Feeds:
Pos
Komentar

Posts Tagged ‘ISIS Asia Tenggara’

poros bom thamrin

Mereka yang merasa lebih pandai dari para fuqaha

Sejak 7 Januari 2016 akun Facebook kami diblok (blocked or disabled account) oleh pihak Facebook selama 1 minggu sehingga tidak dapat membuat tulisan maupun menanggapi tag atau mention dari para Facebookers.

Kami diblok oleh pihak Facebook sesaat setelah menurunkan tulisan tentang mereka yang mengatakan pesantren Salafiyah adalah penyembah kuburan sebagaimana yang telah disampaikan https://mutiarazuhud.wordpress.com/2016/01/06/salafiyah-dan-kuburan/

Kami diblok oleh pihak Facebook karena ada pihak yang melaporkan bahwa ada tulisan kami yang dianggap telah melanggar Facebook’s Community Standards

Tampaknya kami dilaporkan oleh pihak yang menyalahkan muslim lainnya yang tidak sepaham (sependapat) dengan mereka.

Ketika kami diblok oleh pihak Facebook, kami tidak dapat membuat tulisan terkait peristiwa dr Rica Tri Handayani dan anaknya Zafran Alif Wicaksono (balita), yang pergi meninggalkan rumah dan menulis surat wasiat untuk berjuang.

Direktur Reserse Kriminal umum Polda DIY Kombes Pol Hudit Wahyudi menungkapkan, dr Rica meninggalkan surat kepada suaminya, Aditya Akbar Wicaksono pada 30 Desember 2015. “Sebelum pergi meninggalkan surat,” kata Hudit saat ditemui di Mapolda DIY, Senin (4/1/2016).

Dalam surat tersebut, Rica undur diri dan meminta maaf karena tak berpamitan secara langsung. Itu dilakukan karena khawatir akan membuat semuanya sedih.

Dalam isi surat kepergiannya dia beralasan memutuskan hijrah karena perkembangan Islam tidak sesuai dengan kaidah.

Ia pergi ingin bertanggung jawab dan melengkapi kebenaran Allah. Suratnya ditinggal di rumah sepupunya. “Dia (Rica) menulis ingin berjuang di jalan Allah,” jelasnya.

Alasannya “perkembangan Islam tidak sesuai dengan kaidah” ataupun alasan para pelaku teror bom di Thamrin tampaknya adalah karena mereka merasa lebih pandai dari para fuqaha yang tergabung dalam Majelis Ulama Indonesia.

Polisi menyebut Bahrun Naim sebagai orang di balik serangan bom Thamrin, Jakarta. Pria yang pernah divonis 2,5 tahun bui karena memiliki amunisi ilegal ini, disebut ingin membentuk Katibah Nusantara yang juga merupakan bagian dari ISIS sebagaimana yang diberitakan pada http://news.detik.com/berita/3118920/bahrun-naim-otak-bom-thamrin-ingin-bentuk-katibah-nusantara

***** awal kutipan *****
Beberapa waktu lalu, peneliti dari National University of Singapore, Prof Dr Bilveer Singh dalam peluncuran buku ‘Radikalisme dan Gerakan Islam non Mainstream dan Kebangkitan Islam Politik di Indonesia’ di Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di Tamantirto, Kasihan, Bantul, Rabu (16/12), mengungkapkan munculnya Islam radikal dengan nama Katibah Nusantara.

Katibah Nusantara merupakan kaki tangan ISIS. Kelompok ini juga dikepalai oleh orang Indonesia.

Menurutnya kelompok Katibah Nusantara ini juga sudah mengirimkan banyak anggotanya untuk berperang di negara-negara konflik seperti Afghanistan dan di Timur Tengah.

Dalam bukunya tersebut, Bilveer membahas tentang kelompok Islam Non Mainstream. Dia mencontohkan kasus Islam Uighur dari Xinjiang, Cina yang merupakan salah satu bentuk dari ancaman Islam Non Mainstream.

“Kebijakan pemerintah Cina menekan kelompok ini mengakibatkan kelompok Muslim Uighur merasa dikorbankan oleh pemerintah Cina. Hal ini mendorong mereka untuk membangun negara Islam,” katanya.
****** akhir kutipan *****

“Kelompok Islam non mainstream” atau “mereka yang mengaku muslim namun menyempal keluar dari mayoritas kaum muslim” mengingatkan kita kepada orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari Bani Tamim yakni orang-orang yang menyalahkan umat Islam lainnya yang tidak sepaham (sependapat) dengan mereka sehingga mereka menyempal keluar (kharaja) dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham) yang disebut dengan khawarij

Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang keluar.

Oleh karena mereka salah memahami Al Qur’an dan As Sunnah sehingga mereka bersikap takfiri yakni mengkafirkan umat Islam yang tidak sepaham (sependapat) dengan mereka dan berujung menghalalkan darah atau membunuhnya.

Dzul Khuwaishirah, tokoh penduduk Najed dari bani Tamim yang sombong dan merasa lebih pandai dari Rasulullah sehingga berani menyalahkan dan menghardik Rasulullah

Abu Sa’id Al Khudriy radliallahu ‘anhu berkata; Ketika kami sedang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedang membagi-bagikan pembagian(harta), datang Dzul Khuwaishirah, seorang laki-laki dari Bani Tamim, lalu berkata; Wahai Rasulullah, tolong engkau berlaku adil. Maka beliau berkata: Celaka kamu!. Siapa yang bisa berbuat adil kalau aku saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh kamu telah mengalami keburukan dan kerugian jika aku tidak berbuat adil. (HR Bukhari 3341)

Contoh orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari Bani Tamim atau kaum khawarij pada masa khalifah Sayydina Ali bin Abi Thalib adalah Abdurrahman ibn Muljam

Abdurrahman ibn Muljam seorang yang sangat rajin beribadah. Shalat dan shaum, baik yang wajib maupun sunnah, melebihi kebiasaan rata-rata orang di zaman itu. Bacaan Al-Qurannya sangat baik. Karena bacaannya yang baik itu, pada masa Sayyidina Umar ibn Khattab ra, ia diutus untuk mengajar Al-Quran ke Mesir atas permintaan gubernur Mesir, Amr ibn Al-’Ash.

Namun, karena ilmunya yang dangkal, sesampai di Mesir ia malah terpangaruh oleh hasutan (ghazwul fikri) orang-orang Khawarij yang selalu berbicara mengatasnamakan Islam, tapi sesungguhnya hawa nafsu yang mereka turuti. Ia pun terpengaruh. Ia tinggalkan tugasnya mengajar dan memilih bergabung dengan orang-orang Khawarij sampai akhirnya, dialah yang ditugasi menjadi eksekutor pembunuhan Imam Sayyidina Ali ra.

Mereka yang merasa lebih pandai sehingga melarang khalifah sayyidina Ali karamallahu wajhu berhukum dengan hukum buatan manusia seperti perjanjian ( tahkim / arbitrase ) dengan Sahabat Muawiyah dan menuduhnya telah kafir karena dianggap berhukum dengan thagut, berhukum dengan selain hukum Allah. Pada akhirnya mereka menganggap halal darah Sayyidina Ali karamallahu wajhu dan berujung eksekusi pembunuhan

Hal itu disebabkan mereka salah memahami firman Allah seperti yang artinya

“Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir (QS Al Maidah [5]:44).

Firman Allah pada (QS Al Maidah [5]:44) adalah ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir.

Salah satu ciri khas orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah atau kaum khawarij , orang-orang yang membaca Al Qur’an tidak melampaui tenggorokannya (tidak mempegaruhi hatinya) karena salah paham sehingga berakhlak buruk adalah suka menggunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir untuk menyerang kaum muslim

Abdullah bin Umar ra dalam mensifati kelompok khawarij mengatakan: “Mereka menggunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir lantas mereka terapkan untuk menyerang orang-orang beriman”.[Lihat: kitab Sahih Bukhari jilid:4 halaman:197]

Padahal dengan memperhatikan asbabun nuzul (riwayat turunnya ayat) dari (QS Al Maidah [5]:44) maka kita akan mengetahui maksud atau tujuan dari ayat itu sebenarnya.

