Kafirkah orang tua Rasulullah
Para pengikut paham Wahabisme penerus kebid’ahan Ibnu Taimiyyah gemar menyebarluaskan keyakinan bahwa orang tua Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah kafir.
Berikut contoh ketika mereka menggugat kitab Barzanji menuliskan sebagai berikut,
***** awal kutipan *****
Penulis kitab Barzanji meyakini melalui ungkapan syairnya bahwa kedua orang tua Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam termasuk ahlul iman dan termasuk orang-orang yang selamat dari neraka bahkan ia mengungkapkan dengan sumpah.
“Dan sungguh kedua (orang tuanya) demi Allah Azza wa Jalla termasuk ahli iman dan telah datang dalîl dari hadîts sebagai bukti-buktinya. Banyak ahli ilmu yang condong terhadap pendapat ini maka ucapkanlah salam karena sesungguhnya Allah Maha Agung. Dan sesungguhnya Imam al-Asy’ari menetapkan bahwa keduanya selamat menurut nash tibyan (al-Qur’an)”. (Lihat Majmûatul Mawâlid Barzanji, hal. 101)
Jelas, yang demikian itu bertentangan dengan hadîts dari Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa sesungguhnya seorang laki-laki bertanya: “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di manakah ayahku (setelah mati)?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dia berada di Neraka.” Ketika orang itu pergi, beliau Shallallahu alaihi wa sallam memanggilnya dan bersabda: “Sesungguhnya bapakku dan bapakmu berada di Neraka”.
Imam Nawawi rahimahullah berkata: ”Makna hadits ini adalah bahwa barangsiapa yang mati dalam keadaan kafir, ia kelak berada di Neraka dan tidak berguna baginya kedekatan kerabat. Begitu juga orang yang mati pada masa fatrah (jahiliyah) dari kalangan orang Arab penyembah berhala, maka ia berada di Neraka. Ini tidak menafikan penyampaian dakwah kepada mereka, karena sudah sampai kepada mereka dakwah nabi Ibrahim Alaihissalam dan yang lainnya.”
***** akhir kutipan *****
Pendapat Imam Nawawi yang disampaikan oleh mereka di atas, adalah pendapat terhadap orang tua si penanya bahwa “tidak menafikan penyampaian dakwah kepada mereka, karena sudah sampai kepada mereka dakwah nabi Ibrahim Alaihissalam dan yang lainnya bahwa orang yang mati pada masa fatrah jika menyembah berhala maka ia berada di neraka”
Sedangkan orang tua Nabi pada masa fatrah dan tidak pula menyembah berhala.
Perlu diketahui kitab Barzanji ditulis oleh ulama yang sholeh dari keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang mendapatkan pengajaran agama dari orang tua-orang tua mereka terdahulu yang tersambung kepada lisannya Imam Sayyidina Ali ra yang mendapatkan pengajaran agama langsung dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yakni Sayid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Sayid ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Sayid ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a.
Sayyid Ja’far adalah seorang mufti mazhab Syafi’i di Madinah , tentu kita tahu bagaimana kompetensi mufti pada zaman dahulu.
Datuk-datuk Sayyid Ja’far semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya.
Beliau mempunyai sifat dan akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan Al-Quran dan Sunnah, wara’, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mendahului dalam membuat kebajikan bersedekah,dan pemurah.
Semasa kecilnya beliau telah belajar Al-Quran dari Syaikh Ismail Al-Yamani, dan belajar tajwid serta membaiki bacaan dengan Syaikh Yusuf As-So’idi dan Syaikh Syamsuddin Al-Misri.
Antara guru-guru beliau dalam ilmu agama dan syariat adalah : Sayid Abdul Karim Haidar Al-Barzanji, Syeikh Yusuf Al-Kurdi, Sayid Athiyatullah Al-Hindi.
Sayid Ja’far Al-Barzanji telah menguasai banyak cabang ilmu, antaranya: Shoraf, Nahwu, Manthiq, Ma’ani, Bayan, Adab, Fiqh, Usulul Fiqh, Faraidh, Hisab, Usuluddin, Hadits, Usul Hadits, Tafsir, Hikmah, Handasah, A’rudh, Kalam, Lughah, Sirah, Qiraat, Suluk, Tasawuf, Kutub Ahkam, Rijal, Mustholah.
Untuk memahami Al Qur’an dan Hadits tidak cukup dengan arti bahasa saja dan apalagi hanya berbekal makna dzahir saja.
Oleh karena Hadits dan “bacaan Al Qur’an dalam bahasa Arab” (QS Fush shilat [41]:3) maka diperlukan kompetensi menguasai ilmu-ilmu yang terkait bahasa Arab atau ilmu tata bahasa Arab atau ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’) ataupun ilmu untuk menggali hukum secara baik dan benar dari al Quran dan as Sunnah seperti ilmu ushul fiqih sehingga mengetahui sifat lafad-lafad dalam al Quran dan as Sunnah seperti ada lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan, ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq, ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz hakikat. ada pula nasikh dan mansukh dan lain-lain.
Kalau tidak menguasai ilmu-ilmu tersebut kemudian berpendapat, berfatwa atau beristinbat, menggali hukum dari Al Qur’an dan Hadits maka akan sesat dan menyesatkan.
Telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Abu Uwais berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Hisyam bin ‘Urwah dari bapaknya dari Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan (HR Bukhari 98)
Contohnya ada yang menyampaikan dari kitab tafsir Ibnu Katsir dan Thabari tentang turunnya surat Al Baqaroh ayat 119 adalah untuk ayah dan ibu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Thobari:
. أخبرنا الثوري ، عن موسى بن عبيدة ، عن محمد بن كعب القرظي ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” ليت شعري ما فعل أبواي ، ليت شعري ما فعل أبواي ; فنزلت إنا أرسلناك بالحق بشيرا ونذيرا ولا تسأل عن أصحاب الجحيم
[Jami’ul Bayan Tafsir Thobari hal.748 Jilid 1]
Hal yang perlu kita ingat bahwa Ibnu Katsir maupun Thabari dalam membuat kitab tafsir memilih metodologi tafsir bil matsur. Kitab tafsir yang mempergunakan metodologi tafsir bil matsur bukanlah kitab yang memuat hasil ijtihad dan istinbat melainkan penafsiran sebatas menyampaikan ayat Al Qur’an dan Hadits yang terkait dengan ayat yang ditafsirkan.
Berikut penjelasan dari Ismatun Nabi Zaki Ibrahim hal.96
Riwayat tersebut adalah riwayat mursal yang sangat dho’if. Ulama telah berijma’ akan jatuhnya sanadnya dan tidak dapat dijadikan hujjah.
Yang pasti, telah ijma’ ayat ini turun untuk orang-orang kafir daripada ahlul kitab.
Berkata Abdurrazaq, diceritakan oleh As-Tsauri kepada kami dari Musa bin Ubaidah, dan Muhammad bin Kaab Al-Qurathi, katanya bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Wahai bagaimanakah kiranya nasib kedua orang tuaku?” Maka turunlah ayat, “Sesungguhnya Kami telah mengutusmu dengan kebenaran, pembawa berita gembira dan pembawa peringatan. Kamu tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang penghuni-penghuni neraka.” (Q.S. Al-Baqarah 119). Maka sampai wafatnya tidak pernah lagi Nabi menyebut-nyebut kedua orang tuanya itu.
Riwayat ini mursal. Ayat itu tidak terkait dengan kedua orang tua Nabi karena ayat sebelum dan sesudahnya berkaitan dengan ahlul kitab.
Diketengahkan oleh Ibnu Jarir, dari jalur Ibnu Juraij, katanya, disampaikan kepadaku oleh Daud bin Abu Ashim bahwa pada suatu hari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Di manakah ibu-bapakku?” Maka turunlah ayat tersebut.
Riwayat ini juga mursal
Berikut contoh ulama dari kalangan pengikut paham Wahabisme sendiri yakni Muhammad Al Amin Assyinqiti yang menyatakan bahwa kedua orang tua Rasulullah adalah ahli surga.
Contoh biografi dari Muhammad Al Amin Assyinqiti dapat dibaca pada http://abumusa81.wordpress.com/2013/01/09/biografi-ringkas-syaikh-muhammad-al-amin-asy-syinqithi/
Berikut kutipan penjelasan Assyinqiti bahwa kedua orang tua Rasulullah selamat di akhirat kelak karena Beliau menjelaskan tidak berdasarkan dari sudut arti bahasa saja sebagaimana informasi pada http://generasisalaf.wordpress.com/2016/02/22/kedua-orang-tua-nabi-saw-selamat-di-akhirat/
***** awal kutipan *****
Syaikh Abdullah memperlihatkan kepada syaikh Assyinqiti buku syarah Imam Nawawi tentang hadits – sesungguhnya bapak ku dan bapak kamu masuk neraka.
Syaikh assyinqiti berkata: saya sudah tahu hadits ini.
Syaikh abdullah azzahim berkata: kemarin antum menyampaikan di pengajian Nabawi bahwa kedua orang tua Nabi termasuk ahli fatrah.
Syaikh Assyinqiti menjawab: iya. Karena jawaban saya berdasarkan al Qur’an yang qot’iy matan dan qot’iy dilalah.
Saya tidak bisa menolak nash yang qot’iy matan dan qot’iy dilalah dengan nash yang zhanniy matan dan zhanniy dilalah ketika mentarjih, hadits ini termasuk khabar ahad.
Sama dengan hadits Abi Hurairah riwayat Muslim: saya minta izin ke Allah utk mengunjungi ibuku saya diberi izin, lalu saya minta kepada allah utk di ampuni dosa nya namun tidak diizinkan.
Hadits di atas zhanniy matan maka tidak bisa menolak qot’iy matan yaitu firman Allah:
( al isra’: 15)ۗ وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَث رَسُولًا
“Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”
Jelas sekali ayat diatas qot’iy matan dan qot’iy dilalah.
Berbeda dengan hadits: إن أبي وأباك في النار،
hadits ini zhanniy matan dan zhanniy dilalah.
Ada kemungkinan أبي maknanya paman nabi: Abu Thalib. Karena orang arab kadang kadang memanggil paman dengan الأب، bisa kita temukan pemakaian ini di dalam al Qur’an
1. Qot’iy matan dan qot’iy dilalah: Al Baqarah: 133:
قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيم
َ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.
Nabi Ismail adalah pamannya nabi Ya’qub. Clear: Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim.
2. Qot’iy matan dan zhanniy dilalah: Al An’am:84-86.
وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ كُلًّا هَدَيْنَا وَنُوحًا هَدَيْنَا مِنْ قَبْلُ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِ دَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ وَأَيُّوبَ وَيُوسُفَ وَمُوسَى وَهَارُونَ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (84) وَزَكَرِيَّا وَيَحْيَى وَعِيسَى وَإِلْيَاسَ كُلٌّ مِنَ الصَّالِحِينَ (85) وَإِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَيُونُسَ وَلُوطًا وَكُلًّا فَضَّلْنَا عَلَى الْعَالَمِينَ (86)
“Dan Kami telah menganugerahkan Ishaq dan Ya’qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami berikan petunjuk dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebagian dari keturunannya (Nuh), yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa, dan Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dan Zakaria, Yahya, Isa, dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang saleh, dan Ismail, Al-Yasa’, Yunus, dan Lut. Masing-masingnya Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya).”
Secara Nash Al Qur’an, Ibrahim merupakan ayah bagi Luth padahal berdasarkan hadits beliau merupakan paman nya.
Karena itu kasus arab Badui yg bertanya: dimana ayahku?? Rasulullah menjawab: ayah mu masuk neraka, beliau berpaling mau pulang dlm keadaan sedih. Rasulullah menyuruh sahabat memanggil nya ketika datang, beliau berkata: sesungguhnya bapak ku dan bapak kamu masuk neraka. Maka yg di maksud dengan أبي di hadits adalah paman nabi Abu Thalib.
Kemudian syaikh Assyinqiti berkata: kejelasan dalam masalah ini: kedua orangtua Nabi Muhammad saw termasuk ahli fatrah, definisi ahli fatrah: kaum yang tidak mendapatkan peringatan sebelumnya juga tidak mendapatkan Risalah kenabian setelahnya.
Dalam kontek ini: ayah Nabi ( Abdullah) meninggal ketika Rasulullah dalam kandungan, sementara ibu Rasulullah wafat ketika beliau berumur 6 tahun ( sepakat ulama sirah). kalau begitu kedua duanya termasuk ahli fatrah.
Di antara jamaah yang hadir ada yang berkata: “Orang Arab ketika itu mengikuti agama Ismail berarti mereka sudah ada yang memberi peringatan.
Syaikh assyinqiti berkata: “anda yakin dengan apa yang anda ucapkan?”
Jamaah: “ya saya yakin”
Syaikh Assyinqiti berkata: bagaimana pendapatmu surat Yasin :6 ?
لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَا أُنْذِرَ آبَاؤُهُمْ فَهُمْ غَافِلُونَ
Agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai.
Huruf ما disini faedahnya menafikan peristiwa, dasar nya ada huruf الفاء pada ayat فهم غافلون artinya ada illat karena belum di beri peringatan.
Syaikh Assyinqiti berkata: Bagaimana pendapat anda tentang firman Allah swt dlm surat Al Qashas : 46 ?
وَمَا كُنْتَ بِجَانِبِ الطُّورِ إِذْ نَادَيْنَا وَلَٰكِنْ رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَا أَتَاهُمْ مِنْ نَذِيرٍ مِنْ قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Dan tiadalah kamu berada di dekat gunung Thur ketika Kami menyeru (Musa), tetapi (Kami beritahukan itu kepadamu) sebagai rahmat dari Tuhanmu, supaya kamu memberi peringatan kepada kaum (Quraisy) yang sekali-kali belum datang kepada mereka pemberi peringatan sebelum kamu agar mereka ingat.”
Bagaimana pendapat anda tentang firman Allah swt dlm surat Assaba’ :44 ??
وَمَا آتَيْنَاهُمْ مِنْ كُتُبٍ يَدْرُسُونَهَا وَمَا أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمْ قَبْلَكَ مِنْ نَذِيرٍ
Dan Kami tidak pernah memberikan kepada mereka kitab-kitab yang mereka baca dan sekali-kali tidak pernah (pula) mengutus kepada mereka sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun.
Bagaimana pendapat anda tentang firman Allah swt dlm surat Assajadah
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ ۚبَلْ هُوَ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَا أَتَاهُمْ مِنْ نَذِيرٍ مِنْ قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ
Tetapi mengapa mereka (orang kafir) mengatakan: “Dia Muhammad mengada-adakannya”. Sebenarnya Al Qur’an itu adalah kebenaran (yang datang) dari Tuhanmu, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka orang yang memberi peringatan sebelum kamu; mudah-mudahan mereka mendapat petunjuk.
Yang benar bahwa ahli fatrah, orang idiot dan anak-anak musyrikin yang mati ketika masih kecil mereka akan di datang kan api pada hari kiamat di padang mahsyar, api tersebut di minta utk melahap nya, Allah mengetahui diantara mereka ada yang menjadi ahli surga maka api tersebut berubah menjadi dingin dan mereka masuk kedalam kelompok kanan ( ahli surga).
Dan Allah juga tahu siapa diantara mereka yg menjadi ahli neraka maka bergabung lah dengan kelompok kiri (ahli neraka) Ibnu Katsir menyebutkan penjelasan itu ketika menafsirkan surat Al Isra’: 15.
***** akhir kutipan *****
Dalam penjelasan di atas Assyinqiti ketika mencontohkan kemungkinan makna Abi, paman Nabi adalah Abu Thalib padahal contoh yang tepat adalah Abu Lahab.
Contoh kajian tentang keimanan Abu Thalib dapat dibaca pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2017/03/keimanan-abu-thalib.pdf
Di atas Assyinqiti menjelaskan bahwa dia tidak bisa menolak nash yang qot’iy matan dan dilalah dengan nash yang zhanniy matan dan dilalah
Nash yang bersifat qot’iy (pasti) adalah lafadz-lafadz yang mengandung pengertian tunggal dan tidak bisa dipahami makna lain darinya.
Nash atau dalil yang bersifat qot’iy dapat dipahami dengan mudah dan umumnya cukup dengan makna dzahir saja dan penolakan terhadapnya berarti bentuk kekufuran.
Sedangkan nash yang bersifat zhanniy (kuat dugaan) adalah lafadz lafadz yang mengandung pengertian lebih dari satu dan memungkinkan untuk ditakwilkan menggunakan tata bahasa Arab.
Begitupula ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA yang memahami dan menjelaskan tidak dari sudut arti bahasa saja, menyimpulkan dan disampaikan pada bagian akhir tulisannya bahwa “kita tidak boleh menyakiti hati Beliau (Rasulullah) dengan memvonis bahwa kedua orang tua beliau kafir. Sedangkan dalil yang kita dapat masih belum melahirkan kesimpulan yang pasti. Maksudnya masih belum tegas menyatakan bahwa mereka itu kafir” sebagaimana yang dipublikasikan pada http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1138173832&=kafirkah-orang-tua-rasullulloh.htm
Ust Ahmad Sarwat di atas mengingatkan bahwa kita tidak boleh menyakiti hati Rasulullah akibat selalu berpegang pada nash secara dzahir atau pemahamannya selalu dengan makna dzahir.
Jadi mereka yang salah memahami Al Qur’an dan As Sunnah karena mereka selalu berpegang pada nash secara dzahir atau pemahaman mereka selalu dengan makna dzahir dapat berakibat dilaknat oleh Allah dan amal ibadah sepanjang hidupnya tidak diterima oleh Allah .
Telah berkata sebagian ulama: “Telah ditanya Qodhi Abu Bakar bin ‘Arobi, salah seorang ulama madzhab Maliki mengenai seorang laki-laki yang berkata bahwa bapak Nabi berada di dalam neraka. Maka, beliau menjawab bahwa orang itu terlaknat, karena Allah Ta’ala berfirman yang artinya, ”Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah akan melaknat mereka di dunia dan akherat dan menyiapkan bagi mereka itu adzab yang menghinakan”. (QS. Al-Ahzab: 57).
Dan tidak ada perbuatan yang lebih besar dibandingkan dengan perkataan bahwa bapak Nabi berada di dalam neraka.
Betapa tidak! Sedangkan Ibnu Munzir dan yang lainnya telah meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa seseorang berkata: “Engkau anak dari kayu bakar api neraka’, maka berdirilah Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan marah, kemudian berkata yang artinya: “Bagaimana keadaan kaum yang menyakiti aku dalam hal kerabatku, dan barangsiapa menyakiti aku maka sesungguhnya dia telah menyakiti Allah.
Di atas Assyinqiti menjelaskan hadits yang kalau dipahami selalu dengan makna dzahir adalah
“sesungguhnya bapakku dan bapakmu masuk neraka”,
“ada kemungkinan أبي maknanya paman Nabi, karena orang Arab kadang kadang memanggil paman dengan الأب، bisa kita temukan pemakaian ini di dalam al Qur’am”
Begitupula Prof, DR Ali Jum’ah, mantan mufti agung Mesir dalam kitab berjudul “Al Mutasyaddidun, manhajuhum wa munaqasyatu ahammiqadlayahum” yang sudah diterjemahkan dan diterbitkan oleh Khatulistiwa Press (http://www.khatulistiwapress.com) dengan judul Menjawab Dakwah Kaum ‘Salafi’ yang berisikan jawaban ilmiah terhadap pemahaman dan cara dakwah kaum “salafi-wahabi” menjelaskan bahwa orang Arab yang dijelaskan dalam ilmu tata bahasa Arab, ketika menyebut kata ayah, dapat pula yang dimaksud adalah paman.
Contohnya firman Allah Ta’ala yang artinya “Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Aazar, ‘Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan ? sesungguhnya aku meihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata “(QS Al An’am [6]:74)
Para ahli tafsir atau mufassirin telah menyampaikan bahwa yang dimaksud dengan “Abiihi” (bapaknya) ialah “pamannya” karena ayahnya Nabi Ibrahim alaihisalam sebenarnya bernama Tarih atau Tarikh.
Ibnu Mundzir meriwayatkan dengan sanad shahih dari Ibnu Juraij, ia berkata “Azar bukanlah ayah Ibrahim, Ibrahim adalah putra Tairakh atau Tarikh bin Fakhur bin Falih, orang Arab biasa menyebut ayah untuk paman seperti yang Allah Ta’ala sampaikan dalam firmanNya pada (QS Al Baqarah : 133)
Begitupula Imam Nawawi terhadap sabda Rasulullah “Sesungguhnya bapakku dan bapakmu di neraka” menjelaskan
. وَقَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( إِنَّ أَبِي وَأَبَاك فِي النَّار ) هُوَ مِنْ حُسْن الْعِشْرَة لِلتَّسْلِيَةِ بِالِاشْتِرَاكِ فِي الْمُصِيبَة
Dan sabdanya shallallahu alaihi wasallam : (Sesungguhnya bapakku dan bapakmu di neraka) ia daripada bentuk luwesnya pergaulan (Rasulullah) untuk menghibur (si penanya) dengan mengatakan sama-sama tertimpa musibah (maksudnya neraka) dengan cara menyamarkan antara bapak kandung dengan bapak dalam artian paman.
As-Suyuthi menjelaskan bahwa redaksi (matan) hadits “Sungguh bapakku dan bapakmu berada di neraka” tidak disepakati oleh para perawi.
Redaksi (matan) tersebut hanya disebut oleh Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas.
Masih ada redaksi (matan) lainnya seperti yang disampaikan oleh Thabarani dan Baihaqi, riwayat dari Ibrahim bin Sa’ad Az-Zuhri dari Amir bin Sa’ad dari ayahnya ketika Rasulullah menjawab pertanyaan si Badui, “Lantas bapakmu di mana” dan Rasulullah menjawab, “saat kau melintasi makam orang kafir, sampaikan kabar gembira neraka kepadanya”
Thabrani dan Baihaqi memberi tambahan di akhir hadits, “Si Badui kemudian masuk Islam, setelah itu kemudian berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan suatu hal berat padaku; sehingga tidaklah aku melintasi makam orang kafir melainkan aku sampaikan berita gembira neraka padanya”.
Oleh karenannya matan (redaksi) yang disampaikan oleh Thabrani dan Baihaqi sebaiknya dijadikan pedoman dan lebih diprioritaskan dari yang lain karena tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan sabda Rasulullah lainnya.
Berikut penjelasan para ulama terkait hadits ahad yang kalau dipahami dengan makna dzahir maka artinya adalah
“Aku meminta izin kepada Tuhanku untuk memohonkan ampun untuk ibuku maka Dia tak mengizinkanku, kemudian aku minta izin untuk menziarahi kuburnya maka Dia mengizinkan aku”.
Al-Allamah Al Arif Billah Syaikh Zaki Ibrahim menyampaikan “bahwasanya istighfar adalah bagian dari penghapusan dosa, maka seseorang tidak akan berdosa selama masa dakwah Islam belum sampai kepadanya. Maka tidak perlulah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memintakan ampun untuk orang yang belum terhitung telah melakukan dosa dan Allahpun juga tak akan mengiqobnya sebagai dosa. Maka memintakan ampun kepada ibunya, adalah suatu hal yang sia-sia, dan bukanlah daripada sifat para Nabi melakukan suatu hal yang sia-sia.
Berikut kutipan penjelasan Syeikh Manshur Ali Nashif dalam kitab “At-Tajul Jami’ lil Ushul fii Ahaditsir Rasul”
***** awal kutipan *****
Dari Abu Hurairah beliau berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam berziarah ke makam ibunya dan beliau menangis. Begitupula orang-orang yang berada di sekitarnya pada menangis. Kemudian, beliau berkata: Aku meminta idzin kepada Tuhanku supaya aku bisa memintakan ampunan untuknya. Namun aku tidak diidzinkan oleh-Nya. Terus aku meminta idzin kepada-Nya supaya aku bisa menziarahinya. Kemudian, Dia mengidzinkan aku untuk menziarahi ibuku. Berziarahlah ke makam-makam !! Karena, berziarah itu dapat mengingatkan mati. Hadits riwayat Imam Muslim, Abu Dawud, dan Nasa’i “.
Maksud hadits tersebut di atas sebagai berikut: Ketika Nabi Muhammad saw menziarahi ibunya yang bernama Sayyidah Aminah binti Wahab, beliau menangis karena ibunya tidak beragama Islam dan tidak mendapat kesenangan di dalamnya, dan Allah tidak mengidzinkan Nabi shallallahu alaihi wasallam memintakan ampunan untuk ibunya. Karena, permintaan ampunan itu syaratnya harus beragama Islam. Sedangkan ibunda Nabi shallallahu alaihi wasallam wafat dalam keadaan menganut agama kaumnya sebelum beliau diangkat jadi Rasul. Hal ini bukan berarti ibunda Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak masuk surga, karena ibunda Nabi shallallahu alaihi wasallam itu termasuk ahli fatrah (masa kekosongan atau vakum antara dua kenabian).
Menurut ulama jumhur bahwa ahli fatrah itu adalah orang-orang yang selamat (orang-orang yang selamat dari api neraka dan mereka tetap dimasukkan ke dalam surga). Firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat Al-Isra ayat 15:
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبۡعَثَ رَسُولاً۬
Artinya: “Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang Rasul“.
Bahkan berlaku dan absah menurut ahli mukasyafah bahwa Allah Ta’ala menghidupkan kembali kedua orangtua Nabi shallallahu alaihi wasallam setelah beliau diangkat jadi Rasul. Kemudian, mereka beriman kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam. Oleh karena itu, sudah pasti mereka termasuk ahli surga.
***** akhir kutipan *****
Prof DR Ali Jum’ah menjelaskan, “dalam hadits tersebut tidak ada keterangan yang jelas bahwa ibu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berada di neraka. Tidak dizinkannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk memintakan ampunan bagi ibunya tidak menunjukkan bahwa ia seorang musyrik. Jika tidak, tentu Rabb-nya tidak akan mengizinkan Beliau untuk menziarahi makam ibnunya, karena menziarahi kuburan orang-orang musyrik itu dilarang oleh Allah Azza wa Jalla”.
Memang ada sebagian pihak menisbatkan kepada Imam Nawawi dalam syarah Muslim berpendapat bahwa boleh menziarahi mereka (non muslim) namun kita berpegang bahwa setiap pendapat itu mungkin diterima dan mungkin ditolak kecuali kalam shohobu hadzal Maqam (Imam Malik sambil menunjukkan tangannya ke makam Rasulullah shallallahu alaihi wasallam) dan begitupula Imam Nawawi tidak menshorihkan atau menjelaskan secara gamblang dengan perkataannya bahwa ibu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah kafir.
Pendapat Imam Muslim sendiri yang meriwayatkan hadits tersebut di dalam shohihnya, yang mana hadits tersebut terletak dalam Bab: Isti’dzanun Nabi Rabbahu fi Ziyarati Qobri Ummihi (Minta Izinnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada Allah untuk Menziarahi Makam Ibunya).
Dalam pemahaman tersebut juga menjadikan bukti bahwa ibunda Nabi shallallahu alaihi wasallam bukanlah orang musyrik dan ahli neraka adalah Allah mengizinkan Nabi shallallahu alaihi wasallam untuk menziarahinya.
Sedangkan kita tahu bahwa Allah melarang kita berdiri di sisi kuburan (menziarahi) orang-orang kafir sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya, “Dan janganlah kamu mensholati seorang dari mereka yang wafat selama-lamanya, dan janganlah kamu berdiri di sisi kuburnya (janganlah menziarahinya). Sesungguhnya mereka meng-kufuri Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam kedaan fasiq “. (QS At Taubah [9] : 84)
As-Suyuthi dalam tafsirmya berkata: “dan janganlah berdiri diatas kuburnya untuk menguburkannya atau untuk menziarahinya.”
Al-Alusi al-Baghdadi berkata: “dari perkataan sebagian dari mereka dapat dipahami bahwa kata ‘di atas’ berarti ‘di samping’, artinya janganlah berdiri di samping kuburannya untuk menguburkannya atau menziarahinya”.
Begitupula di atas telah disampaikan sabda Rasulullah, “saat kau melintasi makam orang kafir, sampaikan kabar gembira neraka kepadanya”
Imam Suyuthi penutup amirul mukminin fil hadits menyampaikan, “ Adapun hadits tersebut maka tidak mesti diambil daripadanya hukum kafir berdasarkan dalil bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga ketika di awal-awal Islam dilarang untuk menyolatkan dan mengistighfarkan orang mukmin yang ada hutangnya tapi belum dilunaskan karena istighfar Nabi shallallahu alaihi wa sallam akan dijawab Allah dengan segera, maka siapa yang diistighfarkan Rasul dibelakang doanya akan sampailah kepada derajat yang mulia di surga, sementara orang yang berhutang itu tertahan pada maqomnya sampai dilunaskan hutangnya sebagaimana yang ada dalam hadits (jiwa setiap mukmin terkatung dengan hutangnya sampai hutangnya itu dilunaskan). Maka seperti itu pulalah ibu Nabi alaiha salam bersamaan dengan posisinya sebagi seorang wanita yang tak pernah menyembah berhala, maka beliaupun tertahan dari surga di dalam barzakh karena ada sesuatu yang lain diluar kufur. (At-Ta’zhim wal Minnah Suyuthi hal 29 cet. Dar Jawami’ Kalim Kairo)
Jadi dapat kita simpulkan bahwa mereka yang keukeuh (bersikukuh) atau ngeyel mengkafirkan orang tua Nabi akibat selalu berpegang pada nash secara dzahir atau pemahaman mereka selalu dengan makna dzahir maka mereka terjerumus mengingkari nash yang qot’iy matan dan dilalah sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama di atas.
Contoh lainnya mereka secara tidak langsung mengingkari pula firman Allah Ta’ala yang artinya, “dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang sholeh”. (QS Ali Imran [3] : 39)
Imam Suyuthi radhiyallahu ‘anhu menyampaikan, “Aku telah menyelami dengan semua bacaan maka aku mendapati bahwa semua ibu para Nabi adalah wanita-wanita yang beriman, maka lebih pastilah lagi ibunya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga wanita yang beriman. (Imam Suyuthi, Abawai Rasulillah fil Jannah hal. 29)
Terkait kedua orang tua Rasulullah, As Suyuthi menjelaskan bahwa beberapa hadits dengan redaksi (matan) berbeda namun intinya sama menjelaskan bahwa orang tua dan kakek-nenek Nabi shallallahu alaihi wasallam suci dari kotoran syirik dan kekafiran, tidak ada di antara mereka yang kafir karena orang kafir tidak laik disebut manusia terbaik, suci atau bersih, orang kafir disebut najis.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai oran-orang yang beriman, sesungguhnya, orang-orang yang musyrik itu najis (QS At Taubah : 28)
Ibnu Hajar Al Makki menjelaskan, hadits-hadits secara redaksi dan inti dengan tegas menjelaskan bahwa kakek nenek Nabi shallallahu alaihi wasallam sampai ke Adam alaihissalam adalah manusia-manusia terbaik dan mulia. Orang kafir tidak bisa disebut manusia terbaik, mulia ataupun suci tapi najis.
Seperti itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala membersihkan RasulNya dengan menjaganya di balik tulang-tulang punggung dan rahim-rahim suci, seperti itu juga saat masih kecil, beranjak remaja hingga dewasa Allah Subhanahu wa Ta’ala menyucikannya dengan kenabian.
Rasulullah bersabda, Allah telah memindahkan aku dari sulbi-sulbinya para lelaki yang suci ke dalam rahim wanita-wanita yang suci yang tidak mencemariku sama sekali noda-noda jahiliah yaitu syirik dan menyembah berhala
Rasulullah bersabda, Aku senantiasa dipindahkan dari sulbi-sulbi laki-laki yang suci ke dalam rahim-rahim wanita-wanita yang suci.
Rasulullah juga bersabda “ Allah Subahanhu wa Ta’ala menempatkanku di kelompok yang terbaik lalu aku terlahir di antara kedua orang tuaku, aku tidak pernah tersentuh oleh perzinahan jahiliyah, aku terlahir dari pernikahan bukan perzinahan sejak Nabi Adam hingga sampai pada ayah dan ibuku, karena itu aku adalah yang terbaik nasab dan ayahnya di antara kalian”
As-Suyuthi menjelaskan Muhib Ath-Thabari dalam Dzakha’ir Al ‘Uqba dan Bazzar dalam musnadnya, meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata
Sekelompok orang dari kaum Quraisy bertamu ke kediaman Shafiyah binti Abdul Muthalib, mereka membangga-banggakan dan menyebut-nyebut kejahiliyahan, kemudian Shafiyah binti Abdul Muthalib berkata. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berasal dari kalangan kami” Mereka menyahut, “pohon kurma tumbuh di tanah sepi”. Shafiyah lantas melaporkan hal tersebut kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau marah kemudian naik ke mimbar dan menyampaikan, ” Wahai kalian semua, siapa aku ” para hadirin menjawab “Engkau utusan Allah”, Rasulullah bersabda, “Sebutkan nasabku!” mereka menjawab “Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib.” Beliau kemudian bersabda , “Ada apa dengan sekelompok kaum yang mencela asal usulku, demi Allah, asal-usul dan tempatku yang terbaik di antara kalian”
Contoh lain dari pengikut paham Wahabisme penerus kebid’ahan Ibnu Taimiyyah yakni Khalid Basalamah dalam sebuah video yang dipublikasikan pada http://www.youtube.com/watch?v=4FIZCE3Tmx8
Pada menit ke 37:20 Khalid Basalamah ketika menjawab pertanyaan “apakah Ayah dan Ibu Nabi shallallahu alaihi wasallam termasuk orang kafir ?”
Beliau menjawab “Ya, Ayah dan Ibu Nabi shallallahu alaihi wasallam meninggal dalam keadaan menyembah berhala”
Pernyataan tersebut adalah sebuah kedustaan karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak pernah bersabda (yang dapat diartikan) bahwa “Ayah dan Ibunya menyembah berhala”.
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menuturkan doa Nabi Ibrahim yang artinya, “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku, daripada menyembah berhala-berhala” (QS Ibrahim : 35)
Ibnu Mundzir meriwayatkan dalam tafsirnya dengan sanad shahih dari Ibnu Jarir tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya, “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku, orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku” (QS Ibrahim : 40)
Ibnu Jarir berkata, “Di antara keturunan Ibrahim alaihissalam terdapat sekelompok manusia yang senantiasa berada di atas fitrah, selalu menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mengingat di antara keturunan Nabi Ismail ada yang menyembah berhala berarti jelas bahwa Nabi Ibrahim dalam doanya mengkhususkan sekelompok manusia di antara keturunannya senantiasa berada di atas fitrah, tetap berpegangan pada agama yang tidak lenyap meski waktu berganti hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus RasulNya, Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
Ibnu Abbas berkata, “Di antara Adam dan Nuh bersela sepuluh abad, mereka semua berada di atas syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala, setelah itu mereka berselisih lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus para Nabi”
As- Suyuthi dalam Al-Hawi dan Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya menyebutkan, antara Nabi shallallahu alaihi wasallam dan Adam alaihissalam terdapat empat puluh sembilan keturunan”
Firman Allah Ta’ala yang artinya, “dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan” (QS Ash Shaffat : 77)
Selanjutnya As-Suyuthi menyebutkan serangkain atsar yang secara keseluruhan bisa diketahui bahwa keturunan Nabi shallallahu alaihi wasallam mulai dari Nabi Adam alaihissalam semuanya beriman, selanjutnya tauhid terus berlanjut pada keturunan Ibrahim dan Ismail alahissalam.
Berikut riwayat yang menginformasikan bagaimana Ibunda Rasulullah Sayyidah Aminah terjaga dari kekufuran sebagimana contoh informasi dari http://www.facebook.com/note.php?note_id=189857864382154
***** awal kutipan *****
Diriwayatkan oleh Ibn Saad dan Baihaqi dari Ibn Ishak, dia berkata: “Aku mendengar bahwa di saat Aminah hamil, ia berkata: Aku tidak merasa bahwa aku hamil dan aku tidak merasa berat sebagaimana dirasakan oleh wanita hamil lainnya, hanya saja aku tidak merasa haid dan ada seseorang yang datang kepadaku. Apakah engkau merasa hamil? Aku menjawab: Tidak tahu. Kemudian orang itu berkata: Sesungguhnya engkau telah mengandung seorang pemuka dan Nabi dari umat ini, dan hal itu pada hari Senin, dan tandanya dia akan keluar bersama cahaya yang memenuhi istana Basrah di negeri Syam, apabila sudah lahir berilah nama Muhammad?
Aminah berkata: “Itulah yang membuatku yakin kalau aku telah hamil. Kemudian aku tidak menghiraukannya lagi hingga di saat masa melahirkan dekat, dia datang lagi dan mengatakan kata-kata yang pernah aku utarakan? Aku memohon perlindungan untuknya kepada Dzat yang Maha Esa dari kejelekan orang yang dengki?”
“Kemudian aku menceritakan semua itu kepada para wanita keluargaku, mereka berkata: Gantunglah besi di lengan dan lehermu? Kemudian aku mengerjakan perintah mereka, tidak lama besi itu putus dan setelah itu aku tidak memakainya lagi.”
****** akhir kutipan ******
Dalam riwayat tersebut Sayyidah Aminah memohon perlindungan hanya kepada Dzat yang Maha Esa.
“Besi itu putus” adalah salah satu bentuk penjagaan dari Allah Azza wa Jalla agar Sayyidah Aminah terhindar dari kekufuran.
Jadi kedua orang tua Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sampai kepada Nabi Adam alaihissalam senantiasa terjaga oleh Allah Azza wa Jalla, senantiasa berada di atas fitrah, selalu menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala walaupun pada masa fatrah (masa kosong dari kenabian).
Keterjagaan Rasulullah disebut dengan maksum sedangkan keterjagaan kedua orang tua Rasulullah disebut dengan ishmah
Al-Hakim al-Tirmidzi (205-320H/ 820-935M) bertitik tolak pada al-ri’ayah (pemeliharaan), al-mawaddah (cintakasih), dan al-inayah (pertolongan) Allah kepada al-awliya (para wali / kekasih); al-Tirmidzi sampai pada kesimpulannya bahwa al-awliya (para wali / kekasih) dan orang-orang beriman bersifat ‘ishmah, yakni memiliki sifat keterpeliharaan dari dosa; meskipun ‘ishmah yang dimiliki mereka berbeda.
Bagi umumnya orang-orang beriman ‘ishmah berarti terpelihara dari kekufuran dan terus menerus berbuat dosa; sedangkan bagi al-awliya (para wali) ‘ishmah berarti mahfudz (terjaga) dari kesalahan sesuai dengan derajat, jenjang, dan maqamat mereka.
Mereka mendapatkan ‘ishmah sesuai dengan peringkat kewaliannya. Al-Tirmidzi meyakini adanya tiga peringkat ‘ishmah, yakni
‘ishmah al-anbiya (‘ishmah Nabi),
‘ishmah al-awliya (‘ishmah para wali),
‘ishmah al-’ammah (‘ishmah kaum beriman pada umumnya).
Kesimpulannya jika Allah telah mencintai hambaNya maka akan terpelihara (terhindar) dari dosa atau jika mereka berbuat kesalahan maka akan diberi kesempatan untuk menyadari kesalahan mereka ketika masih di dunia.
Sedangkan ulama su’u adalah mereka yang tidak menyadarinya atau tidak disadarkan oleh Allah Azza wa Jalla atas kesalahannya, kekeliruannya atau kesalahpahamannya sehingga mereka menyadarinya di akhirat kelak. Wallahu a’lam
Begitupula Manusia yang paling mulia yakni Rasulullah selalu terjaga dari kesesatan sejak dari kecil walaupun belum turun wahyu sehingga kelirulah ulama panutan mereka, Al Albani yang menamakan kitabnya “Sifat sholat Nabi” namun ironisnya belum mengenal dengan baik kemuliaan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam sehingga memfatwakan bahwa Rasulullah sesat sebelum turunnya wahyu sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/05/22/fatwa-rasulullah-sesat/
Akibat mereka selalu berpegang pada nash secara dzahir atau pemahaman mereka selalu dengan makna dzahir sehingga mereka salah memahami firman Allah Ta’ala yang artinya,
“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung , lalu Dia memberikan petunjuk” (QS Adh Dhuha [93] : 7)
Berikut kutipan penjelasan Prof Dr. Sayyid Muhammad Alawi al Maliki di dalam bukunya al Zakhair al Muhammadiyyah terhadap ayat tersebut.
***** awal kutipan *****
“ Ayat ini sering dieksploitasi oleh sebagian ahli fitnah yang buta basirah dan tertutup pintu hati sehingga mereka tidak dapat melihat hakikat kedudukan Nabi dan Rasul yang sebenar.
Mereka hanya melihat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam sebagai manusia biasa semata-mata yang berjalan di muka bumi, berjalan-jalan di pasar, memikul dosa, melakukan dosa dan kesalahan, pernah hidup dalam kesesatan lalu Allah Ta’ala memberi hidayah kepadanya, pernah hidup dalam kemiskinan lalu Allah memberikannya kekayaan dan dilahirkan dalam keadaan yatim lalu Allah memberi perlindungan kepadanya. Sehinggalah ke akhir perbicaraan yang hanya membangkitkan kekeliruan orang awam karena dia memahami nas-nas yang terdapat di dalam al Quran dan Sunnah secara dzahir”
Begitupula Al Allamah al Qadhi Iyadh menyatakan dalam kitabnya al Syifa bi Tarif Huquq al Mustafa, “Terdapat banyak khabar dan athar yang saling mendukung di antara satu sama lain yang mensucikan para nabi daripada kekurangan ini semenjak mereka dilahirkan dan mereka membesar di atas tauhid dan iman.” Beliau menambah lagi: “Tidak pernah seorang pun ahli hadis berpendapat bahwa seorang daripada mereka yang dipilih menjadi nabi daripada kalangan orang yang dikenali dengan kekufuran dan kesyirikannya sebelum itu.”
Oleh karena itu kita tidak pernah mendengar para nabi dan rasul terdahulu sebelumnya mereka mengikuti keyakinan yang sesat yang dianuti oleh kaum mereka.
Kemuliaan ini adalah terlebih utama dianugerahkan ke atas Rasulullah dan tiada satu sebab atau dalil yang menghalangi baginda daripada memperoleh nikmat dan keistimewaan itu karena baginda adalah penghulu segala nabi dan rasul.
Jangan sekali-kali kita berpaling kepada pendapat bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berada di atas agama kaumnya sebelum Nubuwwah, lalu Allah menghidayahkan Islam kepada baginda karena Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan para nabi yang lain sejak dilahirkan membesar atas ketauhidan dan keimanan.
Sesungguhnya mereka terpelihara sebelum Nubuwwah daripada jahil tentang sifat-sifat Allah dan mentauhidkan-Nya.
***** akhir kutipan *****
Mereka tampaknya belum mengenal Rasulullah yang sejak dilahirkan membesar atas ketauhidan dan keimanaan, terperlihara (maksum) sejak sebelum Nubuwwah atau sejak sebelum turunya wahyu akibat mereka selalu berpegang pada nash secara dzahir atau pemahaman mereka selalu dengan makna dzahir.
Kita periksa kitab tafsir Jalalain yang lebih menonjolkan pembahasan mengenai penganalisaan segi susunan kalimat, asal usul katanya, dan bacaannya. Dengan kata lain, menonjolkan penganalisaan dari sudut tata bahasa Arab atau ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah dan lain lain.
Penafsirannya sebagai berikut, “(Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung)” mengenai syariat yang harus kamu jalankan (lalu Dia memberi petunjuk) Dia menunjukimu kepadanya.
Asbabun Nuzul “Dan sungguh kelak Tuhanmu pasti memberikan karuniaNya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas” (QS Adh Dhuhaa [93]:5)
Dari Ibnu Abbas ra, dari ayahnya dia berkata , “telah ditampakkkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sesuatu yang akan diberikan kepada umatnya tahap demi tahapan. Karena itu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam merasa sangat gembira . Lalu turunlah ayat ini” (HR Hakim, Baihaqi, dan Thabarani)
Jadi tidak ada ahli tafsir (mufassir) yang mengatakan bahwa Rasulullah sesat dari kebenaran sebelum turunnya wahyu namun Rasulullah bingung dalam menghadapi kaumnya kemudian turun petunjuk atau wahyu dari Allah yang akan diberikan kepada umatnya tahap demi tahapan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan petunjukNya kepada Rasulullah yakni syarat-syarat bagi manusia untuk dapat menyaksikan Allah kembali yang dinamakan perkara syariat.
Pada hakikatnya semua manusia telah menyaksikan Allah ketika mereka belum lahir ke alam dunia, pada keadaan fitri , sebelum panca inderanya berfungsi.
Firman Allah Ta’ala yang artinya, “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (QS- Al A’raf 7:172)
Setelah manusia terlahir ke alam dunia , maka mereka lupa akan kesaksian atau penyaksian terhadap Allah.
Hakikat kata insan (manusia) adalah nasiya , nis yan, tidak tahu, lupa.
Fitrah manusia adalah bertuhan, mencari Allah, ingin kembali menyaksikan Allah.
Syarat untuk dapat menyaksikan Allah Ta’ala kembali adalah fitri, suci sebagaimana sebelum manusia lahir ke dunia
Tujuan beragama atau tujuan hidup adalah adalah untuk menjadi muslim yang berakhlakul karimah atau muslim yang ihsan.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad)
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Sungguh dalam dirimu terdapat akhlak yang mulia”. (QS Al-Qalam:4)
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab:21)
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya (bermakrifat), maka jika kamu tidak melihat-Nya (bermakrifat) maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Muslim 11)
Firman Allah Ta’ala yang artinya “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS Al Faathir [35]:28)
Muslim yang takut kepada Allah karena mereka selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla atau mereka yang selalu menyaksikan Allah dengan hatinya (ain bashiroh), setiap akan bersikap atau berbuat sehingga mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya , menghindari perbuatan maksiat, menghindari perbuatan keji dan mungkar sehingga terbentuklah muslim yang berakhlakul karimah atau muslim yang sholeh atau muslim yang ihsan.
Imam Al Ghazali pernah ditanya, “bagaimana cara mengetahui, apakah shalat kita khusyuk atau tidak?”
Hujjatul Islam Imam al-Ghazali menjawab, “tanda shalat yang khusyuk adalah tercegahnya pelaku shalat dari perbuatan keji dan mungkar hingga ke shalat berikutnya. Jika shalat Subuh seseorang khusyuk maka dia akan terjaga dari perbuatan nista dan jahat antara Subuh dan Dzuhur. Terus seperti itu sepanjang hari”
Muslim yang memandang Allah Ta’ala dengan hati (ain bashiroh) atau muslim yang bermakrifat adalah muslim yang selalu meyakini kehadiranNya, selalu sadar dan ingat kepadaNya.
Imam Qusyairi mengatakan “Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi)”
Ubadah bin as-shamit ra. berkata, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata: “Seutama-utama iman seseorang, jika ia telah mengetahui (menyaksikan) bahwa Allah selalu bersamanya, di mana pun ia berada“
Rasulullah shallallahu alaihi wasallm bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani, “Apakah Anda pernah melihat Tuhan?” Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?” “Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali. Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Tidak semua manusia dapat menggunakan hatinya
Orang kafir itu tertutup dari cahaya hidayah oleh kegelapan sesat.
Ahli maksiat tertutup dari cahaya taqwa oleh kegelapan alpa
Ahli Ibadah tertutup dari cahaya taufiq dan pertolongan Allah Ta’ala oleh kegelapan memandang ibadahnya
Jadi manusia terhalang atau menghijabi dirinya sehingga tidak dapat menyaksikan Allah dengan hatinya adalah karena dosa mereka.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Seandainya bukan karena setan menyelimuti jiwa anak cucu Adam, niscaya mereka menyaksikan malaikat di langit” (HR Ahmad)
Setiap dosa merupakan bintik hitam hati, sedangkan setiap kebaikan adalah bintik cahaya pada hati Ketika bintik hitam memenuhi hati sehingga terhalang (terhijab) dari memandang Allah. Inilah yang dinamakan buta mata hati.
Firman Allah Ta’ala yang artinya,
shummun bukmun ‘umyun fahum laa yarji’uuna , “mereka tuli, bisu dan buta (tidak dapat menerima kebenaran), maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)” (QS Al BAqarah [2]:18)
shummun bukmun ‘umyun fahum laa ya’qiluuna , “mereka tuli (tidak dapat menerima panggilan/seruan), bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti. (QS Al Baqarah [2]:171)
“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (al Hajj 22 : 46)
“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS Al Isra 17 : 72)
Para ulama Allah mengatakan bahwa hijab itu meliputi antara lain nafsu hijab, dosa hijab, hubbub al-dunya hijab, cara pandang terhadap fiqh yang terlalu formalistik juga hijab, terjebaknya orang dalam kenikmatan ladzatul ‘ibadah, sampai karomah juga bisa menjadi hijab, dll. Salah satu bentuk nafsu hijab terbesar itu justru kesombongan, karena sombong itu, membuat, manusia hanya melihat dirinya. Kita bisa bayangkan, kalau keadaan batin itu hanya melihat dirinya sendiri, orang lain tidak kelihatan, bagaimana dia bisa menyaksikan Allah dengan hatinya (ain bashiroh).
Rasulullah telah menubuatkan bahwa kelak akan bermunculan orang-orang yang bertambah ilmu namun semakin jauh dari Allah Ta’ala.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayahnya, maka dia tidak bertambah dekat kepada Allah melainkan bertambah jauh“
Sungguh celaka orang yang tidak berilmu. Sungguh celaka orang yang beramal tanpa ilmu Sungguh celaka orang yang berilmu tetapi tidak beramal Sungguh celaka orang yang berilmu dan beramal tetapi tidak menjadikannya muslim yang berakhlak baik atau muslim yang ihsan sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/09/20/timbulnya-akhlak-buruk/
Urutannya adalah ilmu, amal, akhlak (ihsan)
Ilmu harus dikawal hidayah. Tanpa hidayah, seseorang yang berilmu menjadi sombong dan semakin jauh dari Allah Ta’ala. Sebaliknya seorang ahli ilmu (ulama) yang mendapat hidayah (karunia hikmah) maka hubungannya dengan Allah Azza wa Jalla semakin dekat sehingga meraih maqom (derajat) disisiNya dan dibuktikan dengan dapat menyaksikanNya dengan hati (ain bashiroh).
Sebagaimana diperibahasakan oleh orang tua kita dahulu bagaikan padi semakin berisi semakin merunduk, semakin berilmu dan beramal maka semakin tawadhu, rendah hati dan tidak sombong.
Rasulullah bersabda: “Kesombongan adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh orang lain.” (Shahih, HR. Muslim no. 91 dari hadits Abdullah bin Mas’ud)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda , “Tiada masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi dari kesombongan. kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia” (HR. Muslim)
Dalam sebuah hadits qudsi , Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda , “Allah berfirman, Keagungan adalah sarungKu dan kesombongan adalah pakaianKu. Barangsiapa merebutnya (dari Aku) maka Aku menyiksanya”. (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kemuliaan adalah sarung-Nya dan kesombongan adalah selendang-Nya. Barang siapa menentang-Ku, maka Aku akan mengadzabnya.” (HR Muslim)
Sayyidina Umar ra menasehatkan “Orang yang tidak memiliki tiga perkara berikut, berarti imannya belum bermanfaat. Tiga perkara tersebut adalah santun ketika mengingatkan orang lain; wara yang menjauhkannya dari hal-hal yang haram / terlarang; dan akhlak mulia dalam bermasyarakat (bergaul)“.
Seorang lelaki bertanya pada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam “Musllim yang bagaimana yang paling baik?” “Ketika orang lain tidak (terancam) disakiti oleh tangan dan lisannya” Jawab Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.
Rasulullah shallallahu aliahi wasallam bersabda “Tiada lurus iman seorang hamba sehingga lurus hatinya, dan tiada lurus hatinya sehingga lurus lidahnya“. (HR. Ahmad)
Sayyidina Umar ra menasehatkan, “Jangan pernah tertipu oleh teriakan seseorang (dakwah bersuara / bernada keras). Tapi akuilah orang yang menyampaikan amanah dan tidak menyakiti orang lain dengan tangan dan lidahnya“
Sayyidina Ali bin Abu Thalib karamallahu wajhu berkata, “Saya heran terhadap orang yang sombong. Padahal dia berasal dari air yang hina dan akan menjadi bangkai. Sombong dapat menghalangi tambahan nikmat. Orang yang menyombongkan diri sendiri, akalnya sudah rusak. Rakus, sombong dan dengki merupakan kendaraan menuju lembah yang dipenuhi dosa”
Sayyidina Umar ra menasehatkan “Yang paling aku khawatirkan dari kalian adalah bangga terhadap pendapatnya sendiri. Ketahuilah orang yang mengakui sebagai orang cerdas sebenarnya adalah orang yang sangat bodoh. Orang yang mengatakan bahwa dirinya pasti masuk surga, dia akan masuk neraka“
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
muncul juga akhirnya tulisan ini pak…ehem….
Karena ada sebagaian teman teman kita berpatok pada kata benar…dari pada baik…….
dalam urusan agama apalagi mengenai batasan syariat ..
ketika kata Kafir, munafik, dan mukmiin….menjadi kemutlakan para panganut 100% beranggap berSyariat tetapi tidaklah bersyariat jika Amal Tidak tergambar….
Padahal Utama Adalah Adab dan Sikap…Siapapun dan APapun agamanya jika kita beriman ADAB dan SIKAP adalah utama..
Fatal memang pak………
Sampai Ibu Rasul saw dibilang kafir oleh mereka mereka yang memengang hujjah sedikit, jika dibandingkan dengan hujjah berkahlak akan jauh, atau akhlak lebih diutamakan dari pada penilaian ibunda Rasul saw kafir…
dan sangat lali pak…
jikalau ibunda Rasul saw Kafir……maka Rasul saw terlahir dari seorang yang kafir…..tidak ada sejarah nasab para nabi itu dari seseorang yang kafir melainkan mukmin…sebagaimana rasul saw berkata Semua nabi itu pengembala termasuk nabi saw……
moga website yang menyebarkan hujah atau info mengkafirkan bunda rasul saw mendapat hidayah..jujur saya sangat kurang srek dengan kebenaran disampaikan web yang seolah paling benar….seperti nahi mungkar……saya mau tau authornya itu siapa tidak pernah saya tau pak..
thanks stadz..atas hujjahnya..moga tersebar dan bisa meluruskan pemikiran anak bangsa..ini
tulisan yang sangat panjang di atas kalau boleh ana akan berasumsi bahwa al akh ZON ingin membuat kesimpulan bahwa kedua orang tua Nabi sholallohu ‘alaihi wassalam adalah ahli fatrah yang BELUM SAMPAI PADA MEREKA DAKWAH SYARIAT NABI SEBELUMNYA atau mereka adalah ahli fatrah yang SUDAH SAMPAI PADA MEREKA SYARIAT NABI SEBELUMNYA DAN MEREKA TELAH BERIMAN.
namun sayang sekali, setelah ana baca dengan teliti, tidak ada 1 pun perkataan ulama salaf yang menyatakan apa yang disimpulkan oleh al akh ZON di atas. misalnya Imam An Nawawi hanya mengatakan definisi ahli fatrah, namun tidak menyebutkan bahwa kedua orang tua Nabi sholallohu ‘alaihi wassalam adalah termasuk di dalamnya.
akan tetapi ana membawakan perkataan ulama salaf yang menyatakan kekafiran kedua orang tua Nabi sholallohu ‘alaihi wassalam, bahkan mengatakan adanya IJMA’.
Abu Hanifah berkata : ”Dan kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam mati dalam keadaan kafir” [Al-Adillatul-Mu’taqad Abi Haniifah hal.1)
Ibnul Jauzi berkata : ”Adapun ’Abdullah (ayah Nabi), ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam masih berada dalam kandungan, dan ia mati dalam keadaan kafir tanpa ada khilaf. Begitu pula Aminah (maksudnya adalah sama-sama tanpa ada khilaf tentang kekafirannya), dimana ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam berusia enam tahun” [Al-Maudlu’aat juz 1 hal. 283].
‘Aliy Al Qori berkata : ”Adapun ijma’, maka sungguh ulama salaf dan khalaf dari kalangan shahabat, tabi’in, imam empat, serta seluruh mujtahidin telah bersepakat tentang hal tersebut (kafirnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam) tanpa adanya khilaf. Jika memang terdapat khilaf setelah adanya ijma’, maka tidak mengurangi nilai ijma’ yang telah terjadi sebelumnya. Sama saja apakah hal itu terjadi pada orang-orang menyelisihi ijma’ (di era setelahnya) atau dari orang-orang yang telah bersepakat (yang kemudian ia berubah pendapat menyelisihi ijma’) [Adilltaul-Mu’taqad Abi Haniifah hal.7)
Abu Ja’far Ath Thobari berkata : ”Semua ini berdasar atas keyakinan dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bahwa orang-orang musyrik itu akan masuk Neraka Jahim dan kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam termasuk bagian dari mereka”. (Tafsir Ath Thobari QS. Al-Baqarah : 119)
selain itu, beberapa ulama ahli hadits menjadikan hadits KAFIRNYA KEDUA ORANG TUA NABI sebagai fiqh dan i’tiqod mereka. misalnya :
Imam Muslim memasukkan hadits tersebut dalam bab PENJELASAN BAHWASANNYA SIAPA SAJA MENINGGAL DALAM KEKAFIRAN MAKA IA BERADA DI NERAKA DAN IA AKAN MEMPEROLEH SYAFA’AT DAN TIDAK BERMANFAAT BAGINYA HUBUNGAN KEKERABATAN
Imam Ibnu Majah memasukkanya dalam bab APA-APA YANG DATANG MENGENAI ZIYARAH KE KUBUR ORANG-ORANG MUSYRIK
Imam An Nasa’i memasukkannya dalam bab ZIYARAH KE KUBUR ORANG-ORANG MUSYRIK
Sebelumnya sya minta maaf kepada pemilik blog jika ada kata2 saya yg kasar dan tidak sopan. Bagi saya kata2 sopan harus kita berikan kepada org yg mengerti tata krama dan beradab. Jika org yg tak beradab seperti melecehkan ortu nabi dengan semena-mena padahal dilihat dari sudut manapun dia bukan ahlinya tapi berani menetapkan sesuatu demi memuaskan hawa nafsunya. pake satuhadist lalu membuang hadist yg lain dengan alasan a-z. Kepada org seperti ini tidak perlu sopanapalagi ketika org itu bersikap merendahkan lawan diskusinya.
ajam berkata
namun sayang sekali, setelah ana baca dengan teliti, tidak ada 1 pun perkataan ulama salaf yang menyatakan apa yang disimpulkan oleh al akh ZON di atas. misalnya Imam An Nawawi hanya mengatakan definisi ahli fatrah, namun tidak menyebutkan bahwa kedua orang tua Nabi sholallohu ‘alaihi wassalam adalah termasuk di dalamnya.
jawab.
sudah berapa ribu kitab yg antum teliti sehingga antum dapat menyimpulkan hal tersebut ? sudah berapa ratus ulama yg anda pelajari lengkap dengan kitab mereka ?
kalo cuma hanya beberapa ucapan ulama atau hanya beberapa puluh kitab saja yg ada sama antum ndak usah ngomong : ” SETELAH ANA BACA DENGAN TELITI ,TIDAK ADA 1 PUN PERKATAAN ULAMA SALAF YG MENYATAKAN APA YG DISIMPULKAN ALH ZON ….DST”
nanti antum jadi bahan ketawa orang.ketika antum sangup menyimpulkan tidak ada 1 ulama salafpun. GAYAMU SEPERTI ULAMA BESAR SAJA. KELIHATAN SEKALI ANTUM ITU SEORANG PEMBOHONG
AJAM
akan tetapi ana membawakan perkataan ulama salaf yang menyatakan kekafiran kedua orang tua Nabi sholallohu ‘alaihi wassalam, bahkan mengatakan adanya IJMA’.
Abu Hanifah berkata : ”Dan kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam mati dalam keadaan kafir” [Al-Adillatul-Mu’taqad Abi Haniifah hal.1)
JAWAB:
ini perkataan abu hanifah yg belum dipalsukan (buka mata ente baik2
Ada dua teks dari kalam imam Abu Hanifah dalam manuskrip kuno yang berada di perpustakaan syaikh Islam di Madinah Al-Munawwarah sebelum beredarnya mansukrip yang baru.
Yang pertama berbunyi :
ووالدا رسول الله ما ماتا على الكفر
“ Dan kedua orangtua Rasul Saw tidak wafat dalam keadaan kafir “.
Yang kedua berbunyi :
وابوا النبي صلى الله عليه وسلم ماتا على الفطرة
“ Dan kedua orangtua Nabi Saw wafat di masa fatrah “
Hal ini sebagaimana kesaksian para ulama (Al-Imam Al-Hafidz Az-Zabidy, Al-Imam Al-Kautsari, Al-Imam Baijury, Syaikhul Islam Musthofa Shabry, Sayyid Muhammad bin ‘Alawi dll) dengan mata kepala mereka sendiri melihat manuskrip aslinya yang jauh sudah ada sebelum terbitnya manuskrip yang palsu. Bahkan para ulama yang ‘arif mengatakan bahwa manuskrip tersebut sudah ada sejak masa Dinasti Abbasiyah.
KELIHATAN BETUL ANTUM ITU SEORANG PEMBOHONG DAN PEMBENCI KELUARGA NABI SAW. DENGAN MULUT BERACUN ANTUM KATAKAN ORTU NABI SAW MATI DALAM KEADAAN KAFIR.
anda mungkin akan berkelit itu bukan perkataan imam abu hanifah dan ternyata saya keliru. Tapi ingat sebelumanda memunculkan kalimat imam abu hanifah anda sudah berprasangka dan yakin bahwa ortu nabi mati dlm keadaan kafir. Jika tidak, mana mungkin antum mencantumkan dalil2 yg mendukung paham sesat antum lalu menyembunyikan dalail2 yg menyatakan sebaliknya.
afwan untuk komentar ana sebelumnya ada ralat, maksudnya bukan hadits KAFIRNYA KEDUA ORANG TUA NABI, melainkan hadits NABI MENZIARAHI KUBUR IBUNYA.
Dari Abi Hurairah radliyallaahu ’anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam : ”Sesungguhnya aku telah memohon ijin Rabb-ku untuk memintakan ampun ibuku, dan Ia tidak mengijinkanku. Namun Ia mengijinkan aku untuk menziarahi kuburnya” [HR. Muslim no. 976, Abu Dawud no. 3234, An-Nasa’i dalam Ash-Shughraa no. 2034, Ibnu Majah no. 1572, dan Ahmad no. 9686]
maaf ni hadits keluar setelah atau sebelum Rosullulloh meninggal mas Ajam ???
antum jangan asal comot hadist habist itu tidak lengkap lagi. hadist yg antum bawakan itu adalah hadist bermasalahterlepas dari perawinya. karena hadist itu menyatakan sebab turunnya surat at-taubah 113
ini hadist lengkapnya:
1. Imam Ahmad dan Ibnu Murdawaih keduanya mengetengahkan sebuah hadis, yang lafalnya berasal dari Imam Ahmad, dengan melalui hadisnya Buraidah. Buraidah menceritakan, bahwa ketika saya sedang bersama dengan Nabi saw. dalam suatu perjalanan, tiba-tiba beliau berhenti di Asfan. Lalu Rasulullah saw. melihat kuburan ibunya untuk itu beliau berwudu terlebih dahulu kemudian membacakan doa dan terus menangis. Setelah itu beliau bersabda, “Sesungguhnya aku telah meminta izin kepada Rabbku supaya diperkenankan memintakan ampun buat ibuku, akan tetapi Dia melarangku.” Maka pada saat itu turunlah firman-Nya, “Tiada sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik…” (Q.S. At-Taubah 113).
2. lalu bandingkan dengan hadist lain dengan perawi yg berbeda tapi anehnya peristiwa ini tetap menyatakan sebab turunnya surah at-taubah 113. turun pada saat menjelang kematian abu thalib) perhatikan hadist ini:
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Said bin Musayyab dari ayahnya, yang menceritakan, bahwa sewaktu Abu Thalib sedang menghadapi kematiannya, masuklah Rasulullah saw. menjenguknya. Pada saat itu di sisi Abu Thalib telah ada Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayyah. Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Wahai paman! Katakanlah tiada Tuhan selain Allah (laa ilaaha illallaah), kelak aku akan membelamu dengannya di hadapan Allah.” Abu Jahal dan Abdullah bin Umayyah berkata, “Hai Abu Thalib! Apakah engkau tidak menyukai agamanya Abdul Muththalib?” Kedua orang tersebut masih terus berbicara kepada Abu Thalib, sehingga pada akhirnya Abu Thalib mengatakan kepada mereka bertiga, bahwa dia berada pada agamanya Abdul Muthalib.” Maka Rasulullah saw. bersabda, “Aku sungguh akan tetap memohonkan ampun buatmu selagi aku tidak dilarang melakukannya buatmu.” Maka turunlah firman-Nya, “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik…” (Q.S. At-Taubah 113). Dan ayat berikut ini diturunkan berkenaan dengan Abu Thalib pula, yaitu, “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi…” (Al-Qashash 56). Makna lahiriah ayat ini menunjukkan bahwa ayat ini diturunkan di Mekah (padahal ayat ini termasuk Madaniah).
3. Lalu anda bandingkan dengan hadist ini juga mengklaim sebab turunnya Q.S. At-Taubah 113. dengan perawi yg berbeda :
Imam Tirmizi mengetengahkan sebuah hadis dan dia menilainya sebagai hadis yang hasan (baik), dan Imam Hakim meriwayatkan pula hadis yang sama, yang kedua-duanya bersumberkan dari Ali r.a. Ali r.a. menceritakan bahwa aku pernah mendengar seorang lelaki memohonkan ampun buat kedua orang tuanya, sedangkan kedua orang tuanya adalah orang musyrik. Lalu aku berkata kepadanya, “Apakah engkau memintakan ampun buat kedua orang tuamu, sedangkan mereka berdua adalah orang musyrik?” Lalu lelaki itu menjawab, “Nabi Ibrahim telah memintakan ampun bagi ayah (paman)nya sendiri, sedang dia adalah orang musyrik.” Ali r.a. melanjutkan kisahnya, kemudian aku ceritakan peristiwa itu kepada Rasulullah saw. maka pada saat itu juga turunlah firman-Nya, “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik…” (Q.S. At-Taubah 113).
SAYA MAU TANYA YG MANA HADIST YG SHAHIH TENTANG TURUNNYA SURAH AT-TAUBAH 113 TSB.
A. APAKAH UNTUKMENYATAKAN ABU THALIB MATI DALAM KEADAAN KAFIR, ATAU IBU NABI SAW ATAU ORANG LAIN SEPERTI YG DIKISAHKAN OLEH ALI
B. APAKAH SURAT AT-TAUBAH 113 TURUN SEBANYAKTIGA KALI, SEHINGGA “ALLAH HARUS BERULANG2 MEMBERI TAHU NABI ” APAKAH NABI LUPA PADA KALI PERTAMA DAN KEDUA TURUNNYA AYAT TERSEBUT ?
C. KALO UNTUKMENENTUKAN INI SAJA ANTUM TIDAK BISA LALU BAGAIMANA ANTUM MENGATAKAN DAN MENGAMBIL KESIMPULAN HADIST RIWAYAT AHMADITU SHAHIH.
D. JIKA ANTUM MENGATAKAN HR. AHMAD SHAHIH ARTINYA HADIST BUKHARI DAN TIRMIDJI TDK SHAHIH.
E. LALU BAGAIMANA DENGAN PENDAPAT KAUM NASHIBI YAITU SALAFI-WAHABI YG PENUH KEYAKINAN BERHUJAH DENGAN HADIST INI TTG ABU THALIB MATI DALM KEDAAN KAFIR.
SILAHKAN DIJAWAB ANA TUNGGU JAWABANMU AJAM NASHIBI
al akh ZON mengatakan bahwa SALAH SATU HASUTAN ATAU GHAZWUL FIKRI DARI KAUM ZIONIS YAHUDI ADALAH MENYEBARLUASKAN KEYAKINAN BAHWA ORANG TUA RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM ADALAH KAFIR.
apakah ulama salaf yang ana sebutkan di atas seperti Abu Hanifah, Ibnu Jauzi, ‘Aliy Al Qori, Ath Thobari, Al Muslim, Ibnu Majah, dan An Nasa’i adalah ZIONIS YAHUDI?
ataukah menurut Al Akh ZON, orang yang ber-i’riqod seperti itu akan dianggap kafir sebagaimana kafirnya ZIONIS YAHUDI?
semoga bukan itu maksudnya dan semoga al akh ZON mempunyai penjelasan yang memuaskan
Mas ‘Ajam, pertanyaannya benarkah mereka mengatakan hal itu
Cara hasutan atau ghazwul fikri yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi adalah memotong perkataan ulama-ulama yang sholeh, menempatkannya bukan pada tempatnya atau menyembunyikan maksud atau tujuan perkataan tersebut.
Contohnya kami uraikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/04/27/2012/02/02/potongan-perkataan-ulama/ atau pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/04/25/kitab-korban-hasutan/
ana menyebutkan perkataannya beserta sumbernya. beda dengan antum yang jarang menyebutkan sumbernya, dan tidak memperhatikan shahih tidaknya sumber tersebut.
ada baiknya anda mengecek sendiri jika kurang puas dengan apa yang ana sampaikan. lagipula haditsnya sudah sangat jelas, lebih jelas daripada matahari di siang bolong. apa yang antum lakukan hanyalah muter-muter dan ujung-ujungnya hanyalah menolak hadits shahih Nabi
kalo uraian ana belum jelas, bisa langsung meluncur ke TKP aja.
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/05/shahih-hadits-ayahku-dan-ayahmu-di.html
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/06/kafirkah-kedua-orang-tua-nabi-sebuah.html
ana mencatat dari tulisan antum di atas antum menyebutkan beberapa nama ulama di antaranya : Imam Nawawi, Imam Suyuthi, Imam Bukhari, Imam Muslim, Al Baihaqi, Ibnu Katsir, Ath Thobari, Abdurrozaq, Asy Syafi’I, Al Ghozali, Imam Ahmad (dan lain-lain kalau ada yang terlewat)
Di antara mereka, adakah yang secara sharih menyebutkan bahwa kedua orang tua Nabi mati dalam keadaan beriman? Atau adakah di antara mereka yang bertawaquf dalam persoalan ini?
Ana ulang-ulang lagi membaca dari atas ke bawah, ke atas lagi, ke bawah lagi, tidak ada satu pun mereka menyebutkan seperti itu. Lantas kalau anda bilang anda mendapati pemahaman dari ulama salaf, ana bertanya-tanya ulama salaf siapa yang anda ikuti?
Mas Ajam, Keadaan mereka sangat mengkhawatirkan. Mereka beragama merasa mengikuti Salafush Sholeh namun pada kenyataannya mereka beragama hanyalah mengikuti prasangka manusia belaka atau akal pikiran ulama Muhammad bin Abdul Wahhab
Perhatikan bagaimana ulama Muhammad bin Abdul Wahhab mengikuti pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah. Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab tentu tidak bertemu dengan ulama Ibnu Taimiyyah karena masa kehidupannya terpaut lebih dari 350 tahun. Artinya ulama Muhammad bin Abdul Wahhab memahami agama berdasarkan muthola’ah , menelaah kitab ulama Ibnu Taimiyyah dengan akal pikirannya sendiri
Ulama keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Habib Munzir Al Musawa menyampaikan “Orang yang berguru tidak kepada guru tapi kepada buku saja maka ia tidak akan menemui kesalahannya karena buku tidak bisa menegur tapi kalau guru bisa menegur jika ia salah atau jika ia tak faham ia bisa bertanya, tapi kalau buku jika ia tak faham ia hanya terikat dengan pemahaman dirinya (dengan akal pikirannya sendiri), maka oleh sebab itu jadi tidak boleh baca dari buku, tentunya boleh baca buku apa saja boleh, namun kita harus mempunyai satu guru yang kita bisa tanya jika kita mendapatkan masalah”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani)
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya (dengan akal pikirannya sendiri).” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat) pendidikannya (sanad ilmu)”
Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaikan bahwa “maksud dari pengijazahan sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatkan tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadanya, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadanya dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaan al-Qur’an itu benar-benar sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan“
Mereka adalah korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi
Keadaan mereka serupa dengan kaum Nasrani yang mengikuti prasangka manusia atau pemahaman manusia seperti Paulus (Yahudi dari Tarsus). Surat-suratnya menjadi bagian penting Perjanjian Baru. Kaum Nasrani tidak dapat menelusuri kembali kitab suci yang dibawa oleh Nabi Isa a.s atau tidak dapat menelusuri kembali apa sebenarnya yang disampaikan oleh lisannya Nabi Isa a.s
Sedangkan kaum muslim dapat menelusuri kembali kepada ulama-ulama yang sholeh sebelum Muhammad bin Abdul Wahhab atau sebelum Ibnu Taimiyyah hingga penelusuran sampai kepada lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Penelusuran dapat dilakukan melalui dua jalur utama yakni,
1. Melalui sanad guru, melalui jalur ulama yang sholeh, bersanad ilmu atau bersanad guru tersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan mengikuti ulama yang bermazhab yang tersambung kepada Imam Mazhab yang empat.
Contohnya tersambung kepada sanad gurunya Imam Syafi’i ra
Sanad guru Imam Syafi’i ra
a. Baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam
b. Baginda Abdullah bin Umar bin Al-Khottob ra
c. Al-Imam Nafi’, Tabi’ Abdullah bin Umar ra
d. Al-Imam Malik bin Anas ra
e. Al-Imam Syafi’i Muhammad bin Idris ra
2. Melalui ahlul bait, melalui jalur ulama yang sholeh, bernasab atau bersilsilah keturunan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang mendapatkan pengajaran agama dari orang tua-orang tua mereka terdahulu tersambung kepada Imam Sayyidina Ali ra yang mendapatkan pengajaran agama langsung dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Ikuti apa yang disampaikan oleh Al Imam Al Haddad dan yang setingkat dengannya, sampai ke Al Imam Umar bin Abdurrahman Al Attos dan yang setingkat dengannya, sampai ke Asy’syeh Abubakar bin Salim, kemudian Al Imam Syihabuddin, kemudian Al Imam Al Aidrus dan Syeh Ali bin Abibakar, kemudian Al Imam Asseggaf dan orang orang yang setingkat mereka dan yang diatas mereka, sampai keguru besar Al Fagih Almugoddam Muhammad bin Ali Ba’alawi Syaikhutthorigoh dan orang orang yang setingkat dengannya, sampai ke Imam Al Muhajir Ilalloh Ahmad bin Isa dan orang orang yang setingkat dengannya.
Berhati-hatilah dengan mereka yang mengaku-aku mencintai dan mengikuti Imam Ahlul Bait dan menamakan diri mereka kaum Syiah karena kenyataannya mereka hanya mengikuti pemahaman imam-imam kaum mereka semata berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Imam Mujtahid dari kalangan Ahlul Bait.
Sejak abad 7 H di Hadramaut (Yaman), dengan keluasan ilmu, akhlak yang lembut, dan keberanian Imam Mujtahid dari kalangan Ahlul Bait, Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain ra beliau berhasil mengajak para pengikut Khawarij untuk menganut madzhab Syafi’i dalam fiqih , Ahlus Sunnah wal jama’ah dalam akidah (i’tiqod) mengikuti Imam Asy’ari (bermazhab Imam Syafi’i) dan Imam Maturidi (bermazhab Imam Hanafi) serta tentang akhlak atau tentang ihsan mengikuti ulama-ulama tasawuf yang mutakbaroh dan bermazhab dengan Imam Mazhab yang empat.
Tidak sedikit dari kaum Khawarij yang dulunya bersifat brutal, akhirnya menyatakan taubat di hadapan beliau. Dan sebelum abad 7 H berakhir, madzhab Khawarij telah terhapus secara menyeluruh dari Hadramaut, dan Madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah diterima oleh seluruh penduduknya.
Di Hadramaut kini, akidah dan madzhab Imam Al Muhajir yang adalah Sunni Syafi’i, terus berkembang sampai sekarang, dan Hadramaut menjadi kiblat kaum sunni yang “ideal” terutama bagi kaum Alawiyin, karena kemutawatiran sanad serta kemurnian agama dan aqidahnya.
Dari Hadramaut (Yaman), anak cucu Imam Al Muhajir menjadi pelopor dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan India, kepulauan Melayu dan Indonesia. Mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang mengenalkan kalimat syahadah , mereka berjuang dan berdakwah dengan kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan, tanpa pasukan , tetapi mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan. Juga ada yang ke daerah Afrika seperti Ethopia, sampai kepulauan Madagaskar. Dalam berdakwah, mereka tidak pernah bergeser dari asas keyakinannya yang berdasar Al Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas.
Berhati-hatilah dalam memilih dan mengikuti hasil pemahaman (ijtihad) seorang ulama. Apalagi jika hasil pemahaman (ijtihad) ulama tersebut sering dikritik atau dibantah oleh banyak ulama lainnya.
Apalagi mengikuti pendapat seorang ulama yang sudah dinyatakan oleh ulama yang sholeh keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai ulama yang dapat menyesatkan kaum muslim sebagaimana yang terurai dalam tulisan pada http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=22475&catid=9
Jangan menimbulkan penyesalan di akhirat kelak karena salah mengikuti ulama.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.” (QS al Baqarah [2]: 166)
“Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: “Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS Al Baqarah [2]: 167)
yang kita bahas adalah i’tiqod tentang KAFIRNYA KEDUA ORANG TUA NABI. sebisa mungkin tetap fokus pada pembahasan semula agar pencerahan lebih mudah diterima
Mas Ajam , apa yang kami dapati dari ulama yang sholeh tentang keadaan orang tua Nabi sudah kami sampaikan dalam tulisan di atas
mas Ajam <<<Dari Abi Hurairah radliyallaahu ’anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam : ”Sesungguhnya aku telah memohon ijin Rabb-ku untuk memintakan ampun ibuku, dan Ia tidak mengijinkanku. Namun Ia mengijinkan aku untuk menziarahi kuburnya” [HR. Muslim no. 976, Abu Dawud no. 3234, An-Nasa’i dalam Ash-Shughraa no. 2034, Ibnu Majah no. 1572, dan Ahmad no. 9686]<<<…….TAPI KOK DARI PIHAK SALAFI- WAHABI ADA YANG MELARANG ZIARAH KUBUR YA ???
yang bilang gitu siapa namanya? nanti ana coba konfirmasi sendiri pada yang bicara begitu, benar atau tidak TUDUHAN antum itu.
adapun yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan, fiqh salafi/wahabi tentang ziarah kubur bisa antum lihat di situs/blog berikut:
http://muslim.or.id/aqidah/adab-islami-ziarah-kubur.html
http://muslim.or.id/hadits/keutamaan-ziarah-kubur.html
yang bilang begitu siapa? nanti ana coba konfirmasi apa benar seperti yang antum katakan.
adapun yang insyaAlloh valid dan otentik sebagai fiqh salafi/wahabi tentang ziaroh kubur bisa antum simak di link berikut :
http://muslim.or.id/hadits/keutamaan-ziarah-kubur.html
http://muslim.or.id/aqidah/adab-islami-ziarah-kubur.html
http://muslim.or.id/aqidah/ini-dalilnya-14-larangan-melakukan-safar-khusus-untuk-ziarah-kubur.html
http://muslim.or.id/aqidah/ini-dalilnya-12-bolehkah-ziarah-kubur-untuk-mencari-berkah.html
Mas Ajam , apa yang kami dapati dari ulama yang sholeh tentang keadaan orang tua Nabi sudah kami sampaikan dalam tulisan di atas
Tidak ada larangan melakukan safar untuk ziarah kubur.
Yang ada hanyalah anjuran untuk tidak melakukan safar ke masjid kecuali kepada tiga masjid (Masjidil-Haram, Masjid Nabawi, & Masjidil-Aqsha). Inipun sebatas anjuran artinya yang melakukannya tidaklah berdosa
Silahkan mas Ajam berkomentar dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/04/22/seputar-ziarah-kubur/
al akh ZON
tulisan antum di atas berjudul “Kafirkah orang tua Rasulullah?”. maka tetaplah fokus pada persoalan ini, jangan melenceng ke masalah ziarah ke kubur Nabi. kalau antum ingin mendiskusikannya bisa kapan-kapan.
Yup mas Ajam’ tentang Ziarah kubur bisa berkomentar di https://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/04/22/seputar-ziarah-kubur/
Sedangkan keadaan orang tua Nabi, telah kami uraikan dalam tulisan di atas
Tidak ada satu hadits yang shahih pun yang menerangkan bahwa orang tua nabi adalah kafir. Hal seperti itu adalah hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi
Pada masa kedua orang tua Nabi , pada masa kekosongan syariat (fatrah). Para Nabi sebelum diutus Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah diutus kepada kaumnya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Para nabi diutus kepada kaumnya, sedang aku diutus untuk seluruh manusia“(HR.Bukhari)
Sejak Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lahir berakhlak baik dan tujuan agama atau perkara syariat adalah untuk mencapai manusia berakhlak baik sehingga akan mendapatkan tempat yang baik (surga).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad).
Akan tetapi ketika syariat telah ditetapkanNya maka berakhlak baik saja tidak cukup namun wajib menjalankan perkara syariat atau syarat sebagai hamba Allah ta’ala.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tentang nasabnya bersabda, “Allah telah memilih aku dari Kinanah, dan memilih Kinanah dari suku Quraisy bangsa Arab. Aku berasal dari keturunan orang-orang yang baik, dari orang-orang yang baik, dari orang-orang yang baik.”
Rasulullah bersabda, ““Allah memindahkan aku dari sulbi-sulbi yang baik ke rahim-rahim yang suci secara terpilih dan terdidik. Tiadalah bercabang dua, melainkan aku di bahagian yang terbaik.”
