauh yang saya tahu sampai dengan bulan Februari 2010 dari kalangan ulama Arab Saudi (Wahhabi) untuk tetap memutuskan hubungan dengan ustadz JUT sebagaimana yang termuat dalam tulisan pada http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=1706
Ust Ja’far Umar Thalib (JUT) telah “berupaya” untuk menunjukkan bahwa beliau tidak sependapat atau sejalan lagi dengan ulama-ulama pergerakan (haraki/jihadi).
Inilah video “upaya” beliau untuk kemballi
http://www.youtube.com/watch?v=m3h1jEQFNhI
dan http://www.youtube.com/watch?v=CNrEijcGSK
Inilah tanggapan dari mereka yang sependapat atau sejalan dengan Ustadz ABB terhadap Ustadz JUT
http://kabarduniaislam.blogspot.com/2010/08/jafar-umar-thalib-ternyata-penasihatnya.html
Sedangkan perselisihan anatara Ustadz Firanda dan Ustadz Askari sebagai berikut,
***** awal kutipan *****
Al-Ustadz hafizohullah berkata :
Gelar “kadzdzab” (gemar berdusta) yang disematkan oleh salah seorang ulama besar di Madinah Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahim Al-Bukhari Hafizhahullah kepada seorang pelajar di Madinah yang bernama Firanda Andirja memang merupakan gelar yang layak disandangnya. Mengapa tidak, Firanda seakan tiada henti menghembuskan fitnahnya dengan menyebarkan berbagai kedustaan dikalangan salafiyyin dengan menyebarkan berita-berita palsu yang kandungannya adalah upaya merendahkan kedudukan para ulama dan Da’i Ahlus sunnah ditengah umatnya….. Selamat berbahagia dengan gelar ini wahai Firanda dari salah seorang ulama besar Madinah Nabawiyyah)) demikan perkataan al-ustadz hafizhohullah (silahkan lihat http://www.salafybpp.com/categoryblog/97-dusta-firanda-ditengah-badai-fitnah-yang-sedang-melanda-bag1.html
***** akhir kutipan *****
Sumber: http://firanda.com/index.php/artikel/31/146
**** awal kutipan *****
Ustadz Firanda,
Alhamdulillah sang ustadz telah menanggapi dengan baik tulisan saya, yang ini tentunya menunjukan keikhlasan sang ustadz. Dan tangapan sang ustadz tersebut tentunya bukan tentang permasalahan inti yang sedang kita diskusikan yaitu tentang apakah yang tidak mentahdzir IT menjadi sururi?.Akan tetapi, tanggapan sang ustadz lebih pada mengenai stempel dusta kepada firanda.
Sebenarnya saya masih menunggu dan itu yang paling saya inginkan agar sang ustadz menanggapi tulisan-tulisan saya tentang manhaj mentahdzir yang telah saya tulis di webs saya, mungkin Ustadz ada masukan atau apa yang saya kemukakan keliru dsb, barakallahu fikum. Karena inilah inti permasalahan dari pertama, tapi ternyata ustadz lebih sibuk mengurusi saya pendusta atau tidak.
***** akhir kutipan *****
Mereka saling tuduh “dusta”, padahal tauladan kita Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak berdusta walaupun dalam guyonan/lelucon.
Penggunaan gelar “kadzdzab” menunjukkan mereka menggunakan metode dakwah “Jarh wa ta’dil” sebagaimana yang telah kami uraikan dalam tulisan sebelumnya pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/04/24/jarh-wa-tadil/
Semoga kita, kaum muslim pada umumnya (mayoritas) dapat mengambil pelajaran dari perbedaan atau perselisihan kaum Salafi di Indonesia.