Oleh karenanya Sayyidina Ali karamallahu wajhu berkata “kalimatu haqin urida bihil batil” (perkataan yang benar dengan tujuan yang salah) ketika menanggapi semboyan kaum khawarij pada waktu itu yakni “La hukma illah lillah”, tidak ada hukum melainkan hanya dari Allah.

Al-Imam Ahmad dan Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir meriwayatkan dari Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma dan beliau menyebutkan sebab turunnya ayat ini: “Allah Ta’ala menurunkan ayat ini berkenaan tentang dua kelompok di kalangan Yahudi di masa jahiliyyah, di mana salah satu kelompok telah menguasai yang lainnya sehingga mereka ridha…”

Imam Abu Abdillah Al-Qurthubi rahimahullah (wafat 671 H) berkata : “Adapun seorang muslim dia tidak dikafirkan walaupun melakukan dosa besar. Di sini ada yang tersembunyi, yaitu siapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah subhanahu wata’ala turunkan yakni menolak Al-Quran dan menentang ucapan Rasul shalallahu ‘alaihi wasallam maka dia kafir. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Mujahid. Maka ayat ini umum dalam hal ini.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda janganlah memvonis kafir atau mengeluarkan dari Islam akibat perbuatan dosa apalagi hanya karena perbedaan pemahaman atau pendapat

Dari Anas radhiyallahuanhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Tiga hal merupakan pokok iman ; menahan diri dari orang yang menyatakan Tiada Tuhan kecuali Allah. Tidak memvonis kafir akibat dosa dan tidak mengeluarkannya dari agama Islam akibat perbuatan dosa ; Jihad berlangsung terus semenjak Allah mengutusku sampai akhir ummatku memerangi Dajjal. Jihad tidak bisa dihapus oleh kelaliman orang yang lalim dan keadilan orang yang adil ; dan meyakini kebenaran takdir”.(HR. Dawud)

Jadi yang dimaksud tidak berhukum dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan adalah bagi orang yang menolak Al-Quran dan menentang ucapan Rasululullah shalallahu ‘alaihi wasallam yakni kaum non muslim.

Kaum muslim boleh berhukum dengan hukum buatan manusia selama isi perjanjian tidak menyalahi laranganNya atau selama tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah.

Kaum muslim yang tinggal di negeri kaum kuffar pun tidak dianggap berhukum dengan hukum thaghut selama mereka dapat menjalankan peritahNya dan menjauhi laranganNya.

Ketika orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim atau kaum Khawarij mengasingkan diri dan menjadi kekuatan oposisi terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu, Sayyidina Ali selalu didatangi orang-orang yang memberinya saran: “Wahai Amirul Mu’minin, mereka melakukan gerakan melawan Anda.” Ali radhiyallahu anhu hanya menjawab: “Biarkan saja mereka. Aku tidak akan memerangi mereka, sebelum mereka memerangiku. Dan mereka pasti melakukannya.”

Sampai akhirnya pada suatu hari, Ibn Abbas mendatanginya sebelum waktu zhuhur dan berkata: “Wahai Amirul Mu’minin, aku mohon shalat zhuhur agak diakhirkan, aku hendak mendatangi mereka (Khawarij) untuk berdialog dengan mereka.” Ali radhiyallahu anhu menjawab: “Aku khawatir mereka mengapa-apakanmu.” Ibn Abbas berkata: “Tidak perlu khawatir. Aku laki-laki yang baik budi pekertinya dan tidak pernah menyakiti orang.” Akhirnya Ali radhiyallahu anhu merestuinya. Lalu Ibn Abbas memakai pakaian yang paling bagus produk negeri Yaman.

Ibn Abbas berkata: “Aku menyisir rambutku dengan rapi dan mendatangi mereka pada waktu terik matahari. Setelah aku mendatangi mereka, aku tidak pernah melihat orang yang lebih bersungguh-sungguh dari pada mereka. Pada dahi mereka tampak sekali bekas sujud. Tangan mereka kasar seperti kaki onta. Dari wajah mereka, tampak sekali kalau mereka tidak tidur malam untuk beribadah. Lalu aku mengucapkan salam kepada mereka. Mereka menjawab: “Selamat datang Ibn Abbas. Apa keperluanmu?”

Aku menjawab: “Aku datang mewakili kaum Muhajirin dan Anshar serta menantu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Al-Qur’an turun di tengah-tengah mereka. Mereka lebih mengetahui maksud al-Qur’an dari pada kalian.

Lalu sebagian mereka berkata, “Jangan berdebat dengan kaum Quraisy, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar”. (QS. 43 : 58).

Kemudian ada dua atau tiga orang berkata: “Kita akan berdialog dengan Ibn Abbas.” Kemudian terjadi dialog antara Ibn Abbas dengan mereka. Setelah Ibn Abbas berhasil mematahkan argumentasi mereka, maka 2000 orang Khawarij kembali kepada barisan Sayidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu. Sementara yang lain tetap bersikeras dengan pendiriannya. 2000 orang tersebut kembali kepada kelompok kaum Muslimin, karena berhasil mengalahkan hawa nafsu mereka. Sementara yang lainnya, telah dikalahkan oleh hawa nafsunya, sehingga bertahan dalam kekeliruan.

Begitupula kekeliruan atau kesesatan dapat diakibatkan karena salah memahami Al Qur’an dan As Sunnah sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2015/10/02/akibat-salah-memahami/

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda bahwa kelak umat Islam jumlahnya banyak namun “bagaikan buih di atas lautan” , rapuh dan terombang-ambing karena keyakinan mereka mengikuti orang-orang yang memahami “Al Qur’an dan AS Sunnah” bersandarkan mutholaah (menelaah kitab) secara otodidak (shahafi) dengan akal pikiran mereka sendiri sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2015/10/26/bagaikan-buih/

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,“Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)

Sejalan dengan hal itu, Rasulullah telah bersabda bahwa salah satu tanda akhir zaman adalah diambilnya ilmu agama dari al ashaaghir yakni orang-orang yang mendalami ilmu agama secara otodidak (shahafi) menurut akal pikiran mereka sendiri.

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Qaasim dan Sa’iid bin Nashr, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Qaasim bin Ashbagh : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ismaa’iil At-Tirmidziy : Telah menceritakan kepada kami Nu’aim : Telah menceritakan kepada kami Ibnul-Mubaarak : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Lahi’ah, dari Bakr bin Sawaadah, dari Abu Umayyah Al-Jumahiy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya termasuk tanda-tanda hari kiamat ada tiga macam yang salah satunya adalah diambilnya ilmu dari Al-Ashaaghir (orang-orang kecil / ulama yang baru belajar)”.

Nu’aim berkata : Dikatakan kepada Ibnul-Mubaarak : “Siapakah itu Al-Ashaaghir?”. Ia menjawab : “Orang yang berkata-kata menurut pikiran mereka semata. Adapun seorang yang kecil yang meriwayatkan hadits dari Al-Kabiir (orang yang tua / ulama senior / ulama sebelumnya), maka ia bukan termasuk golongan Ashaaghir itu”.

Syaikh Nashir al-Asad menyampaikan bahwa para ulama menilai sebagai ulama dlaif (lemah) bagi orang-orang yang hanya mengambil ilmu melalui kitab saja tanpa memperoleh dan memperlihatkannya kepada ulama

Syaikh Nashir al-Asad ketika diajukan pertanyaan, “Apakah orang yang otodidak dari kitab-kitab hadits layak disebut ahli hadits ?”, menjawabnya bahwa “Orang yang hanya mengambil ilmu melalui kitab saja tanpa memperlihatkannya kepada ulama dan tanpa berjumpa dalam majlis-majlis ulama, maka ia telah mengarah pada distorsi. Para ulama tidak menganggapnya sebagai ilmu, mereka menyebutnya shahafi atau otodidak, bukan orang alim. Para ulama menilai orang semacam ini sebagai orang yang dlaif (lemah). Ia disebut shahafi yang diambil dari kalimat tashhif, yang artinya adalah seseorang mempelajari ilmu dari kitab tetapi ia tidak mendapatkan dan mendengar langsung dari para ulama, maka ia melenceng dari kebenaran. Dengan demikian, Sanad dalam riwayat menurut pandangan kami adalah untuk menghindari kesalahan semacam ini” (Mashadir asy-Syi’ri al-Jahili 10)

Orang yang berguru tidak kepada guru tapi kepada buku saja maka ia tidak akan menemui kesalahannya karena buku tidak bisa menegur tapi kalau guru bisa menegur jika ia salah atau jika ia tak faham ia bisa bertanya, tapi kalau buku jika ia tak faham ia hanya terikat dengan pemahaman dirinya sendiri menurut akal pikirannya sendiri.