“Saya Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizaar, tidaklah berpisah manusia menjadi dua kelompok(nasab ) kecuali saya berada di antara yang terbaik dari keduanya .Maka saya lahir dari ayah ibuku dan tidaklah saya terkena ajaran jahiliyah. Dan saya terlahir dari pernikahan (yang sah). Tidaklah saya dilahirkan dari orang yang jahat sejak Adam sampai berakhir pada Ayah dan ibuku. Maka saya adalah pemilik nasab yang terbaik di antara kalian dan sebaik baik nasab (dari pihak) ayah (HR.Baihaqi dlm dalailun Nubuwwah dan Imam Hakim dari Anas RA)Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya J. H.404 dan juga oleh Imam At Thobari dalam Tafsirnya j.11 H.76)
Demikian pula Ucapan Rasulullah kepada Sa’ad bin Abi Waqqash di perang Uhud ketika beliau shallallahu alaihi wasallam melihat seorang kafir membakar seorang Muslim maka Rasulullah bersabda kepada Sa ad panahlah dia, jaminan keselamatanmu, ayah dan ibuku , maka Saad berkata dengan gembira ,Rasulullah mengumpulkan aku dgn Nama Ayah dan Ibunya (HR.Bukhari bab Manaqib Zubair bin Awwam N.3442 hadis n.3446 bab Manaqib Saad bin Abi Waqqash)
kalau antum tidak keberatan, ana minta antum kutipkan kembali pernyataan ulama sholeh yang antum ikuti dalam masalah ini, karena mungkin ana kurang teliti membacanya.
untuk al akh MAMO
mohon antum tidak menyela diskusi ana dengan al akh ZON dulu agar tidak membuat ruwet
tidak ada niatan untuk membuat ruwet mas Ajam ………masalah orangnya bilang siapa nanti kalau ana sebutkan jadi nggak baik lah …..lagian saking banyaknya juga capek ngetiknya …he he he mayoritas didaerah ana salafi wahabi kalau liat orang ziarah kubur langsung memvonis kuburuyin/ penyembah kubur ……lalu mengharamkannya …….kalau jelas2 menyembah kubur jelas musrik bro ……la kalau ziarah ……??? Rosul aja ziarah ……..hadist kok milih2 yang nggak cocok nggak ……
ya sudah akh…mungkin orang yang antum temui adalah salafi awam. jadi antum tidak usah pedulikan omongan mereka. kalau mau tahu fiqh salafi yang valid dan otentik tentang ziarah, silakan baca link yang telah ana tautkan. kalau masih ada yang mengganjal menurut antum, silakan dibantah dengan bantahan yang ilmiah.
singkat saja,, jika pembahasa orang tua nabi itu tidak kafir itu adalah kasalahan, maka saya secara pribadi tidak percaya atas kenabiannya.
saya kira memahami Islam seluruhnya dari Adam as sampai pada Kita sekarang.
dan lagi lagi siapapun berpendapat orang tua nabi adalah kafir, tidak benar adanya……cuma mentakwilkan dengan sangkaan……apalagi mempersoalakan kepastian kekafiran seseorang, padahal jelas nabi sendiri tidak pernah memerintahkan untuk menyakiti keluarga beliau.
mudahnya gini menggunakan pengandaian Nabi saw berpesan pada kita jangan sampai menyakiti keluarganya, kalau membenci keluarganya sama saja membenci beliau saw, mengatakan kafir pada keluarga nabi saw apakah disebut kebencian ??? ….baru dikorelasikan nabi mengatakan kafir pada seseoarang atas dasar perintah, dan nabi saw tidak pernah mengatakan ibu saya telah kafir ?
jelas yang mengatakan ibunda nabi kafir sudah melebihi pengetahuan kenabian beliau saw……
al akh HANDOKO
kafirnya ayah dan ibu Nabi ada dalam hadits Nabi yang shahih lagi sharih. selain itu, hal ini sudah menjadi ijma’ para ulama.
dalil yang antum gunakan “jangan menyakiti keluarganya” adalah dalil mafhum,s edangkan dalil kafirnya ayah dan ibu nabi adalah dalil manthuq. dalam kaidah fiqh, dalil manthuq lebih didahulukan daripada dalil mafhum.
jika dalil As Sunnah dan Ijma’ ulama belum memuaskan LOGIKA antum, ana ucapkan selamat tinggal.
al akh ZON
ini adalah hadits yang shahih lagi sharih tentang kafirnya kedua orang tua Nabi, beserta penjelasan para ulama.
Al-Imaam Muslim rahimahullah berkata :
وحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ رَجُلًا، قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيْنَ أَبِي؟ قَالَ: فِي النَّارِ، فَلَمَّا قَفَّى، دَعَاهُ، فَقَالَ: ” إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ ”
Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah : Telah menceritakan kepada kami ‘Affaan : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Salamah, dari Tsaabit, dari Anas : Bahwasannya ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah, dimanakah tempat ayahku (yang telah meninggal) sekarang berada ?”. Beliau menjawab : “Di neraka”. Ketika orang tersebut menyingkir, maka beliau memanggilnya lalu berkata : “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka”. [Diriwayatkan oleh Muslim no. 203].
Hadits di atas juga diriwayatkan oleh Ahmad 3/268, Abu Ya’laa no. 3516, Abu ‘Awaanah no. 289, Ibnu Hibbaan no. 578, Abu Nu’aim dalam Al-Musnad Al-Mustakhraj no. 503, Ibnu Mandah dalam Al-Iimaan 2/871 no. 926, Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 7/190 dan dalam Dalaailun-Nubuwwah 1/191, Ibnu Masykuwaal dalam Ghawaamidlul-Asmaa’ Al-Mubhamah 1/400; semuanya dari jalan ‘Affaan, dari Hammaad bin Salamah dan selanjutnya seperti riwayat di atas.
‘Affaan dalam periwayatan dari Hammaad bin Salamah mempunyai mutaba’ah dari :
1. Muusaa bin Ismaa’iil At-Tabuudzakiy Al-Bashriy; seorang yang tsiqah lagi tsabat.
Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4718, Abu ‘Awaanah no. 289, Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 7/190 dan dalam Dalaailun-Nubuwwah 1/191, serta Al-Jurqaaniy dalam Al-Abaathiil wal-Manaakiir no. 212.
2. Wakii’ bin Al-Jarraah; seorang yang tsiqah, haafidh, lagi imam.
Diriwayatkan oleh Ahmad 3/119 dan Abu Nu’aim dalam Al-Musnad Al-Mustakhraj no. 502.
3. Rauh bin ‘Ubaadah Al-Qaisiy; seorang yang tsiqah.
Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dalam Al-Bahr no. 6806.
Hadits ini telah dilemahkan sebagian orang, yang kebanyakan di antara mereka mengikuti pelemahan Al-Imaam As-Suyuuthiy rahimahullah, dan beliau telah keliru dalam hal ini. Pelemahan ini ada dua segi, dari segi sanad dan segi matan.
1. Segi sanad.
Hammaad bin Salamah, meskipun tsiqah, tapi ia berubah hapalannya di akhir hayatnya.
Dijawab :
Benar, bahwasannya Hammaad disifati dengan apa yang dikatakan dalam kritik tersebut.
Haammaad ini selengkapnya bernama Hammaad bin Salamah bin Diinaar Al-Bashriy, Abu Salamah bin Abi Sakhrah maulaa Rabii’ah bin Maalik bin Handhalah bin Bani Tamiim. Ia perawi yang dipakai Al-Bukhaariy dalam Shahih-nya (muallaq), Muslim, Abu Daawud, Ar-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah. Termasuk generasi pertengahan atbaa’ut-taabi’iin (thabaqah 8), wafat tahun 167 H. Ibnu Hajar berkata tentangnya : “Tsiqah, lagi ‘aabid, orang yang paling tsabt dalam periwayatan hadits Tsaabit (Al-Bunaaniy). Berubah hapalannya di akhir usianya” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 268-269 no. 1507].
Al-Baihaqiy rahimahullah berkata :
هو أحد أئمة المسلمين إلا أنه لما كبر ساء حفظه فلذا تركه البخاري وأما مسلم فاجتهد وأخرج من حديثه عن ثابت ما سمع منه قبل تغيره وما سوى حديثه عن ثابت لا يبلغ اثني عشر
“Ia adalah salah seorang imam di antara para imam kaum muslimin. Akan tetapi ketika lanjut usia, hapalannya menjadi buruk. Oleh karena itu Al-Bukhaariy meninggalkannya. Adapun Muslim, maka ia berijtihad dan meriwayatkan haditsnya dari Tsaabit yang didengarnya sebelum berubah hapalannya. Adapun selain haditsnya dari Tsaabit, tidak sampai berjumlah 12 buah yang ia riwayatkan dalam syawaahid” [Tahdziibut-Tahdziib, 3/14].
Lebih penting dari pernyataan ini, ada empat orang yang meriwayatkan darinya, yaitu ‘Affaan, Muusaa bin Ismaa’iil, Wakii’ bin Al-Jarrah, dan Rauh bin ‘Ubaadah yang kesemuanya merupakan para perawi tsiqaat. Khusus tentang riwayat Hammaad yang berasal dari ‘Affaan, Ibnu Rajab rahimahumullah berkata :
قال عبد الله بن أحمد : سمعتُ يحيى بن معين يقول : من أراد أن يكتب حديث حماد بن سلمة، فعليه بعفان بن مسلم
“Telah berkata ‘Abdullah bin Ahmad : Aku mendengar Yahyaa bin Ma’iin berkata : ‘Barangsiapa yang ingin menulis hadits Hammaad, maka wajib baginya berpegang pada ‘Affaan bin Muslim” [Syarh ‘Ilal At-Tirmidziy, 2/707].
Artinya, menurut Ibnu Ma’iin, ‘Affaan bin Muslim termasuk orang yang kokoh dan diterima periwayatannya dari Hammaad. Faedahnya, ‘Affaan mendengarkan hadits Hammaad bin Salamah sebelum berubah hapalannya. ‘Affaan bin Muslim sendiri adalah seorang yang tsiqah lagi tsabat, hanya kadang ia keliru/ragu [Taqriibut-Tahdziib, hal. 681-682 no. 4659].
Akurasi hadits ‘Affaan dari Hammaad ini dipersaksikan oleh tiga perawi tsiqaat lainnya. Tidak ada ruang (atau sangat kecil kemungkinannya) untuk mengatakan bahwa hadits Hammaad ini keliru karena faktor berubah hapalannya.
Hammaad bin Salamah, meskpiun ia tsiqah, namun beberapa imam mengatakan bahwa ia banyak kelirunya. Ahmad bin Hanbal berkata : “Hammad bin Salamah sering keliru (yukhthi’)” [Bahrud-Damm, no. 227]. Begitu juga dengan Ibnu Hibbaan.
As-Suyuthiy menambahkan bahwa Hammaad ini menyelisihi Ma’mar dalam periwayatan dari Tsaabit, dimana Ma’mar tidak menyertakan lafadh : ‘ayahku dan ayahmu di neraka’, namun dengan lafadh : ‘jika engkau melewati kubur orang kafir, berikanlah khabar gembira tentang neraka’. Ma’mar lebih tsabt daripada Hammaad [lihat : Al-Haawiy, 2/273].
Dijawab :
Perkataan ini jika ditujukan untuk melemahkan hadits dalam bahasan, maka sangat jauh dari kebenaran.
Hammaad, sebagaimana telah lalu penjelasannya, dicela sebagian ulama karena berubahnya hapalannya di akhir usianya sehingga ia keliru meriwayatkan beberapa hadits. Ahmad bin Hanbal memang benar diriwayatkan mengatakan demikian.
Akan tetapi Ahmad sendiri menetapkan Hammaad adalah seorang yang tsiqah [Al-Kaamil fidl-Dlu’afaa’ oleh Ibnu ‘Adiy, 3/39 no. 431]. Dan Ahmad pun menetapkan Hammaad bin Salamah adalah orang yang paling tsabt dalam hadits Tsaabit Al-Bunaaniy.
وقال عبد الله : سمعتُ أَبي يقول : حماد بن سلمة , أثبت الناس في ثابت البناني.
‘Abdullah berkata : Aku mendengar ayahku berkata : “Hammaad bin Salamah, orang yang paling tsabt periwayatannya dalam hadits Tsaabit Al-Bunaaniy” [Al-‘Ilal, no. 1783 & 5189].
وقال ابن هانىء : وسَمِعتُهُ يقول : كان حماد بن سلمة من أثبت أصحاب ثابت .
Ibnu Haani’ berkata : Aku mendengarnya (Ahmad bin Hanbal) berkata : “Hammaad bin Salamah termasuk orang yang paling tsabt di antara ashhaab Tsaabit” [Suaalaat Ibni Haani’, 2/197 no. 2063].
Banyak riwayat lain dari Ahmad yang menunjukkan penegasan serupa. Apa yang dikatakan oleh Ahmad itu juga dikatakan oleh ulama lain.
Ibnu Ma’iin berkata :
من خالف حماد بن سلمة في ثابت فالقول قول حماد، قيل : فسليمان بن المغيرة عن ثابت ؟. قال : سليمان ثبت، وحماد أعلم الناس بثابت
“Barangsiapa menyelisihi Hammaad dalam periwayatan dari Tsaabit, maka perkataan yang dipegang adalah perkataan Hammaad”. Dikatakan : “Riwayat Sulaimaan bin Al-Mughiirah dari Tsaabit ?”. Ibnu Ma’iin berkata : “Sulaimaan itu tsabt (kokoh), namun Hammaad orang yang paling mengetahui tentang riwayat Tsaabit” [Tahdziibul-Kamaal, 7/262].
Abu Haatim berkata :
حماد بن سلمة في ثابت، وعلي بن زيد أحب إليَّ من همام، وهو أضبط الناس وأعلمهم بحديثهما
“Hammaad bin Salamah dalam riwayat Tsaabit dan ‘Aliy bin Zaid, lebih aku sukai daripada Hammaam. Dan ia (Hammaad) adalah orang yang paling dlabth (akurat) dan yang paling mengetahui tentang hadits keduanya” [idem, 7/264].
Dan, Ahmad bin Hanbal menegaskan riwayat Hammaad dari Tsaabit ini lebih kuat daripada Ma’mar :
حماد بن سلمة أثبت في ثابت من معمر
“Hammaad bin Salamah lebih tsabt (kokoh) dalam hadits Tsaabit daripada Ma’mar” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 3/141; dan Tahdziibul-Kamaal, 7/259].
Adapun perkataan Ibnu Hibbaan, maka itu sama sekali tidak menjatuhkan kedudukan riwayat Hammaad dari Tsaabit.
Maka, di sini nampak ketidakakuratan jarh yang dialamatkan As-Suyuthiy rahimahullah dan orang yang sepakat dengannya.
Tsaabit (bin Aslam) Al-Bunaaniy sendiri adalah seorang yang tsiqah lagi ‘aabid [Taqriibut-Tahdziib, hal. 185 no. 818].
BERSAMBUNG…
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata : “Di dalam hadits tersebut terdapat pengertian bahwa orang yang meninggal dunia dalam keadaan kafir, maka dia akan masuk neraka. Dan kedekatannya dengan orang-orang yang mendekatkan diri (dengan Allah) tidak memberikan manfaat kepadanya. Selain itu, hadits tersebut juga mengandung makna bahwa orang yang meninggal dunia pada masa dimana bangsa Arab tenggelam dalam penyembahan berhala, maka diapun masuk penghuni neraka. Hal itu bukan termasuk pemberian siksaan terhadapnya sebelum penyampaian dakwah, karena kepada mereka telah disampaikan dakwah Ibrahim dan juga para Nabi yang lain shalawaatullaah wa salaamuhu ‘alaihim” [Syarah Shahih Muslim oleh An-Nawawi juz 3 hal. 79 melalui perantara Naqdu Masaalikis-Suyuthi fii Waalidayil-Musthafaa oleh Dr. Ahmad bin Shalih Az-Zahrani hal. 26, Cet. 1425 H].
Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullah berkata : ”Sesungguhnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam adalah musyrik dengan dalil apa yang telah kami khabarkan….”. Kemudian beliau membawakan dalil hadits dalam Shahih Muslim di atas (no. 203 dan 976) di atas [Lihat As-Sunanul-Kubraa juz 7 Bab Nikaahi Ahlisy-Syirk wa Thalaaqihim]
BERSAMBUNG..
hadits-hadits yang antum bawakan tidak bermakna manthuq bahwa kedua orang tua Nabi adalah beriman. Nabi kita Muhhammad sholallohu ‘alaihi wassalam memang memiliki nasab yang baik dan mulia, namun ini hanya perkara duniawi semata. kalau kedua orang tua Nabi dianggap beriman karena merupakan nasab yang mulia bagi Nabi, maka Abu Tholib dan Abu Jahal pun seharusnya juga merupakan orang yang beriman, karena mereka dalam satu garis nasab dengan ayah Nabi.
@Ajamdalil yang antum gunakan “jangan menyakiti keluarganya” adalah dalil mafhum,s edangkan dalil kafirnya ayah dan ibu nabi adalah dalil manthuq. dalam kaidah fiqh, dalil manthuq lebih didahulukan daripada dalil mafhum ?????
Kok bisaaaaa bilang begitu akh…coba ente cek hadits dibawah ini ?
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يُونُسَ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ كِلَاهُمَا عَنْ اللَّيْثِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ ابْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا لَيْثٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ الْقُرَشِيُّ التَّيْمِيُّ أَنَّ الْمِسْوَرَ بْنَ مَخْرَمَةَ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَهُوَ يَقُولُ إِنَّ بَنِي هِشَامِ بْنِ الْمُغِيرَةِ اسْتَأْذَنُونِي أَنْ يُنْكِحُوا ابْنَتَهُمْ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ فَلَا آذَنُ لَهُمْ ثُمَّ لَا آذَنُ لَهُمْ ثُمَّ لَا آذَنُ لَهُمْ إِلَّا أَنْ يُحِبَّ ابْنُ أَبِي طَالِبٍ أَنْ يُطَلِّقَ ابْنَتِي وَيَنْكِحَ ابْنَتَهُمْ فَإِنَّمَا ابْنَتِي بَضْعَةٌ مِنِّي يَرِيبُنِي مَا رَابَهَا وَيُؤْذِينِي مَا آذَاهَا
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdullah bin Yunus dan Qutaibah bin Sa’id keduanya dari Al Laits bin Sa’id, Ibnu Yunus berkata; Telah menceritakan kepada kami Laits Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Ubaidullah bin Abu Mulaikah Al Quraisyi At Taimi bahwa Al Miswar bin Makhramah menceritakan kepadanya, dia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpidato di atas mimbar: “Sesungguhnya bani Hisyam bin Al Mughirah meminta izin kepadaku untuk menikahkan anak mereka dengan Ali bin Abu Thalib, maka aku tidak mengizinkan mereka, kemudian mereka minta izin lagi, akupun tetap tidak mengizinkan mereka, kemudian mereka meminta izin lagi, dan tetap tidak aku izinkan, kecuali jika Ali ingin mentalak anakku (Fatimah) kemudian menikahi anak mereka. Karena sesungguhnya anakku adalah bagian dariku. Orang yang telah menghinakannya maka akan menghinakanku pula. Dan orang yang menyakitinya, berarti menyakitiku pula.”
“jangan menyakiti keluarganya” memang mafhum, karena keluarga nabi ada yang mukmin dan ada pula yang kafir. tanpa perlu diperdebatkan lagi, Abdul Mutholib, Abu Jahal dan Abu Tholib adalah keluarga nabi Muhammad, dan mereka semua adalah kafir. Nabi Nuh mempunyai anak yang kafir. Nabi Ibrohim mempunyai bapak yang kafir. Nabi Luth mempunyai istri yang kafir.
jadi jika larangan menyakiti keluarga Nabi itu dijadikan dalil bahwa seluruh keluarga Nabi pasti beriman, maka pastilah orang-orang yang ana sebutkan tadi termasuk golongan mukmin.
ajam
“jangan menyakiti keluarganya” memang mafhum, karena keluarga nabi ada yang mukmin dan ada pula yang kafir. tanpa perlu diperdebatkan lagi, Abdul Mutholib, Abu Jahal dan Abu Tholib adalah keluarga nabi Muhammad, dan mereka semua adalah kafir.
jawab
kalimat diatas tersebut perkataan antum atau pernyataan anak TK ? atau memang antum dan anak TK memang tidak ada perbedaan dan sependapat tentang hal itu ?
gayamu seperti ulama besar saja. ilmu bahasa dan sastra arab, mantiq, balaqoh dan asbabun wurud hadistpun tidak tahu kok bisanya antum mengatakan : ” memang mafhum, karena keluarga nabi ada yang mukmin dan ada pula yang kafir. tanpa perlu diperdebatkan lagi, Abdul Mutholib, Abu Jahal dan Abu Tholib adalah keluarga nabi Muhammad, dan mereka semua adalah kafir.”
SEKALI LAGI SAYA TANTANG ANTUM DAN SHEIKH-SHEIKH ANTUM membawakan dalil ttg kafirnya abu thalib kalo antum dan sheikh2 antum bisa membuktikannya sesuai janji saya maka antum saya kasih 20 juta cash.
lihat dan buka matamu jelas2 mana dalil yg menyatakan abu thalib dan abdul muthalib kafir ? apakah abtum mau memakai hadist ibnu musayyab dan abu hurairah ttg kematian abu thalib silahkan. dan saya akan tunjukan kepadamu ttg kemungkaran hadist tersebut alias hadit tersebut adalah hadist palsu yg dilamatkan seolah-olah itu adalah perkataan nabi saw?
Kita a tidak boleh mengatakan sesuatu jika kita tidak mengetahuinya. abu thalib dan abdul muthalib jelas-jelas adalah seorang mukmin. dan tidak ada satupun dalil shahih yg menyatakan sebaliknya.
adapun abu jahal memang beliau adalah orang kafir bahkan banyak jadist dan diperkuat lagi oleh ayat Al-Quran yg menyatakannya, ditambah fakta sejarah ikut menjelaskannya baik ketika nabi saw dimekah yg diejaknya dan dimusuhinya maupun ketika nabi saw dimadinah yg diperanginya.
sedangkan abu thalib dan abdul muthalib tidak ada fakta sejarah yg menjelaskan mereka memusuhi nabi saw bahkan fakta sejarah menceritakan mereka pembela nabi saw.
LAIN KALI KALO NGOMONG DIFORUM RESMI INI PASTIKAN ANTUM PAKE DATA ATAU DALIL JANGAN PAKE MULUT ANTUM YG BERACUN ITU. PAHAM
antum pake hadits ini untuk menyimpulkan Ibunda Rasul saw kafir ? dari mana hubungannya ….akh…..HADITS YANG ANTUM SEBUT ITU AYAHNYA SIAPA / IBUNYA SIAPA ?
Al-Imaam Muslim rahimahullah berkata :
وحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ رَجُلًا، قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيْنَ أَبِي؟ قَالَ: فِي النَّارِ، فَلَمَّا قَفَّى، دَعَاهُ، فَقَالَ: ” إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ ”
Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah : Telah menceritakan kepada kami ‘Affaan : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Salamah, dari Tsaabit, dari Anas : Bahwasannya ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah, dimanakah tempat ayahku (yang telah meninggal) sekarang berada ?”. Beliau menjawab : “Di neraka”. Ketika orang tersebut menyingkir, maka beliau memanggilnya lalu berkata : “Sesungg
Imam Muslim memasukkan hadits tersebut dalam bab بيان أن من مات على الكفر فهو في النار ولا تناله شفاعة ولا تنفعه قرابة المقربين (Penjelasan bahwasannya siapa saja meninggal dalam kekafiran maka ia berada di neraka dan ia tidak akan memperoleh syafa’at dan tidak bermanfaat baginya hubungan kekerabatan)
Imam Ibnu Majah memasukkan hadits tersebut dalam bab ما جاء في زيارة قبور المشركين (Apa-Apa yang Datang Mengenai Ziyarah ke Kubur Orang-Orang Musyrik)
Imam An Nasa’i memasukkan hadits tersebut dalam bab زيارة قبر المشرك (Ziyarah ke Kubur Orang-Orang Musyrik)
antum pikir apa alasan para imam ahli hadits tersebut memasukkan hadits di atas dalam bab ziarah ke kubur orang musyrik jika bukan karena ibunda Nabi yang disebutkan dalam hadits di atas seorang musyrik?
dalam hadits tersebut siapa yang musyrik? kalau bukan ibunda Nabi yang dimaksud oleh para imam tersebut, lalu siapa?
ana tambah lagi mengenai menyakiti ibunda Rasul saw,
حَدَّثَنِي أَبُو مَعْمَرٍ إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْهُذَلِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ الْمِسْوَرِ بْنِ مَخْرَمَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا فَاطِمَةُ بَضْعَةٌ مِنِّي يُؤْذِينِي مَا آذَاهَا
Telah menceritakan kepadaku Abu Ma’mar Ismail bin Ibrahim Al Hudzali Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Amru dari Ibnu Abu Mulaikah dari Miswar bin Makhramah dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Fatimah adalah bagian dari dagingku, apabila ada sesuatu yang menyakitinya maka akan membuatku sakit pula.”
yang namanya nasab itu akh…..
bin atau binti itu HARUS sesuai SE-kandung…….
semua keturunan mutholib……
itu adalah Arab Quraish penjaga kabah….
BERBEDA dengan ABDULAH (ayah rasul saw) dan bunda Rasul saw yang HANIF…….Antum fahamkan tentang Hanif…
::::
dan ana berkata nasab adalah ibunda beliau kandung..
bukan keponakan atau bukan pakde atau bude….
di atas antum menggunakan “jangan menyakiti keluarganya” sebagai dalil berimannya kedua orang tua nabi. padahal yang dimaksud keluarga itu bukan hanya sekandung (ayah/ibu, saudara atau anak), melainkan juga paman, bibi, istri/suami, sepupu, keponakan, kakek, cucu, dll. jika dalil itu antum gunakan, seharusnya berkonsekuensi bahwa Abdul Mutholib, Abu Jahal, dan Abu Tholib adalah mukmin, sebagaimana mukminnya kedua orang tua nabi.
Dari Zaid bin Arqom bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu hari berkhutbah: Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlul Baitku (sampai tiga kali) maka Husain bin Sibroh (perawi hadits) bertanya kepada Zaid “Siapakah Ahlul Bait beliau wahai Zaid bukankah istri-istri beliau termasuk ahlil baitnya? Zaid menjawab para istri Nabi memang termasuk Ahlul Bait akan tetapi yang dimaksud disini, orang yang diharamkan sedekah setelah wafatnya beliau. Lalu Husain berkata: siapakah mereka beliau menjawab : “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas”. Husain bertanya kembali Apakah mereka semuanya diharamkan zakat? Zaid menjawab : “Ya” [Shahih muslim 7/122-123]
Ibnu Katsir berkata : “Orang yang memahami Al Quran tidak ragu lagi bahwa para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam Ahlul Bait (tafsir Al Qur ‘an Al-Adzim 3/506)
BETUL SEKALI ANTUM SUDAH MENJAWABNYA. KHUSUS abu jahal ada ayat dan hadist SERTA FAKTA SEJARAH yg menyatakannya adalah musuh Allah dan orang yg menyembah berhala, sehingga ia keluar dari hadist dan ayat Alquran tersebut, sedangkan abdul muthalib dan abu thalib sebaliknya.
sdangkan abu thalib adalah keluarga ali ra. sesuai hadist yg antum bawa :”Lalu Husain berkata: siapakah mereka beliau menjawab : “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil,…dst
lalu kenapa antum NGEYEL TTG ABU THALIB ADALAH KAFIR
(NAUZUBILLAH)
saya akan berikan satu contoh keutamaan abu thalib dalam membela nabi saw dan keutamaan ini walaupun antum bandingkan dengan semua sahabat nabi saw maka keutamaan abu thalib diatas rata-rata sahabat.
SILAHKAN ANTUM BANDINGKAN
1. Pada peristiwa pemboikotan atau embargo yg diterapkan oleh kafir quraisy akibat keenganan abu thalib menyerahkan nabi saw kepada mereka, konsekwensi yg diterima oleh abu thalib dan keluarga serta bani hasyim dan bani muthalib adalah kelaparan dan kekurangan makanan samapai mereka beberapa hari tidak menemukan makanan. tapi mereka istiqomah. bahkan merka tegar menjalankannya selama 3 tahun menderita kelaparan……ingat bro 3 thn.
Lalu antum bandingkan perbuatan sahabat yg lari dari rasulullah hanya kerena makanan dan meninggalkan rasulullah yg sedang berkhutbah jumat diatas mimbarnya. ratusan sahabat meninggalkan mesjid dan yg tersisa tidak lebih dari 13 orang saja. MEREKA MENINGGALKAN RASULULLAH HANYA KARENA PERUT. LALU ANTUM BANDINGKAN PERBUATAN ABU THALIB SELAMA 3 TAHUN MENDERITA KELAPARAN DAN TIDAK MAU MENINGGALKAN RASULULLAH. LALU DENGAN ENTENGNYA ORG JAHIL MENGATAKAN ABU THALIB KAFIR SEDANGKAN SEMUA SAHABAT ADALAH BAIK, JUJUR DAN PALING TAAT KEPADA ALLAH DAN RASULNYA. BUKANKAH INI SUATU ANTAGONIS ?
saya akan mencantumkan perbuatan sahabat yg meninggalkan rasulullah dalam keadaan berkhotbah jumat hanya ….dan hanya mengejar perut semata. sehingga nabi saw murka oleh tingkah laku ratusan sahabatnya tersebut.
Qs. Al Jumuah ayat 11 : Dan apabila mereka melihat perdagangan atau permainan, mereka segera menuju kepadanya dan mereka tinggalkan engkau (Muhammad) sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah, “Apa yang ada disisi Allah lebih baik daripada permainan dan perdagangan,” dan Allah pemberi rezeki yang terbaik
tafsir ulama tentang ayat ini
Asbabun Nuzul ayat 11
Jabir mengatakan bahwa saat Rasulullah menyampaikan khotbah pada hari jum’at, tiba tiba rombongan kafilah datang membawa dagangan dari Syam, kaum muslimin mendatangi rombongan itu, hingga hanya tersisa 12 orang yang mendengarkan Rasulullah berkhotbah. Atas peristiwa itu, turunlah ayat ini” (Hr.Bukhari dan Muslim)
Ibnu Katsir menulis tentang sahabat yang meninggalkan Rasul yang sedang khutbah Jum’at hanya karena perdagangan. Dia berkata bahwa Imam Ahmad berkata: Berkata kepada Ibnu Idris dari Hushain bin Salim dari Jabir, ia berkata: Aku sering masuk ke Madinah dan ketika RasuluLLAAH SAW. sedang berkhutbah orang-orang meninggalkan beliau dan tersisa hanya dua belas orang saja,kemudian turunlah ayat “Dan apabila mereka melihat perdagangan (yang menguntungkan) ataupermainan (yang menyenangkan) mereka bubar dan pergi ke sana meninggalkan engkau berdiri (berkutbah)(al-Jumu’ah ayat 11).
.
Kejadian ini juga termuat dalam Shahihain. (lih. Tafsir Ibnu Katsir 4/378, ad-Durrul Mantsur Suyuthi hal.220-223, Shahih Bukhari 1/316, Shahih Muslim, 2/590)
Setelah menerangkan makna ayat bahwa para sahabat itu meninggalkan Nabi saw. berpidato di atas mimbar, Ibnu Jarir ath Thabari (mufassir tertua Ahlusunnah) mengutip berbagai riwayat, di antaranya:
.
حدثنا ابن حميد، قال: ثنا مهران، عن سفيان، عن إسماعيل السدي، عن أبي مالك، قال: قدم دحية بن خليفة بتجارة زيت من الشام، و النبي صلى الله عليه و سلم يخطب يوم الجمعة، فلما رأوه قاموا إليه بالبقيع خشوا أن يسبقوا إليه، قال: فنزلت وَ إِذا رَأَوْا تِجارَةً أَوْ لَهْواً انْفَضُّوا إِلَيْها وَ تَرَكُوكَ قائِماً
“…. dari Abu Mâlik, ia berkata, ‘Dihyah datang dengan membawa dagangan (berupa minyak) dari negeri Syam. Saat itu Nabi saw. sedang berkhutbah Jum’at, sepontan ketika melihat itu, para sahabat berdiri menujunya di tanah Baqi’. Mereka takut kedahuluan orang lain. Ia berkata, ‘Lalu turunlah ayat “Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhutbah).”
حدثني أبو حصين عبد الله بن أحمد بن يونس، قال: ثنا عبثر، قال: ثنا حصين، عن سالم بن أبي الجعد، عن جابر بن عبد الله، قال: كنا مع رسول الله صلى الله عليه و سلم في الجمعة، فمرت عير تحمل الطعام، قال: فخرج الناس إلا اثني عشر رجلا، فنزلت آية الجمعة.
“… (sahabat) Jabir bin Abdillah berkata, ‘Kami bersama Rasulullah saw. di hari Jum’at, lalu lewatah kafilah dagang membawa MAKANAN. Ia (Jabir) berkata, ‘Maka manusia keluar kecuali dua belas orang saja, lalu turunlah ayat surah Jum’at”
حدثنا ابن عبد الأعلى، قال: ثنا محمد بن ثور، عن معمر، قال: قال الحسن: إن أهل المدينة أصابهم جوع و غلاء سعر، فقدمت عير و النبي صلى الله عليه و سلم يخطب يوم الجمعة، فسمعوا بها، فخرجوا و النبي صلى الله عليه و سلم قائم، كما قال الله عز وجل.
“ … Hasan berkata, ‘Penduduk kota Madinah mengalami kelaparan dan mahalnya bahan makanan, lalu datanglah kafilah dagang sementara Nabi saw. sedang berkhutbah shalat Jum’at, ketika mendengar kedatangan kafilah itu mereka bergegas keluar dan meninggalkan Nabi saw. yang sedang berdiri seperti yang difirmankan Allah
CUKUP SATU INI SAJA SAYA KEMUKAKAN KEUTAMAAN ABU THALAIB DARI SAHABAT2 RASULULLAH DALAM HAL LOYALITAS DAN KECINTAAN KEPADA NABI SAW. hadist ini tdk perlu ditafsir lagi karena maknanya sdh jelas.
SAMPAI DISINI SUDAH TERBUKA MATA HATI ANTUM AJAM ?
NB:
Sekarang gini ajah antum berikan hadits yang jelas…TIDAK PERLU DI TAKWIL ….atau diduga duga ….hadits yang jelas bahwa rasul saw berkata ibu saya kafir……..DAN JANGAN PAKE TAKWIL……berikan yang shohih ajah……
dan dari hadits yang ana cantumkan itu shohih ……mengenai siapapun yang menyakiti keluarga beliau …berarti menyakiti beliau…..gak ada alesan….ITU SHOHIH..
biar adil….antum berikan hadits shohih dimana rasul saw mengatakan ibu saya kafir….dan jangan pake takwil……ibunya siapa kok dihubunkan dengan ibunya Rasul saw…..
HADITS SHOHIH AYAH NABI DI NERAKA
Dari Anas radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Wahai Rasulullah, dimanakah tempat ayahku (yang telah meninggal) sekarang berada ?”. Beliau menjawab : “Di neraka”. Ketika orang tersebut menyingkir, maka beliau memanggilnya lalu berkata : “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka”. [HR. Muslim no. 203, Abu Dawud no. 4718, Ahmad no. 13861, Ibnu Hibban no. 578, Al-Baihaqi dalam Al-Kubraa no. 13856, Abu ‘Awanah no. 289, dan Abu Ya’la no. 3516].
HADITS SHOHIH IBU NABI DI NERAKA
Dari Ibnu Mas’ud radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Datang dua orang anak laki-laki Mulaikah – mereka berdua dari kalangan Anshar – lalu berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibu kami semasa hidupnya memelihara onta dan memuliakan tamu. Dia dibunuh di jaman Jahiliyyah. Dimana ibu kami sekarang berada ?”. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Di neraka”. Lalu mereka berdiri dan merasa berat mendengar perkataan beliau. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memanggil keduanya lalu berkata : “Bukankah ibuku bersama ibu kalian berdua (di neraka) ?” [Lihat Tafsir Ad-Durrul-Mantsur juz 4 halaman 298 – Diriwayatkan oleh Ahmad no. 3787, Thabarani dalam Al-Kabiir 10/98-99 no. 10017, Al-Bazzar 4/175 no. 3478, dan yang lainnya; shahih]
@ajam, Kamu baca dong matanya,
Siapa yang bertanya dan tanya apa ?
saya mau tau bahyaw nabi saw yang mengatakan ibunya masuk neraka ?
apalagi soal neraka Nabi saw sendiri tidak bisa memastikan siapa saja yang masuk neraka ……sahabat juga ada yang masuk neraka tapi nabi tidak tahu ?
Kata neraka, kafir, munafik yang diucapkan nabi perlu hati hati,,,, nabi tidak semena mena berkata merkea masuk neraka ? karena nabi juga manusia biasa…….Cuma Izin ALLAH swt………..
Kok main takwil ajah….
saya minta Jelas…haditsnya bisa saja hadits diatas orang yang bertanya saat itu nabi saw sudah menyebarkan Islam…berbeda dengan orang tua Nabi saw …..belum mengenal islam…….fahimka antum…
anak TK aja pasti langsung paham yang dimaksud dengan lafadz AYAHKU dan IBUKU dalam hadits di atas adalah ayah dan ibu Nabi Muhammad, karena yang berbicara adalah beliau. tentunya Nabi tidak sedang membicarakan ayah dan ibu orang lain bukan?
kalau antum belum puas dengan penjelasan anak TK, boleh dipersaksikan penjelasan ulama yang berulang-ulang ana kutipkan di pembahasan ini.
Al-Imam Ibnul-Jauzi berkata :
وأما عبد الله فإنه مات ورسول الله صلى الله عليه وسلم حمل ولا خلاف أنه مات كافراً، وكذلك آمنة ماتت ولرسول الله صلى الله عليه وسلم ست سنين
”Adapun ’Abdullah (ayah Nabi), ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam masih berada dalam kandungan, dan ia mati dalam keadaan kafir tanpa ada khilaf. Begitu pula Aminah (tentang kekafirannya tanpa ada khilaf), dimana ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam berusia enam tahun” [Al-Maudlu’aat juz 1 hal. 283]
Nabi memang bukan penentu seseorang apakah masuk surga atau neraka, karena hal itu merupakan hak Alloh. akan tetapi Rosululloh hanya mengabarkan saja, dan tentunya hal ini berasal dari wahyu yang diwahyukan kepada beliau dari Alloh.
selain itu, banyak juga orang yang dijamin masuk surga atau neraka berdasarkan dalil-dalil As Sunnah, misalnya jaminan Nabi tentang masuk surga kepada Abu Bakar, Umar, Utsman, Aliy, dan para sahabat lainnya. jaminan Rosululloh masuk neraka kepada Amr bin Luhay, shohibul mihjan, dll.
jadi, menolak persaksian masuk nerakanya kedua orang tua Nabi akan berkonsekuensi menolak jaminan masuk surganya Abu Bakar, Umar, Utsman, Aliy dan lain-lain
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا الْمُغِيرَةُ بْنُ النُّعْمَانِ قَالَ حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّكُمْ مَحْشُورُونَ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلًا ثُمَّ قَرَأَ { كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ } وَأَوَّلُ مَنْ يُكْسَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِبْرَاهِيمُ وَإِنَّ أُنَاسًا مِنْ أَصْحَابِي يُؤْخَذُ بِهِمْ ذَاتَ الشِّمَالِ فَأَقُولُ أَصْحَابِي أَصْحَابِي فَيَقُولُ إِنَّهُمْ لَمْ يَزَالُوا مُرْتَدِّينَ عَلَى أَعْقَابِهِمْ مُنْذُ فَارَقْتَهُمْ فَأَقُولُ كَمَا قَالَ الْعَبْدُ الصَّالِحُ { وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي إِلَى قَوْلِهِ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ }
Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Katsir telah mengabarkan kepada kami Sufyan telah bercerita kepada kami Al Mughirah bin an-Nu’man berkata telah bercerita kepadaku Sa’id bin Jubair dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya kalian akan dikumpulkan (pada hari qiyamat) dalam keadaan telanjang dan tidak dikhitan. Lalu Beliau membaca firman Allah QS al-Anbiya’ ayat 104 yang artinya (Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan yang pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti dari Kami. Sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya). Dan orang yang pertama kali diberikan pakaian pada hari qiyamat adalah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam dan ada segolongan orang dari sahabatku yang akan diculik dari arah kiri lalu aku katakan: Itu Sahabatku, Itu sahabatku. Maka Allah Ta’ala berfirman: Sesungguhnya mereka menjadi murtad sepeninggal kamu. Aku katakan sebagaimana ucapan hamba yang shalih (firman Allah dalam QS al-Maidah ayat 117 – 118 yang artinya (Dan aku menjadi saksi atas mereka selagi aku bersama mereka. Namun setelah Engkau mewafatkan aku…) hingga firman-Nya (….Engkau Maha Perkasa lagi Maha bijaksana).
Bagaimana bisa ditakwil mengenai soal neraka apalagi soal bunda nabi saw..
ana tidak mengetahui kaitan antara hadits di atas dengan pembahasan KAFIRNYA KEDUA ORANG TUA NABI. baiknya antum mengutipkan penjelasan ulama seperti model penjelasan yang ana uraikan.
AJAM……
INI SAYA KASIH CONTOH HADIT JELAS MISAL ORANG TUA NABI IBRAHIM AS MASUK NERAKA ..KARENA SEBABNYA JELAS GAK PERLU DITAKWIL…..
KARENA SAAT NABI IBRAHIM AS MENYEBARKAN DAKWAH ALLAH SWT ORANG TUA BELIAU MASIH HIDUP BERSAMA NABI IBRAHIM AS DAN TIDAK MAU MENGIKUTI AGAMA ALLAH SWT YANG DIBAWA NABI MUHAMMAD SAW……
DIBAWAH INI HADITSNYA ……JELASS..SEBAGAI CONTOH AKH :
Telah bercerita kepada kami Isma’il bin ‘Abdullah berkata telah mengabarkan kepadaku saudaraku, ‘Abdul Hamid dari Ibnu Abi Dza’bi dari Sa’id Al Maqburiy dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Nabi Ibrahim Aalaihissalam bertemu dengan ayahnya, Azar, pada hari qiyamat. Ketika itu wajah Azar ada debu hitam lalu Ibrahim berkata kepada bapaknya: Bukankah aku sudah katakan kepada ayah agar ayah tidak menentang aku?. Bapaknya berkata; Hari ini aku tidak akan menentangmu? Kemudian Ibrahim berkata; Wahai Rabb, Engkau sudah berjanji kepadaku untuk tidak menghinakan aku pada hari berbangkit. Lalu kehinaan apalagi yang lebih hina dari pada keberadaan bapakku yang jauh (dariku)?. Allah Ta’ala berfirman: Sesungguhnya Aku mengharamkan surga bagi orang-orang kafir. Lalu dikatakan kepada Ibrahim; Wahai Ibrahim, apa yang ada di kedua telapak kakimu?. Maka Ibrahim melihatnya yang ternyata ada seekor anjing hutan yang kotor. Maka anjing itu diambil kakinya lalu dibuang ke neraka.
apa tujuan antum membawakan hadits di atas? apakah untuk menolak hadits masuk nerakanya ayah dan ibu Nabi? kok ana belum menjumpai ada ulama ahli hadits menggunakan metode ini yah?
bodohkah para ulama hadits semisal Al Baihaqi, An Nawawi, Muslim, Ibnu Majah, An Nasa’i, Ibnul Jauzi dll itu dan antum lebih paham tentang bagaimana mengaitkan hadits satu dengan hadits lainnya?
RALAT : YANG DIBAWAH NABI IBRAHIM AS….
al akh HENDOKO
hadits Anas bin Malik dan hadits Ibnu Mas’ud yang ana sebutkan di atas secara sharih menyebutkan bahwa ayah dan ibu Nabi bersama dengan ayah dan ibu penanya di neraka.
telah ana sampaikan pula bagaimana para ulama hadits menjelaskannya, bahkan mereka bersepakat atas kafirnya ayah dan ibu nabi berdasarkan hadits-hadits di atas.
lalu siapa antum? apakah antum seorang ahli hadits? berapa hadits yang antum hafal? punya iajazah sanad dari siapa? siapa salaf (pendahulu) antum dalam memahami persoalan ini?
afwan, tanpa bermaksud merendahkan kapasitas ilmu antum, ana rasa antum tidak berhak membuat opini independen tanpa sandaran ulama ahli hadits. dan toh kalaupun antum mempunyai ulama ahli hadits sebagai sandaran, maka pendapat itu pun akan tertolak karena telah ada ijma’. pastinya antum sudah mengetahui bahwa apabila sudah ada ijma’, maka khilaf yang datang sebelum atau setelahnya otomatis tertolak.
hhhhmmmmm ………muantab ….bro handoko ……maaf mas Ajam skak matt niiiih ……..he he he maaf menyela ……
al akh ZON
pernyataan antum bahwasanya antum mengikuti pendapat ulama sholeh dalam pembahasan ini ana rasa itu hanya bualan omong kosong belaka. terbukti ketika ana meminta tolong dikutipkan lagi atsar ulama yang sependapat dengan antum dalam masalah ini, antum tidak bisa.
ana sudah membaca tulisan di atas berulang-ulang dan tidak ada satu pun ulama salaf ash-sholeh yang pendapatnya menolak kafirnya kedua orang tua Nabi.
dan pernyataan antum bahwasanya tidak ada satu pun hadits shahih yang menyebutkan kafirnya kedua orang tua Nabi, maka ini pun juga setali tiga uang dengan pernyataan antum sebelumnya. just bullshit!!!
ana sudah menyebutkan haditsnya, berikut bantahan terhadap As Suyuthi yang melemahkannya.
==============================================================
afwan ana agak melenceng sedikit dari pembahasan. As Suyuthi melemahkan hadits riwayat Muslim. ana jadi teringat dengan Al Albani yang diteriaki seperti maling oleh golongan antum (Asy’ariyah, NU, Sufi). padahal gaya kritik Al Albani kepada hadits-hadits Al Bukhori dan Muslim sama dengan gaya kritik As Suyuthi. masih belum sadarkah antum bahwa antum telah berbuat dzolim kepada Al Albani?
melihat dialognya mas Ajam dapat jadi kesimpulan yang nggak masuk logika : 1 alangkah mulia golongan orang2 kafir…..telah berhasil mendapat turunan nabi yang mulia diantara nabi2 yang lain . 2 betapa rendahnya kedudukan orang2 muslim dihadapan orang kafir ..??? 3 jangan merasa kuatir dgn orang menjadi kafir wong Rosululloh aja keturunan kafir ……..SEPERTI INIKAH ISLAM KITA ???……mari kita tengok beberapa Dalil : 1Bukankah Allah swt mengatakan dalam kalam-Nya yang suci “dan kami tidak akan mengazab sampai kami utus seorang rasul” (al-Isro : 15) meninggalnya orang tua Nabi sebelum di turunkannya wahyu ilahi kepadanya (menjadi rasul) maka ketika itu tidaklah Allah mengazab mereka. ….2. Kelahiran Nabi Muhammad saw pada masa yang di sebut dengan masa “fatroh” maksudnya adalah terputusnya risalah kenabian dari masanya Nabi Isa as sampai pada kelahiran Nabi saw mencapai kira-kira 500 tahun, dan itu merupakan waktu yang cukup lama. Ketika masa itu belumlah di turunkan risalah kenabian, maka Allah mengatakan dari ayat di atas tadi, bahwa sebelum datangnya Rasul maka tidaklah bagi mereka mendapat azab.
…..3. Allah SWT –pun menjaga silsilah Nabi saw, mulai dari masanya sayyidina Adam as sampai pada masa kelahiran beliau (Nabi saw) hal ini di katakan dalam firman-Nya : “Bertawakallah kepada (Allah) yang maha perkasa lagi maha penyayang, yang melihatmu ketika kamu ada, dan berpindahnya kamu di dalam (solbun) orang-orang yang sujud (mukmin)” perpindahannya silsilah Nabi saw benar-benar Allah jaga sehingga perpindahan (silsilahnya) melalui orang-orang yang bersujud (mukmin)…
4. Nabi Muhammad saw sendiri bersabda : “Aku berpindah dari solbin yang baik kepada rahim yang suci, tidaklah Aku berasal dari benih orang-orang Jahiliyah, maka sesungguhnya aku adalah orang pilihan dari yang terpilih dan dari yang terpilih” sangat jelas sekali disini bahwa Nabi saw berpindah silsilahnya dari yang mukmin kepada rahim yang suci dan terus sampai beliau terlahir, itu semua tidak lain benar-benar dari golongan orang-orang yang mukmin dan bukanlah orang-orang jahiliyah…..
Dari beberapa dalil di atas, bahwa bagaimana mungkin seorang Nabi penutup (akhir dari semua nabi) di lahirkan oleh seorang kafir. Adapun hadist yang menyebutkan “Abuka wa abi finar” memiliki makna, bahwa disitu terdapat kata “Wa” bukanlah “wa idhofi” akan tetapi “wa al-Qosam” yang berarti penta’kidan. Sehingga arti yang sebenarnya adalah “ayahmu dan demi ayahku (benar-benar ia) dalam neraka”, di lihat dari kisahnya, bahwa ketika itu ada seseorang yang bertanya kepada Nabi saw, wahai nabi ayahku meninggal apakah ia masuk surga..??jawab nabi “tidak dia didalam neraka” di tanya kedua kalinya “wahai nabi apakah ayahku masuk surga..??” jawab nabi “tidak dia didalam naraka” namun orang tersebut masih belum puas dan kembali bertanya “wahai nabi apa benar ayahku di dalam neraka..??” maka akhirnya Nabi saw memberi penekanan “Abuka wa Abi finar” ayahmu dan demi ayahku ia benar-benar di dalam neraka. Demikianlah yang sebenarnya. Semoga menjadi sebuah renungan bagi kita….
al akh MAMO
ana tidak bermaksud merendahkan kapasitas ilmu antum. ana akui, antum lebih cerdas dari ana. tapi antum mbok sadar diri meskipun sedikit bahwa antum itu tidak ada apa-apanya dibanding para ulama yang ana sebutkan. lagipula, telah ada IJMA’ atas kafirnya ayah dan ibu Nabi.
meskipun antum adalah seorang ulama ahli hadits muktabar yang diagung-agungkan seluruh kaum muslimin di dunia, tetap percuma saja. pendapat antum tidak akan bisa menggugurkan IJMA’ yang telah ada.
AJAM
lagipula, telah ada IJMA’ atas kafirnya ayah dan ibu Nabi.
JAWAB
KALO IJMA ULAMA WAHABI SALAFI AKU PERCAYA!!!. …NGOMONG ASAL BUNYI SAJA. BUKTIKA SAJA ITU IJMA ULAMA DAN BUKAN IJMA SALAFI-WAHABIMU
NGOMONG SAJA KAU DENGAN TEMBOK ATAU SAMA ANAK SD. KARENA HANYA TEMBOK DAN ANAK SD YG PERCAYA OMONGAN ANTU ITU.
BUKTIKAN 100 DARI RIBUAN ULAMA SAJA TIDAK BISA …..KOK NGAKU-NGAKU IJMA.
JANGAN-JANGAN ANTUM TIDAKTAHU ARTI DAN DEFENISI IJMA. BELAJAR DULU YG BAIK BARU JAWAB.
kalau ada ijma yang nggak sesuai selera antum gimana mas Ajam …..????? apa di pakai juga ???
Bukankah Allah swt mengatakan dalam kalam-Nya yang suci “dan kami tidak akan mengazab sampai kami utus seorang rasul” (al-Isro : 15) meninggalnya orang tua Nabi sebelum di turunkannya wahyu ilahi kepadanya (menjadi rasul) maka ketika itu tidaklah Allah mengazab mereka. …?????KOK NGGAK DI BAHAS MAS AJAM ?????
ana memang belum menjelaskan hal tersebut karena ana ingin mendahulukan menjelaskan dalil-dalil yang telah shahih dan sharih. sebenarnya dengan membahas dalil-dalil yang ana sebutkan beserta penjelasan para ulama dan pernyataan adanya ijma’ sudah cukup. akan tetapi apa boleh dikata. semua itu belum cukup melegakan dahaga hawa nafsu dan logika antum.
tidak ada ulama ahli hadits yang menolak kekafiran ayah dan ibu Nabi dengan beralasan keduanya adalah ahlul fatrah. kalau ada, tentu saja mustahil ada ijma’.
banyak orang (yang jahil, bukan ulama) beranggapan bahwa kedua orang tua Nabi adalah mukmin, karena mereka termasuk golongan ahlul fatrah. namun mereka keliru, karena ahlul fatrah ini harus diperinci lagi.
1) Ahlul fatrah yang belum sampai padanya dakwah syariat nabi sebelumnya. nasib ahlul fatrah golongan ini adalah mereka nanti di akhirat akan diuji dengan ujian berupa perintah untuk memasuki neraka. jika mereka mau mentaati perintah tersebut, niscaya neraka itu akan menjadi dingin dan menyelamatkan mereka.
2) Ahlul fatrah yang sudah sampai padanya dakwah syariat nabi sebelumnya. ahlul fatrah ini terbagi lagi menjadi 2 :
a. yang menerima dakwah syariat nabi sebelumnya. maka mereka adalah mukmin. contohnya adalah Waraqah bin Naufal, Qus bin Saa’idah, Zaid bin ’Amr bin Naufal dan lain-lain.
b. yang mendustakan dakwah syariat nabi sebelumnya. maka mereka adalah kafir. contohnya adalah ’Amr bin Luhay, Abdullah bin Ja’dan, shahiibul-mihjan dan lain-lain.
lalu termasuk golongan manakah ayah dan ibu Nabi? memang tidak ada dalil yang shahih dan sharih yang menyebutkan apakah ayah dan ibu Nabi menerima atau mendustakan dakwah syariat nabi sebelumnya. dan tiada ada pula dalil yang shahih dan sharih yang menyebutkan apakah telah sampai pada mereka dakwah syariat Nabi sebelumnya atau belum.
akan tetapi, hadits shahih dan sharih yang menyebutkan bahwasanya ayah dan ibu Nabi berada di neraka merupakan penjelasan keadaan ayah dan ibu nabi di masa fatrah. dari hadits tersebut dapat ditarik suatu pemahaman bahwa keduanya telah mendengar dakwah syariat nabi sebelumnya kemudian mereka mendustakannya. maka mereka adalah kafir/musyrik.
dari sinilah para ulama akhirnya bersepakat tentang kafirnya ayah dan ibu Nabi.
ajam
akan tetapi, hadits shahih dan sharih yang menyebutkan bahwasanya ayah dan ibu Nabi berada di neraka merupakan penjelasan keadaan ayah dan ibu nabi di masa fatrah. dari hadits tersebut dapat ditarik suatu pemahaman bahwa keduanya telah mendengar dakwah syariat nabi sebelumnya kemudian mereka mendustakannya. maka mereka adalah kafir/musyrik.
dari sinilah para ulama akhirnya bersepakat tentang kafirnya ayah dan ibu Nabi.
jawab
nabi bersabda: jika kau TIDAK PUNYA MALU maka BERBUATLAH SESUKA HATIMU.
Dari tulisan siajam ini dari bawah s/d atas kalo ada beberapa ulama yg berpendapat ttg kafirnya ortu nabi selalu sinashibi ajam ini berkata : ijma ulama…. para ulama terbersepat….. para ulama akhirnya bersepakat. Ini orang jangan-jangan tidak tahu apa itu arti dan makna ijma ulama.
benarkah kata siajam nashibi ini bahwa ortu nabi saw mati dalam keadaan kafir berdasarkan ijma ulama atau para ulama, atau para ulama akhirnya bersepakat “tentang kafirnya ortu nabi saw.
1. kita tanya sama siajam pendusta ini bisakah dia menyebutkan 100 ulama + dgn kitab mereka ttg ortu nabi saw mati dalam keadaan kafir. ( 100 ulama ini wajib berikan karena siajam mengatakan ulama telah bersepakat atau dikalimat yg lain adalah ijma ulama). sedangkan kita tahu jumlah semua ulama 3 generasi terbaik saja mencapai ratusan bahkan mungkin ribuan apalagi kalo ditambah dgn ulama muthakhirin atau ditambah diluar dari ulama 3 generasi terbaik . sehingga permintaan saya siajam menyebut 100 saja sangat-sangat wajar. KENAPA SAYA KATAKAN SANGAT2 WAJAR ? karena sinashibi ajam claim ortu kafir adalah ijma atau kesepatan para ulama atau para ulama akhirnya bersepakat. Dan kita tahu dari sejarah jumlah ulama 3 generasi terbaik saja + ulama muthakhirin sampai dengan sekarang jumlahnya sudah ribuan.
jadi kalo 100 saja dari ribuan ulama yg ada siajam ini tak bisa menyebutkannya + kitabnya, lalu dengan alasan apa kita meyakini ortu nabi saw mati kafir menurut keyakinan sinashibi ini…ini ijma ulama….ijma ulama.
bagaimana kita bisa percaya lidah beracunnya mengatakan ” ini ijma ulama atau “akhirnya para ulama bersepakat” dll. tapi hanya menampilkan beberapa nama2 ulama saja bahkan yg disampaikannya tidak mencapai 1-5 % dari semua jumlah ulama yg hidup baik itu ulama 3 genaerasi + muthakirin. BUKANKAH INI PERNYATAAN ORANG LUGU YG DUNGU ?
2. kalo dia tidak mampu menyebutkannya ….dan memang tidak bakalan mampu lalu bagaimana sinashibi ini berkata : “para ulama akhirnya bersepakat atau ijma ulama. ” BUKANKAH INI MENCATUT NAMA ULAMA DEMI MEMBENARKAN DOKTRIN SIAJAM ATAU MEMBENARKAN PEMAHAMAN SIAJAM INI.
3. BUKANKAH INI ADALAH PEMALSUAN FATWA YG MENGATAS NAMAKAN PARA ULAMA ? ATAU KEDUSTAAN ATAS NAMA AGAMA ?
4. kita ketahui imam abu hanifah yaitu 1 dari 4 imam mazhab menyatakan yg ortu nabi tidak mati dalam keadaan kafir. imam sayuthi menyatakan hal yg sama. APAKAH MENURUT SIAJAM INI IMAM ABU HANIFAH DAN IMAM AS SAYUTHI BUKAN ULAMA ? mungkin siajam menganggap mereka yg tidak mendukung hawanya adalah tukang becak atau ulama2 ulamaan.
BEGITULAH MANUSIA BODOH KALO MENGELUARKAN PENDAPAT. SUDAH SESAT DAN TURUT MENYESATKAN ORG AWAM PULA.
ana rasa pertanyaan ana adalah : 1. kalau ada ijma yang nggak sesuai selera antum gimana mas Ajam …..????? apa di pakai juga ???
2Bukankah Allah swt mengatakan dalam kalam-Nya yang suci “dan kami tidak akan mengazab sampai kami utus seorang rasul” (al-Isro : 15) meninggalnya orang tua Nabi sebelum di turunkannya wahyu ilahi kepadanya (menjadi rasul) maka ketika itu tidaklah Allah mengazab mereka. …?????KOK NGGAK DI BAHAS MAS AJAM ?????
…kok jawabnya ahlul Fatrah ….ini aja karangan siapa mas ???
seharusnya mas Ajam setuju dgn kata2 ini ” HAI PARA KAUM KAFIR BERBAHAGIALAH KAMU SEKALIAN KARENA DARI KAUM KAFIRLAH NABI TERMULIA DILAHIRKAN BUKAN DARI KAUM MUSLIMIN “…….gimana mas ???
yah, afwan beribu-ribu afwan…rasanya tidak perlu ana meneruskan diskusi tidak berguna dengan antum. ana menunggu diskusi yang berbobot dan ilmiah dengan al akh ZON dan al akh HENDOKO saja.
he he he ya udah ……makasih mas Ajam semoga Alloh ta ‘ala membuka pintu hati mas Ajam ……..wassalamuallaykum …….
Monggo bang Haji Zon dan mas Hendoko ………….ana nyimak aja dah …..
ah…ana lupa ada yang ketinggalan. antum menyebutkan ayat Al Qur’an : “dan kami tidak akan mengazab sampai kami utus seorang rasul” (al-Isro : 15), kemudian mengatakan bahwa ayah dan ibu Muhammad meninggal sebelum beliau diutus menjadi Nabi/Rosul.
padahal ‘Amr bin Luhay dan Abdullah bin Ja’dan juga meninggal sebelum Muhammad diutus menjadi Nabi/Rosul, tetapi kenapa mereka juga dipersaksikan oleh Rosululloh masuk neraka?
Bedanya, kalau Amr bin Luhay dan Abdullah bin Ja’dan menyembah berhala. Sedangkan ayah-ibu Rasulullah Saw, kakek, kakek buyut, kakek canggah, dan seterusnya ke atas tidak menyembah berhala.
Kalau paman Nabi tentu bukan lagi nasabnya Nabi Saw, walau pun satu nasab dari jalur kakek.
Yg saya baca, ayahnya nabi Ibrahim As yg menyembah berhala adalah ayah angkat yg merupakan pamannya yg membesarkan Nabi Ibrahim As dari kecil.
Makanya kalo mau ngambil kesimpulan jangan hanya satu hadist lalu mengabaikan hadist yg lain, mengambil satu ayat Al-Quran mengabaikan ayat yg lain.
Allah berfirman :
Mereka beriman pada sebagian kitab lalu ingkar pada sebagian lainnya.
kalo ‘Amr bin Luhay dan Abdullah bin Ja’dan tidak melakukan kejahatan/mencuri pada musim haji maka mungkin…sekali lagi mungkin (hanya Allah yg tahu) statusnya sama dengan ibu nabi saw dan masuk dalam surat al-isra 15).
Tapi yg membuat mereka berbeda ‘Amr bin Luhay dan Abdullah bin Ja’dan berbuat kejahatan mencuri. jangankan dalam agama, pada org yg tek kenal agama saja perbuat tersebut tercela. Paham.
makannya ‘Amr bin Luhay dan Abdullah bin Ja’dan dipersaksikan oleh Rosululloh masuk neraka? karena kejahatannya. karena tidakmungkin dan mustahil Allah menghukum seseorang tanpa ada perbuatan dosa / kejahatan padanya
sesuai firmannya :
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya….(QS 2:286)
SAMPAI DISINI ANDA SUDAH PAHAM.
NAH SEKARANG TUGAS ANTUM CARI TAU KEJAHATAN YG DILAKUKAN ORTU NABI SAW SEHINGGA MEREKA LAYAK MASUK NERAKA, DISEBUT MATI DALAMKEDAAN KAFIR. SESUAI AYAT DIATAS.
Dan perlu antum ketahui seshahih apapun hadist tersebut jika bertentangan dengan firman Allah maka kita wajib meninggalkannya.
nabi saw bersabda :
Jika kalian menemukan dalam perkataanku (hadist) yg bertentangan dengan Al-quran hendaklah kalian memcampakannya kedinding.
sampai disini sudah terbuka mata antum ? jika belum kita lanjutkan lagi
atau antum akan katakan bahwa ‘Amr bin Luhay dan Abdullah bin Ja’dan itu sama nasibnya dengan kedua orang tua Nabi, yaitu sama-sama bukan ahli neraka?
Kang Ajam…kalau ada suatu kaum mayoritas berzina, apa semuanya ikut berzina dan dihukumi dengan hukuman zina?
Kaum hanifian adalah kaum minoritas di jaman jahiliyah, mereka masih memegang tradisi nabi Ismail dan mereka tidak menyembah berhala. Kakek, ayah-ibu Nabi Saw adalah kaum hanif tersebut. Mereka tidak menyembah berhala sebagaimana kaum mayoritas di jaman jahiliyah.
yah, afwan beribu-ribu afwan…rasanya tidak perlu ana meneruskan diskusi tidak berguna dengan antum. ana menunggu diskusi yang berbobot dan ilmiah dengan al akh ZON dan al akh HENDOKO saja.//////// apa dah lupa mas Ajam .kometar akhir antum ???……silahkan diskusi ama bang Haji Zon dan mas Hendoko aja …..he he he kalau ana jawabpun percuma bro …..kan nggak ilmiyah yang sesuai selera antum ….he he he afwan beribu ribu afwan ana juga malas berdiskusi ama antum rata2 orang2 salafi wahabi “HATINYA DAH KETUTUP AMA JENGGOTNYA DAN MATAHATINYA TIDAK SETERBUKA MATAKAKINYA “…..sekali lagi afwan mas Ajam ……wassalamuallaykum ……2x ana salam semoga ingat menjawab salam adalah WAJIB …..(ilmiyahnya lupa mas ) …..
iyah…afwan ana lupa kalau berdiskusi dengan antum adalah tidak berguna
Ya sudah, mas ‘Ajam, silahkan dengan keyakinannya sendiri.
Kami telah menyampaikan apa yang disampaikan oleh para ulama sebagaimana yang telah kami kutip.
“para ulama” itu siapa?
sudah selesaikah? SKAK MAT kah?
Mas Ajam bacakah tulisan yang kami sampaikan ?
Silahkan juga mas ‘Ajam bertanya kepada ulama yang sholeh dari kalangan Ahlul Bait, para Habib, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Mereka mendapatkan kabar langsung dari orang tua-orang tua mereka terdahulu yang tersambung kepada Imam Sayyidina Ali ra yang mendapatkan kabar langsung dari Nabi kami, Sayyidina Muhammad Shallallahu alaihi wasallam
Silahkan mas ‘Ajam kalau mau mengikuti prasangka atau akal pikiran ulama seperti Muhammad bin Abdul Wahhab yang menurut pengakuannya mengikuti pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah
Perhatikan bagaimana ulama Muhammad bin Abdul Wahhab mengikuti pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah. Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab tentu tidak bertemu dengan ulama Ibnu Taimiyyah karena masa kehidupannya terpaut lebih dari 350 tahun. Artinya ulama Muhammad bin Abdul Wahhab memahami agama berdasarkan muthola’ah , menelaah kitab ulama Ibnu Taimiyyah dengan akal pikirannya sendiri.
Ulama keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Habib Munzir Al Musawa menyampaikan “Orang yang berguru tidak kepada guru tapi kepada buku saja maka ia tidak akan menemui kesalahannya karena buku tidak bisa menegur tapi kalau guru bisa menegur jika ia salah atau jika ia tak faham ia bisa bertanya, tapi kalau buku jika ia tak faham ia hanya terikat dengan pemahaman dirinya (dengan akal pikirannya sendiri), maka oleh sebab itu jadi tidak boleh baca dari buku, tentunya boleh baca buku apa saja boleh, namun kita harus mempunyai satu guru yang kita bisa tanya jika kita mendapatkan masalah”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani)
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya (dengan akal pikirannya sendiri).” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat pendidikannya (sanad ilmu)”
Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaikan bahwa “maksud dari pengijazahan sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatkan tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadanya, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadanya dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaan al-Qur’an itu benar-benar sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan“
Dari Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda…”Barangsiapa yg berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediakan tempatnya sendiri di dalam neraka” (HR.Tirmidzi)
Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203
Pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah pun telah keluar (kharaja) dari apa yang dipahami oleh kaum muslim pada umumnya. Semula beliau bertalaqqi (mengaji) dengan para ulama bermazhab dengan Imam Ahmad bin Hambal namun pada akhirnya Ibnu Taimiyyah lebih bersandar kepada upaya pemahamannya sendiri melalui muthola’ah , menelaah kitab dengan akal pikirannya sendiri sehingga pemahamannya bertentangan dengan pemahaman Imam Mazhab yang empat. Hal ini telah diuraikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/07/28/semula-bermazhab-hambali/ dan bantahan pemahaman Ibnu Taimiyyah dari para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah sebagaimana yang terurai dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2010/02/ahlussunnahbantahtaimiyah.pdf
Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 menjelaskan dalam kitab-kitab beliau seperti ‘al-Khiththah al-Mardhiyah fi Raddi fi Syubhati man qala Bid’ah at-Talaffuzh bian-Niyah’, ‘Nur al-Syam’at fi Ahkam al-Jum’ah’ bahwa pemahaman Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qoyyim Al Jauziah menyelisihi pemahaman Imam Mazhab yang empat yang telah diakui dan disepakati oleh jumhur ulama yang sholeh dari dahulu sampai sekarang sebagai pemimpin atau imam ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak)
Begitupula Hadratusy Syeikh Hasyim Asy’ari (pendiri pondok pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur dan pendiri organisasi Nahdhatul Ulama) dalam kitab “Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah” telah membantah apa yang dipahamai oleh Ibnu Taimiyyah maupun apa yang dipahami oleh ulama Muhammad bin Abdul Wahhab. Kutipannya dapat di baca pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/04/22/kabar-waktu-lampau/
Bahkan karena kesalahpahamannya mengakibatkan Ibnu Taimiyyah wafat di penjara sebagaimana dapat diketahui dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/04/13/ke-langit-dunia/
iyaaa betuuullll skak matt dong ….he he he paling2 larinya nt bicara ” lawan diskusi tidak ilmiyah ” he he he wong dalil Al Qur’an aja nt bantah mas Ajam lalu siapa yang mau nt ikutin ….????? “dan kami tidak akan mengazab sampai kami utus seorang rasul” (al-Isro : 15) …….selamat NGEYELLL mas Ajam ……….1x lagi wassalamuallaykum …….
al akh MAMO
para ulama ahl tafsir tidak ada satu pun yang menggunakan QS Al Isro 15 sebagai dalil penolakan terhadap kekafiran ayah dan ibu Nabi. lalu bagaimana bisa orang sekerdil antum mengkangkangi ulama ahli tafsir?
hihihihi ……emang antum kenal mereka ???………silahkan aja nt begitu ana nggak selera diskusi ama nt ….maaf ya mas Ajam …….
Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dia-lah Yang Paling Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah). Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina,(Al-Qalam 68. 7-10)
Mas Ajam:
Coba anda cek, apakah Imam Nawawi menggunakan hadist Imam Muslim untuk memvonis bahwa orangtua nabi Muhammad Saw kafir? Apakah benar kata “abii” di situ bermakna ayah kandung? Krn bisa pula kata “abii” bermakna paman. Karena jelas paman-paman Nabi Saw memang ada yg kafir. Tolong sebutkan bagian mana dari kalimat Imam Nawawi yg memvonis orang tua Nabi Saw kafir.
Nabi Saw pernah marah ketika disebut ayah kandungnya kafir (hadist dari Abu Hurairah), apakah anda akan terus-menerus mengatakan orangtua Rasulullah Saw kafir meski ada hadist-hadist yang menjelaskan keutamaan nasab Nabi Saw?
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata : “Di dalam hadits tersebut [yaitu hadits : إن أبي وأباك في النار – ”Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka”] terdapat pengertian bahwa orang yang meninggal dunia dalam keadaan kafir, maka dia akan masuk neraka. Dan kedekatannya dengan orang-orang yang mendekatkan diri (dengan Allah) tidak memberikan manfaat kepadanya. Selain itu, hadits tersebut juga mengandung makna bahwa orang yang meninggal dunia pada masa dimana bangsa Arab tenggelam dalam penyembahan berhala, maka diapun masuk penghuni neraka. Hal itu bukan termasuk pemberian siksaan terhadapnya sebelum penyampaian dakwah, karena kepada mereka telah disampaikan dakwah Ibrahim dan juga para Nabi yang lain shalawaatullaah wa salaamuhu ‘alaihim” [Syarah Shahih Muslim oleh An-Nawawi juz 3 hal. 79 melalui perantara Naqdu Masaalikis-Suyuthi fii Waalidayil-Musthafaa oleh Dr. Ahmad bin Shalih Az-Zahrani hal. 26, Cet. 1425 H].
@ ajam bertanya: apa tujuan antum membawakan hadits di atas? apakah untuk menolak hadits masuk nerakanya ayah dan ibu Nabi?
@hendoko menjawab:
saya tidak menolak sob, tetapi saya ambil hikmahnya dan hadits tersebut cuma beberapa tidak menjadi unsur pokok dalam bangunan IMAN dan ISLAM.
Kalau antum jadikan Pedoman Iman dan islam monggo, bilang pada publik bahwa Orang Tua Nabi saw itu kafir, saya pun gak Rugi dalam hal ini, Tentunya jika memang hal ini disampaikan dengan gaya bahasa Mati dapat mengajak orang masuk islam monggo….
Setiap apa yang disampaikan Nabi Muhammad saw , memiliki nilai dakwah, untuk membenahi adab secara personal, begitu pula pendapat ulama yang mengatakan orang tua nabi kafir, ada fadhilah didalamnya.
Kepastian 100% Orang Tua Nabi Saw Itu masuk neraka Nanti setelah Hari perhitungan sebagaimana sahabat ada yang masuk neraka karena kembali murtad (sesuai hadits diatas).
Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dia-lah Yang Paling Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah). Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina,(Al-Qalam 68. 7-10)
=============================================================
=============================================================
“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka.” [An-Najm : 23]
jika saya dinilai atau dicap mengikuti sangkaan dan hawa nafsunya,
pertanyaan dasarnya adalah :
apa yang saya harapkan jika Orang Tua Nabi saw masuk Surga ?
karena ada hadits ANak yang sholeh dapat menyelamatkan orang tua.,
justru saya tidak ada harapan atau keinginan jika saya menghormati Ibunda Rasul saw.
lalu apa yang kamu harapkan menyimpulkan orang tua nabi kafir ? apakah kamu berharap dunia melihat Islam bahwa orang tua nabi saw adalah kafir “ibunya ajah kafir apalagi anaknya” apakah kamu berharap seperti itu?
MANA SANGKAAN BAIK?
MANA NAFSU YANG BAIK?
FITRAH MENGENAI SANGKAAN DAN NAFSU MUNGKIN TIDAKLAH TEKSTUAL MATI.
Nikmat Tuhan Manakah yang kmau dustakan…..Apakah saya menolak fitrah saya atas sangkaan baik saya pada bunda Rasul saw. Karena “ALLAH dan Malaikat bersholawat pada Nabi saw”
=============================================================
============================================================
Ohh saya pakai Royu pakai AKAL ?
Silahkan pandang saya pakai Royu dan akal, karena Royu dan akal saya akan lebih berfaidah dalam waktu ini, dari pada memahami tekstual dan penyampaian ulama dengan keadaan dogmatis.
sudah jelas dalam Quran :
dan kami tidak akan mengazab sampai kami utus seorang rasul” (al-Isro : 15)
======> bahwa orang tua nabi menyembah patung……Tetapi apakah bisa dipastikan saat itu Orang Tua nabi Menyembah Patung dan Menolak ajaran Isa AS……..apakah ajaran Isa itu untuk seluruh umat atau hanya untuk bani israil ??????
======>jawab
Bertawakallah kepada (Allah) yang maha perkasa lagi maha penyayang, yang melihatmu ketika kamu ada, dan berpindahnya kamu di dalam (solbun) orang-orang yang sujud (mukmin)” perpindahannya silsilah Nabi saw benar-benar Allah jaga sehingga perpindahan (silsilahnya) melalui orang-orang yang bersujud (mukmin)
================
=========
====>
KESIMPULAN: JANGAN MEMBUAT UMAT BINGUNG JIKALAU ITU TIDAK ADA FAIDAHNYA…..APA FAIDAHNYA MENGATAKAN IBUNDA RASUL SAW KAFIR….
MENURUT SAYA MUDHORAT AKAN MUNCUL FITNAH AKAN MAKIN NAMPAK…..
BERBEDA JIKA SAYA PUJI BUNDA RASUL SAW…..AKAN LEBIH BANYAK MANFAATNYA KARENA PENGORBANAN SAAT MELAHIRKAN RASUL SAW..
TERIMAKASIH SEMUA….ATAS ILMUNYA..KALAU MASIH BEDA ……SAYA AKAN SIMPULKAN LAGI BAHWA AJAM DENGAN SAYA AGAMANYA SUDAH BEDA…GITU AJAH KOK REPOT..HEHEE
yang bilang ayah dan ibu Nabi masuk neraka adalah Nabi sendiri, bukan Abu Bakar, bukan Umar, bukan saya, bukan pak SBY, bukan tukang becak, bukan orang yang hatinya dipenuhi hawa nafsu dan akalnya dipenuhi kebodohan.
selain itu, para ulama telah bersepakat akan kafirnya ayah dan ibu Nabi. mereka bukan orang yang bodoh dan dipenuhi hawa nafsu. mereka bukan orang yang membenci dakwah Islam. mereka bukan orang-orang zindiq yang hanya menampakkan Islam di luar namun niatnya menghancurkan Islam dari dalam. mereka adalah para ulama ahlus sunnah yang membela dan menegakkan sunnah. mereka lebih mencintai Nabi lebih dari anda. kecintaan anda pada Nabi tidak ada apa-apanya dibandingkan mereka.
anda bilang anda tidak menolak hadits, namun kenyataannya anda memang menolaknya. akankah anda ingin menjadi orang yang munafiq?
ajam……….monggo kamu bilan saya munafik…..
seorang munafik lebih berharga dari pengaku mukmin membuat wacana becah belah……..apa maksud kamu jika memang Nabi Muhammad saw yang bilang, lalu kmau mengatakan kafir orang tua Nabi…????? …….
Dan saya menurut anda adalah munafik….apa salah saya apakah saya memberikan mudhorat ??
syariat kamu monggo dilaksanakan dengan baik…apakah hak kamu mengatakan ibunda Rasul kafir….
Kamu bilang saya bodoh……waduuuhh…..dari mana kamu bisa menilai itu semua, bukankah semua dalam hati kamu itu sangkaaan saja..lihat realita kamu berkomentar saja sob…..
dalil kamu mati…
ketika Nabi isro’ dan mi’roj, banyak orang yang tidak percaya. hanya Abu Bakar saja yang mempercayainya. beliau berkata : “Jika dia (Muhammad) yang berkata, maka aku mempercayainya, sekalipun yang lebih mustahil dari itu.”
sekarang sikap antum hampir sama dengan orang-orang yang tidak mempercayai kejadian isro’ dan mi’roj Nabi. saya belum mengatakan antum seorang munafiq, namun saat ini yang bisa saya katakan pad aantum adalah ada tanda-tanda munafiq dalam diri antum.
al akh HENDOKO
antum memang bodoh. dan ana juga bodoh. karena itulah ana hanya bisa bergantung pada perkataan ulama yang berkompeten di bidang ini. sedangkan antum tidak menyadari kebodohan antum, bahkan bersikap sok pintar dengan mengkangkangi para ulama.
antum bilang : “apakah hak kamu mengatakan ibunda Rasul kafir….”
ingat akh, yang bilang Ibunda Nabi kafir itu bukan ana, tapi ijma’ (kesepakatan ulama). terus terang tanpa dasar dari ulama, ana tidak punya hak untuk berkomentar / mensyarah hadits Nabi.
Ajam
yang bilang ayah dan ibu Nabi masuk neraka adalah Nabi sendiri, bukan Abu Bakar, bukan Umar, bukan saya, bukan pak SBY, bukan tukang becak, bukan orang yang hatinya dipenuhi hawa nafsu dan akalnya dipenuhi kebodohan.
JAWAB
heran saya lihat nashibi ini berdalil seolah-olah kayak dia saja yg tahu dan pham ttg ilmu hadist. saya mau tanya sama antum :
Yg bilang ibunda nabi saw itu suci siapa ? yang bilang ayah nabi saw suci itu siapa ? yg marah ketika ortu nabi atau nasab nabi direndahkan sehingga beliau marah siapa ? Pikir pake akal antum.
Bahkan yg ngomong diAl-quran “bahwa ahlul bait adalah suci (baca: ortu nabi adalah keluarga/ahlul bait” SIAPA ?
Ajam
selain itu, para ulama telah bersepakat akan kafirnya ayah dan ibu Nabi….dst
para ulama bersepakat ? sepakat dari hongkong ? ngomong antum itu seperti anak TK, sudah tak punya ilmu, tak paham ilmu hadist, ilmu mantiq, bayan, asbabun wurud hadist lalu dengan gampang menyatakan “para ulama telah bersepakat “.JANGAN MEMBUAL ANDA DISINI.
saya tantang antum menyebutkan seratus nama ulama yg sepakat lengkap dengan kitab mereka. BERANI !!!
andaipun … ini andaikata ya. ..ada seratus ulama yg menyatakan itu dan anda menemukannya itu belum cukup bukti bahwa para ulama telah sepakat . anda tahu kenapa ? karena jumlah ulama itu dari jaman sahabat, tabiin,tabiut tabiin sampai masa ibnu hajar dan setelahnya, mereka (para ulama) berjumlah ribuan bukan lagi ratusan apalgi puluhan.
lalu bagaimana antum menyatakan para ulama sepakat dengan menyebut segelintir nama lalu mengatas namakanpara ulama ?
bukankah imam sayuthi membantahnya ? imam abu hanifah menyatakan iibu nabi saw tidak kafir ? apakah anda tidak memasukan mereka dalam daftar ulama ? lalu para ulama mana yg anda maksud.
Jika nada tidak mau saya katakan sebagai nashibi yg pendusta antum cantumkan 100 ulama agar keyakinan saya bisa goyang ttg ortu nabi yg tidak mati dalam keadaan kafir.. SANGGUP ?
Memang jahat betul antum kepada keluarga nabi saw. semoga laknat Allah menimpa antum jika antum tidak taubat.
untuk al akh ZON
antum sudah melenceng jauh dari pembahasan. jika antum tidak mau disebut sombong, maka ambillah kebenaran sekalipun dari lawan debat antum.
Kenapa kita tidak bersikap diam akan hal ini?
Karena seperti yg disebutkan akhi Zon, Nabi Saw membanggakan nasab beliau Saw. Siapakah abii yg dimaksud? Siapakah umiy yang dimaksud? Apakah benar ayah-bunda kandung, atau paman dan bibi?
Jika paman dan bibi, tentunya sudah bukan jalur nasab baginda Rosul Saw, meski masih satu nasab dg kakek beliau Saw.
Kita kembalikan kebenaran pd Allah Swt…krn yg paling tahu sebenarnya hanya Allah jua…
Akhi, bersikap diam dalam hal ini lebih baik…karena terus menerus mengatakan orangtua Nabi Saw kafir itu sama buruknya dengan akhlak para kafirin di situs faithfreedom yang tertawa terbahak-bahak mengejek status ayah-bunda Nabi Saw.
kalau seandainya Imam Muslim, An Nasa’i, Ibnu Majah, Al Baihaqi, An Nawawi, Ibnul Jauzi, dan lain-lain masih hidup kemudian membahas hadits kafirnya kedua orang tua Nabi dalam kitab-kitab dan kajian-kajiannya, masih beranikah antum menyuruh mereka diam? bahkan yang menyebut orang tua Nabi di neraka adalah Nabi sendiri. apakah antum berani menyuruh beliau diam?
bersikap diam tidak selalu bermakna kebaikan. tidak mengingkari kemungkaran yang jelas-jelas ia lihat dan tidak membenarkan kebenaran yang jelas-jelas ia lihat, itu bukan sikap diam yang bermakna kebaikan.
jadi pingin ketawa liat komentar sdr Ajam contoh “al akh HENDOKO
antum memang bodoh. dan ana juga bodoh. karena itulah ana hanya bisa bergantung pada perkataan ulama yang berkompeten di bidang ini. sedangkan antum tidak menyadari kebodohan antum, bahkan bersikap sok pintar dengan mengkangkangi para ulama.” ……..Apakah Imam madzhab bukan ulama ??? kenapa mas Ajam nggk bermadzhab ??? apakah mas Ajam lebih alim dari mereka ??? bukannya kerdil lagi BUMI LANGIT antum dibanding mereka ……..apa nggak MENGANGKANGI ULAMA BROOOOO …???….KALAU ULAMA YANG SESUAI HAWA NAFSU TAQLID YA ???
.
innalillaahi wa inna ilaihi rooji’uun
tobatlah al akh MAMO
yang bilang ayah dan ibu Nabi masuk neraka adalah Nabi sendiri. apakah beliau berkata atas dasar hawa nafsu?
para ulama dalam bersepakat apakah antum bilang juga atas dasar hawa nafsu?
mas Ajam antum tidak hidup sezaman dgn mereka antum hanya mempelajari dari kitab2 mereka kan ……..lalu antum berkeyakinan dgn apa yang antum pelajari/ baca …….masih banyak kemungkinan2 yang belum antum ketahui dalam kenyataan perjalanan hidup hidup mereka ……..tidak taukah antum bahwa berapa kitab yang sudah wahabi selewengkan ??? apakah antum yakin para ulama bermaksud seperti yang antum maksud ??? apakah antum dgn haqul yakin kalau maksud Nabi sperti yang antum maksud ??? innalillaahi wa inna ilaihi rooji’uun……….yang harus bertobat itu antum ……pernahkah antum bertemu Nabi dan menanyakan kafirnya orang tua beliau ??? pernahkah antum bertemu para ulama yang bersepakat danmenannyakan maksud kesepakatan mereka spt yang antum maksud ????…………Wallohu’alam
ditegaskan mas Ajam …………tidak semua hadits dibukukan ………bahkan lebih banyak yng tidak tertulis …….sedangkan antum mempelajari hanya yang tertulis naaaah …….kok dgn menggebu nggebu antum meyakini apa yang antum pelajari hanya lewat yang antum baca ……..sadarlah mas semua teman disini hanya mengingatkan antum mas ……..sudah jelas dalam Quran :
dan kami tidak akan mengazab sampai kami utus seorang rasul” (al-Isro : 15)……….adakah ayat lain yang bertentangan dgn ayat ini ….???