Kebenaran hanyalah satu yang berasal dari Allah Azza wa Jalla namun pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Hadits bisa saja terjadi perbedaan karena semua itu adalah kehendak Allah Azza wa Jalla. Allah ta’ala berfirman yang artinya,
“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)“. (QS Al Baqarah [2]: 269)
Semoga mereka bukanlah yang dimaksud dengan kaum yang melesat atau menyempal dari kaum muslim pada umumnya (mayoritas) sebagaimana yang telah kami uraikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/04/13/merekak-yang-melesat/
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
sangat bagus…minta izin ikut menyimak dan mungkin mengcopy-nya…
Alhamdulillah, silahkan mas
ada ulama yg bisa dialog dgn malaikat??? hahahaha anda di perdaya
Mas Dedi Wahyudi, silahkan kalau antum tidak meyakininya.
Tentu antum juga tidak akan meyakini bahwa Ibnu Taimiyah pernah ditampakkan telaga ‘arasy di mana dia melihat malaikat muqorobin.
Tentu antum juga tidak akan meyakini bahwa jika Allah Azza wa Jalla berkehendak maka beberapa manusia ditampakkan pintu surga atau apapun yang ghaib bagi orang pada umumnya.
atau boleh jadi Mas Dedi Wahyudi juga tidak akan meyakini bahwa kita atas kehendak Allah Azza wa Jalla dapat bertemu dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
tulisannya kayak karangan anak sd.. bahkan lebih jahil lagi.. bagaiamna antum bsa menghukumi ulama tanpa bukti hanya karangan fantasi anda, karena setiap hari anda beribadah hanya dengan fantasi dan merasa bsa bertemu fisik dengan rabb manusia,
Mas Chipa, kami hanya menyampaikan tentang mereka bukanlah menghukumi mereka.
Ahlussunnah wal Jama’ah adalah kaum muslim yang berakhlakul karimah, muslim yang baik, sholihin, muslim yang ihsan, muslim yang bermakrifat yakni muslim yang menyaksikan Allah dengan hatinya (ain bashiroh)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani, “Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. Bagaimana anda melihat-Nya? dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”
Jika belum dapat bermakrifat yakinlah bahwa Allah Azza wa Jalla melihat kita.
Rasulullah bersabda yang artinya “jika kamu tidak melihat-Nya (bermakrifat) maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Muslim 11)
Ubadah bin as-shamit ra. berkata, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata: “Seutama-utama iman seseorang, jika ia telah mengetahui (menyaksikan) bahwa Allah selalu bersamanya, di mana pun ia berada“
Rasulullah shallallahu alaihi wasallm bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
Muslim yang menyaksikan Allah ta’ala dengan hati (ain bashiroh) adalah muslim yang selalu meyakini kehadiranNya, selalu sadar dan ingat kepadaNya.
Imam Qusyairi mengatakan “Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi)”
Munajat Syaikh Ibnu Athoillah, “Ya Tuhan, yang berada di balik tirai kemuliaanNya, sehingga tidak dapat dicapai oleh pandangan mata. Ya Tuhan, yang telah menjelma dalam kesempurnaan, keindahan dan keagunganNya, sehingga nyatalah bukti kebesaranNya dalam hati dan perasaan. Ya Tuhan, bagaimana Engkau tersembunyi padahal Engkaulah Dzat Yang Zhahir, dan bagaimana Engkau akan Gaib, padahal Engkaulah Pengawas yang tetap hadir. Dialah Allah yang memberikan petunjuk dan kepadaNya kami mohon pertolongan“
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany menyampaikan, “mereka yang sadar diri senantiasa memandang Allah Azza wa Jalla dengan qalbunya, ketika terpadu jadilah keteguhan yang satu yang mengugurkan hijab-hijab antara diri mereka dengan DiriNya. Semua bangunan runtuh tinggal maknanya. Seluruh sendi-sendi putus dan segala milik menjadi lepas, tak ada yang tersisa selain Allah Azza wa Jalla. Tak ada ucapan dan gerak bagi mereka, tak ada kesenangan bagi mereka hingga semua itu jadi benar. Jika sudah benar sempurnalah semua perkara baginya. Pertama yang mereka keluarkan adalah segala perbudakan duniawi kemudian mereka keluarkan segala hal selain Allah Azza wa Jalla secara total dan senantiasa terus demikian dalam menjalani ujian di RumahNya”.