Boleh kita menggunakan segala macam wasilah atau alat atau sarana dalam menuntut ilmu agama seperti buku, internet, audio, video dan lain lain namun kita harus mempunyai guru untuk tempat kita bertanya karena syaitan tidak berdiam diri melihat orang memahami Al Qur’an dan Hadits

“Man la syaikha lahu fasyaikhuhu syaithan” yang artinya “barang siapa yang tidak mempunyai guru maka gurunya adalah syaitan

Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203.

Jadi pengikut syaitan atau wali syaitan dapat diakibatkan karena salah memahami Al Qur’an dan As Sunnah seperti orang-orang yang mengaku muslim namun pengikut radikalisme dan terorisme.

Kekerasan yang radikal adalah kekerasan yang memperturutkan hawa nafsu sehingga menzhalimi orang lain karena salah memahami Al Qur’an dan As Sunnah.

Kekerasan yang tidak radikal adalah kekerasan yang dilakukan berdasarkan perintah ulil amri sebenarnya yakni para fuqaha

Mantan mufti agung Mesir Syeikh Ali Jum’ah telah mengajukan untuk menyatukan lembaga fatwa di seluruh dunia untuk membentuk majelis permusyawaratan ulama tingkat dunia yang terdiri dari para fuqaha.

Piihak yang dapat mengeluarkan fatwa sebuah peperangan adalah jihad (mujahidin) atau jahat (teroris) sehingga dapat diketahui apakah mati syaihd atau mati sangit adalah “ulil amri di antara kamu” (QS An Nisaa [4]:59) atau ulil amri setempat yakni para fuqaha setempat karena ulama di luar negara (di luar jama’ah minal muslimin) tidak terbebas dari fitnah sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2015/06/02/radikal-al-qaeda-dan-isis/

Mufti Besar Suriah Ahmah Badr-Eddin Hassoun menyatakan “Kami tidak berpihak pada pemerintahan otoriter, kami berpihak pada kepentingan tanah air untuk melawan semua senjata dari dunia yang menginginkan untuk menghancurkan negara ini,”

“Islam tidak akan mati dan Suriah tidak akan tunduk dan saya katakan, mereka yang mengirimkan senjata ke Suriah: “Anda tidak akan bisa melemahkan pilar Islam di Suriah. Islam akan tetap murni dan rakyat Suriah akan tetap teguh,” imbuh Hassoun.

Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi mengingatkan “mereka yang menyebut namanya mujahidin, apakah Anda tidak sadar, Anda berada pada sikap menteri luar negeri Inggris, Perancis dan Amerika Serikat.”

Al-Habib Abubakar al-Adni bin Ali al-Masyhur telah menasehatkan untuk menjaga lisan, dengan tidak mengucapakan kata-kata yang bersifat provokatif atau menghina salah satu belah pihak yang terlibat dalam peperangan di antara umat Islam karena Rasulullah telah bersabda:

‘Barangsiapa yang ikut serta dalam pembunuhan seorang muslim, meskipun hanya dengan sepotong kalimat saja, maka di hari kiamat nanti dahinya akan tertulis ungkapan: ”terputus (jauh) dari rahmat Allah.”

Beliau menasehatkan untuk menjaga tangan, tidak mengangkat senjata mengikuti salah satu pihak golongan muslim untuk melawan sesama muslim, karena darah, harta dan kehormatan seorang muslim haram hukumnya.

Beliau menasehatkan untuk menjaga hati, jangan sampai ada rasa senang dengan adanya pembombardiran, kemenangan salah satu pihak, dan sebagainya. Apakah kamu senang dengan pembunuhan seorang muslim kepada sesama muslim lainnya..? (tidak boleh bela-membela/gembira (atas kemenangan salah satu pihak) sebab semua itu adalah sebuah fitnah.

Berikut kutipan nasehat Beliau selanjutnya yang disampaikan kepada Ahli Tareem atau para santri di Hadramaut, Yaman.

****** awal kutipan ******
Adapun permusuhan antara Iran dan negara-negara teluk atau yang mereka namakan dengan perang antara Syiah dan Sunni itu hanyalah sekedar permainan dan sandiwara belaka guna mempengaruhi akal dan fikiran orang Arab dan kaum muslim pada umumnya.

Yang harus dilakukan bagi seorang mukmin, dia harus pandai membaca situasi dan kondisi, menjaga lisannya dari mencela, menjaga tangannya dari pertumpahan darah, meminta petunjuk, dan meminta arahan dari ulama dan orang-orang yang ahli dalam bidangnya yang mempunyai akidah yang benar, pasti mereka akan menunjukan jalan yang lurus, dan janganlah kita terlibat dengan peperangan sesama muslim, dan sebagainya.

Seandainya mereka mengetahui kebaikan yang sebenarnya bagi orang-orang Arab, maka mereka akan bergabung menyerang Israel, tetapi mereka hanyalah bagaikan sebuah kotak yang terbungkus dengan sebuah label yang berbeda, satu terbungkus dengan label sunnah yang palsu (salafi), dan satunya dibungkus dengan label syiah bertopeng agama.
****** akhir kutipan ******

Dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2015/10/06/menyakinkan-bermusuhan/ ada dikutip pesan dari Habib Ali Al Jufri kepada rakyat Irak melalui twitter-nya @alhabibali

“kepada seluruh Ahlussunnah (Sunni) dan Syiah di Irak: Musuh kalian yang sebenarnya (hakiki) adalah mereka yang berusaha menyakinkan kalian bahwa kalian (Sunni-Syi’ah) adalah bermusuhan,”

Perdana Menteri Prancis Manuel Valls berkesimpulan bahwa , “Wahabisme dan Salafisme telah mengubah wajah Islam, ini bahaya nyata bagi Muslim dan Prancis”. Valls mengatakan dua ideologi ini berpaham ultra konservatif dalam Sunni Islam yang selalu menekankan pendekatan kekerasan sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2015/11/19/wahabi-ancaman-perancis/

Kesadaran pemerintahan Perancis datang setelah kena batunya karena sebelumnya kebijakan rezim Francois Hollande sendiri memberikannya perlindungan politik, membesarkannya, menyokongnya, mempersenjatainya dan menyediakan kamp-kamp pelatihan untuknya di Jordania, Turki, Qatar dll lalu melepasnya di Suriah guna menggulingkan Rezim Bashar Al Ashad sebagaimana yang telah diuraikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2015/11/17/terorisme-di-perancis/

Hillary Clinton menjelaskan bahwa Mujahidin Afghanistan yang mereka perangi saat ini adalah orang-orang yang mereka bentuk, biayai dan latih untuk dapat menggunakan senjata menghadapi Uni Soviet pada 20 tahun yang lalu sebagaimana yang telah dijelaskan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/08/28/memperalat-kaum-muslim/

Begitupula gerakan Salafi Jihadi seperti Al Qaeda dengan peristiwa WTC September 2011, pada hakikatnya sebagai “kuda tunggangan” Amerika untuk melakukan pembunuhan kaum muslim baik di Irak, Afghanistan dan lain lain.

`And great, let them come from Saudi Arabia and other countries, importing their Wahabi brand of Islam so that we can go beat the Soviet Union.` kata Hillary Clinton sebagaimana yang dikabarkan pada http://www.youtube.com/watch?v=L9riC3944m8

Jadi Amerika yang dikabarkan dikuasai dan dikendalikan oleh kalangan Zionis Yahudi Israel untuk dapat “memperalat” umat Islam guna keperluan memenuhi kebutuhannya , contohnya di atas adalah mengusir Uni Soviet (yang menyerang Afghanistan guna menjadikannya sebagai poros Asia Tengah), Amerika menggunakan paham Wahabi untuk mengindoktrinisasi para mujahidin Afghanistan.