AJAM BERKATA:
kalau seandainya Imam Muslim, An Nasa’i,….dalam kitab-kitab dan kajian-kajiannya, masih beranikah antum menyuruh mereka DIAM ? bahkan yang menyebut orang tua Nabi di neraka adalah Nabi sendiri. apakah antum berani menyuruh beliau diam?
bersikap diam tidak selalu bermakna kebaikan. tidak mengingkari kemungkaran
Jawab:
Apakah Anda juga mau mengatakan rasulullah DIAM kalo beliau hidup sekarang yg mengatakan beliau dilahirkan dari IBU yg suci YAITU AMINAH AS. DARI SULBI YG SUCI YAITU ABDULLAH BIN ABDUL MUTHALIB ?
APAKAH ANTUM JUGA AKAN MENYURUH ALLAH DIAM TTG PENGAMPUNAN ALLAH TERHADAP ORG YG BELUM DATANG KPD MEREKA RASUL YG MEMBERI PERINGATAN (DAN MEREKA TDK BERBUAT KEJAHATAN) SEPERTI SURAT AL-ISRA 15 .( dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang rasul. )
ATAU ANDA PROTES JUGA KEPADA ALLAH TTG MUSTAHILNYA ORTU NABI SAW KAFIR DAN MASUK NERAKA DENGAN FIRMAN ALLAH
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya (QS:2:286)
COBA ANTUM SEBUTKAN 1 SAJA KEJAHATAN YG DILAKUKAN ORANG TUA NABI SAW ? SEHINGGA ORTU NABI MENDAPAT SIKSA.
KALO ANTUM TIDAK MENEMUKANNYA LALU TETAP BERPEGANG TEGUH DGN HADIST TERSEBUT SEDANGKAN ANTUM BUKAN SEORANG MUHADIST, AHLI TAFSIR ITU NAMANYA JAHIL DAN BODOH. KARENA TIDAK MUNGKIN ALLAH MENGHUKUM HAMBANYA TANPA ADA KEJAHATAN YG DILAKUKANNYA. SESUAI DENGAN AYAT DIATAS.
SEDANGKAN DENGAN ‘Amr bin Luhay dan Abdullah bin Ja’dan BERBEDA DGN ORTU NABI. ‘Amr bin Luhay dan Abdullah bin Ja’dan MELAKUKAN KEJAHATAN, SEDANG ORTU NABI TIDAK. LALU DGN ENTENG ANTU MENYAMAKANNYA. MASUK DIAKAL ANDA HAL INI ?
APAKAH ANTUM JUGA AKAN MENYURUH ALLAH DIAM TENTANG KESUCIAN AHLUL BAIT YG DITULIS ALLAH DALAM AL-QURAN 33:33
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
APAKAH ANDA AKAN MENGATAKAN ORTU NABI BUKAN AHLUL BAIT BNABI SAW ?.
1000 syeikh salafi-wahabi antum + ulama2 pembenci ahlul bait + semua manusia + semua jin berkompromi dan membuat suatu kesepakatan “BAHWA AHLUL BAIT TIDAK SUCI ATAU MAKSUM , ITU TIDAK ADA ARTINYA SAMA SEKALI, JIKA ALLAH TELAH MENGATAKANNYA. KARENA NANTI DIAKHIRAT BUKAN MANUSIA DAN JIN YG MEMPERTANYAKAN TTG PERKATAAN ATAU SIKAP ALLAH TP ALLAH YG AKAN MEMPERTANYAKAN KENAPA MEREKA TIDAK BERIMAN DENGAN SURAH AL-AHZAB AYAT 33.
ANTUM RENUNGI HADIST INI JIKA ANTUM MASIH PUNYA HATI
Barang siapa yang memanggil seseorang dengan “kafir” atau berkata “musuh Allah” padahal tidak demikian maka perkataan itu berbalik kepadanya [Shahih Muslim 1/79 no 61]
SEMUA LAWAN DISKUSI MAS AJAM DIHUJAT NYA ………….INIKAH YANG NAMANYA PENGIKUT SALAFUS SHOLEH ?????
MAMO NGGA BERGUNA , KERDIL ,NGGAK ILMIYAH, MAS HENDOKO TANDA2 MUNAFIQ , BODOH ,…….BANG H ZON SOMBONG,………..YANG SEMPURNA DAN ALIM CUMA AJAM YA ….?????? INIKAH AKHLAK …..MANHAJ SALAF ??????
Bismillahir Rahmanir Rahim ….
Mohon izin ikut menyampaikan pendapat.
Mohon izin mengutip hadits dalam artikel di atas. …
“Saya Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizaar, tidaklah berpisah manusia menjadi dua kelompok(nasab ) kecuali saya berada di antara yang terbaik dari keduanya .Maka saya lahir dari ayah ibuku dan tidaklah saya terkena ajaran jahiliyah. Dan saya terlahir dari pernikahan (yang sah). Tidaklah saya dilahirkan dari orang yang jahat sejak Adam sampai berakhir pada Ayah dan ibuku. Maka saya adalah pemilik nasab yang terbaik di antara kalian dan sebaik baik nasab (dari pihak) ayah (HR.Baihaqi dlm dalailun Nubuwwah dan Imam Hakim dari Anas RA)Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya J. H.404 dan juga oleh Imam At Thobari dalam Tafsirnya j.11 H.76)
Demikian pula Ucapan Rasulullah kepada Sa’ad bin Abi Waqqash di perang Uhud ketika beliau shallallahu alaihi wasallam melihat seorang kafir membakar seorang Muslim maka Rasulullah bersabda kepada Sa ad panahlah dia, jaminan keselamatanmu, ayah dan ibuku , maka Saad berkata dengan gembira ,Rasulullah mengumpulkan aku dgn Nama Ayah dan Ibunya (HR.Bukhari bab Manaqib Zubair bin Awwam N.3442 hadis n.3446 bab Manaqib Saad bin Abi Waqqash)
Dari hadits yang pertama di atas, jelas sekali Rasulullah menyatakan “nasabnya adalah yang terbaik”, ayah-ibunya menikah dan tidak terpengaruh ajaran jahiliyah. Pada hadits kedua, kepada Sahabat Sa’ad Abi Waqqas, Rasulullah menjaminkan Ayah dan Ibunya, masa sih untuk balasan yang baik bagi Sahabat Sa’ab adalah Ayah dan Ibu yang ada di neraka?
Kemudian Akhi Hendoko mengingatkan bahwa Nabi Isa diutus untuk Bani Israel, dan Ayah-Ibu Nabi berada setelah pengutusan Nabi Isa dan sebelum Nabi Muhammad.
Qur’an : Allah tidak akan mengazab sampai diutusanya seorang Rasul.
Selanjutnya, istilah “abi dan umi” dalam hadits, apakah artinya hanya “ayahku dan ibuku” saja, atau masih ada arti-arti yang lainnya? Jika ada arti yang lain, tentu tidak boleh juga diabaikan arti-arti lain, seperti “paman/kakek dan bibi”
Berdasarkan hal-hal di atas, sangat menarik pernyataan Akhi Hendoko.:
Adakah manfaat menyatakan orang tua Nabi Kafir?
Mungkin tidak ada ruginya berkhusnul dzhon terhadap orang tua Nabi.
Resiko : Jika orang yang menyatakan orang tua Nabi Kafir, ternyata tidak kafir maka ….. hanya Allah Swt yang tahu.
Jika yang berhunul dzhon bahwa orang tua Nabi selamat, hanya Allah pula yang mengetahui.
Berdasarkah hal-hal tersebut, kiranya perlu “menimbang-nimbang” resiko yang akan kita terima dari sikap kita, atau manfaat-mudharat dalam hal dakwah Islam, terutama bila dihadapkan kepada misi non muslim.
.Wallahu’alam.
Betul akhi…misi non muslim adalah menyebarkan syubhat-syubhat. Salah satu yang sangat menonjol dan nampak di situs-situs kafirin (terutama di faithfreedom) adalah menyebarkan pemahaman bahwa orangtua nabi Muhammad Saw kafir. Dengan gaya mereka yg khas, sangat sok tahu, dan merasa paling benar, mereka berusaha menanamkan pemahaman ini kepada para kafirin dan muslim awam yang mampir ke situs itu. Lalu menjadikan nabi Muhammad Saw sebagai olok-olokan krn orangtuanya dikatakan kafir.
Kita perlu mengkaji lagi, apakah benar “abii” dan “umiy” dalam hadist Muslim itu berarti “ayah-bunda kandung” ataukah “paman-bibi”?
Karena kita maklumi bersama, orang Arab pun kerap menggunakan kata “abii dan umiy” untuk menunjuk “paman dan bibi”.
Seperti salah satu ayat dalam al-Quran, ada yg menggunakan kata “abii” untuk menunjuk “kakek atau paman”.
Dan seperti halnya ayah nabi Ibrahim As yg kafir, menggunakan kata “abii” di dalam al-Quran, ternyata bukanlah ayah kandung….melainkan adalah paman nabi Ibrahim As yang telah memelihara beliau As semenjak kecil. Jadi jelaslah bahwa baginda Rosul Saw memiliki nasab yg terbaik…
Dan seyogyanya memang kita sebaiknya mengambil sikap husnudzhon terhadap nasab Nabi Saw sebagaimana yg akhi Bima sampaikan pd hadist di atas yg juga diriwayatkan dari Anas bin Malik Ra. Karena risikonya terlalu besar jika ternyata kita salah…
Imam Nawawi pun memakai hadist dari Imam Muslim pun bukan untuk menuduh ayah Nabi Saw kafir, tapi untuk menunjukkan bahwa paman-paman Nabi Saw lah yg dimaksud.
QS Al Isro’ 15 : “dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”
sebelumnya ana tegaskan dulu, tidak ada satu pun ulama ahli tafsir yang menggunakan ayat di atas sebagai dalil penolakan kekafiran ayah dan ibu Nabi.
jika ayat di atas dijadikan dalil bahwa ayah dan ibu Nabi tidak diazab karena belum diutus kepada mereka seorang Nabi/Rosul, maka ini ana jawab : bukankah Nabi juga menyatakan ‘Amr bin Luhay, dan shahiibul-mihjan (pembawa tongkat) itu masuk neraka, padahal mereka hidup sezaman dengan ayah dan ibu Nabi. lihat hadits Al-Bukhaariy no. 3521 Muslim no. 903
pada waktu itu, yang berlaku bagi bangsa arab adalah syariat Nabi Ibrohim. meskipun kepada mereka belum diutus seorang Rosul lagi setelah rentang waktu yang sangat panjang, akan tetapi syariat Nabi Ibrohim tetap berlaku bagi mereka. seandainya tidak berlaku bagi mereka syariat Nabi Ibrohim, kemudian mereka menyembah berhala, niscaya mereka tidak akan dicela, karena memang tidak ada yang mengajari mereka tentang tauhid.
kedudukan bangsa arab sebelum Muhammad diutus menjadi Nabi adalah sama dengan kita. bagi mereka berlaku syariat Nabi Ibrohim, meskipun Nabi Ibrohim telah wafat sangat jauh zamannya dengan zaman mereka.
kita pun demikian. bagi kita berlaku syariat Nabi Muhammad meskipun Nabi Muhammad sudah wafat sangat jauh zamannya dengan zaman kita.
============================================================
arti Abi dan Umi harus dibawa pada makna dzohirnya selama tidak ada qorinah yang memalingkannya pada makna selainnya. jika kata Abi dimaknai kakek/paman, kemudian kita kembalikan pada QS Al Isro’ 15, maka kedudukan kakek dengan ayah Nabi adalah sezaman. jika ayah Nabi tidak diazab karena belum diutus kepadanya seorang Nabi, maka seharusnya kakek Nabi juga tidak diazab.
============================================================
antum berkata : “ayah-ibunya menikah dan tidak terpengaruh ajaran jahiliyah.”
lihat dengan teliti. yang tidak terkena ajaran jahiliyah adalah saya (Muhammad), bukan ayah dan ibu Nabi.
============================================================
antum berkata : “Resiko : Jika orang yang menyatakan orang tua Nabi Kafir, ternyata tidak kafir maka ….. hanya Allah Swt yang tahu.”
jika tidak ada salahnya menyatakan kekafiran Abu Jahal berdasarkan hadits2 shohih, maka apa salahnya juga menyatakan kekafiran ayah dan ibu Nabi berdasarkan hadits2 shohih juga?
justru yang menjadi resiko, bahkan menjadi fitnah adalah ketika telah nyata-nyata shohih suatu hadits, diikuti pula dengan ijma’ ulama, antum tetap menolak i’tiqod ini, maka dengan apalagi antum akan bersandar?
lihatlah bagaimana antum membawakan dalil QS Al Isro’ 15 untuk menolak kekafiran ayah dan ibu Nabi, padahal para ulama ahli tafsir tidak ada satu pun yang berdalil dengan ayat itu. cara antum memahami Al Qur’an dan As Sunnah tanpa mengikuti pemahaman salaf as sholeh itulah yang resiko, bahkan menjadi fitnah
kang Ajam….istighfar kang….
anda berulang2 mengatakan bahwa tidak ada satu ahli tafsir pun yg menggunakan ayat al-Isro 15 sbg dalil untuk menolak kekafiran Orangtua Nabi Saw. sepertinya yakin sekali 100%. padahal ahli tafsir juga ada yg memakai ayat tsb sebagai dalil untuk menolak kekafiran orgtua Nabi Saw. InsyaAllah kapan2 akan saya berikan…berhubung buku saya sdg dipinjam, jd saya belum bisa beritahu untuk saat ini.
[[bukankah Nabi juga menyatakan ‘Amr bin Luhay, dan shahiibul-mihjan (pembawa tongkat) itu masuk neraka, padahal mereka hidup sezaman dengan ayah dan ibu Nabi. lihat hadits Al-Bukhaariy no. 3521 Muslim no. 903]]
MasyaAlloh kang….memangnya kalau hidup sejaman sudah pasti semuanya nyembah berhala????
coba baca ini ya, dikutip dr sirah Muhammad Ibn Ishaq (w 767).
Zaid bin Amr (paman Umar bin Khattab Ra), pada suatu hari (di jaman jahiliyah sebelum diutusnya Nabi Saw) berdiri di samping Ka’bah, bersandar ke bangunan suci itu dan berkata kepada orang2 yg sedang mengelilingi Ka’bah :
“Wahai Quraisy, demi yang jiwa Zaid berada di tangannya, tak ada seorang pun dari kalian yang mengikuti agama Ibrahim kecuali aku. (konteksnya Zaid sdg bicara pd org2 yg sdg mengelilingi Ka’bah, bukan org Makkah secara keseluruhan).
Kemudian dengan sedih Zaid menambahkan, “Ya Tuhan, andaikan aku tahu bagaimana engkau ingin disembah, niscaya aku akan menyembahmu dengan cara itu; namun aku tidak tahu”.
Jadi dari cerita saya di atas, jelas bahwa ada orang-orang yg mengingkari penyembahan berhala pd jaman jahiliyah. Orang-orang ini adalah kaum minoritas yg disebut hanifian.
Dan dari kisah2 yg saya baca, ayah -bunda Rasulullah Saw itu adalah termasuk ke dalam keluarga hanifian. Kakek Rasulullah Saw adalah seorang hanifian. Tetapi jika pada akhirnya paman Nabi Saw mengikuti ajaran jahiliyah, maka tidak menjadikan status kakek Rasulullah Saw sama dg anaknya yg nyembah berhala (maksudnya paman2 Nabi Saw).
ana tidak bilang semuanya pasti penyembah berhala. pada jawaban ana kepada al akh MAMO pada kesempatan sebelumnya ana pernah mengatakan tidak ada dalil shahih dan sharih yang menyebutkan apakah sudah sampai ataukah belum dakwah syariat Nabi Ibrohim kepada ayah dan ibu Nabi. dan tidak ada pula dalil shahih dan sharih yang menyebutkan apakah ayah dan ibu Nabi menerima ataukah mendustakan syariat Nabi Ibrohim.
dengan demikian, tidak bisa dipastikan bahwa ayah dan ibu Nabi adalah penyembah berhala, dan tidak bisa dipastikan juga mereka bukan penyembah berhala. pengkafiran para ulama terhadap ayah dan ibu Nabi bukan berdasarkan alasan mereka adalah penyembah berhala, melainkan karena ada hadits shohih dari Nabi bahwa ayah dan ibu beliau adalah penghuni neraka.
Nabi tidak menyebutkan kenapa ayah dan ibunya menjadi penghuni neraka. apakah karena menyembah berhala, apakah karena kemaksiatan, apakah karena hal lain. yang jelas, Nabi hanya menyebutkan ayah dan ibunya di neraka, itu saja (titik).
itu kan menerut antum belum tentu menurut Nabi SAAW ……titik
Ajam
QS Al Isro’ 15 : “dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”
sebelumnya ana tegaskan dulu, tidak ada satu pun ulama ahli tafsir yang menggunakan ayat di atas sebagai dalil penolakan kekafiran ayah dan ibu Nabi.
jawab:
jangan jadikan kebodohan dan ketidaktahun anda tentang ucapan ahli tafsir sebagai hujjah dan standart kebenaran.
makanya orang syiah menyatakan kaloorang salafi-wahabi itu bisa mengunakan akalnya denganbaik maka mereka akan mengklai jadi nabi
saya mau tanya :
Apakah ketika imam sayuthi dan imam abu hanifah ketika mengatakan ortu nabi saw mati dalam keadaan bukan kafir, apakah anda menyangka mereka tidak tau hadist2 yg antum kemukakan itu ? mereka tidak paham surat al-isro 15 tidak paham albaqarah 286.
Apakah anda akan mengatakan hanya antum yg paham ? atau mungkin antum akan berkata perkataan mereka tidak ada hubungannya dengan surat al-isro 15 dan al baqarah 286 ?
apakah ketika ibnu taymiyah mengatakan ttg surat al-isra 15 beliau tidaktahu ttg ayah ibu nabi saw yg ada dihadist mati dalam keadaan kafir atau ayah nabi saw masuk neraka ?
apakah antum lebih paham ttg hadist dan ayat Al-quran daripada mereka yg sudah diakui ahlul sunah wal jemaah ttg kemapanan dan pemahaman mereka ttg islam.
lalu siapa yg mengakui keilmuan dan kepahaman antum tentang agama ? jangankan dikalangan kaum muslimin dikalangan salafi-wahabi saja antum masih diragukan.
makanya ngomong itu dipikir dulu jangan asbun.
naif sekali cara berfikir antum ini.
dari Abu Hurairah bahwa beliau
berkata: “Engkau anak dari kayu bakar api
neraka’, maka berdirilah Rasulullah ‘alaihi wa sallam dalam keadaan marah, kemudian berkata:
ما بال أ قوام يؤذونني فى قرابتي و من أذاني فقد أذى الله
Artinya:
“Bagaimana keadaan kaum yang menyakiti aku dalam hal kerabatku, dan barangsiapa menyakiti aku maka sesungguhnya dia telah menyakiti Allah”.
yang ini juga sudah ana bantah sebelumnya. jika ketidakbolehan menyakiti kerabat Nabi mengkonsekuensikan bahwa semua kerabat Nabi pasti mukmin, maka seharusnya kita meyakini berimannya kerabat Nabi yang jelas-jeals kafir, seperti Abdul Mutholib, Abu Jahal, Abu Tholib dan lain-lain.
baca dengan seksama….konteks hadist yg diriwayatkan oleh Abu Hurairoh Ra di atas adalah ketika ada seseorang yg mengatakan bahwa orangtua Nabi Saw kafir.
dari Abu Hurairoh Ra:
“ENGKAU ANAK DARI KAYU BAKAR API NERAKA (maksudnya anak orang kafir), MAKA BERDIRILAH RASULULLAH ‘ALAIHI WASALLAM DALAM KEADAAN MARAH.
Coba kang Ajam perhatikan baik2 komentar saudara muslim di sini dari atas ke bawah, ulangi lagi dari atas ke bawah….adakah mereka atau pun saya mengatakan semua kerabat Nabi Saw “pasti mukmin”???
tidak ada satu pun dari kami yang menyatakan dan mengatakan semua kerabat Nabi Saw pasti mukmin. Itu hanyalah kesimpulan anda kang…
yang kami katakan adalah bahwa di jaman jahiliyah ada orang-orang minoritas hanifian, sekte ahnaf yg masih memegang keyakinan agama nabi Ibrahim As. Mereka tidak menyembah berhala, bahkan mereka prihatin dengan para penyembah berhala di Makkah.
Yang kita bicarakan di sini adalah ayah dan ibu kandung Nabi Saw. Bukan paman dan bibi Nabi Saw yg kafir krn menolak ajaran Nabi Ibrahim As dan lebih memilih menyekutukan Allah Swt dg sesembahan yg lain.
[[pengkafiran para ulama terhadap ayah dan ibu Nabi bukan berdasarkan alasan mereka adalah penyembah berhala, melainkan karena ada hadits shohih dari Nabi bahwa ayah dan ibu beliau adalah penghuni neraka.]]
Pertanyaannya, apakah hadist shohih ini menurut Imam Muslim dan Imam Nawawi ditujukan pada orangtua kandung Nabi Saw? Atau kepada pamannya???
Adakah perkataan Imam Nawawi dan Imam Muslim yg secara jelas dan pasti tanpa ada takwil yg menyatakan bahwa Orangtua “kandung” Nabi Saw itu kafir????
Sedangkan Imam Muslim menggunakan hadist dari Hammaad itu sbg hadist ahaad…dimana masih harus dibandingkan kebenarannya dg hadist-hadist lainnya.
coba anda baca lagi hadist Imam Muslim yg diriwayatkan dr Hammaad yg ditulis oleh Imam Nawawi, adakah Imam Nawawi menyimpulkan orangtua Nabi Saw kafir??? Atau kah itu hanya kesimpulan anda sendiri???
iyah…terus apakah Nabi mengingkari perkataan Abu Huroiroh?
justru kita bisa menarik pemahaman dari perkataan Abu Huroiroh ini bahwa beliau memahami hadits “bukankah ayahku dan ayahmu di neraka” dengan pemahaman secara apa adanya. Abu Huroiroh tidak memmlingkan kata “ayahku” kepada makna kakek atau paman atau lainnya.
Rosululloh marah kepada Abu Huroiroh memang wajar karena Rosululloh sangat sedih mengetahui bahwa beliau tidak dapat memohonkan ampun bagi ibu dan pamannya. akan tetapi kemarahan beliau bukan berarti pengingkaran terhadap perkataan Abu Huroiroh, karena perkataan Abu Huroiroh berasal dari sabda beliau sendiri.
dan jika hadits tersebut dijadikan dalil keimanan ayah dan ibu Nabi, maka seharusnya kita yakini pula keimanan kerabat Nabi yang lain yang jelas-jelas kafir, seperti Abdul Mutholib, Abu Jahal, dan Abu Tholib.
prabu
pada 7 Mei 2012 pada 1:44 pm berkata:
Coba kang Ajam perhatikan baik2 komentar saudara muslim di sini dari atas ke bawah, ulangi lagi dari atas ke bawah….adakah mereka atau pun saya mengatakan semua kerabat Nabi Saw “pasti mukmin”???
tidak ada satu pun dari kami yang menyatakan dan mengatakan semua kerabat Nabi Saw pasti mukmin. Itu hanyalah kesimpulan anda kang…
yang kami katakan adalah bahwa di jaman jahiliyah ada orang-orang minoritas hanifian, sekte ahnaf yg masih memegang keyakinan agama nabi Ibrahim As. Mereka tidak menyembah berhala, bahkan mereka prihatin dengan para penyembah berhala di Makkah.
Yang kita bicarakan di sini adalah ayah dan ibu kandung Nabi Saw. Bukan paman dan bibi Nabi Saw yg kafir krn menolak ajaran Nabi Ibrahim As dan lebih memilih menyekutukan Allah Swt dg sesembahan yg lain.
[[pengkafiran para ulama terhadap ayah dan ibu Nabi bukan berdasarkan alasan mereka adalah penyembah berhala, melainkan karena ada hadits shohih dari Nabi bahwa ayah dan ibu beliau adalah penghuni neraka.]]
Pertanyaannya, apakah hadist shohih ini menurut Imam Muslim dan Imam Nawawi ditujukan pada orangtua kandung Nabi Saw? Atau kepada pamannya???
Adakah perkataan Imam Nawawi dan Imam Muslim yg secara jelas dan pasti tanpa ada takwil yg menyatakan bahwa Orangtua “kandung” Nabi Saw itu kafir????
Sedangkan Imam Muslim menggunakan hadist dari Hammaad itu sbg hadist ahaad…dimana masih harus dibandingkan kebenarannya dg hadist-hadist lainnya.
coba anda baca lagi hadist Imam Muslim yg diriwayatkan dr Hammaad yg ditulis oleh Imam Nawawi, adakah Imam Nawawi menyimpulkan orangtua Nabi Saw kafir??? Atau kah itu hanya kesimpulan anda sendiri???
coba perhatikan lagi bunyi hadist dari Abu Hurairoh Ra, yg mengatakan “ENGKAU ANAK DARI KAYU BAKAR API NERAKA”, itu bukan Abu Hurairoh Ra yg mengatakan, melainkan orang lain.
Abu Hurairoh Ra hanya menceritakan apa yg ia saksikan ketika ada seseorang yg menyebut Nabi Saw anak dari orang kafir,
maka Nabi Saw menjadi marah.
Dan anda dengan entengnya mengatakan Nabi Saw anak orang kafir…
Maka saya katakan dari semula, sebaiknya anda diam….krn ada hadist dari Abu Hurairoh Ra yg menceritakan marahnyaNabi Saw dikatakan anak orang kafir
dan jangan lupa, setelah marah karena disebut anak orang kafir, Nabi Saw mengatakan :
“Bagaimana keadaan kaum yang menyakiti aku dalam hal kerabatku, dan barangsiapa menyakiti aku maka sesungguhnya dia telah menyakiti Allah”.
Kesimpulan dari hadist Abu Hurairoh Ra:
1. Nabi Saw marah disebut anak orang kafir
2. Dengan menyebut beliau Saw sebagai anak orang kafir, membuat hati beliau Saw tersakiti. Dan menyakiti hati beliau Saw sama
dengan menyakiti Allah.
3. Sebaiknya anda diam daripada terus menerus menyakiti hati Nabi Saw
dengan entengnya?
bukankah hal itu dikatakan sendiri oleh Nabi. justru ana katakan, dengan entengnya antum menolak sabda Nabi tentang ayah dan ibu beliau masuk neraka?
ana di atas bertanya pada antum, apakah setelah Abu Huroiroh mengatakan orang tua Nabi adalah kayu bakar neraka kemudian Nabi mengingkarinya dengan berkata “tidak, kedua orang tuaku bukan kayu bakar neraka”? dimana pengingkaran Nabi dari perkataan Abu Huroiroh di atas?
jika dikatakan “kamu hanya anak seorang tukang becak”, maka pasti orang tersebut akan sedih dan marah. namun apakah orang itu akan mengingkari dengan berkata “tidak, ayahku bukan tukang becak”?
jika dikatakan “kamu hanya seorang budak berkulit hitam”, maka pasti ini membuat marah orang, namun bukan berarti kemarahannya merupakan pengingkaran bahwa ia bukanlah budak berkulit hitam.
JAWAB
HAI… orang jahil…..ana mau tanya sejak kapan nabi berbicara berdasarkan hawa nafsunya ?
Darimana antum mengetahui nabi saw tidak mengingkari. (pake dalil bro jgn pake asumsi). Bukankah menyakiti nabi berarti menyakiti Allah, bukankah kemarahan nabi adalah kemarahan Allah. Ilmu cetek, ngomong ndak karuan.
bisakah atum menyebut satu saja ulama dari dari 3 generasi terbaik yg menyatakan bahwa nabi marah pada kasus diatas karena tidak suka Orang tuanya dijelek2 jelekan.
Itu hanya asumsi-asumsi pribadi antum yg tak berdasar dan dari pemahaman yg dangkal ilmu hadist dan bodoh tentang sifat kenabian. BIASAKAN BICARA PAKE DALIL JANGAN PAKE ASUMSI2 BUTAMU LALU KAU TUNJUKAN KENASHIBIANMU.
MANA DALILNYA NABI MARAH PADA HADIST TSB BUKAN DIATAS KEBENARAN TAPI BERDASARKAN HUBUNGAN DARAH ? atau sangat sedih mengetahui bahwa beliau tidak dapat memohonkan ampun bagi ibu dan pamannya ? KALO HANYA BICARAMU BERDASARKAN ASUMSI-ASUMSI YG KAU BANGUN SENDIRI LALU KAU JADIKAN HUJJAH ITU NAMANYA JAHIL.
sedangkan antum meyakini bahwa tiada yg diucapkan nabi saw adalah wahyu yg diwahyukan kepadanya.
Bukankah nabi adalah contoh teladan umat islam, maksum dari dosa dan kesalahan. berakhlak mulia (“Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad).
, pemimpin para nabi, makhluk yg dibanggakan Allah dihadapan para malaikat, dan juga rasulullah itu adalah Al-quran yg berjalan, dan kebenaran dan Al-Quran selalu bersama belau saw.
Lalu contoh teladan apa yg dapat diambil umat islam dari sikap nabi saw yg marah/protes pada ucapam seseorang dimana orang itu mengatakan yg haq ? sesuatu yg benar ? sesuatu yg berasal dari ucapan nabi saw ? Bukankah itu bentuk penentangan nabi saw pada suatu yg haq dan kebenaran ?
Masukah diakal anda orang yg menyempurnakan akhlak, orang yg bebegang teguh dengan kebenaran dan Al-Quran selalu bersama beliau dan ucapan beliau adalah wahyu yg diwahyukan dapat menentang kebenaran yg ditunjukan lewat kemarahan seperti yg atum persepsikan ?
Siapa yg mengajari anda dengan berdalil dengan cara-cara bodoh seperti ini ?
Darimana anda belajar membuat asumsi bodoh seperti ini ?
Dan tidak mungkin jika nabi sakit hati maka sakit hati beliau diasumsikan hanya berdasarkan hawa nafsu bukan berdasarkan syariat agama ATAU KEBENARAN YG DATANGNYA DARI ALLAH. Atau kemarahan beliau saw tidak ada hubungannya dengan kerasulanya atau kenabiannya. Jika antum meyakini seperti itu maka anda telah KAFIR.
Pasti dan pasti nabi tidak pernah berdusta jika nabi marah marahnya karena sesuatu yg salah, atau suatu dusta. KECUALI ANTUM MEMBENARKAN BAHWA MARAH NABI KARENA HUBUNGAN KELUARGA ? KARENA IBUNYA…KARENA BAPAKNYA… BUKAN KARENA ALLAH ( NAUZUBILLAH)
APAKAH ANTUM MENYAMAKAN NABI SAW YG MARAH DENGAN ORANG LAIN ATAU ANTUM SENDIRI YG MARAH. HEBAT BETUL ANTUM BERANI MELECEHKAN NABI SAW SEPERTI ITU.
CONTOH : KETIKA ORG TUANYA DIJELEK2KAN DAN HAL2 JELEK YG DIKATAKAN ORANG ITU BENAR LALU ANTUM SAKIT HATI DAN MARAH, LALU ANTUM BUAT ASUMSI SEPERTI ITU JUGA KEADAAN NABI SAW KETIKA MARAH AKIBAT ORG TUANYA DIJELEKAN ( DIKATAKAN MASUK NERAKA/KAFIR/MUSRYIK)
ARTINYA TIDAK ADA BEDANYA NABI KETIKA MARAH DENGAN ANTUM DAN ORANG LAIN. ADKAH ORANG YG LEBIH JAHIL DAN BODOH YG BERKATA SEPERTI ITU SELAIN ANTUM ..…MAKANNYA NGOMONG PAKE OTAK SEDIKIT AJAM.
thoyyib…ana ulangi komentar ana sebelumnya : “tidak ada dalil shahih dan sharih yang menyebutkan apakah sudah sampai ataukah belum dakwah syariat Nabi Ibrohim kepada ayah dan ibu Nabi. dan tidak ada pula dalil shahih dan sharih yang menyebutkan apakah ayah dan ibu Nabi menerima ataukah mendustakan syariat Nabi Ibrohim. dengan demikian, tidak bisa dipastikan bahwa ayah dan ibu Nabi adalah penyembah berhala, dan tidak bisa dipastikan juga mereka bukan penyembah berhala.”
jadi dengan apa kita mengetahui keadaan mereka? para ulama telah menjelaskan hal ini. misalnya, Al Baihaqi berkata : ”Sesungguhnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam adalah musyrik dengan dalil apa yang telah kami khabarkan….”. (As-Sunanul-Kubraa juz 7 Bab Nikaahi Ahlisy-Syirk wa Thalaaqihim)
dalil yang dimaksud oleh Al Baihaqi adalah hadits yang beliau riwayatkan, yaitu hadits “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka”
antum berkata : “Pertanyaannya, apakah hadist shohih ini menurut Imam Muslim dan Imam Nawawi ditujukan pada orangtua kandung Nabi Saw? Atau kepada pamannya”
jawaban ana, para ulama ketika membawakan hadits “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka”, mereka tidak memalingkan maknanya menjadi kakek atau paman atau lainnya. begitu juga hadits “Bukankah ibuku bersama ibu kalian berdua (di neraka)?”. jika mereka yang lebih memahami hadits saja tidak memalingkannya, kenapa antum yang tidak memiliki kredibilitas dalam ilmu hadits memalingkan maknanya seolah-olah antum lebih tahu apa makna hadits itu ketimbang para ulama?
sekalipun di antara mereka ada yang tidak mengatakan secara gamblang, misalnya dengan mengatakan “ayah kandung Nabi di neraka”, akan tetapi sikap mereka yang tidak main takwil terhadap hadits dapat kita pahami bahwa mereka menetapkan bahwa yang dimaksud “ayah” adalah ayah kandung, bukan selainnya, karena makna yang bisa langsung ditangkap dari suatu perkataan maka itulah makna yang sebenarnya. justru jika ingin menarik kata “ayah” pada makna selainnya, inilah yang membutuhkan qorinah. lalu adakah qorinah yang dibutuhkan untuk memalingkannya?
kalau saya katakan “ayahnya bernama joko”, bukankah yang bisa antum langsung tangkap adalah ayah kandung. jika yang dimaksud adalah paman atau kakek atau ayah tiri atau ayah angkat, maka kalimat di atas harus membutuhkan qorinah.
untuk sementara coba anda renungkan hadist Abu Hurairoh Ra kalau anda merasa mencintai Nabi Muhammad Saw.
saya sdg ada kerjaan, Insya Allah sy sambung lg kapan2…..
Saya sarankan anda untuk diam, krn diam lebih baik drpd terus menerus menyakiti hati Nabi Saw.
prabu
pada 7 Mei 2012 pada 2:12 pm berkata:
dan jangan lupa, setelah marah karena disebut anak orang kafir, Nabi Saw mengatakan :
“Bagaimana keadaan kaum yang menyakiti aku dalam hal kerabatku, dan barangsiapa menyakiti aku maka sesungguhnya dia telah menyakiti Allah”.
Kesimpulan dari hadist Abu Hurairoh Ra:
1. Nabi Saw marah disebut anak orang kafir
2. Dengan menyebut beliau Saw sebagai anak orang kafir, membuat hati beliau Saw tersakiti. Dan menyakiti hati beliau Saw sama
dengan menyakiti Allah.
3. Sebaiknya anda diam daripada terus menerus menyakiti hati Nabi Saw
AJAM
thoyyib…ana ulangi komentar ana sebelumnya : “tidak ada dalil shahih dan sharih yang menyebutkan apakah sudah sampai ataukah belum dakwah syariat Nabi Ibrohim kepada ayah dan ibu Nabi. dan tidak ada pula dalil shahih dan sharih yang menyebutkan apakah ayah dan ibu Nabi menerima ataukah mendustakan syariat Nabi Ibrohim. dengan demikian, tidak bisa dipastikan bahwa ayah dan ibu Nabi adalah penyembah berhala, dan tidak bisa dipastikan juga mereka bukan penyembah berhala.”
JAWAB
kalo menurut pemahaman antum yg dangkal ya….memang tidak ada kata2 yg pas seperti itu. Tapi kalo antum dulu pernah SLTA dan belajar ilmu logika. maka cukup hadist tentang kesucian ortu dan ayat al-ahzab 33 bagi orang yg mengunakan akalnya SEBAGAI BUKTI BAHWA MUSTAHIL ORTU NABI MENYEMBAH BERHALA.
tapi saya maklum saja karena ketika Allah membagi-bagikan akal antum tidak hadir jadi wajar saja stetment seperti itu muncul.
sekarang saya tanya antum, apa yg antum ketahui dengan manusia suci atau maksum dalam islam baik defenisi maupun maknawi baik perkataan dan perbuatan ?
Apakah masuk diakal anda manusia yg telah disucikan oleh Allah dapat berbuat maksiat kepadaNYA ? Dapat melakukan perbuatan syirik seperti menyembah berhala ? diMANA NALAR ANTUM DALAM MENCERNA AYAT AL-AHZAB 33 ?
JANGAN ANTUM PAMER KEBODOHAN DISINI YG MEMBUAT PEMERHATI BLOG PADA NGAKAK, JANGAN MEMBUAT ORG2 SALAFI PADA MALU DENGAN UCAPAN ANTUM YG BODOH ITU.
MAKANYA …JANGAN PERGI KEMANA-MANA KETIKA ALLAH MEMBAGIKAN AKAL SEHINGGA DAMPAKNYA HARI INI ………. SUDAH TAK BERILMU, PEMAHAMAN AGAMA DANGKAL… NGEYEL LAGI….SUNGGUH SANGAT MENYEDIHKAN ORG SEPERTI ANTUM INI.
thoyyib…ana di atas bertanya pada antum, apakah setelah Abu Huroiroh mengatakan orang tua Nabi adalah kayu bakar neraka kemudian Nabi mengingkarinya dengan berkata “tidak, kedua orang tuaku bukan kayu bakar neraka”? dimana pengingkaran Nabi dari perkataan Abu Huroiroh di atas?
jika dikatakan “kamu hanya anak seorang tukang becak”, maka pasti orang tersebut akan sedih dan marah. namun apakah orang itu akan mengingkari dengan berkata “tidak, ayahku bukan tukang becak”?
jika dikatakan “kamu hanya seorang budak berkulit hitam”, maka pasti ini membuat marah orang, namun bukan berarti kemarahannya merupakan pengingkaran bahwa ia bukanlah budak berkulit hitam.
ana tekankan, jika antum ingin memahami suatu persoalan yang antum tidak mempunyai kompetensi dan kredibilitas, bersandarlah pada bagaimana ahlinya berkata.
1. An Nawawi berkata : “Di dalam hadits tersebut (yaitu hadits ”Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka”) terdapat pengertian bahwa orang yang meninggal dunia dalam keadaan kafir, maka dia akan masuk neraka. Dan kedekatannya dengan orang-orang yang mendekatkan diri (dengan Allah) tidak memberikan manfaat kepadanya. (Syarah Shahih Muslim oleh An-Nawawi juz 3 hal. 79)
siapa yang dimaksud dengan “orang yang meninggal dalam keadaan kafir” jika bukan ayah Nabi? apakah kakek atau paman Nabi? mana qorinah untuk memalingkannya?
2. Al Baihaqi berkata : ”Sesungguhnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam adalah musyrik dengan dalil apa yang telah kami khabarkan….” (As-Sunanul-Kubraa juz 7 Bab Nikaahi Ahlisy-Syirk wa Thalaaqihim dan juga Dalaailun-Nubuwwah juz 1 hal. 192)
3. Al ’Abadi berkata : ”Sabda beliau shallallaahu ’alaihi wasallam : ”Dan Ia (Allah) tidak mengijinkanku” adalah disebabkan Aminah adalah seorang yang kafir, sedangkan memintakan ampun terhadap orang yang kafir adalah tidak diperbolehkan” (’Aunul-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud, Kitaabul-Janaaiz, Baab Fii Ziyaaratil-Qubuur)
4. Ibnul Jauzi berkata : ”Adapun ’Abdullah (ayah Nabi), ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam masih berada dalam kandungan, dan ia mati dalam keadaan kafir tanpa ada khilaf. Begitu pula Aminah (tentang kekafirannya tanpa ada khilaf), dimana ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam berusia enam tahun” [Al-Maudlu’aat juz 1 hal. 283].
ketika menjelaskan hadits “Sesungguhnya aku telah memohon ijin Rabb-ku untuk memintakan ampun ibuku”, beliau berkata : “yaitu berdasarkan kenyataan bahwa Aminah bukanlah seorang wanita mukminah” [Al-Maudlu’aat juz 1 hal. 284)
5. Ali Al-Qaari berkata : ”Adapun ijma’, maka sungguh ulama salaf dan khalaf dari kalangan shahabat, tabi’in, imam empat, serta seluruh mujtahidin telah bersepakat tentang hal tersebut (kafirnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam) tanpa adanya khilaf. Jika memang terdapat khilaf setelah adanya ijma’, maka tidak mengurangi nilai ijma’ yang telah terjadi sebelumnya. Sama saja apakah hal itu terjadi pada orang-orang menyelisihi ijma’ (di era setelahnya) atau dari orang-orang yang telah bersepakat (yang kemudian ia berubah pendapat menyelisihi ijma’) (Adilltaul-Mu’taqad Abi Haniifah hal. 7)
6. Abu Hanifah berkata : ”Dan kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam mati dalam keadaan kafir” (Al-Adillatul-Mu’taqad Abi Haniifah hal. 1)
7. Ath Thabari berkata : ”Semua ini berdasar atas keyakinan dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bahwa orang-orang musyrik itu akan masuk Neraka Jahim dan kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam termasuk bagian dari mereka” (Tafsir Ath Thobari QS. Al-Baqarah : 119)
ana sudah membawakan begitu banyak perkataan ulama tentang kafirnya kedua orang tua Nabi. silakan dibaca berulang-ulang sampai antum paham dan puas.
begini ya kang Ajam…saya tidak akan
pernah menuduh bahwa Imam Muslim dan Imam Nawawi beritiqod bahwa Orangtua kandung Nabi Saw kafir.
Saya lebih berkeyakinan jikalau yg mereka maksud dari kata “abii” adalah “paman”.
Karena apa? Karena hadist Imam Muslim yg diriwayatkan Hammaad adalah hadist aahaad.
dan Imam Nawawi berkata:
“ketika kabar dari aahaad bertentangan dengan Nash Alqur’an atau Ijma, maka wajib ditinggalkan dhohirnya” (Syarh Muhadzab Juz 4 hal 342)
Maka saya pegang perkataan Imam Nawawi untuk meninggalkan makna dhohir dari hadist “ayahmu dan ayahku di neraka”.
Karena pd hal ini terjadi ikhtilaf diantara para ulama.
Lagipula, masa sih Nabi Muhammad Saw sang penutup para Nabi, yg menjadi manusia termulia di muka bumi, kekasih Allah swt dilahirkan dari rahim wanita kafir dan dari sulbi pria kafir yg laknatullah dan najis (najis scr maknawi-mengandung kemurkaan Allah),
Kalau pun ada yg berdalih bahwa ayah Nabi Ibrahim As adalah kafir maka saya sampaikan di sini, bahwa ayah kandung nabi Ibrahim As adalah seorang mukmin, sdgkan yg dimaksud ayah beliau yg menyembah berhala adalah paman nabi Ibrahim As yg telah merawatnya sedari kecil yg menjadi ayah angkatnya dan dianggap sebagai ayah oleh beliau As.
Jika saya terima logika kang Ajam yg menyatakan kekafiran orangtua kandung Nabi Saw, maka ini akan menjadi kontradiksi dengan hadist2 shahih lainnya yg mengatakan bahwa Nabi Saw berasal dari sulbi-sulbi yg suci, bernasab mulia hingga ke Adam As.
Saya hanya takjub dengan kegigihan kang Ajam mencari 1001 dalil untuk membuktikan kafirnya orangtua Nabi Saw.
Maaf ya, tapi koq tasyabuh dengan kerjaannya orang kafir faithfreedom laknatullah yg sibuk mencari 1001 dalil bahwa orangtua Nabi Saw kafir.
Kalau nggak percaya, silahkan masuk ke situs faithfreedom supaya lihat dengan mata kepala sendiri gigihnya para kafirin mencari dalil untuk mengkafirkan orangtua Nabi Saw.
antum tidak menyimak atsar An Nawawi yang ana bawakan di atas? ketika beliau menjelaskan hadits “ayahmu dan ayahku di neraka”, beliau tidak memalingkannya dengan makna kakek atau paman atau yang lain. kalau ada, mana atsar beliau? antum jangan cuma bicara ngada-ngada.
seandainya pun An Nawawi memalingkannya dengan makna kakek atau paman atau yang lain, qorinah apa yang beliau pakai? tidak ada sama sekali.
selain itu, selain An Nawawi banyak lagi para ulama yang ana sebutkan di atas, bahkan Ibnul Jauza dan ‘Aliy Al Qoori menyebutkan adanya ijma’. sayangnya antum menutup mata dari ini dan akhirnya antum pun tertutup hatinya.
selain itu, pendapat Imam An Nawawi bahwasanya hadits ahad jika bertentangan dengan Al Qur’an dst ini merupakan pendapat yang bathil yang telah dibantah oleh banyak ulama. hadits shohih tidak mungkin bertentangan dengan Al Qur’an dan hadits shohih yang lainnya, tidak peduli dia ahad atau mutawatir.
lagipula, An Nawawi tidak menganggap hadits di atas bertentangan dengan Al Qur’an. semua itu hanya angan-angan antum saja. jadi perkataan antum “saya pegang Imam An Nawawi untuk meninggalkan makna dhohir dst” ini hanya bualan antum saja. bullshit!!! An Nawawi tidak meninggalkan makna dhohir sebagaimana antum dakwakan.
dan kalaupun seandainya benar bahwa An Nawawi meninggalkan makna dhohir hadits di atas (padahal ini hanya bualan antum), maka pendapat beliau otomatis gugur karena telah terjadi ijma’.
begitu juga dengan anggapan bahwa ayah Nabi Ibrahim yang kafir pembuat patung sebenarnya adalah paman Nabi Ibrohim ini juga bullshit. tidak ada dalil tentang hal itu.
ana tidak mempersoalkan orang kafir mau menjelek2kan islam dengan menyebutkan orang tua Nabi kafir. lha wong Nabi saja yang dihina seperti itu tidak mengingkari penghinaan itu. terbukti antum tidak bisa menjawab bagaimana pengingkaran Nabi terhadap perkataan Nabi.
RALAT : maksudnya adalah antum tidak bisa menjawab bagaimana bentuk pengingkaran Nabi terhadap perkataan Abu Huroiroh?
waduh kang…koq anda jadi menuduh Abu Hurairoh Ra yg mengatakan orangtua Nabi Saw kafir.
Coba baca lagi hadistnya dengan seksama…pelan-pelan biar gak salah tangkap.
Yang jelas Nabi Saw marah dikatai anak orang kafir oleh orang jahil (dan orang jahilnya bukan Abu Hurairoh, tapi orang lain).
iyah…maksud ana adalah Rosululloh tidak mengingkari perkataan Abu Huroiroh, terlepas dari apakah itu i’tiqod Abu Huroiroh atau bukan. yang jelas yang ingin ana tekankan adalah, Rosululloh tidak mengingkari bahwa ayah dan ibunya adalah penghuni neraka
antum berkata : “Karena pd hal ini terjadi ikhtilaf diantara para ulama.”
siapa ulama yang antum maksud? apakah dia Syaikh Al ‘Allamah Zon Jonggol rahimahullah? ataukah Syaikh Al ‘Allamah Mamo Cemani Gombong rahimahullah?
mas Ajam silahkanlah dgn keyakinan antum ……namun kami juga punya hak untuk mengimani Hadits Nabi SAW :
“ aku (Muhammad SAW) selalu berpindah dari sulbi-sulbi laki-laki yang suci menuju rahim-rahim perempuan yang suci pula”
Jelas sekali Rasulullah SAW menyatakan bahwa kakek dan nenek moyang beliau adalah orang-orang yang suci bukan orang-orang musyrik karena mereka dinyatakan najis dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis”
* Nama ayah Nabi Abdullah, cukup membuktikan bahwa beliau beriman kepada Allah bukan penyembah berhala.
Jika anda ingin mengetahui lebih banyak mengenai orang tua Rasulullah SAW maka bacalah kitab ‘Masaliku al-hunafa fi waalidai al-Musthafa” karangan Imam Suyuthi……silahkan mas Ajam ……….
kesucian ayah dan ibu Nabi bukan karena mereka mukmin, melainkan karena mereka terikat oleh pernikahan. jadi Nabi Muhammad bukanlah bayi yang dilahirkan dari hasil zina.
sekali lagi, antum tidak bersandar kepada perkataan ulama ahli hadits dalam memahami suatu nash. bukan nash-nya yang salah, tapi cara antum memahami nash itulah yang salah. yahhh…ini wajar karena memang tidak ada satu pun ulama tersisa yang bisa antum jadikan sandaran untuk melawan ijma’. kalo ada yang tersisa, pasti tidak akan ada ijma’.
nama abdullah bukan jaminan dia adalah mukmin. bukankah tokoh pendiri Syi’ah bernama Abdullah bin Saba’? selain itu, perhatikan ayat berikut : “Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”. (QS Lukman 25). begitu juga QS Az Zumar 38, Az Zukhruf 9, Huud 7, An Naml 60, dll.
kata “mereka” dalam ayat tersebut nisbatnya adalah orang-orang kafir/musyrik. ternyata orang-orang kafir/musyrik pun mengimani bahwa pencipta langit dan bumi adalah Alloh. begitu pula ayah Nabi Muhammad bernama Abdullah adalah karena beliau mengimani bahwa Alloh-lah yang menciptakan bumi dan langit. namun iman dalam hal ini saja belum cukup menjadikan seseorang sebagai mukmin.
hujjah benar untuk maksud yang salah …he he he semakin bengkok …..
Ajam
kesucian ayah dan ibu Nabi bukan karena mereka mukmin, melainkan karena mereka terikat oleh pernikahan. jadi Nabi Muhammad bukanlah bayi yang dilahirkan dari hasil zina.
Jawab
Kejahilan apalagi yg antum katakan diatas itu. Kalo antum tak paham ilmu hadist jangan menafsirkan hadist seenak perutmu. PARAH ANTUM INI.
Ini saya kasih contoh agar matamu terbuka.
1. Bukankah dijaman jahiliyah banyak orang yg menikah secara resmi ?
2. apakah antum mengira semua orang masa jahiliyah tidak pernah menikah ? alias kumpul kebo. Atau mereka tidak tahu cara menikah yg sah ? . Apakah antum mau mengatakan abu bakar, umar, usman mereka dulu tidak pernah menikah ? atau antum mau mengatakan abu bakar, umar, usman adalah anak zina ?
kalo antum mengatakan pernikahan ortu umar, abu bakar dan usman sah atau pernikahan umar, abu bakar dan usman juga sah. sama seperti ortu nabi saw. lalu kenapa Allah tidak menyebut ortu abu bakar, umar, usman adalah manusia suci juga ? kan tidak ada bedanya ? BINGGUNGKAN ?
3.lalu kenapa antum buat stetment : “kesucian ayah dan ibu Nabi bukan karena mereka mukmin, melainkan karena mereka terikat oleh pernikahan”
Kalo makna SUCI dalam islam saja antum tidak paham bagaimana antum nalar dengan omongan orang lain, sabda nabi saw dan firman Allah swt ?.
Ana sarankan belajar lagi antum yg banyak..Antum boleh dan silahkan menjadi nashibi ( pembenci keluarga nabi saw) sepanjang hidup tapi pake dalil yg masuk akal untukmempertahankan kenashibian antum, jangan modalmu cuma mulut doang.
COBA RENUNGI LOGIKA ANTUM DIATAS APAKAH BISA DITERIMA AKAL SEHAT APA TIDAK ?
Nimbrung..
Diskusi menarik,tambah ilmu. Tapi sebagai seorang yg ingin menjadi umatnya Rosululloh Muhammad SAW,tidak pantas (atau malah keterlaluan) mengatakan orang tua Nabi SAW kafir..Fakta tak terbantahkan,hal ini yg menjadi bahan bualan & olok2 kaum kafir & kufar untuk menghina Rosululloh SAW dan merendahkan Islam. Apakah yg merasa muslimin rela bila agama & Nabinya umat Islam dihina & dilecehkan oleh mereka (kafirin?).
Benar,bahwa hdits itu (bahasan di atas) berasal dari Rosululloh,namun alangkah baiknya bila diambil hikmahnya saja,yaitu; jangankan orang bisa seperti kita,lha wong keluarga/kerabat Nabi saja tidak ada jaminan selamat..? Bukankah ini bisa menjadi pemicu untuk selalu mendekatkan diri kpada Alloh..?
Dan alangkah bijaknya bila tidak memaknai secara laterteks,karena akan menimbulkan prasangka2 tidak baik,yang akhirnya malah dimanfaatkan oleh mereka2 yg tengah mencari dalil untuk menghina & meruntuhkan aqidah umat Islam..
Maaf,ini hanya opini saya saja…Walloohu a’lam..
di atas ana sudah menyebutkan perkataan para ulama ahlus sunnah tentang kekafiran ayah dan ibu Nabi. silakan saja jika antum mau bilang mereka keterlaluan kek, kurang ajar kek, tidak cinta nabi kek, zindiq kek atau yang lainnya
Bagi yang meyakini Ayah Bunda Nabi kafir adakah manfaatnya bagimu? Kalau keyakinan tentang kekafiran Ayah bunda Nabi itu ternyata salah siapkah antum menerima akibatnya? Betapa sakit hati Nabi, ayah bundanya dikafir-kafirkan oleh mereka yg mengaku-ngaku mencintainya.
Bagi yang meyakini Ayah Bunda Nabi tidak kafir tidak ada resiko buruk baginya, khusnudzon itu sangat baik terlebih berkhusnudzon kepada Ayah Bunda Nabi http://ummatipress.com/2012/04/03/ayah-bunda-nabi-muhammad-bukan-kafir-seperti-kata-salafy-wahabi/
manfaat atau hikmah pasti ada, namun ana belum tahu. yang jelas ini telah menjadi I’tiqod para ulama ahlus sunnah. mereka tidak merisaukan ada atau tidak ada manfaatnya mengimani hal ini bagi mereka.
selain perkara ini, masih banyak hal yang kita tidak mengetahui manfaat atau hikmahnya, namun tetap wajib bagi kita untuk mengimani atau mengerjakannya. misalnya, apa manfaat sholat? apa manfaat haji? apa manfaat dicptakannya babi? apa manfaat diciptakannya petir? dan lain-lain.
Syaikh ‘Ajam, apakah benar Ayah Bunda Nabi kafir sudah jadi i’toqod Ulama Ahlussunnah? Jangan2 Ulama yang antum maksud itu hanya Ulama Wahabi? Antum bisa kasih nama-nama Ulama Ahlussunnah yg punya i’tiqod ayah bunda Nabi kafir? Please deh, awas kalau cuma fitnah, saya nggak akan panggil Syaikh lagi kepada antum.
sebenarnya ana sudah berulang-ulang kali mengutipkannya dalam pembahasan ini, namun tidak apa-apa agar antum puas.
1. An Nawawi berkata : “Di dalam hadits tersebut (yaitu hadits ”Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka”) terdapat pengertian bahwa orang yang meninggal dunia dalam keadaan kafir, maka dia akan masuk neraka. Dan kedekatannya dengan orang-orang yang mendekatkan diri (dengan Allah) tidak memberikan manfaat kepadanya. (Syarah Shahih Muslim oleh An-Nawawi juz 3 hal. 79)
2. Al Baihaqi berkata : وأبواه كانا مشركين, بدليل ما أخبرنا
”Sesungguhnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam adalah musyrik dengan dalil apa yang telah kami khabarkan….” (As-Sunanul-Kubraa juz 7 Bab Nikaahi Ahlisy-Syirk wa Thalaaqihim dan juga Dalaailun-Nubuwwah juz 1 hal. 192)
3. Al ’Abadi berkata : فلم يأذن لي : لأنها كافرة والاستغفار للكافرين لا يجوز
”Sabda beliau shallallaahu ’alaihi wasallam : ”Dan Ia (Allah) tidak mengijinkanku” adalah disebabkan Aminah adalah seorang yang kafir, sedangkan memintakan ampun terhadap orang yang kafir adalah tidak diperbolehkan” (’Aunul-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud, Kitaabul-Janaaiz, Baab Fii Ziyaaratil-Qubuur)
4. Ibnul Jauzi berkata : وأما عبد الله فإنه مات ورسول الله صلى الله عليه وسلم حمل ولا خلاف أنه مات كافراً، وكذلك آمنة ماتت ولرسول الله صلى الله عليه وسلم ست سنين
”Adapun ’Abdullah (ayah Nabi), ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam masih berada dalam kandungan, dan ia mati dalam keadaan kafir tanpa ada khilaf. Begitu pula Aminah (tentang kekafirannya tanpa ada khilaf), dimana ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam berusia enam tahun” [Al-Maudlu’aat juz 1 hal. 283].
ketika menjelaskan hadits “Sesungguhnya aku telah memohon ijin Rabb-ku untuk memintakan ampun ibuku”, beliau berkata : “yaitu berdasarkan kenyataan bahwa Aminah bukanlah seorang wanita mukminah” [Al-Maudlu’aat juz 1 hal. 284)
5. Ali Al-Qaari berkata : وأما الإجماع فقد اتفق السلف والخلف من الصحابة والتابعين والأئمة الأربعة وسائر المجتهدين على ذلك من غير إظهار خلاف لما هنالك والخلاف من اللاحق لا يقدح في الإجماع السابق سواء يكون من جنس المخالف أو صنف الموافق
”Adapun ijma’, maka sungguh ulama salaf dan khalaf dari kalangan shahabat, tabi’in, imam empat, serta seluruh mujtahidin telah bersepakat tentang hal tersebut (kafirnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam) tanpa adanya khilaf. Jika memang terdapat khilaf setelah adanya ijma’, maka tidak mengurangi nilai ijma’ yang telah terjadi sebelumnya. Sama saja apakah hal itu terjadi pada orang-orang menyelisihi ijma’ (di era setelahnya) atau dari orang-orang yang telah bersepakat (yang kemudian ia berubah pendapat menyelisihi ijma’) (Adilltaul-Mu’taqad Abi Haniifah hal. 7)
6. Abu Hanifah berkata : ووالدا رسول الله مات على الكفر
”Dan kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam mati dalam keadaan kafir” (Al-Adillatul-Mu’taqad Abi Haniifah hal. 1)
7. Ath Thabari berkata : فإن فـي استـحالة الشكّ من الرسول علـيه السلام فـي أن أهل الشرك من أهل الـجحيـم, وأن أبويه كانا منهم
”Semua ini berdasar atas keyakinan dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bahwa orang-orang musyrik itu akan masuk Neraka Jahim dan kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam termasuk bagian dari mereka” (Tafsir Ath Thobari QS. Al-Baqarah : 119)
memang antum ini tidak punya malu sedikitpun. sedikit…sedikit para ulama….sedikit-sedikit para ulama…..emangnya para ulama ahlul sunah itu hanya segelintir dari mereka ? apakah antum tidak tahu ada ratusan ulama ahlul sunah bahkan ribuan jumlahnya.
lalu kenapa hanya segelintir nama yg antum paparkan lalu antum mengklaim para ulama. (seharusnya kalo antum ngerti bahasa indonesia antum pake kata sebagian ulama bukan para ulama). bahasa indonesia saja antum tak paham apalagi bahasa arab. lalu seenak perutmu mengatakan nahwa makna hadist tersebut adalah orang tua kandung rasulullah. aminah as dan abdullah as.
kalo begini cara antum berhujjah apakah orang dapat menerima pendapat antum yg tak logis itu. PERBAIKI DULU BAHASA INDONESIAMU SUPAYA AKU PERCAYA KAU MENGUASAI BAHASA ARAB. PAHAM….
kang Ajam, coba cermati hadist berikut:
aku Muhammad bin Abdillah bin Abdulmuttalib, bin Hasyim, bin Abdumanaf, bin Qushay, bin Kilaab, bin Murrah, bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihir bin Malik bin Nadhar bin Kinaanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudharr bin Nizaar,
tiadalah terpisah manusia menjadi dua kelompok (nasab) kecuali aku berada diantara yg terbaik dari keduanya, maka aku lahir dari ayah ibuku dan tidaklah aku terkenai oleh ajaran jahiliyah, dan aku terlahirkan dari nikah (yg sah), tidaklah aku dilahirkan dari orang jahat sejak Adam sampai berakhir pada ayah dan ibuku, maka aku adalah pemilik nasab yg terbaik diantara kalian, dan sebaik baik ayah nasab”.
(dikeluarkan oleh Imam Baihaqi dalam dalail Nubuwwah dan Imam Hakim dari Anas ra).
hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya Juz 2 hal 404.
hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Attabari dalam tafsirnya Juz 11 hal 76
pada hadist di atas dikatakan bahwa Nabi Saw tidaklah berasal dari keturunan orang jahat, dari sejak Adam As hingga kepada ayah bundanya.
Artinya apa?
Artinya bahwa kedua orang tua Nabi Saw adalah orang yg lurus….bukan pencuri, bukan maling, bukan perampok, bukan tukang fitnah, bukan tukang ghibah, bukan tukang hasut, bukan koruptor…dsb.
Lantas apa alasan yg membuat orangtua kandung beliau Saw masuk neraka???
Apakah anda akan kembali berkeyakinan kalau orangtua Nabi Saw kafir-musyrik (coba baca tulisan anda di awal-awal)???
Padahal tidak ada dalil yg mengatakan bahwa orangtua kandung Nabi Saw menyembah berhala.
Lalu, anda berkali-kali berkata bahwa ijma ulama mengatakan bahwa orangtua kandung Nabi Saw kafir. Ini saya rasa hanya kesimpulan anda saja…karena buktinya, banyak ulama ahli tafsir yg mengatakan kedua orangtua Nabi Saw mukmin.
Contoh :
Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Qurtubi,
Hujjatul Islam wa barakatul anam Al Imam Bukhari,
Al Hafidh Al Imam Assakhawiy,
Al hafidh Al Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi yg mengarang sebuah buku khusus tentang keselamatan ayah bunda nabi saw
Al hafidh Al Imam Ibn Syaahin,
Al Hafidh Al Imam Abubakar Al baghdadiy
Al hafidh Al Imam Attabari
Al hafidh Al Imam Addaruquthniy
Hujjatul Islam Al Imam Syafi’i
Imam Nawawi bersanad guru hingga ke Imam Nawawi, apakah beliau tidak tahu bahwa hadist Imam Muslim yg diriwayatkan Hammaad itu adalah hadist aahaad???
Saya rasa, pastilah beliau tahu banget kalau hadist tersebut adalah hadist aahaad.
Dan jelas Imam Nawawi berpesan dalam Syarh Muhadzab juz 4 hal 342, bahwa jika kabar dari aahaad bertentangan dengan Nash Al-Qur’an dan Ijma, maka WAJIB ditinggalkan makna Dhahirnya.
Berkata Al Hafidh Al Imam Ibn hajar Al Atsqalaniy yg menyampaikan ucapan Al Kirmaniy bahwa yg menjadi ketentuannya adalah Kabar Aaahaad adalah hanya pada amal perbuatan, bukan pada I;tiqadiyyah (Fathul baari Almasyhur Juz 13 hal 231)
berkata Al hafidh Al Imam Assuyuthiy bahwa hadits shahih bila diajukan pada hadits lain yg lebih kuat maka wajib penakwilannya dan dimajukanlah darinya dalil yg lebih kuat sebagaimana hal itu merupakan ketetapan dalam Ushul (Masaalikul Hunafa fii abaway Mustofa hal 66)
Yah…terserah anda kang Ajam kalau lebih bangga tasyabuh dengan orang kafir yg menyibukkan diri mencari 1001 dalil untuk mengkafirkan orangtua Nabi Saw. Mungkin tulisan anda akan dipakai oleh kafir-kafir harbi faithfreedom untuk menghina Islam dan kesucian Nabi Saw.
Nabi Muhammad Saw, al-musthafa, kekasih Allah Swt, penutup Nabi, yang namanya sudah diketahui sejak jaman Nabi Adam As diciptakan…masa’ dilahirkan dari rahim dan sulbi wanita dan laki-laki najis??? Naudzubillamindzalik….
Oh ya, untuk Nasab Nabi Ibrahim As, ayah kandung Nabi Ibrahim As bernama Tairukh. Ayah angkatnya bernama Azaar.
Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan Nabi saw melihat cahaya yg terang benderang hingga pandangannya menembus dan melihat Istana Istana Romawi
inikah wanita Musyrik?
atau inikah wanita jahat yg masuk neraka?
kita lihat bagaimana saat saat kelahiran Nabi saw.. :
Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yg menjadi pembantunya Aminah bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia (ibu utsman) melihat bintang bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang benderang keluar dari Bunda Nabi saw hingga membuat terang benderangnya kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
Inikah wanita musyrik?
atau inikah wanita jahat hingga dikatakan masuk neraka?
RALAT:
Imam Nawawi bersanad guru hingga ke Imam Syafi’i.
(Pastinya Imam Nawawi tahu sekali kalau hadist Imam Muslim adalah hadist aahaad. Jd tidak perlu ada qorinah pun murid yg bertalaqi pada beliau sudah tahu kalau prinsip Imam Nawawi adalah memalingkan dari dhahir jika bertentangan dengan Al-Qur’an dan Ijma. Kecuali yg ilmunya cuma dari buku, nggak pake talaqi…)
antum gak mudeng yah apa arti istilah QORINAH?
qorinah itu sesuatu yang memungkinkan untuk takwil. ana beri contoh agar antum mudeng.
misalnya dikatakan “ayahnya budi bernama pak joko”. tanpa ada qorinah apapun, makna yang bisa langsung ditangkap adalah makna sebenarnya, yaitu ayah kandung.
namun apabila ada qorinah, misalnya telah diketahui ayah kandung budi bernama pak iwan telah meninggal dunia, maka dari qorinah ini dapat ditarik pemahaman bahwa pak joko adalah ayah tiri atau ayah angkat budi, bukan ayah kandungnya.
mantab mas Prabu ………
antum berkata : Artinya bahwa kedua orang tua Nabi Saw adalah orang yg lurus….bukan pencuri, bukan maling, bukan perampok, bukan tukang fitnah, bukan tukang ghibah, bukan tukang hasut, bukan koruptor…dsb.
Alloh berfirman : Dan barangsiapa menolak untuk beriman, maka sesungguhnya gugurlah amalnya, sedangkan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (al-Maidah 5)
selain itu, sebab orang masuk surga bukan hanya dengan menjauhi larangan, tetapi juga mengerjakan perintah. percuma orang berlaku baik di masyarakat tetapi dia tidak mengerjakan sholat.
antum menyebutkan hadits yang dikeluarkan oleh Al Baihaqi, namun apakah Al Baihaqi berdalil dengan hadits itu untuk menolak kekafiran ayah dan ibu Nabi? bukankah sebelumnya sudah ana sebutkan perkataan beliau yang menyatakan kekafiran ayah dan ibu Nabi berdalilkan dengan hadits yang beliau riwayatkan dalam As-Sunanul-Kubraa juz 7 Bab Nikaahi Ahlisy-Syirk wa Thalaaqihim dan juga Dalaailun-Nubuwwah juz 1 hal. 192.
============================================================
antum berkata : Dan jelas Imam Nawawi berpesan dalam Syarh Muhadzab juz 4 hal 342, bahwa jika kabar dari aahaad bertentangan dengan Nash Al-Qur’an dan Ijma, maka WAJIB ditinggalkan makna Dhahirnya.
An Nawawi pasti tahu itu hadits ahad, namun pendapat beliau “apabila hadits ahad bertentangan dengan Al Qur’an dst…” sudah dibantah oleh banyak ulama. seharusnya daripada antum taqlid kepada An Nawawi, lebih baik adalah mentarjih pendapat mana yang benar.
lagipula, An Nawawi tidak menganggap hadits ahad di atas bertentangan dengan Al Qur’an. bukankah yang beliau tolak hanyalah apabila bertentangan dengan Al Qur’an? jadi kalau tidak bertentangan, maka dapat dipahami bahwa beliau menerimanya.
lagipula, ana sudah membawakan penjelasan An Nawawi tentang hadits “ayahku dan ayahmu di neraka”, dimana penjelasan beliau tidak keluar atau tidak berpaling dari dhohir hadits tersebut. beliau tidak memalingkan kata “ayah” menjadi kakek atau paman atau lainnya.
lagipula, telah banyak ulama ahli hadits yang memahami hadits itu sesuai dhohirnya, bahkan telah menjadi ijma’. pasti antum malas baca atsar para ulama yang telah ana tulis di atas.
============================================================
anyway, dalil-dalil yang antum paksakan untuk menolak kekafiran ayah dan ibu Nabi sifatnya mafhum dan tidak didukung oleh satu ulama pun, sedangkan dalil-dalil masuk nerakanya ayah dan ibu Nabi adalah manthuq, bahkan didukung oleh ijma’ ulama.
ana sudah berulang-ulang mengatakan antum tidak punya kompetensi dan kredibilitas untuk membicarakan hal ini. maka bersandarlah pada perkataan orang yang ahli, bukan dengan logika dan hawa nafsu antum sendiri.
hehehe….
saya ngikutin aja keyakinannya al-hujjatul Islam Imam Syafi’i….yang tidak beritiqod ayah bunda Nabi Saw ada di neraka dan kafir seperri yg anda bilang. yang jelas beliau lebih punya kredibilitas daripada anda. Imam Syafi’i saja punya guru
Imam Malik bin Anas, yg dekat dengan masa Rasulullah Saw hidup.
padahal jelas hadist tersebut bertentangan dg surah al-Isra 15, yg Imam Suyuthi bilang hadist ttg ibu Nabi Saw telah dimansukh oleh ayat tsb. Memang ulama2 yg saya sebutkan di atas nggak anda anggap sebagai ulama ahli tafsir yg berkredibiltas tinggi ya….padahal koleksi hadist yg mereka hafal leboh banyak lho dibanding anda dan ulama anda…
antum mengklaim mengiktui Asy Syafi’i dan As Suyuthi apa ada bukti perkataan mereka akan penolakan mereka terhadap kekafiran ayah dan ibu Nabi?
mana buktinya Imam Muslim dan An Nawawi memalingkan kata “ayah” menjadi paman?
mana bukti bahwa An Nawawi menyatakan hadits “ayahku dan ayahmu di neraka” bertentangan dengan Al Qur’an dan ijma’?
anggapan adanya pertentangan antara hadits kekafiran ayah dan ibu Nabi dengan QS Al Isro’ 15 sudah ana bantah, dan antum pun tidak/belum membantah balik bantahan ana.
yang tersisa kini adalah kesombongan antum yang tidak mau menerima kebenaran yang sudah dihujjahkan kepada antum.
sebaiknya marilah kita sudahi diskusi ini teman2 ……kita hanya menyakiti beliau biarlah mas Ajam dgn keyakinannya tugas kita2 selesai mengingatkan hidayah hanya Alloh ta ‘ala berkuasa ………
mengenai ayah Nabi Ibrohim, ana tidak membahas tentang namanya. yang ana tanyakan adalah mana dalil bahwa yang kafir bukanlah ayah kandung Nabi Ibrohim, melainkan paman (atau ayah angkat) beliau?
” Ingatlah ( ketika ), Ibrahim berkata kepada ” ab “nya Azar, ” Apakah anda menjadikan patung-patung sebagai tuhan ?. Sesungguhnya Aku melihatmu dan kaummu berada pada kesesatan yang nyata “.( al An’am 74 ).
Atas dasar ayat ini, ayah Ibrahim yang bernama Azar adalah seorang kafir dan sesat. Kemudian ayat lain yang memuat permohonan ampun Ibrahim untuk ayahnya ditolak oleh Allah dikarenakan dia adalah musuh Allah ( al Taubah 114). Dalam menarik kesimpulan dari ayat di atas dan sejenisnya bahwa ayah nabi Ibrahim adalah seorang kafir sungguh sangat terlalu tergesa-gesa, karena kata ” abun ” dalam bahasa Arab tidak hanya berarti ayah kandung saja.
Kata ab’ bisa juga berarti, ayah tiri, paman, dan kakek.
contoh lain : Misalnya al Qur’an menyebutkan Nabi Ismail sebagai ” ab ” Nabi Ya’kub as., padahal beliau adalah paman NabiYa’kub as.
“Adakah kalian menyaksikan ketika Ya’kub kedatangan (tanda-tanda) kematian, ketika ia bertanya kepada anak-anaknya, ” Apa yang kalian sembah sepeninggalku ? “. Mereka menjawab, ” Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan ayah-ayahmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, Tuhan yang Esa, dan kami hanya kepadaNya kami berserah diri “.( al Baqarah 133 )
Dalam ayat ini dengan jelas kata “aabaaika ” bentuk jama’ dari ” ab ” berarti kakek ( Ibrahim dan Ishak ) dan paman ( Ismail ).
Dan juga kata ” abuya ” atau ” buya ” derivasi dari ” ab ” sering dipakai dalam ungkapan sehari-hari bangsa Arab dengan arti guru, atau orang yang berjasa dalam kehidupan, termasuk panggilan untuk almarhum Buya Hamka, misalnya.
Dari keterangan ringkas ini, kita dapat memahami bahwa kata ” ab ” tidak hanya berarti ayah kandung, lalu bagaimana dengan kata ” ab ” pada surat al An’am 74 dan al Taubah 114 ?
Dengan melihat ayat-ayat yang menjelaskan perjalanan kehidupan Nabi Ibrahim as. akan jelas bahwa seorang yang bernama ” Azar “, penyembah dan pembuat patung, bukanlah ayah kandung Ibrahim, melainkan pamannya atau ayah angkatnya atau orang yang sangat dekat dengannya dan Ia adalah pembuat Patung tuk Raja Namrud
Pada permulaan dakwahnya, Nabi Ibrahim as. mengajak Azar sebagai orang yang dekat dengannya, “Wahai ayahku, janganlah kamu menyembah setan, sesungguhnya setan itu durhaka Tuhan yang Maha Pemurah ” ( Maryam 44 ).
Namun Azar menolak dan bahkan mengancam akan menyiksa Ibrahim. Kemudian dengan amat menyesal beliau mengatakan selamat jalan kapada Azar, dan berjanji akan memintakan ampun kepada Allah untuk Azar. ” Berkata Ibrahim, ” Salamun ‘alaika, aku akan memintakan ampun kepada Tuhanku untukmu ” ( Maryam 47 ).
Kemudian al Qur’an menceritakan bahwa Nabi Ibrahim As menepati janjinya untuk memintakan ampun untuk Azar seraya berdoa,
” Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan gabungkan aku bersama orang-orang yang saleh. Jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian. Jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah ayahku ( abii ), sesungguhnya ia adalah termasuk golongan yang sesat. Jangnlah Kamu hinakan aku di hari mereka dibangkitkan kembali, hari yang mana harta dan anak tidak memberikan manfaat kecuali orang yang menghadapi Allah dengan hati yang selamat “.(al Syua’ra 83-89 ).
Allamah Thaba’thabai menjelaskan bahwa kata ” kaana ” dalam ayat ke 86 menunjukkan bahwa doa ini diungkapkan oleh Nabi Ibrahim as. setelah kematian Azar dan pengusirannya kepada Nabi Ibrahim as. ( Tafsir al Mizan 7/163).
Setelah Nabi Ibrahim as. mengungkapkan doa itu, dan itu sekedar menepati janjinya saja kepada Azar, Allah AWJ menyatakan bahwa tidak layak bagi seorang Nabi memintakan ampun untuk orang musyrik, maka beliau berlepas tangan ( tabarri ) dari Azar setelah jelas bahwa ia adalah musuh Allah swt. (lihat surat al Taubah 114 )
Walid = Ayah Nasab (kandung)
Bedakan dengan kata walid (sebutan ayah dalam makna nasab/ kandung) seperti doa yang diajarkan Khalil ALLAH Ibrahim As. dan Doa ini muktabar dikalangan kita. Jelaslah bahwa Walid menunjukkan bahwa ia menuju pada Orang tua asli (kandung)
Ketika Nabi Ibrahim datang ke tempat suci Mekkah dan besama keturunan membangun kembali ka’bah, beliau berdoa,
“Ya Tuhan kami, ampunilah aku, kedua walid- ku dan kaum mukminin di hari tegaknya hisab”( Ibrahim 41 ).
Kata ” walid ” hanya mempunyai satu makna yaitu yang melahirkan.
Dan yang dimaksud dengan ” walid ” disini tidak mungkin Azar, karena Nabi Ibrahim telah ber-tabarri (berlepas diri) dari Azar setelah mengetahui bahwa ia adalah musuh Allah (al taubah 114)
Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan walid disini adalah orang tua yang melahirkan beliau, dan keduanya adalah orang-orang yang beriman. Selain itu, kata walid disejajarkan dengan dirinya dan kaum mukminin, yang mengindikasikan bahwa walid- beliau bukan kafir. Ini alasan yang pertama.
Alasan yang kedua, adalah ayat yang berbunyi, ” Dan perpindahanmu ( taqallub) di antara orang-orang yang sujud “.( al Syua’ra 219 ). Sebagian ahli tafsir menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah bahwa diri nabi Muhammad saww. berpindah-pindah dari sulbi ahli sujud ke sulbi ahli sujud.
Artinya ayah-ayah Nabi Muhammad dari Abdullah sampai Nabi Adam adalah orang-orang yang suka bersujud kepada Allah. (lihat tafsir al Shofi tulisan al Faidh al Kasyani 4/54 dan Majma’ al Bayan karya al Thabarsi 7/323 ).
Nabi Ibrahim as. beserta ayah kandungnya termasuk kakek Nabi Muhammad saww. Dengan demikian, ayah kandung Nabi Ibrahim as. adalah seorang yang ahli sujud kepada Allah swt.
Tentu selain alasan-alasan di atas, terdapat bukti-bukti lain dari hadis Nabi yang menunjukkan bahwa ayah kandung Nabi Ibrahim as. bukan orang kafir.
(Ini saya copy dari blog tetangga)
jawaban ana untuk blog tetangga :
1. pendapat mereka bahwasanya kata ayah dalam hadits “ayahku dan ayahmu di neraka” dipalingkan dari makna dhohirnya tidak bersandar pada satu pun ulama.
2. telah berulang-ulang ana kutipkan perkataan para ulama akan kekafiran/masuk neraka ayah dan ibu Nabi. misalnya perkataan Al Baihaqi : ”Adapun ’Abdullah (ayah Nabi), ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam masih berada dalam kandungan, dan ia mati dalam keadaan kafir tanpa ada khilaf. Begitu pula Aminah (tentang kekafirannya tanpa ada khilaf), dimana ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam berusia enam tahun” [Al-Maudlu’aat juz 1 hal. 283].
bagaimana mungkin yang dikafirkan adalah paman dan bibi nabi, padahal telah jelas-jelas beliau menyebut nama ABDULLAH dan AMINAH? sejak SD sampai perguruan tinggi, nama Abdullah dan Aminah jika dikaitkan dengan Nabi Muhammad adalah nama ayah dan ibu beliau, bukan paman/kakek dan bibi/nenek beliau.
3. kata “abu” bisa dipalingkan maknanya dari ayah kandung menjadi ayah angkat atau ayah tiri atau paman atau kakek atau lainnya HANYA APABILA ADA QORINAHNYA. sejak awal diskusi kita, qorinah inilah yang ana minta. adakah qorinah yang memalingkan kata abu pada hadits “ayahku dan ayahmu di neraka” menjadi makna paman atau kakek, sebagaimana qorinah yang terdapat dalam QS Al Baqoroh 133?
ana akan membawakan contoh kasus, semoga ini bisa membuka pikiran antum.
waktu masih sekolah, ana mempunyai seorang teman. teman ana ini bilang ia sering diantar dan dijemput oleh ibunya. suatu hari dia berkata bahwa mamanya akan pulang dari malaysia. ana kaget, lho…bukannya ibunya itu yang sering antar jemput dia? ternyata yang sering antar jemput itu ibu angkatnya, sedangkan ibu kandungnya bekerja sebagai tkw di malaysia.
jika antum berada di posisi ana, ana yakin antum pun pasti pada awalnya mengira bahwa yang sering antar jemput teman ana itu adalah ibu kandungnya, sekalipun teman ana tidak pernah berkata “ibu kandung”. dia hanya berkata “ibu” saja.
dapat kita pahami, jika tanpa qorinah apapun, suatu lafadh atau nash harus dibawa pada makna dhohirnya. kata “ayah” harus dimaknai ayah kandung dan kata “ibu” harus dimaknai ibu kandung. tidak boleh dipalingkan maknanya dari dhohirnya sebelum ada qorinah. ini sudah menjadi suatu kaidah baku dan absolut.
Kang Ajam…coba anda baca ini ya, copy dari blog tetangga:
Berkaitan dengan hadits yang saudara kemukakan dari Riwayat Imam Muslim yang mengatakan bahwa “Bapakmu dan Bapakku di Neraka”, mari kita baca penjelasan dari Al Hafidz Imam Abu Zakaria Yahya ibn Syaraf Nawawi Ad Dimasyqi As Syafi’i (yang dikenal sebagai seorang Pakar Hadits yang musalsal sanadnya sampai Rasulullah, dikenal dengan Imam Nawawi) mengenai hadits yang anda kemukakan itu sebagai berikut :
فِيهِ : أَنَّ مَنْ مَاتَ عَلَى الْكُفْر فَهُوَ فِي النَّار ، وَلَا تَنْفَعهُ قَرَابَة الْمُقَرَّبِينَ ، وَفِيهِ أَنَّ مَنْ مَاتَ فِي الْفَتْرَة عَلَى مَا كَانَتْ عَلَيْهِ الْعَرَب مِنْ عِبَادَة الْأَوْثَان فَهُوَ مِنْ أَهْل النَّار ، وَلَيْسَ هَذَا مُؤَاخَذَة قَبْل بُلُوغ الدَّعْوَة ، فَإِنَّ هَؤُلَاءِ كَانَتْ قَدْ بَلَغَتْهُمْ دَعْوَة إِبْرَاهِيم وَغَيْره مِنْ الْأَنْبِيَاء صَلَوَات اللَّه تَعَالَى وَسَلَامه عَلَيْهِمْ . وَقَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( إِنَّ أَبِي وَأَبَاك فِي النَّار ) هُوَ مِنْ حُسْن الْعِشْرَة لِلتَّسْلِيَةِ بِالِاشْتِرَاكِ فِي الْمُصِيبَة
Di dalam hadits ini: bahwasanya siapa yang mati dalam kekafiran maka dia di neraka dan tidak memberikan manfaat kepadanya hubungan kekerabatan, dan di dalam hadits juga bahwa siapa yang mati dalam masa fatrah (masa tidak adanya seorang Rasul) akan tetapi dia menyembah berhala maka dia daripada ahli neraka dan inipun tidak berlaku sebelum sampainya dakwah (Islam). Maka sesungguhnya mereka itu (kaum bapak si penanya), telah sampai dakwah Ibrahim kepada mereka dan dakwah nabi-nabi yang lain. Dan sabdanya Saw: (Sesungguhnya bapakku dan bapakmu di neraka) ia daripada bentuk luwesnya pergaulan (Rasulullah) untuk menghibur (si penanya) dengan mengatakan sama-sama tertimpa musibah.]]