Begitupula pada kenyataannya Zionis Yahudi Israel memperalat Front Al Nusra sayap Tanzim Al Qaeda di Suriah dan loyalis pemimpin Al Qaeda Ayman Al Zawahiri untuk kepentingannya mengamankan perbatasan Israel dan Suriah sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2015/11/13/diperalat-oleh-israel/

Jadi pada pada kenyataannya Kerajaan dinasti Saudi, Wahabi, Al Qaeda, ISIS atau mereka yang mengaku sebagai mujahiddin hanyalah diperalat oleh Zionis Yahudi Israel yang ingin meluluh lantakan negara-negara kaum muslim di sekitar Zionis Yahudi Isreal untuk menguasai sumber daya alam dan sekaligus untuk mewujudkan ISRAEL RAYA. sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2015/10/04/jihad-bunuh-umat-islam/

Habib Umar bin Hafidz menyampaikan

“Demi Allah, tidak ada di antara mereka yang benar-benar membesarkan Allah. Barangsiapa yang mengerti dengan ucapan Allah Akbar pasti dapat menahan diri. Mereka bukan membesarkan Allah. Mereka membesarkan akal pikiran mereka sendiri. Mereka membesarkan ideologi mereka sendiri. Mereka membesarkan dunia ini.”

Mereka membesarkan dunia karena sesungguhnya konflik di Timur Tengah adalah berkaitan perebutan kekuasaan dan sumber daya alam

Rasulullah telah mengingkari orang-orang yang menganggap (menuduh) muslim lainnya yang tidak sepaham (sependapat) dengan mereka adalah telah musyrik, laknatullah atau “bukan Islam” atau kafir dengan kalimat ingkaran yakni “Demi Allah, saya tidak mengkhawatirkan kalian akan berbuat syirik sepeningalku” sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2015/12/15/tak-khawatir-musyrik/

Rasulullah bersabda “Aku lebih dahulu wafat daripada kalian, dan aku menjadi saksi atas kalian, dan aku demi Allah, sungguh telah melihat telagaku sekarang, dan aku diberi kunci-kunci perbendaharaan bumi atau kunci-kunci bumi. Demi Allah, saya tidak mengkhawatirkan kalian akan berbuat syirik sepeninggalku, namun yang justru aku khawatirkan atas kalian adalah kalian bersaing terhadap kekayaan-kekayaan bumi.” (HR Bukhari 5946)

Rasulullah telah bersabda bahwa siapapun yang menuduh muslim lainnya telah musyrik, laknatullah atau “bukan Islam” atau kafir namun karena salah memahami Al Qur’an dan As Sunnah maka akan kembali kepada si penuduh.

Dari Hudzaifah Radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah seseorang yang telah membaca al-Qur’an, sehingga ketika telah tampak kebagusannya terhadap al-Qur’an dan dia menjadi pembela Islam, dia terlepas dari al-Qur’an, membuangnya di belakang punggungnya, dan menyerang tetangganya dengan pedang dan menuduhnya musyrik”. Aku (Hudzaifah) bertanya, “Wahai nabi Allah, siapakah yang lebih pantas disebut musyrik, penuduh atau yang dituduh?”. Beliau menjawab, “Penuduhnya”.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa pun orang yang berkata kepada saudaranya, ‘Wahai kafir’ maka sungguh salah seorang dari keduanya telah kembali dengan kekufuran tersebut, apabila sebagaimana yang dia ucapkan. Namun apabila tidak maka ucapan tersebut akan kembali kepada orang yang mengucapkannya.” (HR Muslim)

Rasulullah telah bersabda bahwa kelak akan bermunculan orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamin yang oleh karena mereka salah memahami Al Qur’an dan Hadits sehingga berkesimpulan atau menuduh kaum muslim lainnya telah musyrik (menyembah selain Allah) seperti menuduh menyembah kuburan atau menuduh berhukum dengan selain hukum Allah, sehingga membunuhnya namun dengan pemahaman mereka tersebut mereka membiarkan penyembah berhala yang sudah jelas kemusyrikannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Dari kelompok orang ini, akan muncul nanti orang-orang yang pandai membaca Al Qur`an tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala; mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya. Seandainya aku masih mendapati mereka, akan kumusnahkan mereka seperti musnahnya kaum ‘Ad. (HR Muslim 1762)

Penyembah berhala yang terkenal adalah kaum Yahudi atau yang sekarang dikenal sebagai kaum Zionis Yahudi atau disebut juga dengan freemason, iluminati, lucifier yakni kaum pengikut syaitan sehingga mereka dimurkai Allah kecuali bagi mereka yang mau bersyahadat sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2015/09/27/kisah-ashabul-kahfi/

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah). Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir).” (QS Al Baqarah [2]:101-102)

Mereka bukan sekedar membiarkan namun bahkan ada yang bekerjasama atau bersekutu dengan para penyembah berhala, kaum yang dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla. Mereka menjadikannya teman kepercayaan, penasehat, pemimpin dan pelindung.

Firman Allah Ta’ala yang artinya

“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui“. (QS Al Mujaadilah [58]:14 )

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” , (QS Ali Imran, 118)

“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati“. (QS Ali Imran, 119)

Hamad bin Salamah meriwayatkan dari Adi bin Hatim, dia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam ihwal ‘bukan jalannya orang-orang yang dimurkai’. Beliau bersabda, “Yaitu kaum Yahudi.’ Dan bertanya ihwal ‘bukan pula jalannya orang-orang yang sesat’. “Beliau bersabda, ‘Kaum Nasrani adalah orang-orang yang sesat.’

Apa yang telah dinubuatkan oleh Rasulullah di atas, telah dapat kita saksikan kenyataannya yakni mereka yang menyerukan untuk bersekutu dengan para pendukung kaum yang dimurkai Allah sebagaimana yang dapat kita saksikan dalam video pada http://www.youtube.com/watch?v=dQvl_d_qYVA

**** awal transkrip *****
Syaikh Muhammad Arifi
Hadits dari Nabi Saw, “Kiamat takkan terjadi sehingga bangsa Romawi singgah di Al A’maq atau di Dabiq
Beliau menggunakan kalimat Yanzil (turun) ini bermaksud turun dari daerah Utara
Al A’Maq atau Dabiq adalah daerah di Utara Suriah

Syaikh, Mohd. Hasan
Kiamat takkan terjadi sehingga bangsa Romawi, siapa bangsa Romawi ?
Bangsa Romawi atau disebut kaum kuning saat ini adalah bangsa Eropa dan Amerika, merekalah keturunan bangsa kuning

Syaikh Muhammad Arifi
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah Saw bersabda, “kalian akan mengadakan perdamaian dengan Romawi”
Lalu kalian akan memerangi suatu musuh di belakang kalian

Syaikh Nabil Al Iwadhi
Kalian akan bersama memerangi suatu musuh di belakang kalian. Pertanyaannya.. siapakah musuh itu ?
Semua orang Suriah bersaksi bahwa sebagian (pasukan Bashar) berbicara bahasa Farisi (Persia)
Iran yang didukung Rusia dan Cina dan kelompok bernama Hizbu Syaithan di Lebanon
Tentara Mehdi, Muqtada Shadr, FailaquBadr mereka semualah pembunuh anak-anak dan wanita di Suriah wahai umat Islam
Iran berperang di Suriah dengan terang-terangan, dengan tentaranya, senjatanya dan pengalamannya serta para pembantunya di negara-negara Teluk memerangi kita semua

Syaikh Muhammad Arifi
Beliau bersabda kalian akan berdami dengan sempurna dengan Romawi
Kalian akan memerangi suatu musuh yakni kalian bersama Amerika dan Eropa memerangi suatu musuh
Lalu Beliau bersabda “kalian akan menang”
**** akhir transkrip ****

Mereka tampaknya menyalahgunakan hadits Nabi untuk membenarkan perbuatan mereka bersekutu dengan Amerika yang merupakan sekutu dari Zionis Yahudi Israel, kaum yang dimurkai Allah

Hadits akhir zaman atau persisnya sebelum kiamat yang diperangi terlebih dahulu adalah jazirah Arab karena mereka akan kembali jahiliyah

Babak atau periode kehidupan umat Islam di dunia telah digambarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,

“Kalian akan mengalami babak Kenabian selama masa yang Allah kehendaki, kemudian babak kekhalifahan mengikuti manhaj Kenabian selama masa yang Allah kehendaki, kemudian babak Raja-raja yang menggigit,selama masa yang Allah kehendaki, kemudian babak para penguasa yang memaksakan kehendak selama masa yang Allah kehendaki, kemudian kalian akan mengalami babak kekhalifahan mengikuti manhaj Kenabian, kemudian Nabi diam.” (HR Ahmad).

Sebagaimana kita ketahui umat Islam dewasa ini sedang menjalani babak keempat dari lima babak perjalanan sejarahnya di akhir zaman.

Tiga babak sebelumnya telah dilalui:

Babak pertama, babak An-Nubuwwah (Kenabian) yakni masa ketika manhaj kenabian berlangsung Babak kedua, babak Khilafatun ’ala Minhaj An-Nubuwwah (Kekhalifahan yang mengikuti sistem atau metode kenabian), Babak ketiga, babak Mulkan ’Aadhdhon (Raja-raja yang menggigit)., masa ketika raja-raja masih “mengigit” / berpegangan pada Al-Qur’an dan Hadits.

Sesudah berlalunya babak ketiga yang ditandai dengan tiga belas abad masa kepemimpinan Kerajaan Daulah Bani Umayyah, kemudian Kerajaan Daulat Bani Abbasiyyah dan terakhir Kesultanan Utsmani Turki maka selanjutnya ummat Islam memasuki babak atau periode ke empat, babak atau periode Mulkan Jabbriyyan yakni babak atau periode penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak yang kecenderungannya mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya.

Babak keempat diawali semenjak runtuhnya Kesultanan Utsmani Turki yang sekaligus merupakan kekhalifahan Islam terakhir pada tahun 1924.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ”Ikatan-ikatan Islam akan lepas satu demi satu. Apabila lepas satu ikatan, akan diikuti oleh lepasnya ikatan berikutnya. Ikatan islam yang pertama kali lepas adalah pemerintahan (kekhalifahan) dan yang terakhir adalah shalat.” (HR. Ahmad)

Saat ikatan islam yang pertama kali lepas adalah pada saat keruntuhan kekhalifahan Turki Utsmani

Setelah runtuhnya sistem pemerintahan Islam, maka selanjutnya umat Islam mulai menjalani kehidupan dengan mengekor kepada pola kehidupan bermasyarakat dan bernegara ala Barat. Mulailah di berbagai negeri muslim didirikan di atasnya berbagai nation-state (negara bedasarkan kesatuan bangsa).

Padahal sebelumnya semenjak Nabi shallallahu ’alaihi wasallam menjadi kepala negara Daulah Islamiyyah (Negara Islam) pertama di Madinah, umat Islam hidup dalam sistem aqidah-state (negara berdasarkan kesatuan aqidah) selama ribuan tahun.

Keberakhiran kekhalifahan pada dasarnya karena terpengaruh paham nasionalisme yakni paham individualisme dalam skala negara.

Paham nasionalisme untuk memecah belah umat Islam atau upaya meruntuhkan Ukhuwah Islamiyah.

Kaum muslim telah terpecah belah ke dalam beberapa batas wilayah atau negara atau kesatuan dalam negara (nation state) yang dikenal dengan propaganda nasionalisme.

Salah satu hasutan kaum Zionis Yahudi adalah menumbuhkan nasionalisme Arab. Secara perlahan namun pasti, lembaga-lembaga kajian Islam yang didirikan para orientalis Barat (kaum Zionis Yahudi) ini meracuni pemikiran umat Islam Turki. Para orientalis menjelek-jelekkan sistem Islam dan membangga-banggakan sistem nasionalisme. Dari sinilah lahir gerakan nasionalisme Arab.

Jenderal Allenby mengirim seorang perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence ke Hijaz untuk menemui para pemimpin di sana. TE. Lawrence ini diterima dengan sangat baik dan seluruh hasutannya di makan mentah-mentah oleh tokoh-tokoh Hijaz. Maka orang-orang dari Hijaz ini kemudian membangkitkan nasionalisme Arab dan mengajak tokoh-tokoh pesisir Barat Saudi untuk berontak terhadap kekuasaan kekhalifahan Turki Utsmaniyah, dan setelah itu mendirikan Kerajaan Islam Saudi Arabia.

Salah satu cara atau strategi Zionis Yahudi menumbangkan kekhalifahan Turki Utsmani ditengarai dengan mendukung penyebarluasan paham Wahabi yang disebarluaskan oleh kerajaan dinasti Saudi dan paham Liberal, Sekularisme, Pluralisme yang digerakkan oleh Kemal Pasha sebagaimana contoh catatan sejarah dari buku berjudul “Api Sejarah” karya Ahmad Mansur Suryanegara yang diterbitkan Salamadani Pustaka Semesta, cetakan I Juli 2009 pada halaman 166 dan 167

***** awal kutipan *****
Di bawah kekuasaan Tsar Alexander II, 1855 -1881 M, Dr. Theodore Hertzl mengubah gerakan Zionisme menjadi gerakan politik, 1896 M, yang ingin membangun Judenstat – The Jewish State – Negara Yahudi. Namun, wilayah Palestina masih di bawah kekuasaan Kesultanan Turki. Oleh karena itu, gerakan Zionisme mempunyai tiga tujuan politik.

Pertama, di Rusia bertujuan menumbangkan Czar Nicolas II dengan membiayai Revolusi Oktober 1917 yang dipimpin oleh Lenin.

Kedua, di Turki, dengan mendukung Kemal Pasha (Yahudi) menumbangkan kesultanan Turki, 1924 M untuk membebaskan Palestina dari kekuasaan kesultanan Turki

Ketiga, di Arabia, bekerjasama dengan Raja Ibnu Saud , penganut Wahhabi,

Kerajaan Protestan Anglikan, Inggris berhasil menumbangkan kerajaan Arabia dari kekuasaan Raja Husein ataupun putra Raja Ali, Ahlush Sunnah wal Jama’ah yang mengklaim batas wilayah Arabia meliputi Palestina dan Syiria bekas wilayah kekuasaan kesultanan Turki.

Klaim atas kedua wilayah tersebut menjadikan Raja Husein dan putranya Raja Ali, dimakzulkan. Kemudian, kedua raja tersebut minta suaka di Cyprus dan Irak.

Kelanjutan dari kerjasama tersebut, Kerajaan Protestan Anglikan Inggris mengakui Abdul Aziz bin Saudi, Wahabi sebagai raja Kerajaan Saudi Arabia yang tidak mengklaim wilayah Palestina dan Syria sebagai wilayah Saudi Arabia.

Keberhasilan dengan ketiga hal di atas, memungkinkan berdirinya negara Israel, sesudah perang dunia II, 1939-1945M, tepatnya 15 Mei 1948
***** akhir kutipan *****

Kerajaan dinasti Saudi tidak mengklaim wilayah Palestina adalah bahasa halus dari penyerahan Palestina kepada kaum yang dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla demi kepentingan politik atau kekuasaan.

Jadi dapat kita simpulkan bahwa upaya kaum Yahudi atau yang kita kenal sekarang dengan Zionis Yahudi untuk memecah belah umat Islam atau meruntuhkan ukhuwah Islamiyah dan salah satunya untuk menumbangkan kekhalifahan Turki Utsmani adalah dengan mendukung penyebarluasan paham Wahabi dan ditengarai caranya dengan menyodorkan kitab-kitab Ibnu Taimiyyah sebelum bertaubat kepada Muhammad bin Abdul Wahhab dan Ibnu Taimiyyah adalah salah satu pendukung pendapat (pemahaman) Sahabat Muawiyah sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2015/11/09/tumbangkan-kekhalifahan/

Kekhalifahan dalam arti seluruh umat Islam dipimpin oleh seorang khalifah belum akan terwujud selama umat Islam terpecah belah dalam batas negara (nation state)

Kekhalifahan akan terwujud kembali sebagaimana janji Allah Azza wa Jalla pada masa mendekati akhir zaman yakni ketika terjadi banyak perselisihan dan tercerai-berai manusia dari kesatuan negara (nation state)

Rasulullah bersabda “Andaikan dunia tinggal sehari sungguh Allah akan panjangkan hari tersebut sehingga diutus padanya seorang lelaki dari ahli baitku namanya serupa namaku dan nama ayahnya serupa nama ayahku. Ia akan penuhi bumi dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman dan penganiayaan.” (HR abu Dawud 9435)

Rasulullah bersabda “Aku kabarkan berita gembira mengenai Al-Mahdi yang diutus Allah ke tengah ummatku ketika banyak terjadi perselisihan antar-manusia dan gempa-gempa. Ia akan penuhi bumi dengan keadilan dan kejujuran sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kesewenang-wenangan dan kezaliman.” (HR Ahmad 10898).