Lha, malah Imam Nawawi mengalihkan dari pemaknaan secara lahiriah. .
Koq bisa-bisanya anda su’udzhon terhadap Imam Nawawi seolah-olah beliau beritiqod orangtua Nabi Saw kafir dengan hanya membawakan satu perkataannya saja. Padahal belum tentu kan Imam Nawawi mengatakan kalau orangtua kanjeng Nabi Saw kafir?
Imam-Imam yg saya sebutkan di atas bukan ulama ya? Padahal 2 diantaranya bergelar Hujjatul Islam…kalau mereka beritiqod orangtua Nabi Saw bukan musyrik/kafir, apa berarti anda akan tetep keukeuh bilang bahwa seluruh ahli tafsir ber-ijma mengkafirkan orangtua Nabi Saw???
Mengenai hal selamatnya orangtua Nabi Saw dari Imam Syafi’I dan Imam Suyuthi Insya Allah akan saya berikan besok…karena internetnya lg lemot.
Dan sebagai murid yg bertalaqi dan bersanad hingga ke Imam Syafi’I, saya rasa Imam Nawawi pun tidak akan gegabah memvonis orangtua Nabi Saw kafir/musyrik.
Lagipula bila kita menggunakan logika bodoh, misalnya saya punya tetangga yang jelas-jelas kafir, tetangga saya punya ayah ibu yang nyata-nyata kafir. Apakah etis jika saya katakan kepada tetangga saya, “Hey fulan, ayah ibu kamu kafir, dan kafir masuk neraka.”
Kira-kira tetangga saya yang nyata-nyata kafir itu marah nggak? Walau pun dia tidak memungkiri dirinya dan orangtuanya kafir, namun hatinya pasti sakit dikatakan demikian.
Lalu jika saya bersemangat menyebarluaskan kekafiran mereka, membuat selebaran yg saya sebar di komplek tempat tinggal saya mengenai kekafiran orangtua tetangga saya tersebut, kira-kira tetangga saya sakit hati nggak?
Nah, bagaimana jika ini terjadi pada Sayyidinna Muhammad Saw? Pemimpin para Nabi, yang akan memberi syafa’at kita di hari kiamat?
Apakah tindakan kaum yg ngaku-ngaku bermanhaj Salaf dengan mengobral dalil, sibuk mencari bukti untuk memuaskan keyakinan mereka bahwa orangtua Nabi Saw kafir, lalu membuat buku beribu-ribu eksemplar dan menyebarkannya di tengah masyarakat, tidak akan menyakiti hati Nabi Saw?
Lihat bagaimana para kafirin bergembira dengan sepak terjang kaum yg katanya bermanhaj salaf ini, yg hasil obral dalilnya dipakai mereka (kafirin) untuk menghantam muslimin lain yg membela kesucian Islam dan Nabi Saw…
antum menyebutkan nama Imam siapa? bagaimana perkataan mereka? tidak ada perkataan ulama yang antum sebutkan yang menyebutkan penolakan mereka terhadap kekafiran atau masuk nerakanya ayah dan ibu Nabi.
coba sini bawakan perkataan imam yang menyebutkan bahwasanya ayah dan ibu nabi tidak masuk neraka atau mereka adalah mukmin!!!
============================================================
antum berkata : Lagipula bila kita menggunakan logika bodoh, misalnya saya punya tetangga yang jelas-jelas kafir, tetangga saya punya ayah ibu yang nyata-nyata kafir. Apakah etis jika saya katakan kepada tetangga saya, “Hey fulan, ayah ibu kamu kafir, dan kafir masuk neraka.”
ana jawab : ini bukan masalah etika. ini adalah masalah i’tiqod, yang ada kaitannya dengan wala’ dan baro’. para ulama pun tidak menggunakan hadits-hadits di atas untuk mengolok-olok Nabi. namun tetap saja mereka menjadikan hal ini sebagai i’tiqod mereka.
============================================================
orang-orang kafir, terutama dunia barat mengolok-olok Islam bukan hanya dengan permasalahan ini. mereka juga mengolok-olok Nabi Muhammad itu buta huruf, gila sex karena menikahi banyak wanita, pedofilia karena menikahi ‘Aisyah ketika masih kecil. mereka juga menyebut Islam itu sama saja beringasnya dengan romawi dan persia ketika melakukan penaklukan ke asia, eropa dan afrika.
apakah karena olok-olok mereka ini lantas antum akan mengatakan “Tidak, Muhammad itu jenius pandai baca tulis, bahkan jago bikin kaligrafi”, atau antum akan mengatakan “Tidak, Muhammad itu hanya menikah dengan seorang wanita saja”, atau antum akan mengatakan “Tidak, muhammad menikahi ‘aisyah ketika sudah dewasa”, dan ataukah antum akan mengatakan “tidak, islam tidak pernah menkalukkan negeri-negeri lain”?
sekedar tambahan,
antum membawakan contoh jika ada tetangga kita yang kedua orang tuanya jelas-jelas kafir maka tidak etis mengatakan padanya “Hey fulan, ayah ibu kamu kafir, dan kafir masuk neraka.”
iyah memang tidak etis mengatakan hal seperti itu. namun yang diperintahkan, dan merupakan fiqh yang bisa diambil dari hadits-hadits di atas adalah bahwasanya mengkafirkan orang yang jelas-jelas kafir adalah wajib.
dan jangan karena alasan ketidaketisan ini menjadikan antum enggan untuk mengkafirkan orang yang jelas-jelas kafir. jangan karena alasan tidak etis, antum mengingkari kekafiran mereka, bahkan mengaggap mereka mukmin dan memperlakukan mereka seperti memperlakukan saudara muslim lainnya.
nah, kembali lagi pada permasalahan, meskipun tidak etis mengatakan ayah dan ibu Nabi di neraka atau kafir, maka jangan jadikan ketidaketisan ini sebagai alasan untuk mengingkari kekafiran atau masuk nerakanya ayah dan ibu Nabi.
padahal Nabi Muhammad sendiri ketika diolok-olok ayah dan ibunya kayu bakar neraka, beliau tidak mengingkarinya, sekalipun beliau sangat sedih dan marah.
1. haditsnya menyebutkan lafadh “ayahku dan ayahmu di neraka”. makna yang bisa langsung kita tangkap sebagaimana makna dhohirnya adalah bahwasanya yang dimaksud dengan ayah adalah ayah kandung. tanpa perlu menjadi ahli hadits, siapapun pasti dapat memahami hal ini.
2. An Nawawi TIDAK memalingkannya kepada makna lain. sikap diamnya beliau ini (tidak memalingkan) merupakan indikasi bahwasanya beliau menerima hadits itu dan memahaminya sebagaimana dhohirnya.
3. justru yang lemah adalah anggapan antum bahwasanya beliau memalingkan kata ayah menjadi paman, karena untuk memalingkannya dari makna dhohir dibutuhkan QORINAH. by the way, antum sudah paham belum apa itu qorinah?
4. ana kemarin sudah menantang antum untuk membawakan bukti perkataan An Nawawi yang memalingkan kata ayah menjadi makna paman atau kakek atau lainnya. bisa antum jawab atau tidak tantangan ana ini?
Hmmm…menurut org yg ngerti bahasa Arab, kalau mau liat bentuk dhahir yg tanpa ada takwil mengenai “ayah kandung” adalah dengan menggunakan kata “walid”. Sedangkan kata “abii” bisa menimbukan beberapa arti.
Menurut guru saya, “abii” yg dimaksud dalam hadist Imam Muslim adalah “paman” dan bukan ayah kandung. Karena luwesnya pergaulan Nabi Saw, beliau tidak ingin si penanya yg baru masuk Islam merasa kecewa dan menjadi murtad jika
dikatakan ayahnya di neraka, maka beliau Saw menghibur hati si penanya tersebut dengan mengatakan bahwa “abii” Nabi Saw juga dalam musibah, namun beliau Saw menggunakan kata “abii” yg dimaksud untuk menyamarkan makna yg sebenarnya.
Dan saya lebih percaya pada guru saya yg bersanad ilmu, daripada anda.
Anda sudah tahu bahwa Rasulullah Saw sedih dan merasa sakit hati jika ada orang yg mengatakan orangtuanya kafir, dan beliau Saw mengatakan barangsiapa yg menyakiti beliau perihal keluarganya sama dengan menyakiti Allah. Lantas mengapa anda dan kaum anda terus menerus menyakiti hati Rasulullah Saw dengan menyebarkannya, dimana akhlak anda terhadap beliau Saw???
Padahal beliau Saw sendiri mengatakan dalam hadist yg saya sebutkan di atas, bahwa beliau Saw berasal dari nasab yang terbaik : “maka aku adalah pemilik nasab yg TERBAIK diantara kalian”
Bagaimana akan menjadi nasab terbaik jika orangtua kandungnya kafir??? Naudzubilla…
Belum lagi beliau Saw pun mengatakan bahwa beliau Saw berpindah dari sulbi dan rahim yg suci ke sulbi dan rahim yg suci lainnya…
Bagaimana bisa dikatakan suci bila orangtuanya kafir???
Lalu apa manfaatnya beritiqod kedua orangtuanya kafir seolah-olah meyakini kekafiran orangtua kandung Nabi Saw adalah salah satu kunci untuk memasuki surga.
Untuk selebihnya InsyaAllah besok dilanjut…
Salam
1. antum belum paham juga rupanya. kata “abun” itu bisa dipalingkan maknanya dari ayah kandung menjadi paman atau kakek atau ayah angkat atau ayah tiri atau lainnya HANYA APABILA ADA QORINAHNYA.
2. jangan bawa-bawa guru/ustadz antum. sebutkan saja siapa imam ahlus sunnah yang antum jadikan sandaran dalam pemalingan kata ayah dalam hadits “ayahku dan ayahmu di neraka” menjadi paman. bukankah sebelumnya antum berkata : “Imam-Imam yg saya sebutkan di atas bukan ulama ya? Padahal 2 diantaranya bergelar Hujjatul Islam”
3. qorinah apa yang dipakai imam ahlus sunnah (kalau ada) tersebut untuk memalingkan kata ayah menjadi paman?
4. silakan antum lebih percaya dengan guru antum ketimbang ana. namun tidak satu pun imam ulama ahlus sunnah berpihak pada antum. ya jelas saja, lha wong ijma’ telah ada pada pihak ana. sebodoh-bodohnya ana, ana tidak merasa lebih bodoh dari burung hud-hud, dan sepandai-pandainya guru antum, ana rasa beliau tidak lebih pandai dari Nabi Sulaiman. namun coba renungkan apa yang dikatakan burung hud-hud kepada Nabi Sulaiman : “Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya…” (An Naml 22)
Mhn izin ikutan sedikit …
Kelihatannya ada “perbedaan” pemahaman atas ucapan Imam Nawawi dalam kutipan-kutipan di atas. Mungkin ada rekan-rekan yang bisa mengecek sumbernya, mengenai buku dan penerbitnya. Sudah sering terjadi ada perbedaan karena pemalsuan kitab dan pemotongan kutipan. Mohon bantuan rekan-rekan yang mengetahui.
ini teks yang ana kutipkan
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata : “Di dalam hadits tersebut [yaitu hadits ”Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka”] terdapat pengertian bahwa orang yang meninggal dunia dalam keadaan kafir, maka dia akan masuk neraka. Dan kedekatannya dengan orang-orang yang mendekatkan diri (dengan Allah) tidak memberikan manfaat kepadanya. Selain itu, hadits tersebut juga mengandung makna bahwa orang yang meninggal dunia pada masa dimana bangsa Arab tenggelam dalam penyembahan berhala, maka diapun masuk penghuni neraka. Hal itu bukan termasuk pemberian siksaan terhadapnya sebelum penyampaian dakwah, karena kepada mereka telah disampaikan dakwah Ibrahim dan juga para Nabi yang lain shalawaatullaah wa salaamuhu ‘alaihim” [Syarah Shahih Muslim oleh An-Nawawi juz 3 hal. 79 melalui perantara Naqdu Masaalikis-Suyuthi fii Waalidayil-Musthafaa oleh Dr. Ahmad bin Shalih Az-Zahrani hal. 26, Cet. 1425 H]
dan ini teks yang dikutipkan al akh Prabu
Di dalam hadits ini: bahwasanya siapa yang mati dalam kekafiran maka dia di neraka dan tidak memberikan manfaat kepadanya hubungan kekerabatan, dan di dalam hadits juga bahwa siapa yang mati dalam masa fatrah (masa tidak adanya seorang Rasul) akan tetapi dia menyembah berhala maka dia daripada ahli neraka dan inipun tidak berlaku sebelum sampainya dakwah (Islam). Maka sesungguhnya mereka itu (kaum bapak si penanya), telah sampai dakwah Ibrahim kepada mereka dan dakwah nabi-nabi yang lain. Dan sabdanya Saw: (Sesungguhnya bapakku dan bapakmu di neraka) ia daripada bentuk luwesnya pergaulan (Rasulullah) untuk menghibur (si penanya) dengan mengatakan sama-sama tertimpa musibah.]
silakan cek sendiri apa ada perbedaannya
ana nggak heran kalau sama orang2 salafi …….giliran mendapat hujjah yang didukung ijma pendapatnya wow ….gagahnya namun kalau ada ijma yang lain yang nggak dikehendaki dgn hawa nafsunya maka ijma dikatakan tidak maksum ….hehehe ……mana ijma tauhid di bagi tiga ????? mana hadist yang shohih lagi sharih buat tauhid bagi tiga ????? ……..lagaknya ngikutin ulama salafus shaleh mana perkataan mereka tauhid di bagi bagi ????…..
“Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa sebelum mengkafirkan seseorang dengan nyata-nyata syaratnya harus telah ditegakkannya hujjah [sampainya hujjah], dan itu menjadi dasar ucapan-ucapannya dalam sebagian yang telah dihukumi kafir, “Tetapi sebagian manusia yang bodoh [tidak mengetahui] beberaka hukum karena terhalang kebodohannya, maka tidak boleh seseorang menghukumi kafir sehingga tegaknya hujjah [sampainya hujjah] padanya dari arah sampainya risalah kenabian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: (Dan tidaklah kami mengadzab mereka, sehingga kami mengutus kepadanya seorang Rasul) {QS. Al-Isra’: 15} [Majmu’ Fatawa jus 11 hal. 406]”
“Syeikh Hamid bin Nashir bin Ma’mar seorang ulama pendakwah murid dari Muhammad bin Abdul Wahhab berkata, “Semua orang yang sudah sampai kepadanya Al-Qur’an dan dakwah [risalah/diutusnya] Rasul, maka telah ditegakkan hujjah kepadanya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: (…supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya)). {QS. Al-An’am: 19).”
Dan pada hal. 54 Syeikh Ishaq bin Abdurrahman An-Najd berkata, “Dan yang dimaksud: tegaknya hujjah adalah sebab telah diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sampainya Al-Qur’an [kepadanya], siapa saja yang mendengar dakwah Rasulullah dan telah sampainya Al-Qur’an kepadanya, maka telah ditegakkannya hujjah [hukum]. Dan inilah yang dimaksud oleh ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.”
KESIMPULAN, JIKA SALAFI WAHABI SAAT INI MEYAKINI BAHWA KEDUA ORANG TUA NABI MUHAMMAD ADALAH MASIH KAFIR, ITU LEBIH DISEBABKAN OLEH PRASANGKA KEDENGKIAN SEMATA, BUKTINYA PARA ULAMA MEREKA SAJA DENGAN DASAR AYAT-AYAT AL-QUR’AN DI ATAS DALAM PENJELASANNYA TERNYATA “SIAPAPUN ORANG YANG BELUM MENDAPATKAN DAKWAH RASUL DAN SAMPAINYA AL-QUR’AN KEPADANYA TIDAKLAH DIHUKUMI KAFIR.” Wallahu a’lam bish-Shawab.
…….SILAHKAN PROTES AMA SYAIKH ANTUM MAS AJAM ……NASH ASLI PADA http://ummatipress.com/2012/04/03/ayah-bunda-nabi-muhammad-bukan-kafir-seperti-kata-salafy-wahabi/…………………
antum berkata :
KESIMPULAN, JIKA SALAFI WAHABI SAAT INI MEYAKINI BAHWA KEDUA ORANG TUA NABI MUHAMMAD ADALAH MASIH KAFIR, ITU LEBIH DISEBABKAN OLEH PRASANGKA KEDENGKIAN SEMATA, BUKTINYA PARA ULAMA MEREKA SAJA DENGAN DASAR AYAT-AYAT AL-QUR’AN DI ATAS DALAM PENJELASANNYA TERNYATA “SIAPAPUN ORANG YANG BELUM MENDAPATKAN DAKWAH RASUL DAN SAMPAINYA AL-QUR’AN KEPADANYA TIDAKLAH DIHUKUMI KAFIR.” Wallahu a’lam bish-Shawab.
al akh MAMO
yang bilang ayah dan ibu Nabi itu kafir adalah Nabi sendiri. apakah antum mau bilang Nabi melakukan vonis takfir kepada ayah dan ibunya sendiri secara serampangan?
sebelumnya sudah berulang kali ana katakan, kita sama-sama tidak bisa memastikan apakah ayah dan ibu Nabi telah mendengar dakwah syariat Nabi Ibrohim atau belum. kita juga sama-sama tidak bisa memastikan apakah ayah dan ibu Nabi menerima ataukah mendustakan dakwah syariat Nabi Ibrohim.
seandainya tidak ada hadits yang menyebutkan ayah dan ibu Nabi masuk neraka, para ulama ahlus sunnah akan diam dalam perkara ini. mereka tidak meyakini ayah dan ibu nabi sebagai mukmin, dan juga tidak meyakini mereka sebagai musyrik.
akan tetapi, realitanya terdapat hadits shohih dan shorih yang menyebutkan kedua orang tua Nabi adalah penghuni neraka. maka tanpa perlu diusut lagi, apakah mereka sudah mendengar dakwah islam ataukah belum, apakah mereka menerima dakwah islam atau mendustakannya, kita bisa langsung melakukan vonis terhadap mereka dengan dasar hadits-hadits tersebut.
kalau antum menolak pengkafiran terhadap ayah dan ibu Nabi dengan alasan belum bisa dipastikan apakah sudah ditegakkan hujjah atau belum, maka seharusnya antum bersikap sama terhadap ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan yang telah dijamin neraka oleh Nabi. kita juga belum tahu apakah ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan itu sudah mendengar dakwah syariat Nabi Ibrohim atau belum. kita belum tahu apakah mereka menerima ataukah mendustakan dakwah syariat Nabi Ibrohim.
mas Ajam :yang bilang ayah dan ibu Nabi itu kafir adalah Nabi sendiri. apakah antum mau bilang Nabi melakukan vonis takfir kepada ayah dan ibunya sendiri secara serampangan?..
jawab : betul nabi bilang begitu namun antum tau kan bahasa arab nggak sepertti bahasa lainnya ……maksud dan tujuannya belum tentu antun dan Nabi sama mas ajam ….
mas Ajam :kalau antum menolak pengkafiran terhadap ayah dan ibu Nabi dengan alasan belum bisa dipastikan apakah sudah ditegakkan hujjah atau belum, maka seharusnya antum bersikap sama terhadap ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan yang telah dijamin neraka oleh Nabi. kita juga belum tahu apakah ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan itu sudah mendengar dakwah syariat Nabi Ibrohim atau belum. kita belum tahu apakah mereka menerima ataukah mendustakan dakwah syariat Nabi Ibrohim….
jawab :hal ini silahkan antum juga tanyakan pada syaikh antum mas …..
mas Ajam : akan tetapi, realitanya terdapat hadits shohih dan shorih yang menyebutkan kedua orang tua Nabi adalah penghuni neraka. maka tanpa perlu diusut lagi, apakah mereka sudah mendengar dakwah islam ataukah belum, apakah mereka menerima dakwah islam atau mendustakannya, kita bisa langsung melakukan vonis terhadap mereka dengan dasar hadits-hadits tersebut……
Jawab …: kapasitas antum bukan mujtahid muthlak mas jadi dalam hal menterjemahkan hadits perlu diprtanyakan ….ingat antum tidak maksum lho ….
lalu bagaimana hujjah syaikh antum apa antum ingkari juga ???
ANTUM BERKATA : betul nabi bilang begitu namun antum tau kan bahasa arab nggak sepertti bahasa lainnya ……maksud dan tujuannya belum tentu antun dan Nabi sama mas ajam ….
ANA JAWAB : ana memang tidak menguasai bahasa arab, namun ana yakin para ulama yang sudah berulang-ulang ana kutipkan perkataan mereka sangat tahu dan paham, bahkan sangat ahli dalam bahasa arab. tidak perlu antum ragu akan kredibilitas mereka dalam hal ini.
ANTUM BERKATA : kapasitas antum bukan mujtahid muthlak mas jadi dalam hal menterjemahkan hadits perlu diprtanyakan ….ingat antum tidak maksum lho ….
lalu bagaimana hujjah syaikh antum apa antum ingkari juga ???
ANA JAWAB : bukan hanya sekedar tidak punya kapasitas, bahkan ana akui ana ini bodoh. karena itulah ana bersandar pada perkataan ulama. jika mereka telah ijma’, maka perkataan mereka menjadi absolut benar, sekalipun secara individu mereka bukanlah orang-orang yang ma’shum.
mas Ajam :ana memang tidak menguasai bahasa arab, namun ana yakin para ulama yang sudah berulang-ulang ana kutipkan perkataan mereka sangat tahu dan paham, bahkan sangat ahli dalam bahasa arab. tidak perlu antum ragu akan kredibilitas mereka dalam hal ini.
jawab :berikutpun para ulama juga memakai bahasa arab ……ngomong2 ulama kenapa antum tidak memakai madzhab yang 4 mas ijma ulama juga berkata madzhab yang 4 telah disepakati apa karena tidak sesuai selera antum ulamanya ??? he he he
kok mengenai syaikh antum nggak di bahas ???
ulama ahlus sunnah bukan cuma 4 imam madzhab doang. Al Baihaqi, An Nawawi, Ibnul Jauzi dan lain-lain yang sudah ana sebutkan itu juga ulama ahlus sunnah. lagipula, ana sudah menyebutkan perkataan Abu Hanifah.
yang kita bahas adalah kafir atau tidaknya orang tua Nabi, bukan syaikh ana atau syaikhnya salafi/wahabi. kalau mau bahas itu lain kali saja.
masalahnya syaikh antum berpendapat berbeda dgn antum mas Ajam silahkan jangan mengelak ya ….he he he
bedanya gimana? coba kutipkan perkataan Ibnu Taimiyah atau Muhammad bin Abdul Wahab atau Al Albani yang menyatakan bahwa ayah dan ibu Nabi tidak kafir?
mas Ajam paham nggak sih dgn komentar ana di atas ???
hadist yang menyebutkan “Abuka wa abi finar” memiliki makna, bahwa disitu terdapat kata “Wa” bukanlah “wa idhofi” akan tetapi “wa al-Qosam” yang berarti penta’kidan. Sehingga arti yang sebenarnya adalah “ayahmu dan demi ayahku (benar-benar ia) dalam neraka”, di lihat dari kisahnya, bahwa ketika itu ada seseorang yang bertanya kepada Nabi saw, wahai nabi ayahku meninggal apakah ia masuk surga..??jawab nabi “tidak dia didalam neraka” di tanya kedua kalinya “wahai nabi apakah ayahku masuk surga..??” jawab nabi “tidak dia didalam naraka” namun orang tersebut masih belum puas dan kembali bertanya “wahai nabi apa benar ayahku di dalam neraka..??” maka akhirnya Nabi saw memberi penekanan “Abuka wa Abi finar” ayahmu dan demi ayahku ia benar-benar di dalam neraka………kalau nggak paham selesailah diskusi ini mas …….bahasa arab memang indah …..sayang mas Ajam nggak mudeng ………nggak papa mas namun janganlah berdakwah untuk memuaskan hawa nafsu ……..ana akhiri wassalamuallaykum ……
itu penjelasan siapa? Al Baihaqi kah? An Nawawi kah? Ibnul Jauzi kah? atau hawa nafsu antum sendiri?
ana kutipkan sekali lagi perkataan Ibnul Jauzi : وأما عبد الله فإنه مات ورسول الله صلى الله عليه وسلم حمل ولا خلاف أنه مات كافراً، وكذلك آمنة ماتت ولرسول الله صلى الله عليه وسلم ست سنين
”Adapun ’Abdullah, ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam masih berada dalam kandungan, dan ia mati dalam keadaan kafir tanpa ada khilaf. Begitu pula Aminah dimana ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam berusia enam tahun” [Al-Maudlu’aat juz 1 hal. 283].
bagaimana mungkin yang dikafirkan adalah paman dan bibi nabi, padahal telah jelas-jelas beliau menyebut nama ABDULLAH dan AMINAH?
Imam Abu Hanifah berkata : ووالدا رسول الله مات على الكفر
”Dan kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam mati dalam keadaan kafir” (Al-Adillatul-Mu’taqad Abi Haniifah hal. 1)
Abu Hanifah menggunakan kata “waalidar rosuululloh”. masihkah bisa dipalingkan maknanya menjadi paman dan bibi?
“Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa sebelum mengkafirkan seseorang dengan nyata-nyata syaratnya harus telah ditegakkannya hujjah [sampainya hujjah], dan itu menjadi dasar ucapan-ucapannya dalam sebagian yang telah dihukumi kafir, “Tetapi sebagian manusia yang bodoh [tidak mengetahui] beberaka hukum karena terhalang kebodohannya, maka tidak boleh seseorang menghukumi kafir sehingga tegaknya hujjah [sampainya hujjah] padanya dari arah sampainya risalah kenabian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: (Dan tidaklah kami mengadzab mereka, sehingga kami mengutus kepadanya seorang Rasul) {QS. Al-Isra’: 15} [Majmu’ Fatawa jus 11 hal. 406]”
“Syeikh Hamid bin Nashir bin Ma’mar seorang ulama pendakwah murid dari Muhammad bin Abdul Wahhab berkata, “Semua orang yang sudah sampai kepadanya Al-Qur’an dan dakwah [risalah/diutusnya] Rasul, maka telah ditegakkan hujjah kepadanya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: (…supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya)). {QS. Al-An’am: 19).”
Dan pada hal. 54 Syeikh Ishaq bin Abdurrahman An-Najd berkata, “Dan yang dimaksud: tegaknya hujjah adalah sebab telah diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sampainya Al-Qur’an [kepadanya], siapa saja yang mendengar dakwah Rasulullah dan telah sampainya Al-Qur’an kepadanya, maka telah ditegakkannya hujjah [hukum]. Dan inilah yang dimaksud oleh ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.”..
memang kalau nggak ngaji ilmu alat susah juga mas memahami bahasa arab
ana tanya, apakah menurut antum, belum ditegakkan hujjah kepada ayah dan ibu Nabi?
jawab saja secara singkat, SUDAH atau BELUM?
berkata Imam Al Hafidh Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy bahwa hadits riwayat Muslim abii
wa abaaka finnaar (ayahku dan ayahmu di neraka), dan tidak diizinkannya nabi saw untuk
beristighfar bagi ibunya telah MANSUKH dg firman Allah swt : “Dan kami tak akan menyiksa
suatu kaum sebelum kami membangkitkan Rasul” (QS Al Isra 15), rujuk (Masaalikul Hunafa fii
abaway Mustofa hal 68) dan (Addarajul Muniifah fii abaai Musthifa hal 5 yg juga oleh
beliau).
Berkata Al Hafidh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy :
Dikatakan oleh Al Qadhiy Abubakar Al A’raabiy bahwa orang yg mengatakan ayah bunda nabi di
neraka, mereka di Laknat Allah swt, karena Allah swt telah berfirman : “Sungguh mereka yg
menyakiti dan mengganggu Allah dan Nabi Nya mereka dliaknat Allah di dunia dan akhirat, dan
dijanjikan mereka azab yg menghinakan” (QS Al Ahzab 57) maka berkata Qadhiy Abubakar
tiadalah hal yg lebih menyakiti Nabi saw ketika dikatakan ayahnya di neraka, dan sungguh
telah bersabda Nabi saw : “Janganlah kalian menyakiti yg hidup karena sebab yg telah
wafat”.(Masalikul hunafa’ hal 75 li imam suyuti)
adakah satu ucapan Imam Nawawi yg mengatakan bahwa Abdullah bin Abdul Muttalib dan Aminah
adalah musyrik penyembah berhala?
Tidak ada….
Jadi saya bersikap husnudzhon untuk tidak mengatakan kedua orangtua Nabi Saw kafir.
Imam Nawawi mengerti syariah dan tak mau mengotori mulutnya dengan mengkafirkan sembarang
orang, apalagi yg akan dituduh kafir adalah ayah bunda nabi saw.
Tafsir Ibnu Abbas Ra mengenai surah as-Syu’araa 219:
“Dan (Allah melihat) pergerakanmu di antara orang-orang yg sujud” (diriwayatkan oleh at-T
abrani, al-Bazzar, Abu Nuaim, serta dalam tafsir al-Qurtubi dan at-Tabari adalah BAHWA
RASULULLAH SAW BERPINDAH DARI SATU SULBI KE SATU SULBI DI KALANGAN NENEK MOYANG YANG SUJUD
DAN BERIMAN.
Dan hal itu didukung dengan hadist shahih lainnya yang mana Rasulullah Saw membanggakan
nasabnya, dan membanggakan orangtua kandungnya (walid-nya).
Jadi orangtua Rasulullah adalah orang yang masih beriman pd ajaran nabi2 terdahulu, atau
pun mereka masuk ke dalam ahlul fatrah.
Mengatakan bahwa orangtua nabi Saw kafir sama dengan menyakiti hati beliau Saw (seperti yg
saya sebutkan di atas mengenai hadist dari Abu Hurairoh Ra). Dan dalam hadist itu
Rasulullah Saw mengatakan “bagaimana keadaan suatu kaum (seperti anda contohnya) yang
menyakiti aku perihal keluargaku? menyakiti aku sama dengan menyakiti Allah”
Dan menyakiti Rasulullah akan diazab dengan pedih sebagaimana at-Taubah 61, al-Ahzab 57.
Mengapa anda sibuk berghibah mengenai orangtua Nabi Saw?
Jika ada orang kafir yg mengatai Nabi Saw pedhofil, maka saya akan cari bukti2 dari hadist2
shahih lainnya bahwa beliau bukan pedhofil, karena memang ada tokh hadist2 yg mengatakan
bahwa aisyah Ra berumur remaja ketika menikah dengan Nabi Saw, juga dari hadist yg
mengatakan bahwa Rasulullah Saw hanya membolehkan seseorang yg ikut perang badar berusia 15
tahun ke atas, sedangkan pada perang badar Aisyah ikut dalam rombongan.
Jika Rasulullah Saw dicaci maki karena poligaminya, maka saya akan cari bukti2 bahwa beliau
Saw tidak berpoligami karena nafsu….tapi karena ada hikmah di balik itu, untuk persatuan
klan, mendamaikan pihak yg bertikai, dsb. Dan saya akan cari bukti2 bahwa poligami di
kalangan Nabi pun disebutkan di Bible di Kitab Perjanjian Lama (contoh: Nabi Sulaiman
dikatakan memiliki 2000 istri di dalam Bible).
Ini berbeda dengan anda, ketika orang kafir harbi sibuk mencari bukti untuk mengkafirkan
orangtua Nabi Saw, anda justru juga sibuk mencari bukti untuk mengkafirkan orangtua Nabi
Saw. Inilah yg saya sebut dengan tasyabuh.
Apakah tidak ada pekerjaan yg lain ya, selain menyibukkan diri dari meng-ghibah orangtua
Nabi Saw???
Sayyidinna Umar bin Khattab Ra pernah mengancam pegawainya yang menyebut orangtua Nabi Saw
musyrik dengan hukuman potong lidah, potong tangan, potong kaki dan pancung kepalanya.
(at-Tarikh Ibn Asakir)
Jadi anda mengikuti manhaj yg mana dengan menyebarkan isu seperti ini? Sibuk berghibah
mengenai orangtua baginda Rasul Saw.
Jikalau Umar bin Khattab hidup di masa kita, tentulah beliau Ra akan mencari anda untuk
dipotong lidahnya.
Mana akhlak anda terhadap baginda Rasulullah Saw??
mas Ajam kalau antum nanya ke ana spt itu ana jawab wallohu’alam ……namun dapat kita ketahui mas masa fatroh kurang lebih 500 tahun mas ……masa selama itu bisa mungkin sudah bisa juga belum mas disini ana hanya meyakini dgn madzhab ana Imam Syafi’i mas ……demikian …..
kalau boleh ana simpulkan dari jawaban antum yang kurang tegas, antum tidak bisa memastikan apakah ayah dan ibu Nabi sudah mendengar dakwah syariat Nabi Ibrohim atau belum. sama juga dengan ana. begitu pula para ulama, mereka tidak bisa memastikan, karena memang tidak ada satu pun dalil yang shahih dan sharih.
akan tetapi terdapat hadits shahih dan sharih yang menyebutkan ayah dan ibu Nabi berada di neraka. inilah yang menjadi acuan para ulama untuk menghukumi ayah dan ibu Nabi adalah kafir/musyrik.
keadaan ini sama dengan ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan. kita tidak bisa memastikan apakah mereka sudah mendengar dakwah syariat Nabi Ibrohim atau belum, karena memang tidak ada satu pun dalil shahih dan sharih yang menyebutkannya. akan tetapi terdapat hadits shahih dan sharih yang menyebutkan mereka adalah penghuni neraka.
KESIMPULAN
perkataan Ibnu Taimiyah yang antum kutipkan di atas tidak bisa dijadikan sandaran untuk menolak hadits kafirnya ayah dan ibu Nabi, karena tidak ada dalil shahih dan sharih yang menyebutkan bahwa mereka belum mendengar dakwah syariat Nabi Ibrohim.
itu kan kesimpulan antum yang bukan mujtahid muthlak …….dan kesimpulan antum tidak berarti apa2 bagi ana …..he he he maaf silahkan dgn keyakinan antum mas Ajam …
ya sudah…berdiskusi dengan antum memang melelahkan
toh ana punya ijma’ di belakang ana. kalau antum? siapa yang di belakang antum? paling2 cuma ZON, HENDOKO, PRABU, dan BIMA ASY-SYAFI’I
mas Ajam di belakang ana adalah Imam Mujtahid muthlak imam Syafi’i dan Al Qur’an dan dibelakang ana juga selalu berprasangka baik terhadap Alloh dan RosulNya ………kalau antum ijma ulama kan milih2 mana yang selera kalau nggak nggak pakai mas maaf …..
“dan ini teks yang dikutipkan al akh Prabu
Di dalam hadits ini: bahwasanya siapa yang mati dalam kekafiran maka dia di neraka dan tidak memberikan manfaat kepadanya hubungan kekerabatan, dan di dalam hadits juga bahwa siapa yang mati dalam masa fatrah (masa tidak adanya seorang Rasul) akan tetapi dia menyembah berhala maka dia daripada ahli neraka dan inipun tidak berlaku sebelum sampainya dakwah (Islam). Maka sesungguhnya mereka itu (kaum bapak si penanya), telah sampai dakwah Ibrahim kepada mereka dan dakwah nabi-nabi yang lain. Dan sabdanya Saw: (Sesungguhnya bapakku dan bapakmu di neraka) ia daripada bentuk luwesnya pergaulan (Rasulullah) untuk menghibur (si penanya) dengan mengatakan sama-sama tertimpa musibah.]
silakan cek sendiri apa ada perbedaannya”
Saya yang bodoh coba menganalisa kutipan di atas, dan mohon diluruskan :
1. Siapa yang mati dalam masa fatrah, akan tetapi dia MENYEMBAH BERHALA, maka dia ahli neraka.
Dari uraian2 di atas tidak ada yang dapat membuktikan bahwa Bapak-Ibu Nabi MENYEMBAH BERHALA. Malah ada hadits yang menyebut “sulbi dan rahim suci”. Apakah pengertian suci di sini?
2. (Sesungguhnya bapakku dan bapakmu di neraka) ia daripada bentuk luwesnya pergaulan (Rasulullah) untuk menghibur (si penanya) dengan mengatakan sama-sama tertimpa musibah.
Apakah ini yang disebut pengalihan makna zhohir? Yaitu untuk tujuan menghibur? Atau apakah dalam hal ini kita bisa katakan Imam Nawawi menetapkan makna zhohir?
Maaf kalau salah dan mohon diluruskan!
jawaban ana :
1. ana ingin mengajak antum berandai-andai. taruhlah tidak ada hadits tentang ayah dan ibu Nabi di neraka.
memang tidak bisa dipastikan ayah dan ibu Nabi MENYEMBAH BERHALA, namun tidak bisa dipastikan juga mereka TIDAK MENYEMBAH BERHALA. tidak ada dalil shohih dan shorih yang menyebutkan hal itu. hal ini sudah ana bahas berulang-ulang. dalam keadaan seperti ini, sikap kita adalah DIAM.
ingat, itu jika tidak ada hadits-hadits tentang ayah dan ibu Nabi di neraka.
bahkan seandainya ada dalil yang shohih dan shorih yang menyebutkan ayah dan ibu Nabi adalah penyembah berhala, kita tidak bisa memvonis ayah dan ibu Nabi adalah penghuni neraka, karena kita tidak mengetahui bagaimana akhir hidupnya, apakah mereka sudah bertaubat ataukah belum.
jadi seandainya tidak ada hadits-hadits ayah dan ibu Nabi di neraka, sikap kita terhadap masalah ini adalah diam. namun karena telah adalah hadits-hadits ayah dan ibu Nabi di neraka, kita tidak boleh lagi diam. kita harus tunduk dan pasrah dengan dalil tersebut.
2. tidak ada pengalihan dari makna dhohir. dengan sekali baca antum pasti langsung paham, tidak ada pengalihan kata ayah menjadi paman atau yang lain.
“Aku senantiasa berpindah-pindah dari benih yang suci dari satu generasi ke satu generasi yang baik-baik (tidak bercampur) bukan dari benih yang kotor dan jahat” (Riwayat Abu Nu’aim)
Jelas hadist di atas membuktikan kedua orangtua Nabi Saw mukmin.
Belum lagi tafsir dari Ibnu Abbas Ra yang juga mengatakan bahwa Nabi Saw berpindah dari sulbi2 orang yg suci.
Bersambung…
sekali baca saja antum pasti tahu bahwa dalam hadits itu tidak disebutkan kata “mukmin”. kok bisa-bisanya antum bilang “jelas-jelas” pada sesuatu yang tidak jelas???
siapa ulama ahlus sunnah yang berdalil dengan hadits itu untuk menyatakan bahwa kedua orang tua Nabi adalah mukmin? jangan-jangan itu pemahaman antum sendiri, padahal antum tidak punya kredibilitas
apa masih belum ketemu perkataan Asy Syafi’i dan As Suyuthi yang antum janjikan?
============================================================
lalu bagaimana dengan pernyataan Ibnul Jauzi dan Abu Hanifah yang ana kutipkan kemarin? masih belum cukupkah untuk membuka mata dan pikiran antum?
Ibnul Jauzi berkata : وأما عبد الله فإنه مات ورسول الله صلى الله عليه وسلم حمل ولا خلاف أنه مات كافراً، وكذلك آمنة ماتت ولرسول الله صلى الله عليه وسلم ست سنين
”Adapun ’ABDULLAH, ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam masih berada dalam kandungan, dan ia mati dalam keadaan kafir tanpa ada khilaf. Begitu pula AMINAH dimana ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam berusia enam tahun” (Al-Maudlu’aat juz 1 hal. 283)
Abu Hanifah berkata : ووالدا رسول الله مات على الكفر
”Dan kedua orang tua (waalid) Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam mati dalam keadaan kafir” (Al-Adillatul-Mu’taqad Abi Haniifah hal. 1)
Untuk masalah Qarinah, dalam sastra Arab apakah benar Qarinah itu mutlak dibutuhkan? Bukankah yang menjadi rujukan itu adalah gaya bahasa Al-Qur’an?
Kalau mengamati bagaimana al-Qur’an menggunakan kata “abii” untuk ayah angkat nabi Ibrahim As, di situ tidak pakai Qarinah bukan? Tidak ada penjelasan “abii” yg dimaksud ayah angkat atau kandung. Jadi di sini yg ditekankan dalam al-Quran adalah ibrahnya, bukan esensi arti dari kata “abii”-nya.
Jadi jikalau yg dimaksud Imam Nawawi dalam hadist Muslim ternyata bukan ayah kandung, tanpa ada qarinah-nya pun tidak masalah. Kita harus merunut pendapat beliau (Imam Nawawi) melalui guru2nya, apakah gurunya beritiqod orangtua Nabi Saw kafir atau tidak? Apalagi beliau ini belajar secara talaqi pd guru yg sanadnya nyambung hingga baginda Nabi Saw
Kita juga harus mau mendengar bagaimana referensi bahasa yg diketengahkan oleh kang Mamo. Apa yg diketengahkan oleh kang Mamo saya rasa cukup menarik untuk diteliti lebih lanjut…
memang yang kafir adalah ayah kandung Nabi Ibrahim, bukan ayah angkat atau paman.
anggaplah benar bahwa ‘Aazhar adalah paman beliau, bukan ayah kandungnya. akan tetapi seluruh penduduk negeri Nabi Ibrahim adalah musyrik. tidak ada seorang pun yang mengajari Nabi Ibrahim tentang Tauhid. beliau mencari Tuhan seorang diri tanpa ada yang membimbingnya. seandainya ayah beliau adalah mukmin, maka ayah beliaulah yang akan mengajarinya tentang Tauhid.
Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku”, tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: “Saya tidak suka kepada yang tenggelam”. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: “Inilah Tuhanku”. Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat”. Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: “Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar”. Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. (Al An’am 76-78)
selain itu, ketika beliau disiksa oleh Raja Namrud, tidak ada seorang pun yang membela beliau. jika ayah beliau adalah seorang mukmin, niscaya dia akan membela buah hatinya dan membela agama Alloh, meskipun ia harus berhadapan dengan kematian.
============================================================
1. ana tidak melihat dari teks perkataan An Nawawi yang ana kutipkan dan yang antum kutipkan terdapat kata PAMAN. kok bisa-bisanya antum bilang beliau memalingkan kata ayah menjadi paman, sedangkan dalam teks tidak ada.
2. kalaupun toh An Nawawi memalingkan kata ayah menjadi paman, pendapat beliau tidak didukung dengan qorinah apapun, padahal qorinah ini adalah wajib adanya.
3. perkataan An Nawawi yang sama-sama kita kutib berasal dari kitab SYARH SHAHIH MUSLIM. syarh artinya penjelasan. bagaimana mungkin suatu penjelasan masih mempunyai multi tafsir? bagaimana mungkin beliau bisa menjelaskan suatu perkara jika kata-katanya masih mempunyai maksud lain di baliknya?
4. Ibnul Jauzi (lahir 508 H) yang lebih salaf daripada An Nawawi (lahir 631 H) telah mengklaim IJMA’ : ”Adapun ABDULLAH, ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam masih berada dalam kandungan, dan ia mati dalam keadaan kafir tanpa ada khilaf. Begitu pula AMINAH dimana ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam berusia enam tahun” [Al-Maudlu’aat juz 1 hal. 283]
seandainya An Nawawi berpendapat ayah dan ibu Nabi tidak masuk neraka, maka pendapat ini otomatis gugur, karena telah ada ijma’ yang menyatakan ayah dan ibu Nabi masuk neraka.
alhamdulillah perkataan as-Suyuthi sudah ketemu….^_^ nanti saya share…Insya Allah..
Untuk Nabi Ibrahim As, bagaimana jika Nabi Ibrahim As adalah anak yatim sebagaimana Rasulullah Saw? Bapaknya meninggal ketika beliau As masih bayi misalnya…atau masih di dalam kandungan. Sehingga ia diasuh dan dibesarkan oleh pamannya yg bernama Azaar. Ia disayangi Azaar sebagaimana layaknya ayah menyayangi anaknya (sebelum dakwah tauhid Nabi Ibrahim As).
Kalau keadaannya seperti ini, ya nggak mungkin dong ayah kandungnya ngajarin nabi Ibrahim As, lha wong dah meninggal, jadi wajar kalau nabi Ibrahim As nyari-nyari Tuhan sendirian, di komunitas yg mayoritas kafir.
yaaah…kalau nggak
mukmin, ya minimal ahlu fatrah….dan bukan kafir seperti keyakinan anda.
antum tidak bisa memastikan bahwa ayah Nabi Ibrahim sudah wafat sebelum Nabi Ibrahim dewasa dan diutus menjadi Nabi, karena tidak ada dalil yang menyebutkannya.
antum berkata :
yaaah…kalau nggak
mukmin, ya minimal ahlu fatrah….dan bukan kafir seperti keyakinan anda.
berapa kali ana berulang-ulang mengutipkan perkataan para ulama yang mengkafirkan ayah dan ibu Nabi. jangan malas untuk membacanya, karena ana tidak malas untuk mengutipkannya berulang-ulang
kalau ijma ama Al Qur’an bertentangan gimana ya memutuskan ???
Tafsir Ibnu Abbas Ra mengenai surah as-Syua’raa 219 : “dan (Allah melihat) pergerakanmu di antara orang-orang yang sujud”
diriwayatkan oleh at-Tabrani, al-Bazzar, Abu Nuaim serta dalam tafsir Al-Qurtubi dan at-Tabari adalah, bahwa Nabi Saw berpindah dari satu sulbi ke satu sulbi di kalangan nenek moyang yang sujud dan beriman.
dan hal itu didukung dengan hadist shahih lainnya yg mana Rasulullah Saw membanggakan nasabnya, dan membanggakan orangtuanya.
Sedangkan Ibnu Abbas Ra adalah keluarga beliau Saw.
Jadi orangtua Rasulullah Saw adalah orang yg masih beriman pd ajaran nabi2 terdahulu, ataupun mereka masuk ke dalam ahlul fatrah.
sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
;إن الله اصطفاني من ولد إبراهيم إسماعيل واصطفى من ولد إسماعيل كنانة واصطفى من كنانة قريشا واصطفى من قريش بني هاشم واصطفاني من بني هاشم
Sesungguhnya Allah mensucikan daripada anak2 Ibrahim: Ismail, mensucikan daripada anak2 Ismail: Kinanah, mensucikan daripada Kinanah Quraisy, dan mensucikan daripada Quraisy: Bani Hasyim, dan Allah mensucikan aku daripada Bani Hasyim. (Hadits riwayat Muslim)
Jadi nasab Rasulullah Saw itu suci bukan berasal dari kafirin.
Pendapat Imam Suyuthi tentang ziarah Nabi Saw ke makam ibunya:
“ Adapun hadits tersebut maka tidak mesti diambil daripadanya hukum kafir berdasarkan dalil bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga ketika di awal-awal Islam dilarang untuk menyolatkan dan mengistighfarkan orang mukmin yang ada hutangnya tapi belum dilunaskan karena istighfar Nabi shallallahu alaihi wa sallam akan dijawab Allah dengan segera, maka siapa yang diistighfarkan Rasul dibelakang doanya akan sampailah kepada derajat yang mulia di surga, sementara orang yang berhutang itu tertahan pada maqomnya sampai dilunaskan hutangnya sebagaimana yang ada dalam hadits (jiwa setiap mukmin terkatung dengan hutangnya sampai hutangnya itu dilunaskan). Maka seperti itu pulalah ibu Nabi alaiha salam bersamaan dengan posisinya sebagi seorang wanita yang tak pernah menyembah berhala, maka beliaupun tertahan dari surga di dalam barzakh ; karena ada sesuatu yang lain diluar kufur.”[At-Ta’zhim wal Minnah Suyuthi hal 29]
Zaki Ibrahim dalam ‘Ismatun Nabi:
1. Bahwasanya istighfar adalah bagian dari penghapusan dosa, maka ; seseorang tidak akan berdosa selama dakwah Islam belum sampai kepadanya. Maka tidak perlulah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memintakan ampun untuk orang yang belum terhitung telah melakukan dosa dan Allahpun juga tak akan mengiqobnya sebagai dosa. Maka memintakan ampun kepada ibunya, adalah suatu hal yang sia-sia, dan bukanlah daripada sifat para Nabi melakukan suatu hal yang sia-sia.
2. Sesungguhnya ahlul bait Nabi tak akan masuk ke dalam neraka dan ibunya adalah daripada ahlul bait Nabi sebagaimana yang dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dan lainnya dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam: “Aku memohon kepada Allah supaya tidak ada satupun ahlul baitku yang masuk ke dalam neraka, maka Allah mengabulkan permhonanku.” Dan begitupula yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Jarir Ath-Thobari dari Ibnu Abbas tentang penafsiran ayat: wa la saufa yu’tika Rabbuka fa tardha; dan daripada keridhoan Muhammad adalah tidak ada satu daripada ahlul baitnya yang masuk ke dalam neraka. Maka memintakan ampun kepada ibunya dalam kondisi yang seperti ini juga merupakan suatu hal yang sia-sia dan percuma, dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam disucikan Allah dari hal yang percuma dan sia-sia.[‘Ismatun Nabi Zaki Ibrahim hal.96]
Ibunda Nabi Saw termasuk ahlulbait nggak ya kang Ajam?
Mengatakan bahwa orangtua Nabi Saw kafir sama dengan menyakiti hati Nabi Saw (seperti yg saya sebutkan di atas mengenai hadist dari Abu Hurairoh Ra).
Jelas dalam hadist itu dikatakan bahwa menyakiti hati Rasulullah Saw dengan mengatakan beliau anak orang kafir sama dengan menyakiti Allah Swt.
dan tentunya menyakiti Rasulullah Saw akan disiksa dg azab yg pedih sebagaimana at-Taubah 61, al-Ahzab 57.
Sayidinna Umar bin Khatab Ra pernah mengancam pegawainya yg menyebut orangtua Nabi Saw musyrik dengan hukuman potong lidah, dipotong tangan dan kakinya, dan dipancung kepalanya. (at-Tarikh Ibn Asakir)
As Suyuthi sebelumnya telah keliru ketika menyatakan hadits “ayahku dan ayahmu di neraka” itu lemah. bukan tidak mungkin dalam hal ini beliau melakukan kekeliruan lagi. dan memang benar beliau melakukan kekeliruan, karena telah ada ijma’ yang menyatakan kekafiran Aminah sebagaimana yang dikatakan Ibnul Jauzi.
selain itu, hadits “Sesungguhnya aku telah memohon ijin Rabb-ku untuk memintakan ampun ibuku, dan Ia tidak mengijinkanku” dimasukkan oleh para ulama ahli hadits dalam kitabnya dalam bab tentang ziarah ke kubur orang musyrik :
– Imam Muslim memasukkan hadits tersebut dalam kitab shahih beliau pada bab بيان أن من مات على الكفر فهو في النار ولا تناله شفاعة ولا تنفعه قرابة المقربين (Penjelasan bahwasannya siapa saja meninggal dalam kekafiran maka ia berada di neraka dan ia tidak akan memperoleh syafa’at dan tidak bermanfaat baginya hubungan kekerabatan)
– Ibnu Majah memasukkan hadits tersebut dalam kitab sunan beliau pada bab ما جاء في زيارة قبور المشركين (Apa-Apa yang Datang Mengenai Ziyarah ke Kubur Orang-Orang Musyrik)
– An Nasa’i memasukkan hadits tersebut dalam kitab As Sughraa beliau pada bab زيارة قبر المشرك (Ziyarah ke Kubur Orang-Orang Musyrik)
sebagaimana diketahui dalam ilmu hadits bahwa perowi hadits lebih mengetahui makna hadits daripada selainnya, maka bisa dibilang bahwa Imam Muslim, Ibnu Majah, dan An Nasa’i lebih mengetahui tentang hadits yang diriwayatkannya daripada orang lain (dalam hal ini As Suyuthi).
Abdullah dan Aminah memang ahlul bait Nabi, namun ahlul bait bukanlah orang yang ma’shum. bukankah Imam Nawawi dalam penjelasannya berkata : bahwasanya siapa yang mati dalam kekafiran maka dia di neraka dan TIDAK MEMBERIKAN MANFAAT KEPADANYA HUBUNGAN KEKERABATAN.
selain itu, syafa’at kepada ahlul bait dikecualikan untuk Aminah, karena sebagaimana hadits Abu Huroiroh di atas, Nabi meminta ijin Alloh untuk memintakan ampun untuk ibunya nabum tidak diijinkan.
Ini ada artikel bagus hasil copas dari warkopmbahlalar….
Apa yg beliau sampaikan pas dg yg disampaikan guru saya
Ini ada ulasan ttg perkataan Imam Nawawi yg pernah saya tulis di atas…
Panjang, tapi menarik disimak…
Jika Pembaca yang budiman berkenan, mohon kiranya agar risalah yang sederhana ini disebarkan, dengan niat lillahi Ta’ala, untuk mentashih (memperbaiki) kesalahpahaman sebahagian saudara kita terhadap hak-hak dan kehormatan Junjungan kita Nabi Besar Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kita tidak menemukan nash yang shorih daripada Alquran dan Sunnah yang mengatakan bahwa kedua orang tua Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kafir lalu mengapa sebahagian kita sangat memperjuangkan dengan mati-matian bahwa keduanya adalah kafir sehingga buku-bukupun ditulis, artikel-artikelpun disebarkan dan diceramah-ceramahpun ditekankan bahwa Abdullah bin Abdul Muthallib dan Aminah binti Wahhab adalah daripada orang-orang kafir, seolah-olah ini sudah menjadi keyakinan yang wajib diimani oleh setiap muslim. Buang-buang waktu dan tenaga, padahal setahu penulis, tidak ada rukun iman ketujuh yang mengharuskan seorang mukmin mengimani bahwa kedua orang tua Rasulullah Saw adalah kafir. Lebih baik mereka menulis buku-buku tentang bagaimana akhlak dan adab seorang muslim kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebab hemat penulis, sebagian umat Islam saat ini sangat miskin dengan adab kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada melakukan kesyirikan menduakan Allah subhanahu wa ta’ala.
Padahal mereka hanya bermodalkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam;
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ
أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami Affan menceritakan kepada kami Hamad bin Salamah dari Tsabit dari Anas bahwasanya seseorang berkata; “Wahai Rasulullah, dimanakah bapakku?” Rasulullah Saw bersabda; “Di dalam neraka.” Maka ketika orang itu beranjak pergi Rasulpun memanggilnya maka Rasul berkata; “Sesungguhnya bapakku dan bapakmu di dalam neraka.”
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim Radhiyallahu ‘anhu nmr. 347)
Hadits di atas tidak secara langsung menyebutkan bahwa bapak Rasulullah adalah kafir, lalu mengapa mereka begitu terburu-buru hingga berani lancang melompati hadits dengan mengatakan lafazh kafir terhadap kedua orang tua Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, yang mereka sendiripun belum meyakini kekafirannya.
Hadits tersebut hanyalah menceritakan seorang arab badui yang menanyakan status bapaknya yang telah wafat namun belum menyatakan iman, apakah tempatnya di neraka atau di surga?
Kita tidak bisa memahami hadits di atas dengan langsung mengambil zhahirnya begitu saja, tanpa perbandingan dengan nash-nash yang lain dan tanpa analisa serta renungan yang mendalam, sebab jika mengambil zhahirnya saja pasti akan bertentangan dengan firman Allah Ta’ala, (dan ini tidak mungkin terjadi);
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا
“Dan kami tidak akan memberikan adzab sebelum kami mengutus seorang Rasul.” (Al-Isra’: 15)
Pertama sekali marilah kita melihat komentar Imam Nawawi ketika mensyarah hadits di atas;
فِيهِ : أَنَّ مَنْ مَاتَ عَلَى الْكُفْر فَهُوَ فِي النَّار ، وَلَا تَنْفَعهُ قَرَابَة الْمُقَرَّبِينَ ، وَفِيهِ أَنَّ مَنْ مَاتَ فِي الْفَتْرَة عَلَى مَا كَانَتْ عَلَيْهِ الْعَرَب مِنْ عِبَادَة الْأَوْثَان فَهُوَ مِنْ أَهْل النَّار ، وَلَيْسَ هَذَا مُؤَاخَذَة قَبْل بُلُوغ الدَّعْوَة ، فَإِنَّ هَؤُلَاءِ كَانَتْ قَدْ بَلَغَتْهُمْ دَعْوَة إِبْرَاهِيم وَغَيْره مِنْ الْأَنْبِيَاء صَلَوَات اللَّه تَعَالَى وَسَلَامه عَلَيْهِمْ . وَقَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( إِنَّ أَبِي وَأَبَاك فِي النَّار ) هُوَ مِنْ حُسْن الْعِشْرَة لِلتَّسْلِيَةِ بِالِاشْتِرَاكِ فِي الْمُصِيبَة
Di dalam hadits ini: bahwasanya siapa yang mati dalam kekafiran maka dia di neraka dan tidak memberikan manfaat kepadanya hubungan kekerabatan, dan di dalam hadits juga bahwa siapa yang mati dalam masa fatrah (masa tidak adanya seorang Rasul) akan tetapi dia menyembah berhala maka dia daripada ahli neraka dan inipun tidak berlaku sebelum sampainya dakwah (Islam). Maka sesungguhnya mereka itu (kaum bapak si penanya), telah sampai dakwah Ibrahim kepada mereka dan dakwah nabi-nabi yang lain. Dan sabdanya Saw: (Sesungguhnya bapakku dan bapakmu di neraka) ia daripada bentuk luwesnya pergaulan (Rasulullah) untuk menghibur (si penanya) dengan mengatakan sama-sama tertimpa musibah (maksudnya neraka).
Coba perhatikan kalam imam Nawawi di atas dengan teliti;
“…bahwa siapa yang mati dalam masa fatrah akan tetapi dia menyembah berhala maka dia daripada ahli neraka dan ini tidak berlaku sebelum sampainya dakwah (islam)”.
Mafhum mukhalafahnya: bahwa siapa yang mati dalam masa fatrah akan tetapi dia tidak menyembah berhala maka dia bukan daripada ahli neraka.
Berikut penulis lanjutkan dalam bentuk tanya jawab agar lebih mudah dipahami.
Juragan: Dengan hadits di atas, adakah kalian dapat memastikan bahwa Abdullah dan Aminah adalah penyembah berhala?!
W*h*b*: Tentu tidak, bahkan kita tidak punya dalil atau keterangan yang pasti yang menyatakan bahwa keduanya pernah menyembah berhala.
Juragan: Lalu mengapa kalian berani mencap keduanya adalah kafir???
W*h*b*:: Ya, maafkan kami, kami khilaf, terlalu terburu-buru memahami zhahir hadits dan kalam Imam Nawawi di atas. Kalau begitu, lantas hadits masuk neraka itu untuk siapa?
Juragan: Ya untuk bapak si penanya aja dong. Sebagaimana jawaban Rasul yang pertama. Sebab mungkin bapak si penanya itu adalah memang penyembah berhala padahal telah sampai dakwah Ibrahim kepadanya. Adapun Abdullah bapak Rasul, adalah seorang pemuda yang berpegang teguh kepada agama yang hanif, agama Ibrahim, hingga tak pernah sekalipun kita mendengar ada riwayat bahwa beliau pernah sujud kepada berhala. Begitu pula dengan ayahnya Abdullah, Abdul Muthallib dan kakek serta seterusnya leluhurnya ke atas hingga sampai kepada Ibrahim ‘alaihissalam. Mari kita dengar doa-doa Ibrahim ‘alaihissalam atas keturunannya yang insya Allah maqbul.
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأصْنَامَ
“Dan ketika Ibrahim berkata,” Wahai Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman dan jauhkanlah aku dan keturunanku daripada menyembah berhala”(Surat Ibrahim: 35)
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku orang-orang yang mendirikan shalat dan juga daripada keturunanku.”(Surat Ibrahim: 40)
عن ابن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ما ولدنى من سفاح اهل الجاهلية شئ ما ولدنى الا نكاح كنكاح الاسلام
Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sedikitpun aku tidak dilahirkan dari perzinahan orang-orang ahli Jahiliyah dan tidak pula aku dilahirkan kecuali dengan nikah seperti nikahnya Islam.” (Riwayat Imam Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra nmr. 3223)
Dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pasti tahu itu. Makanya pas jawaban pertama tadi, cuman bapak si penanya aja yang masuk neraka, kata Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
W*h*b*: Lalu kenapa yang kedua kalinya Rasul menjawab bapak Rasul juga masuk neraka?
Juragan: Itulah baiknya hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidak ingin si penanya sedih dan kecewa dengan jawabannya. Terlebih si penanya adalah orang pelosok, lemah iman, susah paham dan gampang kembali pada kemurtadan. Takutnya dikasih tau begitu, keluar pula dia dari Islam, eyah khan??! karena terlalu sedih dan kecewa dengan agama barunya. Maka Rasul mensamarkan jawabannya yang kedua dengan mengatakan bapaknya juga masuk dalam neraka. Inilah yang dimaksud dengan tawriyah (menampakkan kalam namun tidak sesuai dengan apa yang ada di hati). Agar jawaban menjadi kabur antara bapak kandung dengan bapak dalam artian paman. Sebab orang Arab menyebut paman (‘ammu) juga dengan bapak (abu). Itulah yang dimaksud Imam Nawawi dalam kalamnya:
هُوَ مِنْ حُسْن الْعِشْرَة لِلتَّسْلِيَةِ بِالِاشْتِرَاكِ فِي الْمُصِيبَة
“…ia daripada bentuk luwesnya pergaulan (Rasulullah) untuk menghibur (si penanya) dengan mengatakan sama-sama tertimpa musibah.”
Coba simak perkataan Imam Suyuthi radhiyallahu ‘anhu: Aku telah menyelami dengan semua bacaan maka aku mendapati bhw semua ibu para Nabi adalah wanita2 yg beriman, maka lebih pastilah lagi ibunya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga wanita yg beriman. (Imam Suyuthi, Abawai Rasulillah fil Jannah hal. 29)
Akhirnyan sebuah prosa dari Juragan…
Wahai kaum yang mengkafirkan Ayah Ibu Rasul Junjungan…
Terpulang kepada engkaulah…
Aku sudah memberikan dalil-dalil yang nyata…
Bahwa Abdullah dan Aminah adalah orang-orang yang beriman
Sementara engkau ragu tentang mereka…
antara kafir dan beriman…
Sungguh engkau berada di pertengahan…
Jika engkau adalah seorang yang adil…
Maka engkau setidaknya mengambil jalan pertengahan…
Tidak mengimankan dan tidak pula mengkafirkan…alias diam…
Jika engkau adalah seorang yang baik…
Maka engkau akan selalu pasang sikap husnuzhon kepada siapapun…
Terlebih kepada ayah ibu Rasul Junjungan
Tetapi jika engkau lebih tetap memilih untuk berjiwa kerdil…
Maka silahkan engkau lanjutkan…di sana-sini akan pengkafiran…
Adapun aku dan semua yang menonton…
Hanya bias terdiam…
Menyaksikan sebuah keluguan orang-orang yang tak berakal…
Yah…jika bandelnya sudah parah sedemikian…
Lebih baik kamu menjadi orang yang tak berakal…
Agar kelak, segala perkataan dan perbuatan…
tidak dimintai pertanggung jawaban…
Wassalam
Disarikan dari kitab Al-Imam Al-Hafizh Al-Mufassir Al-Muhaddits Ash-Shufi Imam Suyuthi radhiyallahu ‘anhu wa ardhahu At-ta’zhim wal Minnah
Fii Anna Abawai Rasulillah fil Jannah cet. Dar Jawami’ Al Kalim Kairo dari halaman 48-54.
Wallahu a’lam bish-shawab…
Al-faqir ila ‘afwi Rabbih
Juragan El-d’roy
ini ana harap mas Ajam jangan malas membaca ya ………..
jawaban ana terhadap komentar panjang di atas sebenarnya sudah ada pada komentar ana terdahulu.
kekeliruan berdalil dengan QS Al Isro’ 15 untuk menolak kekafiran ayah dan ibu Nabi sudah ana terangkan. mohon tidak malas untuk membuka-buka kembali komentar ana tersebut.
antum berkata : Mafhum mukhalafahnya: bahwa siapa yang mati dalam masa fatrah akan tetapi dia tidak menyembah berhala maka dia bukan daripada ahli neraka.
jawab ana : konteks yang dibicarakan oleh Imam An Nawawi adalah ayah Nabi.
siapa yang dimaksud oleh An Nawawi yang mati dalam masa fatrah? tentu saja ayah Nabi.
siapa yang dimaksud oleh An Nawawi yang menyembah berhala? tentu saja ayah Nabi.
siapa yang memiliki kedekatan kekerabatan dengan orang yang mendekatkan diri pada Alloh? tentu saja ayah Nabi.
siapa yang dimaksud oleh An Nawawi yang telah mendengar dakwah syariat Nabi Ibrahim? tentu saja ayah Nabi.
semua yang dibicarakan oleh An Nawawi dalam penjelasannya terhadap hadits “ayahku dan ayahmu di neraka” adalah tentang ayah Nabi.
selain itu, nash hadits “ayahku dan ayahmu di neraka” sifatnya jelas dan manthuq. seandainya An Nawawi mengingkari bahwasanya ayah nabi di neraka, maka semestinya beliau menggunakan kalimat yang manthuq juga, misalnya dengan mengatakan “ayah kandung Nabi, Abdullah, tidak masuk neraka”.
seperti yang ana katakan sebelumnya, bagaimana mungkin An Nawawi bisa menjelaskan sesuatu jika kata-katanya masih mengandung kemungkinan multi tafsir?
Kalau mencermati tulisan kang Ajam, sepertinya kang Ajam menuduh Imam Muslim beritiqod bahwa kedua orangtua kandung Nabi Saw kafir.
Padahal seharusnya kita berbaik sangka kepada Imam Muslim, dikarenakan beliau hanya memakai satu2nya hadist yg diriwayatkan oleh Hammaad. Sehingga hadist Nabi beristighfar atas ibu Nabi Saw ini adalah hadist aahaad.
Jikalau memang Imam Muslim tidak meragukan akan kredibilitas Hammaad, sudah pastilah Imam Muslim memakai banyak hadist dari Hammaad. Tetapi beliau hanya memakai satu saja hadist Hammaad.
Jika Imam Muslim memvonis ibu Nabi Saw musyrik, tentulah ia tidak akan memasukkan hadist itu pada BAB MENZIARAHI MAKAM IBU NABI
Yg jadi pertanyaan saya, mengapa ketika berada pd tangan da’i Wahabi, BAB MENZIARAHI MAKAM IBU NABI berubah menjadi BAB MENZIARAHI MAKAM ORANG MUSYRIK???
Mengapa jadi berubah?? Kalau begini mana yg asli dan mana yg palsu???
Jika Imam Muslim beritiqod orangtuanya Nabi Saw kafir, mengapa pula Imam Muslim memasukkan hadist2 tentang kesucian ahlul bait Nabi. Bahkan didukung dengan nash al-Quran yg mengatakan bahwa Allah hanya ingin membersihkan ahlulbait Nabi Saw sebersih2nya
Ini namanya kontradiksi….
Padahal jelas dikatakan dalam hadist shahih Bukhari dan yg lainnya, bahwa Nabi Saw :
– Berasal dari Nasab yg TERBAIK (bagaimana akan menjadi terbaik jika orangtuanya kafir???)
– Dilahirkan dari nikah yg sah dan bukan zina (bagaimana akan sah jika pernikahan orangtuanya secara kafir? Pernikahan orang kafir tentunya tidak sah di hadapan Allah, kalau tidak sah…dihadapan Allah dihukumi zina tidak???)
Setahu saya, kalau ada mualaf yg sudah menikah, mereka diwajibkan untuk menikah ulang secara Islam, krn dianggap tidak sah pernikahannya yg dilakukan secara kafir. Ini berarti pernikahan orang kafir itu tidak sah scr hukum syariat.
– Berasal dari sulbi dan rahim yg suci
(Jika orangtuanya kafir, bagaimana bisa sulbi dan rahim mereka dikatakan suci?
Karena Allah Swt berfirman :
{ إِنَّمَا المشركون نَجَسٌ } [ التوبة : 28 ]
“ sesungguhnya orang musyrik itu najis”)
– Nabi Saw mengatakan bahwa beliau dilahirkan dari orangtua yg baik, bukan orang jahat.
(jadi alasan apa yg membuat
orangtua Nabi Saw masuk neraka, jahat tidak…kafirpun tidak).
– Nabi Saw bersabda bahwa orangtua beliau Saw dinikahkan secara Islam.
(Ini berarti ayah bunda Nabi Saw bukan kafir/musyrik, tetapi mengikuti kaum ahnaf yg berpegang pd ajaran Nabi Ibrahim As…meskipun mungkin tidak sama persis dg ajaran Nabi Ibrahim As krn rentang waktu jaraknya yg terpaut sangat jauh (3000 tahun), tapi dari hadist di atas diketahui mereka bukanlah orang kafir. Inilah yg disebut ahli fatroh.
Jikalau dikatakan telah sampai dakwah nabi Isa As, maka kita perlu cermati pula…bahwa dakwah nabi Isa As yg sampai pada masa orangtua Nabi Saw pun bukan lagi agama yg murni, krn kitab Injil pd masa itu sudah dimanipulasi oleh org2 Yahudi.
Dan perlu diingat, Nabi Isa As diutus hanya untuk umatnya saja dr kalangan bani Israil. Jadi di luar bani Israil bukan termasuk umat Nabi Isa As. Dan orangtua Nabi Muhammad Saw itu di luar umatnya nabi Isa As, sehingga disebut ahlul fatroh.
Mungkin and belum
pernah membaca hadist mengenai pernikahan orangtua kandung Nabi Saw secara Islam. di hadist tsb Nabi jelas menyebut pernikahan orangtuanya “secara Islam”.
Kalau memang orangtuanya baginda Saw kafir, mengapa baginda Saw sebutkan orangtuanya menikah secara Islam?
Mangga atuh dipikirkeun heula…
Kapan2 saya share hadistnya ^_^
Begitu juga dengan penegasan Imam Nawawi, jika hadist aahaad bertentangan dengan nash2 al-Qur’an, maka wajib memalingkan dari makna dhahirnya.
Jelas hadist aahaad tsb jika kita ambil secara dhahirnya maka akan bertentangan dengan surah2 al-Qur’an yg berkaitan dengan kesucian ahlul
bait Nabi Saw.
Dan jelas Imam Nawawi menulis bahwa hadist “ayahku dan ayahmu di neraka” maksudnya adalah bentuk pergaulan luwes Nabi Saw untuk
menghibur si penanya ( dg cara menyamarkan antara maksud di hati dengan apa yg diucapkan) bahwa kedua2nya sama2 tertimpa musibah.
Untuk Qorinah yg anda dengung2kan…
Jelas master dari Sastra Arab adalah Al-Qur’an. Jika di master-nya saja tidak ada kewajiban memakai Qorinah (bisa dilihat ttg penggunaan kata “ab..” untuk ayah nabi Ibrahim yg ternyata adalah ayah angkatnya-tanpa ada Qorinah) maka mengapa anda mengatakan bahwa Qorinah itu mutlak?
Yang penting di sini adalah ibrah dari cerita Nabi Ibrahim As tsb…
Oleh karenanya untuk
mengetahui maksud si penulis (Imam Nawawi) kita harus membandingkan dengan tulisan2nya yg lain, dan membandingkan dengan perkataan guru2nya Imam Nawawi, karena beliau belajar secara talaqi dengan guru2 yg bersanad.
Perihal hadist Nabi Saw dari Hammaad dimana Nabi Saw dilarang Allah Swt untuk meminta ampunan bagi ibunya. Kan sudah jelas ada ulama ahli tafsir yg saya sebutkan di atas bahwa Allah melarang Nabi Saw melakukan kesia-siaan dengan mendoakan orang yg tidak berdosa.
Jikalau ada riwayat lain yg mengatakan bahwa Nabi Saw kemudian menangis dan mengatakan ibunya berada di neraka, kita jangan langung buru-buru memvonis ibunya Nabi Saw kafir.
Karena bisa jadi itu hanya prasangka Nabi Saw ketika Allah Swt melarang beliau Saw memohon ampun
kpd ibunya. Beliau Saw mengira Allah melarangnya meminta ampun krn ibunya masuk neraka…padahal tidak, bukan alasan itu. Alasannya karena ibunda beliau Saw tidak berdosa….jadi untuk apa meminta ampunan?
Dan tangisan Nabi Saw itu terobati dg surah al-Isra 15 yg mengatakan bahwa ahlul fatroh tidak berdosa (selama tidak menyembah berhala).
Ralat:
Maaf krn saya menuduh
Bab Menziarahi Makam Ibu Nabi yg ditulis Imam Muslim berubahenjadi Bab Menziarahi Makam Orang Musyrik.
Ternyata oleh kang Ajam sudah diralat (saya gak baca ralatnya)…
Maaf ya kang Ajam…peace^_^
apa masalahnya jika hadits itu hanya ahad? apa masalahnya jika hadits itu terdapat perowi bernama Hammad? toh hadits itu terdapat dalam kitab SHAHIH MUSLIM. salah satu dari 2 kitab ensiklopedi hadits yang disepakati sebagai kitab paling shahih setelah Al Qur’an.
mengenai perowi Hammad sudah pernah ana terangkan pula pada pembahasan ini. memang Hammad dikritik meskipun tsiqah, tapi ia berubah hapalannya di akhir hayatnya. sebelum membahas hal ini, perlu kiranya kita mengetahui rantai sanad hadits yang akan kita bahas:
Al-Imaam Muslim rahimahullah berkata : telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah : Telah menceritakan kepada kami ‘Affaan : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Salamah, dari Tsaabit, dari Anas…dst (Diriwayatkan oleh Muslim no. 203)
perhatikan perkataan Al Baihaqi berikut ini.
هو أحد أئمة المسلمين إلا أنه لما كبر ساء حفظه فلذا تركه البخاري وأما مسلم فاجتهد وأخرج من حديثه عن ثابت ما سمع منه قبل تغيره وما سوى حديثه عن ثابت لا يبلغ اثني عشر
“Ia (Hammad bin Salamah) adalah salah seorang imam di antara para imam kaum muslimin. Akan tetapi ketika lanjut usia, hapalannya menjadi buruk. Oleh karena itu Al-Bukhaariy meninggalkannya. ADAPUN MUSLIM, MAKA IA BERIJTIHAD DAN MERIWAYATKAN HADITSNYA DARI TSAABIT YANG DIDENGARNYA SEBELUM BERUBAH HAPALANNYA. ADAPUN SELAIN HADITSNYA DARI TSAABIT, TIDAK SAMPAI BERJUMLAH 12 BUAH YANG IA RIWAYATKAN DALAM SYAWAAHID” [Tahdziibut-Tahdziib, 3/14].
jadi, menurut Imam Muslim, jika Hammad meriwayatkan dari Tsaabit, maka riwayat itu adalah ketika hafalannya belum berubah. adapun jika Hammad meriwayatkan dari selain Tsaabit, maka perlu perincian lebih lanjut.
terlebih lagi, perhatikan perkataan Imam Ahmad berikut :
وقال عبد الله : سمعتُ أَبي يقول : حماد بن سلمة , أثبت الناس في ثابت البناني.
‘Abdullah (bin Ahmad) berkata : Aku mendengar ayahku berkata : “Hammaad bin Salamah, orang yang paling tsabt periwayatannya dalam hadits Tsaabit Al-Bunaaniy” [Al-‘Ilal, no. 1783 & 5189].
وقال ابن هانىء : وسَمِعتُهُ يقول : كان حماد بن سلمة من أثبت أصحاب ثابت .
Ibnu Haani’ berkata : Aku mendengarnya (Ahmad bin Hanbal) berkata : “Hammaad bin Salamah termasuk orang yang paling tsabt di antara ashhaab Tsaabit” [Suaalaat Ibni Haani’, 2/197 no. 2063]
Yahya bin Ma’in juga menguatkan perkataan Imam Ahmad tentang Hammad
من خالف حماد بن سلمة في ثابت فالقول قول حماد، قيل : فسليمان بن المغيرة عن ثابت ؟. قال : سليمان ثبت، وحماد أعلم الناس بثابت
“Barangsiapa menyelisihi Hammaad dalam periwayatan dari Tsaabit, maka perkataan yang dipegang adalah perkataan Hammaad”. Dikatakan : “Riwayat Sulaimaan bin Al-Mughiirah dari Tsaabit ?”. Ibnu Ma’iin berkata : “Sulaimaan itu tsabt (kokoh), namun Hammaad orang yang paling mengetahui tentang riwayat Tsaabit” [Tahdziibul-Kamaal, 7/262].
artinya, jika Hammad meriwayatkan hadits dari Tsaabit, maka itu adalah riwayat yang sangat baik alias SHAHIH
===========================================================
ada 4 orang yang meriwayatkan hadits dari Hammad. mereka adalah ‘Affaan bin Muslim, Muusaa bin Ismaa’iil, Wakii’ bin Al-Jarrah, dan Rauh bin ‘Ubaadah. keempat orang ini semuanya adalah tsiqoh. terkhusus dalam pembahasan kali ini adalah riwayat Hammad dari ‘Affan bin Muslim (cek lagi rantai sanad di atas).
perhatikan perkataan Ibnu Rojab berikut :
قال عبد الله بن أحمد : سمعتُ يحيى بن معين يقول : من أراد أن يكتب حديث حماد بن سلمة، فعليه بعفان بن مسلم
“Telah berkata ‘Abdullah bin Ahmad : Aku mendengar Yahyaa bin Ma’iin berkata : ‘Barangsiapa yang ingin menulis hadits Hammaad, maka wajib baginya berpegang pada ‘Affaan bin Muslim” [Syarh ‘Ilal At-Tirmidziy, 2/707].
jadi, menurut Yahya bin Ma’in, apabila datang riwayat ‘Affan dari Hammad, maka riwayat itu bisa dijadikan pegangan. dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa ‘Affan mengambil riwayat dari Hammad ketika Hammad belum rusak hafalannya, karena tidak mungkin Yahya bin Ma’in akan berpegang pada riwayat ‘Affan dari Hammad ketika Hammad telah rusak hafalannya.
===========================================================
kesimpulannya, hadits riwayat Muslim tentang “ayahku dan ayahmu di neraka” adalah SHAHIH
Ralat:
Maaf, saya pd 2 tulisan sebelumnya kebalik-balik dalam menyampaikan hadist.
Yang benar, hadist yg diriwayatkan Hammaad adalah tentang “ayahku dan ayahmu di neraka”.
Sedangkan hadist Muslim ttg Ziarah Ke Kubur Ibu Nabi, bukanlah hadist dari Hammaad.
Mohon maaf atas kesalahan ini…
————
Lanjutan pembahasan:
Apakah benar Imam Muslim beritiqod ayah ibu nabi Saw di neraka???
Apakah ada satu saja hujjah Imam Muslim yg mengatakan Orangtua baginda Nabi Saw di neraka/kafir secara jelas?
Kalau nggak ada ya jangan buru-buru mengatakan Imam Muslim beritiqod orangtua Nabi Saw kafir.
Mengenai kredibilitas Hammaad yg kang Ajam tulis, saya tidak mengingkarinya…
Tapi apakah Imam Muslim memakainya sebagai hujah beliau/vonis kafirnya orangtua Nabi Saw?
Bagaimana dengan Hammaad sendiri, apakah ada satu saja perkataan Hammaad yg menyebutkan beliau beritiqod ayah Nabi Saw adalah kafir?
Bisa jadi Hammaad sendiri tidak beritiqod seperti itu…
Lha Imam Bukhari saja tidak memakai hadist Hammaad koq…apa anda jamin Imam Bukhori juga beritiqod bahwa orangtua Nabi Saw kafir???
Kalau anda gak bisa jamin Imam Bukhari beritiqod demikian, kenapa anda terus-menerus mengatakan terdapat Ijma Ulama ahli tafsir???
Padahal ulama ahli tafsir saja banyak yg tidak beritiqod demikian.
terus terang, ana belum mendapati perkataan Imam Bukhori dan Imam Muslim tentang kafirnya AYAH nabi. namun khusus untuk Imam Muslim, beliau beri’tiqod tentang kafirnya IBU nabi berdasarkan hadits yang beliau riwayatkan nomer 976. beliau memasukkan hadits ini dalam kitabnya pada bab “PENJELASAN BAHWASANNYA SIAPA SAJA MENINGGAL DALAM KEKAFIRAN MAKA IA BERADA DI NERAKA DAN IA TIDAK AKAN MEMPEROLEH SYAFA’AT DAN TIDAK BERMANFAAT BAGINYA HUBUNGAN KEKERABATAN”.
siapa yang dimaksud Imam Muslim yang meninggal dalam kekafiran? tentu saja IBU Nabi
siapa yang dimaksud Imam Muslim yang berada di neraka? tentu saja IBU Nabi.
siapa yang dimaksud Imam Muslim yang tidak mendapatkan syafa’at? tentu saja IBU Nabi.
siapa yang dimaksud Imam Muslim yang tidak bermanfaat baginya hubungan kekerabatan? tentu saja IBU Nabi.
==========================================================
ANTUM BERKATA : Mengenai kredibilitas Hammaad yg kang Ajam tulis, saya tidak mengingkarinya…
Tapi apakah Imam Muslim memakainya sebagai hujah beliau/vonis kafirnya orangtua Nabi Saw?
ANA JAWAB : seperti yang ana katakan di atas, ana belum mendapatkan perkataan Imam Muslim. yang ada adalah perkataan An Nawawi yang mensyarah kitab Shahih Muslim. telah lalu penjelasan ana tentang hal ini.
============================================================
ANTUM BERKATA : Bagaimana dengan Hammaad sendiri, apakah ada satu saja perkataan Hammaad yg menyebutkan beliau beritiqod ayah Nabi Saw adalah kafir?
Bisa jadi Hammaad sendiri tidak beritiqod seperti itu…
ANA JAWAB :
bisa jadi tidak dan bisa jadi iya. hal itu kita sama-sama tidak bisa memastikannya iya atau tidaknya, jadi tidak perlu dibahas lebih lanjut.
==========================================================
ANTUM BERKATA : Lha Imam Bukhari saja tidak memakai hadist Hammaad koq…apa anda jamin Imam Bukhori juga beritiqod bahwa orangtua Nabi Saw kafir???
ANA JAWAB :
ketidakmauan Imam Bukhori menggunakan hadits Hammad tidak ada hubungannya dengan i’tiqod ayah dan ibu Nabi masuk neraka. hadits yang diriwayatkan dari jalan Hammad itu ada banyak, tidak cuma 1 buah yang sedang kita bahas ini. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim saja ada 12 buah.
==========================================================
ANTUM BERKATA :
Kalau anda gak bisa jamin Imam Bukhari beritiqod demikian, kenapa anda terus-menerus mengatakan terdapat Ijma Ulama ahli tafsir???
ANA JAWAB :
yang mengklaim IJMA’ itu bukan ana, tapi ulama ahlus sunnah. berulang-ulang ana mengutipkannya, masa antum gak melek juga matanya?
Ibnul Jauzi berkata : ”Adapun ABDULLAH, ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam masih berada dalam kandungan, dan ia mati dalam keadaan kafir TANPA ADA KHILAF. Begitu pula AMINAH, dimana ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam berusia enam tahun” [Al-Maudlu’aat juz 1 hal. 283].
kalau antum mau protes, silakan protes sama Ibnul Jauzi saja. jangan protes sama ana.
=========================================================
ANTUM BERKATA :
Padahal ulama ahli tafsir saja banyak yg tidak beritiqod demikian.
ANA JAWAB :
banyak itu siapa? sebutkan siapa saja dan bagaimana perkataannya?
ajam
apa masalahnya jika hadits itu hanya ahad? apa masalahnya jika hadits itu terdapat perowi bernama Hammad? toh hadits itu terdapat dalam kitab SHAHIH MUSLIM. salah satu dari 2 kitab ensiklopedi hadits yang disepakati sebagai kitab paling shahih setelah Al Qur’an.
apa masalahnya jika hadits itu hanya ahad?
jawab
Masalahnya hadist ahad tidak bisa dipakai dalam menentukaN MASALAH AKIDAH, KALOPUN DIA BISA DIPAKE HARUS ADA DALIL DARI AL-QURAN. baca lagi keterangan ulama tentang hadist ahad seperti ditulis teman2 diatas…jangan malas ya…
apa masalahnya jika hadits itu terdapat perowi bernama Hammad?
jawab
ya…masalahlah bro…. hamad hapalannya mulai rusak ketika tua. dan tidak ada yg menjamin hadist yg dibawa hammad bin salamah adalah hadist ketika dia masih muda atau sebelum hapannya rusak.
lihat perkataan antum
Al-Baihaqiy rahimahullah berkata :
هو أحد أئمة المسلمين إلا أنه لما كبر ساء حفظه فلذا تركه البخاري وأما مسلم فاجتهد وأخرج من حديثه عن ثابت ما سمع منه قبل تغيره وما سوى حديثه عن ثابت لا يبلغ اثني عشر
“Ia adalah salah seorang imam di antara para imam kaum muslimin. Akan tetapi ketika lanjut usia, hapalannya menjadi buruk. Oleh karena itu Al-Bukhaariy meninggalkannya. Adapun Muslim, maka ia berijtihad dan meriwayatkan haditsnya dari Tsaabit yang didengarnya sebelum berubah hapalannya. Adapun selain haditsnya dari Tsaabit, tidak sampai berjumlah 12 buah yang ia riwayatkan dalam syawaahid” [Tahdziibut-Tahdziib, 3/14].
perhatikan perkataan albaihaqi : ” Adapun Muslim, maka ia BERIJTIHAD dan meriwayatkan haditsnya dari Tsaabit yang didengarnya sebelum berubah hapalannya.
artinya imam muslim hanya berijtihad dengan ttg hadist dari hammad bi salamah. seharusnya antum tanya kembali …. kenapa imam muslim berijtihad (kalo antum cerdas dan bukan seorang nashibi) ?
jawabannya banyak sekali tapi satu yg pasti imam muslim tidak bertemu dengan hammad bin salamah.
sekarang saya mau tanya keantum : Apa jaminannya imam muslim BENAR DALAM IJTIHADNYA ? antum tdk bakalan bisa jawab dgn logika. kecuali jawaban taqlid buta dan fanatik buta + kebencian antum kepada ahlul bait ?
Apakah antum akan menjawab karena yg meriwayatkannya imam muslim ? dan kitab imam muslim DAN BUKHARI adalah kitab tershahih setelah Al-Quran…….APA ITU YG ANTUM JAWAB ? KALO ITU YG ANTUM JAWAB… SAYA KATAKAN INNALILLAHI WA INNAILAHI ROJIUNL.
bersambung
ajam
toh hadits itu terdapat dalam kitab SHAHIH MUSLIM. salah satu dari 2 kitab ensiklopedi hadits yang disepakati sebagai kitab paling shahih setelah Al Qur’an.
jawab:
Banyak memang doktrin-doktrin yg antum telan mentah-mentah dari salafi wahabi dan hampir semua pengikut ini taqlid buta dengan doktrin-dokrtin palsu yg disodorkan oleh syeikh2 mereka yg menyimpang tersebut. diantara doktrin atau MITOS yg mereka percayai tanpa koreksi adalah :
1. KITAB BUKHARI DAN MUSLIM ADALAH KITAB PALING SHAHIH DIDUNIA SETELAH AL-QURAN
2. SEMUA SAHABAT ADALAH ADIL,JUJUR, PALING TAAT PADA ALLAH DAN RASUL DAN KITA UMAT MUSLIM WAJIB MENDALAMI ISLAM SEBAGAIMAN PAHAM SAHABAT
3. SYEIKH ALBANI ADAL;AH SEORANG MUHADIST BAHKAN SEBAGIAN MEREKA MENDUDUKKAN ORANG “DUNGU” INI SEBAGI IMAM MUHADIST
INSYA ALLAH AKAN SAYA BONGKAR KEDUSTAAN MEREKA ATAS AGAMA. POIN PERPOIN.
1. KITAB BUKHARI DAN MUSLIM ADALAH KITAB PALING SHAHIH DIDUNIA SETELAH AL-QURAN ( baca: salafi-wahabi mengatakan ulama telah sepakat akan hal itu)
berikut akan saya paparkan isi kitab bukhari muslim satu-persatu. tentang cerita mereka dalam kitabnya. Saya akan kemukakan hadist palsu, cerita khurafat atau syirik serta pelecehan mereka kepada para nabi dan rasul, agar mereka membuka mata mereka.
1. FITNAH THD NABI SULAIMAN MENGILIR ISTRINYA S/D 100 ORG DLM SEMALAM
صحيح مسلم ٣١٢٤: و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادٍ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ وَاللَّفْظُ لِابْنِ أَبِي عُمَرَ قَالَا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ هِشَامِ بْنِ حُجَيْرٍ عَنْ طَاوُسٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ نَبِيُّ اللَّهِ لَأَطُوفَنَّ اللَّيْلَةَ عَلَى سَبْعِينَ امْرَأَةً كُلُّهُنَّ تَأْتِي بِغُلَامٍ يُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَقَالَ لَهُ صَاحِبُهُ أَوْ الْمَلَكُ قُلْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ فَلَمْ يَقُلْ وَنَسِيَ فَلَمْ تَأْتِ وَاحِدَةٌ مِنْ نِسَائِهِ إِلَّا وَاحِدَةٌ جَاءَتْ بِشِقِّ غُلَامٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَوْ قَالَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَمْ يَحْنَثْ وَكَانَ دَرَكًا لَهُ فِي حَاجَتِهِ
و حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَهُ أَوْ نَحْوَهُ
Shahih Muslim 3124: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abbad dan Ibnu Abu Umar dan ini adalah lafadz Ibnu Abu Umar, keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Hisyam bin Hujair dari Thawus dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Nabi Allah Sulaiman bin Daud pernah berkata, ‘Sungguh aku akan menggilir tujuh puluh isteriku dalam satu malam, yang nantinya masing-masing mereka akan melahirkan seorang anak laki-laki yang akan berjuang di jalan Allah’, lantas sahabatnya -atau Malaikat- memberi saran, ‘Ucapkanlah ‘Insya Allah’.’ Namun dia lupa mengucapkannya. Ternyata tidak seorang pun dari isterinya yang melahirkan kecuali hanya seorang isteri yang melahirkan seorang anak yang cacat.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seandainya dia mengucapkan ‘Insya Allah’, tentu dia tidak akan melanggar sumpahnya, dan apa yang dihajatkannya akan terkabul.”
dari Abu Az Zannad dari Al A’raj dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti hadits di atas.”
صحيح البخاري ٦٢٢٥: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ هِشَامِ بْنِ حُجَيْرٍ عَنْ طَاوُسٍ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ سُلَيْمَانُ لَأَطُوفَنَّ اللَّيْلَةَ عَلَى تِسْعِينَ امْرَأَةً كُلٌّ تَلِدُ غُلَامًا يُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَقَالَ لَهُ صَاحِبُهُ قَالَ سُفْيَانُ يَعْنِي الْمَلَكَ قُلْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ فَنَسِيَ فَطَافَ بِهِنَّ فَلَمْ تَأْتِ امْرَأَةٌ مِنْهُنَّ بِوَلَدٍ إِلَّا وَاحِدَةٌ بِشِقِّ غُلَامٍ فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ يَرْوِيهِ قَالَ لَوْ قَالَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَمْ يَحْنَثْ وَكَانَ دَرَكًا لَهُ فِي حَاجَتِهِ وَقَالَ مَرَّةً قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ اسْتَثْنَى
وَحَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ مِثْلَ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ
Shahih Bukhari 6225: Telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Hisyam bin Hujair dari Thawus ia mendengar Abu Hurairah menuturkan; ‘Sulaiman berkata; ‘Aku akan menggilir Sembilan puluh Sembilan isteriku semalaman, yang kesemuanya akan melahirkan anak laki-laki yang berperang fii sabiilillah.’ Maka seorang kawannya berujar kepadanya -Sufyan menyatakan bahwa kawannya bernama Malak-; ‘Ucapkan insyaa-allah! ‘ Namun Sulaiman melupakan nasehat ini, sehingga Sulaiman menggilir kesembilan puluh Sembilan isterinya namun tak seorangpun melahirkan anak selain hanya seorang, itupun melahirkan setengah bayi.’ Abu Hurairah mengatakan ketika meriwayatkannya; ‘Kalaulah Sulaiman mengucapkan; insyaa-allah, niscaya tercapailah keinginanya dan terwujud impiannya.’ Sedang pada kesempatan lain Abu Hurairah mengatakan dengan redaksi; Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda: “lau istatsna (Sekiranya Sulaiman mengucapkan insyaa-Allah).” Dan telah menceritakan kepada kami Abu Az Zanad dari Al A’raj semisal hadits Abu Hurairah.
صحيح البخاري ٦١٤٨: حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سُلَيْمَانُ لَأَطُوفَنَّ اللَّيْلَةَ عَلَى تِسْعِينَ امْرَأَةً كُلُّهُنَّ تَأْتِي بِفَارِسٍ يُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَقَالَ لَهُ صَاحِبُهُ قُلْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ فَلَمْ يَقُلْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ فَطَافَ عَلَيْهِنَّ جَمِيعًا فَلَمْ يَحْمِلْ مِنْهُنَّ إِلَّا امْرَأَةٌ وَاحِدَةٌ جَاءَتْ بِشِقِّ رَجُلٍ وَايْمُ الَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ قَالَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فُرْسَانًا أَجْمَعُونَ
Shahih Bukhari 6148: Telah menceritakan kepada kami Abul yaman telah memberitakan kepada kami Syu’aib telah menceritakan kepada kami Abu Az Zanad dari Abdurrahman Al A’raj dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Sulaiman bin dawud pernah mengatakan; ‘Sungguh malam ini aku akan menggilir Sembilan puluh Sembilan isteriku, yang kesemuanya akan melahirkan laki-laki penunggang kuda yang berjihad fi sabilillah.’ Salah satu kawannya berujar; ‘ucapkan insyaa-allah.’ Namun Sulaiman tidak juga mengucapkannya. Akhirnya Sulaiman menggilir mereka semua namun tak satupun pun hamil selain satu isterinya yang melahirkan setengah manusia, demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, kalaulah ia mengucapkan insyaa-allah, niscaya kesemuanya menjadi prajurit yang berjihad fii sabilillah.”
BANTAHANNYA
Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (QS.Shad:30)
bersambung
ANTUM BERKATA :
Jika Imam Muslim beritiqod orangtuanya Nabi Saw kafir, mengapa pula Imam Muslim memasukkan hadist2 tentang kesucian ahlul bait Nabi. Bahkan didukung dengan nash al-Quran yg mengatakan bahwa Allah hanya ingin membersihkan ahlulbait Nabi Saw sebersih2nya
ANA JAWAB :
tidak ada kontradiksi karena hadits tentang kesucian Ahlul Bait itu sifatnya umum, sedangkan hadits tentang masuk neraka ayah dan ibu Nabi sifatnya khusus.
===========================================================
ANTUM BERKATA :
Berasal dari Nasab yg TERBAIK (bagaimana akan menjadi terbaik jika orangtuanya kafir???)
– Dilahirkan dari nikah yg sah dan bukan zina (bagaimana akan sah jika pernikahan orangtuanya secara kafir? Pernikahan orang kafir tentunya tidak sah di hadapan Allah, kalau tidak sah…dihadapan Allah dihukumi zina tidak???)
Setahu saya, kalau ada mualaf yg sudah menikah, mereka diwajibkan untuk menikah ulang secara Islam, krn dianggap tidak sah
ANA JAWAB:
-terbaik dalam hal keduniawian, karena memang Bani Hasyim adalah keluarga terhormat di suku Quroisy. paman-paman Nabi seperti Abu Jahal, Abu Tholib, Hamzah dan lainnya adalah tokoh-tokoh terpandang di antara suku Quroisy.
-pernikahan di masa jahiliyah adalah sah, dan apabila dia masuk islam maka tidak perlu diulang lagi aqod nikahnya. apa dalilnya jika harus diulang? apakah Abu Bakar mengulangi aqod nikahnya? apakah ‘Umar mengulangi aqod nikahnya?
dalam hadits ‘Aisyah yang sangat panjang riwayat Bukhari dan Abu Dawud, pernikahan masa jahiliyah ada 4 macam. yang pertama adalah pernikahan dimana laki-laki mengajukan lamaran kepada keluarga wanita lalu membayar mas kawin lalu menikahinya. setelah Muhammad diutus menjadi Nabi, semua model pernikahan masa jahiliyah dihapuskan, kecuali pernikahan model pertama.
oleh karena itu, seseorang yang di masa jahiliyah menikah dengan pernikahan model pertama tersebut, setelah ia masuk islam tidak perlu mengulangi lagi pernikahannya.
===========================================================
ANTUM BERKATA :
Kalau memang orangtuanya baginda Saw kafir, mengapa baginda Saw sebutkan orangtuanya menikah secara Islam?
Mangga atuh dipikirkeun heula…
ANA JAWAB :
dalam hadits riwayat siapa Rosululloh menyebutkan bahwa orang tuanya menikah secara “islami”? yang benar adalah pernikahan yang seperti pernikahan islami.
===========================================================
ANTUM BERKATA :
Begitu juga dengan penegasan Imam Nawawi, jika hadist aahaad bertentangan dengan nash2 al-Qur’an, maka wajib memalingkan dari makna dhahirnya.
Jelas hadist aahaad tsb jika kita ambil secara dhahirnya maka akan bertentangan dengan surah2 al-Qur’an yg berkaitan dengan kesucian ahlul
ANA JAWAB :
apakah Imam An Nawawi menganggap hadits yang beliau syarh bertentangan dengan Al Qur’an? bukankah anggapan itu hanya berasal dari angan-angan dan khayalan antum belaka?
===========================================================
ANTUM BERKATA :
Jelas master dari Sastra Arab adalah Al-Qur’an. Jika di master-nya saja tidak ada kewajiban memakai Qorinah (bisa dilihat ttg penggunaan kata “ab..” untuk ayah nabi Ibrahim yg ternyata adalah ayah angkatnya-tanpa ada Qorinah) maka mengapa anda mengatakan bahwa Qorinah itu mutlak?
ANA JAWAB :
Al Qur’an menyebutkan : “Dan berkatalah Ibrahim kepada ayahnya, Aazhar…dst”.
dari mana antum tahu bahwa Aazhar itu ternyata paman atau ayah angkat Nabi Ibrahim?
apakah antum akan berkata “ya pokoknya tahu saja” atau akan berkata “saya tahu dari guru saya”? terus guru antum tahunya dari mana?
===========================================================
ANTUM BERKATA :
Perihal hadist Nabi Saw dari Hammaad dimana Nabi Saw dilarang Allah Swt untuk meminta ampunan bagi ibunya. Kan sudah jelas ada ulama ahli tafsir yg saya sebutkan di atas bahwa Allah melarang Nabi Saw melakukan kesia-siaan dengan mendoakan orang yg tidak berdosa.
ANA JAWAB :
bukankah ana juga sudah menjelaskan bahwa Imam Muslim, Ibnu Majah, An Nasa’i memasukkan hadits ini ke dalam kitab mereka dalam bab ziarah ke kubur orang musyrik. sebagaimana dimaklumi dalam ilmu hadits, perowi hadits lebih mengetahui makna hadits yang diriwayatkannya daripada orang lain. maka bisa dikatakan, pendapat Imam Muslim, Ibnu Majah dan An Nasa’i dalam pemahaman terhadap hadits tersebut lebih ROJIH daripada pendapat ulama yang antum sebutkan.
Ibnul Jauzi ketika mensyarah hadits tersebut berkata : “yaitu berdasarkan kenyataan bahwa Aminah bukanlah seorang wanita mukminah.” [Al-Maudlu’aat juz 1 hal. 284]
selain itu, untuk memahami hadits, cara yang paling baik adalah dengan menjamaknya dengan hadits lain, karena siapakah yang paling mengetahui perkataan Nabi, jika bukan Nabi sendiri? di dalam hadits lain disebutkan bahwa ibu Nabi masuk neraka.
===========================================================
ANTUM BERKATA :
Jikalau ada riwayat lain yg mengatakan bahwa Nabi Saw kemudian menangis dan mengatakan ibunya berada di neraka, kita jangan langung buru-buru memvonis ibunya Nabi Saw kafir.
Karena bisa jadi itu hanya prasangka Nabi Saw ketika Allah Swt melarang beliau Saw memohon ampun
kpd ibunya. Beliau Saw mengira Allah melarangnya meminta ampun krn ibunya masuk neraka…padahal tidak, bukan alasan itu. Alasannya karena ibunda beliau Saw tidak berdosa….jadi untuk apa meminta ampunan?
ANA JAWAB :
wow…antum belagak lebih tahu maksud perkataan Nabi dibandingkan Nabi sendiri. bukan Nabi yang berprasangka, namun antumlah yang berprasangka.
sambungan dari pertama hadist bukhari muslim adalah hadist tershahih didunia setelah
FITNAH THD NABI KENCING BERDIRI
صحيح البخاري ٢٢٩١: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ حُذَيْفَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ لَقَدْ أَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُبَاطَةَ قَوْمٍ فَبَالَ قَائِمًا
Shahih Bukhari 2291: Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb dari Syu’bah dari Manshur dari Abu Wa’il dari Hudzaifah radliallahu ‘anhu berkata: “Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ” atau katanya “Sungguh aku pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kencing di tempat pembuangan kotoran sambil berdiri”.
BANTAHAN NABI KENCING BERDIRI
SEBELUMNYA SAYA MAU TANYA BAGAIMANA JIKA IBU KITA DIKHABARKAN KENCING BERDIRI DIDEPAN UMUM ATAU DITEMPAT UMUM ? DAN APA YG ANDA KATAKAN KEPADA ORANG TUA YG KENCING BERDIRI DIDEPAN UMUM ? SEDANGKAN NABI ADALAH CONTOH TAULADAN KITA. SAYA MAU TANYA CONTOH TELADAN APA YG DIAMBIL DARI ORANG YG KENCING BERDIRI DIDEPAN UMUM ?
سنن النسائي ٢٩: أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَ أَنْبَأَنَا شَرِيكٌ عَنْ الْمِقْدَامِ بْنِ شُرَيْحٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
مَنْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَالَ قَائِمًا فَلَا تُصَدِّقُوهُ مَا كَانَ يَبُولُ إِلَّا جَالِسًا
Sunan Nasa’i 29: Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Hujr dia berkata; Telah memberitakan kepada kami Syarik dari Miqdam bin Syuraih dari Ayahnya dari Aisyah dia berkata: “Barangsiapa mengabarkan kepadamu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam buang air kecil sambil berdiri, jangan kamu mempercayainya, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak buang air kecil kecuali sambil duduk.”
سنن الترمذي ١٢: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ أَخْبَرَنَا شَرِيكٌ عَنْ الْمِقْدَامِ بْنِ شُرَيْحٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
مَنْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَبُولُ قَائِمًا فَلَا تُصَدِّقُوهُ مَا كَانَ يَبُولُ إِلَّا قَاعِدًا
قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ عُمَرَ وَبُرَيْدَةَ وَعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ حَسَنَةَ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ عَائِشَةَ أَحْسَنُ شَيْءٍ فِي هَذَا الْبَابِ وَأَصَحُّ وَحَدِيثُ عُمَرَ إِنَّمَا رُوِيَ مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ الْكَرِيمِ بْنِ أَبِي الْمُخَارِقِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ عُمَرَ قَالَ رَآنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أَبُولُ قَائِمًا فَقَالَ يَا عُمَرُ لَا تَبُلْ قَائِمًا فَمَا بُلْتُ قَائِمًا بَعْدُ قَالَ أَبُو عِيسَى وَإِنَّمَا رَفَعَ هَذَا الْحَدِيثَ عَبْدُ الْكَرِيمِ بْنُ أَبِي الْمُخَارِقِ وَهُوَ ضَعِيفٌ عِنْدَ أَهْلِ الْحَدِيثِ ضَعَّفَهُ أَيُّوبُ السَّخْتِيَانِيُّ وَتَكَلَّمَ فِيهِ وَرَوَى عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مَا بُلْتُ قَائِمًا مُنْذُ أَسْلَمْتُ وَهَذَا أَصَحُّ مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ الْكَرِيمِ وَحَدِيثُ بُرَيْدَةَ فِي هَذَا غَيْرُ مَحْفُوظٍ وَمَعْنَى النَّهْيِ عَنْ الْبَوْلِ قَائِمًا عَلَى التَّأْدِيبِ لَا عَلَى التَّحْرِيمِ وَقَدْ رُوِيَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ إِنَّ مِنْ الْجَفَاءِ أَنْ تَبُولَ وَأَنْتَ قَائِمٌ
Sunan Tirmidzi 12: telah menceritakan kepada kami Ali Bin Hujr berkata, telah mengabarkan kepada kami Syarik dari Al Miqdam bin Syuraih dari Bapaknya dari Aisyah ia berkata; ” Barangsiapa menceritakan kepada kalian bahwa Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam buang air kecil dengan berdiri maka janganlah kalian percayai, karena beliau tidaklah buang air kecil kecuali dengan duduk.” Dia berkata; “Dalam bab ini ada juga hadits dari sahabat Umar, Buraidah dan Abdurrahman bin Hasanah.” Abu Isa berkata; “Hadits Aisyah adalah yang paling baik dan paling shahih dalam bab ini, sedangkan hadits Umar diriwayatkan dari hadits Abdul Karim bin Abul Mukhariq, dari Nafi’, dari Ibnu Umar, dari Umar, ia berkata; “Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam pernah melihatku kencing dalam keadaan berdiri, kemudian beliau bersabda: “Wahai Umar, janganlah kamu kencing dengan berdiri, ” maka setelah itu aku tidak pernah lagi kencing dengan berdiri.” Abu Isa berkata; “Hanyasanya yang memarfu’kan hadits ini adalah Abdul Karim bin Abul Mukhariq, dan dia adalah seorang yang lemah menurut para ahli hadits. Abu Ayyub As Sikhtiyani juga telah melemahkan dan memperbincangkannya.” Ubaidullah telah meriwayatkan dari Nafi’, dari Ibnu Umar, ia berkata; Umar Radliaallahu ‘anhu berkata; “Aku tidak pernah kencing dengan berdiri sejak aku masuk Islam.” Dan hadits ini lebih shahih ketimbang hadits Abdul Karim, sedangkan hadits Buraidah dalam bab ini tidaklah mahfudz (terjaga).” Sedangkan makna larangan kencing berdiri adalah berkaitan dengan tatakrama, bukan larangan yang bersifat pengharaman. Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata; “Sesungguhnya termasuk perangai buruk apabila kamu kencing dengan berdiri.”
سنن ابن ماجه ٣٠٥: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ الْفَضْلِ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ حَدَّثَنَا عَدِيُّ بْنُ الْفَضْلِ عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْحَكَمِ عَنْ أَبِي نَضْرَةَ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبُولَ قَائِمًا
سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ يَزِيدَ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ سَمِعْتُ أَحْمَدَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمَخْزُومِيَّ يَقُولُ قَالَ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ فِي حَدِيثِ عَائِشَةَ أَنَا رَأَيْتُهُ يَبُولُ قَاعِدًا قَالَ الرَّجُلُ أَعْلَمُ بِهَذَا مِنْهَا قَالَ أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَكَانَ مِنْ شَأْنِ الْعَرَبِ الْبَوْلُ قَائِمًا أَلَا تَرَاهُ فِي حَدِيثِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ ابْنِ حَسَنَةَ يَقُولُ قَعَدَ يَبُولُ كَمَا تَبُولُ الْمَرْأَةُ
Sunan Ibnu Majah 305: Telah menceritakan kepada kami Yahya Ibnul Fadll berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Amir berkata, telah menceritakan kepada kami ‘Adi Ibnul Fadll dari Ali bin Al Hakam dari Abu Nadlrah dari Jabir bin Abdullah ia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kencing sambil berdiri.” Aku mendengar Muhammad bin Yazid Abu Abdullah berkata; aku mendengar Ahmad bin Abdurrahman Al Mahzumi berkata; Sufyan Ats Tsauri berkata tentang hadits Aisyah, “Aku melihat beliau kencing dengan duduk”, laki-laki itu lebih tahu darinya tentang hal ini. Ahmad bin Abdurrahman berkata; “Kebiasaan orang-orang Arab adalah kencing dengan berdiri. Apakah kamu tidak memperhatikan di dalam hadits Abdurrahman bin Hasanah, dia berkata; “Beliau kencing sebagaimana seorang perempuan kencing.”
Alloh Ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.” (QS al-Ahzaab : 21)
YG KETIGA
HADIST DALAM BUKHORI-KERA BERZINA
صحيح البخاري ٣٥٦٠: حَدَّثَنَا نُعَيْمُ بْنُ حَمَّادٍ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ حُصَيْنٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ قَالَ
رَأَيْتُ فِي الْجَاهِلِيَّةِ قِرْدَةً اجْتَمَعَ عَلَيْهَا قِرَدَةٌ قَدْ زَنَتْ فَرَجَمُوهَا فَرَجَمْتُهَا مَعَهُمْ
Shahih Bukhari 3560: Telah menceritakan kepada kami Nu’aim bin Hammad telah menceritakan kepada kami Husyaim dari Hushain dari ‘Amru bin Maimun berkata; “Aku pernah melihat di zaman jahiliyyah seekor monyet sedang dikerumuni oleh monyet-monyet lainnya. Monyet itu telah berzina lalu monyet-monyet lain merajamnya (melempari dengan batu) dan aku ikut merajamnya bersama mereka”.
KETERANGAN
Hadis Bukhari: Tentang Kera Berzina Yang Dirajam Ramai-ramai Oleh Teman-temannya!!
Imam Bukhari mendongengkan kepada kita sebuah kisah melalui sebuah riwayat (yang tentunya sangat shahih dan dosa ditolak atau ditakwil!!!) tentang perselingkuhan seekor kera dengan lawan jenisnya (tentunya tanpa ada ikatan nikah yang disahkan dengan ijab dan qabul di hadapan penghulu yang tentunya juga dari kalangan kera tapi yang sarjana lulusan fakultas Syari’at).. dan untuk mempertangung jawabkan perbuatannya itu, si kera malang itu dirajam rame-rame oleh sekawanan kera (entah waktu itu Amirul Kera-nya siapa namanya, Imam Bukhari tidak memberitahukan dalam riwayat itu)
A) Apakah dalam masyarakat kera dan binatang sejenisnya ada syari’at? lalu siapa nabinya? apa juga dari bangsa kera ada yang lulus sensor “langit”, atau siapa?
B) Apakah hukuman yang berlaku untuk masyarakt kera jika berzina itu juga Rajam? sama seperti syari’atnya Nabi Muhammad saw.?
C) Apa pembuktian perzinahan itu juga diharuskan ada empat saksi?
D) Dari manakah ‘Amr ibn Maimun tahu bahwa kera itu telah berzina dan kawan-kawannya yang marajamnya itu segadai hukum had? Apakah ‘Amr mengerti bahawa kera? Sekolah di LIPIA, atau fakultas sastra Lughatul Qiradah mana?
Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya pada Kitab Fadhâil ash Shahabah, Bab Fadhâil Sufyân, hadis no 2501 dari jalur Ikrimah ibn Ammar dari Abu Zamîl dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Dahulu kaum Muslimin tidak memandang dan mengajak duduk bersama Abu Sufyan, maka ia berkata kepada Nabi saw., ’Wahai Nabi, tiga perkara aku meminta agar engkau memberikannya kepadaku.’ Nabi saw. menjawab, ’Ya.’ Abu Sufyan berkata, ’Aku punya anak perempuan paling cantiknya wanita-wanita Arab; Ummu Habibah, maukanh aku nikahkan denganmu? Nabi saw. menjawab, ’Ya.’ Abu Sufyan berkata lagi, ’Kedua, Mu’awiyah maukan engkau menjadikan ia penulis/sekretaris pribadimu? Nabi saw. menajwab, ’Ya.’ [14] Abu Sufyan melanjutkan, ’Sudikah engkau menjadikanku penglima pasukanmu untuk memerangi kaum Musyrikin, sebagaiamana dahulu aku memerangi kaum Muslimin? Nabi saw. pun menjawab, ’Ya.’”
Tidak diragukan lagi bahwa hadis di atas termasuk di antara hadis palsu/mawdhû’ yang lolos sensor sehingga masuk dalam koleksi Shahih Muslim. Di antara bukti kepalsuannya adalah bahwa sejarah otentik –semua mengetahuinya, termasuk santri-santri ibitidaiah sekalipun- bahwa Ummu Habibah telah dinikahi Rasululllah saw. sebelum Fathu Mekkah sementara Abu Sufyan masih musyrik. Dan ketika Abu Suyfan mengunjunginya di kota suci Madinah dalam keadaan musyrik, Ummu Habibah menarik tikar yang diduduki ayahnya dengan alasan bahwa ia masih musyrik yang najis.
Adz Dzahabi berkomentar dalam Siyar A’lâm-nya7/137 tentang hadis di atas yang Ikrimah ibn Ammar adalah salah satu perawinya, “Aku (adz Dzahabi) berkata, ’Muslim telah menyebutkan sebuah hadis munkar dalam buku induknya, yaitu yang ia riwayatkan dari Sammâk al Hanafi dari Ibnu Abbas tentang tiga perkara yang diminta Abu Sufyan dari Nabi saw.”
Asy Syafi’i berkata : “Saya belum pernah mengetahui bahwa ulama kaum muslimin berbeda pendapat mengenai bisa diterimanya khabar ahad”.[Ar Risalah, 457]
keempat
[14] (catatan kaki). Maka berdasarkan hadis palsu bermasalah di atas kaum Nawâshib; antek-antek bani Umayyah menyebarklan isu palsu bahwa Mu’awiyah adalah penulis wahyu. Sementara Ibnu Hajar dalam al Ish^abah-nya, adz Dzahabi dalam Siyar A’lam-nya dan ulama lainnya menolak isu palsu tersebut
dicopas dari bloq tetangga sebelah
kita lanjuti :
HADIST BUKHARI . MUSA LARI TELANJANG
صحيح البخاري ٣١٥٢: حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا رَوْحُ بْنُ عُبَادَةَ حَدَّثَنَا عَوْفٌ عَنْ الْحَسَنِ وَمُحَمَّدٍ وَخِلَاسٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مُوسَى كَانَ رَجُلًا حَيِيًّا سِتِّيرًا لَا يُرَى مِنْ جِلْدِهِ شَيْءٌ اسْتِحْيَاءً مِنْهُ فَآذَاهُ مَنْ آذَاهُ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ فَقَالُوا مَا يَسْتَتِرُ هَذَا التَّسَتُّرَ إِلَّا مِنْ عَيْبٍ بِجِلْدِهِ إِمَّا بَرَصٌ وَإِمَّا أُدْرَةٌ وَإِمَّا آفَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ أَرَادَ أَنْ يُبَرِّئَهُ مِمَّا قَالُوا لِمُوسَى فَخَلَا يَوْمًا وَحْدَهُ فَوَضَعَ ثِيَابَهُ عَلَى الْحَجَرِ ثُمَّ اغْتَسَلَ فَلَمَّا فَرَغَ أَقْبَلَ إِلَى ثِيَابِهِ لِيَأْخُذَهَا وَإِنَّ الْحَجَرَ عَدَا بِثَوْبِهِ فَأَخَذَ مُوسَى عَصَاهُ وَطَلَبَ الْحَجَرَ فَجَعَلَ يَقُولُ ثَوْبِي حَجَرُ ثَوْبِي حَجَرُ حَتَّى انْتَهَى إِلَى مَلَإٍ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ فَرَأَوْهُ عُرْيَانًا أَحْسَنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ وَأَبْرَأَهُ مِمَّا يَقُولُونَ وَقَامَ الْحَجَرُ فَأَخَذَ ثَوْبَهُ فَلَبِسَهُ وَطَفِقَ بِالْحَجَرِ ضَرْبًا بِعَصَاهُ فَوَاللَّهِ إِنَّ بِالْحَجَرِ لَنَدَبًا مِنْ أَثَرِ ضَرْبِهِ ثَلَاثًا أَوْ أَرْبَعًا أَوْ خَمْسًا فَذَلِكَ قَوْلُهُ
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ آذَوْا مُوسَى فَبَرَّأَهُ اللَّهُ مِمَّا قَالُوا وَكَانَ عِنْدَ اللَّهِ وَجِيهًا }
Shahih Bukhari 3152: Telah bercerita kepadaku Ishaq bin Ibrahim telah bercerita kepada kami Rauh bin ‘Ubadah telah bercerita kepada kami ‘Auf dari Al Hasan, Muhammad dan Khilas dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Nabi Musa ‘Alaihissalam adalah seorang pemuda yang sangat pemalu dan senantiasa badannya tertutup sehingga tidak ada satu pun dari bagian badannya yang terbuka karena sangat pemalunya. Pada suatu hari ada orang-orang dari Bani Isra’il yang mengolok-oloknya. Mereka berkata; “Sesungguhnya tidaklah dia ini menutupi tubuhnya melainkan karena kulit tubuhnya sangat jelek, bisa jadi karena menderita sakit kusta, bisul atau penyakit-penyakit lainnya”. Sungguh Allah ingin membebaskan Nabi Musa dari apa yang mereka katakan terhadap Musa, sehingga pada suatu hari dia mandi sendirian dengan talanjang dan meletakkan pakaiannya di atas batu. Maka mandilah dia dan ketika telah selesai dia beranjak untuk mengambil pakaiannya namun batu itu telah melarikan pakaiannya. Maka Musa mengambil tongkatnya dan mengejar batu tersebut sambil memanggil-manggil; “Pakaianku, wahai batu. Pakaianku, wahai batu”. Hingga akhirnya dia sampai ke tempat kerumunan para pembesar Bani Isra’il dan mereka melihat Musa dalam keadaan telanjang yang merupakan sebaik-baiknya ciptaan Allah. Dengan kejadian itu Allah membebaskan Musa dari apa yang mereka katakan selama ini. Akhirnya batu itu berhenti lalu Musa mengambil pakaiannya dan memakainya. Kemudian Musa memukuli batu tersebut dengan tongkatnya. Sungguh demi Allah, batu tersebut masih tampak bekas pukulan Musa, tiga, empat atau lima pukulan. Inilah di antara kisah Nabi Musa ‘Alaihissalam seperti difirmankan Allah Ta’ala: (“Wahai orang-orang beriman janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang mengolok-olok (menyakiti) Musa lalu Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan”) (QS al-Ahzab ayat 69).
صحيح مسلم ٤٣٧٣: و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَبِيبٍ الْحَارِثِيُّ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا خَالِدٌ الْحَذَّاءُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَقِيقٍ قَالَ أَنْبَأَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ
كَانَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَام رَجُلًا حَيِيًّا قَالَ فَكَانَ لَا يُرَى مُتَجَرِّدًا قَالَ فَقَالَ بَنُو إِسْرَائِيلَ إِنَّهُ آدَرُ قَالَ فَاغْتَسَلَ عِنْدَ مُوَيْهٍ فَوَضَعَ ثَوْبهُ عَلَى حَجَرٍ فَانْطَلَقَ الْحَجَرُ يَسْعَى وَاتَّبَعَهُ بِعَصَاهُ يَضْرِبُهُ ثَوْبِي حَجَرُ ثَوْبِي حَجَرُ حَتَّى وَقَفَ عَلَى مَلَإٍ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَنَزَلَتْ
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ آذَوْا مُوسَى فَبَرَّأَهُ اللَّهُ مِمَّا قَالُوا وَكَانَ عِنْدَ اللَّهِ وَجِيهًا }
Shahih Muslim 4373: Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Habib Al Harits; Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zura’i; Telah menceritakan kepada kami Khalid Al Hadzdza’ dari ‘Abdillah bin Syaqiq dia berkata; Telah memberitakan kepada kami Abu Hurairah dia berkata; Nabi Musa adalah orang yang pemalu dan tidak pernah terlihat auratnya. Orang-orang bani Israil menuduhnya bahwa terdapat cacat pada auratnya. Abu Hurairah berkata; Pada suatu ketika, Nabi Musa mandi di sebuah sungai. Ia letakkan pakaiannya di atas sebuah batu. Tetapi batu itu hanyut dibawa air. Lalu Musa mengejarnya untuk menggapainya dengan menggunakan tongkat seraya berkata; Pakaianku hanyut terbawa batu! Pakaianku hanyut terbawa batu! Hingga akhirnya dia berhenti di sekelompok orang-orang Bani Israil. Lalu turunlah ayat Al Qur’an yang berbunyi: Hai orang-orang yang beriman, Janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa, maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Sesungguhnya Musa adalah orang yang mempunyai kedudukan yang terhormat dan mulia di sisi Allah. (QS Al Ahzab: 69).
صحيح مسلم ٤٣٧٢: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ قَالَ هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ أَحَادِيثَ مِنْهَا
وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ يَغْتَسِلُونَ عُرَاةً يَنْظُرُ بَعْضُهُمْ إِلَى سَوْأَةِ بَعْضٍ وَكَانَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَام يَغْتَسِلُ وَحْدَهُ فَقَالُوا وَاللَّهِ مَا يَمْنَعُ مُوسَى أَنْ يَغْتَسِلَ مَعَنَا إِلَّا أَنَّهُ آدَرُ قَالَ فَذَهَبَ مَرَّةً يَغْتَسِلُ فَوَضَعَ ثَوْبَهُ عَلَى حَجَرٍ فَفَرَّ الْحَجَرُ بِثَوْبِهِ قَالَ فَجَمَحَ مُوسَى بِأَثَرِهِ يَقُولُ ثَوْبِي حَجَرُ ثَوْبِي حَجَرُ حَتَّى نَظَرَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ إِلَى سَوْأَةِ مُوسَى فَقَالُوا وَاللَّهِ مَا بِمُوسَى مِنْ بَأْسٍ فَقَامَ الْحَجَرُ بَعْدُ حَتَّى نُظِرَ إِلَيْهِ قَالَ فَأَخَذَ ثَوْبَهُ فَطَفِقَ بِالْحَجَرِ ضَرْبًا قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ وَاللَّهِ إِنَّهُ بِالْحَجَرِ نَدَبٌ سِتَّةٌ أَوْ سَبْعَةٌ ضَرْبُ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَام بِالْحَجَرِ
Shahih Muslim 4372: Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Rafi’ Telah menceritakan kepada kami Abdur Razaq Telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dari Hammam bin Munabih dia berkata; ‘Inilah yang telah di ceritakan oleh Abu Hurairah kepada kami dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, -kemudian dia menyebutkan beberapa Hadits yang di antaranya-; dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: “Dahulu orang-orang bani Isra`il mandi dengan telanjang sehingga sebagian dapat melihat aurat sebagaian yang lain, sedangkan Musa ‘Alaihis Salam selalu mandi sendirian, lalu orang-orang berkata; ‘Demi Allah tidaklah ada yang menghalangi Musa untuk mandi bersama kita kecuali karena dia memiliki cacat pada auratnya.'” Rasulullah Bersabda: “Suatu kali Musa pergi untuk mandi, lalu ia meletakkan pakaiannya di atas sebuah batu, namun batu tersebut hanyut membawa pakaiannya, ” Rasulullah Bersabda lagi: “Lalu Musa segera mengejar batu tersebut untuk mengambilnya, ia berkata; ‘Wahai batu kembalikanlah pakaianku, wahai batu kembalikanlah pakaianku.’ Sehingga orang-orang bani Isra`il bisa melihat aurat Musa, lalu mereka berkata; ‘Demi Allah, ternyata pada aurat Musa tidak ada kejanggalan, ‘ kemudian setelah itu batu tersebut bangun sehingga bisa terlihat oleh Musa. Lalu Musa mengambil pakaiannya dan memukul batu tersebut, ” Abu Hurairah berkata; “Demi Allah, pada batu tersebut masih ada bekas pukulan Musa enam atau tujuh tempat.”
note : silahkan antum meluncur keweb 9 kitab imam hadist. antum hanya mencocokan no yg saya berikan dan antum akan temukan. cepat, praktis dan murah.
http://125.164.221.44/hadisonline/hadis9/
KELIMA
HR.muslim HADIST NO – 4375 (musa menampar malaikat maut)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ قَالَ هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ أَحَادِيثَ مِنْهَا وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَاءَ مَلَكُ الْمَوْتِ إِلَى مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَام فَقَالَ لَهُ أَجِبْ رَبَّكَ قَالَ فَلَطَمَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَام عَيْنَ مَلَكِ الْمَوْتِ فَفَقَأَهَا قَالَ فَرَجَعَ الْمَلَكُ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى فَقَالَ إِنَّكَ أَرْسَلْتَنِي إِلَى عَبْدٍ لَكَ لَا يُرِيدُ الْمَوْتَ وَقَدْ فَقَأَ عَيْنِي قَالَ فَرَدَّ اللَّهُ إِلَيْهِ عَيْنَهُ وَقَالَ ارْجِعْ إِلَى عَبْدِي فَقُلْ الْحَيَاةَ تُرِيدُ فَإِنْ كُنْتَ تُرِيدُ الْحَيَاةَ فَضَعْ يَدَكَ عَلَى مَتْنِ ثَوْرٍ فَمَا تَوَارَتْ يَدُكَ مِنْ شَعْرَةٍ فَإِنَّكَ تَعِيشُ بِهَا سَنَةً قَالَ ثُمَّ مَهْ قَالَ ثُمَّ تَمُوتُ قَالَ فَالْآنَ مِنْ قَرِيبٍ رَبِّ أَمِتْنِي مِنْ الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ لَوْ أَنِّي عِنْدَهُ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَانِبِ الطَّرِيقِ عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ قَالَ أَبُو إِسْحَقَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ بِمِثْلِ هَذَا الْحَدِيثِ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rafi’; Telah menceritakan kepada kami ‘Abdur Razzaq; Telah menceritakan kepada kami Ma’mar dari Hamam bin Munabbih dia berkata; ‘Inilah yang telah di ceritakan oleh Abu Hurairah kepada kami dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, -kemudian dia menyebutkan beberapa Hadits yang di antaranya-; dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: “Malaikat maut datang menemui Musa ‘Alaihis Salam, lalu ia berkata kepadanya; ‘Penuhilah panggilan Rabbmu, ‘ Rasulullah Bersabda: “Lalu Musa menampar mata malaikat maut dan mencukilnya, ” Rasulullah Bersabda: “Lalu malaikat maut pulang menemui Allah ‘azza wajalla seraya berkata; ‘Engkau telah mengutusku kepada seorang hamba-Mu yang tidak memenginginkan kematian, dan sungguh ia telah mencukil mataku.'” Rasulullah Bersabda: “Lalu Allah mengembalikan matanya, dan Allah berfirman: ‘Kembalilah kepada hamba-Ku dan katakan kepadanya; ‘Apakah kehidupan yang engkau inginkan? Jika engkau menginginkan kehidupan maka letakkanlah tanganmu di atas bulu sapi, maka setiap bulu yang tertutup oleh tanganmu, dengannya engkau akan mendapatkan tambahan satu tahun.’ Musa berkata; ‘Lalu apa setelah itu? ‘ malaikat maut berkata; ‘Kematian.’ Musa berkata; ‘Maka segerakanlah, ‘ lalu ia berdoa; ‘Ya Allah, dekatkanlah kuburku dengan tanah suci sejauh lemparan batu.'” Abu Hurairah berkata; dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Bersabda: “Jika aku ada di sana sungguh akan aku tunjukkan kepada kalian, yaitu di sisi jalan dekat pasir merah.” Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya; Telah menceritakan kepada kami ‘Abdur Razzaq; Telah mengabarkan kepada kami Ma’mar melalui jalur ini dengan Hadits yang
serupa.
HADIST BUKHARI (MELECEHKAN NABI SAW)
صحيح البخاري ١١٥٣: حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِحْدَى صَلَاتَيْ الْعَشِيِّ قَالَ مُحَمَّدٌ وَأَكْثَرُ ظَنِّي الْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ قَامَ إِلَى خَشَبَةٍ فِي مُقَدَّمِ الْمَسْجِدِ فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَيْهَا وَفِيهِمْ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَهَابَا أَنْ يُكَلِّمَاهُ وَخَرَجَ سَرَعَانُ النَّاسِ فَقَالُوا أَقَصُرَتْ الصَّلَاةُ وَرَجُلٌ يَدْعُوهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذُو الْيَدَيْنِ فَقَالَ أَنَسِيتَ أَمْ قَصُرَتْ فَقَالَ لَمْ أَنْسَ وَلَمْ تُقْصَرْ قَالَ بَلَى قَدْ نَسِيتَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ كَبَّرَ فَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ أَوْ أَطْوَلَ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَكَبَّرَ ثُمَّ وَضَعَ رَأْسَهُ فَكَبَّرَ فَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ أَوْ أَطْوَلَ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ وَكَبَّرَ
Shahih Bukhari 1153 ( kitab jumat bab bertaqbir ketika melakukan sujud sahwi):
Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin ‘Umar telah menceritakan kepada kami Yazid bin Ibrahim dari Muhammad dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shalat bersama kami dalam suatu shalat malam, Berkata Muhammad; Kecenderungan dugaanku adalah shalat ‘Ashar, yaitu sebanyak dua raka’at lalu memberi salam. Setelah itu Beliau mendatangi kayu yang tergeletak di masjid, Beliau berbaring dengan meletakkan kedua tangannya pada kayu tersebut. Diantara mereka yang ikut shalat ada Abu Bakar dan ‘Umar radliallahu ‘anhuma. Namun keduanya sungkan untuk berbicara dengan Beliau lalu keluar mendahului orang banyak. Sementara orang-orang berkata; “Shalat diringkas (qashar) “. Tiba-tiba ada seorang yang dipanggil oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan panggilan Dzul Yadain, dan ia berkata: “Apakah anda lupa atau shalat diqashar?” Beliau berkata: “Aku tidak lupa dan shalat juga tidak diqashar”. Beliau berkata: “Aku tidak lupa dan juga shalat tidak diqashar!”. (Dzul Yadain) berkata: “Benar, sebenarnya anda telah lupa”. Maka Beliau shalat dua raka’at kemudian memberi salam. Kemudian Beliau bertakbir lalu sujud seperti sujudnya (yang biasa) atau lebih lama lagi kemudian mengangkat kepalanya lalu bertakbir lagi kemudian meletakkan kepalanya lalu bertakbir kemudian sujud seperti sujudnya atau lebih lama lagi, kemudian mengangkat kepalanya dan takbir.
MASUK DIAKAL ANDA SEBAGIAN SAHABAT YG JUMLAHNYA MUNGKIN RATUSAN ORANG DALAM SHOLAT JEMAAH TERSEBUT TIDAK LUPA ATAU KHUSU’ TP NABI ALLAH TIDAK KHUSU’
MASUK DALAM NALAR ANDA SAHABAT MELECEHKAN RASULULLAH SAW DIDEPAN SAHABAT2NYA DAN KATANYA …BAHWA UMAR DAN ABU BAKAR YG KERAS THD ORANG YG MELECEHKAN NABI DENGAN BERTERIAK “Shalat diringkas (qashar)” HANYA DIAM ?
DIMANA NILAI KEBENARANNYA RASULULLAH “NGEYEL” (NAUZUBILLAH) SETELAH DIPROTES SHOLAT TELAH DIQASHAR DENGAN BERKATA : ” “Aku tidak lupa dan juga shalat tidak diqashar!”.
LALU DIMANA JIBRIL YG SELALU SIAP BERADA DIDEKAT NABI YG BIASA MEMBERITAHU BELIAU SAW JIKA BELIAU TIDAK TAHU, SEHINGGA TERPAKSA SAHABAT2 BELIAU MELECEHKAN BELIAU SEPERTI ITU ?
APAKAH KAUM NASHIBI AKAN MENGATAKAN ALLAH LUPA MEMERINTAHKAN JIBRIL PADA SAAT ITU ?
Ini saja dulu ttg hadist bukhari muslim yg paling shahih setelah Al-quran yg diimani oleh kaum nashibi tersebut. Makanya tidak heran kita melihat kengototan siajam ini mempertahankan hadist muslim. karena kalo tidak dibela mati-matian pudarlah keshahihannya.
Dan mereka rela membela habis-habisan ttg riwayat bukhari-muslim dengan apa saja.Bahkan rela menghina ahlul bait demi mebela doktrin mereka tentang “MITOS” hadist bukhari muslim adalah hadist tershahih didunia setelah Al-Quran.
Tapi anehnya jika hadist-hadist bukhari-muslim menjungkir balikan keyakinan mereka tentang sahabat (nanti kita akan bahas …ditunggu saja tanggal mainnnya) maka mereka akan mati-matian mendhoifkannya atau mentakwilkannya. SUNGGUH SUATU KAUM YG AMAT MENYEDIHKAN….
Imam Ath-Thobari menyebutkan hadits berikut yang telah ditakhrij oleh Abu Ali bin Syadzan dan juga terdapat dalam Musnad Al-Bazzar dari Ibu Abbas Ra, beliau berkata :
دخل ناس من قريش على صفية بنت عبد المطلب فجعلوا يتفاخرون ويذكرون الجاهلية فقالت صفية منا رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالوا تنبت النخلة أو الشجرة في الأرض الكبا فذكرت ذلك صفية لرسول الله صلى الله عليه وسلم فغضب وأمر بلالا فنادى في الناس فقام على المنبر فقال أيها الناس من أنا قالوا أنت رسول الله قال أنسبوني قالوا محمد بن عبد الله بن عبد المطلب قال فما بال أقوام ينزلون أصلي فو الله إني لأفضلهم أصلا وخيرهم موضعا.
“ Beberapa orang dari Quraisy datang kepada Shofiyyah binti Abdil Muththalib, lalu mereka saling membangga-banggakan diri dan menyebutkan perihal jahiliyyah. Maka Shofiyyah berkata “ Dari kalangan kami lahir Rasulullah Saw “, lalu mereka menjawab “ Kurma atau pohon tumbuh di tempat kotor (lahir dr orangtua jahiliyah)“. Kemudian Shofiyyah mengadukan hal itu kepada Rasulullah Saw, maka Rasulullah Saw marah dan memerintahkan Bilal berseru pada orang-orang untuk berkumpul, lalu Rasulullah Saw berdiri di atas mimbar dan bersabda “ Wahai manusia, siapakah aku ? mereka menjawab “ Engkau adalah utusan Allah. Kemudian Rasulullah bersabda lagi “ Sebutkanlah nasabku ! Mereka menjawab “ Muhammad bin Abdullah bin Abdil Muththalib “, maka Rasulullah Saw bersabda “ Ada apa satu kaum merendahkan nenek moyangku, maka demi Allah sesungguhnya nenek moyangku seutama-utamanya nenenk moyang dan sebaik-baik tempat (kelahiran) “.
Hebat ya anda kang Ajam….ngakunya bermanhaj Salaf tapi kelakuan spt orang jahiliyah yg merendahkan orangtua Nabi Saw.
Jelas-jelas pada hadist di atas dikatakan bahwa nenek moyang Nabi Saw adalah seutama-utamanya nenek moyang….koq ya anda berani banget nyebarin ke sana-sini kalau orangtua Nabi Saw kafir.
Coba kalau Nabi Saw ada di dekat anda, berani nggak bilang kalau beliau anak orang kafir??? Saya rasa pedang Umar bin Khatab akan langsung melayang pada anda….
– Hadits riwayat imam Muslim tersebut masuk kategoeri ihtimal / memungkinkan makna lain.
Jika ada hadits yang memungkinkan banyak makna lainnya, maka tidak bisa dijadikan hujjah terlebih dalam masalah aqidah.
Hadits Muslim tersebut mengandung ihtimal yakni bahwa lafadz Ab (ayah) di situ bermakna ‘Amm (paman) dengan qarinah-qarinah yang ada. Karena sudah maklum dan terkenal dalam bahasa Arab penamaan paman dengan ayah. Yaitu ayah yang mengasuhnya.
Maka ayah yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah ayah asuh Rasulullah Saw yang tidak lain adalah pamannya yaitu Abu Thalib. Sebab Abu Thalib juga hidup saat Rasul Saw diangkat menjadi Rasul Saw dan beliau menolak permintaan Rasul Saw untuk bersyahadat.
Bahkan hal ini sudah masyhur di zaman Nabi Saw bahwa paman beliau Abu Thalib dipanggil Ab (ayah) Nabi Saw oleh orang-orang. Disebutkan dalam beberapa sirah Nabawiyyah :
كانوا يقولون له قل لابنك يرجع عن شتم آلهتنا وقال لهم أبو طالب مرة لما قالوا له أعطنا ابنك نقتله وخذ هذا الولد مكانه أعطيكم ابني تقتلونه وآخذ ابنكم أكفله لكم
“ Orang-orang kafir berkata kepada Abu Thalib “ Katakan pada anakmu agar tidak lagi mencaci tuhan-tuhan kami “, dan suatu hari Abu Thalib berkata pada mereka pada apa yang mereka katakan padanya“Berikan anakmu pada kami agar kami membunuhnya dan ambillah anak ini sebagai gantinya maka aku akan berikan anakku untuk kalian bunuh dan aku mengambil anak kalian untuk aku pelihara “.
Sudah maklum di kalangan mereka atas penamaan Abu Thalib disebut ayah Nabi Saw, karena ia telah mengasuh dan memelihara Nabi Saw.
Bahkan sebagian mufassirin berkata dalam ayat :
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Dan (Ingatlah) di waktu Ibrahim Berkata kepada bapaknya, Aazar, “Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya Aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S Al An`am : 74)
Bahwa yang dmaksud abihi (ayahnya) Nabi Ibrahim yang bernama Aazar adalah pamannya bukan ayahnya.
Mari kita buktikan kebenarannya :
– Imam Mujahid berkata : ليس آزر أبا إبراهيم
“ Azar bukanlah ayah Nabi Ibrahim As “, atsar ini telah ditakhrij oleh Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Al-Mundzir dan Ibnu Abi Hathim dengan sebagian jalan yang shahih.
– Ibnu Al-Mundzir telah mentakhrij dengan sanad yang shahih dari Ibnu Juraij tentang firman Allah Swt :
(وإذ قال إبراهيم لأبيه آزر)
Maka beliau berkomentar :
ليس آزر بابيه إنما هو إبراهيم بن تيرح أو تارح بن شاروخ بن ناحور بن فالخ
“ Azar bukanlah ayah Nabi Ibrahim, sesungguhnya dia adalah Ibrahim bin Tirah atau Tarih bin Syarukh bin Nakhur bin Falikh “.
– Ibnu Abi Hatim mentakhrij dengan sanad yang shahih dari As-Sadi bahwa beliau ditanya “ Ayah Nabi Ibrahim itu Azar, maka beliau menjawab “ bukan tapi Tarih “.
– Dari Muhammad bin Ka’ab Al-Quradzhi bahwasanya beliau berkata “ Terkadang paman dari jalur ayah atau jalur ibu disebut ayah “.
– Imam Fakhru Ar-Razi berkata :
إن آزر لم يكن والد إبراهيم بل كان عمه واحتجوا عليه بوجوه: منها أن آباء الأنبياء ما كانوا كفارا ويدل عليه وجوه: منها قوله تعالى ( الذي يراك حين تقوم وتقلبك في الساجدين قيل معناه أنه كان ينقل نوره من ساجد إلى ساجد وبهذا التقدير فالآية دالة على أن جميع آباء محمد صلى الله عليه وسلم كانوا مسلمين وحينئذ يجب القطع بأن والد إبراهيم ما كان من الكافرين إنما ذاك عمه
“ Sesungguhnya Aazar bukanlah ayah nabi Ibrahim As akan tetapi pamannya. Para ulama berhujjah atas hal ini dengan beberapa arahan, di antaranya; Bahwa datuk-datuk para Nabi bukanlah orang kafir, dengan dalil di antaranta ayat ;( الذي يراك حين تقوم وتقلبك في الساجدين ), dikatakan maknanya adalah bahwasanya cahaya Nabi berpindah-pindah dari sulbi seorang ahli sujud (muslim) ke ahli sujud lainnya. Dengan makna ini, maka ayat tersebut menunjukkan bahwasanya semua datuk nabi Muhammad Saw adalah orang-orang muslim. Maka ketika itu wajib memastikan bahwa ayah nabi Ibrahim bukanlah dari orang kafir melainkan itu adalah pamannya “.
– Nabi Ibrahim As dilarang oleh Allah beristighfar (memintakan ampun) untuk ayahnya. Namun kenapa dalam ayat yang lain justru nabi Ibrahim memintakan ampun untuk kedua orangtuanya setelah wafatnya Aazar ? padahal Allah sudah melarangnya ?
Ibnu Abi Hatim mentakhrij hadits dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abbas Ra beliau berkata :
قال ما زال إبراهيم يستغفر لأبيه حتى مات فلما مات تبين له أنه عدو لله فلم يستغفر له
“ Nabi Ibrahim senantiasa beristighfar, memohon ampun untuk ayahnya hingga wafat, maka ketika ayahnya wafat, nyatalah baginya bahwa ayahnya adalah musuh Allah, sejak itu nabi Ibrahim tidak beristighfar untuknya lagi “.
Ibnu Al-Mundzir dalam kitab tafsirnya membawakan sebuah hadits dengan sanad yang shahih bahwa “ Ketika orang-orang kafir mengumpulkan kayu bakar dan melemparkan nabi Ibrahim ke dalamnya dengan api yang membara, maka berucaplah nabi Ibrahim “ Cukuplah Allah sebagai penolongku. Dan Allah berfirman “ Wahai api jadilah sejuk dan keselamatan bagi Ibrahim “. Maka berkatalah paman nabi Ibrahim “ Karenaku Ibrahim tidak terbakar “. Maka ketika itu Allah mengirim secercik api yang jatuh ke telapak kakinya dan membakarnya hingga tewas “.
عن أبي هُرَيْرَةَ قال زَارَ النبي صلى الله عليه وسلم قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى من حَوْلَهُ فقال اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي في أَنْ أَسْتَغْفِرَ لها فلم يُؤْذَنْ لي وَاسْتَأْذَنْتُهُ في أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لي فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ
Dari Abi Hurairah, berkata : Nabi berziarah ke kubur ibunda Beliau, kemudian Beliau menangis, dan membuat mereka yang ada di sekelilingnya menangis, maka Nabi bersabda “ Aku meminta izin pada tuhanku untuk memohonkan ampun bagi Ibuku akan tetapi tidak dikabulkan, dan aku meminta idzin untuk menziarahinya kemudian aku diidzinkan, maka berziarahlah kalian karena dapat mengingatkan kalian akan kematian” (HR Muslim)
Jawaban :
Hadits tersebut bukan menunjukkan ibunda Nabi Saw ahli neraka sama sekali. Karena hadits tersebut juga bertentangan dengan ayat-ayat fatrah di atas.
Dan tangisan beliau bukan menunjukkan ibundanya ahli neraka atau sebab Allah tidak mengidzinkannya untuk mengistighfarinya. Tapi beliau menangis sebab ibunda beliau termasuk ahli fatrah yang tidak dibebankan kewajiban iman. Sedangkan orang yang tidak dibebankan kewajiban iman tidaklah berdosa sehingga tidak berhak diistighfari. Sama halnya kita tidak mengistighfari benda-benda mati, binatang atau malaikat, sebab semuanya bukanlah mukallaf. Dan istighfar bukan pada tempat yang disyare’atkan adalah ‘abatsun (maen-maen), sedangkan maen-maen dalam hal ibadah dilarang.
Bukti bahwa ibunda nabi Saw bukanlah orang musyrik dan ahli neraka adalah Allah mengidzinkan Nabi Saw untuk menziarahinya. Sedangkan kita tahu bahwa Allah melarang kita berdiri di sisi kuburan orang-orang kafir. Allah Swt berfirman :
ولاتصل على احد منهم مات ابدا ولا تقم على قبره انهم كفروا بالله ورسوله وماتوا وهم فاسقون
“ Dan janganlah kamu mensholati seorang dari mereka yang wafat selama-lamanya, dan janganlah kamu berdiri di sisi kuburnya. Sesungguhnya mereka mengkufuri Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam kedaan fasiq “.
Orang kafir itu jelas mengkufuri Allah dan Rasul-Nya.
Anda katakan jika hadist bertentangan dengan nash Al-Qur’an, maka yg harus diambil kalam Ilahi.
Kalau ibu Nabi Saw itu dikatakan kafir, kenapa Nabi Saw dibolehkan menziarahinya? Padahal jelas nash al-Quran melarang ziarah ke kuburan org kafir
he he he skak matt lagi deeeeh ……..Alhamdulillah terimakasih mas Prabu hujjah2 nya yang tak terbantahkan ….KECUALI KEPADA ORANG2 NGEYEL sebanyak apapun hujjah nggak ada artinya , salah2 cuma hujatan yang kita dapat ……..nyimak lagiii aahhhh…..
Imam Malik ~rahimahullah menasehatkan agar kita menjalankan perkara syariat sekaligus menjalankan tasawuf agar manusia tidak rusak dan menjadi manusia berakhlak baik
Imam Malik ~rahimahullah menyampaikan nasehat (yang artinya) “Dia yang sedang tasawuf tanpa mempelajari fiqih (menjalankan syariat) rusak keimanannya , sementara dia yang belajar fiqih (menjalankan syariat) tanpa mengamalkan Tasawuf rusaklah dia, hanya dia siapa memadukan keduanya terjamin benar“
Begitupula Imam Syafi’i ~rahimahullah menasehatkan kita agar mencapai ke-sholeh-an sebagaimana salaf yang sholeh adalah dengan menjalankan perkara syariat sebagaimana yang mereka sampaikan dalam kitab fiqih sekaligus menjalankan tasawuf untuk mencapai muslim yang baik, muslim yang sholeh, muslim yang berakhlakul karimah atau muslim yang Ihsan
Imam Syafi’i ~rahimahullah menyampaikan nasehat (yang artinya) ,”Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih (menjalani syariat) dan juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya. Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih (menjalani syariat) tapi tidak mau menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelezatan takwa. Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mau mempelajari ilmu fiqih (menjalani syariat), maka bagaimana bisa dia menjadi baik (ihsan)?” [Diwan Al-Imam Asy-Syafi’i, hal. 47]
Sebelum belajar Tasawuf, Imam Ahmad bin Hambal menegaskan kepada putranya, Abdullah ra. “Hai anakku, hendaknya engkau berpijak pada hadits. Anda harus hati-hati bersama orang-orang yang menamakan dirinya kaum Sufi. Karena kadang diantara mereka sangat bodoh dengan agama.” Namun ketika beliau berguru kepada Abu Hamzah al-Baghdady as-Shufy, dan mengenal perilaku kaum Sufi, tiba-tiba dia berkata pada putranya “Hai anakku hendaknya engkau bermajlis dengan para Sufi, karena mereka bisa memberikan tambahan bekal pada kita, melalui ilmu yang banyak, muroqobah, rasa takut kepada Allah, zuhud dan himmah yang luhur (Allah)” Beliau mengatakan, “Aku tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih utama ketimbang kaum Sufi.” Lalu Imam Ahmad ditanya, “Bukanlah mereka sering menikmati sama’ dan ekstase ?” Imam Ahmad menjawab, “Dakwah mereka adalah bergembira bersama Allah dalam setiap saat…”
Imam Nawawi ~rahimahullah berkata : “ Pokok-pokok metode ajaran tasawwuf ada lima : Taqwa kepada Allah di dalam sepi maupun ramai, mengikuti sunnah di dalam ucapan dan perbuatan, berpaling dari makhluk di dalam penghadapan maupun saat mundur, ridha kepada Allah dari pemberian-Nya baik sedikit ataupun banyak dan selalu kembali pada Allah saat suka maupun duka “. (Risalah Al-Maqoshid fit Tauhid wal Ibadah wa Ushulut Tasawwuf halaman : 20, Imam Nawawi…..
PERTANYAANYA KENAPA PARA WAHABI SALAFI NGGAK MENGIKUTI FATWA ULAMA INI YAA ??? KOK HANYA YANG SESUKA HATI NYA SAJA YANG DIIKUTIN YA ….KREDIBILITAS ULAMA MADZHAB INI JELAS DERAJATNYA JELAS ……….
Alhamdulillah kita dapat ilmu. Sebagai orang awam, saya sepertinya tidak melihat ada kontradiksi antara Qur’an dan Hadits Muslim di atas. Cuma mungkin masalah “pemahaman” tentang hadits tersebut yang membuat jadi kontradiksi. Kalau saya baca penjelasan Imam Nawawi, sepertinya beliau memalingkan makna zhahir … seperti dengan kata-kata “sebagai bentuk keluwesan pergaulan Nabi untuk tujuan menghibur si penanya”. Itu diperkuat dengan penjelasan Imam Suyuthi. Tentu Imam Suyuthi lebih mengetahui yang dimaksud Imam Nawawi, karena mengikuti jalur dan sanad keguruan Imam Nawawi. Mohon maaf kalau salah
berkali-kali ana baca dari awal sampai akhir balik lagi ke awal ke akhir lagi, tidak ana temukan kata PAMAN yang terselip di antara kata-kata penjelasan Imam An Nawawi.
kata PAMAN itu hanya muncul dari bualan dan khayalan belaka.
tapi anda temukan kan penjelasan Imam Nawawi ttg hadist ahaad dan tentang pendapat beliau yg menyatakan bahwa hadist Muslim ttg “ayahku dan ayahmu di neraka” adalah bentuk luwes pergaulan Nabi Saw bahwa ayahnya sama2 tertimpa musibah (dengan maksud menyamarkan yg dihati beliau Saw).
Harusnya anda pertimbangkan juga dong perkataan Imam Nawawi yg lainnya…jangan cuma ambil sepotong lalu disimpulkan berdasarkan dhohirnya.
ITU KARENA ANTUM TIDAK PAHAM BAHASA ARAB. MAKANYA SAMPAI MATIPUN ANTUM TIDAK KETEMU. CARA GAMPANGNYA ANTUM TANYA KESYEIKH ANTUM YG DI ARAB SUADI ITU KATA ABI ATAU ABAKA ITU MEMILIKI ARTI APA SAJA !!!
Saya kasih tahu keantum contoh bahasa arab yg mempunyai banyak arti yaitu kata ” alaqoh” . jika antum buka kamus bahasa arab maka artinya banyak yaitu : segumpal darah, sesuatu yg lengket, mirip lintah.
nah kata2 ini dipahami oleh sebagian orang arab yg mengerti tata bahasa Al-Quran. kapan dia bisa digunakan. PAHAM ANTUM.
MAKANYA PERLU GURU YG BERSANAD. JADI KETIKA ANDA MENEMUKAN SESUATU (KATA ARAB ) YG KAU TIDAK PAHAM TINGGAL TANYA. BUKAN MEMAKSAKAN DIRI BERDASARKAN PEMAHAMAN ANTUM YG DANGKAL ITU
alhamdulilah mas Bima ………ada tambahan dari ustad AI
sungguh Rasulullah telah membanggakan nasab beliau, beliau juga telah membanggakan kakek beliau, juga membanggakan ibu-bapak beliau. akankah beliau membangga-banggakan orang kafir?
“Aku Muhammad bin Abdillah bin Abdulmuttalib, bin Hasyim, bin Abdumanaf, bin Qushay, bin Kilaab, bin Murrah, bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihir bin Malik bin Nadhar bin Kinaanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudharr bin Nizaar, tiadalah terpisah manusia menjadi dua kelompok (nasab) kecuali aku berada diantara yang terbaik dari keduanya, maka aku lahir dari ayah ibuku dan tidaklah aku terkenai oleh ajaran jahiliyah, dan aku terlahirkan dari nikah (yang sah), tidaklah aku dilahirkan dari orang jahat sejak Adam sampai berakhir pada ayah dan ibuku, maka aku adalah pemilik nasab yang terbaik diantara kalian, dan sebaik baik ayah nasab”. (dikeluarkan oleh Imam Baihaqi dalam dalail Nubuwwah dan Imam Hakim dari Anas ra).
perhatikanlah bahwa Nabi tidak mempunyai garis nasab dari orang jahat. apa maksudnya “jahat”? zina itu jahat, mencuri itu jahat, kafir itu jahat, menyembah berhala itu jahat. dan orangtua Rasulullah terlepas dari semua kejahatan yg nyata itu. .
Gini ajah biar deal….gunakan perbandingan, lebih banyak yang mana dan akan ktemu substansinya , baik dari para ulamaa dan antara dalil yang rasul saw mengatakan ibunda kafir atau dalil Rasul saw memuji nasabnya…..
Seperti Jibril membelah dada beliau saw……
Al Akh Prabu…kesalahan sejak awal antum adalah dalam beristimbat. Ayat-ayat Al Qur’an dan Al Hadits yang TIDAK DIJADIKAN DALIL oleh para ulama dalam mengingkari kekafiran ayah dan ibu Nabi atau ayah dan ibu Nabi masuk neraka, namun antum menggunakannya. Nash tidak pernah salah, namun antum lah yang salah dalam beristimbat.
Mengenai hadits Ibnu Abbas yang antum kutipkan di atas, bagaimana Imam At Thobari memahaminya? Adakah perkataan beliau yang menjadikan hadits itu sebagai dalil untuk mengingkari kafirnya ayah dan ibu Nabi? Tidak ada kan? Justru ana malah mendapatkan perkataan beliau yang lebih jelas, gamblang, dan tegas tanpa perlu antum rekayasa.
Beliau berkata dalam tafsir beliau QS Al Baqoroh 119 : ”Semua ini berdasar atas keyakinan dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bahwa orang-orang musyrik itu akan masuk Neraka Jahim dan kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam termasuk bagian dari mereka”.
Mengenai makna kata ”abun” dalam hadits riwayat Muslim, ana berkali-kali meminta qorinah yang diminta, namun sampai saat ini antum tidak bisa mendatangkannya.
Kata ”abun” yang dipakai oleh Nabi Ibrahim untuk memanggil Azar dimaknai dengan panggilan kepada paman terdapat qorinah yang sudah antum sebutkan dari Mujahid, Ibnu Mundzir dan lain-lain. Seandainya tidak ada keterangan dari para imam (itu pun jika shahih), maka kata ”ayah” tetap bermakna ayah kandung.
Sedangkan panggilan ”ayah” yang bermakna paman untuk Abu Tholib juga terdapat qorinah, yakni karena telah diketahuinya nama ayah kandung Nabi adalah Abdullah. Seandainya tidak diketahui nama ayah kandung beliau adalah Abdullah, maka kata ”ayah” yang dipakai Nabi untuk memanggil Abu Tholib harus tetap dibawa pada makna ayah kandung.
Nah, apakah qorinah seperti ini ada dalam hadits riwayat Muslim di atas?
ANTUM BERKATA :
Hadits tersebut bukan menunjukkan ibunda Nabi Saw ahli neraka sama sekali. Karena hadits tersebut juga bertentangan dengan ayat-ayat fatrah di atas.
ANA JAWAB :
1. Tidak ada hadits shahih yang bertentangan dengan Al Qur’an maupun hadits shahih lainnya. Anggapan seperti ini merupakan kebiasaan Jahmiyah dan Mu’tazilah.
2. Ayat-ayat yang antum sebutkan tidak dijadikan dalil oleh para ulama ahlus sunnah untuk menghukumi ibu Nabi adalah mukminah. Terbukti antum tidak bisa mendatangkan perkataan mereka yang menyatakan “ayah dan ibu nabi tidak kafir” atau “ayah dan ibu Nabi tidak masuk neraka”.
3. Perowi hadits tersebut, yakni Imam Muslim, Ibnu Majah, dan An Nasa’I yang lebih mengetahui syarh hadits yang diriwayatkannya daripada orang lain menjadikannya sebagai I’tiqod kafirnya ibu Nabi.
4. Telah didiukung dengan klaim Ijma’ kafirnya ibu Nabi dari Ibnul Jauzi dan ‘Ali Al Qorii.
Kecuali perkataan As Suyuthi, tidak ada ulama ahlus sunnah yang antum jadikan sandaran untuk mengingkari ayah dan ibu Nabi kafir, atau ayah dan ibu nabi masuk neraka.
– Tidak ada ulama yang berdalil dengan QS Al Isro 15 untuk mengingkari ayah dan ibu Nabi kafir, atau ayah dan ibu nabi masuk neraka.
– Tidak ada ulama yang berdalil dengan hadits ”sebaik-baik nasab” untuk mengingkari ayah dan ibu Nabi kafir, atau ayah dan ibu nabi masuk neraka.
– Tidak ada ulama yang berdalil dengan hadits ”ahli fatrah” untuk mengingkari ayah dan ibu Nabi kafir, atau ayah dan ibu nabi masuk neraka.
– Tidak ada ulama yang berdalil dengan hadits ”sulbi laki-laki suci dan rahim wanita suci” untuk mengingkari ayah dan ibu Nabi kafir, atau ayah dan ibu nabi masuk neraka.
As Suyuthi lahir tahun 849 H, sedangkan klaim ijma’ telah dikeluarkan Ibnul Jauzi yang lahir 508 H. Klaim ijma’ Ibnul Jauzi tentu saja dengan melihat pendapat-pendapat para ulama yang hidup di zaman sebelum beliau sampai pada zaman beliau.
Seandainya saja As Suyuthi lahir sebelum Ibnul Jauzi, niscaya Ibnul Jauzi akan mengetahui pendapat As Suyuthi yang berbeda dengannya dan beliau tidak akan mengeluarkan klaim adanya ijma’.
Namun yang terjadi adalah Ibnul Jauzi yang lebih dulu lahir dari As Suyuthi telah mengklaim ijma’ akan kafirnya ayah dan ibu Nabi. Tidak ada ulama yang sezaman dengan Ibnul jauzi yang membantah klaim ini. Adapun jika setelah itu ada bantahan dari ulama ahlus sunnah yang lain, maka bantahan itu tidak dianggap dan otomatis gugur.
-Imam Qurtubi mengatakan bahwa orangtua Nabi Saw tidak kafir
Imam Alusi dalam tafsir Ruhul Ma`ani ketika berbicara mengenai ayat tersebut berkata :
واستدل بالآية على إيمان أبويه صلى الله تعالى عليه وسلم كما ذهب اليه كثير من أجلة أهل السنة وأنا أخشى الكفر على من يقول فيهما رضي الله تعالى عنهما
“ Aku menjadikan ayat ini sebagai dalil atas keimanan kedua orang tua Nabi sebagaimana yang dinyatakan oleh banyak daripada tokoh-tokoh ahlus sunnah. Dan aku khawatir kufurnya orang yang mengatakan kekafiran keduanya, semoga Allah meridhai kedua orang tua Nabi…”
Imam Malik menolak hadist ahaad yg bertolak belakang dengan amalan penduduk madinah. (adakah faedah beritiqod orangtua Nabi Saw kafir???)
Mohon bantuan bagi saudara2 sekalian, untuk mencari riwayat Ibnu al-Jauzi, apakah ia masuk sanad Imam Nawawi, atau tidak. Krn saya pernah baca ttg Ibnu Jauzi yg beritiqod Allah memiliki bentuk. Entah ini Ibnu Jauzi yg dimaksud atau bukan. Tapi jika orangnya sama berarti bukan termasuk ahlusunnah versi Madzhab Syafi’i
nasab Nabi Muhammad, yaitu Bani Hasyim memang yang terbaik dan termulia di kalangan suku Quroisy. akan tetapi beliau sendiri pernah bersabda : “Barangsiapa yang lambat amalnya, maka kemuliaan nasabnya tidak bisa mempercepatnya” [HR. Muslim – Arba’un Nawawiyyah no. 36]
Nabi Muhammad memang orang yang sangat dekat dengan Alloh. akan tetapi kedekatannya dengan Alloh tidak bermanfaat bagi kerabat beliau yang kafir. Imam An Nawawi berkata : “Orang yang meninggal dunia dalam keadaan kafir, maka dia akan masuk neraka. Dan kedekatannya dengan orang-orang yang mendekatkan diri (dengan Allah) tidak memberikan manfaat kepadanya.” [Syarah Shahih Muslim oleh An-Nawawi juz 3 hal. 79]
perkataan Imam Nawawi itu terhadap orang kafir.
Apakah Imam Nawawi beritiqod orangtua Nabi Saw kafir??? Ada tidak satu ucapan dari mulut Imam Nawawi yg mengatakan orangtua Nabi Saw kafir?
Apakah anda sudah mempelajari itiqod murid-muridnya Imam Nawawi sehingga anda berkesimpulan demikian? Apakah anda punya sanad keilmuwan hingga Imam Nawawi sehingga anda berkesimpulan demikian?
Kalau anda tidak tahu….lebih baik anda diam
Yup mas Ajam, perkataan Imam Nawawi yang mas kutip untuk orang kafir
konteksnya adalah ayah Nabi
DARIMANA MANA ANTUM SAMPAI PADA KESIMPULAN SEPERT IITU ?
TIDAKKAH ANTUM MENDENGAR HADIST2 NABI SAW TENTANG NASAB BELIAU ? APAKAH ANTUM MAU CAMPAKAN HADIST2 TENTANG KESUCIAN NASAB TERSEBUT.
SUDAHKAH ANTUM TANYA SAMA ULAMA TAFSIR BAHWA NASAB YG DIMAKSUD DALAM HADIST TERSEBUT TERMASUK NASAB NABI SAW ATAU DILUAR NASAB NABI SAW ?
BISAKAH ANTUM MEMBAWAKAN 10 PERKATAAN AHLI TAFSIR BAHWA HADIST TERSEBUT TERMASUK JUGA NASAB NABI SAW ?
APA MAU ANTUM DUSTAI SURAH AL-AHZAB AYAT 33 TENTANG KESUCIAN AHLUL BAIT (NASAB NABI SAW)
LAIN KALI KALO NGOMONG PAKE DALIL YG BENAR JANGAN MAIN COMOT HADIST LALU ANTUM TAFSIR DENGAN HAWA NAFSU ANTUM SENDIRI.
ANTUM BACA BAIK-BAIK HADIST DAN KETERANGAN An-Nawawi juz 3 hal.. 79, DISEBUT OLEH An-Nawawi : “tidak bermanfaat bagi kerabat beliau yang kafir.” BUKAN KATA2 BELIAU DITUJUKAN PADA NASAB NABI SAW.
MENCERNA KATA2 IMAM NAWAWI YG JELAS DAN TERANG SAJA ANTUM TAK MAMPU BAGAIMANA MUNGKIN ORANG BISA PERCAYA PADA PERKATAAN ANTUM YG DIMAKSUD HADIST ” BAPAKKU DAN BAPAKMU DINERAKA ” ADALAH BAPAK KANDUNG NABI SAW ?
MEMBEDAKAN NASAB DAN KERABAT SAJA ANDA TIDAK MAMPU KOK MAU NGOMONG TENTANG TAFSIR HADIST, QARINAH SEGALA LAGI….
PARAH MEMAMANG NALAR NASHIBI YG SATU INI….
” Dari Abu Hurairah beliau berkata : Ketika turun firman Allah –QS Asy-Syuaroo’:213-(yang artinya) : ‘Dan berikanlah peringatan kepada kerabat dekatmu’, Nabi memanggil orang-orang Quraisy sehingga mereka berkumpul –secara umum dan khusus-Nabi bersabda : ‘Wahai Bani Ka’ab bin Luay, selamatkan diri kalian dari neraka, wahai Bani Murroh bin Ka’ab selamatkan diri kalian dari neraka, wahai Bani Abdi Syams selamatkan diri kalian dari neraka, wahai Bani Abdi Manaaf selamatkan diri kalian dari neraka, wahai Bani Hasyim selamatkan diri kalian dari neraka, wahai Bani Abdil Muththolib selamatkan diri kalian dari neraka, wahai Fathimah selamatkan dirimu dari neraka, SESUNGGUHNYA AKU TIDAK MEMILIKI KEKUASAAN MELINDUNGI KALIAN DARI (ADZAB) ALLAH SEDIKITPUN, hanyalah saja kalian memiliki hubungan rahim denganku yang akan aku sambung (dalam bentuk silaturrahim) (H.R Muslim)
Kalau emang bener Ibnu Jauzi di kitab Manaqib Ahmad tersebut bicara seperti itu, berarti gak aneh kalau beliau mengkafirkan orgtua Nabi Saw….hehehe…
yg aneh ya orang yg ngikutin beliau…koq ya percaya gitu…
Kang Ajam…ini hadistnya konteksnya ttg apa?
Kita lihat dong konteksnya dulu…
Ini Nabi Saw sedang menyeru pd keluarganya agar tetap berusaha mencari bekal di dunia untuk bekal di akhirat meski masih berhubungan kerabat atau nasab dengan beliau Saw.
Hadist ini bukan menjadi alat untuk memvonis orangtua Nabi Saw kafir.
Krn tokh pd kenyataannya Fatimah Azzahra dilahirkan dr rahim dan sulbi yg suci.
Yg sdg kita bicarakan adalah orangtua Nabi Saw yg digugat kafir oleh kang Ajam…pdhl jelas ada hadist mutawatir yg menyatakan Nabi Saw berasal dr nasab yg terbaik, dari orangtua yg tidak jahat semenjak Adam hingga kedua orangtuanya, dari nikah yg sah, dsb…
Jika dikatakan nasab yg terbaik ini sifatnya hanya keduniawian….alangkah lucunya. Seolah2 Nabi Saw butuh pujian dunia. Beliau Saw adalah orang yg paling zuhud, beliau mengatakan demikian agar umatnya memahami bahwa beliau memang diciptakan dan dipersiapkan kelahirannya dari keturunan orang2 yg berakhlak baik, bukan dr orang2 paganisme yg menyembah berhala, bukan dr orang2 jahat.
Mengenai hadist Muslim, bukan saya nggak percaya….namun pemahaman anda itu yg perlu dikaji. krn hadist2 lain ttg nasab baginda Saw yg suci itu jg disebutkan oleh Imam Muslim..bukankah itu bentuk qorinah jg?
Saya, kang Mamo, kang Bima, dan kang Zon mengikuti hati nurani kami yg mencintai Nabi Saw.
Gak terima hati kami jika kalian mengghibah orangtua Nabi Saw itu kafir.