Rasulullah bersabda “Akan terjadi perselisihan setelah wafatnya seorang pemimpin, maka keluarlah seorang lelaki dari penduduk Madinah mencari perlindungan ke Mekkah, lalu datanglah kepada lelaki ini beberapa orang dari penduduk Mekkah, lalu mereka membai’at Imam Mahdi secara paksa, maka ia dibai’at di antara Rukun dengan Maqam Ibrahim (di depan Ka’bah). Kemudian diutuslah sepasukan manusia dari penduduk Syam, maka mereka dibenamkan di sebuah daerah bernama Al-Baida yang berada di antara Mekkah dan Madinah.” (HR Abu Dawud 3737)

Pesan Rasulullah, “Ketika kalian melihatnya (kehadiran Imam Mahdi), maka berbai’at-lah dengannya walaupun harus merangkak-rangkak di atas salju karena sesungguhnya dia adalah Khalifatullah Al-Mahdi.” (HR Abu Dawud 4074)

Banyak ghazawat (perang) akan dipimpin Imam Mahdi. Dan –subhaanallah- Allah akan senantiasa menjanjikan kemenangan baginya.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam “Kalian perangi jazirah Arab dan Allah beri kalian kemenangan. Kemudian Persia (Iran), dan Allah beri kalian kemenangan. Kemudian kalian perangi Rum, dan Allah beri kalian kemenangan. Kemudian kalian perangi Dajjal,dan Allah beri kalian kemenangan.” (HR Muslim 5161)

Dalam hadits di atas yang diperangi pertama kali adalah jazirah Arab karena pada akhir zaman nanti jazirah Arab, pada masa akhir babak Mulkan Jabbriyyan (penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak yang kecenderungannya mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya) mereka akan kembali mengalami masa jahiliyah , keadaan mereka benar-benar mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya. Kemudian terakhir memerangi Dajjal.

Rasulullah masuk ke kamarku dalam keadaan aku sedang menangis. Beliau berkata kepadaku: ‘Apa yang membuatmu menangis?’ Aku menjawab: ‘Saya mengingat perkara Dajjal maka aku pun menangis.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: ‘Jika dia keluar sedang aku masih berada di antara kalian niscaya aku akan mencukupi kalian. Jika dia keluar setelah aku mati maka ketahuilah Rabb kalian tidak buta sebelah. Dajjal keluar bersama orang-orang Yahudi Ashbahan hingga datang ke Madinah dan berhenti di salah satu sudut Madinah. Madinah ketika itu memiliki tujuh pintu tiap celah ada dua malaikat yang berjaga. maka keluarlah orang-orang jahat dari Madinah mendatangi Dajjal.”

Orang-orang jahat dari Madinah yang mendatangi Dajjal adalah orang-orang yang salah memahami Al Qur’an dan As Sunnah sehingga mereka bersekutu dengan Zionis Yahudi dan menemui Dajjal.

Hal yang harus diwaspadai selalu adalah kaum Yahudi atau yang kita kenal sekarang dengan Zionis Yahudi sehingga suatu zaman yang dikabarkan oleh Rasulullah

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Abdurrahman dari Suhail dari ayahnya dari Abu Hurairah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Kiamat tidak terjadi hingga kaum muslimin memerangi Yahudi lalu kaum muslimin membunuh mereka hingga orang Yahudi bersembunyi dibalik batu dan pohon, batu atau pohon berkata, ‘Hai Muslim, hai hamba Allah, ini orang Yahudi dibelakangku, kemarilah, bunuhlah dia, ‘ kecuali pohon gharqad, ia adalah pohon Yahudi’.” (HR Muslim 5203)

Pada masa tegaknya kekhalifahan, kaum muslim dalam kesatuan aqidah (aqidah-state) maka seluruh kaum muslimin hanya diikat oleh satu jama’ah yaitu jama’atul muslimin dengan satu kepemimpinan yaitu khalifah.

Namun ketika kaum muslim terpecah belah kedalam kesatuan negara (nation state) maka hilanglah jama’atul muslimin dan yang tertinggal sekarang adalah jama’ah minal muslimin.

Sehingga hadits-hadits yang melarang bahkan mengancam seseorang melepaskan baiatnya terhadap imam atau khalifah dari jama’atul muslimin tidak berlaku lagi pada jama’ah minal muslimin seperti hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,”Barangsiapa yang melepaskan tangannya (baiat) dari suatu keaatan maka ia akan bertemu Allah pada hari kiamat tanpa adanya hujjah (alasan) baginya. Dan barangsiapa mati sementara tanpa ada baiat di lehernya maka ia mati seperti kematian jahiliyah.” (HR. Muslim)

Para ahli fiqih mengatakan bahwa yang dimaksud dengan baiat didalam hadits diatas adalah baiat imam kaum muslimin atau khalifah kaum muslimin yang dibaiat oleh ahlul halli wal ‘aqdi dari umat Islam. Hadits ini tidak bisa diterapkan kepada para penguasa negeri di zaman ini atau pembesar partai (jamaah) karena setiap dari mereka bukanlah imam (pemimpin) dari seluruh kaum muslimin.

Al Mawardi mengatakan bahwa apabila ahlul halli wal ‘aqdi di dalam pemilihan melihat ahlul imamah memenuhi persyaratan maka hendaklah ahlul halli wal ‘aqdi mengedepankan untuk dibaiat orang yang lebih utama dan lebih sempurna persyaratannya diantara mereka dan hendaklah manusia segera menaatinya dan tidak berhenti untuk membaiatnya.

Untuk itu ahlul halli wal ‘aqdi dari kaum muslimin adalah orang-orang yang berwenang memilih imam kaum muslimin dan khalifah mereka dan pendapat orang-orang awam tidaklah dianggap terhadap kesahan baiat. Ar Romli dari ulama Syafi’i mengatakan bahwa baiat yang dilakukan oleh selain ahlul halli wal ‘aqdi dari kalangan awam tidaklah dianggap.

Imam Nawawi meletakkan hadits Ibnu Umar diatas pada bab “Kewajiban Bersama Jamaah Kaum Muslimin..”. Maksud dari hadits itu adalah bahwa barangsiapa yang mati tanpa ada baiat dilehernya maka matinya seperti kematian jahiliyah yaitu ketika terdapat imam syar’i saja. Inilah pemahaman yang benar dari hadits itu bahwa jika terdapat imam syar’i yang memenuhi berbagai persyaratan kelayakan untuk dibaiat dan tidak terdapat padanya hal-hal yang menghalanginya maka wajib bagi setiap muslim untuk bersegera memberikan baiatnya apabila ahlul halli wal ‘aqdi memintanya atau meminta darinya dan tidak boleh bagi seorang pun yang bermalam sementara dirinya tidak memiliki imam.

Kesimpulannya pada saat kondisi yang ada pada masa sekarang adalah jam’ah minal muslim atau kaum muslim dalam kesatuan negara (nation state) maka ketaatan kepada para fuqaha atau pakar fiqih atau para ulama yang menguasai hukum-hukum Allah lebih tinggi kedudukannya dibandingkan ketaatan kepada pemimpin kelompok atau ormas maupun para umara atau penguasa negeri.

Firman Allah Ta’ala yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu”. (QS An Nisaa [4]:59)

Siapakah ulil amri yang harus ditaati oleh kaum muslim ?

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah sosok ulama dan umara sekaligus. Begitu juga para khulafaur Rasyidin seperti Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar, Sayyidina Ustman dan Sayyidina Ali radhiyallahuanhum, begitu juga beberapa khalifah dari bani Umayah dan bani Abbas.

Namun dalam perkembangan sejarah Islam selanjutnya, sangat jarang kita dapatkan seorang pemimpin negara yang benar-benar paham terhadap Islam. Dari sini, mulailah terpisah antara ulama dan umara.

Oleh karenanyalah penguasa negeri yang seharusnya mengakui ketidak mampuannya dalam pemahaman terhadap Al Qur’an dan As Sunnah dalam memimpin negara seharusnya dibawah nasehat dan pembinaan para ulama yang menguasai fiqih (hukum-hukum dalam Islam) sehingga warga negara mentaati ulil amri yang sudah dibina dan dibimbing oleh para ulama yang menguasai fiqih (hukum-hukum dalam Islam)

Ibnu Abbas ra sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Thobari dalam tafsirnya telah menyampaikan bahwa ulil amri yang ditaati adalah para pakar fiqih atau para ulama yang menguasai hukum-hukum Allah sehingga negara dapat membuat hukum buatan manusia yang tidak bertentangan dengan hukum Allah atau tidak bertentangan dengan Al Qur’an da As Sunnah.

Begitupula dalam tafsir Ibnu Katsir QS An Nisa [4]:59 Juz 5 hal 271-272 Penerbit Sinar Baru Algensindo , Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ulil amri adalah ahli fiqih dan ahli agama. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ata, Al-Hasan Al-Basri dan Abul Aliyah, bahwa makna ulil amri adalah para ulama.

Ketaatan umat Islam kepada ulil amri setempat yakni para fuqaha (mufti) yang dipimpin oleh mufti agung lebih didahulukan dari pada ketaatan kepada pemimpin ormas maupun penguasa negeri (umaro) dalam rangka menyunjung persatuan dan kesatuan kaum muslim sesuai semangat piagam Madinah yang memuat keharusan mentaati Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam yang ketika itu sebagai ulil amri dalam jama’atul muslimin

Selengkapnya piagam Madinah pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2014/03/piagam-madinah.pdf

Jadi rakyat mentaati umaro (penguasa negeri) dan penguasa negeri mentaati para fuqaha.

Kita dapat mengambil pelajaran dari kerajaan Islam Brunei Darussalam berideologi Melayu Islam Beraja (MIB) dengan penerapan nilai-nilai ajaran Agama Islam dirujuk kepada golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dipelopori oleh Imam Al Asyari dan mengikut Mazhab Imam Syafei.

Sultan Brunei disamping sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan merangkap sebagai perdana menteri dan menteri pertahanan dengan dibantu oleh dewan penasihat kesultanan dan beberapa menteri, juga bertindak sebagai pemimpin tertinggi Agama Islam dimana dalam menentukan keputusan atas sesuatu masalah dibantu oleh Mufti Kerajaan.

Negara kitapun ketika awal berdirinya memiliki lembaga tinggi negara yang bernama “Dewan Pertimbangan Agung” yang berunsurkan ulama yang sholeh yang dapat memberikan pertimbangan dan usulan kepada pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan agar tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah.

Salah satu contoh ulama yang menjadi anggota “Dewan Pertimbangan Agung” adalah Syaikh Muhammad Jamil Jambek ulama pelopor pembaruan Islam dari Sumatera Barat awal abad ke-20 yang pernah berguru dengan Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang merupakan ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Namun dalam perjalanannya Dewan Pertimbangan Agung perannya dalam roda pemerintahan di negara kita “dikecilkan”. Bahkan pada zaman era Surharto, singkatan DPA mempunyai arti sebagai “Dewan Pensiun Agung” karena keanggotaanya terdiri dari pensiunan-pensiunan pejabat. Sehingga pada era Reformasi , Dewan Pertimbangan Agung dibubarkan dengan alasan sebagai lembaga yang tidak effisien.

Jadi cara mengawal syariat Islam dalam sistem pemerintahan di negara kita dengan cara mengembalikan wewenang para ahli fiqih untuk menasehati dan membimbing penguasa negeri sehingga dalam menjalankan roda pemerintahan tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah sehingga tidak ada keraguan lagi bagi kaum muslim untuk mentaati penguasa negeri.

Kalau umaro (penguasa negeri) tidak mentaati para fuqaha atau kebijakan umaro (penguasa negeri) menurut pendapat para fuqaha, ada yang bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah maka wajib kita ingkari dengan tetap menjaga persatuan dan kesatuan.

Dari Ummu Salamah radliallahu ‘anha berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “akan terjadi sesudahku para penguasa yang kalian mengenalinya dan kalian mengingkarinya. Barangsiapa yang mengingkarinya maka sungguh ia telah berlepas diri. Akan tetapi siapa saja yang ridha dan terus mengikutinya (dialah yang berdosa, pent.).” Maka para sahabat berkata : “Apakah tidak kita perangi saja mereka dengan pedang?” Beliau menjawab : “Jangan, selama mereka menegakkan shalat bersama kalian.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya).

An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadits ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa orang yang tidak mampu melenyapkan kemungkaran tidak berdosa semata-mata karena dia tinggal diam, akan tetapi yang berdosa adalah apabila dia meridhai kemungkaran itu atau tidak membencinya dengan hatinya, atau dia justru mengikuti kemungkarannya.” (Syarh Muslim [6/485])

Sedangkan bagi yang mampu melenyapkan kemungkaran atau ingin mengganti penguasa negeri yang diingkari maka lakukanlah dengan cara-cara yang baik mengikuti hukum konstitusi yang berlaku dan tidak menimbulkan kerusakan di muka bumi.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Barang siapa melihat kemungkaran, maka hendaknya ia merubah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka hendaknya merubah dengan lisannya, jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan yang demikian itulah selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim)

Firman Allah Ta’ala yanga artinya “Dan bila dikatakan kepada mereka:”Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” (QS Al Baqarah [2]:11)

Asy‐Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar al‐Bantani Rahimahullah Ta’ala, di dalam kitabnya, Nasha‐ihul Ibad fi bayani al‐Faadzi al‐Munabbihaat ‘alal Isti’daadi Li Yaumil Ma’adi membawakan sepotong hadits yang memperingatkan akibat meninggalkan atau tidak mentaati ulil amri sebenarnya yakni para fuqaha.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Akan datang satu zaman atas umatku dimana mereka lari (menjauhkan diri) dari (ajaran dan nasihat) ulama’ dan fuqaha’, maka Allah Taala menimpakan tiga macam musibah atas mereka, iaitu

1. Allah mengangkat (menghilangkan) keberkahan dari rizki (usaha) mereka,
2. Allah menjadikan penguasa yang zalim untuk mereka dan
3. Allah mengeluarkan mereka dari dunia ini tanpa membawa iman

Rasulullah telah memfatwakan telah murtad, keluar dari Islam “Bagaikan anak panah meluncur dari busurnya” bagi orang-orang yang salah memahami Al Qur’an dan As Sunnah sehingga mereka menghalalkan darah atau membunuh umat Islam yang tidak sepaham (sependapat) dengan mereka

Rasulullah mengungkapkan orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim dengan ungkapan “anak muda” atau “orang-orang muda” yakni orang-orang yang belum memahami agama dengan baik, mereka seringkali mengutip ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi, tapi itu semua dipergunakan untuk menyesatkan, atau bahkan untuk mengkafirkan orang-orang yang berada di luar kelompok mereka karenal kualitas iman mereka sedikitpun tidak melampaui tenggorokan mereka.

Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Katsir telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Al A’masy dari Khaitsamah dari Suwaid bin Ghafalah berkata, ‘Ali radliallahu ‘anhu berkata; Sungguh, aku terjatuh dari langit lebih aku sukai dari pada berbohong atas nama beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan jika aku sampaikan kepada kalian tentang urusan antara aku dan kalian, (ketahuilah) bahwa perang itu tipu daya. Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang bersabda: Akan datang di akhir zaman orang-orang muda dalam pemahaman (lemah pemahaman atau sering salah pahaman). Mereka berbicara dengan ucapan manusia terbaik (Khairi Qaulil Bariyyah, maksudnya suka berdalil dengan Al Qur’an dan Hadits)) namun mereka keluar dari agama bagaikan anak panah melesat keluar dari target buruan yang sudah dikenainya. Iman mereka tidak sampai ke tenggorokan mereka. (HR Bukhari 3342)

Mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Akan muncul suatu sekte/firqoh/kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur`an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya”. (HR Muslim 1773)

Jadi ilmu agama justru bencana bagi mereka sehingga semakin jauh dari Allah karena salah memahami Al Qur’an dan As Sunnah sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2015/12/05/tetapi-semakin-jauh/

Muslim tapi radikal adalah orang-orang yang mengaku muslim tapi bersikap radikal yakni mereka yang menyalahkan atau menganggap sesat atau bahkan menuduh telah musyrik , laknatullah atau “bukan Islam” atau kafir terhadap muslim lain yang tidak sepaham (sependapat) dengan mereka sehingga mereka bangkrut di akhirat kelak sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2015/11/27/orang-yang-bangkrut/

Bahkan ada orang-orang yang mengaku muslim tapi bersikap teroris yakni mereka yang menganggap muslim lain yag tidak sepaham (sependapat) dengan mereka telah halal darahnya sehingga mereka membunuhnya.