Sama halnya dengan perasaan Umar bin Khatab yg tidak terima ketika ada pegawainya menyebut orangtua Nabi Saw kafir (sampai2 pegawainya diancam hendak dipotong lidah, tangan, kaki, dan dipancung).
Perasaan Umar bin Khattab sama dengan perasaan kami.
Kalau anda gak punya perasaan seperti itu, berarti memang ada yg salah dengan hati anda…
Lantas dimana perasaan anda kang Ajam….dan perasaan para da’i Wahabi yg sibuk menyebarkan ini?
Bayangkan seandainya Nabi Saw hidup di tengah2 kita, tiba2 ada umatnya yg sibuk ke sana-sini menyebarkan isu orangtua Nabi Saw kafir, kemudian mencetak buku untuk disebarkan ke tengah2 umat…
Apakah Nabi Saw akan senyum-senyum pd anda dan mengelus-elus kepala anda?
APAKAH HADIST DIATAS MEMBICARAKAN TENTANG NASAB ?
APA HUBUNGAN HADIST TERSEBUT DENGAN ORTU BELIAU YG ANTUM VONIS DENGANMENGUNAKAN PERKATAAN ULAMA ATAU PERAWI HADITS MATI DALAM KEADAAN KAFIR ATAU MASUK NERAKA ?
NDAK NYAMBUNG NGOMONG SAMA ANTUM INI.
KITA MEMBAHAS TENTANG ORTU NABI SAW BUKAN MEMBAHAS TENTANG KERABAT. KALO ANTUM TIDAK BISA MEMBEDKAN ANTARA NASAB DAN KERABAT LEBIH BAIK ANTUM DIAM DARIPADA JADI BAHAN TERTAWAAN DIBLOG SINI.
@Akhi Mamo
Terima kasih Mas Mamo … jadi kangen sama Ustadz AI karena sdh ga bisa buka Artikel Islami. Juga kangen sama Ustadz Ahmad Syahid. Mudah-mudahan kedua Beliau selalu dalam rahmat Allah dan tak bosan untuk membagi ilmunya kepada kita. Amin
Aamiin yaa Robbal Alamin ……
Pertanyaan awam saya :
Allah melarang berdiri di sisi kubur orang KAFIR.
Allah mengizinkan Rasulullah menjiarahi makam Ibunya.
Kalo Ibu Rasulullah Kafir, mestinya Allah tidak mengizinkan Rasulullah menjiarahi makam ibunya. Mohon pencerahan
larangan berdiri di sisi kubur orang kafir sifatnya umum, sedangkan ijin Alloh kepada Nabi untuk ziarah ke kubur ibunya bersifat khusus.
Dari Salim dari Bapaknya (‘Abdullah bin ‘Umar) ia berkata, “Seorang arab badui datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya, “Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku telah menyambung silaturrahim, dan telah melakukan ini dan ini, lalu di manakah tempatnya?” Rasulullah menjawab: “Di neraka. ” Ibnu Umar berkata, “Seakan-akan laki-laki badui itu marah dengan jawaban beliau. Kemudian ia bertanya lagi, “Ya Rasulullah, di mana ayahmu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Di mana saja kamu melewati kuburan orang musyrik, maka berilah kabar gembira dengan neraka. ” (HR. Ibn Majah No.1562)
hadits di atas merupakan dalil kebolehan berziarah ke kubur orang kafir/musyrik. sama juga dengan hadits ijin Alloh kepada Nabi untuk menziarahi kubur ibunya merupakan dalil kebolehan berziarah ke kubur orang kafir/musyrik.
kare aitulah, Imam Ibnu Majah memasukkan hadits Nabi menziarahi kubur ibunya ke dalam kitab beliau pada bab APA-APA YANG DATANG MENGENAI ZIYARAH KE KUBUR ORANG-ORANG MUSYRIK, sedangkan Imam An Nasa’i memasukkannya dalam bab ZIYARAH KE KUBUR ORANG-ORANG MUSYRIK
WKWKWKWKWKWKW. Sakit perut aku liat ucapanmu itu. seenak udelmu saja ngomong : “larangan berdiri di sisi kubur orang kafir sifatnya umum, sedangkan ijin Alloh kepada Nabi untuk ziarah ke kubur ibunya bersifat khusus”.
saya mau tanya sebutkan satu ulama saja dari 3 generasi terbaik yg menyimpulkan seperti anda katakan!!! PASTI ANDA TIDAK MAMPU MENYEBUTKANNYA.
LALU darimana kata2 tafsir yg antum ungkapkan itu ? kalo antum (ajam) tidak mampu menampilkan bahwa perkataan itu adalah perkataan ulama berarti itu murni tafsir antum sendiri. PERTANYAANYA ADALAH :
1. SUDAHKAH ANTUM MENGUASAI ILMU HADIST ?
2. SUDAH BERAOAHADIST YG ANTUM HAPAL LUAR KEPALA LENGKAP DENGAN MATAN DAN SANADNYA ?
3. ATAS DASAR APA ANTUM MENYIMPULKAN TAFSIR HADIST TERSEBUT SEPERTI YG ANTUM KEMUKAKAN ?
KALO ANTUM SUDAH BODOH DAN SESAT JANGAN BODOH-BODOHI DAN SESATKAN ORANG LAIN DENGAN PERKATAAN ANTUM YG TAK BERILMU DAN TAK BERMUTU.
SEKALI LAGI SAYA TANYA : ATAS DASAR APA ANTUM MENAFSIRKAN HADIST TERSEBUT SEPERTI ITU
ndak bisa jawabkan ….ya…memang tak bisalah …. karena antum bicaranya ASBUN.
al akh Prabu berkata :
Perihal hadist Nabi Saw dari Hammaad dimana Nabi Saw dilarang Allah Swt untuk meminta ampunan bagi ibunya. Kan sudah jelas ada ulama ahli tafsir yg saya sebutkan di atas bahwa Allah melarang Nabi Saw melakukan kesia-siaan dengan mendoakan orang yg tidak berdosa.
bantahan
dari Buraidah, Nabi bersabda :
إِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ فِي الِاسْتِغْفَارِ لِأُمِّي فَلَمْ يَأْذَنْ لِي فَدَمَعَتْ عَيْنَايَ رَحْمَةً لَهَا مِنْ النَّارِ
“Sesungguhnya aku meminta kepada Tuhanku ‘Azza Wa Jalla untuk memohon ampunan bagi ibuku, namun tidak diijinkan, maka akupun menangis sebagai bentuk belas kasihan baginya dari adzab neraka.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Al Haitsami mengatakan hadits ini rijalnya shahih)
Kan sudah saya katakan, bahwa Nabi menangis karena “takut” ibunya terkena adzab neraka. Krn ibunya wafat sebelum kenabian beliau Saw.
Dan sudah dijelaskan oleh Imam Suyuthi, bahwa hal ini kemudian dimansukh oleh surah al-Isro 15. Bahwa tidak dosa bagi ahli fatrah (selama tidak menyembah berhala)
Coba sebutkan, ada tidak satuuuu saja hadist yg secara jelas yg mengatakan “orangtua Nabi Saw menyembah berhala.”
Imam Nawawi dan Imam Suyuthi sanadnya nyambung….apakah tidak ada korelasi antara logika mereka berdua???
Nah yg aneh adalah orang yg ilmunya gak punya sanad, kemudian memaknai segala hal secara dhohir… Imannya hanya sebatas textbook. Kalau huruf dalam textbooknya berubah, maka berubah pula keimanannya.
Coba perhatikan hadist berikut:
Dari Salim dari Bapaknya (‘Abdullah bin ‘Umar) ia berkata, “Seorang arab badui datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya, “Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku telah menyambung silaturrahim, dan telah melakukan ini dan ini, lalu di manakah tempatnya?” Rasulullah menjawab: “Di neraka. ” Ibnu Umar berkata, “Seakan-akan laki-laki badui itu marah dengan jawaban beliau. Kemudian ia bertanya lagi, “Ya Rasulullah, di mana ayahmu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Di mana saja kamu MELEWATI kuburan orang musyrik, maka berilah kabar gembira dengan neraka. ” (HR. Ibn Majah No.1562)
kang Ajam, kalau orang ziarah kubur itu ya pastinya berdiri di sisi kuburan…
Sedangkan Nash Al-Qur’an melarang kita ziarah kubur (berdiri) di kuburan orang kafir.
Sedangkan maksud dari kata “melewati” pada hadist di atas ya hanya sekedar lewat saja. Kalau hanya sekedar lewat saja ya boleh…
antum sungguh pintar menjungkirbalikkan fakta. hadits yang shorih antum palingkan maknanya tanpa qorinah apapun, sedangkan hadits yang tidak shorih antum paksakan untuk beristimbat.
hadits riwayat Ahmad jelas-jelas menyebutkan ibu Nabi diazab di neraka. kemudian antum membantah dengan dalih QS Al Isro’ 15. maka dalih antum ana jawab :
1. Imam An Nawawi dalam penjelasannya yang telah lalu menyebutkan : “Hal itu bukan termasuk pemberian siksaan terhadapnya sebelum penyampaian dakwah, KARENA KEPADA MEREKA TELAH DISAMPAIKAN DAKWAH IBRAHIM DAN JUGA PARA NABI YANG LAIN shalawaatullaah wa salaamuhu ‘alaihim” [Syarah Shahih Muslim oleh An-Nawawi juz 3 hal. 79)
2. seandainya Alloh menghibur Nabi dengan QS Al Isro’ 15 bahwa ibunya tidak diazab di neraka seperti yang beliau khawatirkan sebelumnya, kenapa tidak ada hadits RALAT? ingat, hadits diazabnya Ibu Nabi itu sifatnya manthuq, sedangkan QS Al Isro’ 15 (jika memang bisa dijadikan alat istimbat) sifatnya hanya mafhum.
3. berkali-kali ana katakan, tidak ada dalil shahih dan sharih yang menyebutkan bahwa ayah dan ibu Nabi adalah PENYEMBAH BERHALA, namun di samping itu juga tidak ada dalil yang shahih dan sharih yang menyebutkan mereka BUKAN PENYEMBAH BERHALA.
al akh Prabu. kalau hadits riwayat Ibnu Majah di atas tidak bisa dijadikan dalil tentang ziarah kubur, lalu kenapa Imam Ibnu Majah memasukkan dalam bab ZIARAH KUBUR? apakah antum pikir Imam Ibnu Majah salah input data?
Al Bukhari meriwayatkan hadits dari Anas bin Malik tentang wanita yang menangisi anaknya di kuburan (Shohih Al-Bukhary 3/110-116). mengomentari hadits ini, Imam Al-‘Ainy berkata : “Dan pada hadits ini terdapat petunjuk tentang bolehnya berziarah kubur secara mutlak, baik peziarahnya laki-laki maupun wanita dan yang diziarahi (penghuni kubur) MUSLIM ATAU KAFIR karena tidak adanya pembedaan padanya”. (Lihat : Umdatul Qory 3/76)
Imam Muslim memasukkan hadist Abu Hurairoh ke dalam Bab Menziarahi Kuburan Ibu Nabi.
Imam Muslim menggunakan hadist Hammaad hanya sebagai “amal perbuatan” saja, dan bukan itiqod. Karena tidak ada satu pun vonis kafir Imam Muslim terhadap orangtua Nabi
Saw.
Lantas mengapa anda berani mengatakan bahwa Imam Muslim meyakini bahwa kata “abii” di situ adalah “ayah kandung”?
Bahkan berani memvonis Imam Nawawi sehaluan pandangan dengan anda mengenai kata “abii” di hadist Hammaad di situ?
Padahal anda tidak punya sanad keguruan sampai pd Imam Nawawi, bagaimana bisa anda mengetahui makna dari perkataan Imam Nawawi tersebut.
Anda sendiri tidak bisa menjamin koq kalau Imam Nawawi beritiqod yg sama dengan anda…
Kalau anda tidak bisa menjamin demikian, maka anda sebaiknya diam. Karena kalau sampai anda salah akibat bersu’udzhon bahwa Imam Nawawi juga mengkafirkan ayah Nabi Saw, maka kesalahan anda ini akan menjadi fitnah atas dirinya (Imam Nawawi).
Maka saya katakan berkali-kali, bahwa diam itu lebih baik bagi anda….
kalau Imam Muslim tidak memvonis kafir kepada ibunda Nabi, ngapain beliau memasukkannya dalam bab PENJELASAN BAHWASANNYA SIAPA SAJA MENINGGAL DALAM KEKAFIRAN MAKA IA BERADA DI NERAKA DAN IA TIDAK AKAN MEMPEROLEH SYAFA’AT DAN TIDAK BERMANFAAT BAGINYA HUBUNGAN KEKERABATAN?
sudah bisa dilihat dengan jelas bahwa dibalik pemberian judul bab tersebut terkandung i’tiqod beliau.
sanad keguruan itu tidak penting. yang penting adalah kesesuaian perkataan dengan As Sunnah. betapa banyak guru berselisih dengan murid, padahal mereka dalam satu garis sanad.
justru yang ceroboh dan berdusta itu antum, karena jelas-jelas An Nawawi tidak menyebut kata PAMAN kok bisa-bisanya antum membual dan berkhayal tentang kata PAMAN.
ANTUM BERKATA :
Kalau anda tidak bisa menjamin demikian, maka anda sebaiknya diam. Karena kalau sampai anda salah akibat bersu’udzhon bahwa Imam Nawawi juga mengkafirkan ayah Nabi Saw, maka kesalahan anda ini akan menjadi fitnah atas dirinya (Imam Nawawi).
ANA JAWAB :
antumlah yang seharusnya diam karena ana telah membawakan ijma’ pada antum. seharusnya ijma’ ini sudah cukup untuk menyumpal lisan antum. hentikan juga dusta antum tentang penjelasan An Nawawi. tidak ada pemalingan makna sama sekali oleh beliau.
Hmmm….lucu juga ya…
hadist ttg Nabi Saw yg ziarah ke makam ibundanya dimasukkan Imam Muslim pd Bab Menziarahi Makam ibu Nabi.
Namun di sini kang Ajam berkata, dimasukkan pada Bab PENJELASAN BAHWASANNYA SIAPA SAJA MENINGGAL DALAM KEKAFIRAN MAKA IA BERADA DI NERAKA DAN IA TIDAK AKAN MEMPEROLEH SYAFA’AT DAN TIDAK BERMANFAAT BAGINYA HUBUNGAN KEKERABATAN?
——
Saya curiga sepertinya ada sesuat. yg nggak beres nih.
Yg saya tahu kitab Imam Muslim memang sudah dipalsu….tapi dibagian mananya saya nggak tahu.
@Kang Mamo, kang Bima, kang Handoko….mohon cari kebenarannya ya? cek n ricek gitu…
Atau cari gitu orang yg ngerti kitabnya Imam Muslim biar ikut nimbrung di sini…biar kita sama2 belajar
mas Prabu begini , kalaupun dicek nantinya juga masih tetap menyisakan perdebatan mas ……..ada nggak pernyataan sahabat yang dgn gamblang ber keyakinan bahwa ortu Nabi SAAW kafir spt tuduhan saudara2 kita dari salafi ……..kalo nggak ada anggap aja bualan kosong mas terus sampainya hadits tsb bersanad ngga hukum matannya juga bagaimana ……….kita semua sama2 tidak mengalami masa itu mas Prabu jd menurut pendapat ana lebih selamat berprasangka baik ………..yang berkeyakinan ortu Nabi SAAW kafir silahkan saja kelak juga akan mendapat ganjaranNya ………
yang harus dicurigai adalah antum. berapa kali antum berbohong dan mengada-ada. bilangnya Imam Nawawi memalingkan makna dhohir hadits, padahal tidak ada pemalingan oleh Imam Nawawi. bilangnya Imam Nawawi menganggap hadits riwayat muslim bertentangan dengan Al Qur’an, padahal tidak ada anggapan seperti itu dari Imam Nawawi.
Mas ‘Ajam yang dapat memahami perkataan Imam Nawawi adalah para ulama yang sholeh bermazhab dengan Imam Syafi’i ra bukan para pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab yang mengaku mengikuti Ibnu Taimiyyah
Baik Muhammad bin Abdul Wahhab maupun Ibnu Taimiyyah maupun pengikutnya Ibnu Qoyyim Al Jauziah adalah para ulama korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi
Mereka terhasut sehingga mereka memahami Al Qur’an dan Hadits dengan makna dzahir atau yang kami namakan pemahaman dengan metodologi “terjemahkan saja” berdasarkan arti bahasa (lughot) dan istilah (terminologi). Hal ini umum terjadi pada mereka yang memahami agama berlandaskan muthola’ah , menelaah kitab dengan akal pikirannya sendiri.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani)
Ulama keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Habib Munzir Al Musawa menyampaikan “Orang yang berguru tidak kepada guru tapi kepada buku saja maka ia tidak akan menemui kesalahannya karena buku tidak bisa menegur tapi kalau guru bisa menegur jika ia salah atau jika ia tak faham ia bisa bertanya, tapi kalau buku jika ia tak faham ia hanya terikat dengan pemahaman dirinya (dengan akal pikirannya sendiri), maka oleh sebab itu jadi tidak boleh baca dari buku, tentunya boleh baca buku apa saja boleh, namun kita harus mempunyai satu guru yang kita bisa tanya jika kita mendapatkan masalah”
Dalam memahami Al Qur’an dan Hadits atau berpendapat atau berfatwa harus berdasarkan ilmu. Sanad ilmu yang tersambung kepada lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan ilmu untuk memahami Al Qur’an dan Hadits.
Mereka tidak memperhatikan ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan bahasa arab itu seumpama nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’). Mereka tidak juga memperhatikan sifat lafadz-lafadz dalam al-Quran dan as-Sunnah itu yang beraneka ragam seperti ada lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan, ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq, ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz hakikat dan lain lainnya.
Mereka juga tidak memperhatikan ketersambungan sanad ilmu
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya (dengan akal pikirannya sendiri).” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat) pendidikannya (sanad ilmu)”
Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaikan bahwa “maksud dari pengijazahan sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatkan tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadanya, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadanya dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaan al-Qur’an itu benar-benar sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan“
Dari Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda…”Barangsiapa yg berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediakan tempatnya sendiri di dalam neraka” (HR.Tirmidzi)
Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203
Begitupula pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah yang menjadi panutan Ibnu Qoyyim al Jauziah maupun Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnyapun telah keluar (kharaja) dari apa yang dipahami oleh kaum muslim pada umumnya.
Semula beliau bertalaqqi (mengaji) dengan para ulama bermazhab dengan Imam Ahmad bin Hambal namun pada akhirnya Ibnu Taimiyyah lebih bersandar kepada upaya pemahamannya sendiri melalui muthola’ah , menelaah kitab dengan akal pikirannya sendiri sehingga pemahamannya bertentangan dengan pemahaman Imam Mazhab yang empat. Hal ini telah diuraikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/07/28/semula-bermazhab-hambali/ dan bantahan pemahaman Ibnu Taimiyyah dari para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah sebagaimana yang terurai dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2010/02/ahlussunnahbantahtaimiyah.pdf
Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 menjelaskan dalam kitab-kitab beliau seperti ‘al-Khiththah al-Mardhiyah fi Raddi fi Syubhati man qala Bid’ah at-Talaffuzh bian-Niyah’, ‘Nur al-Syam’at fi Ahkam al-Jum’ah’ bahwa pemahaman Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qoyyim Al Jauziah menyelisihi pemahaman Imam Mazhab yang empat yang telah diakui dan disepakati oleh jumhur ulama yang sholeh dari dahulu sampai sekarang sebagai pemimpin atau imam ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak)
Begitupula Hadratusy Syeikh Hasyim Asy’ari (pendiri pondok pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur dan pendiri organisasi Nahdhatul Ulama) dalam kitab “Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah” telah membantah apa yang dipahamai oleh Ibnu Taimiyyah maupun apa yang dipahami oleh ulama Muhammad bin Abdul Wahhab. Kutipannya dapat di baca pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/04/22/kabar-waktu-lampau/
Bahkan karena kesalahpahamannya mengakibatkan Ibnu Taimiyyah wafat di penjara sebagaimana dapat diketahui dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/04/13/ke-langit-dunia
Mas ‘Ajam, berikut kami kutipkan dari http://www.facebook.com/notes/ibnu-abdillah-al-katibiy/wahhabi-salafi-mendahului-allah-dengan-memvonis-kedua-orangtua-nabi-saw-di-nerak/10150814084371448
Syubhat pertama :
Mereka mengatakan bahwa imam Nawawi juga berpendapat sesungguhnya kedua ortu nabi Saw di neraka dengan menukil ucapan beliau :
فيه أن من مات على الكفر فهو من أهل النار، وفيه أن من مات فى الفترة على ما كانت عليه العرب من عبادة الأوثان فهو من أهل النار. وليس هذا مؤاخذهُ قبل بلوغ الدعوة، فإن هؤلاء كانت قد بلغتهم دعوة إبراهيم وغيره من الأنبياء
“ Dalam hadits itu menunjukkan bahwa orang yang mati atas kekufuran maka dia di neraka. Dan juga menunjukkan bahwa orang yang mati di masa fatrah atas perbuatan orang arab dari menyembah berhala, maka dia pun di neraka. Dan ini bukan lah hukuman sebelum datangnya dakwah, karena sesungguhnya telah sampai dakwah nabi Ibrahim pada mereka dan selainnya dari para nabi “.
Jawaban :
Beliau berkomentar demikian bukan berarti berpendapat kedua orangtua nabi Saw di neraka. Jika beliau mengatakan demikian maka beliau akan mengatakannya secara jelas karena beliau juga pensyarah hadits Muslim.
Mereka terlalu memaksakan hujjah dengan mengatakan bahwa beliau juga berpendapat orangtua nabi Saw di neraka. Seandainya beliau berpendapat seperti itu, niscaya beliau akan memperjelas komentarnya, semisal :
فيه دليل على ان ابويه ماتا على الكفر فهو في النار
“ Dalam hadits itu menunjukkan bahwa kedua orangtua nabi Saw wafat dalam keadaan kafir dan masuk neraka “.
Namun beliau tidak mengatakannya. Maka komentar beliau sebenarnya ditujukan kepada ayah orang yang bertanya bukan pada ayah nabi Saw sendiri. Sedangkan beliau diam dan tidak berkomentar tentang ayah nabi Saw karena beliau paham bahwa menyakiti hati nabi Saw hukumnya haram dan tak ada perkara yang lebih menyakitkan hati Nabi Saw selain mengatakan kedua orantuanya di neraka.
Baiklah, untuk mengetahui maksud sebenarnya dari komentar imam Nawawi tersebut, maka alangkah baiknya kita dengarkan penjelasan dari seorang ulama pengikutnya yang lebih memahami ucapan beliau yaitu imam As-Suyuthi berikut :
الذي عندي أنه لا ينبغي أن يفهم من قول النووي في شرح مسلم في حديث (( أن رجلا قال يا رسول الله : أين أبي … الخ )) أنه أراد بذلك الحكم على أبي النبي صلى الله عليه وآله وسلم ، بل ينبغي أن يفهم أنه أراد الحكم على أبي السائل ، وكلامه ساكت عن الحكم على الأب الشريف..
” Menurut pemahamanku hendaknya tidak memahami ucapan imam Nawawi di dalam syarh hadits Muslim tentang Hadits “ Sesungguhnya seseorang berkata kepada Rasul Saw di mana ayahku…dst “, bahwasanya yang beliau maksud adalah ayah nabi Saw. Akan tetapi hendaknya dipahami bahwasanya beliau menghendaki hokum pada ayah orang yang bertanya. Dan beliau diam, tidak mengomentari atas hokum ayah nabi Saw “. (At-Ta’dzhim wal minnah : 171)
@kang Mamo:
Iya….betul itu kang Mamo…
ada nggak sahabat yg beritiqod orangtua Nabi Saw kafir?
Sayidinna
[[ Umar bin Khatab Ra pernah mengancam pegawainya yg menyebut orangtua Nabi Saw musyrik dengan hukuman potong lidah, dipotong tangan dan kakinya, dan dipancung kepalanya. (at-Tarikh Ibn Asakir)]]
Kalau kang Ajam hidup di jaman Umar bin Khattab Ra, kira-kira apa ya yang akan dilakukan Umar bin Khattab Ra terhadap kang Ajam???
Soal Imam Nawawi…
Sebetulnya kita bisa melihat kecondongan Imam Nawawi beritiqod yg sama dg kang Mamo, kang Zon, saya, kang Bima….yaitu dari perkataannya yg mengatakan bahwa “ayahku dan ayahmu di neraka” adalah bentuk luwes pergaulan Nabi Saw untuk menghibur hati si penanya, yg maksudnya sama2 terkena musibah.
Terkena musibah kan gak cuma masuk neraka to?
Jd di situ ada unsur penyamaran antara maksud dhohir dengan maksud di hati Nabi Saw.
Kalau Imam Nawawi gak ada kecondongan beritiqod sama dg kami, kenapa juga pake tambahan komentar seperti itu???
Imam Nawawi memang gak pernah bilang kalau ada pemalingan makna dhohir, tapi kita kan bisa mengkaji dari tanggapannya yg lain bahwa hadist ahaad jika tidak berkesuaian dengan nash al-quran dan ijma ulama, maka wajib memalingkan dari makna dhohir.
Nah, Imam Nawawi itu bermadzhab apa?
Ijma ulama itu yg mana?
Ya tentu saja ijma ulama yg bersanad dong….bukan Ijma-nya versi Ibnu Jauzi.
Karena tokh pada kenyataannya tidak ada tuh kesepakatan Ijma Seluruh Ulama spt yg anda dengung2kan.
Buktinya Imam Qurtubi, Imam Al-Alusi, dsb menolak itiqod anda.
Ah kalau saya sih ngikut Imam Nawawi Al-Bantani yg jelas sanad mata rantai sampai Imam Nawawi…sampai Imam Syafi’i….
Karena Imam Nawawi ketika tubuhnya hendak dipindah dari liang lahat setelah berpuluh2 tahun dikubur masih utuh (tidakdimakan tanah)….mending ikut ulama yg beginian nih, Insya Allah selamat…
kata siapa pula sanad keguruan itu nggak penting?
Lha kalau hadistnya banyak dipalsuin terus kita mau pake omongan siapa? Kalau gak pakai omongan guru bersanad, bahaya….bisa-bisa hadist yg sudah dipalsukan pun kita telan bulat-bulat.
dalam ilmu muhadist, kalau ada perselisihan pendapat kita kembalikan pada al-Qur’an
dan hadis melalui guru bersanad.
Lebih kuat mana, dikembalikan pd al-Qur’an dan hadist melalui guru bersanad; atau dikembalikan pd al-Qur’an dan hadist melalui guru yg tidak bersanad???
monggo dipikir dulu kangmas Ajam…
Umar pernah ingin menebas leher orang yang mengatakan Nabi telah wafat. apakah antum akan beri’tiqod bahwa Nabi saat ini masih hidup atau hantunya bergentayangan?
meskipun menurut Imam Nawawi hadits itu merupakan bentuk keluwesan pergaulan Nabi, tetap saja tidak ada kata PAMAN terselip di antara kata-kata dalam penjelasan Imam Nawawi.
Abdullah bin Umar ketika menziarahi kubur Nabi mengucapkan salam : “Assamu`alaika ya Rasulullah, assamu`alaika ya Aba Bakar, assamu`alaika ya Abatah“
kata “abatah” dalam ucapan Ibnu Umar di atas tanpa qorinah apapun bolehkah dimaknai dengan PAMAN? kalo mengikuti logika antum, seharusnya boleh. namun kalau mengikuti kaidah sebenarnya, tidak boleh. kata “abatah” harus tetap dibawa pada makna dhohirnya, yaitu AYAH.
Al Mizzi, Adz Dzahabi, Ibnu Hajar dan ulama ahli rijal manapun ketika mengkritik seseorang tidak pernah memperhatikan apakah dia bersanad guru sampai pada Rosululloh atau tidak. mereka hanya melihat bagaimana aqidahnya, bagaimana ahlaqnya, bagaimana ilmunya.
pernahkah antum melihat para ulama tersebut mengkritik seseorang “si fulan bin fulan tidak kredibel karena tidak punya sanad sampai para Nabi”? jika tidak, maka antum memang benar. setahu ana, metode ngubek-ngubek sanad itu dipopulerkan oleh Habib Mundzir. dengan alasan punya sanad nyambung sampai para Nabi, mereka merasa pendapatnya pasti benar, tidak pernah salah, tidak boleh dikritik.
logika Habib Mundzir sangat rusak. bukankah Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Hambali itu sejalur dalam sanad gurunya, tapi nyatanya banyak sekali perbedaan dan pertentangan di antara keempat madzhab ini.
kalau sudah begini, bagaimana menerapkan kaidah rekayasanya? harus diambil pendapat orang yang sanadnya bersambung pada Nabi, padahal keempat-empatnya semua sanadnya bersambung.
apakah akan diambil semua pendapatnya, walaupun yang satu mengharamkan yang lain menghalalkan?
Ibnu Siiriin, ia berkata :
لم يكونوا يسألون عن الإسناد فلما وقعت الفتنة قالوا سموا لنا رجالكم فينظر إلى أهل السنة فيؤخذ حديثهم وينظر إلى أهل البدع فلا يؤخذ حديثهم
“Dulu mereka (para ulama) tidak pernah bertanya tentang sanad. Namun ketika terjadi fitnah, mereka pun berkata : ‘Sebutkan pada kami rijaal kalian’. Apabila ia melihat rijaal tersebut dari kalangan Ahlus-Sunnah, maka diterima haditsnya, dan jika dari kalangan ahli-bid’ah, maka tidak diterima” (Jaami’ut-Tahshiil hal. 58)
Inilah kalam Ibnu Juwaini lengkapnya :
وقال إمام الحرمين الجويني الشافعي نحن ندعي أن يجب على كافة العاقلين وعامة المسلمين شرقا وغربا بعدا وقربا انتحال مذهب الشافعي ويجب على العوام الطغام والجهال الأنذال أيضا انتحال مذهبه بحيث لا يبغون عنه حولا ولا يريدون به بدلا
Ucapan beliau menjelaskan akan pentingnya bertaqlid bagi orang awam kepada seorang ulama yang ahli dalam berijtihad, bahkan menjadi suatu kewajiban untuk bertaqlid. Dan tidak mengikuti pendapat orang lain yang tidak ahli dalam berijtihad. Hal ini sudah mnjadi fakta sejarah dari generasi salaf hingga masa para imam madzhab, bahwa taqlid atau madzhab adalah sebuah keniscayaan yang tdk bisa diabaikan…dst
Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafi’i, Imam Hambali memang masih satu jalur dan mereka ada perbedaan pendapat.
Mereka sama2 orang yg berakhlak sangat baik.
Ilmu mereka juga tinggi.
Masalah akidah sama….
Yang aneh justru kelompok muslim yg baru muncul, yg merasa bermanhaj Salaf, yg akhlaknya kurang baik krn sering menghakimi
ulama lain sesat dan amalan muslim
yg lain sesat. Merasa ilmunya lebih tinggi. Namun akidahnya berbeda dari 4 madzhab yg saya sebutkan di atas….
kok gak nyambung jawaban antum?
yang kita bahas itu penting atau tidaknya sanad guru. buktikan bahwa para ulama ketika mencela atau memuji seseorang memperhatikan apakah sanad gurunya nyambung kepada Nabi atau tidak!!!
jangan hanya ikut-ikutan kaidah ngawur Habib Mundzir
Lho saya kan hanya jawab tuduhan anda thdp habib Munzir.
Logikanya begini, jika ulama yg bersanad yg masih ada hubungan guru dan murid saja masih ada perbedaan, apalagi yg tidak bersanad….pasti perbedaannya lebih jauh lagi, bahkan perbedaan yg jauh ini bisa berakibat fatal krn bisa keluar dr akidah para Imam Madzhab yg bersanad.
Ulama madzhab yg 4 berakidah Allah ada tanpa arah dan tanpa tempat. Termasuk akidah Imam Nawawi yg dijadikan rujukan kang Ajam, dimana Imam Nawawi berakidah Allah ada tanpa arah tanpa tempat.
Akidahnya kaum Salafi/Wahabi???
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya (dengan akal pikirannya sendiri).” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat) pendidikannya (sanad ilmu)”
Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaikan bahwa “maksud dari pengijazahan sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatkan tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadanya, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadanya dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaan al-Qur’an itu benar-benar sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan“
Dari Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda…”Barangsiapa yg berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediakan tempatnya sendiri di dalam neraka” (HR.Tirmidzi)
Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203
(ngutip dr kang Zon)
Pendapat ulama ttg perlunya sanad
Lho saya kan hanya jawab tuduhan anda thdp habib Munzir.
Logikanya begini, jika ulama yg bersanad yg masih ada hubungan guru dan murid saja masih ada perbedaan, apalagi yg tidak bersanad….pasti perbedaannya lebih jauh lagi, bahkan perbedaan yg jauh ini bisa berakibat fatal krn bisa keluar dr akidah para Imam Madzhab yg bersanad.
Ulama madzhab yg 4 berakidah Allah ada tanpa arah dan tanpa tempat. Termasuk akidah Imam Nawawi yg dijadikan rujukan kang Ajam, dimana Imam Nawawi berakidah Allah ada tanpa arah tanpa tempat.
Akidahnya kaum Salafi/Wahabi???
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya (dengan akal pikirannya sendiri).” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat) pendidikannya (sanad ilmu)”
Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaikan bahwa “maksud dari pengijazahan sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatkan tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadanya, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadanya dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaan al-Qur’an itu benar-benar sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan“
Dari Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda…”Barangsiapa yg berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediakan tempatnya sendiri di dalam neraka” (HR.Tirmidzi)
Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203
(ngutip dr kang Zon)
gak usah marah kang Ajam….saya kan hanya menjawab tuduhan anda thdp habib Munzir.
Yg bersanad antara guru dan murid saja ada perbedaan, apalagi yg tidak bersanad…pasti perbedaannya semakin besar.
Maaf, saya tambah binggung nih.
Pada hadits “abi” dan “umi” tidak boleh dipalingkan artinya. Walaupun ada arti lain yang digunakan dalam Qur’an maupun hadits.
Tetapi kenapa “berdiri di sisi” jadi sama dengan “melewati”. Apa memang artinya sama? Ini pendapat ulama siapa?
@kang Bima:
ya itulah kang Ajam…
giliran ada text “abii” dan “umi” kata
kang Ajam gak boleh dipalingkan artinya jika tidak ada qorinah.
Eh giliran ada text “berdiri di sisinya” sama dengan “melewati.”
Padahal banyak ayat2 al-Quran yg gak pakai qorinah, dan harus cari qorinahnya di hadist. contoh ttg Syam’un al-Ghozi.
ana tidak bilang “berdiri di sisi” sama dengan “melewati”. coba sebutkan perkataan ana yang mana yang menyamakan keduanya?
yang benar adalah, bahwasanya hadits melewati kuburan dimasukkan oleh Ibnu Majah dalam kitab beliau bab ziarah kubur. jadi sekedar melewati saja sudah cukup untuk disebut dengan ziarah.
hihihihihi …….sakit perut …..
ada yang berpendapat dgn ngototnya kalau mentakwil mujasimah ……he he he kalau sesuai hawa nafsu takwil kalau nggak sesuai takwil haram hehehe …..hebat kan
ITULAH KALO ORANG BODOH DAN JAHIL BERBICARA YG PENTING NGOMONG….SOAL OMONGAN MASUK AKAL ATAU TIDAK NOMER 100 YG PENTING NGOMONG.
KALO ADA 100 ORANG SEPERTI ANTUM INI APA NGAK ANCUR AGAMA KALIAN BUAT. YA….PANTAS SAJALAH ORG SYIAH MENGATAKAN ” JIKA ORG SALAFI WAHABI BISA MENGUNAKAN AKALNYA MAKA MEREKA AKAN MENGKLAIM JADI NABI.
PERBEDAAN BERDIRI DENGAN MELEWATI SAJA ANTUM TIDAK PAHAM BAGAIMANA ANTUMMAU MEMBANTAH BLOG INI DENGAN HUJJAH YG BENAR.
nih saya kasih tahu agar antum paham tentang kedunguan antum itu.
kalo berdiri disis kubur berarti dia berada disamping kubur.
kalo melewati itu pasti dia tidakberdiri disisi kubur.
kurang jelas nih ada contoh yg simple :
si budi berdiri dirumah siwati dan dirumah siani.
sijoko melewati rumah siwati dan siani.
apakah sama maknanya ?
melewati itu bisa dia diatas kendaraan, bisa sambil berjalan, atau lari. tapi kalo berdiri pasti dia berhenti.
parah…..parah…..parah…. betul logika antum ini ajam….. )sambil geleng2 kepala).
kasian betul… salafi-wahabi punya kwlitas orang seperti anda ini. atau….atau….jangan-jangan…. memang model salafi-wahabi memang seperti antum kwalitasnya.
Kang Ajam berkali2 bilang kalau Ibnu al-Jauzi mengatakan telah terjadi IJMA SELURUH ULAMA, dan kang Ajam ngotot mengamini Ibnu Jauzi.
Hmmm…ternyata Ibnu Jauzi punya kitab Manaqib Ahmad.
Ini hasil copas, mohon diteliti dulu kebenarannya…
Jika ternyata Manaqib Ahmad isinya seperti yg disebutkan dibawah, berarti beliau tidak tsiqoh dan sebaiknya perkataannya kita tinggalkan.
kitab MANAQIB AHMAD karya Ibnul Jauzi ttg DERAJAT Imam Ahmad Ibnu Hanbal : (188) Khidir AS dan Musa AS memuji Imam Ahmad. (189) Kubur Imam Ahmad menjaga Baghdad dari segala Bala’. (197) Melihat Ahmad lebih baik drpd ibadah setahun. (370) Pena Ahmad memberkahi pohon kurma yg tdk berbuah jadi berbuah. (513) Jin mengabarkan kematian Imam Ahmad sebelum wafatnya 40 hari. (549) Imam Ahmad menghardik Munkar Nakir krn tdk pantas menanyakannya “Man Robbuka?”, shg Munkar Nakir mina maaf. (550) Allah SWT tiap tahun ziarah ke Kubur Imam Ahmad.
—–
Hmmm…Imam Ahmad menghardik Munkar Nakir krn tidak pantas menanyakan “Man Robbuka?”
Allah Swt ziarah kubur???
Koq Ibnu Jauzi bisa ngomong begitu ya…???
Masih dalam Kitab Manaqib Ahmad karangan Ibnu Jauzi:
Dlm kitab MANAQIB AHMAD karya Ibnul Jauzi hal : (555) Imam Ahmad melihat dlm mimpi dirinya membai’at Allah SWT. (557) Lalu Allah SWT membanggakan Imam Ahmad depan para Malaikatnya. (562) Lalu Imam Ahmad menziarahi Allah SWT dan disediakan aneka hidangan. (563) Lalu Allah SWT berfirman bhw siapa yg tdk ikut Imam Ahmad maka diazab. (563) Allah SWT memerintahkan penduduk Langit dan para Syuhada menghadiri pengurusan jenazah Imam Ahmad. (564) Semua penduduk Langit dari pertama s/d ketujuh sibuk menyambut kedatangan Imam Ahmad. (567) Imam Ahmad sdh masuk surga dan sering ziarah kpd Allah SWT. (580) Barangsiapa sempit rizqinya lalu ziarah kubur Imam Ahmad di hari Rabu maka rizqinya diluaskan Allah SWT. (580) Allah SWT melihat ke kubur Imam Ahmad 70 ribu kali, shg siapa yg menziarahinya diampuni. (584) Barangsiapa dikuburkan di pemakaman Imam Ahmad maka diampuni dg berkahnya Imam Ahmad.
——
Hmmmm….
ini ulama yg diikutin sama kang Ajam…???
untuk Ibnu al-Jauzi saya menghormati beliau….
mungkin saja yg beliau tulis dalam
Manaqib Ahmad hanya sebatas kalimat majazi/kiasan..
Tapi rasanya tidak adil jika Salafi/Wahabi sampai mengartikan tulisan Imam Jauzi dlm Manaqib Ahmad sbg kiasan, karena jika mereka berhadapan dengan tulisan kaum sufi para da’i Salafi/Wahabi selalu mengartikannya secara
letterlux…kemudian memvonis ulama sufi tsb sesat.
hikhikhik tambah sakit perutnya …….
antum copas dari blog sampah penuh dusta. misalnya perkataan : “Hei Wahabi ! Ente KAFIRKAN Madzhab Asy’ari, lalu Habib Rizieq bangkit bela Asy’ari sbg Madzhab Ahlus Sunnah. Kenape ente dongkol ???!!!”‘
salafi/wahabi tidak mengkafirkan Asy’ari. silakan lihat di situs2 atau blog2 salafi/wahabi yang membahas tentang kritik terhadap Asy’ariyah, niscaya antum tidak akan menemukan pengkafiran.
============================================================
pujian para ulama terhadap Ibnul Jauzi :
Ibnu Katsir berkata : “Ibnul jauzi memiliki keistimewaan tersendiri dalam tehnik memberikan nasihat yang belum pernah di samai oleh seorang pun dan ambisinya dalam bidang ini belum ada yang menyamainya; juga dalam metodenya, bicaranya, kemanisan untaian kalimatnya, kemanjuran nasihatnya, kedalaman pembahasanya mengenai makna-makna yang indah, pendekatan yang beliau lakukan terhadap hal-hal asing dan perkara-perkara inderawi yang bisa di lihat melalui ungkapan yang ringkas lagi cepat di pahami dan di mengerti, dimana beliau menggabungkan banyak makna dalam satu kalimat ringkas.”
Adz-Dzahabi berkata : “Beliau adalah orang yang unggul dalam bidang tafsir, nasihat, sejarah, dan sedang-sedang saja dalam urusan madzhab. Dalam masalah matan hadis, beliau memiliki pengetahuan yang sempurna. Adapun dalam urusan pembicaraan mengenai sahih dan dhaifnya hadis, beliau tidak mempunyai kebijaksanaan yang di miliki oleh para ahli hadis dan tidak pula mempunyai kritik sebaik para hafizh hadis.”
Ad-Duwaisi berkata : ”Beliau termasuk orang yang paling mahir dalam berbicara, urutan pembicaraannya paling tertata rapi, paling enak bahasanya, paling bagus dalam memberikan penjelasan, dan di berikan keberkahan pada usia dan amalnya. Beliau meriwayatkan dari banyak ulama, dan masyarakat mendengar pelajaran dari beliau selama lebih dari empat puluh tahun, serta beberapa kali beliau membicarakan karya-karyanya.”
Okelah kalau anda bilang saya copas dr blog sampah….
tapi di sini kita sama2 cari kebenaran…
Anda sendiri sudah membuktikan belum isinya MANAQIB AHMAD ? Kalau belum, kenapa anda tidak
membuktikannya???
Ketika saya dikabarkan bahwa kitab Imam Syafi’i telah dimanipulasi dan dipotong oleh Arab Saudi yg mayoritas ulamanya bermadzhab Wahabi. Saya kemudian penasaran, dan mencari kitab Imam Syafi’i yg asli.
Ternyata ketika saya ke toko buku di pasar…(emang sengaja nyari toko buku yg masih tradisionil, soalnya yg beredar di toko buku besar udah ditahrij sama ulama2 Wahabi/Salafi), saya disarankan beli yg cetakan Libanon.
Saya tanya “kenapa?”
Si pemilik toko bilang kalau yg cetakan Arab Saudi sudah dikurangi juzz-nya. Yg seharusnya 27 juzz, hanya tinggal 23 juzz (kalau gak salah).
Lha…yg 4 juzz-nya kemana ya???
Berapa puluh halaman tuh hilang?
Subhanallah….
Kalau iman kita cuma dari textbook, berarti iman kita hilang 4 juzz tuh…hehe
Anda katakan yg menolak hadist Imam Muslim hanya mu’tazilah dsb…
Saya tidak menolak hadist Imam Muslim, hanya saja saya mempertanyakan cara berpikir anda yg terlalu tekstual, kemudian memvonis Imam Muslim beritiqod yg sama dengan anda. Selagi Imam Muslim tidak pernah memvonis orangtua Nabi Saw kafir langsung dari mulutnya, sebaiknya kita husnudzon terhadapnya…kalau nggak mampu husnudzhon ya sebaiknya diam.
Lagipula, kalau saya baca web2 dan blog2 Salafi/Wahabi…mereka semua anti terhadap Syi’ah.
Lha…tapi mereka taqlid secara dhohir thdp hadist2 Imam Muslim. Padahal Imam Muslim sendiri Juga mengambil hadist yg diriwayatkan oleh periwayat yg berpahaman Syi’ah.
Ya tapi alhamdulillah kalau kang Ajam mau menerima hadist Imam Muslim sepenuhnya, berarti ada harapan terjalin silaturahim dengan saudara2 yg Syi’ah ^_^
riwayat dari
memang terbukti blog itu telah berdusta.
mengenai pengeditan atau yang bahasa ilmiahnya disebut Takhrij, Tahqiq, dan Ta’liq, antum harus tahu dulu manhaj ulama yang mengeditnya sebelum asal bicara PEMALSUAN.
antum harus mengerti dulu, bahwasanya Imam Syafi’i hanyalah manusia biasa yang bisa benar dan bisa salah. yang benar kita ambil dan yang salah kita kritik. para ulama dalam mengkritik mempunyai mahaj yang berbeda-beda. ada yang menghapus kesalahan tersebut dari kitab aslinya, ada yang tetap mencantumkannya namun disertai penjelasan, ada juga yang membuat kitab tersendiri sebagai bantahan/kritikan.
salafi/wahabi memang sering difitnah suka memalsukan kitab atau ucapan para ulama, namun setelah ditelusuri, ternyata si pemfitnah itulah yang tidak mengerti kaidah-kaidah ilmiah takhrij, tahqiq, dan ta’liq.
ana prnah membahas hal ini di topik pemalsuan kitab Al Ibanah Imam Abul Hasan Al Asy’ari. lucunya, si pemfitnah ini dulunya mengatakan bahwa kitab Al Ibanah itu tidak ada. kitab itu hanya diada-adakan oleh salafi/wahabi. setelah terbukti eksistensi kitab itu memang benar adanya, mereka mengalihkan bidikan fitnah dengan mengatakan salafi/wahabi memalsu isi kitab Al Ibanah.
silakan buka topik itu di blog ini. fitnah itu sudah ana bantah dan ustadz ZON kayaknya sudah klepek-klepek.
kang Ajam…ntar saya tanya2 dech, Insya Allah….ulama
manhaj mana yg sudah menghilangkan 4 juzz dari kitab fiqihnya Imam Syafi’i. Yg jelas itu terbitan Arab Saudi. Dan kitab-kitab ulama klasik terbitan Arab Saudi sudah banyak dimanipulasi….sehingga, tidak jelas lagi maksud dari si penulis asli (para Imam yg menulis kitab2 tsb).
contoh, dari salah satu kitab Imam Nawawi yg sudah dimanipulasi. Kitab yg asli inti dari kalimatnya adalah “boleh berniat ziarah ke makam Nabi Saw.”
Ketika sudah dimanipulasi, menjadi “hanya boleh berniat ziarah ke
masjid Nabi.”
Emangnya syirik musyrik ya kalau niat menziarahi makam Nabi Saw? Koq pakai dirubah segala kalimatnya ya?
Ya kalau memang niat ziarah ke makam Nabi Saw dinilai syirik musyrik sama suatu kaum tertentu, ya sebaiknya kaum tertentu itu jangan niat ziarah ke makam orangtuanya kalau orangtuanya sudah meninggal.
Betul nggak kang Ajam??? ^_^
(Saya nggak ngomongin Wahabi/Salafi koq, saya cuma ngomongin kaum yg sudah merubah perkataan Imam Nawawi ttg bolehnya niat ziarah kubur Nabi Saw.)
Kalau ada ulama nggak amanah menghilangkan 4 juzz dari kitabnya Imam Syafi’i menurut anda bagaimana itu kang?
Krn untuk mengetahui pandangan Imam Syafi’i sepenuhnya kita kan harus baca kitabnya. Lha kalau kitabnya dirubah, 4 juzz dihilangkan….lantas bagaimana dong kita tahu pandangannya Imam Syafi’i??? Apa cukup dg baca yg sudah ditahrij? Ya nggak dong….
Kang Ajam…
Anda kan ngotot kalau Imam Nawawi satu itiqod dengan anda dengan mengatakan kalau orangtua Nabi Saw kafir…naudzubilla…
bagaimana dengan itiqod Imam Nawawi yg mengatakan bahwa Allah ada tanpa arah dan tanpa tempat?
Hehehe….pasti bagian ini anda gak mau milih…iya kan? iya kan? ngaku hayoo…
Assalamu alaikum
@’Ajam
Terlepas dari benar tidaknya pendapat anda….apa hukumnya bagi orang yg membuka aib orang lain, menurut hadits dan AQ ?
Menurut Rasulullah SAW,.kabaikannya atau keburukannya yg harus dibicarakan apabila orang tersebut sdh meninngal ?
Mohon pencerahannya.
wa’alaikumsalam warohmatulloh al akh M. Husaini
1. menetapkan bahwa yang kafir adalah kafir dan yang mukmin adalah mukmin, serta bagaimana bersikap terhadap keduanya (al wala’ wal baro’)
2. membela hadits Nabi. sebagian orang, termasuk lawan diskusi ana beranggapan bahwa hadits ahad jika bertentangan dengan Al Qur’an harus ditolak, padahal suatu hadits jika telah nyata-nyata shohih, tidak mungkin bertentangan dengan Al Qur’an maupun hadits shohih lain.
3. kondisi ayah dan ibu Nabi (serta Abu Tholib) merupakan contoh, bahwa meskipun mereka sangat dekat dengan kekasih Alloh, yaitu Muhammad, kedekatannya itu tidak membawa manfaat apa-apa di akhirat.
4. menegaskan bahwa ahlul bait itu bukan makhluq yang ma’shum. tidak ada jaminan bagi ahlul bait untuk masuk surga kecuali dengan jaminan khusus dari Al Qur’an maupun As Sunnah.
antum harus mengerti dulu, bahwasanya Imam Syafi’i hanyalah manusia biasa yang bisa benar dan bisa salah. yang benar kita ambil dan yang salah kita kritik. para ulama dalam mengkritik mempunyai mahaj yang berbeda-beda. ada yang menghapus kesalahan tersebut dari kitab aslinya, ada yang tetap mencantumkannya namun disertai penjelasan, ada juga yang membuat kitab tersendiri sebagai bantahan/kritikan……..INI KATA MAS AJAM …………ANA KOMENTARI : MAS APA LAGI ANTUM YANG BUKAN MUJTAHID LEBIH BANYAK SALAHNYA KETIMBANG BENARNYA …….IYA KAAAAANNNNNN …….
membela hadits Nabi. sebagian orang, termasuk lawan diskusi ana beranggapan bahwa hadits ahad jika bertentangan dengan Al Qur’an harus ditolak, padahal suatu hadits jika telah nyata-nyata shohih, tidak mungkin bertentangan dengan Al Qur’an maupun hadits shohih lain……INI JUGA KATA MAS AJAM ……ANA KOMENTARI : NYATA SHOHIH YANG MANA ….??? MANA DALAM AL QUR’AN YANG MENDUKUNG KAFIRNYA ORTU NABI ??? MALAHAN SURAT AL ISRO KAN DAH JELAS MAS …….KOK TAMBAH NGAWUR YA ..??? JANGAN2 MAS AJAM JUGA BERPAHAM KALAU AL QURAN ADA YANG BERTENTANGAN SPT ITIQOD KAUM FEITH FREEDOM ??? NAUDZUBILLAH
oleh Ibnu Sa’ad dan lainnya dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam: “Aku memohon kepada Allah supaya tidak ada satupun ahlul baitku yang masuk ke dalam neraka, maka Allah mengabulkan permhonanku.” Dan begitupula yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Jarir Ath-Thobari dari Ibnu Abbas tentang penafsiran ayat: wa la saufa yu’tika Rabbuka fa tardha; dan daripada keridhoan Muhammad adalah tidak ada satu daripada ahlul baitnya yang masuk ke dalam neraka.
(‘Ismatun Nabi-Zaki Ibrahim 96)
Imam Alqodi Abu Bakar ibnu Al-Arabi salah seorang ulama muhaqqiqin besar Malikiyah pernah ditanya: Bahwa ada orang yang mengatakan orang tua Nabi shallallahu alaihi wa sallam di neraka. Apa jawab Ibnu Al-Arobi? Beliau mengatakan; “Terlaknat orang yang mengatakan orang tua Nabi di neraka karena Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasulullah, Allah melaknat mereka di dunia dan akhirat dan Allah menyiapkan kepada mereka adzab yang hina” ( Al-Ahzab 57)
Umar pernah ingin menebas leher orang yang mengatakan Nabi telah wafat. apakah antum akan beri’tiqod bahwa Nabi saat ini masih hidup atau hantunya bergentayangan?……….INI KATA MAS AJAM JUGA . KOMENTAR ANA : ANTUM MASIH PERCAYA KAN BELIAU SAAW KEKASIH ALLOH ( DALAM KOMENTAR LAIN NT ADA )……KOK ANTUM MENYELISIH AYAT “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit“. (QS Al Isra [17]:85 )
DAN LAGI “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir” (QS Az Zumar [39]:42 )…..
ADA LAGI : ”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada), (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS Al Baqarah [2]: 154 )
”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran [3]: 169)…
Hal ini menunjukkan bahwa para syuhada (orang yang mati syahid) setelah kematian mereka, mereka hidup dengan diberikan rejeki, dalam keadaan gembira dan suka cita. Hal ini merupakan sifat orang-orang yang hidup di dunia.
Jika sifat kehidupan di dunia ini saja diberikan kepada para syuhada (orang yang mati syahid), tentu para nabi lebih berhak untuk menerimanya. Apalagi Rasulullah sebagai pemimpin para Nabi.
Imam al-Baihaqi telah membahas sepenggal kehidupan para nabi. Ia menyatakan dalam kitab Dalailun Nubuwwah: “Para nabi hidup di sisi Tuhan mereka seperti para syuhada.“..
Hamba-hamba Allah yang dicintaiNya akan diperlakukan khusus dan mereka berkumpul di sisi Allah Azza wa Jalla, yang terdekat denganNya tentulah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.
Al-Baihaqi mengeluarkan hadis dari Anas ra:
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya para nabi tidaklah ditinggalkan di dalam kubur mereka setelah empat puluh malam, akan tetapi mereka shalat (dzikrullah) di hadapan Allah SWT sampai ditiupnya sangkakala.“
Al-Baihaqi menyatakan, atas dasar inilah mereka layaknya seperti orang hidup kebanyakan, sesuai dengan Allah menempatkan mereka.
”Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid (syuhada), dan orang-orang saleh (sholihin). Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS An Nisaa [4]:69 )….
KAYAKNYA CUKUP YA MAS AJAM …………BIASAAA KALAU MASIH NGEYEL YA BUKAN WAHABI SALAFI NAMANYA ……he he he maaf ya mas Ajam ….
Konteks Umar bin Khattab yg hendak memenggal kepala seseorang yg kang Ajam sebutkan di atas adalah karena orang tersebut berkata “Muhammad telah mati”. Mati di sini dalam artian benar-benar sudah terputus hubungan dengan orang yg hidup, tidak ada manfaat dan mudharat bagi yang masih hidup.
Sehingga terkesan dari omongan orang tsb, Nabi Muhammad Saw sudah tidak ada manfaat lagi bagi yg hidup (sehingga membuat Umar marah).
Padahal jelas dalam al-Qur’an dikatakan bahwa :
Umar pernah ingin menebas leher orang yang mengatakan Nabi telah wafat. apakah antum akan beri’tiqod bahwa Nabi saat ini masih hidup atau hantunya bergentayangan?……….INI KATA MAS AJAM JUGA . KOMENTAR ANA : ANTUM MASIH PERCAYA KAN BELIAU SAAW KEKASIH ALLOH ( DALAM KOMENTAR LAIN NT ADA )……KOK ANTUM MENYELISIH AYAT “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit“. (QS Al Isra [17]:85 )
DAN LAGI “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir” (QS Az Zumar [39]:42 )…..
ADA LAGI : ”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada), (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS Al Baqarah [2]: 154 )
”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran [3]: 169)…
Percuma deh ngomong sama kaum yg nggak percaya kalau yg wafat masih bisa memberikan manfaat bagi yg hidup….soalnya mrk nggak percaya bahwa Rasulullah Saw masih menemui umatnya dalam keadaan tidur maupun terjaga.
Salafi/Wahabi menganggap ini hanya angan-angan kaum sufi. Pdhl banyak orang yg tidak belajar tasawuf dan tidak
mengerri apa itu sufi, tapi krn keikhlasan dalam beribadah bisa ketemu sama kanjeng Nabi Saw.
Maaf, Ralat…
mau copy nash al-quran yg kang Mamo sajikan, eh malah ke copy semuanya…
Konteks Umar bin Khattab yg hendak memenggal kepala seseorang yg kang Ajam sebutkan di atas adalah karena orang tersebut berkata “Muhammad telah mati”. Mati di sini dalam artian benar-benar sudah terputus hubungan dengan orang yg hidup, tidak ada manfaat dan mudharat bagi yang masih hidup.
Sehingga terkesan dari omongan orang tsb, Nabi Muhammad Saw sudah tidak ada manfaat lagi bagi yg hidup (sehingga membuat Umar marah).
”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada), (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS Al Baqarah [2]: 154 )
”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran [3]: 169)…
Percuma deh ngomong sama kaum yg nggak percaya kalau yg wafat masih bisa memberikan manfaat bagi yg hidup….soalnya mrk nggak percaya bahwa Rasulullah Saw masih menemui umatnya dalam keadaan tidur maupun terjaga.
Salafi/Wahabi menganggap ini hanya angan-angan kaum sufi. Pdhl banyak orang yg tidak belajar tasawuf dan tidak
mengerti apa itu sufi, tapi krn keikhlasan dalam beribadah bisa ketemu sama kanjeng Nabi Saw.
sebetulnya syubhat yang disampaikan pada komentar terakhir sudah pernah disampaikan sebelumnya dan sudah ana bantah namun belum ada bantahan balik, tapi kenapa syubhat itu diulang-ulang lagi?
ana ingin mengajukan pertanyaan kepada siapapun yang mau dan bisa menjawabnya.
Abdullah bin Umar ketika menziarahi kubur Nabi mengucapkan salam : “Assalaamu`alaika ya Rasulullah, assalaamu`alaika ya Aba Bakar, assalaamu`alaika ya Abatah“
kata “abatah” dalam ucapan Ibnu Umar di atas bolehkah dimaknai dengan PAMAN? dengan kata lain, apakah beliau menganggap ‘Umar bin Khothob yang dikuburkan bersama Nabi dan Abu Bakar adalah PAMAN?
mas Ajam pengin tuntas silahkan antum berusaha menemui Rosululloh SAAW mas ……..spt Imam Ghozali ………pasti antum tetap ngeyel duweh ……
Yang saya tahu Ibnu umar emang memanggil ayahnya karena semua tahu bahwa Ibnu umar putra Sayidina Umar. Tetapi “Abi” pada kasus nabi Ibrahim ternyata bukan dimaksudkan “ayahnya” seperti telah diungkapkan Mas Prabu. Apakah ayat Qur’an yang menyatakan “siapa buta di dunia, akan buta di akhirat” tidak ada arti lain dari “buta”?
jadi alasan bahwa kata “abatah” yang diucapkan Abdullah bin Umar kepada Umar bin Khothob adalah AYAH adalah karena “semua orang sudah tahu”?
lalu bagaimana cara “semua orang sudah tahu”? dari mana pengetahuan mereka bahwa Umar bin Khothob adalah ayah kandung Abdullah bin Umar? bukankah itu karena dhohir makna kata “abatah” adalah AYAH KANDUNG? tidak ada QORINAH (bukti yang memungkinkan takwil), sehingga tidak boleh kata “abatah” dimaknai dengan PAMAN atau yang lainnya.
lalu bagaimana dengn Azar? telah ada QORINAH yang memalingkan kata “abun” menjadi PAMAN, yaitu keterangan para imam ahli tafsir seperti Mujahid, Ibnu Mundzir dan lain-lain. seandainya tidak ada keterangan dari para imam ahli tafsir bahwa Azar adalah PAMAN Nabi Ibrahim, maka kata “abun” harus tetap dibawa pada makna AYAH.
sama juga dengan hadits “ayahku dan ayahmu di neraka”. tidak ada QORINAH apapun yang memungkinkan untuk takwil dari makna AYAH kepada makna PAMAN.
apa bukti antum bahwa yang dimaksud oleh Nabi adalah PAMAN beliau, bukan AYAH? jika tidak ada, maka kata “abun” harus tetap dibawa pada makna dhohirnya.
Sayyid Ahmad al-Hasyimi berkata : “MAJAZ adalah lafadz yang digunakan tidak pada mestinya dalam terminologi percakapan, dengan adanya ALAQOH dan QORINAH yang mencegah terhdap makna asli.” (Jawahirul Balaghah hal 290)
ALAQOH adalah kesesuaian antara makna hakiki dan makna makna majaz.
QORINAH adalah suatu perkara atau bukti atau indikator yang dijadikan dalil bahwa yang dimaksudkan bukan yang sebenarnya.
Qarinah? Jadi menurut antum, Nabi Ismail itu adalah ayah dari Nabi Ya’qub?
Akh Ajam menulis :
“antum harus mengerti dulu, bahwasanya Imam Syafi’i hanyalah manusia biasa yang bisa benar dan bisa salah. yang benar kita ambil dan yang salah kita kritik. para ulama dalam mengkritik mempunyai mahaj yang berbeda-beda. ada yang menghapus kesalahan tersebut dari kitab aslinya, ada yang tetap mencantumkannya namun disertai penjelasan, ada juga yang membuat kitab tersendiri sebagai bantahan/kritikan.”
Saya yang awam agak khawatir mengenai kitab ulama terutama menyangkut : “ada yang menghapus kesalahan tersebut dari kitab aslinya” …., kalau semua orang yang “mengaku ulama” boleh melakukan hal ini, apalagi di luar izin dan sepengetahuan penulis … wah gawat deh …
untungnya antum gak ngaku ulama
sayangnya sekarang sudah banyak tuh yg ngaku2 ulama dengan manhaj paling salaf yg berani menghapus, merubah, dan menambah-nambahi kitab Ulama Klasik…..
Mending kalau beli kitab jangan terbitan Arab Saudi dan negara2 kroninya deh….sudah nggak amanah…
bahkan banyak orang awam yang mengaku madzhab salaf telah merasa lebih alim dari ulama madzhab yang derajatnya jelas terus mereka mengoreksi hasil ijtihad ulama2 madzhab tanpa disertai ilmu yang cukup he he he he jadi lucu aja ngeliatnya …..
Kalau Nabi bilang “nasabnya suci”, itu apa artinya? Kalau Nabi marah terhadap orang yang menjelekkan keturunannya maksudnya apa? Kalau Syayidina Umar mengancam pegawainya yang menghina orang tua Rasul kira2 maksudnya apa? Mohon pencerahan bagi yang bisa menjawab?
Sepertinya belum ada ulama yang menulis bahwa para sahabat Nabi beritiqod bahwa orang tua Rasul kafir, bagaimana kalau kita mengikuti para sahabat saja?
semua itu salam paham antum.
nasab Nabi memang terbaik, namun hanya dalam hal keduniawian. Bani Hasyim adalah keluarga terpandang di kalangan suku Quroisy. namun ternyata di antara Bani Hasyim sangat banyak orang-orang kafir, misalnya Abdul Mutholib, Abu Jahal, dan Abu Tholib.
Nabi marah ayah dan ibunya disebut penghuni neraka, namun kemarahan beliau bukan berarti pengingkaran. kalau antum mengatakan pada orang yang giginya tonggos, “Hey, kamu si tonggos!!!!”, maka dia pasti sedih dan marah, lalu apakah kemarahannya ini berarti dia mengingkari bahwa giginya tidak tonggos?
mengenai kasus Umar, banyak hal yang harus diperhatikan.
1. apakah atsar itu shohih
2. apakah Umar sudah mendengar hadits ayah dan ibu Nabi masuk neraka
3. apakah perkataan orang itu bentuk ejekan atau sekedar perkataan
ANTUM BERKATA
Sepertinya belum ada ulama yang menulis bahwa para sahabat Nabi beritiqod bahwa orang tua Rasul kafir, bagaimana kalau kita mengikuti para sahabat saja?
ANA JAWAB
seharusnya hadits Nabi saja sudah cukup
Haduh…tolong cermati hadist yg pernah saya dan teman2 kutip, mengenai nasab yg bercabang dua…dimana Rasuluah Saw ada pada bagian nasab yg TERBAIK.
Jd pada Bani Hasyim sendiri nasabnya sudah bercabang, namun Rasulullah memiliki nasab yg masih suci.
Jika para Nabi terdahulu saja memiliki nasab yg baik…termasuk Nabi Ibrahim As yg memiliki ayah kandung Tarih/Tarukh yg bukan penyembah berhala, maka sudah sewajarnya jika Nabi terakhir yg merupakan penghulu para Nabi memiliki nasab yg sama sucinya dg Nabi-Nabi terdahulu…
ajam
nasab Nabi memang terbaik, namun hanya dalam hal keduniawian.
jawab
bisa antum kemungkakan dalilnya dan siapa ulama yg mengatakannya ? apakah dia pendapat ijma ulama ?
sejak kapan nabi saw berbicara tentang keunggulan duniawi semata (baca: ttg nasab beliau saw terbaik dalam duniawi) ?
memang antum ini bodoh kwadrat , ngomong tak pake akal. kalo antum bicara tentang kedudukan duniawi maka derajat raja2 persia dan romawi jauh lebih unggul dari nasab nabi saw. justru yg dimaksud nabi adalah dalam hal agama dan keselamatan dalam agama. …..EROR SUDAH OTAK ANTUM NIH…..
AJAM BERKATA
Bani Hasyim adalah keluarga terpandang di kalangan suku Quroisy. namun ternyata di antara Bani Hasyim sangat banyak orang-orang kafir, misalnya Abdul Mutholib, Abu Jahal, dan Abu Tholib.
jawab
Saya sarankan antum berbicara pake dalil dan akal jangan pake dengkul. Seperti anak TK asbun terus. ( maaf antum sudah berbicara melmpaui batas kewajaran)
sebelum saya menjawab, fokus kita hanya dua nama SAJA yaitu abu thalib dan abdul muthalib (ttg abu jahal sudah ada dalil mutawatir dia kafir).
Tapi Sebelum membahas Hadist ttg abdul muthalib kakek nabi saw,
saya tantang antum tentang pernyataan antum bahwa abu thalib kafir.
DEMI ALLAH YG JIWAKU ADA DITANGANNYA. JIKA ANTUM ATAU SIAPA SAJA YG BISA MEMBUKTIKAN BAHWA ABU THALIB MATI DALAM KEADAAN KAFIR DENGAN DALIL SHAHIH (BACA: termasuk hadist bukhari-muslim plus ayat yg “dicatut” dalam hadist itu) MAKA SAYA KASIH DIA UANG 20 JUTA RUPIAH.
DAN JIKA SAYA INGKAR ATAU TIDAK MEMBERIKAN UANG MAKA LAKNAT ALLAH AKAN MENIMPA SAYA.
JIKA JAWABAN ANTUM TERLALU PANJANG SILAHKAN HUB.SAYA LEWAT EMAIL: younedi_msj@yahoo.co.id. Atau keno HP saya: 0852-506-77388.
Saya ingin tegaskan sekali lagi bahwa hadist ( abu thalib mati dalam keadaan musryik atau kafir) yg banyak beredar itu adalah hadist bathil atau hadist mungkar.dan paling ringan adalah hadist dhoif.
Alasannya adalah hadist tsb bertentangan dengan hadist/atsar shahih dan ayat suci Al-quran yg memuliakan abu thalib ra.
Sudah menjadi etika dalam diskusi seseorang yg mengatakan sesuatu dengan hujjah yg dia yakini maka dia harus menjelaskan alasan, mengapa dia mengemukakan ttg sesuatu tsb ( baca: abu thalib kafir atau abu thalib mati dalam keadaan musryik atau kafir).
Maka sdh sepantasnya saya mempersilahkan antum wahai ajam terlebih dahulu memaparkan argumentasinya bahwa hadist ( abu thalib mati dalam keadaan musryik atau kafir) tersebut adalah hadist shahih seperti yg banyak dikemukakan orang nashibi seperti salafi-wahabi diweb ataupun bloq. silahkan sheikh ajam …monggo (karena setiap perkataan wajib kita pertanggungjawabkan baik didunia maupun diakhirat kelak )
Peringatan Allah ttg orang yg mengatakan sesuatu tanpa ilmu :
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan (ketahui). Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan (QS: 61:2-3)
terus terang melihat kemampuan antum dalam dialoq ini wahai ajam saya meragukan kapasitas antum dan orang-orang yg memvonis abu thalib MATI DALAM KEDAAN KAFIR ATAU MUSRYIK dgn membawa hujah yg kuat dan dalil qoth’i yg tak terbantahkan.
LEBIH BAIK PANGGIL USTAD2 ANTUM YG LEBIH PAHAM DALAM MENGKAFIRKAN ABU THALIB.
INGAT…..POKOK PEMBAHASAN KITA ADALAH KEMATIAN ABU THALIB DALAM KEADAAN KAFIR ATAU MUSRYIK TIDAK LEBIH.
JIKA INI KITA TELAH SEPAKAT BARU KETOPIK LAIN TTG ABU THALIB
saya berharap antum meminta maaf karena khilaf dan salah dalam memvonis atau meyakini abu thalib ra mati dalam keadaan kafir atau musryik dan masuk neraka. semoga Allah mengampuni antum. (meminta maaf atas salah dan lupa tidak membuat antum menjadi HINA dan mempertahankan pendapat yg bathil/lemah tidak pula membuat antum menjadi MULIA)
Tetapi jika antum tetap istiqomah dgn keyakinan anda ttg abu thalib ra musrik atau kafir (nauzubillah) silahkan antum beri hujah dan dalil tersebut./ agar kita bisa berdiskusi !! saya tunggu NYALI ANTUM DISINI WAHAI AJAM..
Barang siapa yang memanggil seseorang dengan “kafir” atau berkata “musuh Allah” padahal tidak demikian maka perkataan itu berbalik kepadanya [Shahih Muslim 1/79 no 61]
note:
1. saya anggap bersedekah saja kepada orang yg bisa mengoyangkan keyakinan saya bahwa abu thalib adalah seorang mukmin sejati
2. jangan antum hubung-hubungkan sayembara ini dengan syiah. karena sampai sekarang saya masih aktif dijemaah tabliqh.
3. abu thalib adalah milik umat islam dan sudah menjadi sejarah umat islam Dimana tentang pembelaan beliau dalam mendukung dan melindung nabi saw dalam berdakwah. diakui semua mazhab.
4. perbedaan hanya terletak apakah abu thalib mukmin atau kafir. ketika wafat.
salam
younedi
Saudara ‘Ajam..
Yang anda katakan memang benar “suatu hadits jika telah nyata-nyata shohih, tidak mungkin bertentangan dengan Al Qur’an maupun hadits shohih lain”.
Yang salah adalah orang yang memahami hadits atau ayat tersebut atau kurangnya data dan informasi mengenai hadits tersebut.
Kalau saya boleh memberi perbandingan, misalkan saya :
Pada umur 20 tahun tinggal di Kalimantan dan mempunyai seorang kenalan bernama Bima AsSyafi’i . Dalam suatu pebicaraan.. saudara Bima AsSyafi’i menanyakan apa pekerjaan saya….saya jawab saya seorang pedagang.
Pada umur 30 tahun saya pergi mengembangkan usaha saya kedaerah Jawa…dan bangkrut kerena kalah dalam persaingan. Dan 10 tahun kemudian saya berkenalan dengan saudara prabu. Dalam suatu pebicaraan.. saudara prabu menanyakan apa pekerjaan saya…saya jawab pemulung.
Singkat cerita sayapun meninggal.
Dan kehidupan terus barlanjut…ternyata saudara Bima AsSyafi’i mempunyai teman yg sama dengan saudara prabu..yaitu saudara ‘Ajam…walaupun sauadara Bima AsSyafi’i tidak saling kenal dengan saudara prabu.
Dalam suatu pembicaraan antara sauadara Bima AsSyafi’i dengan saudara ‘Ajam…saudara Bima AsSyafi’i menceritakan pernah berkenalan dengan saya(M,Husaini) dan mengatakan bahwa saya adalah seorang pedagang.
Dan dilain waktu rupanya saudara prabu juga bercerita kepada saudara ‘Ajam…dan menceritakan tentang pekerjaan kenalannya(M.Husaini) adalah seorang pemulung.
Saudara ‘Ajam jadi bingung…siapa yg benar dan siapa yg berdusta ?
M.Husaini ini apa sebenarnya pekerjaannya..pedagang atau pemulung.
Ataukah M.Husaini yg berdusta kepada salah satu temannya itu pikir saudara ‘Ajam dikerenakan saudara ‘Ajam tidak mengenal M,Husaini.
Dari cerita fiktif saya itu mudah-mudahan kita bisa lebih memahami status suatu hadits dengan hadits lainnya agar tidak terjadi benturan antara hadits dengan hadits lainnya atau hadits dengan AQ.
Maaf telah menggunakan nama saudara-saudara dalam cerita fiktif saya.
cerita fiktif yang bagus mas M.Husaini ……….
Terima kasih…kang mamo cemani gombong…Alhamdulillah.
jika dalam hal duniawi seperti itu saja butuh QORINAH untuk memalingkan sesuatu dari dhohirnya, maka lebih-lebih lagi dalam perkara agama, khususnya aqidah.
Nabi bilang ayah dan ibunya di neraka. seandainya hal ini hanya berupa kecemasan Nabi saja, kemudian beliau dihibur oleh Alloh dengan QS Al Isro 15 seperti yang dibilang al akh Prabu, kenapa tidka ada hadits RALAT?
bagaimana antum tahu ayah dan ibu Nabi yang dulunya ditetapkan oleh Nabi masuk neraka kemudian tidak jadi masuk neraka?
bagaimana antum tahu bahwa Nabi mengatakan “ayahku di neraka” maksudnya adalah “pamanku di neraka”?
Saudara ‘Ajam..
Mengapa anda tdk berpikir kalau QS Al Isro 15 adalah ralatan atas semua yg diucapkan Rasulullah SAW.
Kalau Allah sudah meralat ucapan Rasulullah.. apalagi yg anda butuhkan….hadits ralat? Apakah QS Al Isro 15 masih tidak jelas buat anda ?
Apakah Rasulullah wajib meralat ucapannnya ? Masalah orang tua Rasulullah adalah masalah pribadi. Kalau saya memberitahu pada anda bahwa saya punya hutang dengan saudara prabu,..apakah saya harus memberitahu kepada anda ketika saya sudah membayar hutang itu ?
Coment anda:
bagaimana antum tahu ayah dan ibu Nabi yang dulunya ditetapkan oleh Nabi masuk neraka kemudian tidak jadi masuk neraka?
Saya:
Maaf….yg berkeinginan Rasulullah menetapkan itu adalah anda.Kerena Rasulullah tdk pernah MENETAPKAN SUATU PERKARA MENJADI KEPASTIAN yg bukan haknya.
Ketetapan seperti itu hak siapa ?
Saya kasih contoh hadits :
Hadis riwayat Anas bin Malik ra.: Bahwa seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah saw.: Kapankah kiamat akan tiba? Di sebelahnya terdapat seorang pemuda Ansar yang masih belia bernama Muhammad, maka Rasulullah saw. bersabda: Ketika pemuda ini hidup lama, maka sebelum ia mencapai usia tua renta kiamat sudah tiba.( HR.MUSLIM No:5249 )
Nah…pemuda itu bukan saja tua renta tapi sudah meninggal ribuan tahun yg lalu…kok belum kiamat.
Jadi..saudara ‘Ajam…kalau anda menemukan hadits yg bertentangan dgn AQ, maka yang salah adalah orang yang memahami hadits tersebut atau kurangnya data dan informasi mengenai hadits tersebut.
Maaf kalau ada salah kata.
al akh M.Husaini
ana telah membahas sebelumnya bahwa QS Al Isro 15 tidak bisa dijadikan dalil untuk mengingkari ayah dan ibu Nabi masuk neraka. dalam penjelasan Imam Nawawi yang sudah sangat sering sama-sama kita kutipkan juga sudah disebutkan penjelasan beliau akan hal ini : “Hal itu bukan termasuk pemberian siksaan terhadapnya sebelum penyampaian dakwah, karena kepada mereka telah disampaikan dakwah Ibrahim dan juga para Nabi yang lain shalawaatullaah wa salaamuhu ‘alaihim” [Syarah Shahih Muslim oleh An-Nawawi juz 3 hal. 79]
oleh karena itu, tidak ada alasan untuk mengatakan ayah dan ibu Nabi belum mendengar dakwah syariat Ibrahim dan otomatis menggunakan QS Al Isro 15 untuk mengingkari ayah dan ibu Nabi masuk neraka adalah suatu kekeliruan.
===========================================================
ANTUM BERKATA :
Maaf….yg berkeinginan Rasulullah menetapkan itu adalah anda.Kerena Rasulullah tdk pernah MENETAPKAN SUATU PERKARA MENJADI KEPASTIAN yg bukan haknya.
Ketetapan seperti itu hak siapa ?
ANA JAWAB :
sabda Nabi itu bukan berasal dari akal dan hawa nafsu beliau sendiri, melainkan dari wahyu yang telah diwahyukan Alloh kepada beliau. karena itu beliau bisa mengatakan ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan masuk neraka, padahal tidak ada yang berhak menentukan seseorang masuk neraka kecuali Alloh bukan?
Nabi juga memberikan jaminan masuk surga kepada Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, 10 orang sahabat, pasukan perang badr, dan lain-lain, padahal tidak ada yang berhak menentukan seseorang masuk surga kecuali Alloh bukan?
============================================================
ANTUM BERKATA :
Jadi..saudara ‘Ajam…kalau anda menemukan hadits yg bertentangan dgn AQ, maka yang salah adalah orang yang memahami hadits tersebut atau kurangnya data dan informasi mengenai hadits tersebut.
ANA JAWAB :
ana sama sekali tidak menemukan pertentangan antara hadits shohih yang ana sebutkan sebagai dalil ayah dan ibu Nabi masuk neraka dengan ayat Al Qur’an dan hadits shohih yang dijadikan dalil lawan diskusi ana untuk mengingkari ayah dan ibu Nabi masuk neraka.
benarlah kata antum, yang salah adalah cara memahami nash.
oleh karena itu ana heran kepada lawan diskusi ana termasuk antum sendiri tentang cara memahami nash. bagaimana bisa antum sekalian menggunakan QS Al Isro’ 15 sebagai dalil untuk mengingkari ayah dan ibu Nabi masuk neraka padahal tidak ada satu pun ulama yang berdalil dengan ayat tersebut.
Wah…jelas2 Imam Suyuthi berdalil dg ayat tsb…koq anda terus-menerus mengatakan “tidak ada satu pun ulama…dst..dst..”
Imam Al-Alusi beliau pun memakai dalil yg sama…
ya…tahulah bro… cuma antum dan salafi wahabi saja yg ndak tahu. hadist tentang nasab nabi yg sucu, dimana secara tegas dan lugas menyebut nama ibunya aminah adalah wanita yg suci. APAKAH MUNGKIN WANITA YG DISUCIKAN OLEH ALLAH MASUK NERAKA ?
Ditambah lagi surat al-ahzab ayat 33 : ” Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya.
HANYA ORANG YG TULI DAN BUTA SAJA YG MENGATAKAN ORTU NABI SAW YG BERTENTANGAN DENGAN AYAT DIATAS.
Nalar siajam jika terlihat seolah-olah hadist bertentangan dengan Al-Quran maka Al-Quran yg harus disingkirkan dan didahului hadist nabi saw.
note: aminah bin wahab as abdullah bin abdul muthalib adalah ahlul bait nabi saw.
INGAT…..POKOK PEMBAHASAN KITA ADALAH KEMATIAN ABU THALIB DALAM KEADAAN KAFIR ATAU MUSRYIK TIDAK LEBIH.
JIKA INI KITA TELAH SEPAKAT BARU KETOPIK LAIN TTG ABU THALIB
revisi
maksud saya adalah : JIKA INI KITA TELAH SEPAKAT BARU KETOPIK LAIN TTG ABU THALIB (baca: hadist2 diluar daripada menjelang kematian abu thalib yg dikatakan sebagian ulama, bahwa hadist ini bukti abu thalib mati dalam keadaan kafir/musryik ) terima kasih
Akh Ajam mengatakan :
“untungnya antum gak ngaku ulama”
Mengenai :
“ada yang menghapus kesalahan tersebut dari kitab aslinya”.
Ulama / manhaj mana yang membolehkan itu?
Kira-kira kutipan Anda tentang Itiqod Imam Abu Hanifah tentang “kafirnya orang tua Nabi”, sahih ga ya …?
ana akan copas dari blog Abul Jauzaa. untuk keterangan lebih lanjut silakan mampir ke blog tersebut dan berdiskusi langsung dengn Ustadz Abul Jauzaa. namun jangan berkomentar sampah seperti Al Akh MAMO, karena nanti pasti komentar antum langsung masuk recycle.
di kalangan peneliti Wahabiy, dunia penelitian kitab ulama salaf itu berkembang dengan pesat. Dan itu ada beberapa bentuk. Misalnya : Pemberian catatan kaki, peringkasan, atau perubahan/pengkoreksian langsung pada matan kitab. Biasanya itu diketahui dari manhaj tahqiq dari muhaqqiq kitab yang tertulis di bagian awal sebelum muqaddimah kitab. Jika si muhaqqiq telah menjelaskan metodologi yang ia pakai, jika ada perubahan atau pengkoreksian (sebagaimana diisyaratkan dalam metodologi dimaksud), tentu saja itu bukan dinamakan sebagai kedustaan, pemalsuan, atau sebangsanya. Yang menjadi sasaran kritik – kalaupun mau dikritik – adalah kebenaran dari metodologi tahqiq itu sendiri.
Sedikit saya contohkan,… Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adhiim karangan Al-Haafidh Ibnu Katsir. Kitab ini telah dicetak oleh macam-macam penerbit dan telah di-tahqiq oleh banyak peneliti. Salah satu versi terbitannya berjudul Lubaabut-Tafsiir min Ibni Katsiir hasil tahqiq dari Dr. ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdirrahman bin Ishaaq Alisy-Syaikh; Daarul-Hilaal, Cet. 1/1414 H (telah diterjemahkan oleh Pustaka Imam Asy-Syafi’i Bogor dengan judul : Tafsir Ibnu Katsir). Wahabiy tulen. Pentahqiq telah menjelaskan metodologinya dalam kitab tersebut, yaitu dengan meringkas, membuang sebagian besar riwayat-riwayat dla’if (apalagi maudlu’) dan israailiyyaat, melakukan sedikit tambahan penafsiran terhadap 3 ayat surat Al-Maaidah, memberikan takhrij seperlunya, dan yang lainnya. Oleh karena itu, jangan harap kita akan dapatkan keterangan tentang kisah Al-‘Utbiy dalam kitab ini, karena kisah ini adalah kisah palsu. Namun dalam Tafsir Ibnu Katsir 4/140; Muassasah Qurthubah, Cet. 1/1421 yang di-tahqiq oleh sekelompok peneliti Wahabiy (Mushthafa As-Sayyid Muhammad, Muhammad As-Sayyid Rasyaad, Muhammad Fadhl Al-‘Ajmaadiy, ‘Aliy Ahmad ‘Abdul-Baaqiy, dan Hasan ‘Abbaas Quthb) cerita Al-‘Utbiy tersebut tetap dicantumkan.