Muslim tapi teroris atau muslim tapi radikal adalah mereka yang merasa bahwa hanya mereka dan kelompok mereka saja yang mendapatkan petunjukNya sedangkan selain mereka tidak mendapatkan petunjukNya.

Muslim tapi teroris atau muslim tapi radikal merasa dengan amal ibadahnya termasuk yang dianggap mereka sebagai jihad fi sabilillah pasti masuk surga sedangkan orang-orang yang mereka bunuh pasti masuk neraka.

Bahkan karena sangat yakin akan masuk surga, seorang teroris mengaku menggunakan pelindung kemaluan dari baja metal, tujuannya jika melakukan bom bunuh diri kemaluannya tidak rusak untuk keperluan bertemu 72 bidadari surga sebagaimana yang dikabarkan pada http://pskpiyunganonline.blogspot.co.id/2015/11/teroris-ini-memakai-pelindung-baja.html

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, orang yang bangkrut (muflis) dari kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala) ibadah shalat, puasa, dan zakat. Akan tetapi dia pun datang dengan membawa dosa berupa mencaci orang ini, memfitnah (menuduh) orang ini, menumpahkan darah orang ini, menyiksa orang ini, lalu diberikanlah kebaikannya (pahala) kepada orang-orang yang dizhaliminya. Sewaktu kebaikannya (pahala) tidak lagi cukup membayar kesalahan (dosa) nya maka diambillah dosa-dosa orang-orang yang dizhaliminya dan ditimpakan kepada dirinya. Setelah itu dia dilemparkan ke neraka. (HR Muslim 2581)

Apalagi jika apa yang mereka sangkakan amal ibadah mereka diterima oleh Allah namun ternyata sebaliknya sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu tentang ayat yang paling menakutkan yakni firman Allah Ta’ala yang artinya, “(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong (QS An Nisa [4]:123)

Apalagi kita masuk surga bukan semata karena amal perbuatan yang kita hadapkan kepadaNya namun karena keridhoan Allah Ta’ala sehingga mendapatkan rahmatNya

Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits, “Lan yadhula ahadukumul jannata bi ‘amalihi”. Seseorang tidak akan masuk surga karena amalnya semata-mata. Kemudian salah seorang bertanya, “Wa laa anta yaa Rasuulallaahi?” Tidak pula engkau ya Rasulullah? Lalu Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab, “Wa laa anaa illa an yataghamada niiyallaahu bi rahmatih” Tidak juga aku, melainkan Allah mengkaruniai aku dengan rahmat-Nya

Firman Allah Ta’ala, “..Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS an Nuur : 21)

Jadi tampaknya salah satu nubuat dari Rasulullah tentang perselisihan yang ditimbulkan oleh Islam Najed yakni ajaran Islam yang dipahami oleh orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari Bani Tamim telah kita lihat kenyataannya pada masa sekarang.

Khudzaifah Ibnul Yaman bertanya, ‘Wahai Rasulullah, dahulu kami dalam kejahiliyahan dan keburukan, lantas Allah membawa kebaikan ini, maka apakah setelah kebaikan ini ada keburukan lagi?
Nabi menjawab ‘Tentu’.
Saya bertanya ‘Apakah sesudah keburukan itu ada kebaikan lagi?
‘Tentu’ Jawab beliau, dan ketika itu ada kotoran, kekurangan dan perselisihan.
Saya bertanya ‘Apa yang anda maksud kotoran, kekurangan dan perselisihan itu?
Nabi menjawab ‘Yaitu sebuah kaum yang menanamkan pedoman bukan dengan pedomanku, engkau kenal mereka namun pada saat yang sama engkau juga mengingkarinya.
Saya bertanya ‘Adakah setelah kebaikan itu ada keburukan?
Nabi menjawab ‘O iya,,,,, ketika itu ada penyeru-penyeru menuju pintu jahannam, siapa yang memenuhi seruan mereka, mereka akan menghempaskan orang itu ke pintu-pintu itu.
Aku bertanya ‘Ya Rasulullah, tolong beritahukanlah kami tentang ciri-ciri mereka!
Nabi menjawab; Mereka adalah seperti kulit kita ini, juga berbicara dengan bahasa kita.
Saya bertanya ‘Lantas apa yang anda perintahkan kepada kami ketika kami menemui hari-hari seperti itu?
Nabi menjawab; Hendaklah kamu selalu bersama jamaah muslimin dan imam mereka!
Aku bertanya; kalau tidak ada jamaah muslimin dan imam bagaimana?
Nabi menjawab; hendaklah kau jauhi seluruh firqah (kelompok-kelompok / sekte) itu, sekalipun kau gigit akar-akar pohon hingga kematian merenggutmu kamu harus tetap seperti itu. (HR Bukhari)

Dalam nubuat di atas Rasulullah telah menyampaikan ciri-ciri dari penyeru-penyeru menuju pintu jahannam yakni orang-orang yang menyerukan untuk berselisih dengan muslim lainnya yang tidak sepahaman (sependapat) dengan mereka dengan ungkapan , “mereka adalah seperti kulit kita ini, juga berbicara dengan bahasa kita”.

Berkata Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari XIII/36: “Yakni dari kaum kita, berbahasa seperti kita dan beragama dengan agama kita. Ini mengisyaratkan bahwa mereka adalah bangsa Arab”.

Penjelasan Ibnu Hajar rahimahullah bahwa “beragama dengan agama kita dan berbahasa seperti kita (berbahasa Arab) menunjukkan ciri-ciri dari “Islam Arab” atau tepatnya “Islam Najed” atau Islamnya orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari Bani Tamim yakni orang-orang berbahasa Arab yang memahami (berijtihad) dan berfatwa (beristinbat) berlandaskan Al Qur’an dan As Sunnah namun bersandarkan arti bahasa saja. Pemahamannya selalu berpegang pada nash secara dzahir atau pemahamannya selalu berdasarkan makna dzahir.

Samalah dengan bangsa kita , seberapa banyak orang yang menguasai tata bahasa dan sastra Indonesia?

Jadi walaupun orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari Bani Tamim adalah bangsa Arab , bahasa ibunya adalah bahasa Arab namun kalau tidak mendalami dan menguasai ilmu-ilmu yang terkait bahasa Arab kemudian mereka menggali hukum dari Al Qur’an dan As Sunnah, lalu menyatakan pendapat atau menetapkan fatwa maka mereka akan sesat dan menyesatkan.

Telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Abu Uwais berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Hisyam bin ‘Urwah dari bapaknya dari Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan (HR Bukhari 98).

Oleh karenanya sebaiknya mensyaratkan bagi pondok pesantren, institut atau universitas Islam, majelis tafsir, ormas-ormas yang mengaku Islam, lembaga kajian Islam maupun lembaga-lembaga Islam lainnya termasuk lembaga Bahtsul Masail untuk dapat memahami dan beristinbat (menetapkan hukum perkara) dalam implementasi agama dan menghadapi permasalahan kehidupan dunia sampai akhir zaman yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits, wajib menguasai ilmu-ilmu yang terkait bahasa Arab atau ilmu tata bahasa Arab atau ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’) ataupun ilmu untuk menggali hukum secara baik dan benar dari al Quran dan as Sunnah seperti ilmu ushul fiqih sehingga mengetahui sifat lafad-lafad dalam al Quran dan as Sunnah seperti ada lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan, ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq, ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz hakikat. ada pula nasikh dan mansukh dan lain-lain sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2015/04/30/bacalah-dan-istinbath/

Wassalam

Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830

Read Full Post »