Metodologi dalam kitab tersebut berbeda dengan yang pertama. Ia mencantumkan seluruh matan kitab, melakukan koreksi (baik dengan tanda kurung ataupun dengan catatan kaki), serta men-takhrij sebagian besar riwayat-riwayat haditsnya. Hal yang sama ada dalam Tafsir Ibni Katsir 2/347-348; Daaruth-Thayyibah, Cet. 2/1420 yang di-tahqiq oleh Saamiy bin Muhammad Salaamah, kisah ‘Utbiy itu tidak dihilangkan. Namun dalam versi cetakan ini, pen-tahqiq memberikan penjelasan panjang lebar (pada catatan kaki) tentang tidak benarnya kisah ini serta kebathilan orang-orang yang menggunakan kisah ini sebagai hujjah dalam syari’at.
Ringkasnya………. lihat dulu manhaj pen-tahqiq-an di awal kitab !!
Kalaupun memang ada indikasi penerbit atau pen-tahqiq melakukan kecurangan, itu pun bisa dilakukan dan dialami oleh siapa saja. Tidak perlu pengkhususan bahwa yang selama ini menderita dan merasa ‘didhalimi’ adalah para kiyai NU dan para fanatikusnya. Asy-Syaikh Al-Albaniy sendiri pernah mencabut hak penerbitan kitabnya dari Al-Maktab Al-Islamiy karena ada indikasi kuat ketidakamanahan. Jadi, kalaupun mau disalahkan ya penerbitnya atau individunya. Jangan seperti sebagian kiyai NU yang langsung menebar fitnah tak berbobot bahwa Wahabiyyun itu (secara umum) punya profesi baru sebagai tukang ubah kitab. Saya khawatir pak kiyai dan mas santri tidak membaca metodologi pen-tahqiq-an kitabnya… (atau bahkan tidak paham ?) ……
hehehe silahkan antum menganggap surat Al Isro sampah mas Ajam …….orang2 salafi wahabi kalau kepojok emang begitu ….he he he kaya gitu kok ngaku ahli mas Ajam …….bagaimana orang2 salafi wahabi yang awam ya ?????
manhaj pemalsuan kali yaaaa ???????
apalagi sdr mas Ajam yang paliiiiing …..paliiing …..paling …….ahli pun dari wahabi nggak mungkin bisa bertemu Rosululloh lah spt Imam Ghozali ………karena apa wahabi nggak punya wali sih he he he he maaf mas Ajam just kidding yo …….
Sambil menunggu komenter siajam dan kawan-kawannya yg salafi-wahabi atau yg lainnya tentang tantangan 10 Mei 2013 pada 1:16 am saya akan mengomentari bebrapa koment siajam yg nyeleneh dan lari dari akal sehat
AJAM
di kalangan peneliti Wahabiy, dunia penelitian kitab ulama salaf itu berkembang dengan pesat. Dan itu ada beberapa bentuk. Misalnya : Pemberian catatan kaki, peringkasan, atau perubahan/pengkoreksian langsung pada matan kitab. Biasanya itu diketahui dari manhaj tahqiq dari muhaqqiq kitab yang tertulis
JAWAB
anda mau buat metodelogi apapun namanya mulai zaman nabi sampai zaman teknologi sekarang yg namanya menghilangkan/menghapus perkataan ulama lalu mengantinya dengan perkataannya sendiri lalu mempublikasikannya dan tidak mencantumkannya tulisan asli ulama tersebut atau siperubah kitab tidak memberikan keterangan tentang kalimat yg dihapus walaupun dia lebih pintar dari ulama tersebut tetap saja namanya PEMALSUAN. …………apalagi orang yg merubahnya tidak maksum…..gimana sih nalar ente.
untuk lebih jelasnya antum baca buku karangan syeikh IDAHRAM yang berjudul ” MEREKA MEMALSUKAN KITAB ULAMA KLASIK” lalu anda lihat kitab asli yg discan dalam buku syeikh idahram dengan kitab yg telah dipalsukan atau dihilangkan oleh orang slafi-wahabi. abis itu baru antum koment. JADI ENTE AJAM TIDAK ASBUN DAN NGOCEH NDAK KARUAN
ajam
Asy-Syaikh Al-Albaniy sendiri pernah mencabut hak penerbitan kitabnya dari Al-Maktab Al-Islamiy karena ada indikasi kuat ketidakamanahan. Jadi, kalaupun mau disalahkan ya penerbitnya atau individunya. Jangan seperti sebagian kiyai NU yang langsung menebar fitnah tak berbobot bahwa Wahabiyyun itu (secara umum) punya profesi baru sebagai tukang ubah kitab.
jawab
agar antum tidak dikatakan tukang fitnah lebih baik antum beri bukti berupa scan atau surat al-bani yg menyatakan dia mencabut hak penerbitan kitabnya yg ditujukan kepada orang NU. …silahakan….. jangan antum berbicara tanpa bukti. ITU NAMANYA PEMBOHONG. ditunggu bukti dari antum..
Assalaamu’alaikum. Saya indraisme, orang awam dan fakir ikut nimbrung. Dulu saya pernah belajar di 2 pondok pesantern yang berseberangan faham. Pertama kali saya mondok di sebuah ponpes modern yang ikut faham ‘tidak baca qunut’, dan saya sendiri sempat berpandangan bahwa faham itulah yang paling benar. Namun, setelah saya mondok di ponpes yang selanjutnya, yaitu ponpes yang kurikulumnya ‘alaa nahji salaafiyatil haditsah (memadukan hal2 salaf/klasik yang baik dengan yang modern yang juga baik), perlahan saya mulai memahami beberapa hal, dan akhirnya berkeyakinan bahwa bermadzhab adalah jalan yang terbaik. Karena sebenarnya kebanyakan kita hanyalah orang-orang yang tidur sambil berjalan, dan butuh untuk dibangunkan. Saya dulu pernah berpikiran salah tentang sufi dan bid’ah, jadi tidak ada salahnya bagi saudara-saudara yang memandang ahlussunnah yang sudah ada di Indonesia ini salah dan harus diluruskan, mengapa tidak mencoba untuk mendalaminya di tempat yang tepat seperti pondok-pondok salaf? Jangan khawatir jika Anda sepat merasakan keraguan atas yang Anda lakukan, karena sayapun sempat merasakan itu di bulan-bulan pertama.
Demikian dari saya, mohon maaf atas kata-kata yang tidak berkenan.
Saudara ‘Ajam…
Coment anda:
“oleh karena itu, tidak ada alasan untuk mengatakan ayah dan ibu Nabi belum mendengar dakwah syariat Ibrahim dan otomatis menggunakan QS Al Isro 15 untuk mengingkari ayah dan ibu Nabi masuk neraka adalah suatu kekeliruan.”
Saya:
Mendengar dakwah syariat Ibrahim ?
Maaf..dakwah Isa.as. saja tidak sampai apalagi dakwah syariat Ibrahim.as.
Dakwah memang sampai,..tapi apakah Isa as mendakwahkan bahwa dia anak Tuhan. Sampai-sampai Allah memerintahkan kepada Rasulullah SAW utk menyampaikan dan mengatakan….lihat QS.Al-Maa’idah 75 hingga 79. Bahkan diayat 79.. Allah sendiri yg berfirman “Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat.[..]”….nah apalagi dakwah.
Jadi saudara ‘Ajam …dakwah itu memang sampai tapi tidak seperti dakwah yg dikehendaki-Nya(tdk bisa ditoleransi).
============================================================
Coment anda:
“sabda Nabi itu bukan berasal dari akal dan hawa nafsu beliau sendiri, melainkan dari wahyu yang telah diwahyukan Alloh kepada beliau.”
Saya:
Anda benar sekali….bukankah saya pernah berkata “[..]maka yang salah adalah orang yang memahami hadits tersebut atau kurangnya data dan informasi mengenai hadits tersebut.”
Dari dua contoh yg anda cantumkan itu tdk bisa dibuktikan apakah Sabda Rasulullah SAW itu sesuai dengan maksud Rasulullah SAW atau tidak.
Lihat HR.MUSLIM No:5249…dan lihat sekarang..apakah kiamat sudah terjadi.
Ini adalah hal yg pasti bisa kita buktikan bahwa sabda Rasulullah TERKADANG tdk sesuai dengan yang DIMAKSUD Rasulullah SAW dari apa yg kita baca.
Tentu anda masih ingat cerita fiktif saya:
Apa sebenarnya pekerjaan M.Husaini ?
Umur berapa jadi pedagang dan umur berapa jadi pemulung….mudah-mudahan anda mengerti maksud saya.
Berdasarkan coment anda diatas….Apakah Rasulullah SAW tidak pernah ditegur oleh Allah SWT ?
===========================================================
Coment anda :
“ana sama sekali tidak menemukan pertentangan antara hadits shohih[..] dengan ayat Al Qur’an”
Saya:
Didalam hadits itu ada unsur “penetapan”. Penetapan itulah yg bertentangan dgn AQ.
Coment anda:
“oleh karena itu ana heran kepada lawan diskusi ana termasuk antum sendiri tentang cara memahami nash. bagaimana bisa antum sekalian menggunakan QS Al Isro’ 15 sebagai dalil [..]”
Saya:
Dengan membaca ayat-ayat lainnya( QS.Al-Maa’idah 75 hingga 79). Diatas sudah saya jelaskan.
Maaf kalau ada salah kata.
ANTUM BERKATA :
Mendengar dakwah syariat Ibrahim ?
Maaf..dakwah Isa.as. saja tidak sampai apalagi dakwah syariat Ibrahim.as.
ANA JAWAB :
Nabi Isa hanya diutus untuk Bani Isroil, bukan bangsa arab.
antum jangan mengabaikan fakta bahwa ada orang yang sezaman dengan ayah dan ibu Nabi yang disebutkan oleh Nabi masuk neraka, contohnya adalah ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan. apakah antum akan mengingkari ini juga dengan alasan belum sampai dakwah kepada mereka?
kalau ayah dan ibu Nabi belum mendengar dakwah, tidak mungkin Nabi akan mengatakan ayah dan ibunya masuk neraka.
itu artinya antum sekalian menganggap sabda Nabi asal njeplak dan mengabaikan peran wahyu Alloh dalam hadits tersebut.
==============================================================
ANTUM BERKATA :
Dari dua contoh yg anda cantumkan itu tdk bisa dibuktikan apakah Sabda Rasulullah SAW itu sesuai dengan maksud Rasulullah SAW atau tidak
ANA JAWAB :
nah, inilah yang sebelumnya ana tanyakan. Nabi berkata A, lalu antum sekalian memaknai menjadi B. lalu dari mana antum tahu bahwa maksud dari sabda Nabi itu bukan A sebagaimana yang diucapkan, melainkan B sebagaimana yang antum takwilkan?
ana memang bukan ahli dalam bahasa arab, namun ana sedikit tahu bahwa untuk memalingkan suatu nash dari dhohirnya harus memenuhi 4 rukun, yaitu 1) makna dhohir, 2) makna takwilan, 3) alaqoh, 4) qorinah
==============================================================
ANTUM BERKATA :
Didalam hadits itu ada unsur “penetapan”. Penetapan itulah yg bertentangan dgn AQ
ANA JAWAB :
sebagaimana yang antum katakan sendiri, jika antum menemukan pertentangan antara hadits dengan Al Qur’an, maka yang salah adalah cara antum memahami nash.
ana sudah menjelaskan semua bahwa dalil2 yang antum sekalian sebutkan untuk mengingkari ayah dan ibu Nabi masuk neraka tidak bertentangan dengan dalil2 yang ana sebutkan.
=============================================================
ANTUM BERKATA :
Dengan membaca ayat-ayat lainnya( QS.Al-Maa’idah 75 hingga 79). Diatas sudah saya jelaskan.
ANA JAWAB :
jangan pelit-pelit ilmu. kalau antum menemukan ada ulama yang berdalil dengan QS Al Isro 15 untuk mengingkari ayah dan ibu masuk neraka, silakan dikutipkan.
dan karena antum membawa ayah lain, maka silakan sebutkan juga ulama yang berdalil dengan Al Ma’idah 75-79 untuk mengingkari ayah dan ibu Nabi masuk neraka.
jika antum tidak mempunyai seorang ulama pun sebagai sandaran dalam memahami nash, maka sudah bisa dipastikan perkataan antum di atas menyerang antum sendiri.
Saudara ‘Ajam..
Mudah-mudahan anda sabar membacanya.
Coment anda:
“Nabi Isa hanya diutus untuk Bani Isroil, bukan bangsa arab.”
Saya:
O..begitu ya..jadi menurut anda ajaran itu tdk disebarkan oleh anak buahnya “Mr.Paul”…terus bagaimana ceritanya dgn Waraqah bin Naufal dari mana dia tahu ajaran tersebut.
Baiklah saudara ‘Ajam..kita masuk ketidak sampainya dakwah Ibrahim.as. Sepeninggal Ibrahim.as., bangsa Arab berpindah dari agama Nabi Ibrahim kepada kepercayaan Watsani. Tetapi diantara bangsa Arab itu masih ada orang-orang yang melecehkan dan tidak suka menyembah berhala.
Ada yang masuk agama nasrani(Waraqah bin Naufal = bukti masuknya dakwah).
Ada pula yg seolah-olah membuat agama baru yaitu orang mencintai ajaran Ibrahim.as.( copy paste dari saudara prabu )
Zaid bin Amr (paman Umar bin Khattab Ra), pada suatu hari (di jaman jahiliyah sebelum diutusnya Nabi Saw) berdiri di samping Ka’bah, bersandar ke bangunan suci itu dan berkata kepada orang2 yg sedang mengelilingi Ka’bah :
“Wahai Quraisy, demi yang jiwa Zaid berada di tangannya, tak ada seorang pun dari kalian yang mengikuti agama Ibrahim kecuali aku. (konteksnya Zaid sdg bicara pd org2 yg sdg mengelilingi Ka’bah, bukan org Makkah secara keseluruhan).
Kemudian dengan sedih Zaid menambahkan, “Ya Tuhan, andaikan aku tahu bagaimana engkau ingin disembah, niscaya aku akan menyembahmu dengan cara itu; namun aku tidak tahu”.sirah Muhammad Ibn Ishaq (w 767).
Sekarang perhatikan :
“[..], ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka MENDIRIKAN SHOLAT,[..]” QS.Ibrahim:37.
Dan bandingkan dengan yg ini :
“Ya Tuhan, andaikan aku tahu bagaimana engkau ingin disembah, niscaya aku akan menyembahmu dengan cara itu; namun aku tidak tahu”
Jelaskah sudah buat anda bahwa dakwah syariat Ibrahim.as. tersebut tdk sampai.
Coment anda:
“contohnya adalah ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan. apakah antum akan mengingkari ini juga dengan alasan belum sampai dakwah kepada mereka?”
Saya:
Anda rupanya tdk memperhatikan apa yg saya tulis. Saya tulis ulang :”[..]sabda Rasulullah TERKADANG tdk sesuai dengan yang DIMAKSUD Rasulullah SAW”. Perhatikan kata “TERKADANG”
Coment anda:
“kalau ayah dan ibu Nabi belum mendengar dakwah, tidak mungkin Nabi akan mengatakan ayah dan ibunya masuk neraka.
itu artinya antum sekalian menganggap sabda Nabi asal njeplak dan mengabaikan peran wahyu Alloh dalam hadits tersebut”
Saya :
Bukankah sudah pernah saya katakan :”Rasulullah tdk pernah MENETAPKAN SUATU PERKARA MENJADI KEPASTIAN yg bukan haknya”. Perhatikan kata “MENJADI KEPASTIAN”
Dan tolong dijawab…Apakah Rasulullah SAW tidak pernah ditegur oleh Allah SWT ?
==========================================================
Coment anda:
“sebagaimana yang antum katakan sendiri, jika antum menemukan pertentangan antara hadits dengan Al Qur’an, maka yang salah adalah cara antum memahami nash.”
Saya :
Kok saya yg salah…jelas-jelas saya katakan :”:”Rasulullah tdk pernah MENETAPKAN SUATU PERKARA MENJADI KEPASTIAN yg bukan haknya”
Artinya saya tdk menemukan hadits itu bertentangan dgn AQ.
Bukan kita sudah sepakat ketetapan itu hak Allah SWT ?
Jadi andalah yg menginginkan ketetapan itu….bukti perkataan anda: “bagaimana antum tahu ayah dan ibu Nabi yang dulunya ditetapkan oleh Nabi masuk neraka kemudian tidak jadi masuk neraka?”
Lihat kata-kata anda ini : ” yang dulunya ditetapkan oleh Nabi”
Biar lebih jelas apa yg saya maksud…maaf….anda adalah orang yg “kurang data dan informasi” tapi sudah berani menetapkan yg tdk ditetapkan oleh Rasulullah SAW kerena bertentangan dgn AQ.
Buktinya apa ?
Silahkan berikan pada saya ” data dan informasi” UMUR BERAPA RASULULLAH SAW BERSABDA SEPERTI ITU dan UMUR BERAPA RASULULLAH SAW MENERIMA Al Israa’ 15.
==========================================================
Coment anda :
“[..]kalau antum menemukan ada ulama yang berdalil dengan QS Al Isro 15 [..].
Saya:
Loh..anda tdk membaca apa yg ditulis saudara prabu ya
Biar anda jelas maksud saya…
+ anda katakan ” ayah dan ibu Nabi masuk neraka.”
= kami katakan ” sudah dinasakh QS.Al Israa’ 15″
+ anda katakan “dakwah sudah sampai artinya ayah dan ibu Nabi masuk neraka.”
= kami katakan “dakwah belum sampai” silahkan baca QS.Al Ma’idah 75-79( jelas & gamblang )
+ anda katakan “Nabi Isa hanya diutus untuk Bani Isroil, bukan bangsa arab.”
= kami katakan ” “[..], ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka MENDIRIKAN SHOLAT,[..]” QS.Ibrahim:37.
Dan bandingkan dengan yg ini :
“Ya Tuhan, andaikan aku tahu bagaimana engkau ingin disembah, niscaya aku akan menyembahmu dengan cara itu; namun aku tidak tahu”
(sirah Muhammad Ibn Ishaq -w 767).
Artinya tetap dakwah tdk sampai.
Saya rasa cukup sekian diskusi ini.Kecuali anda ada data dan informasi baru.
Maaf kalau ada salah kata.
kometar yang lengkap ……….trimakasih infonya mas M Husaini……
ketidaktahuan Zaid tentang bagaimana cara menyembah Alloh adalah perkara sendiri dan masuk nerakanya ayah dan ibu Nabi adalah perkara sendiri.
seperti yang sudah ana bilang, ada orang yang hidup pada masa fatrah seperti ayah dan ibu Nabi, akan tetapi Nabi mengabarkan bahwa ia masuk neraka, contohnya ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan.
pertanyaan ana belum terjawab, apakah antum akan mengingkari masuk nerakanya ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan dengan alasan belum sampai pada mereka dakwah syariat Ibrahim dan Nabi-nabi lain?
============================================================
ANTUM BERKATA :
Kok saya yg salah…jelas-jelas saya katakan :”:”Rasulullah tdk pernah MENETAPKAN SUATU PERKARA MENJADI KEPASTIAN yg bukan haknya”
ANA JAWAB :
ana sudah bilang juga, sabda nabi itu berasal dari wahyu, bukan berasal dari ro’yu dan hawa nafsu. sehingga apabila beliau mengabarkan seseorang masuk neraka atau surga, itu adalah karena beliau mendapatkan wahyu dari Alloh.
sedangkan ketidaktahuan beliau tentang hari kiamat, maka bisa langsung dipahami beliau tidak mendapatkan wahyu akan hal itu.
jika antum menolak kabar Nabi tentang masuk nerakanya ayah dan ibu Nabi dengan alasan Nabi tidak berhak menentukan seseorang masuk neraka, seharusnya antum menolak juga masuk surganya Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, 10 orang sahabat, pasukan perang badr, dan para sahabat yang lain.
Nabi tidak mempunyai pengetahuan sedikit pun tentang hal ghaib, kecuali yang dikabarkan oleh Alloh saja. hal tentang seseorang masuk surga atau neraka dengan hal tentang hari kiamat adalah sama-sama hal ghaib.
Nabi tidak akan mengatakan ayah dan ibunya masuk neraka, kecuali telah turun wahyu kepada beliau tentang hal itu, sebagaimana telah turun wahyu pula tentang masuk surganya Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan lain-lain.
============================================================
masih belum terjawab siapa ulama yang berdalil dengan QS Al Isro’ 15 dan Al Ma’idah 75-79 untuk mengingkari ayah dan ibu Nabi masuk neraka. cara pendalilan seperti itu hanya antum sekalian saja yang menggunakannya tanpa sandaran seorang ulama pun.
adapun ana telah menyebutkan hadits-hadits ayah dan ibu nabi masuk neraka beserta penjelasan para ulama.
dengan demikian, cara antum memahami nash tanpa bimbingan ulama mempunyai potensi kesalahan lebih besar daripada cara ana. seharusnya begitu bukan?
Imam Suyuthi, Imam al-Alusi, Ibn Arobi, mereka bukan ulama kah kang Ajam?
Daftar ulama yg pernah saya beri di awal2 yg tidak beritiqod orangtua Nabi Saw kafir…termasuk di dalamnya Imam Bukhari dan Imam Syafi’i, Imam Ibn Hajar Astqolani, apakah tidak anda perhatikan?
@Akhi M.Husaini.
Terima kasih atas pencerahannya. Tapi saya masih penasaran dengan pertanyaan saya mengenai “kesahian” Itiqod Imam Abu Hanifa yang dikutip Akhi Ajam. Karena ada bantahan yang bagus di Al-Katibi, termasuk penarikan kata-kata seorang imam saat 3 tahun menjelang wafatnya, dan meralat pernyataannya tentang kafirnya orang tua Nabi. Semoga ada penjelasan tambahan … Mungkin Akhi Ajam bisa menjelaskan kesahihannya.
Kang Bima As-Syafi’i dan kang mamo cemani gombong..
Alhamdulillah…terima kasih sama-sama kang.
Prihal keshahihan Itiqod Imam Abu Hanifa, saya belum ada data yg dirujuk(bersikap diam).
Tapi bantahan Al-Katibi , *”termasuk penarikan kata-kata seorang imam saat 3 tahun menjelang wafatnya, dan meralat pernyataannya tentang kafirnya orang tua Nabi.*”
Saya jadi teringat perkataan guru kami ” Kalau diibaratkan Wali Allah itu bebek maka kita adalah ayam”. ” Ketika berjalan ditanah ikutilah bebek itu”, “Namun ketika bebek itu berenang disungai…kita adalah ayam”
Saya tanya..apa artinya guru ” Ketika sikap dan ucapan Wali Allah benar dimatamu.. ikutilah mereka tapi ketika sikap dan ucapan Wali Allah salah dimatamu,,,diam dan jangan salahkan mereka.”
Saya tanya…mengapa harus diam dan tdk boleh menyalahkan…jawab guru kami ” kerena kebodohanmu akan membawamu celaka “, ” Wali Allah itu bernafas dgn dzikir dan istighfar,mereka diberikan hidayah dan ampunan-Nya ”
Maka tdk heran saya kalau ada imam berkata seperti itu.
Kalau boleh minta tolong…bisa berikan website beliaukah (Al-Katibi) ?
Maaf kalau ada salah kata.
=========================================================
Saudara ‘Ajam..
Saya mohon maaf pada anda mengapa saya dulunya dan sekarang tdk mau menjawab pertanyaan yg ini :
“maka silakan sebutkan juga ulama yang berdalil dengan Al Ma’idah 75-79 untuk mengingkari ayah dan ibu Nabi masuk neraka.”
Kerena permintaan dan pertanyaan anda itu tidak ada hubungannya dgn PERNYATAAN SAYA(konteks)..
Dan anehnya kalau anda teliti,.. justru pertanyaan anda itu(Al Ma’idah 75-79) sdh anda jawab sendiri.
Juga Al-Israa’ 15(nasakh)… sudah saya katakan lihat coment saudara prabu + (8 Mei 2012 pada 12:45 pm.)
Lihat coment anda ini “Imam An Nawawi bahwasanya hadits ahad jika bertentangan dengan Al Qur’an dst ini merupakan pendapat yang bathil yang telah dibantah oleh banyak ulama.(7 Mei 2012 pada 8:43 pm)
Baca coment anda itu…betapa pendapat seorang Imam Nawawi saja anda katakan bathil….jadi cukuplah pendapat Imam itu saja yg anda katakan bathil.
==========================================================
Dan anda perlu berhati-hati dengan coment anda ini :
“seperti yang sudah ana bilang, ada orang yang hidup pada masa fatrah seperti ayah dan ibu Nabi, akan tetapi Nabi mengabarkan bahwa ia masuk neraka, contohnya ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan.
pertanyaan ana belum terjawab, apakah antum akan mengingkari masuk nerakanya ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan dengan alasan belum sampai pada mereka dakwah syariat Ibrahim dan Nabi-nabi lain?
===
Ini saya sudah jawab ” TERKADANG” artinya Sabda-sabda Rasulullah SAW itu.. terkadang tdk sesuai dan terkadang sesuai dgn maksud. Dimana kata-kata saya ada mengingkari.
Mengapa anda saya katakan perlu berhati-hati dgn coment anda itu..adalah dikerenakan coment anda sendiri yg terdahulu.
Mari kita buktikan…
Coment anda :2 Mei 2012 pada 12:02 am
1)”yang mendustakan dakwah syariat nabi sebelumnya. maka mereka adalah kafir. contohnya adalah ’Amr bin Luhay, Abdullah bin Ja’dan, shahiibul-mihjan dan lain-lain.
2)”memang tidak ada dalil yang shahih dan sharih yang menyebutkan apakah ayah dan ibu Nabi menerima atau mendustakan dakwah syariat nabi sebelumnya. dan tiada ada pula dalil yang shahih dan sharih yang menyebutkan apakah telah sampai pada mereka dakwah syariat Nabi sebelumnya atau belum.”
Dan kita analisa..
Pada point 1 anda jelas menyatakan ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan “ORANG YANG MENDUSTAKAN”
Pada point 2 anda jelas menyatakan…bacalah sendiri.
Lalu anda bertanya dgn pertanyaan yg sama… nah sekarang mudah-mudahan anda mengerti mengapa saya tdk menjawab sebelumnya.
Saya jawab:
APA HUBUNGANNYA kalau saya meyakini bahwa ayah dan ibu Rasulullah itu Ahlul fatrah dengan ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan yg sudah jelasnya statusnya….”ORANG YANG MENDUSTAKAN”
==========================================================
Coment anda:
“ana sudah bilang juga, sabda nabi itu berasal dari wahyu, bukan berasal dari ro’yu dan hawa nafsu. sehingga apabila beliau mengabarkan seseorang masuk neraka atau surga, itu adalah karena beliau mendapatkan wahyu dari Alloh. ”
Saya :
Bedanya kita…anda beritikod SAYA TIDAK( pada hadits tersebut)
Dan seperti yg anda katakan :(8 Mei 2012 pada 10:43) “[..], namun tetap wajib bagi kita untuk mengimani atau mengerjakannya.”
Maka kami persilahkan anda utk mengabarkan keburukan orang tua anda kepada orang yg anda suka..kerena anda memahami itu adalah hadits yg WAJIB DIKERJAKAN.
Tapi saya sarankan lebih baik jadi “ayam”
Sebagai mana :Berkata Al Hafidh Al Imam Ibn hajar Al Atsqalaniy yg menyampaikan ucapan Al Kirmaniy bahwa yg menjadi ketentuannya adalah Kabar Aaahaad adalah hanya pada amal perbuatan, bukan pada I;tiqadiyyah (Fathul baari Almasyhur Juz 13 hal 231)*copypaste*=prabu.
==========================================================
Coment anda:
sedangkan ketidaktahuan beliau tentang hari kiamat, maka bisa langsung dipahami beliau tidak mendapatkan wahyu akan hal itu.
Saya:
Dari mana anda tahu ?
==========================================================
Coment yg anda ulangi:
“dengan demikian, cara antum memahami nash tanpa bimbingan ulama mempunyai potensi kesalahan lebih besar daripada cara ana. seharusnya begitu bukan?”
Sekarang giliran saya :
Dari mana anda tahu saya memahami nash tanpa bimbingan ulama ?
Mudah-mudahan bukan fitnah ?
Seperti yg saya katakan diatas “.jadi cukuplah pendapat Imam itu saja yg anda katakan bathil.”
Dan sudilah kiranya memberikan pelajaran pada saya bagai mana cara memahami nash dan perkataan anda ini sendiri.:
Nash: Apakah Rasulullah SAW tidak pernah ditegur kerena sikapnya oleh Allah SWT ? Surah apa dan ayat berapa ? Dan kemudian silahkan terangkan pada saya bagai mana cara memahaminya.
Perkataan anda :“Nabi Isa hanya diutus untuk Bani Isroil, bukan bangsa arab.”
Setelah saya buktikan bahwa dakwah itu sampai kebangsa arab (Waraqah bin Naufal)…Berikanlah penjelasan pada saya bahwa dakwah itu hanya utk bani isroil bukan utk bani yg lain bahkan kalau dilihat jaman sekarang dakwah itu sudah sampai pada bani Indonesia,..bani…,bani…,….
Maaf kalau ada salah kata.
NABI TIDAK AKAN MENGATAKAN AYAH DAN IBUNYA MASUK NERAKA, KECUALI TELAH TURUN WAHYU KEPADA BELIAU TENTANG HAL ITU, SEBAGAIMANA TELAH TURUN WAHYU PULA TENTANG MASUK SURGANYA ABU BAKAR, UMAR, UTSMAN, ALI DAN LAIN-LAIN.
komentar ana ……..SKAK MATT. titik
ANTUM BERKATA :
Baca coment anda itu…betapa pendapat seorang Imam Nawawi saja anda katakan bathil….jadi cukuplah pendapat Imam itu saja yg anda katakan bathil.
ANA JAWAB :
memang bathil kok. selamanya apabila suatu hadits telah nyata-nyata shahih, baik itu ahad maupun mutawatir, tidak akan bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits shahih yang lain.
Al Qur’an dan Al Hadits adalah sama-sama datang dari Alloh. bagaimana mungkin sesuatu yang datang dari Dzat Yang Maha Mengetahui dan Maha Benar bisa saling bertentangan?
Imam Asy Syafi’i berkata : وَلاَ تَكُوْنُ سُنَّةٌ أَبَدًا تُخَالِفُ الْقُرْآنَ
“Tidak mungkin sama sekali sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelisihi Kitabulloh (Al Qur’an).” (Jima’ul Ilmi hlm. 124, ar-Risalah hlm. 546.)
===========================================================
ANTUM BERKATA :
APA HUBUNGANNYA kalau saya meyakini bahwa ayah dan ibu Rasulullah itu Ahlul fatrah dengan ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan yg sudah jelasnya statusnya….”ORANG YANG MENDUSTAKAN”
ANA JAWAB :
sepertinya antum belum mudeng dengan perkataan ana. ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan itu hidup sezaman dengan ayah dan ibu Nabi (meskipun mungkin berbeda generasi). mereka hidup di masa fatrah.
tidak ada hadits shahih dan sharih yang menyebutkan ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan mendengar dakwah syariat Nabi Ibrahim. hal yang sama juga terjadi pada kedua orang tua Nabi.
alasan ana katakan bahwa ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan mendustakan dakwah syariat Ibrahim adalah karena telah ada hadits shahih dan sharih yang menyebutkan keduanya masuk neraka.
maka perlakukan juga orang tua Nabi sama seperti ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan, karena kondisi mereka memang sama.
seperti yang sudah ana kutipkan juga penjelasan Imam Nawawi bahwa ayah dna ibu Nabi tidak termasuk orang yang belum mendengar dakwah syariat Ibrahim.
===========================================================
ANTUM BERKATA :
Bedanya kita…anda beritikod SAYA TIDAK( pada hadits tersebut)
Dan seperti yg anda katakan 😦 8 Mei 2012 pada 10:43) “[..], namun tetap wajib bagi kita untuk mengimani atau mengerjakannya.”
ANA JAWAB :
bukankah perkataan antum mengendung kontradiksi. antum berkata : “anda beritikod SAYA TIDAK”, kemudian antum berkata : “namun tetap wajib bagi kita untuk mengimani atau mengerjakannya.”
thoyyib…imanilah bahwa ayah dan ibu Nabi adalah kafir masuk neraka. maksud dari diskusi ana dengan antum sekalian bukan untuk mencela dan menyakiti hati Nabi, melainkan hanya menegaskan bahwa status ayah dan ibu Nabi adalah kafir masuk neraka.
betapa banyak para sahabat Nabi yang keluarganya masih kafir, sampai-sampai ada sahabat yang dalam perang badr melawan ayah sendiri, melawan anak sendiri, melawan saudara sendiri. para sahabat lain dalam menyikapi keluarga sahabat yang kafir, pasti tidak akan berkata bahwa ayah mereka mukmin, anak mereka mukmin, saudara mereka mukmin demi untuk tidak menyakiti hati sahabat tersebut.
===========================================================
ANTUM BERKATA :
sedangkan ketidaktahuan beliau tentang hari kiamat, maka bisa langsung dipahami beliau tidak mendapatkan wahyu akan hal itu.
Saya:
Dari mana anda tahu ?
ANA JAWAB :
justru yang seharusnya ditanya adalah yang sebaliknya. jika ada orang yang beranggapan beliau mendapatkan wahyu tentang hal itu, dari mana dia tahu?
===========================================================
ANTUM BERKATA :
Dari mana anda tahu saya memahami nash tanpa bimbingan ulama ?
Mudah-mudahan bukan fitnah ?
ANA JAWAB :
memang faktanya demikian. sudah 2x ana menanyakan siapa ulama yang berdalil dengan QS Al Isro 15 dan Al Ma’idah 75-79 untuk mengingkari ayah dan ibu Nabi masuk neraka, antum belum menjawabnya.
kalau ada, cukup katakan saja siapa namanya, bagaimana kutipannya dan dari mana sumbernya.
Saudara ‘Ajam..
Coment anda :
“memang bathil kok.[..].
Saya:
Astaghfirullah….
Kalau begitu berikan pada saya ” data dan informasi” UMUR BERAPA RASULULLAH SAW BERSABDA SEPERTI ITU dan UMUR BERAPA RASULULLAH SAW MENERIMA Al Israa’ 15.
============================================================
Coment anda:
“sepertinya antum belum mudeng dengan perkataan ana. ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan itu hidup sezaman dengan ayah dan ibu Nabi (meskipun mungkin berbeda generasi). mereka hidup di masa fatrah.”
Saya:
Saya menghargai pendapat saudara ‘Ajam yg sudah memahami nash dgn BIMBINGAN ULAMA. Bukankah anda yg MENYIMPULKAN “ORANG YANG PERTAMA melepaskan onta-onta utk dipersembahkan kepada berhala / pencuri barang ORANG HAJI” itu menjadi “mendustakan agama” ?
Jadi APA HUBUNGANNYA dgn orang tua Rasulullah SAW yg tdk ada hadits shahih yg menyatakan mereka “mendustakan agama” ?
Setelah menjawab pertanyaan dari saya itu, tolong buatkan KESIMPULAN apa yg dimaksud Ahlul fatrah atau orang seperti apa saja yg berhak menerimanya ? Mudah-mudahan saya mendapat bimbingan dari orang yg sudah memahami nash dgn BIMBINGAN ULAMA.
==========================================================
Coment anda :
“bukankah perkataan antum mengendung kontradiksi. antum berkata : “anda beritikod SAYA TIDAK”, kemudian antum berkata : “namun tetap wajib bagi kita untuk mengimani atau mengerjakannya.”
Saya:
Kata-kata saya mengandung kontradiksi ? Yg mana ?
Apakah yg ini “: “namun tetap wajib bagi kita untuk mengimani atau mengerjakannya.”
Lihat tgl dan jamnya, bukankah sudah saya cantumkan ?
Perkataan siapa itu ?
Saudara @mutiarazuhud bolehkah saya minta tolong utk dicek perkataan siapa itu (8 Mei 2012 pada 10:43 am) ?
==========================================================
Coment anda:
“thoyyib…imanilah bahwa ayah dan ibu Nabi adalah kafir masuk neraka. maksud dari diskusi ana dengan antum sekalian bukan untuk mencela dan menyakiti hati Nabi, melainkan hanya menegaskan bahwa status ayah dan ibu Nabi adalah kafir masuk neraka.”
Saya:
Alhamdulilah dan sholawat bagi baginda Rasulullah SAW beserta keluarganya…kalau anda tdk bermaksud menyakiti Hati Rasulullah SAW. Hanya saja perkataan seperti ini ” MENEGASKAN bahwa STATUS ayah dan ibu Nabi adalah kafir masuk neraka.” ….saya tidak tahu apakah Rasulullah SAW tidak sakit hati.
==========================================================
Coment anda :
“justru yang seharusnya ditanya adalah yang sebaliknya. jika ada orang yang beranggapan beliau mendapatkan wahyu tentang hal itu, dari mana dia tahu?”
Saya:
Kapan saya beranggapan “beliau mendapatkan wahyu tentang hal itu” ?
Yang saya katakan :
1) ”Rasulullah tdk pernah MENETAPKAN SUATU PERKARA MENJADI KEPASTIAN yg bukan haknya”
2) Sabda-sabda Rasulullah SAW itu.. terkadang tdk sesuai dan terkadang sesuai dgn maksud.
Lihat kata-kata anda ini:” [..]bisa langsung dipahami beliau tidak mendapatkan wahyu akan hal itu.
Perhatikan kata ” BISA LANGSUNG DIPAHAMI”
Berarti anda paham betul kalau beliau tidak mendapatkan wahyu akan hal itu, begitukah ?. Hebatnya lagi.. “LANGSUNG”.
Jadi dari mana anda tahu ?
Ajarilah saya saudara ‘Ajam utk memahami nash itu…please.
========================================================
Coment anda :
“seperti yang sudah ana kutipkan juga penjelasan Imam Nawawi bahwa ayah dna ibu Nabi tidak termasuk orang yang belum mendengar dakwah syariat Ibrahim.”
Saya:
Astaghfirullah….bukankah perkataan beliau sudah anda katakan bathil…kok sekarang malah dikutip.
Saya adalah “ayam” yg bodoh berenang.
========================================================
Coment anda:
“memang faktanya demikian. sudah 2x ana menanyakan siapa ulama yang berdalil dengan QS Al Isro 15 dan Al Ma’idah 75-79 untuk mengingkari ayah dan ibu Nabi masuk neraka, antum belum menjawabnya.
kalau ada, cukup katakan saja siapa namanya, bagaimana kutipannya dan dari mana sumbernya.”
Saya:
Alhamdulillah…terima kasih dgn faktanya .Utk Al-Israa’ 15….
Silahkan cari dicomentnya @prabu 8 Mei 2012 pada 12:45 pm
Plus…
(Kitab “Dhawabith Takfir Al-Mu’ayyan menurut Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah Al-Harrani” karangan Abi Al-‘Ula Rasyid bin Abi Al-‘Ula Rasyid cetakan Maktabah Ar-Rusyd tahun 1425 H/2004 M pada hal. 49 dan 51)
Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa sebelum mengkafirkan seseorang dengan nyata-nyata syaratnya harus telah ditegakkannya hujjah [sampainya hujjah], dan itu menjadi dasar ucapan-ucapannya dalam sebagian yang telah dihukumi kafir, “Tetapi sebagian manusia yang bodoh [tidak mengetahui] beberaka hukum karena terhalang kebodohannya, maka tidak boleh seseorang menghukumi kafir sehingga tegaknya hujjah [sampainya hujjah] padanya dari arah sampainya risalah kenabian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: (Dan tidaklah kami mengadzab mereka, sehingga kami mengutus kepadanya seorang Rasul) {QS. Al-Isra’: 15} [Majmu’ Fatawa jus 11 hal. 406]”
“Syeikh Hamid bin Nashir bin Ma’mar seorang ulama pendakwah murid dari Muhammad bin Abdul Wahhab berkata, “Semua orang yang sudah sampai kepadanya Al-Qur’an dan dakwah [risalah/diutusnya] Rasul, maka telah ditegakkan hujjah kepadanya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: (…supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya)). {QS. Al-An’am: 19).”
Dan pada hal. 54 Syeikh Ishaq bin Abdurrahman An-Najd berkata, “Dan yang dimaksud: tegaknya hujjah adalah sebab telah diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sampainya Al-Qur’an [kepadanya], siapa saja yang mendengar dakwah Rasulullah dan telah sampainya Al-Qur’an kepadanya, maka telah ditegakkannya hujjah [hukum]. Dan inilah yang dimaksud oleh ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.”
Ingat !!!… turun apa belum ayat Israa’ 15 sewaktu beliau bersabda seperti itu.
=======================================================
Dan utk Al Ma’idah 75-79 itu memang tdk ada hubungannya dgn hadits tersebut.Itu hanya utk membuktikan tdk sampainya dakwah syariat Isa as.
Begitu juga dgn ini :
“[..], ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka MENDIRIKAN SHOLAT,[..]” QS.Ibrahim:37.
Dan bandingkan dengan yg ini :
“Ya Tuhan, andaikan aku tahu bagaimana engkau ingin disembah, niscaya aku akan menyembahmu dengan cara itu; namun aku tidak tahu”
Makanya saya katakan… permintaan/pertanyaan anda itu tdk ada hubungannya dgn konteks.
Dan tolong jawab pertanyaan dan permintaan saya diatas agar diskusi ini tdk berlarut-larut.
Maaf kalau ada salah kata.
ANTUM BERKATA :
“memang bathil kok.[..].
Saya:
Astaghfirullah….
Kalau begitu berikan pada saya ” data dan informasi” UMUR BERAPA RASULULLAH SAW BERSABDA SEPERTI ITU dan UMUR BERAPA RASULULLAH SAW MENERIMA Al Israa’ 15.
ANA JAWAB :
yang terbaca oleh mata antum cuma bagaian “memang bathil kok” itu saja yah? antum tidak baca perkataan ana selanjutnya? antum tidak baca kutipan perkataan Imam Syafi’i?
lagipula, seandainya pendapat Imam Nawawi itu adalah pendapat yang rojih, apakah beliau mengatakan bahwa hadits riwayat Muslim yang ahad tersebut bertentangan dengan Al Qur’an?
tidak sama sekali kan? beliau sama sekali tidak mengatakan hal itu. yang menganggap hadits riwayat Muslim tersebut bertentangan dengan Al Qur’an hanya antum sekalian. ini pun tanpa bimbingan ulama.
afwan, ana tidak punya data yang antum minta. untuk apa data itu?
==========================================================
ANTUM BERKATA :
Saya menghargai pendapat saudara ‘Ajam yg sudah memahami nash dgn BIMBINGAN ULAMA. Bukankah anda yg MENYIMPULKAN “ORANG YANG PERTAMA melepaskan onta-onta utk dipersembahkan kepada berhala / pencuri barang ORANG HAJI” itu menjadi “mendustakan agama” ?
ANA JAWAB :
Seharusnya antum menjawab dulu apakah ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan itu sudah mendengar dakwah syariat Ibrahim atau belum.
Memang ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan melakukan perbuatan maksiat dan kesyirikan. Akan tetapi jika seandainya mereka belum mendengar dakwah syariat Ibrahim, mereka tidak akan disiksa di neraka, karena tidak ada yang mengajari mereka tauhid, tidak ada yang mengajari mereka akhlaq, tidak ada yang mengajari mereka hukum-hukum.
Karena telah ada hadits shohih yang menyebutkan bahwa keduanya masuk neraka, maka dari hadits ini dapat ditarik kesimpulan bahwa mereka sudah mendengar dakwah syariat Ibrahim. Jika belum, tidak mungkin Nabi akan mengatakan keduanya masuk neraka.
Demikian juga keadaan ayah dan ibu Nabi. Karena telah ada hadits shohih yang menyebutkan ayah dan ibu Nabi masuk neraka, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keduanya sudah mendengar dakwah syariat Ibrahim. Jika belum, tidak mungkin Nabi akan mengatakan keduanya masuk neraka.
=========================================================
ANTUM BERKATA :
Setelah menjawab pertanyaan dari saya itu, tolong buatkan KESIMPULAN apa yg dimaksud Ahlul fatrah atau orang seperti apa saja yg berhak menerimanya ? Mudah-mudahan saya mendapat bimbingan dari orang yg sudah memahami nash dgn BIMBINGAN ULAMA.
ANA JAWAB :
Silakan lihat komentar ana pada tanggal 2 Mei 2012 pada 12:02 am
=========================================================
ANTUM BERKATA :
1) ”Rasulullah tdk pernah MENETAPKAN SUATU PERKARA MENJADI KEPASTIAN yg bukan haknya”
2) Sabda-sabda Rasulullah SAW itu.. terkadang tdk sesuai dan terkadang sesuai dgn maksud.
ANA JAWAB :
1) Perkara tentang fitnah hari kiamat dan perkara seseorang masuk surga atau neraka adalah hal ghaib bagi Rosululloh. Beliau sama sekali tidak mempunya perbendaharaan dalam ilmu ghaib kecuali apa yang telah diwahyukan oleh allah kepada beliau.
Karena itulah, NABI TIDAK AKAN MENGATAKAN AYAH DAN IBUNYA MASUK NERAKA, KECUALI TELAH TURUN WAHYU DARI ALLAH TENTANG HAL ITU, SEBAGAIMANA TELAH TURUN WAHYU PULA TENTANG MASUK SURGANYA ABU BAKAR, UMAR, UTSMAN, ALI DAN LAIN-LAIN.
2) Kalau tidak sesuai dengan ro’yu dan hawa nafsu antum sangat banyak. Tidak ada alaqoh dan qorinah untuk memalingkan hadits Nabi yang kita bahas.
=========================================================
ANTUM BERKATA :
Berarti anda paham betul kalau beliau tidak mendapatkan wahyu akan hal itu, begitukah ?. Hebatnya lagi.. “LANGSUNG”.
Jadi dari mana anda tahu ?
ANA JAWAB :
Seperti yang ana bilang kemarin, justru yang sebaliknya lah yang harus ditanya dari mana dia tahu.
Jika misalnya antum berkata, bagaimana ana tahu bahwa Nabi tidak mendapatkan wahyu tentang kapan kiamat itu terjadi, maka ana jawab tidak ada hadits shahih yang menyebutkan kapan kiamat akan terjadi. Ini berarti nabi tidak mendapatkan wahyu tentang kapan kiamat akan terjadi bukan?
=========================================================
ANTUM BERKATA :
Astaghfirullah….bukankah perkataan beliau sudah anda katakan bathil…kok sekarang malah dikutip.
ANA JAWAB :
JAKA SEMBUNG, gak nyambung… kenapa antum tidak bersikap jujur dalam diskusi?
Perkataan mana yang ana kutip dan perkataan mana yang ana anggap bathil, apakah itu 1 perkataan?
Apakah jika ana mengatakan seseorang telah salah, maka berarti ana menganggap semua perkataannya adalah salah? Apakah jika ana katakan seseorang telah benar, maka berarti ana menganggap semua perkataannya adalah benar?
Ingat, semua perkataan manusia bisa diambil dan ditolak, kecuali perkataan Nabi. Imam Nawawi adalah manusia biasa. Jika perkataannya sesuai dengan As Sunnah (contohnya adalah penjelasan beliau tentang ahdits riwayat Muslim) maka harus kita ambil. Akan tetapi jika perkataannya menyelisihi As Sunnah (contohnya anggapan beliau tentang pertentangan antara hadits dengan qur’an) maka harus kita tinggalkan.
Aneh bin ajaib bin lucu… ketika ana katakan ada perkataan Imam Nawawi yang bathil, padahal beliau bukan ma’shum, antum sewotnya minta ampun setengah mati. Tapi antum justru menolak perkataan nabi yang ma’shum.
==========================================================
ANTUM BERKATA :
Fatwa Ibnu Taimiyah, Syaikh Hamid dan Syaikh Ishaq
ANA JAWAB :
Yang memvonis masuk neraka itu bukan manusia biasa, melainkan Nabi yang telah mendapatkan wahyu.
Ketika Nabi mengabarkan ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan masuk neraka, apakah beliau dalam keadaan mengetahui apakah keduanya sudah mendengar dakwah syariat Ibrahim atau belum?
Jika mereka sudah mendengar, adakah hadits shohih yang menyebutkannya?
Jika mereka belum mendengar, bagaimana mungkin Nabi memvonis keduanya masuk neraka?
Sekarang perlakukan ayah dan ibu Nabi seperti ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan. Apakah ketika memvonis ayah dan ibunya masuk neraka, nabi dalam keadaan mengetahui keduanya sudah mendengar dakwah syariat ibrahim atau belum?
Jika ayah dan ibu Nabi sudah mendengar, adakah hadits shohih yang menyebutkannya?
Jika ayah dan ibu Nabi belum mendengar, bagaimana mungkin Nabi memvonis keduanya masuk neraka?
Nah, jika antum memvonis ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan masuk neraka berdasarkan hadits shohih, padahal tidak ada keterangan apapun yang menyebutkan apakah mereka sudah mendengar dakwah syariat Ibrahim atau belum, maka vonislah juga ayah dan ibu Nabi masuk nereka berdasarkan hadits shohih juga, meskipun tidak ada keterangan apapun yang menyebutkan apakah mereka sudah mendengar dakwah syariat Ibrahim atau belum.
=========================================================
ANTUM BERKATA :
Dan tolong jawab pertanyaan dan permintaan saya diatas agar diskusi ini tdk berlarut-larut.
ANA JAWAB :
Banyak pertanyaan ana yang belum terjawab, sehingga diskusi ini berlarut-larut.
1. Siapa ulama yang berdalil dengan QS Al Isro’ 15 untuk mengingkari ayah dan ibu Nabi masuk neraka?
2. Apa qorinah untuk memalingkan kata ABUN dari ayah menjadi paman dalam hadits riwayat muslim dan penjelasan Imam Nawawi?
@Akhi M.Husaini
Betapa terharu saya dengan jawaban-jawaban Akhi, yang sebenarnya hanya melanjutkan jawaban2 dari Akhi Prabu, termasuk pendapat2 ulama yang telah disampaikan Akhi Prabu. Ada satu pertanyaan Akhi yang belum dijawab Akhi Ajam, yaitu : “Pernahkan Allah menegur Rasulullah”. Mudah2an Akhi Ajam tidak pelit ilmu dengan pengetahuannya yang bersandar pada ulama, dapat memberikan pencerahan kepada kita semua.
SEPAKAT …………mas Bima
Suadara ‘Ajam…
Kalau saya tidak salah dalam memahami nash hadits tersebut…anda telah melakukan kekhilafan besar kerena telah memasukan “shohibul mihjan” sebagai ahlul fatrah tanpa seizin Rasulullah SAW…kerena sebenarnya dia bukan ahlul fatrah. Bacalah kembali hadits itu dengan sabar dan mohon hidayah-Nya.
“shohibul mihjan” adalah orang yg mencuri barang “ORANG HAJI”.
Perhatikan kata “ORANG HAJI”.
Artinya masih ada orang yg mengerjakan “IBADAH HAJI”.
Ibadah haji itu termasuk dakwah syariat Ibrahim as.
Artinya “shohibul mihjan” telah menerima/mendengar dakwah syariat Ibrahim as.
=============================================================
Sedangkan ‘‘Amr bin Luhay” adalah “ORANG YANG PERTAMA” melepaskan onta-onta utk dipersembahkan kepada berhala.
Perhatikalah kata “ORANG YANG PERTAMA”
Artinya ‘‘Amr bin Luhay” adalah orang yg pertama menyekutukan Allah SWT sebagai umat Ibrahim as. Sehingga dia telah menyesatkan umat Ibrahim as yang lainnya.(sesat dan menyesatkan).
Jadi kalau dia orang yang pertama artinya dia juga mendengar dakwah syariat Ibrahim as.
Dan ini mirip dengan “Mr.Paul” yg telah merubah ajaran Isa as.dengan trinitasnya bahkan hukum bersunatpun dia hapus. Kalau anda mau tahu siapa “Mr,Paul” yang pertama…. dia adalah “ORANG YAHUDI”
Artinya “Mr,Paul” itu memang antek “Zionis Yahudi” dalam misi “hasutan atau ghazwul fikri” sebagai mana tulisan @mutiarazuhud diawal-awal artikelnya.
Dan akhirnya masuk kebangsa arab dan sekarang sudah diseluruh dunia.
Wallaahu a’lam.
Maaf kalau ada salah kata.
Betul sekali kang Husaini….
Setelah kewafatan nabi Isa As terjadi fitnah besar-besaran. Atas perintah PAULUS, para pengikut Nabi Isa As yg beritiqod beliau (Nabi Isa As) adalah Seorang Nabi dan Rasul wajib untuk dibunuh. Sehingga terjadilah pembantaian besar-besaran.
Paulus kemudian merubah kitab Injil, merubah hukum2 syariat yg dibawa nabi Isa As, dan mendakwakan bahwa dirinya adalah Nabi dan Rasul.
Nabi Isa As pernah bersabda, bahwa akan muncul orang yg akan mengaku-aku sebagai Rasul, dan orang itu mati dibunuh.
Umat Kristen berkeyakinan bahwa orang yg dimaksud adalah nabi Muhammad Saw, dengan membuat fitnah bahwa Nabi Saw dibunuh dg cara diracun oleh salah satu istri beliau Saw.
Padahal yg dimaksud oleh nabi Isa As perihal orang yg mengaku-aku sbg Rasul ini adalah Paulus….karena pada akhirnya Paulus ini memang mati dipenggal kepalanya oleh kaisar Nero.
alhamdulillah….terimakasih kang Zon, kang Bima, kang Mamo, kang Husaini…semoga Allah Swt merahmati kalian.
saya pribadi hanya sebatas copas dr blog http://www.ibnu-alkatibiy.blogspot.com ditambah keterangan dari guru saya…plus menjelajah di blog2 lainnya…semoga
mereka semua pun mendapat rahmat dr Allah Swt.
buat kang Ajam, akan lebih bijaksana sekiranya da’i-da’i Salafi/Wahabi menyebarkan kesesatan kafir harbi seperti Bush, dan antek2nya….daripada menyebarkan isu seputar orangtua Nabi Saw.
Sudah jutaan saudara-saudara kita yg menjadi mangsa pembantaian Bush dan antek2nya kaum Zionis Freemason kafir laknatullah…belum lagi wanita-wanita Irak yg ditangkapi lalu diperkosa beramai-ramai oleh tentara kafir harbi laknatullah anak buahnya Bush…
Saya rasa itu yg seharusnya diangkat untuk menggalang solidaritas kaum muslimin di dunia. Bukannya malah asyik menerbitkan buku2 yg hanya berkutat seputar furu’riyah dan ikhtilaf di antara ulama, yg hanya akan
membuahkan rasa benci dan permusuhan di kalangan internal umat Islam.
Umat Islam jadi dibuat sibuk mengurusi rongrongan dari dalam, dan lengah dr musuh yg sesungguhnya…yaitu kaum Zionis
Umat Islam harus bersatu….itu yg harus
dijadikan agenda kita.
Bagaimana caranya? Mari kita pikirkan bersama….
ADA 2 PREMIS YANG BELUM TERJAWAB OLEH ANTUM SEKALIAN :
1. JIKA KITA BISA MEMVONIS ‘AMR BIN LUHAY DAN SHOHIBUL MIHJAN MASUK NERAKA BERDASARKAN HADITS SHOHIH, PADAHAL TIDAK ADA KETERANGAN YANG MENYEBUTKAN APAKAH KEDUANYA SUDAH MENDENGAR DAKWAH SYARIAT IBRAHIM ATAU BELUM, MAKA SEHARUSNYA KITA JUGA BISA MEMVONIS AYAH DAN IBU NABI MASUK NERAKA BERDASARKAN HADITS SHOHIH JUGA, MESKIPUN TIDAK ADA JUGA KETERANGAN APAKAH KEDUANYA SUDAH MENDENGAR DAKWAH SYARIAT IBRAHIM ATAU BELUM.
2. PERKARA SESEORANG MASUK SURGA ATAU NERAKA ADALAH HAL GHAIB BAGI NABI, SEDANGKAN BELIAU TIDAK MEMILIKI PERBENDAHARAAN SEDIKITPUN TENTANG ILMU GHAIB, KECUALI YANG TELAH DIWAHYUKAN OLEH ALLAH KEPADA BELIAU. MAKA DARI ITU, NABI TIDAK AKAN MENGATAKAN AYAH DAN IBUNYA MASUK NERAKA, KECUALI TELAH TURUN WAHYU TENTANG HAL ITU, SEBAGAIMANA TELAH TURUN WAHYU JUGA TENTANG MASUK SURGANYA ABU BAKAR, UMAR, UTSMAN, ALI DAN LAIN-LAIN.
kalau saya lebih senang memvonis kaum Zionis yg sdg asyik masyuk dengan keluarga kerajaan Arab Saudi sebagai kafir laknatullah drpd memvonis orangtua Nabi Saw.
Memang kalau beragama tanpa pakai perasaan, yg ada hati menjadi keras.
@kang Husaini:
Saya ingin tahu lebih banyak mengenai taubatnya Imam Abu Hanifah dr mengkafirkan orangtua Nabi Saw.
yg jelas, Imam Abu Hanifah sendiri tauhidnya adalah Allah ada tanpa arah dan tanpa tempat. Tapi saya yakin, bagian tauhid Imam Abu Hanifah ini pasti gak akan dipakai oleh Salafi/Wahabi untuk mendukung doktrinasi mrk.
setuju mas Prabu mereka memakai dalil ulama hanya untuk mnyerang sesama muslim selepas itu fatwa beliau yang lain dianggap “SAMPAH “……hawa napsu aja …..
Saudara ‘Ajam…
Comet anda :
antum tidak baca kutipan perkataan Imam Syafi’i?
Saya :
Saya sudah baca dan saya tidak mengatakan perkataan Imam Syaafi’i bathil.
Justru anda yg belum baca…disitu ditulis “SUNNAH”.
Jadi kalau anda beritiqod itu “SUNNAH YANG WAJIB DIKERJAKAN” silahkan anda khabarkan keburukan orang tua anda. Mudah-mudahan dapat pahala.
Sunnah itu kalau dikerjakan mendatangkan pahala.
Kalau tidak mendatangkan pahala itu namanya bukan sunnah. Paham !!! Jadi mana ada sunnah bertentangan kitabullah.Jangan mencantumkan perkataan ulama kalau anda tdk bisa menjelaskan.
==========================================================
Coment anda:
afwan, ana tidak punya data yang antum minta.untuk apa data itu?
Saya:
Terima kasih..
Saya percaya hadits tersebut sesuai 100% dgn wahyu Allah SWT. Tapi kapan Rasulullah bersabda demikian ?
Dan Ayat yang mana kalau wahyu itu beliau terima sebagai seorang Rasul ?
Dan ayat tersebut mana lebih dulu diterima Rasulullah Saw dengan Al Israa’ 15 ?
Jadi kalau Rasulullah SAW belum menerima Al Israa’ 15 wajarlah beliau bersabda demikian.
Itulah maksud data yg saya minta.
==========================================================
Coment anda:
Silakan lihat komentar ana pada tanggal 2 Mei 2012 pada 12:02 am
Saya :
O..jadi anda tetap memasukan ‘AMR BIN LUHAY DAN SHOHIBUL MIHJAN sebagai ahlul fatrah. Nafsu…Abul jauzaa’ saja menyatakan dakwah telah sampai ..hanya masih PLIN-PLAN. Sudah tahu dakwah sampai.. kok masih juga dimasukkan ahlul fatrah.Tanya ustadz anda itu !!
==========================================================
Coment anda :
1) “Perkara tentang fitnah hari kiamat[..]Beliau sama sekali tidak mempunya perbendaharaan dalam ilmu ghaib kecuali apa yang telah diwahyukan oleh allah kepada beliau.”
2)”sedangkan ketidaktahuan beliau tentang hari kiamat, maka bisa langsung dipahami beliau tidak mendapatkan wahyu akan hal itu”.
3) Jika misalnya antum berkata, bagaimana ana tahu bahwa Nabi tidak mendapatkan wahyu tentang kapan kiamat itu terjadi, maka ana jawab tidak ada hadits shahih yang menyebutkan kapan kiamat akan terjadi. Ini berarti nabi tidak mendapatkan wahyu tentang kapan kiamat akan terjadi bukan?
Saya :
Pada point 1 jelas anda mengatakan” telah diwahyukan oleh allah kepada beliau.”
Lalu pada point 2 jelas anda katakan “bisa langsung dipahami beliau tidak mendapatkan wahyu akan hal itu”
Kesimpulan: Point 1 dan 2 ====>>>> PLIN PLAN
Lalu saya tanya “dari mana anda tahu beliau tidak mendapatkan wahyu akan hal itu ?”
Lalu pada point 3 saudara ‘Ajam menjawab ” tidak ada hadits shahih yang menyebutkan kapan kiamat akan terjadi”
Maka HADIST SHAHIH menjawab “Rasulullah saw. bersabda: Ketika pemuda ini hidup lama, maka sebelum ia mencapai usia tua renta kiamat sudah tiba.(MUSLIM:No:5249)
Ajarkanlah saya cara memahami nashnya saudara ‘Ajam…please.
=========================================================
Coment anda :
JAKA SEMBUNG, gak nyambung… kenapa antum tidak bersikap jujur dalam diskusi?
Saya :
Ini bukan masalah JAKA SEMBUNG tapi masalah AKHLAK terhadap Ulama.
Coment anda:
Tapi antum justru menolak perkataan nabi yang ma’shum.
Saya :
Saya tidak pernah mengatakan itu bukan Sabda Rasulullah SAW.
O..ma’shum ya…Apa definisi ma’shum menurut anda ?
==========================================================
Coment anda :
Nah, jika antum memvonis ‘Amr bin Luhay dan shohibul mihjan masuk neraka berdasarkan hadits shohih, padahal tidak ada keterangan apapun yang menyebutkan apakah mereka sudah mendengar dakwah syariat Ibrahim atau belum.
Saya:
Didalam hadits shahih tersebut jelas ada kata ” ORANG HAJI ” .Kalau ada orang mengerjakan ibadah haji artinya syariat dakwah Ibrahim as. telah sampai kepada shohibul mihjan. Artinya shohibul mihjan bukan ahlul Fatrah. Apa hubungannya dgn orang tua Rasullah SAW ?
Mintalah hidayah-Nya. Fakta sudah didepan mata.
========================================================
Coment anda:
Siapa ulama yang berdalil dengan QS Al Isro’ 15 untuk mengingkari ayah dan ibu Nabi masuk neraka?
Saya :
Hadits-hadits tersebut termasuk hadits `Inna Abiy wa abaaka finnar (Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka” (HR.Muslim) dibatalkan (mansukh)oleh QS.Al Isra’ 15.”Dan Kami tidak mengadzab (suatu kaum) hingga kamimengutus(kepada mereka) seorang rasul”( Masaalikul Hunafa Fii Hayaati Abawayyil Musthofa, Imam As Suyuthi,hal.68)
Adalah suatu masa dimana terjadi kekosongan nubuwwah dan risalah. Seperti orang-orang jahiliyyah yang belum datang kepada mereka risalah kenabian,maka mereka masuk kategori ahlu fatrah,yang mereka termasuk ahli surga juga. (Prof.DR.Wahbah Zuhaili,tafsir Al Munir,juz 8, hal.42) Hal itu berdasarkan firman Alloh QS. Al Isro’ 15 yang artinya,”Kami tidaklah mengadzab (suatu kaum) hingga kami mengutus (kepada mereka)seorang rasul”
==========================================================
Coment anda :
Apa qorinah untuk memalingkan kata ABUN dari ayah menjadi paman dalam hadits riwayat muslim dan penjelasan Imam Nawawi?
Saya :
Tidak ada yg perlu dijawab. Saya tidak pernah mengatakan itu bukan sabda Rasulullah. Dan saya tidak pernah “paling memalingkan” hadits tersebut.
==========================================================
Sekarang giliran saya:
Apakah Rasulullah SAW tidak pernah ditegur kerena sikapnya oleh Allah SWT ? Surah apa dan ayat berapa ? Dan kemudian silahkan terangkan pada saya bagai mana cara memahaminya.
Dan kalau anda tidak bisa menjawab, maka saya tanyakan “MANA ULAMA YANG MEMBIMBING ANDA ”
Artinya diskusi selesai
Wassalam
saya rasa komentar kang Zon tempo hari bisa kita jadikan bahan masukan…yaitu mengenai pendapat Imam Suyuthi terhadap perkataan Imam Nawawi.
Baiklah, untuk mengetahui maksud sebenarnya dari komentar imam Nawawi tersebut, maka alangkah baiknya kita dengarkan penjelasan dari seorang ulama pengikutnya yang lebih memahami ucapan beliau yaitu imam As-Suyuthi berikut :
الذي عندي أنه لا ينبغي أن يفهم من قول النووي في شرح مسلم في حديث (( أن رجلا قال يا رسول الله : أين أبي … الخ )) أنه أراد بذلك الحكم على أبي النبي صلى الله عليه وآله وسلم ، بل ينبغي أن يفهم أنه أراد الحكم على أبي السائل ، وكلامه ساكت عن الحكم على الأب الشريف..
” Menurut pemahamanku hendaknya tidak memahami ucapan imam Nawawi di dalam syarh hadits Muslim tentang Hadits “ Sesungguhnya seseorang berkata kepada Rasul Saw di mana ayahku…dst “, bahwasanya yang beliau maksud adalah ayah nabi Saw. Akan tetapi hendaknya dipahami bahwasanya beliau menghendaki hokum pada ayah orang yang bertanya. Dan beliau diam, tidak mengomentari atas hokum ayah nabi Saw “. (At-Ta’dzhim wal minnah : 171)
ternyata yg bertaubat dr itiqod orangtua Nabi Saw kafir 3 tahun sebelum wafat adalah Imam Al-Qori.
Dan ternyata telah terjadi pemalsuan kitab Imam Abu Hanifah dimana ketika diteliti dr manuskrip aslinya tidak ada pengkafiran terhadap orangtua Nabi Saw. Malahan, Imam Abu Hanifah beritiqod orangtua Nabi Saw termasuk golongan yg selamat.
Dan yg saya baca pula, cucu Imam al-Jauzi pun tidak beritiqod orangtua Nabi Saw kafir. Saya benar-benar curiga, jangan2 tulisan Imam al-Jauzi memang sudah ada yg memalsu.
Terus terang saya sangat kesal sekali dengan orang2 yg tidak amanah ini….
Saya rasa ini tidak lepas dari campur tangan zionis yg berusaha menanamkan fitnah keji perihal kedua orangtua Nabi Saw….krn kalau diperhatikan, koq ada korelasi diantara keduanya (sama2 getol menyebarkan isu ini).
Dan kita bisa menilai, manhaj model apakah yg memakai kitab2 palsu untuk mendoktrinasi muslim yg awam, dan menjadikannya sebagai rujukan dalam buku2 mereka yg beredar saat ini.
Berikut copas dr blog ibnu al katibiy:
Mereka juga mengatas namakan imam Abu Hanifah untuk memvonis kedua orangtua nabi Saw. Menurut mereka imam Abu Hanifah berkata :
ووالدا رسول الله مات على الكفر
“ Dan kedua orangtua Rasul Saw wafat dalam keadaan kafir “.
Jawaban :
Benarkah imam Abu Hanifah berkata demikian ? setelah dilakukan pengecekan, ternyata lagi-lagi mereka berbuat curang untuk memperkuat asumsi mereka dengan mendistorsi kalam imam Abu Hanifah tersebut.
Kalam imam Abu Hanifah yang sebenarnya bukanlah seperti yang mereka gembor-gemborkan. Tapi justru sebaliknya pendapat beliau bertentangan dengan apa yang mereka sangka.
Ada dua teks dari kalam imam Abu Hanifah dalam manuskrip kuno yang berada di perpustakaan syaikh Islam di Madinah Al-Munawwarah sebelum beredarnya mansukrip yang baru.
Yang pertama berbunyi :
ووالدا رسول الله ما ماتا على الكفر
“ Dan kedua orangtua Rasul Saw tidak wafat dalam keadaan kafir “.
Yang kedua berbunyi :
وابوا النبي صلى الله عليه وسلم ماتا على الفطرة
“ Dan kedua orangtua Nabi Saw wafat di masa fatrah “
Hal ini sebagaimana kesaksian para ulama (Al-Imam Al-Hafidz Az-Zabidy, Al-Imam Al-Kautsari, Al-Imam Baijury, Syaikhul Islam Musthofa Shabry, Sayyid Muhammad bin ‘Alawi dll) dengan mata kepala mereka sendiri melihat manuskrip aslinya yang jauh sudah ada sebelum terbitnya manuskrip yang palsu. Bahkan para ulama yang ‘arif mengatakan bahwa manuskrip tersebut sudah ada sejak masa Dinasti Abbasiyah.
Al-Imam Al-Kautsary berkata :
ففي بعض تلك النسخ : وأبوا النبي صلى الله عليه وسلم ماتا على الفطرة – و ( الفطرة ) سهلة التحريف إلى ( الكفر ) في الخط الكوفي ، وفي أكثرها : ( ما ماتا على الكفر ) ، كأن الإمام الأعظم يريد به الرد على من يروي حديث ( أبي وأبوك في النار ) ويرى كونهما من أهل النار . لأن إنزال المرء في النار لا يكون إلا بدليل يقيني وهذا الموضوع ليس بموضوع عملي حتى يكتفى فيه بالدليل الظني
“ Di dalam salah satu manuskrip tersebut berbunyi : Dan kedua orangtua Nabi Saw wafat di masa fatrah “, Lafadz Al-Fatrah (dalam tulisan arab) sangat mudah dirubah menjadi Al-Kufri dalam khot khufi. Dan kebanyakan manuskrip berbunyi “ Kedua orangtua Rasul Saw tidaklah wafat dalam keadaan kafir “. Imam besar tersebut justru bermaksud membantah orang yang meriwayatkan hadits “ Ayahku dan ayahmu di neraka “ dan orang itu berpendapat bahwa orangtua Nabi Saw di neraka. Karena memvonis sesorang di neraka haruslah dengan dalil yang yaqin dan persoalan ini bukanlah persoalan amaliah sehingga cukup dengan dalil sangkaan saja “. (Al-Aalim wa Al-Muta’allim : 17)
Al-Imam Bajuri berkata :
وأما ما نقل عن أبي حنيفة في الفقه الأكبر من أن والدي المصطفى ماتا على الكفر فمدسوس عليه ، وحاشاه أن يقول في والدي المصطفى ذلك، وغلط ملا علي القاري يغفر الله له في كلمة شنيعة قالها، ومن العجائب ما نسب له مع ذلك في إيمان فرعون.
“ Adapun pendapat yang dinukilkan dari Abu Hanifah di dalam kitab Al-Fiqh Al-Akbar bahwa kedua orangtua Nabi Saw wafat dalam keadaan kafir, maka teks itu telah mengalami pendistorsian (madsus), sungguh beliau jauh dari berpendapat seperti itu tentang kedua orangtua Nabi Saw. Dan telah keliru Mulla Al-Qaari semoga Allah mengampuninya di dalam kalimat buruk yang ia ucapkan. Dan dalam masalah ini, ironis sekali ada ucapan yang dinisbatkan kepada beliau tentang keimanan Fir’aun “. (Tuhfah Al-Murid Syarh Jauhar At-Tauhid)
Al-Imam Al-Hafidz Al-Murtadha Az-Zabidy berkata :
– وكنت رأيتها بخطه عند شيخنا أحمد بن مصطفى العمري الحلبي مفتي العسكر العالم المعمر – ما معناه : إن الناسخ لما رأى تكرر ( ما ) في ( ما ماتا ) ظن أن إحداهما زائدة فحذفها فذاعت نسخته الخاطئة ، ومن الدليل على ذلك سياق الخبر لأن أبا طالب والأبوين لو كانوا جميعاً على حالة واحدة لجمع الثلاثة في الحكم بجملة واحدة لا بجملتين مع عدم التخالف بينهم في الحكم
“ Dan aku telah melihat tulisannya pada syaikh kami Ahmad bin Musthafa Al-Amri Al-Halbi yang maknanya sebagai berikut : “ Sesungguhnya penulis naskah ketika melihat terulangnya lafadz (ما) pada kalimat (ما ماتا), ia menyangka salah satunya adalah tambahan / kelebihan, lalu ia menghapus salah satunya, maka tersebarlah naskah kekeliruannya tersebut. Termasuk bukti yang menguatkannya adalah susunan kalimat itu sendiri (yang janggal), karena Abu Thalib dan kedua orangtua Nabi Saw seandainya mereka semua itu sama keadaanya, maka niscaya imam Abu Hanifah akan mengumpulkan ketiganya dalam satu hokum bukan dengan dua hokum yang tidak ada perbedaannya sama-sekali “.
Keterangan :
Dalam naskah aslinya tertulis :
ووالدا رسول الله –صلّى الله عليه وسلّم ماتاعلى الفطرة وأبو طالب مات على الكفر
“ Dan kedua orangtua Rasul Saw wafat dalam masa fatrah sedangkan Abu Thalib wafat dalam keadaan kafir “.
Susunan kalimat ini terlihat sempurna dan tidak janggal sama sekali. Bandingkan dengan tulisan yang banyak beredar setelahnya yang sebagaimana diasumsikan mereka berikut ini :
ووالدا رسول الله –صلّى الله عليه وسلّم ماتاعلى الكفر وأبو طالب مات على الكفر
“ Dan kedua orangtua Rasul Saw mati dalam keadaan kafir sedangkan Abu Thalib mati dalam keadaan kafir “.
Perhatikan dan bacalah dengan seksama teks kedua ini dan bandingkan dengan teks pertama !
Maka sungguh secara akal sehat dan kaidah ilmu alat sangatlah janggal teks yang kedua ini, boleh dibilang susunan kalamnya amburadul dan tidak fasih. Mungkinkah seorang imam Besar yang diakui seluruh dunia melakukan kesalahan fatal dalam mengarang kitab terlebih menulis satu kalimat saja ??
Syubhat ketiga :
Mereka juga berasumsi bahwa imam Mulla Ali Al-Qaari berpendapat sesungguhnya kedua orangtua Nabi Saw di neraka dengan menukil ucapan beliau :
وأما الإجماع فقد اتفق السلف والخلف من الصحابة والتابعين والأئمة الأربعة وسائر المجتهدين على ذلك من غير إظهار خلاف لما هنالك والخلاف من اللاحق لا يقدح في الإجماع السابق سواء يكون من جنس المخالف أو صنف الموافق
”Adapun ijma’, maka sungguh ulama salaf dan khalaf dari kalangan shahabat, tabi’in, imam empat, serta seluruh mujtahidin telah bersepakat tentang hal tersebut (kafirnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam) tanpa adanya khilaf. Jika memang terdapat khilaf setelah adanya ijma’, maka tidak mengurangi nilai ijma’ yang telah terjadi sebelumnya. Sama saja apakah hal itu terjadi pada orang-orang menyelisihi ijma’ (di era setelahnya) atau dari orang-orang yang telah bersepakat (yang kemudian ia berubah pendapat menyelisihi ijma’) [Adilltaul-Mu’taqad Abi Haniifah hal. 7)
Jawaban :
Memang pada awalnya beliau berpendapat seperti itu namun tiga tahun sebelum kewafatannya, beliau menarik kembali pendapatnya tersebut ketika menulis kitab Syarh Syifa’ Qadhi ‘Iyadh. Imam Ali Al-Qaari menegaskan bahwa pendapat mengenai keislaman kedua orang tua Nabi Muhammad Saw merupakan pendapat yang lebih kuat. Berikut teksnya :
وأبو طالب لم يصح إسلامه وأما إسلام أبويه ففيه أقوال، والأصح إسلامهما على ما اتفق عليه الأجلّة من الأمة، كما بيّنه السيوطي في رسائله الثلاث المؤلفة.أهـ
“ Dan Abu Thalib tidak sah keislamannya adapaun keislaman kedua orangtua Nabi Saw maka ada tiga pendapat dan yang palin shahih adalah bahwa kedua orangtua Nabi Saw muslim menurut kesepakatan para ulama besar sebagaimana dijelaskan As-Suyuthi dalam tiga risalah karyanya “. (Syarh Asy-Syifa, Ali Al-Qaari : 1/648)
Juga disebutkan hal yang sama di kitab beliau “ Minah Ar-Raudh Al-Azhar Fii Syarh Al-Fiqhu Al-Akbar “.
Dengan demikian, sangat jelas bahwa sikap imam Ali Al-Qaari yang mempopulerkan pendapat bahwa kedua orang tua Nabi Muhammad Saw. di neraka menjadi tidak kuat, karena beliau kembali menarik pendapatnya dan berbalik dari mengkritik Al-Suyuthi dengan kembali menyetujui pendapatnya, juga terbukti terjadi kesalahan dalam penukilan naskah.
sayangnya saudara kita dari salafi/wahabi lebih percaya dgn kitab yang telah di rubah dgn berbagai alasan ….bla …bla…..bla……sayang sekali …
mas Ajam …..????? dimana dikau ?????
@Akhi M.Husaini
Saya :
O..jadi anda tetap memasukan ‘AMR BIN LUHAY DAN SHOHIBUL MIHJAN sebagai ahlul fatrah. Nafsu…Abul jauzaa’ saja menyatakan dakwah telah sampai ..hanya masih PLIN-PLAN. Sudah tahu dakwah sampai.. kok masih juga dimasukkan ahlul fatrah.Tanya ustadz anda itu !!
Mohon tanya :
Apakah Ir. Abu Jauzaa seorang ulama yang ma’shum, sehingga banyak orang yang sangat fanatik terhadap pendapatnya? Banyak orang yang me-link ke blog Beliau, tapi beberapa teman “Ummati” seperti As-Syaidani, Mas Dian, Mas Fery Aswaja, Ustadz Ahmad Syahid, dll sering membantah tulisannya ke blog tersebut, tetapi tidak pernah dimuat. Yang saya tahu dalam membantah mereka teman2 Ummati tidak menggunakan kata-kata kasar, apalagi membunuh karakter lawan diskusi dengan kata-kata seperti : bodoh, munafik, sombong, blog penipu, tidak ilmiah, atau dengan slogan seperti “terimalah kebenaran walaupun dari lawan diskusi anda”.
Mhn maaf kalau ada yang salah.
@Bima AsSyafi’i…
Anda bisa saja bercanda….
Saya juga pernah mengomentari diblog beliau…dan beliau menanggapi dgn baik. Hanya saja simpatisan beliau sebagian terkadang “memancing” saya. utk debat kusir. Ya begitu deh…akhirnya tdk dimunculkan coment kita. Dan saya memakluminya…agar tdk terjadi debat kusir. yg mungkin tdk bermutu menurut beliau.
Blog beliau itu secara tulisan memang bagus sekali…Hanya saja lain orang lain pula sudut pandangnya dalam memahami suatu masalah.
Dan utk saudara -saudara semua saya ucapkan banyak terima kasih.
Mungkin saya beberapa minggu ini absen dulu…maklum cari pengganjal perut.
Maaf kalau ada salah kata
============================================================
Dan utk saudara ‘Ajam…kalau anda mencari kebenaran..dahulukanlah sangka baik anda terhadap orang tua Rasulullah SAW.
Tapi kalau anda mencari kemenangan ..maka saya katakan anda menang dan saya kalah.
Maaf kalau ada salah kata.
@Akhi M.Husanini
Terima kasih atas sharing ilmunya. Insya Allah menambahkan keyakinan saya sesuai pengakuan Nabi, bahwa nasabnya terbaik. Allahumma sholli ala Syayidina Muhammad wa ala alihi wassalam.
Alhamdulillah….
Tujuh Poin Analisis Kasus kedua orangtua Rasul Saw :
Pertama : Hingga saat ini tidak ditemukan satu pun dalil sharih dari al-Quran maupun Hadits yang menunjukkan kedua orangtua Rasul Saw penyembah berhala. Sehingga tidak boleh memvonis keduanya masuk neraka.
Kedua : Hadits riwayat imam Muslim tentang kedua orangtua Rasul Saw, masih dipertentangkan oleh banyak ulama Ahlus sunnah. Dan bahkan mayoritas ulama mengatakan hadits itu bertentangan dengan nash al-Quran dan Hadits yang lebih kuat lagi. Sehingga tidak bisa digunakan sebagai hujjah.
Ketiga : Dari sisi sanad dan matan, hadits tersebut menjadi perbincangan dan permasalahan para ulama ahli hadits sejak dulu hingga kini. Dalam perbandingannya dengan hadits riwayat imam Bukhari, matan dan sanadnya lebih kuat dan tsubut ketimbang hadits riwayat imam Muslim. Maka lebih dipegang hadits riwayat imam Bukhari.
Keempat : Vonis ijma’ para ulama akan masuknya kedua orangtua Rasul dalam neraka, ternyata vonis sepihak dan terbukti tidak benar, hanya sebuah pengakuan tanpa adanya bukti yang menguatkannya.
Kelima : Permasalahan ini hanyalah permasalahan dalam hal ijtihadiyyah (analisa furu’di antara ulama yang berkompeten) bukan masalah i’tiqaadiyyah (aqidah) yang menyebabkan kufur atau bid’ahnya orang yang menentangnya.
Keenam : Permasalahan ini permasalahan yang ‘mukhthirah’(membahayakan jika salah vonis) dan sangat berbeda dengan permaslahan ijtihadiyyah lainnya . Sebab menyangkut hak Nabi Muhammad Saw. Walaupun ada hadits yang terkesan menjelaskan masuknya kedua orangtua Nabi dalam neraka, namun hadits itu banyak pertentangannya dengan ayat al-Quran dan hadits juga penjelasan para ulama Ahlus sunnah.
Jika seandainya orang-orang yang memvonis kedua orangtua Nabi Saw ternyata salah, maka hal itu akan menyakiti hati Nabi Saw dan terlaknat dunia dan akherat. Jika seandainya pihak yang mengatakan kedua orangtua Nabi Saw masuk surga itu ternyata salah, maka hal ini tidaklah menyakiti hati Nabi Saw sebab persangkaan baik mereka tentang hal ini.
Ketujuh : Hak hati untuk selalu membuat bahagia Nabi Muhamamd Saw. Dan hak lisan untuk menjaga dan mencegah dari hal yang tidak bermanfaat terlebih dalam hal membicarakan aib / kekurangan orang lain.
Bukankah kita diperintahkan untuk tidak menyakiti orang yang hidup dengan menjelek-jelekan keluarganya yang sudah meninggal ??
Ketujuh poin ini, kita akan bahas secara ilmiyyah dan terperinci:
http://ibnu-alkatibiy.blogspot.com/2012/05/wahhabi-salafi-mendahului-allah-dan.html
alhamdulillah kang Ibnu ikut masuk ke sini…
maaf saya ambil tulisannya untuk dishare di blog ini tanpa ijin, krn mau nulis komentar di kolom komentarnya kang Ibnu gak masuk2…jd mo minta ijin jg susah.
tapi ikhlaskan ya kang kalau ada yg ambil tulisannya, krn hadiahnya bukan di dunia, tp di akhirat nanti…aamiiiin
Buat kang Husaini, kang Bima, kang Zon, kang Mamo, dan semua yg telah komentar di blog ini (termasuk kang Ajam), salam persaudaraan….
Allahumma shali ‘alla sayidina Muhammad, wa ‘alla aali sayidina Muhammad
sanggahan
PERTAMA :
Al Katiby : Hingga saat ini tidak ditemukan satu pun dalil sharih dari al-Quran maupun Hadits yang menunjukkan kedua orangtua Rasul Saw penyembah berhala. Sehingga tidak boleh memvonis keduanya masuk neraka.
Ana : ada 3 hal penting, yaitu (1) neraka itu bukan hanya tempat untuk penyembah berhala saja (kafir/musyrik) tapi juga tempat bagi orang2 muslim yang fasiq. dan (2) : kaidahnya, pada dasarnya ketika dimutlakkan dengan perkataan ‘di neraka’, maka pada asalnya ini kembalinya kepada orang kafir. (3) yang memvonis masuk neraka adalah Rosululloh sendiri
KEDUA :
Al Katiby : Hadits riwayat imam Muslim tentang kedua orangtua Rasul Saw, masih dipertentangkan oleh banyak ulama Ahlus sunnah. Dan bahkan mayoritas ulama mengatakan hadits itu bertentangan dengan nash al-Quran dan Hadits yang lebih kuat lagi. Sehingga tidak bisa digunakan sebagai hujjah.
Ana : suatu hadits jika telah dinilai shohih maka tidak mungkin bertentangan dengan Al Quran dan hadits2 shohih yang lain. bagaimana mungkin sesuatu yang sama2 berasal dari Allah akan menjadi saling bertentangan? selain itu, tidak ada ayat Al Quran maupun hadits shohih lain yang menafikan kedua orang tua Nabi masuk neraka, sehingga tidak bisa hadits riwayat imam muslim di atas dianggap bertentangan dengan ayat Al Quran maupun hadits2 shohih lain.
KETIGA :
Al Katiby : Dari sisi sanad dan matan, hadits tersebut menjadi perbincangan dan permasalahan para ulama ahli hadits sejak dulu hingga kini. Dalam perbandingannya dengan hadits riwayat imam Bukhari, matan dan sanadnya lebih kuat dan tsubut ketimbang hadits riwayat imam Muslim. Maka lebih dipegang hadits riwayat imam Bukhari.
Ana : seluruh umat islam telah ijma’ bahwasanya kitab paling shohih setelah Al Quran adalah 2 kitab shohih (Bukhori dan Muslim). jika sanad dalam kitab shohih Bukhori itu lebih kuat dan tsubut, hal ini apakah lantas berkonsekuensi bahwa sanad dalam kitab shohih Muslim itu tidak kuat dan tidak tsubut sehingga haditsnya tidak shohih? tentu saja logika seperti ini logika yang keliru.
KEEMPAT :
Al Katiby : Vonis ijma’ para ulama akan masuknya kedua orangtua Rasul dalam neraka, ternyata vonis sepihak dan terbukti tidak benar, hanya sebuah pengakuan tanpa adanya bukti yang menguatkannya.
Ana : yah…memang ana akui ijma’ itu sulit untuk dibuktikan. akan tetapi, SEANDAINYA ijma’ tentang perkara ini tidak sah, SETIDA-TIDAKNYA klaim ini ijma’ ini menunjukkan bahwa para ulama di masa klaim ijma itu dikeluarkan, mayoritas (bahkan mungkin hampir semuanya) dalam 1 fiqh dan i’tiqod yang sama bahwa kedua orang tua Nabi di neraka. hanya segelintir orang saja yang mengingkarinya (jikalaupun ada).
KELIMA :
Al Katiby : Permasalahan ini hanyalah permasalahan dalam hal ijtihadiyyah (analisa furu’di antara ulama yang berkompeten) bukan masalah i’tiqaadiyyah (aqidah) yang menyebabkan kufur atau bid’ahnya orang yang menentangnya.
Ana : permasalahan ini menyangkut perkara aqidah, yaitu tentang wala dan baro. bagaimana kita bersikap loyal kepada sesama muslim dan bersikap lepas diri dari orang kafir. bagaimana kita akan menerapkan konsep wala dan baro jika penilaian status keislaman atau kekafiran seseorang saja masih kabur?
KEENAM :
Al Katiby : Permasalahan ini permasalahan yang ‘mukhthirah’(membahayakan jika salah vonis) dan sangat berbeda dengan permaslahan ijtihadiyyah lainnya . Sebab menyangkut hak Nabi Muhammad Saw. Walaupun ada hadits yang terkesan menjelaskan masuknya kedua orangtua Nabi dalam neraka, namun hadits itu banyak pertentangannya dengan ayat al-Quran dan hadits juga penjelasan para ulama Ahlus sunnah.
Ana : seandainya kita mencukupkan diri dengan apa yang datang dari Allah dan Rosul, maka tidak akan mungkin kita akan berada dalam permasalahan yang membahayakan. justru mengikuti ucapan person yang tidak ma’shum seperti Al Katiby atau Habib Mundzir atau Zon Jonggol dan mencampakkan ucapan Al Ma’shum Muhammad bin Abdullah SAW lah yang menempatkan kita dalam permasalahan berbahaya.
KETUJUH :
Al Katiby : Hak hati untuk selalu membuat bahagia Nabi Muhamamd Saw. Dan hak lisan untuk menjaga dan mencegah dari hal yang tidak bermanfaat terlebih dalam hal membicarakan aib / kekurangan orang lain.
Ana : Nabi juga sangat sedih mengetahui paman beliau, Abu Thalib menjadi penghuni neraka. kemudian apakah dengan alasan agar tidak menyakiti hati Nabi, lantas para sahabat mengatakan bahwa Abu Thalib masuk surga? adakah para sahabat yang menghibur Nabi dengan cara seperti itu?
jika ada teman atau tentangga kita yang mempunyai orang tua kafir, kemudian orang tuanya itu meninggal dalam kekafiran, apakah agar tidak membuat teman itu bersedih kita akan menghiburnya dengan berkata : “Tenang saja, sesungguhnya ayahmu masuk surga”?
masyaAllah sangaaaaaaaaat nyaring tong kosongnya ………he he he ..maaf mas Ajam …….
Maaf Mas Ajam, apakah anda yakin dengan memvonis orangtua Nabi Muhammad Saw kafir akan membuat anda mengucapkan syahadat di akhir hayat anda?
Maaf Mas….justru saya baru dapat cerita dari kenalan, bahwasanya beliau pernah melihat dengan mata kepala sendiri ketika kakeknya sakratulmaut….meninggal dengan sangat mudah dan cepat. Sebelum wafat si kakek sempat berkata bahwa akan ada tamu yg datang, dan si kakek mengatakan bahwa inilah saatnya ia pulang…mengucapkan syahadat dihadapan para keluarga (termasuk kenalan saya ada di situ) tanpa ditartil, meninggal hanya dalam satu tarikan nafas saja, matanya pun langsung menutup sendiri. Ketika saya tanya apa amalan si kakek koq bisa meninggal semudah itu. Kenalan saya mengatakan bahwa kakeknya orang yg pendiam, tidak suka mengurusi urusan orang lain, suka membantu orang lain, melakukan kegiatan bid’ah hasanah seperti masyarakat yg lain (tahlilan, maulidan, Nuzulul qur’anan, dsb…dsb)
Kalau mas Ajam sangat yakin meninggalnya bisa mengucapkan syahadat semudah si kakek yg saya ceritakan di atas ya monggo saja anda beramal dengan sibuk mengharamkan bid’ah hasanah, sibuk memvonis orangtua Nabi Saw kafir….tokh anda sendiri yg akan merasakannya kelak.
Namun yg jelas, kakek yg meninggalnya mudah tsb bukanlah orang yg suka mengurusi amalan oranglain….bukan pula orang yg sibuk memvonis orangtua Nabi Saw kafir…
Jadi ya monggo dipilih saja….tokh risiko ditanggung sendiri 🙂
NB:
Imam Hambali
ketika disebut nama Hammad langsung memalingkan wajahnya…beliau tidak mau menggunakan hadist2 yg diriwayatkan Hammad
Al Ukht Shinta
anti bertanya : “Maaf Mas Ajam, apakah anda yakin dengan memvonis orangtua Nabi Muhammad Saw kafir akan membuat anda mengucapkan syahadat di akhir hayat anda?”
ana jawab : tidak. dan ana tanya sebaliknya, apakah anti yakin akan dapat mengucapkan syahadat di akhir hayat anti dengan mengingkari masuk nerakanya kedua orang tua nabi?
ukhti…setiap agama itu punya pedoman, dan pedoman untuk agama Islam adalah Al Quran dan As Sunnah. dan memahami keduanya itu dengan mengikuti pemahaman salafush sholih.
agama ini tidak berlandaskan dengan kejadian-kejadian aneh di sekitar kita. itupun jika yang mengisahkannya adalah orang yang terpercaya. bukankah hadits saja perlu perowi dengan berbagai macam kriteria baru bisa diterima?
oiya, dalam NB anti bilang Imam Ahmad tidak menggunakan riwayat Hammaad. apakah maksudnya adalah Hammaad bin Salamah?
Imam Ahmad berkata :
حماد بن سلمة أثبت في ثابت من معمر
“Hammaad bin Salamah lebih tsabt (kokoh) dalam hadits Tsaabit daripada Ma’mar” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 3/141; dan Tahdziibul-Kamaal, 7/259].
وقال عبد الله : سمعتُ أَبي يقول : حماد بن سلمة , أثبت الناس في ثابت البناني.
‘Abdullah (bin Ahmad) berkata : Aku mendengar ayahku (Ahmad bin Hanbal) berkata : “Hammaad bin Salamah, orang yang paling tsabt periwayatannya dalam hadits Tsaabit Al-Bunaaniy” [Al-‘Ilal, no. 1783 & 5189].
وقال ابن هانىء : وسَمِعتُهُ يقول : كان حماد بن سلمة من أثبت أصحاب ثابت .
Ibnu Haani’ berkata : Aku mendengarnya (Ahmad bin Hanbal) berkata : “Hammaad bin Salamah termasuk orang yang paling tsabt di antara ashhaab Tsaabit” [Suaalaat Ibni Haani’, 2/197 no. 2063].
selain itu, sahabat Imam Ahmad bin Hanbal paling dekat, yaitu Yahya bin Ma’in juga berpendapat serupa dengan Imam Ahmad. beliau berkata :
من خالف حماد بن سلمة في ثابت فالقول قول حماد، قيل : فسليمان بن المغيرة عن ثابت ؟. قال : سليمان ثبت، وحماد أعلم الناس بثابت
“Barangsiapa menyelisihi Hammaad dalam periwayatan dari Tsaabit, maka perkataan yang dipegang adalah perkataan Hammaad”. Dikatakan : “Riwayat Sulaimaan bin Al-Mughiirah dari Tsaabit ?”. Ibnu Ma’iin berkata : “Sulaimaan itu tsabt (kokoh), namun Hammaad orang yang paling mengetahui tentang riwayat Tsaabit” [Tahdziibul-Kamaal, 7/262].
===================
perlu anti ketahui, ada perowi yang periwayatannya secara umum dinilai lemah, namun periwayatannya dari orang tertentu dinilai kuat. dan juga sebaliknya, ada perowi yang periwayatannya secara umum dinilai kuat, namun periwayatannya dari orang tertentu dinilai lemah.
tambah Nyaring tongnya ……”ukhti…setiap agama itu punya pedoman, dan pedoman untuk agama Islam adalah Al Quran dan As Sunnah. dan memahami keduanya itu dengan mengikuti pemahaman salafush sholih.” ????????????? salafushsholeh yang mana mas Ajam ??? apa dari ulama karbitan yang antum agung2 ntu ??? ulama Al albani ., ulama abdul wahab , ulama ustaimin….??????
tambahan sanggahan untuk Ibnu Al Katiby
PERTAMA
beliau berkata :
“Hingga saat ini tidak ditemukan satu pun dalil sharih dari al-Quran maupun Hadits yang menunjukkan kedua orangtua Rasul Saw penyembah berhala. Sehingga tidak boleh memvonis keduanya masuk neraka.”
ana jawab :
coba perhatikan hadits dari Anas bin Malik إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ (sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka)
bukankah tidak ada satu pun dalil shorih baik dari Al Quran maupun As Sunnah yang menyatakan bahwa ayah dari fulan si penanya itu menyembah berhala. lalu atas dasar apa Rosululloh memvonis ayahnya masuk neraka?
begitu pula dengan hadits dari Ibnu Mas’ud أَلا أَنَ أمي مَعَ أمكمَا (bukankah ibuku bersama ibu kalian berdua (di neraka))
tidak ada juga dalil shorih baik dari Al Quran maupun As Sunnah yang menyatakan ibu dari fulan si penanya itu menyembah berhala. bahkan ibu mereka adalah orang yang mempunyai akhlaq yang baik. lalu atas dasar apa Rosululloh memvonis ibu mereka masuk neraka?
KEDUA
beliau berkata :
Hak hati untuk selalu membuat bahagia Nabi Muhamamd Saw. Dan hak lisan untuk menjaga dan mencegah dari hal yang tidak bermanfaat terlebih dalam hal membicarakan aib / kekurangan orang lain.
Bukankah kita diperintahkan untuk tidak menyakiti orang yang hidup dengan menjelek-jelekan keluarganya yang sudah meninggal ??
ana jawab :
jika antum menganggap bahwa mengatakan kekafiran kedua orang tua Nabi itu akan menyakiti hati Nabi dan hal itu merupakan dosa, lalu bagaimana dengan menyatakan kekafiran orang tua selain Nabi?
jika itu juga merupakan dosa (karena menyakiti hati orang tersebut), lantas kenapa Nabi membuat fulan si penanya itu sakit hati dan bersedih dengan memberi kabar buruk bahwa orang tua mereka masuk neraka?
bukankah ini berarti Nabi juga telah menyakiti orang yang hidup dengan menjelek-jelekkan keluarganya yang sudah meninggal?
@Mas Prabu
Alhamdulillah saya mendapat ilmu dari semua ikhwan yang Mas Prabu sebutkan, termasuk dari Akhi Ajam, sehingga saya menyadari bahwa ada perbedaan pendapat yang harus disikapi secara baik.Dengan begitu mungkin kita akan sedikit arif dan tidak merasa paling benar dan menuduh yang lain pasti sesat. Ustadz Zon semoga sabar dengan berbagai kecaman yang diterimanya. Juga ada Mas Handoko yang tidak kesebut sama Mas Prabu. Dari Mas Handoko saya mendapat kata-kata bijak untuk berkhusnul Zhon kepada kedua orang tua Nabi. Kini setelah membaca uraian-uraian Ustadz Al Katiby, semakin mendapat pencerahan. Jika ada umur panjang, sekembali ke Indonesia nanti saya ingin sekali berkenalan dengan para ustadz dan ikhwan semua, termasuk juga Ustadz AI dan Ustadz Ahmad Sahid, dll yang mangkal di Ummati. “Hiburan” rohani yang isnya Allah selalu saya sempatkan ketika berada di Indonesia adalah menghadiri Majelis Rasulullah di Masjid Al Munawar Pancoran setiap Senin malam Selasa. Bertapa saya merindukan itu …
Sy orang awam jdi Plong … ibarat si bisu nonton Film … byar bisu tpi tahu … misal ada 10 polisi yg 1 palsu .. bsa sy ketebak dengan akurasi 99%, krn awam carinya yg simple dengerin ustadz & mualaf yg jujur di youtube seperti Irene Handono, Abd Aziz .. dll, jdi inget sejarah Snouk Hougronye wkt nembus ke Aceh … pak Ustadz M.Husaini sdh bsa Skak MAT
Dikatakan oleh Al Qadhiy Abubakar Al A’raabiy bahwa orang yang mengatakan ayah bunda nabi di neraka, mereka di Laknat Allah swt, karena Allah swt telah berfirman : “Sungguh mereka yang menyakiti dan mengganggu Allah dan Nabi Nya mereka dliaknat Allah di dunia dan akhirat, dan dijanjikan mereka azab yang menghinakan” (QS Al Ahzab 57) maka berkata Qadhiy Abubakar tiadalah hal yang lebih menyakiti Nabi saw ketika dikatakan ayahnya di neraka, dan sungguh telah bersabda Nabi saw : “Janganlah kalian menyakiti yang hidup karena sebab yang telah wafat”.(Masalikul hunafa’ hal 75 li imam suyuti)
kenapa ribet bgt sih??? kalau hadits aja biar jadi kualitas ‘sahih’ harus punya sanad yang ‘jelas’. jadi saya sangat yakin sekali Rasulullah SAW terlahir hanya melalui sulbi yang terpuji lagi mulia, baik itu Ayah maupun Bunda beliau…ulama itu beda dengan ahli ilmu 🙂
silahkan kunjungi sebuah kajian dari seorang teman
http://ibnu-alkatibiy.blogspot.com/2012/05/wahhabi-salafi-mendahului-allah-dengan.html
http://ibnu-alkatibiy.blogspot.com/2012/05/wahhabi-salafi-mendahului-allah-dengan_12.html
ada suatu cerita seorang penghujat yg ngotot mengatakan bahwa kedua orang tua nabi adalah mati dalam kedaan musryik atau kafir. lalu lawan bicaranya berkata : Bagaimana menurutmu status orang musryik dimata Allah dan rasulnya ?
sipenghujat : orang musryik adalak NAJIS. berdasarkan ayat Al-quran : “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis [9:28].
lawan bicara : Mungkinkah sesuatu yg suci dikeluarkan atau berasal dari suatu najis. dan apa pandangansyeikh ttg nabi saw
seipenghujat : Tidak mungkin. karena suatu najis dan sesuatu yg suci tdk mungkin bersatu. dan tentang rasulullah saw adalah beliau adalah manusia paling mulia dan suci dari dosa dan kesalahan.
lawan bicara: kalo begitu bagaimana mungkin rasulullah yg suci, manusia terbaik didunia dan menjadi penghulu para rasul dikeluarkan dari benih yg mengandung najis seperti aminah ? bukankah aminah seorang musryik dan setiap musryik adalah najis ? ( baca: org musryik adalah najis dlm Al-quran)
sipenghujat : binggung..dan menjawab a…a…. maksud saya…a….aa.
lawan bicara: sudahlah lupakan saja itu. saya ingin bertanya satu lagi pada anda
sipenghujat : dengan muka merah berkata : ” silahkan teman
lawan bicara : Apakah anda dilahirkan dari kedua orang tua muslim atau dari kedua orang tua kafir atau musryik ? bagaimana nasab engkau wahai syeikh ?
penghujat : saya dilahirkan dari kedua orang tua muslim. Bahkan nasab saya
dari ortu, kakek dan kakek dari kakek saya semua terlahir dalam keadaan muslim yg beriman kepada Allah.
lawan bicara : Selamat wahai syeikh !! Nasab dan keturunnya anda JAUH LEBIH BAIK DARI NASAB DAN KETURUNAN RASULULLAH.
sipenghujat : dengan heran sambil berkata : apa maksud antum wahai teman ?
lawan bicara : bukankah anda meyakini rasulullah adalah keturunan musryik mulai dari kakeknya abdulmuthalib, ibunya aminah dan bapaknya abdullah bahkan pamannyapun abu thalib. Dan semuanya syeikh vonis adalah orang-orang musryik sedangkan berdasarkan Al-quran setiap musryik adalah najis. Dan kita ketahui bersama orang beriman (muslim) jauh lebih baik dari orang musryik dalam pandangan Allah dan RasulNYA.
Bukankah ini dapat disimpulkan KETURUNAN ATAU NASAB SYEIKH JAUH LEBIH BAIK DARI KETURUNAN DAN NASAB NABI SAW ?….( sambil berkata lawan bicara meninggalkan syeihk tersebut dalam kebinggungan )
INILAH KALO ORANG BODOH BERBICARA TANPA ILMU MEREKA SESAT DAN MENYESATKAN. SEMOGA CERITA INI DAPAT MEMBUKA MATA HATI KAUM NASHIBI DAN MEREKA LANGSUNG TAUBAT. ….SEMOGA…
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis [9:28].
Jika kaum nashibi (salafi-wahabi) tetap pada pendirian mereka bahwa ortu nabi adalah kafir maka saya hanya berdoa semoga laknat Allah menimpa mereka.
Dan jika mereka tetap kukuh dgn pendirian dan menjadikan hadist antah berantah sebagai pijakan untuk memvinis ibunda nabi maka kami ingatkan kembali tentang nabi saw pernah bersabda : ” Jika ada hadisku yg bertentangan dengan Al-Quran maka lemparlah ia kedinding.
Mungkinkah rasulullah sebagai uswathun hasanah, dimana beliau berkata tidak lain adalah wahyu yg diwahyukan sbg penjelasan kpd manusia bahwa rasulullah saw adalah manusia suci dan paling mulia baik didunia maupun diakhirat keluar dari rahim seorang musryik ? kafir ?
dan lebih celakanya lagi kaum nashibi tdk menemukan satu buktipun untuk mereka pegang bahwa ibunda nabi saw semasa hidupnya menyembah berhala ? melakukan perbuatan syirik.
Dimana letak kebenarannya seseorang dihukumi hanya lewat perkataan dusta yg menisbatkan pada nabi saw bahwa ibunya adalah seorang musryik tanpa fakta dan bukti yg dilakukannya.
kalo hanya alasan ibunda nabi saw musryik karenabelum dtg agama islam yg dibw nabi atau rasul Allah, maka banyak sekali kaum nashibi ini mensyrikan ibu-ibu para nabi as. seperti : ibunda nabi musa as , harun as, ishaq as, daud as
ITULAH KALO KEBENCIAN JADI PEDOMAN HIDUP. SANGAT MENYEDIHKAN
wahabi memang sangat pandai
sampai kapanpun mereka akan ngotot dengan pendiriannya
wong pemalang
wahabi memang sangat pandai…..betul mas pandai NGIBULI orang awam…hehehe
cobalah kalo mereka bisa menjawab dengan hujjah yg benar ttg abu thalib mati dalam keadaan kafir saya kasih 20 juta sesuai janji saya dalam bloq ini……yakin 1000 % mereka tak akan mampu. …mampunya cuma ngibuli orang awam
Ajam
anak TK aja pasti langsung paham yang dimaksud dengan lafadz AYAHKU dan IBUKU dalam hadits di atas adalah ayah dan ibu Nabi Muhammad, karena yang berbicara adalah beliau. tentunya Nabi tidak sedang membicarakan ayah dan ibu orang lain bukan?
kalau antum belum puas dengan penjelasan anak TK, boleh dipersaksikan penjelasan ulama yang berulang-ulang ana kutipkan di pembahasan ini.
Al-Imam Ibnul-Jauzi berkata :
وأما عبد الله فإنه مات ورسول الله صلى الله عليه وسلم حمل ولا خلاف أنه مات كافراً، وكذلك آمنة ماتت ولرسول الله صلى الله عليه وسلم ست سنين
”Adapun ’Abdullah (ayah Nabi), ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam masih berada dalam kandungan, dan ia mati dalam keadaan kafir tanpa ada khilaf. Begitu pula Aminah (tentang kekafirannya tanpa ada khilaf), dimana ia mati ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam berusia enam tahun” [Al-Maudlu’aat juz 1 hal. 283]
Nabi memang bukan penentu seseorang apakah masuk surga atau neraka, karena hal itu merupakan hak Alloh. akan tetapi Rosululloh hanya mengabarkan saja, dan tentunya hal ini berasal dari wahyu yang diwahyukan kepada beliau dari Alloh.
selain itu, banyak juga orang yang dijamin masuk surga atau neraka berdasarkan dalil-dalil As Sunnah, misalnya jaminan Nabi tentang masuk surga kepada Abu Bakar, Umar, Utsman, Aliy, dan para sahabat lainnya. jaminan Rosululloh masuk neraka kepada Amr bin Luhay, shohibul mihjan, dll.
jadi, menolak persaksian masuk nerakanya kedua orang tua Nabi akan berkonsekuensi menolak jaminan masuk surganya Abu Bakar, Umar, Utsman, Aliy dan lain-lain
jawab
mari kita bahas satu persatu ucapan antum yg tidak bisa mengunakan akal dgn baik ( sambil menunggu tantangan atau sayembara saya ttg abu thalib)
ajam
Ajam
anak TK aja pasti langsung paham yang dimaksud dengan lafadz AYAHKU dan IBUKU dalam hadits di atas adalah ayah dan ibu Nabi Muhammad, karena yang berbicara adalah beliau. tentunya Nabi tidak sedang membicarakan ayah dan ibu orang lain bukan?
kalau antum belum puas dengan penjelasan anak TK, boleh dipersaksikan penjelasan ulama yang berulang-ulang ana kutipkan di pembahasan ini.
jawab
Betul anak TK aja tahu. sayangnya anak TK itu tidak bisa dijadikan rujukan berlogika karena akal mereka belum sempurna. dan kenyataannya memang seperti itulah kondisi antum dan golongan antum yaitu salafi wahabi. Pikirannya seperti anak TK. PAS SEKALI PEMISALAN YG ANTU BAWA.
ajam
tentunya Nabi tidak sedang membicarakan ayah dan ibu orang lain bukan?
jawab
1. kalo antum tidak bisa menguasai bahasa arab bukan berarti antum bisa ngomong semaunya. Hadist yg umum saja yg dapat bermakna ganda saja antum langsung memvonis ucapan nabi saw adalah ibu kandung dan bapak kandung. padahal jelas-jelas nabi tidak mengunakan makna khusus atau menyebut nama orang tuanya. sedangkan hadist yg nyata2 menyebut nama kedua orang tuanya (baca: hadist nasab. disitu dikatakan abdullah dan aminah adalah orang suci) antum ingkari, Memang pas seperti yg antum katakan pemikiran antum seperti anak TK.
2. Ana sarankan antum belajar bahasa dan sastra arab yg baik dulu baru koment. Orang arab saja mengakui makna abi dan ummi dapat bermakna ganda kok….antum orang indonesia bisa memvonis dalam hadist tersebut hanya satu makna dan tidak membuka peluang makna lain. Adakah orang penuntut ilmu bertingkah laku seperti antum ? Kalo tak tahu tanya sama ahlinya. baik jika antum ngotot dan istiqomah saya akan kasih contoh ucapan nabi saw yg bermakna ganda. kalo antum konsisten antum harus mengikuti makna lahirnya dan tdk boleh selain itu.
nabi saw pernah bersabda ketika perang hunain : Aku nabi yg tak pernah berdusta dan aku putra abdul muthalib
sekaran saya tanya sama antum ajam dan juga tanya sama teman2 antum yg masih “anak TK ” itu . pasti anak TK itu mengatakan nabi saw adalah putra atau anak abdul muthalib atau abdul muthalib adalah ayah nabi saw. APAKAH ANTUM MAU MEMBENARKAN PERNYATAAN ANAK TK ITU ? Kalo antum konsisten antum harum mengikuti pemahaman ANAK TK DONG.
MAKANYA ULAMA MENGATAKAN TIDAK BOLEH MENAFSIRKAN HADIST TANPA MENGUASAI ILMUNYA ? ADA BELASAN ILMU YG ANTUM HARUS KUASAI JIKA ANTUM INGIN MENJADI SEORANG MUHADIST. PAHAM.
ADA KAEDAH-KAEDAH DALAM AGAMA YG HARUS ANTUM IKUTI DIMANA TIDAK ADA PERSELISIHAN ANTAR MAZHAB TENTANG HAL INI. APA HAL TERSEBUT SEHINGGA ANTAR ULAMA MAZHAB SAMPAI ULAMA MUTHAKHIRIN PUN SEMUANYA SEPAKATTENTANG ITU. hAL ITU ADALAH KITAB PEDOMAN UMAT ISLAM YAITU AL-QURANUL KARIM.
Kitapun tahu bahwa pedomat umat islam ini lansung dijaga oleh Allah dari penyimpangan dan tambahan dari orang-orang yg membenci islam yg ingin merubahnya tapi sampai sekarang tidak mampu. Sedangkan hadist nabi saw banyak yg sudah dipalsukan, bahkan golongan antum mengakuinya bahkan golongan salafi sendiri bahkan membuat buku2 dan mengedarkannya kepasar tentang hadist palsu tersebut. ARTINYA JIKA ADA HADIST YG ANTUM KETAHUI BERTENTANGAN DENGAN AL-QURAN MAKA ANTUM TIDAK BOLEH MEMAKAINYA ATAU ANTUM HARUS TA’WIL MAKNANYA.
ATAS DASAR ITULAH MARI KITA BAHAS TTG ORANG TUA NABI ATAU AHLUL BAIT NABI SAW APAKAH BENAR SEPERTI YG DIGEMBAR-GEMBORKAN SALAFI-WAHABI ATAU TIDAK. Kalo ternyata salah menurut Al-quran paham salafi-wahabi antum harus taubat nasuha dan tdk boleh TAQLID DENGAN USTAD DAN SYEIHK ANTUM SELAIN taqlid dilarang dalam ajaran salafi-wahabi dan yg paling penting sheik2 antum bukan orang yg maksum artinya mereka bisa salah juga kannnnn..?
Ada kerancuan dikalangan salafi wahabi yang mengembar-gemborkan bahwa mereka mencintai ahlul bait nabi saw tapi ketika kajian2 mereka sangat bertolak belakang dengan ucapannya itu.
saya pribadi 1000 % meragukan kecintaan kalian dengan ahlul bait nabi saw dan itu bukan tuduhan semata tapi karena fakta yg saya lihat berupa :
1. Jika mereka mencintai ahlul bait nabi saw mengapa mereka tidak mengutip dan memaparkan hadist kemuliaan orang tuan nabi saw ?
2. Mengapa mereka tidak mencantum kemuliaan ahlul bait didalam Al-Quran . Dimana ortu nabi saw masuk dalam ahlul bait dan keluarga beliau saw ?
3. Mengapa mereka tidak menceritakan sejarah bagaimana ibu nabi saw ketika melahirkan diberi “mukjizat “ oleh Allah dengan memperlihatkan hal ghaib kepada ibunda nabi saw sebagai bentuk keutamaan terhadap ibunda nabi saw
4. Mengapa mereka tidak menjelaskan bahwa orang tua nabi saw tidak pernah tercatat dalam sejarah sebagai penyembah berhala
5. Mengapa mereka tidak tertarik menganalisa, Apa yg menyebabkan abdul muthalib sang pemegang kunci ka’bah tidak menyembah berhala? dan mengapa pula kedua ortu nabi juga tidak pernah menyembah berhala. Sedangkan sejarah mencatat sekeliling ka’bah telah terdapat ratusan patung2 berhala, sebagai kepercayaan dari sebagian besar masyarakat jahiliyah dan mengapa ortu nabi saw tidak terpengaruh dgn hal itu ?
6. Apakah mereka kaum nawashib itu tidak mengetahui hadist kesucian nasab nabi saw ? apakah mereka tidak tahu ayat Al-Quran yg mensucikan ahlul bait nabi saw ? apakah mereka tidak tahu keutamaan abdul muthalib ? apakah mereka tidak tahu juga puisi2 abu thalib yg menyatakan bahwa dia seorang mukmin sejati lewat lisan dan tulisan abu thalib tersebut ?
JAWABNYA ADALAH : ” MEREKA TAHU DAN MEREKA PAHAM BAHKAN LEBIH TAHU DAN LEBIH PAHAM LAGI DARI ORANG MUKMIN KEBANYAKAN TAPI KEBENCIAN YG MENDALAM KEPADA NABI SAW MENGHALANGI MEREKA BERKATA JUJUR DAN ADIL. KALO MEREKA TERUS TERANG MEMBENCI NABI SAW MAKA MEREKA TAHU RESIKO DAN AKIBATNYA. SEHINGGA MEREKA LEBIH MEMILIH MENGHANCURKAN CITRA AHLUL BAIT TERLEBIH DAHULU DENGAN MENGUTIP2 HADIST YG MENJELEKAN AHLUL BAIT, HADIST-HADIST SAMAR/BERMAKNA GANDA DAN MENINGGALKAN SEGALA HADIST DAN DALIL AL-QURAN TENTANG KEBAIKAN DAN KEUTAMAAN AHLUL BAIT YG JELAS DAN TEGAS. KEJELASANNYA SEPERTI TERANGNYA MATAHARI DISIANG BOLONG”
LALU TIMBUL PERTANYAAN BAGAIMANA MENGHADAPI ORANG-ORANG NAWASHIB INI ?
1. Jika kita perhatikan hadist-hadist yg mereka kemukakan tidak satupun menyatakan hadist itu makna yg jelas. semua hadist mereka kemukakan bersifat umum, BERMAKNA GANDA DAN tidak ada yg khusus dari segi bahasa.
2. Silahkan saudaraku perhatikan dalam dua hadist tersebut. Apakah ada hadist tersebut menyebutkan dengan kata yg jelas yg tidak menimbukan multi tafsir seperti kata aminah ibuku, atau Abdullah ayahku ? kalo memang ortu kandung nabi saw memang dineraka mengapa Rasulullah tidak menyebutkan ; “ ibu kandungku atau amanah ibuku bersama ibu kalian berdua ? atau ayahku Abdullah dineraka ? Apa susahnya Rasulullah menyebutkan nama kedua orang tuanya ?
3. hadist yg bermakna dan multi tafsir ini sengaja mereka alamatkan kepada nabi saw karena merka tidak menemukan didalam hadist yg menyatakan secara jelas dan tegas serta dapat dipahami dengan baik orang arab dan non arab. Sedangkan kata umi atau abi adalah makna umum yg banyak tafsir . abi bisa diartikan paman, kakek, ayah tiri dan ayah kandung. begitu juga kata ummi bisa diartikan bibi dan juga ibu tiri atau ibu kandung.
Pertanyaannya adalah APAKAH TIDAK PERNAH NABI SAW MENJELASKAN NAMA IBU DAN BAPAKNYA SECARA JELAS DAN TEGAS DALAM HADIST-HADIST BELIAU ? JAWABNYA JELAS ADA
.
4. Dan saudaraku akan melihat dengan mata kepala tentang hadist-hadist nasab dimana nabi saw mengatakan mereka adalah orang-orang yg suci orang-orang yg mempunyai rahim-rahim suci dan mempunyai sulbi-sulbi yg suci pula. Dan dalam hadist ini beliau tidak hanya mengunakan kata abi dan ummi saja tapi langsung menyebut nama ayahnya Abdullah as dan nama ibunya aminah as. Hal ini sudah cukup jelas bagi kita untuk mengetahui kebohongan kaum nashibi tersebut.
Ditambah lagi oleh sebuah kitab yg TAK MUNGKIN manusia dan jin sekalipun dapat memalsukannya yaitu kitab suci Al-Quran yg secara gamblang ,lugas dan tegas baik bahasa dan artinya mengatakan AHLUL BAIT TELAH DISUCIKAN ALLAH DARI DOSA
berikut dalil yg mematahkan dan mendustai argumentasi mereka bahwa ibu dan bapak nabi saw ada dineraka :
mari kita analisa kedua hadist tersebut yg selalu digambar-gemborkan oleh kaum salafi-wahabi
1. Dari segi arti kata abi dan ummi
Dalam bahasa arab kata abiy dan ummy mempunyai banyak arti. kata abiy bisa diartikan ayah kandung, ayah angkat, paman dan kakek
begitu pula kata ummi bisa diartikan ibu dan bibi.
sebelum kita kritisi 2 hadist tersebut mari kita lihat arti abiy yg bermakna ganda.
Kalimat “Abiy” dalam ucapan Nabi saw diatas tak bisa diterjemahkan mutlak sebagai ayah kandung, sebagaimana firman Allah swt : “Berkata Ya’kub ketika akan wafat kepada putra putranya : “apa yg akan kalian sembah setelah wafatku nanti?”, mereka menjawab : “Kami menyembah Tuhanmu, dan Tuhan ayah ayah mu yaitu Ibrahim, dan Ismail dan Ishaq….dst (QS. Al Baqarah :133).
Jelas sudah bahwa ayah dari Ya’qub hanyalah Ishaq, sedangkan Ibrahim adalah kakeknya dan Ismail adalah paman Ya’qub, namun mereka mengatakan : “ayah ayah mu” namun bermakna : “ayahmu, kakekmu, dan pamanmu”, Karena dalam kaidah arabiyyah sering terjadi ucapan ayah adalah untuk paman
dan hadist : ” aku adalah nabi yg tak pernah berdusta dan aku putra abdul muthalib.
sejarah mencatat abdulmuthalib adalah kakek beliau dan rasulullah adalah putra atau anak dari abdullah as bukan anak atau putra abdul muthalib.
Saya akan mencoba menganalisa hadist yg menyatakan ayah dan ibu nabi saw berada dineraka dengan beberapa kemungkinan yg timbul. Hal ini kita lakukan karena didalam hadist tersebut tidak menyebut ayah kandung maupun nama ibu kandung nabi saw. Dan dalam bahasa arab kata abi dan ummy bisa bermakna ganda ( baca: abi = ayah kandung, angkat angkat, paman dan kakek. sedangkan ummi = ibu kandung, ibu angkat dan bibi atau tante).
Sebelum kita menganalisa hadist diatas, mari kita tidak mengunakan hadist yg berlawanan atau yg menentangnya dimana didalam hadist tersebut masih mengunakan arti ganda (abiy dan ummi).
Pastikan ketika kita mengunakan atau mengambil hujjah lain baik dalam Al-quran dan al-hadist hanya yg terdapat/tercantum “nama ortu nabi saw, atau kata “orang tua nabi saw. atau tentang nasab/ahlul bait keluarga nabi saw (garis keturunan darah)”
Untuk menganalisa hadist kejelekan dan keutamaan ortu nabi saw kita harus mengunakan standart yg jelas dan tidak diragukan akan keabsahan standart tersebut. Standart yg jelas tersebut adalah Al-Quran.
Mari kita analisa tentang ayat yg menjelaskan kenapa orang harus disiksa dan orang yg mendapat pahala. Ayat ini bisa dijadikan rujukan bagi kita karena ayat ini bersifat umum dan berlaku kepada siapa saja. Artinya Allah menjelaskan kenapa manusia disiksa dan tidak. Jadi tidak main vonis tanpa ada keterangan apapun. Silahkan kita amati bersama Firman Allah
…“IA MENDAPAT PAHALA (DARI KEBAJIKAN) YANG DIUSAHAKANNYA DAN IA MENDAPAT SIKSA (DARI KEJAHATAN) YANG DIKERJAKANNYA”… (QS Al baqarah 286)
KEDUA FAKTA SEJARAH
Yaitu melihat didalam sejarah ortu nabi saw adakah kecocokan dan keserasian perbuatan mereka dengan hadist yg memvonis orang tua nabi saw masuk neraka atau malah bertentangan. Dan juga membandingkan dengan perbuatan manusia2 lain yg divonis oleh hadist atau Al-quran sebagai referensi kesesuaian
Agar semua menjadi jelas, mari kita akan gunakan semua kemungkinan yg ada. Menurut saya Ada 4 kemungkinan yang bisa kita jabarkan yaitu:
1. Dalam hadist tersebut bisa saja orang yg bertanya tersebut menanyakan tentang paman atau bibinya lalu dijawab Rasulullah menjawab dengan hal yang sama yaitu paman dan bibi nabi saw
2. Dalam hadist tersebut bisa saja orang yg bertanya tersebut menanyakan tentang ibu kandung atau bapak kandungnya lalu dijawab Rasulullah saw dengan paman dan bibi nabi saw
FAKTA point 1 dan 2:
abu lahab dan istrinya adalah paman dan bibi Rasulullah yg telah divonis oleh Allah dalam neraka dan dalam sejarah mereka memang orang yg memusuhi dakwah nabi saw dan menyembah berhala.
Bukti lain adalah SEBUTAN IBU (UMMI) PERNAH DIUCAPKAN OLEH NABI SAW PADA ISTRI ABU THALIB ATAU IBU KANDUNG ALI AS.
3. Dalam hadist tersebut bisa saja orang yg bertanya tersebut menanyakan tentang ibu kandung dan bapak kandungnya lalu dijawab Rasulullah dengan ibu kandung dan bapak kandungnya.
4. Dalam hadist tersebut bisa saja orang yg bertanya tersebut menanyakan tentang paman atau bibinya lalu dijawab Rasulullah dengan ibu kandung dan bapak kandung nabi saw
FAKTA:
Tidak ada satupun sejarah menceritakan kepada kita bahwa ibunda nabi saw yaitu Aminah as dan ayahanda nabi saw yaitu Abdullah as pernah melakukan perbuatan maksiat, kejahatan, apalagi menyembah berhala. Padahal mereka hidup dijaman jahiliyah dimana masyarakatnya sebagian besar menyembah berhala.
Tidak ada satu ayatpun didalam al-Quran yang mengatakan tentang kejelekan, kejahatan apalagi perbuatan ortu nabi saw menyembah berhala.
Banyak ayat dalam Al-Quran yg memuliakan ahlul bait nabi saw bahkan mensucikan atau memaksumkan mereka ( baca: kedua orang tua nabi masuk dalam ahlul bait nabi saw)
Imam abu Hanifah menyebut dengan jelas ayah dan ibu nabi saw tidak kafir :
ووالدا رسول الله ما ماتا على الكفر
“ Dan kedua orangtua Rasul Saw tidak wafat dalam keadaan kafir “.
وابوا النبي صلى الله عليه وسلم ماتا على الفطرة
“ Dan kedua orangtua Nabi Saw wafat di masa fatrah
Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yang menjadi pembantunya Aminah bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia (ibu utsman) melihat bintang – bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang – benderang keluar dari Bunda Nabi saw hingga membuat terang –
benderangnya kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim (ibunda nabi saw Mendapat “mukjizat”)yaitu: “bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan Nabi saw melihat cahaya yang terang benderang hingga pandangannya menembus dan melihat Istana Istana Romawi
Banyak riwayat dan ahli sejarah mencatat bahwa penamaan Rasulullah berasal dari wahyu Allah yaitu ketika aminah as mengandung dalam tidurnya ia bermimpi agar ketika nama anaknya kelak maka diberi nama MUHAMMAD.
sedangkan kita tahu hampir setiap orang yg divonis nabi dalam sabdanya tentang kejelekan dan kejahatan orang tersebut dapat dipastikan Al-Quran menyebutnya pula. contoh ttg fir’aun, qorun, abu lahab dan istrinya bahkan ‘Amr bin Luhay yg divonis nabi dalam hadistnya seperti dibawah ini didukung oleh ayat Al-quran :
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepada Aktsam bin Al-Jaun Al-Khuzay, “Hai Aktsam, aku lihat ‘Amr bin Luhai bin Qama’ah bin Khindif menyeret usus-ususnya, dan aku tidak melihat orang yang amat mirip dengan orang lain melainkan engkau dengannya dan dia denganmu.” Aktsam berkata, “Barangkali kemiripannya denganku itu membahayakanku, wahai Rasulullah?” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidak, karena engkau orang Mukmin, sedang dia orang kafir. Dialah orang yang pertama kali mengubah agama Ismail, memasang berhala, mengiris telinga unta, melepaskan saibah, memberikan washilah, clan melindungi haam.”
lalu firman Allah tentang perbuatan ‘Amr bin Luhai :
Allah tidak pernah mensyariatkan adanya bahirah, sa’ibah, washilah dan ham. Akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat dusta atas nama Allah dan kebanyakan mereka tidak berakal. (QS. al-Ma’idah / 5:103)
Ayat ini merupakan celaan kepada kaum Musyrikin karena mereka membuat syariat sendiri dalam urusan agama, yang tidak ada petunjuknya dari Allah Ta’ala dan mereka mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah. Maka berdasarkan gagasan rusaknya, mereka mengharamkan sesuatu yang halal dari hewan-hewan ternak mereka sesuai dengan istilah-istilah yang mereka buat sendiri.(Lihat Tafsir al-Karim ar-Rah)
Dengan demikian jelas bahwa Allah Ta’ala tidak pernah mensyariatkan semua perkara itu (bahirah, sa’ibah, washilah dan ham). Allah juga tidak mengakui bahwa itu semua merupakan pendekatan diri kepada-Nya. Akan tetapi orang-orang kafirlah yang membuat-buat dusta atas nama Allah. Mereka membuat syariat sendiri untuk diri mereka dan menjadikan hal itu sebagai kegiatan pendekatan diri.
I
Setelah 4 peluang kita berikan dan keempat kemungkinan tersebut saya berikan bisa saja terjadi disebabkan karena tidak ada kata yg tegas dan jelas dalam penyebutan ayah dan ibu tersebut, sehingga makna dan arti ganda dapat diterima akal.
Penjelasan ini juga dapat diterima oleh akal karena banyak hadist dan ayat Al-Quran yg menyebut kata abiy bukan hanya ayah kandung saja yg dimaksud tapi juga paman dan kakek seperti ayat QS. Al Baqarah :133
Kalo arang yg berakal sehat dan cerdas kecuali “ANAK TK” pasti dia bertanya MENGAPA ALLAH TIDAK MENCANTUMKAN KEJAHATAN/KEMAKSIATAN ORANG TUA NABI SAW ATAU PERKATAAN NABI DGN JELAS KATA IBUKU AMINAH ATAU BAPAKU ABDULLAH TIDAK KITA JUMPAI JIKA MEREKA KAFIR, MUSRIYIK ATAU AHLI NERAKA ?
SEDANGKAN SEMUA ORANG YG DIVONIS NABI SAW YG MASUK NERAKA ATAU BERBUAT MAKSIAT, ATAU HIDUP DAN MATI DALAM KEADAAN KAFIR SEMUA DIJELASKAN OLEH AL-QURAN TAPI MENGAPA ORTU NABI SAW DAN NAMA2 (ORANG) NASAB BELIAU TIDAK DIDIJELASKAN OLEH ALLAH SELAIN KEBAIKAN DAN KESUCIAN SAJA.
PERTANYAAN INI AKAN MUNCUL JIKA ORANG TERSEBUT SUDAH LULUS DARI TK ATAU INGIN MENCARI KEBENARAN DAN MENANGGALKAN PAKAIAN KENASHIBIANNYA.
DARI AWAL SUDAH SAYA KATAKAN UNTUK MEMECAHKAN PERSOALAN INI PASTIKAN KITA MENGUNAKAN KATA YG JELAS DAN TEGAS BAIK DARIMKALIMAT MAUPUN KATA DALAM KALIMAT TERSEBUT (Disini kita tidak akan akan mencantummakna umum yg bisa bermakna ganda atau multi tafsir tentang ortu nabi saw.
Bagaimana cara kita untuk mendapat kesimpulan bahwa ortu nabi TIDAKLAHLAH MATI DALAM KEADAAN KAFIR, MUSRYIK ATAU AHLUL NERAKA TAPI SEBALIKNYA . MARI KITA ANALISA. hadist ttg orang tua, dimana orang tua nabi masuk dalam katagori nasab dan ahlul bait beliau saw ( setelah sebelumnya ttg hadist yg dibawa ajam tertolak )
HADIST NASAB :
1. “Saya Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizaar, tidaklah berpisah manusia menjadi dua kelompok(nasab ) kecuali saya berada di antara yang terbaik dari keduanya .Maka SAYA LAHIR DARI AYAH IBUKU dan tidaklah saya terkena ajaran jahiliyah. Dan saya terlahir dari pernikahan (yang sah). Tidaklah SAYA DILAHIRKAN DARI ORANG YANG JAHAT sejak ADAM SAMPAI BERAKHIR PADA AYAH DAN IBUKU. Maka saya adalah pemilik NASAB YANG TERBAIK di antara kalian dan sebaik baik nasab (dari pihak) ayah (HR.Baihaqi dlm dalailun Nubuwwah dan Imam Hakim dari Anas RA)Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya J. H.404 dan juga oleh Imam At Thobari dalam Tafsirnya j.11 H.76)
2. Al-Qunduzi juga meriwayatkan dalam bab-2 kitab abkaru al afkar,
karya syeihk salahudin bin zainuddin yg terkenal dengan sebutan ibnu
shalah, dan juga lihat pada al-kibritu al-ahmar karya sheikh Abdul kadir
dengan riwayat yg sama dari jabir. ( dalam hadist yg panjang ) yaitu
berbunyi:
dari jabir bin Abdullah al-anshori. saya bertanya kepada Rasulullah tentang yg pertama sekali diciptakan Allah.Rasulullah bersabda : ia adalah cahaya nabimu wahai jabir……..Beginilah Allah memindahkan cahayaku dari orang baik-baik keorang baik-baik lainnya. dan dari orang yg suci ke orang suci lainnya, Sehingga sampailah kepada ABDUL MUTHALIB.Dan dari dialah Allah memindahkan pada ibuku AMINAH kemudian dia mengeluarkanku kedunia dan menjadikan aku orang yg paling mulia diantara para rasul yg diutus kepada seluruh alam dan menjadi pempinan yg berwibawa serta kharismatik. begitulah awal penciptaan nabimu wahai jabir
DALIL DARI AL-QURANUL KARIM TTGORANG TUA NABI SAW DIMANA ORANG TUA NABI SAW MASUK DALAM KELUARGA DAN AHLUL BAIT BELIAU SAW:
1. SURAH AL-AHZAB AYAT 33
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai AHLUL BAIT (KELUARGA NABI SAW) dan MENSUCIKAN kamu SESUCI-SUCINYA
2. SURAH ASH-SHAAFFAAT AYAT 130
Salam sejahtera untuk keluarga yasin (salamun ‘ala ali yasin )
keterangan ulama :
sayid abu bakar bin syihabuddin dalam kitabnya rasyfah al shadi pada awal halaman 23 dari sekolompok mufasir yg meriwayatkannya dari ibn abbas dan al-nuqqawasi dari al-kalbi :
salamun ‘ala ali yasin artinya salam sejahtera atas keluarga Muhammad saw.
imam Fakhurazi dalam Al-tafsir al-kabir, jus 7 halaman 163 dalam menafsirkan ayat
“salamun ‘ala ali yasin” dalam penjelasannya bahwa yasin adalah keluarga Muhammad.
(al-hafiz sulaiman al hanafi menukilkan didalam yanabi al muwaddah cet.ketujuh hal 6 dalam mukadimmahnya berikut ini teksnya :
” abu naim al hafizh dan sekolompok ahli tafsir meriwayatkan dari mujahid dan abu shalih keduanya meriwayatkan dari ibnu abbas : alu yasin adalah keluarga Muhammad. yasin adalah salah satu nama Muhammad saw )
ibnu hajar dalam shawa iq al muhriqah ayat ketiga tentang keutamaan ahlul bait .
ibnu hajar juga menukil dari fakhrurazi ia berkata : ahlul bait saw sama dengan lima hal berikut
a. Dalam salam Allah berfirman : salam sejahtera atasmu wahai nabi, Dia juga berfirman : “salam atas keluarga yasin”
b. Dalam salawat kepadanya saw dan kepada mereka dalam tasyahud
c. Dalam kesucian Allah berfirman.Tha ha ( QS thaha ayat 1), yakni ya thahir (wahai yg suci , Allah juga berfirman : yang menyucikanmu dengan sesuci sucinya ( QS.33:33)
d. Dalam pengharaman menerima sedekah
e. Dalam kecintaan Allah berfirman …..maka ikutilah aku niscaya Allah akan mengasihimu ( QS. 3: 31) Allah juga berfirman: “Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang kepada kekeluargaku ( QS.42:23)
3. SURAH AL-AHZAB AYAT 56
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya
Al-bukhari meriwayatkan dalam shahihnya jus 3 dan muslim dalam shahihnya jus 1
Allamah al-Qanduzi dalam yanabi al uwaddah hal 227 menukil dari bukhari, ibnu hajar dalam shawa iq al muhriqah pada bab 11 pasal 1 ayat kedua .
mereka semua meriwayatkan dari ka’ab bin ajarah ketika ayat ini turun kami bertanya kepada bertanya kepada nabi saw :
“wahai Rasulullah kami tahu mengucap slam kepada anda. Tetapi bagaimana kami harus mengucapkan salawat kepada keluarga anda ? beliau saw menjawab : “ ucapkanlah allahumma shalli ala Muhammadin wa ala ali Muhammad.” ( ya Allah limpahkanlah salawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad
ibnu hajar berkata Dalam riwayat al-hakim disebutkan kami bertanya : “ wahai Rasulullah bagaimana bersalawat kepada kalian, ahlul bait ? beliau menjawab : “ allahumma shalli ala Muhammad wa ala ali Muhammad (ya Allah limpahkanlah salawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad)
imam fakhrurazi dalam jus 6 dalam tafsirnya Al-kabir hal 797 meriwayatkan. ketika para sahabat bertanya bagaimana kami bersalawat kepada anda beliau saw menjawab : “ ucapkanlah allahumma shalli ala Muhammadin wa ala ali Muhammad.” ( ya Allah limpahkanlah salawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad
ibnu hajar dalam shawa iq hal 87 rasulullah bersabda :”Janganlah kalian bersalawat kepadaku dengan salawat yg buntung. Para sahabat bertanya : bagaimana salawat yg buntung itu ? beliau menjawab engkau mengucapkan allahumma shalli ala Muhammad ( ya Allah limpahkanlah salawat kepada Muhammad) lalu kalian diam. melainkan ucapkanlah
allahumma shalli ala Muhammad wa ala ali Muhammad.” ( ya Allah limpahkanlah salawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad).
Imam syafi’i ra. berkata:
hai ahlul bait Rasulullah,
mencintaimu adalah fardhu dari Allah,
Dalam Al-Quran yg diturunkan
cukuplah bagimu siapa yg tak bersalawat kepadamu
tidaklah sah sholatnya.
4. SURAH AL-MAIDAH AYAT 35
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya (AL-WASHILAH), dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan
mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya ( QS. AL ANBIYA 27)
Al hafizh abu naim dalam nuzul al-quran fi ‘Ali, Al hafizh abu bakar al syirazi dalam ma nazala min al-qurdin fi ‘Ali, Imam tsalabi dalam tafsir Al-Quran meriwayatkan dari Rasulullah yang dimaksud AL-WASHILAH dalam ayat tersebut adalah keluarga Rasulullah dan ahlul baitnya.
Ibnu al hadid al-mutazili dalam syarah nahju al balaqah dalam sub judul Ma warada min al sair wa alakbar fi al amr Fadak dalam pasal pertama dia mengutip pidato sayyidah Fatimah al-zahra as : “ Segala puji bagi Allah karena keagungan-NYA mewajibkan semua makhluk yg ada dilangit dan dibumi untuk mengambil perantara. Dan kami adalah perantara makhlukNYA .
Dari dalil hadist kesucian ahlul bait ( ortu nabi saw) datambah kempat ayat Al-quran jelas sekali bahwa hadist dan ayat Al-Quran saling menjelaskan satu sama yg lain ttg keutamaan ahlul bait atau keluarga nabi saw ( baca: ortu nabi saw).
Dari keterangan dalil qothi diatas tidak ada celah bagi orang yg berakal mengatakan bahwa ortu nabi adalah mati dalam keadaan kafir atau musryik atau ahli neraka . KECUALI KITA MENANGGALKAN AKAL DAN BERTANYA KEPADA ANAK “TK” YG SUDAH PAHAM TENTANG KATA IBU DAN AYAH VERSI SIAJAM INI.
TAPI INGAT SAUDARA-SAUDARAKU BAHWA SELAMA DUNIA MASIH BERPUTAR KEBATHILAN AKAN TERUS HIDUP SEBAGAIMANA KEBENARAN. MEREKA AKAN TERUS BERTEMPUR SAMPAI MENJELANG KIAMAT.
Manusia-manusia seperti ini memang ada sepanjang jaman. kalo dijaman nabi saw mereka sudah ada apalagi dijaman sekarang dimana kita telah ditinggal oleh nabi saw ribuan tahun.
BERAPA BANYAKPUN DALIL KEBENARAN YG TELAH DIBERIKAN KEPADA MEREKA YG TELAH DISESATKAN OLEH ALLAH MAKA TIDAK ADA SATU MAKHLUKPUN MAMPU MEMBERI HIDAYAH BEGITU JUGA SEBALIKNYA. JIKA ALLAH MEMBERI HIDAYAH TIDAK ADA SATU MAHLUKPUN YG MAMPU MEMALINGKANNYA. SEMOGA KITA TERMASUK ORANG YG DIBERI DAN DIJAGA OLEH ALLAH SWT DARI HIDAYAHNYA (AMIIN)
tentang manusia ini allah menyebutkannya dalam FIRMANNYA:
Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui (QS Al-baqarah 42)
Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Allah penyakitnya dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta (QS Al-baqarah 10)
ALLAH AKAN (MEMBALAS) OLOK-OLOKAN MEREKA DAN MEMBIARKAN MEREKA TEROMBANG-AMBING DALAM KESESATAN MEREKA. Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk (QS Al-baqarah 15-16 )
Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat (QS Al-baqarah 17)
Mereka tuli, bisu dan buta maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar), (QS Al-baqarah 18)
SEMOGA BERMANFAAT.
Bagi yang meyakini bahwa orang tua Rasulullah adalah kafir, berdoalah, agar kalian, dikumpulkan oleh Allah di akhirat nanti, dalam suatu tempat yang sangat khusus..!!
dari atas sampe bawah penjelasan mas ajam muteeerrr trs,ngasih dalil dijawab dalil sama tantangan pertanyaan plus Rp.20jt ga dijawab,udah kepepet balik lg ke dalil pertama hadeeh….
mas ajam seakan berpendapat Nabi Isa itu lebih mulia dari Nabi Muhammad SAW karna Nabi isa di lahirkan dari rahim wanita mulia,malah di al-qur’an ada namanya lg surat Maryam,surat aminah ga ada (orang2 Nasrani tentu bahagia dengan pendapat ini “Horee…!!! akhirnya kita mendapat pengakuan Yesus kita lebih mulia dari Nabinya org islam,,,yg ngomong Nabinya islam sendiri lg” (pendapatnya nguntungin Nasrani banget yah…)
jd inget perdebatan seorang alim ulama dgn seorang pendeta Nasrani yg datang kerumahnya :
PENDETA : Pak Kyai saya mau tanya,lebih baik mana orang yg masih Hidup sama orang yg sudah meninggal???
ULAMA : tentu yg masih hidup,karna dia masih di beri kesempatan untuk memperbaiki dan memperbanyak amalnya.
PENDETA : Berarti Yesus (Nabi isa) lebih baik dong dari Nabi Muhammad,krn nabi Isa (Yesus) masih hidup menurut keyakinan agama anda (sambil tersenyum menang).
ULAMA : masa’…???
Kalau begitu Ibu saya lebih baik dong dari Bunda Maria, tuh ibu saya lg bikin teh di dapur…
PENDETA : (Nunduk lesu…)
Jadi intinya mas ajam hanya mau bilang sambil triak ke orang-orang
“RASULULLAH ANAK ORANG KAAAFIRRR…!!! ” (Mirip yahudi yah)
#Petuah mengatakan “SEPINTAR-PINTARNYA ORANG, PASTI KALAH SAMA ORANG NGEYEL. WALAUPUN ENGKAU TENGGELAMKAN DIA DALAM LAUTAN SAMUDERA ILMU..”
tuan dhemang
begitulah kaum salafi wahabi asal ngomong dan tak bermutu. saya sudah buat bantahan dibloq salafi wahabi ttg kafirnya abu thalib. tapi mereka tak membantah karena kehabisan hujjah alias bangkrut
silahakn mas nibrung untuk meramaikan bloq salafi-wahabi tersebut disini
http://filsafat.kompasiana.com/2012/06/27/benarkah-abu-thalib-muslim-koreksi-atas-ketergelinciran-dewa-gilang-473577.html
Seseorang dapat dilaknat Allah, contohnya karena salah memahami hadits “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka (HR Muslim)
Dalam sebuah video yang dipublikasikan pada http://www.youtube.com/watch?v=4FIZCE3Tmx8 pada menit ke 37:20 , salah seorang ulama panutan mereka, Khalid Basalamah ketika menjawab pertanyaan “apakah Ayah dan Ibu Nabi shallallahu alaihi wasallam termasuk orang kafir ?”
Beliau menjawab “Ya, Ayah dan Ibu Nabi shallallahu alaihi wasallam meninggal dalam keadaan menyembah berhala”
Prof, DR Ali Jum’ah, mantan mufti agung Mesir dalam kitab berjudul “Al Mutasyaddidun, manhajuhum wa munaqasyatu ahammiqadlayahum” yang sudah diterjemahkan dan diterbitkan oleh Khatulistiwa Press (http://www.khatulistiwapress.com) dengan judul Menjawab Dakwah Kaum ‘Salafi’ yang berisikan jawaban ilmiah terhadap pemahaman dan cara dakwah kaum “salafi-wahabi”, pada Bab 12 mulai halaman 173 sampai dengan halaman 184 telah diuraikan tentang kesalahpahaman mereka dalam memahami al Qur’an dan As Sunnah sehingga mereka mengklaim kedua orang tua Rasulullah sebagai ahli neraka di hari kiamat.
Orang Arab yang dijelaskan dalam ilmu tata bahasa Arab bahwa ketika menyebut kata ayah, dapat pula yang dimaksud adalah paman.
Contohnya firman Allah Ta’ala yang artinya “Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Aazar, ‘Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan ? sesungguhnya aku meihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata “(QS Al An’am [6]:74)
Para ahli tafsir atau mufassirin telah menyampaikan bahwa yang dimaksud dengan “Abiihi” (bapaknya) ialah “pamannya” karena ayahnya Nabi Ibrahim alaihisalam sebenarnya bernama Tarih atau Tarikh.
Telah berkata sebagian ulama: “Telah ditanya Qodhi Abu Bakar bin ‘Arobi, salah seorang ulama madzhab Maliki mengenai seorang laki-laki yang berkata bahwa bapak Nabi berada di dalam neraka. Maka, beliau menjawab bahwa orang itu terlaknat, karena Allah Ta’ala berfirman yang artinya, ”Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah akan melaknat mereka di dunia dan akherat dan menyiapkan bagi mereka itu adzab yang menghinakan”. (QS. Al-Ahzab: 57).
Dan tidak ada perbuatan yang lebih besar dibandingkan dengan perkataan bahwa bapak Nabi berada di dalam neraka.
Betapa tidak! Sedangkan Ibnu Munzir dan yang lainnya telah meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa seseorang berkata: “Engkau anak dari kayu bakar api neraka’, maka berdirilah Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan marah, kemudian berkata yang artinya: “Bagaimana keadaan kaum yang menyakiti aku dalam hal kerabatku, dan barangsiapa menyakiti aku maka sesungguhnya dia telah menyakiti Allah”
Mengatakan ayah Nabi adalah kafir bedasarakan hadits dibawah ini adalah bid´ah
Hadits Sahih riwayat Imam Muslim ,”Bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi saw,”Dimana ayahku?’ Beliau saw bersabda,’Sesungguhnya ayahmu didalam neraka.’ Dan tatkala orang itu berpaling maka Nabi Shallallahu alaihi wa alihi wassalam memanggilnya dan bersabda,’Sesungguhnya ayahmu dan ayahku berada di neraka.”
Perhatikan hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa alihi wassalam di atas
1. Pernyataan itu hanya diucapkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa alihi wassalam di depan seorang Shahabat radhiallahu anhu yang ayahnya meninggal dalam keadaan kafir, bukan diucapkan di depan umum.
2. Pernyataan itu diucapkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa alihi wassalam kepada Shahabat beliau sebagai rasa empati melihat kesedihan yang nampak di wajah Sahabat setelah mengetahui ayahnya masuk neraka. Itu sebabnya beliau Shallallahu alaihi wa alihi wassalam memanggilnya untuk menghiburnya dengan menjelaskan bahwa nasib Rasulullah Shallallahu alaihi wa alihi wassalam adalah senasib seperti shahabat itu, yaitu ayah mereka sama-sama masuk neraka. Mohon pembaca jangan berhenti membaca sampai disini, kami akan jelaskan nanti siapa “ayah” yang dimaksud oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa alihi wassalam itu.
3. Rasulullah Shallallahu alaihi wa alihi wassalam berkata “Abi (ayahku)” bukan “Abdullah bin Abdul Muthalib”. Makna “Abi (ayahku)” bukan mesti bermakna ayah kandung, tetapi dapat bermakna paman atau bapak asuh.
selanjutnya baca https://pemudade.wordpress.com/2016/04/24/ayah-rasulullah-shallallahu-alahi-wa-alihi-wassalam/
Yup, pembahasan terbaru dapat dibaca pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/04/14/dusta-khalid-basalamah/
Yup mas Pemuda Desa, bahkan ulama dari kalangan mereka sendiri yakni Muhammad Al Amin Assyinqiti menjelaskan bahwa kedua orang tua Rasulullah selamat di akhirat kelak karena Beliau memahami dan menjelaskan tidak dari sudut arti bahasa saja sebagaimana informasi pada http://generasisalaf.wordpress.com/2016/02/22/kedua-orang-tua-nabi-saw-selamat-di-akhirat/
Contoh biografi dari Syaikh Muhammad Al Amin Assyinqiti dapat dibaca pada http://abumusa81.wordpress.com/2013/01/09/biografi-ringkas-syaikh-muhammad-al-amin-asy-syinqithi/
Assyinqiti menjelaskan bahwa hadits “Sungguh bapakku dan bapakmu berada di neraka” dan hadits “Saya minta kepada Allah untuk diampuni dosa nya namun tidak diizinkan” adalah hadits ahad (hanya satu jalur riwayat) walaupun ada dalam kitab riwayat Muslim, shahih atau tsiqah dalam sanad (jalur perawi) namun dalam matan (redaksi) bermasalah. Salah satu masalahnya adalah zhanniy matan dan zhanniy dilalah
Berikut kutipannya,
***** awal kutipan *****
Syaikh Abdullah memperlihatkan kepada syaikh Assyinqiti buku syarah Imam Nawawi tentang hadits – sesungguhnya bapak ku dan bapak kamu masuk neraka.
Syaikh assyinqiti berkata: saya sudah tahu hadits ini.
Syaikh abdullah azzahim berkata: kemaren antum menyampaikan di pengajian Nabawi bahwa kedua orang tua nabi termasuk ahli fatrah.
Syaikh Assyinqiti menjawab: iya. Karena jawaban saya berdasarkan al Qur’an yg qot’iy matan dan qot’iy dilalah,
saya tidak bisa menolak nash yg qot’iy matan dan qot’iy dilalah dengan nash yg zhanniy matan dan zhanniy dilalah
ketika mentarjih, hadits ini termasuk khabar ahad. Sama dengan hadits Abi Hurairah riwayat Muslim: saya minta izin ke Allah utk mengunjungi ibuku saya diberi izin, lalu saya minta kepada allah utk di ampuni dosa nya namun tidak diizinkan. hadits diatas zhanniy matan maka tidak bisa menolak qot’iy matan yaitu firman Allah:
( al isra’: 15)ۗ وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَث رَسُولًا
“Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”
Jelas sekali ayat diatas qot’iy matan dan qot’iy dilalah.
Berbeda dengan hadits: إن أبي وأباك في النار، hadits ini zhanniy matan dan zhanniy dilalah.
Ada kemungkinan أبي maknanya paman nabi: Abu Thalib. Karena orang arab kadang kadang memanggil paman dengan الأب، bisa kita temukan pemakaian ini di dalam al quran
***** akhir kutipan ******
Begitupula ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA yang memahami dan menjelaskan tidak dari sudut arti bahasa saja, menyimpulkan dan disampaikan pada bagian akhir tulisannya bahwa “kita tidak boleh menyakiti hati Beliau (Rasulullah) dengan memvonis bahwa kedua orang tua beliau kafir. Sedangkan dalil yang kita dapat masih belum melahirkan kesimpulan yang pasti. Maksudnya masih belum tegas menyatakan bahwa mereka itu kafir” sebagaimana yang dipublikasikan pada http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1138173832&=kafirkah-orang-tua-rasullulloh.htm
Prof, DR Ali Jum’ah menjelaskan bahwa dalam hadits tersebut tidak ada keterangan yang jelas bahwa ibu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berada di neraka. Tidak dizinkannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk memintakan ampunan bagi ibunya tidak menunjukkan bahwa ia seorang musyrik. Jika tidak, tentu Rabb-nya tidak akan mengizinkan Beliau untuk menziarahi makam ibnunya, karena menziarahi kuburan orang-orang musyrik itu dilarang oleh Allah Azza wa Jalla.
Begitupula As-Suyuthi menjelaskan bahwa redaksi (matan) hadits “Sungguh bapakku dan bapakmu berada di neraka” tidak disepakati oleh para perawi.
Redaksi (matan) tersebut hanya disebut oleh Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas.
Masih ada redaksi (matan) lainnya seperti yang disampaikan oleh Thabarani dan Baihaqi, riwayat dari Ibrahim bin Sa’ad Az-Zuhri dari Amir bin Sa’ad dari ayahnya ketika Rasulullah menjawab pertanyaan si Badui, “Lantas bapakmu di mana” dan Rasulullah menjawab, “saat kau melintasi makam orang kafir, sampaikan kabar gembira neraka kepadanya”
Thabrani dan Baihaqi memberi tambahan di akhir hadits, “Si Badui kemudian masuk Islam, setelah itu kemudian berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan suatu hal berat padaku; sehingga tidaklah aku melintasi makam orang kafir melainkan aku sampaikan berita gembira neraka padanya”.
Oleh karenannya matan (redaksi) yang disampaikan oleh Thabrani dan Baihaqi sebaiknya dijadikan pedoman dan lebih diprioritaskan dari yang lain karena tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan sabda Rasulullah lainnya.
As-Suyuthi menjelaskan Muhib Ath-Thabari dalam Dzakha’ir Al ‘Uqba dan Bazzar dalam musnadnya, meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata
Sekelompok orang dari kaum Quraisy bertamu ke kediaman Shafiyah binti Abdul Muthalib, mereka membangga-banggakan dan menyebut-nyebut kejahiliyahan, kemudian Shafiyah binti Abdul Muthalib berkata. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berasal dari kalangan kami” Mereka menyahut, “pohon kurma tumbuh di tanah sepi”. Shafiyah lantas melaporkan hal tersebut kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau marah kemudian naik ke mimbar dan menyampaikan, ” Wahai kalian semua, siapa aku ” para hadirin menjawab “Engkau utusan Allah”, Rasulullah bersabda, “Sebutkan nasabku!” mereka menjawab “Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib.” Beliau kemudian bersabda , “Ada apa dengan sekelompok kaum yang mencela asal usulku, demi Allah, asal-usul dan tempatku yang terbaik di antara kalian”
As Suyuthi menjelaskan perlu diketahui beberapa hadits dengan redaksi (matan) berbeda namun intinya sama menjelaskan bahwa orang tua dan kakek-nenek Nabi shallallahu alaihi wasallam suci dari kotoran syirik dan kekafiran, tidak ada di antara mereka yang kafir karena orang kafir tidak laik disebut manusia terbaik, suci atau bersih, orang kafir disebut najis.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai oran-orang yang beriman, sesungguhnya, orang-orang yang musyrik itu najis (QS At Taubah : 28)
Ibnu Hajar Al Makki menjelaskan, hadits-hadits secara redaksi dan inti dengan tegas menjelaskan bahwa kakek nenek Nabi shallallahu alaihi wasallam sampai ke Adam alaihissalam adalah manusia-manusia terbaik dan mulia. Orang kafir tidak bisa disebut manusia terbaik, mulia ataupun suci tapi najis.
Seperti itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala membersihkan RasulNya dengan menjaganya di balik tulang-tulang punggung dan rahim-rahim suci, seperti itu juga saat masih kecil, beranjak remaja hingga dewasa Allah Subhanahu wa Ta’ala menyucikannya dengan kenabian.
Rasulullah bersabda, Allah telah memindahkan aku dari sulbi-sulbinya para lelaki yang suci ke dalam rahim wanita-wanita yang suci yang tidak mencemariku sama sekali noda-noda jahiliah yaitu syirik dan menyembah berhala
Rasulullah bersabda, Aku senantiasa dipindahkan dari sulbi-sulbi laki-laki yang suci ke dalam rahim-rahim wanita-wanita yang suci.
Rasulullah juga bersabda “ Allah Subahanhu wa Ta’ala menempatkanku di kelompok yang terbaik lalu aku terlahir di antara kedua orang tuaku, aku tidak pernah tersentuh oleh perzinahan jahiliyah, aku terlahir dari pernikahan bukan perzinahan sejak Nabi Adam hingga sampai pada ayah dan ibuku, karena itu aku adalah yang terbaik nasab dan ayahnya di antara kalian”
Ibnu Abbas berkata, “Di antara Adam dan Nuh bersela sepuluh abad, mereka semua berada di atas syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala, setelah itu mereka berselisih lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus para Nabi”
As- Suyuthi dalam Al-Hawi dan Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya menyebutkan, antara Nabi shallallahu alaihi wasallam dan Adam alaihissalam terdapat empat puluh sembilan keturunan”
Firman Allah Ta’ala yang artinya, “dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan” (QS Ash Shaffat : 77)
Selanjutnya As-Suyuthi menyebutkan serangkain atsar yang secara keseluruhan bisa diketahui bahwa keturunan Nabi shallallahu alaihi wasallam mulai dari Nabi Adam alaihissalam semuanya beriman, selanjutnya tauhid terus berlanjut pada keturunan Ibrahim dan Ismail alahissalam.
Pengikut Wahabisme penerus kebid’ahan Ibnu Taimiyyah yakni Khalid Basalamah dalam sebuah video yang dipublikasikan pada http://www.youtube.com/watch?v=4FIZCE3Tmx8
Pada menit ke 37:20 Khalid Basalamah ketika menjawab pertanyaan “apakah Ayah dan Ibu Nabi shallallahu alaihi wasallam termasuk orang kafir ?”
Beliau menjawab “Ya, Ayah dan Ibu Nabi shallallahu alaihi wasallam meninggal dalam keadaan menyembah berhala”
Pernyataan tersebut adalah sebuah kedustaan karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak pernah bersabda bahwa Ayah dan Ibunya menyembah berhala.
Begitupula mereka mengutip pendapat Imam Nawawi sebagai berikut
Imam Nawawi rahimahullah berkata: ”Makna hadits ini adalah bahwa barangsiapa yang mati dalam keadaan kafir, ia kelak berada di neraka dan tidak berguna baginya kedekatan kerabat. Begitu juga orang yang mati pada masa fatrah dari kalangan orang Arab penyembah berhala, maka ia berada di Neraka. Ini tidak menafikan penyampaian dakwah kepada mereka, karena sudah sampai kepada mereka dakwah nabi Ibrahim Alaihissalam dan yang lainnya.”
Pendapat Imam Nawawi tersebut adalah pendapat terhadap orang tua si penanya bahwa “tidak menafikan penyampaian dakwah kepada mereka, karena sudah sampai kepada mereka dakwah nabi Ibrahim Alaihissalam dan yang lainnya bahwa orang yang mati pada masa fatrah jika menyembah berhala maka ia berada di neraka”
Sedangkan orang tua Nabi pada masa fatrah dan tidak pula menyembah berhala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menuturkan doa Nabi Ibrahim yang artinya, “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku, daripada menyembah berhala-berhala” (QS Ibrahim : 35)
Ibnu Mundzir meriwayatkan dalam tafsirnya dengan sanad shahih dari Ibnu Jarir tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya, “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku, orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku” (QS Ibrahim : 40)
Ibnu Jarir berkata, “Di antara keturunan Ibrahim alaihissalam terdapat sekelompok manusia yang senantiasa berada di atas fitrah, selalu menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mengingat di antara keturunan Nabi Ismail ada yang menyembah berhala berarti jelas bahwa Nabi Ibrahim dalam doanya mengkhususkan sekelompok manusia di antara keturunannya senantiasa berada di atas fitrah, tetap berpegangan pada agama yang tidak lenyap meski waktu berganti hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus RasulNya, Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
Jadi kedua orang tua Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sampai kepada Nabi Adam alaihissalam senantiasa terjaga oleh Allah Azza wa Jalla, senantiasa berada di atas fitrah, selalu menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala walaupun pada masa fatrah (masa kosong dari kenabian).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam senantiasa terjaga dari kesalahan (maksum) sedangkan selain Beliau adalah ishmah.
Al-Hakim al-Tirmidzi (205-320H/ 820-935M) menyakini adanya tiga peringkat ‘ishmah, yakni ‘ishmah al-anbiya (‘ishmah Nabi), ‘ishmah al-awliya (‘ishmah para wali), ‘ishmah al-’ammah (‘ishmah kaum beriman pada umumnya).
Bagi umumnya orang-orang beriman ‘ishmah berarti terpelihara dari kekufuran dan terus menerus berbuat dosa; sedangkan bagi al-awliya (para wali Allah) ‘ishmah berarti mahfudz (terjaga) dari kesalahan sesuai dengan derajat, jenjang, dan maqamat mereka.Mereka mendapatkan ‘ishmah sesuai dengan peringkat kewaliannya.
Jadi jika Allah telah mencintai hambaNya maka akan terpelihara (terhindar) dari dosa atau jikapun mereka berbuat kesalahan maka akan diberi kesempatan untuk menyadari kesalahan mereka ketika masih di dunia.
Sedangkan ulama su’ (ulama yang buruk) adalah mereka yang tidak menyadarinya atau tidak disadarkan oleh Allah Azza wa Jalla atas kesalahannya atau kesalahpahamannya sehingga mereka menyadarinya di akhirat kelak.
Berikut riwayat yang menginformasikan bagaimana Ibunda Rasulullah Sayyidah Aminah terjaga dari kekufuran sebagimana contoh informasi dari http://www.facebook.com/note.php?note_id=189857864382154
***** awal kutipan *****
Diriwayatkan oleh Ibn Saad dan Baihaqi dari Ibn Ishak, dia berkata: “Aku mendengar bahwa di saat Aminah hamil, ia berkata: Aku tidak merasa bahwa aku hamil dan aku tidak merasa berat sebagaimana dirasakan oleh wanita hamil lainnya, hanya saja aku tidak merasa haid dan ada seseorang yang datang kepadaku. Apakah engkau merasa hamil? Aku menjawab: Tidak tahu. Kemudian orang itu berkata: Sesungguhnya engkau telah mengandung seorang pemuka dan Nabi dari umat ini, dan hal itu pada hari Senin, dan tandanya dia akan keluar bersama cahaya yang memenuhi istana Basrah di negeri Syam, apabila sudah lahir berilah nama Muhammad?
Aminah berkata: “Itulah yang membuatku yakin kalau aku telah hamil. Kemudian aku tidak menghiraukannya lagi hingga di saat masa melahirkan dekat, dia datang lagi dan mengatakan kata-kata yang pernah aku utarakan? Aku memohon perlindungan untuknya kepada Dzat yang Maha Esa dari kejelekan orang yang dengki?”
“Kemudian aku menceritakan semua itu kepada para wanita keluargaku, mereka berkata: Gantunglah besi di lengan dan lehermu? Kemudian aku mengerjakan perintah mereka, tidak lama besi itu putus dan setelah itu aku tidak memakainya lagi.”
****** akhir kutipan ******
“Besi itu putus” adalah salah satu bentuk penjagaan dari Allah Azza wa Jalla agar Sayyidah Aminah terhindar dari kekufuran.
Dalam riwayat tersebut Sayyidah Aminah memohon perlindungan hanya kepada Dzat yang Maha Esa.
Seseorang dapat dilaknat oleh Allah sehingga amal ibadah sepanjang hidupnya tidak diterima Allah, contohnya karena salah memahami hadits “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka (HR Muslim).
Telah berkata sebagian ulama: “Telah ditanya Qodhi Abu Bakar bin ‘Arobi, salah seorang ulama madzhab Maliki mengenai seorang laki-laki yang berkata bahwa bapak Nabi berada di dalam neraka. Maka, beliau menjawab bahwa orang itu terlaknat, karena Allah Ta’ala berfirman yang artinya, ”Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah akan melaknat mereka di dunia dan akherat dan menyiapkan bagi mereka itu adzab yang menghinakan”. (QS. Al-Ahzab: 57).
Dan tidak ada perbuatan yang lebih besar dibandingkan dengan perkataan bahwa bapak Nabi berada di dalam neraka.
Betapa tidak! Sedangkan Ibnu Munzir dan yang lainnya telah meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa seseorang berkata: “Engkau anak dari kayu bakar api neraka’, maka berdirilah Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan marah, kemudian berkata yang artinya: “Bagaimana keadaan kaum yang menyakiti aku dalam hal kerabatku, dan barangsiapa menyakiti aku maka sesungguhnya dia telah menyakiti Allah.
Terima kasih, jazakumullahu khairan.
Ini sekarang pembelaan kami terhadap Ibunda Rasulullah atas tuduhan Wahabi/Salafi
hadistnya sangat jelas lebih jelas daripada matahari di siang bolong, dan sahih lagi, kenapa orang2 malah pilih pendapat ucapan para ulama, sedangkan para ulama sudah dipastikan tidak maksum. aneh….!!!!
ooo…!!!! mungkin karena ilmu mereka terlampau tinggi sehingga hadits yang sangat jelas tidak bisa mereka pahami. entahlah…!!!!
Mas Syafik, haditsnya sangat jelas namun untuk memahami Al Qur’an dan Hadits tidak cukup dengan arti bahasa saja dan apalagi hanya berbekal makna dzahir saja.
Oleh karena Hadits dan “bacaan Al Qur’an dalam bahasa Arab” (QS Fush shilat [41]:3) maka diperlukan kompetensi menguasai ilmu-ilmu yang terkait bahasa Arab atau ilmu tata bahasa Arab atau ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’) ataupun ilmu untuk menggali hukum secara baik dan benar dari al Quran dan as Sunnah seperti ilmu ushul fiqih sehingga mengetahui sifat lafad-lafad dalam al Quran dan as Sunnah seperti ada lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan, ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq, ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz hakikat. ada pula nasikh dan mansukh dan lain-lain.
Kalau tidak menguasai ilmu-ilmu tersebut kemudian berpendapat, berfatwa atau beristinbat, menggali hukum dari Al Qur’an dan Hadits maka akan sesat dan menyesatkan.
Telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Abu Uwais berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Hisyam bin ‘Urwah dari bapaknya dari Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan (HR Bukhari 98)
Jadi mereka yang salah memahami Al Qur’an dan As Sunnah karena mereka selalu berpegang pada nash secara dzahir atau pemahaman mereka selalu dengan makna dzahir dapat berakibat dilaknat oleh Allah dan amal ibadah sepanjang hidupnya tidak diterima oleh Allah .
Telah berkata sebagian ulama: “Telah ditanya Qodhi Abu Bakar bin ‘Arobi, salah seorang ulama madzhab Maliki mengenai seorang laki-laki yang berkata bahwa bapak Nabi berada di dalam neraka. Maka, beliau menjawab bahwa orang itu terlaknat, karena Allah Ta’ala berfirman yang artinya, ”Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah akan melaknat mereka di dunia dan akherat dan menyiapkan bagi mereka itu adzab yang menghinakan”. (QS. Al-Ahzab: 57).
Dan tidak ada perbuatan yang lebih besar dibandingkan dengan perkataan bahwa bapak Nabi berada di dalam neraka.
Betapa tidak! Sedangkan Ibnu Munzir dan yang lainnya telah meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa seseorang berkata: “Engkau anak dari kayu bakar api neraka’, maka berdirilah Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan marah, kemudian berkata yang artinya: “Bagaimana keadaan kaum yang menyakiti aku dalam hal kerabatku, dan barangsiapa menyakiti aku maka sesungguhnya dia telah menyakiti Allah.